ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING DALAM USAHA MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA BADAN USAHA KOPERASI (Studi Kasus pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan)
Oleh: Erick Darmawan NIM : 109082000114
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2015 M
ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING DALAM USAHA MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA BADAN USAHA KOPERASI (Studi Kasus pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi)
Oleh: Erick Darmawan NIM : 109082000114
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2015 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
Identitas Diri 1. Nama Lengkap
: Erick Darmawan
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 04 Agustus 1991 3. Alamat
: Jl. Karya Utama RT/RW 008/003 No.
12,
Kel.
Gandaria
Utara,
Kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
II.
III.
4. Telepon
: 085716418797
5. Email
:
[email protected]
Pendidikan Formal 1. TK Arti Petogogan
Tahun 1994 – 1996
2. SDN Pulo 05 Pagi Kebayoran Baru
Tahun 1996 – 2003
3. SMP Negeri 13 Tirtayasa
Tahun 2003 – 2006
4. SMA Negeri 97 Jagakarsa
Tahun 2006 – 2009
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2009 – 2015
Pendidikan Non Formal 1. Peserta Workshop Software akuntansi Zahir “Zahir Accounting Edisi Standar 5.1” 2. Peserta training IDEA data analysist software “IDEA Overview for TOADS (Training of Accounting & Auditing Software)”.
iv
IV.
Pengalaman Organisasi 1. Ketua
Koordinator
Divisi
Kemahasiswaan
Badan
Eksekutif
Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2012 2. Bendahara Depok Scorpio Family (DSF) periode 2013-2014 3. Divisi Peralatan Propesa 2011-2012
V.
Latar Belakang Keluarga Ayah
: Junari
Ibu
: Warsini
Adik
: Tika Andiani Utami
Anak ke dari : 1 dari 2 bersaudara
v
ABSTRACT This research aims to know whether there are significant differences between the influence of before and after the application of tax planning to efficiently cooperative tax expense on business entities. Methods used to research this is descriptive method to a draft analysis case study. A kind of quantitative research chosen is descriptive. Analyzing data obtained by means of cooperative financial report in 2010, 2011 and 2012 and interviews to the competent parties of the related to the calculation of income tax agency. An analysis of data obtained by the reconciliation of fiscal and divert the cost of that cannot be deducted to the cost can be deducted, then compare the expense of tax planning to do before and after tax Research conclusions this has been proven that tax planned capable of efficiently of tax charges and to be able to clarify the way the tax calculation in accordance with the rules a tax whose effect. Tax Planning it turns out that impact was positive and negative for these cooperatives, namely his positive impact efficiency cooperatives can the tax charges in 2011 and 2012, the negative impact of his cooperatives can have tax charges larger so it could give clarification on the size of the tax is supposed to pay and paid off in 2010 by these cooperatives. Based on the conclusion above, should be more cooperative carefully and thoroughly in counting the size of tax, occurred less pay or not to pay more tax burden. Keywords: Tax planning, income tax expense cooperative, efficiency
vi
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pengaruh sebelum dan sesudah penerapan perencanaan pajak untuk mengefisiensikan beban pajak terhadap badan usaha koperasi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan rancangan penelitian studi kasus. Jenis penelitian yang dipilih adalah deskriptif kuantitatif. Data diperoleh dengan cara menganalisis laporan keuangan koperasi tahun 2010, 2011 dan 2012 dan wawancara kepada pihak pihak yang berkompeten dari bagian yang terkait dengan perhitungan PPh badan. Analisis data diperoleh dengan rekonsiliasi fiskal dan mengalihkan biaya yang tidak bisa dikurangkan menjadi biaya yang dapat dikurangkan, kemudian membandingkan beban pajak sebelum dan sesudah melakukan perencanaan pajak. Kesimpulan penelitian terbukti bahwa perencanaan pajak mampu mengefisiensikan beban pajak tetapi dan memperjelas cara perhitungan pajak yang sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku. Perencanaan pajak ternyata berdampak positif dan negatif pada koperasi tersebut, yaitu dampak positif nya koperasi dapat mengefisiensikan beban pajak pada tahun 2011 dan 2012, dampak negatif nya koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih besar sehingga mampu memberikan kejelasan tentang besarnya pajak yang memang seharusnya dibayar dan dilunasi pada tahun 2010 oleh koperasi tersebut. Berdasarkan kesimpulan diatas, sebaiknya koperasi lebih cermat dan teliti dalam menghitung besarnya pajak, agar tidak terjadi kurang bayar atau lebih bayar beban pajak. Kata Kunci: tax planning, beban PPh koperasi, efisiensi
vii
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabatnya, serta para pengikutnya yang selalu tetap istiqomah sampai akhir zaman. Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penerapan Perencanaan Pajak dalam Usaha Mengefisiensikan Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi (Studi Kasus pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan)” telah peneliti selesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Uiversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama proses penulisan dan penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan banyak doa, bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT. Yang Maha Esa, hanya kepada-Nya aku memohon ampun, hanya kepada-Nya aku bersyukur atas semua nikmat yang telah Dia berikan. Dia-lah pemilik hidup dan mati ku. 2. Bapak dan Ibu ku, ( Junari dan Warsini), yang telah memberikan semangat dan dukungan baik material maupun non material serta doa yang tiada hentihentinya kepada penulis. 3. Adikku Tika Andiani Utami yang telah memberikan doa dan semangat selama ini.
viii
4. Bapak Dr. Amilin, SE, M.Si., Ak., CA., QIA., BKP selaku dosen pembimbing 1 yang telah rela meluangkan waktu untuk membimbing peneliti hingga skripsi ini bisa terselesaikan. 5. Ibu Ismawati Haribowo, SE., M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini hingga akhirnya biasa terselesaikan. Terimakasih atas segala bimbingannya. 6. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Kepala Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya selama perkuliahan selama ini, semoga ilmu tersebut menjadi bermanfaat dan berkah bagi kita semua hingga sukses di dunia dan akhirat. 9. Bapak Haji Damanhuri SH. yang terus membimbing dan memberi semangat, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada beliau. 10. Teman-teman seperjuangan Akuntansi kelas C angkatan 2009 alias ACID ( Accounting C’s Indescribable Democracy). 11. Teman-teman seperjuangan jurusan akuntansi angkatan 2009 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 12. Pengurus Primkoppolres Metro Jakarta Selatan yang membantu dalam penyediaan data penelitian. 13. Keluarga Besar Depok Scorpio Family (DSF) yang terus memberikan motivasi dan semangat. 14. Berbagai pihak yang telah membantu peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada
ix
peneliti selama ini. Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhirnya peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Jakarta, 1 Maret 2015
Erick Darmawan
x
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ...................................................................... i Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .............................................. ii Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .......................................... iii Daftar Riwayat Hidup ............................................................................... iv Abstract ....................................................................................................... vi Abstrak....................................................................................................... vii Kata Pengantar ........................................................................................ viii Daftar Isi ..................................................................................................... xi Daftar Tabel ...............................................................................................xv Daftar Gambar .......................................................................................... xvi Daftar Lampiran ...................................................................................... xvii BAB.I. PENDAHULUAN ...........................................................................1 A. Latar Belakang...................................................................................1 B. Perumusan Masalah ...........................................................................6 C. Tujuan Penelitian ...............................................................................6 D. Manfaat Penelitian .............................................................................6 BAB.II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................8 A. Teori ..................................................................................................8 1. Teori Tentang Kemakmuran .........................................................8 2. Teori Tentang Efisiensi................................................................10
xi
3. Eisiensi Beban Pajak ................................................................. 12 B. Koreksi Fiskal ..................................................................................13 1. Beda Tetap .................................................................................13 2. Beda Waktu ...............................................................................14 C. Perencanaan Pajak ...........................................................................14 1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) .........................14 2. Tujuan Perencanaan Pajak .........................................................15 3. Manfaat Perencanaan Pajak .......................................................17 4. Motivasi Perencanaan Pajak ......................................................17 5. Strategi dalam Perencanaan Pajak .............................................17 6. Aspek-Aspek dalam Perencanaan Pajak ...................................22 7. Dasar Hukum Perencanaan Pajak .............................................22 8. Teknis Perencanaan Pajak ........................................................23 9. Perencanaan Pajak Berdasarkan Undang-undang Domestik .....24 10.Jenis-jenis Perencanaan Pajak ...................................................25 11.Aspek Kebijakan Akuntansi dan Administrasi .........................26 12.Pajak Khusus Koperasi .............................................................26 D. Koperasi ..........................................................................................27 1. Pengertian Koperasi ...................................................................27 2. Prinsip-Prinsip Koperasi ............................................................28 3. Fungsi dan Peran Koperasi ........................................................29 4. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi........................................29 xii
5. Bentuk dan Jenis Koperasi ........................................................32 6. Sumber Modal Koperasi ............................................................32 7. Perangkat Organisasi Koperasi ..................................................33 E. Penelitian Terdahulu ........................................................................34 F. Skema Kerangka Pemikiran .............................................................38 G. Dampak Perencanaan Pajak Terhadap Primkoppolres Metro Jakarta Selatan ..............................................................................................38 BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................40 A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 40 B. Metode Penentuan Sampel ............................................................ 40 C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 41 D. Metode Analisis Data .................................................................... 41 E. Operasional Variabel Penelitian ................................................... 43 BAB.IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................... 46 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................ 46 1. Sejarah Singkat Koperasi........................................................ 46 2. Visi dan Misi .......................................................................... 48 3. Struktur Organisasi ................................................................. 48 4. Kebijakan Akuntansi Koperasi ............................................... 49 B. Analisis dan Pembahasan Simulasi Tax Planning pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan ...................................................................... 51
xiii
1. Perhitungan Pajak Penghasilan Sebelum Perencanaan Pajak ......................................................................................... 51 2. Perhitungan PPh Badan ............................................................ 64 BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 68 A. Kesimpulan ................................................................................... 68 B. Saran ............................................................................................. 70 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 71
xiv
DAFTAR TABEL No.
Keterangan
Halaman
Tabel 1.1. Perbedaan antara Koperasi dengan Badan Usaha Lain ............... 3 Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................. 35 Tabel 2.3. Penelitian Terdahulu .................................................................. 36 Tabel 2.4. Penelitian Terdahulu .................................................................. 37 Tabel 4.1. Masa Manfaat Aktiva Tetap ....................................................... 50 Tabel 4.2. Primer Koperasi Polres Metro Jaksel Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal Per 31 Desember 2010 ....................52 Tabel 4.3. Primer Koperasi Polres Metro Jaksel Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal Per 31 Desember 2011 ....................56 Tabel 4.4. Primer Koperasi Polres Metro Jaksel Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal Per 31 Desember 2012 ....................60 Tabel 4.5. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2010 ................................................................................64 Tabel 4.6. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2011 ................................................................................65 Tabel 4.7. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2012................................................................................. 66
xv
DAFTAR GAMBAR No.
Keterangan
Halaman
Gambar 2.1. Strategi-Strategi dalam Meminimalkan Jumlah Pajak yang harus dibayar ...........................................................................21 Gambar 2.2. Penerapan Perencanaan dalam Mengefisiensikan beban Pajak Koperasi ...................................................................... 38 Gambar 4.1. Struktur Organisasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan ... 50
xvi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Keterangan
Halaman
1
PSAK Nomor 27 tentang Akuntansi Perkoperasian Revisi (Revisi 1998) (Reformat 2007) ...............................................75
2
Peraturan Pemerintah Keuangan Nomor 131 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia ...............88
3
Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor 51/KMK.04/2001 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia ..........................................96 4
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 Tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta
Berwujud
bukan
Bangunan untuk Keperluan
Penyusutan ...............................................................................100 5
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian ...................................................105
6
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang - undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan ..................127
7
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian ...................................................137 xvii
8
Laporan Laba Rugi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010...140
9
Laporan Laba Rugi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2011...141
10
Laporan Laba Rugi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2012...142
11
Rincian Beban Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tahun 2010 .........................................................................................143
12
Rincian Beban Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tahun 2011 .........................................................................................144
13
Rincian Beban Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tahun 2012 .........................................................................................145
xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik rutin maupun pembangunan adalah pajak. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut: “Segala pajak dipungut berdasarkan undang undang demi kepentingan negara dan ditunjukan kesejahteraan rakyat”. Di Indonesia sendiri, pemerintah menggunakan sistem self assessment system. Sistem pemungutan pajak yang menuntut Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan (tax compliance) dengan secara pro aktif mengelola administrasi perpajakannya. Self assesment system memberikan wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
terutang mulai dari menghitung, melapor dan menyetor jumlah pajak terutang, sedangkan sistem pembayaran (payment) berlaku dapat dilakukan sendiri oleh wajib pajak maupun melalui pemotongan pihak ketiga (witholder system). Di Indonesia, pajak menjadi sumber penerimaan utama untuk kegiatan pembiayaan negara. Bagi negara besarnya jumlah pajak yang diterima maka kondisi keuangan negara akan semakin baik. Bagi wajib pajak, membayar pajak malah dijadikan sebuah beban. Akibatnya semakin sedikit pajak yang dibayar akan semakin menguntungkan. Bagi suatu badan usaha, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Kemudian, muncullah cara atau usaha untuk meminimalisasi beban pajak yang ditanggung badan usaha tersebut. Hanya ada dua cara untuk meminimalisasi beban pajak, secara legal yaitu masih dalam
1
bingkai undang-undang perpajakan maupun dengan cara melanggar undang– undang yang berlaku. Menurut Noviandi Librata (2013) meminimalisasi beban pajak dengan baik secara legal, dengan tidak melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan dikenal dengan perencanaan pajak (tax planning). Tujuan yang diharapkan dengan adanya tax planning ini adalah mengefisiensikan pembayaran pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperolah laba dan likuiditas yang diharapkan. Selanjutnya tinggal melaksanakan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Sebelum perencanaan pajak, pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan
harus
dilakukan.
Wajarnya,
tax
planning
bertujuan
untuk
meminimumkan kewajiban pajak yang berdasarkan harus memenuhi syaratsyarat, diantaranya tidak melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis mampu diterima dan bukti-bukti pendukungnya memadai. Mencari keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya seminimal mungkin yang sesuai dengan prinsip ekonomi, maka untuk pelaksanaan perencanaan pajak pada suatu badan usaha sangat dibutuhkan dalam mengurangi beban pajak yang mengurangi laba bersih yang akan diperoleh. Koperasi adalah salah satu bentuk badan usaha yang perlu menerapkan perencanaan pajak. Koperasi yang
2
mempunyai asas kekeluargaan tidak semata-mata mencari keuntungan, tapi sebagai badan usaha yang berbadan hukum, koperasi juga memerlukan perencanaan pajak yang baik agar kegiatan yang dilaksanakan oleh koperasi bisa berjalan lancar dan mampu mencapai tujuan yang menjadi cita-cita koperasi. Tabel 1.1 Perbedaan antara Koperasi dengan Badan Usaha Lain Indikator Perorangan Firma PT Bukan Umumnya Umumnya Pengguna pemilik bukan bukan pemilik jasa pemilik Individu Sekutu usaha Pemegang Pemilik usaha saham Tidak perlu Para sekutu Pemegang Punya saham hak suara Tidak perlu Biasanya Menurut Pelaksanaan menurut besarnya voting besarnya saham yang modal dimiliki penyertaan melalui RUPS Penentuan kebijaksanaan Balas jasa terhadap modal Penerima keuntungan
Koperasi Umum / anggota Anggota Anggota
Orang yang Para sekutu bersangkutan Tidak Tidak terbatas terbatas
Direksi
Satu anggota satu suara dan tidak boleh diwakilkan Pengurus
Tidak terbatas
Terbatas
Orang yang Para sekutu bersangkutan secara proporsional
Pemegang saham secara proporsional Pemegang saham sejumlah saham yang dimiliki
Anggota sesuai jasa/ partisipasi Anggota sejumlah modal equity
Pemilik Bertanggung jawab terhadap Rugi
Para sekutu
Sumber : Ruly Destiyanningsih, 2013. Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong. Selanjutnya dikemukakan bahwa gerakan koperasi adalah perlambang harapan bagi kaum ekonomi lemah, berdasarkan self-
3
help dan tolong menolong diantara anggota-anggotanya, sehingga dapat melahirkan rasa saling percaya kepada diri sendiri dalam persaudaraan koperasi yang merupakan semangat baru dan semangat menolong diri sendiri. Kemudian didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan, berdasarkan prinsip “satu untuk semua dan semua untuk satu”. Berarti, koperasi mempunyai beberapa peran yaitu sebagai gerakan ekonomi dan badan usaha. Peran yang dimiliki koperasi diharapkan dapat menghadapi distorsi pasar serta menciptakan keseimbangan sebagai akibat berlakunya prinsip bisnis yang semata-semata bermotif ekonomi. Status hukum koperasi yaitu tunduk pada peraturan-peraturan yang mengatur tentang kewajiban sebagai badan usaha, seperti akta pendirian dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), badan usaha lain pun mempunyai kewajiban yang sama. Pada umumnya, koperasi mempunyai perbedaan dengan badan usaha lainnya, yang terletak pada tujuan, pengambil keputusan, permodalan, kepemilikan, balas jasa, pengawasan dan asas. Perbedaan yang muncul antara koperasi dan badan usaha bukan koperasi menjelaskan bahwa perbedaan yang terjadi ada pada prinsip. Hal ini menunjukan, koperasi sebagai bentuk badan usaha bagi perorangan yang umumnya berskala mikro dan kecil akan lebih maksimal dalam mewujudkan demokrasi ekonomi. Nita Fhikniati Hidayat (2012), melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan pajak atas pajak penghasilan badan dalam upaya meningkatkan efisiensi pembayaran beban pajak pada PT. Agricon Putra Citra Optima . Hasil dari menggunakan perencanaan pajak, terjadi efisiensi pajak perusahaan sebesar Rp 79.334.216 dan meningkatkan laba setelah pajak sebesar Rp 5.669.082.
4
Suryanti (2008), melakukan penelitian mengenai perencanaan pajak untuk meminimalkan pembayaran pajak pada PT. Arta Design. Penggunaan perencanaan pajak menghasilkan efisiensi pajak sebesar 24,60%. Berdasarkan hal tersebut tax planning bisa diartikan juga sebagai proses pengambilan tax factor yang relevan dan non tax factor yang material untuk melakukan menentukan apakah, kapan, bagaimana, dan dengan siapa (pihak mana) untuk melakukan transaksi, operasi dan hubungan dagang yang memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax event yang se-efisien mungkin dan sejalan dengan tujuan perusahaan. Penulis memilih koperasi sebagai objek penelitian karena penelitian mengenai tax planning yang pernah dilakukan sebelumnya lebih banyak dilakukan pada badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Selain itu, koperasi merupakan badan usaha yang tidak mencari keuntungan semata, tetapi juga mempunyai tujuan untuk menciptakan dan mengembangan perekonomian nasional, yang sudah pasti berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Studi Kasus dilakukan di Koperasi Primkoppolres karena koperasi tersebut memiliki penghasilan bruto dan penghasilan kena pajak (PKP) yang tidak kecil sehingga penulis berasumsi perlunya penerapan pajak pada koperasi. Penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya meneliti penerapan pajak dalam satu dan dua tahun, sedangkan penelitian selanjutnya akan dilakukan dalam tiga tahun, yaitu tahun pajak 2010, 2011 dan 2012. Berdasarkan uraian-uraian diatas penelitian ini diberi judul “ Analisis penerapan Tax Planning dalam Usaha Mengefisiensikan
5
Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi (Studi Kasus pada Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan) “. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana dampak perencanaan pajak terhadap kewajiban perpajakan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk memperoleh gambaran tentang perencanaan pajak pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a.
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, masukan, dan pertimbangan dalam memperkaya konsep penerapan tax planning dalam usaha mengesfisiensikan beban pajak pada badan usaha koperasi dengan tidak melanggar Undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai penguat teori tentang tax planning dalam usaha mengefisiensikan beban pajak pada beban usaha koperasi
6
yang sesuai dengan Undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku. c.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai pembanding penerapan tax planning yang dilakukan pada koperasi dengan yang dilakukan pada badan usaha lain dengan tujuan mengefisiensikan beban pajak.
2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat meningkatkan dan memperbaiki keadaan koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan melalui tax planning dalam usaha untuk mengefisiensikan beban pajak yang sesuai dengan peraturan dan Undang-undang yang berlaku. Karena pajak salah satu sumber pendapatan pemerintah. b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi penerapan tax planning dalam usaha untuk mengefisiensikan beban pajak pada badan usaha koperasi.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori 1. Teori tentang Kemakmuran Pengertian welfare state, Welfarestate atau negara kesejahteraan adalah negara yang pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus didasarkan pada lima pilar kenegaraan, yaitu : Demokrasi (Democracy). Penegakan Hukum (Rule of Law), perlindungan Hak Asasi Manusia, Keadilan Sosial (Social Juctice) dan anti diskriminasi. Ide mengenai sistem kesejahteraan negara yang berkembang di Indonesia biasanya lebih sering bernuansa negatif ketimbang positif. Misalnya, sering kita dengar bahwa sistem kesejahteraan negara adalah pendekatan yang boros, tidak
kompatibel
dengan
pembangunan
ekonomi,
dan
menimbulkan
ketergantungan pada penerimanya (beneficiaries). Akibatnya, tidak sedikit yang beranggapan bahwa sistem ini telah menemui ajalnya, alias sudah tidak dipraktekan lagi di negara manapun. Meskipun anggapan ini jarang disertai argumen dan riset yang memadai. banyak orang menjadi kurang berminat membicarakan, dan apalagi, memperhitungkan pendekatan ini. Setiap orang haruslah membayar bagiannya (pajak) sesuai dengan kemampuannya untuk membayar. Tiga ukuran yang biasanya dipakai untuk mengukur kemakmuran seseorang (atau kemampuan seseorang membayar pajak) atau sebuah perusahaan atau badan usaha adalah:
8
1.
Pendapatan
2.
Pengeluaran konsumsi
3.
Kekayaan
Didalam perencanaan pajak selain untuk mengefisiensikan beban pajak, namun juga secara tidak langsung akan mencerminkan dan meningkatkan tingkat kemakmuran koperasi pada umumnya dan anggota koperasi pada khususnya. Masyarakat sekitar yang secara tidak langsung ikut meningkat tingkat kemakmuran nya dengan cara berbelanja di koperasi tersebut tanpa harus menjadi anggota koperasi. Semakin banyak koperasi, anggota koperasi dan masyarakat yang secara tidak langsung menggunakan fasilitas koperasi seperti warung toserba, foto kopi, simpan pinjam dan produk atau fasilitas koperasi lainnya sehingga meningkat tingkat kemakmuran nya menyebabkan negara mengalami peningkatan kemamkuran yang menjadi salah satu cita-cita semua negara. Ketika koperasi, anggota koperasi dan masyarakat makmur, maka mereka akan mampu membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku seperti di Indonesia yang menggunakan sistem pajak self assessment dimana pemerintah yang menerapkan untuk memberi tanggung jawab penuh kepada wajib pajak yang mana untuk memenuhi kewajiban membayar pajak semua prosedur dan tahapannya dilakukan sendiri oleh pihak yang wajib membayar pajak tersebut. Tingkat kemakmuran di Primkoppolres Metro Jakarta Selatan baik koperasi itu sendiri maupun anggota nya cukup baik, maka sudah mampu melaksanakan kewajiban dalam membayar pajak.
9
Namun, di masa modern ini dengan harga pokok yang semakin mahal, tidak stabilnya harga bahan bakar minyak, dan beberapa masalah ekonomi yang menyebabkan sebagian kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup muncul lah berbagai macam cara untuk menghindari dan mengurangi jumlah pajak. Berbagai macam cara yang ilegal sampai legal dilakukan, salah satu cara legal dan tidak melanggar peraturan undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku adalah perenacanaan pajak (tax planning), Perencanaan pajak lah yang digunakan untuk mengurangi beban pajak pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan. 2. Teori tentang Efisiensi Menurut Setyono (2013) efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan dari segi besarnya sumber atau biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Menurut pengertian ini, efisiensi terdiri atas dua unsur yaitu kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut: a. Unsur Kegiatan Suatu kegiatan dianggap mewujudkan efisiensi jika suatu hasil tertentu tercapai dengan kegiatan terkecil. Unsur kegiatan terdiri dari lima sub unsur, yaitu pikiran, tenaga, bahan, waktu, dan ruang. b. Unsur Hasil Suatu hasil dianggap mewujudkan efisien jika dengan suatu kegiatan tertentu mencapai hasil yang terbesar. Unsur hasil terdiri dari dua subunsur, yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas).
10
Teori nilai guna atau utility yaitu teori ekonomi yang mempelajarai kepuasan
atau
kenikmatan
yang
diperoleh
seorang
konsumen
dari
mengkonsumsi barang-barang. Kalau kepuasan itu semakin tinggi nilai guna atau utility–nya. Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka utilitynya semakin rendah pula. Nilai guna dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu: i. Marginal utility (kepuasan marginal) adalah pertambahan/pengurangan kepuasan
sebagai
akibat
adanya
pertamabahan/pengurangan
penggunaan satu unit barang tertentu. ii. Total utility adalah keseluruhan kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang-barang tertentu. Tingkat efisiensi dapat diketahui dengan cara membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Jika hasilnya lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi. Namun sebaliknya, jika hasilnya kurang dari 1 (satu) maka tidak terjadi efisiensi. Efisiensi maupun produktivitas keduanya dapat digunakan sebagai bahan untuk mengukur kinerja suatu unit kegiatan ekonomi, meskipun secara prinsip kedua pengukuran tersebut berbeda. Konsep efisiensi lebih berkaitan dengan seberapa jauh suatu proses mengkonsumsi masukan untuk menghasilkan keluaran tertentu, sementara konsep produktivitas berkaitan dengan seberapa jauh suatu proses menghasilkan keluaran dengan mengkonsumsi masukan tertentu. Efisiensi dan produktivitas merupakan suatu ukuran tentang seberapa
11
efisien suatu proses mengkonsumsi masukan dan seberapa produktif suatu proses menghasilkan keluaran. Efisiensi merupakan rasio antara keluaran dengan masukan suatu proses, dengan fokus perhatian pada konsumsi masukan. Produktivitas merupakan rasio antara masukan dengan keluaran, dengan fokus perhatian pada keluaran yang dihasilkan oleh suatu proses. Ada tiga kegunaan mengukur efisiensi. Pertama, sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mempermudah memperbandingkan antara unit ekonomi satu dengan lainnya. Kedua, apabila terdapat variasi tingkat efisiensi dari beberapa unit ekonomi yang ada maka dapat dilakukan penelitian untuk menjawab faktor-faktor apa yang menentukan perbedaan tingkat efisiensi. Ketiga, informasi mengenai efisiensi memiliki implikasi kebijakan karena manajer dapat menentukan kebijakan perusahaan secara tepat. 3. Efisiensi Beban Pajak Secara finansial, pajak dapat mengurangi laba yang dihasilkan oleh seseorang atau suatu badan usaha. Pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak merupakan beban yang dapat mempengaruhi besarnya laba bersih yang diperoleh. Jika beban adalah suatu penurunan atau berkurangnya nilai modal akibat penggunaan aset, maka hal tersebut seharusnya dapat ditekan seminimal mungkin. Penurunan nilai modal karena penggunaan aset yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak perlu merupakan suatu pemborosan yang harus diminimalkan ataupun dihindari karena dapat mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh.
12
Upaya untuk menghindari pemborosan sumber daya yang dapat mempengaruhi besarnya laba usaha adalah tujuan dari efisiensi. Penghindaran pemborosan tersebut meupakan upaya optimalisasi alokasi sumber daya dengan melakukan aktivitas dengan benar disamping melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan. Salah satu cara efisiensi beban pajak yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perencanaan pajak. B. Koreksi Fiskal Menurut Delima (2013) koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto atau laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan atau pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Perbedaan tersebut terdiri dari dua macam yaitu: 1. Beda Tetap (Permanent Difference) Beda tetap adalah penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba bersih untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak. 2. Beda Waktu (Time Difference) Beda waktu adalah penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi pajak,biasanya karena perbedaan metode pengakuan. Menurut Rumuy (2013), ada dua macam penyesuaian fiskal, yaitu:
13
i. Penyesuaian Fiskal Positif adalah koreksi atau penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terutangnya juga akan meningkat. ii. Penyesuaian Fiskal Negatif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh Badan terutangnya juga akan menurun. Koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukankoreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Koreksi fiskal dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya atau pengurangan penghasilan bruto. C. Perencanaan Pajak 1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) Menurut Resmi (2014:6) perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimalkan kewajiban pajak.
14
Menurut Zain (2008:67) mengungkapkan bahwa perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion). Berdasarkan dua definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah suatu proses organisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa, sehingga hutang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak lainnya berada di posisi paling efisien, sepanjang hal itu mungkin dilakukan baik oleh peraturan perundangan perpajakan maupun secara komersil. Jadi perencanaan pajak diajukan bukanlah untuk mengurangi atau menghindari kewajiban pajak yang harus segera dibayar, melainkan sesuatu yang dibuat oleh perusahaan untuk menghindari suatu kelebihan pajak yang tidak diantisipasi atau direncanakan sebelumnya. Dengan merencanakan pajak maka pengambilan keputusan keuangan dan manajerial dengan sepenuhnya akan diambil yang dapat memperhatikan konsekuensi bagi perusahaan. 2. Tujuan Perencanaan Pajak Tujuan Perencanaan Pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan undang-undang maka tax planning disini
15
sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun diinvestasikan kembali. Menurt Suandy (2011:7) tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat undang – undang, maka perencanaan pajak disini dengan tax avoidance karena secara
hakikat
ekonomis
keduanya
berusaha
untuk
memaksimalkan
penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali. Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi halhal sebagai berikut: a. Menghilangkan atau menghapus pajak dalam tahun berjalan. b. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru. c. Menunda pengakuan penghasilan. d. Menghilangkan atau menghapus pajak sama sekali. e. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak, atau mempercepat pengurangan pajak. f. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain. g. Menghindari pengenaan pajak ganda.
16
3. Manfaat Perencanaan Pajak Menurut Wulansari (2013), manfaat perencanaan pajak pada prinsipnya adalah sebagai berikut: a. Mengatur alur kas, merupakan perencanaan yang dapat mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kasnya dengan lebih akurat. b. Penghematan kas keluar, adalah perencanaan pajak yang dapat menghemat pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan. 4. Motivasi Perencanaan Pajak Menurut Suandy (2011:10) mengungkapkan, bahwa motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu: a. Kebijakan perpajakan (tax policy). b. Undang-undang perpajakan (tax law). c. Administrasi perpajakan (tax administration). 5. Strategi dalam Perencanaan Pajak Menurut Sumarsan (2011), strategi perencanaan pajak ada lima, atau yang biasa di sebut model perencanaan pajak SAVANT, yaitu: a. Strategi (Strategy) Merupakan sebuah perusahaan tidak mengubah bentuk transaksi kegiatan usahanya dengan alasan untuk melakukan manajemen pajak. Strategi yang dapat digunakan untuk mengefisiensi beban PPh badan adalah sebagai berikut:
17
i.
Pemilikan alternatif dasar pembukuan, basis kas, atau basis akrual.
ii.
Pengolahan
transaksi
yang
berkaitan
dengan
pemberian
kesejahteraan pada karyawan. iii.
Pemilihan metode penilaian persediaan.
iv.
Pemilihan sumber dana dalam pengedaran asset.
v.
Pemilihan metode penyusutan asset tetap dan amortisasi asset tidak berwujud.
vi.
Transaksi dengan pemungut pajak (Witholding Tax).
vii.
Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar.
viii.
Permohonan penurunan pembayaran angsuran masa (PPh pasal 25 bulanan)
ix.
Penyertaan modal pada perseroan terbatas dalam negeri
b. Antisipasi (Anticipation) Merupakan wajib pajak berantisipasi terhadap penurunan tarif pajak penghasilan yang akan dibayar menjadi lebih kecil. Jika perusahaan mengalami kerugian bersih operasional, maka rugi bersih operasional perusahaan dapat dikompensasikan selama 5 tahun berdasarkan Undangundang Pajak Penghasilan. c. Bernilai Tambah (Value Adding) Perusahaan mengukur apakah perencanaan pajak meningkatkan arus kas bersih setelah pajak dapat meningkatkan nilai pemegang saham. Dengan menggunakan metode arus kas bersih yang didiskontokan dapat mengukur apakah metode manajemen pajak akan meningkatkan nilai perusahaan.
18
d. Negosiasi (Negotiating) Perusahaan dapat menggeser penghasilan atau biaya melalui negosiasi harga beli produk atau harga jual produk. Penggeseran pajak dikenal sebagai kemampuan perusahaan untuk membagikan beban pajak kepada pihak lain. Pemerintah dapat meringankan beban pajak perusahaan dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja. e. Transformasi (Transforming) Perencanaan pajak termasuk melakukan transformasi biaya yang tidak dapat dikurangkan menjadi biaya yang dapat dikurangkan (Deductible Expense). Selain model strategi perencanaan pajak diatas, terdapat metode lain untuk melakukan perencanaan pajak, yaitu: a. Metode Shifting Wajib pajak dapat menggunakan metode ini untuk menggeser jumlah beban pajak pada periode fiskal yang lebih menguntungkan. b. Metode Splitting Wajib pajak dapat menggunakan metode splitting untuk membedakan penerapan tarif normal perhitungan neto yang lebih rendah dengan membagi penghasilannya. c. Metode Combination Merupakan
kebalikan
dari
metode
splitting,
yaitu
dengan
cara
menggabungkan penghasilan bruto wajib pajak maka wajib pajak dapat menghemat pembayaran.
19
Beberapa strategi yang dianggap ampuh dan sudah banyak digunakan dalam tax planning. a. Tax saving Yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan menahan diri untuk tidak membeli produk – produk yang ada pajak pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar, misalnya penghindaran atas pengenaan sanksi perpajakan yang berlaku. b. Tax avoidance Merupakan upaya efisiensi untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan memerhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Mengindari pelanggaran atas peraturan perpajakan Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan yaitu: 1) Sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan. 2) Sanksi denda pidana atau kurungan. d. Menunda pembayaran kewajiban pajak Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPn. Penundaan ini
20
dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan. e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan Wajib pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya PPh Pasal 22 atau pembelian solar dan impor dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas pegawai.
Pengelakan Pajak Dalam Strategi penghematan Pajak
Yang Tidak Merugikan Penerimaan Negara
Melalui Transaksi
Melalui Proses Produksi
Kapitalisasi
Pergeseran
Merugikan Penerimaan Negara
Cara Yang Diperkenank an oleh UndangUndang
Cara Yang Tidak Diperkenank an oleh UndangUndang
Melalui UndangUndang Perjanjian Pajak Konvensi Internasional
Transformasi
Pengelakan (Avoidance)
Penyelundupan (Evasion)
Pengecualian
Gambar 2.1 Strategi-Strategi dalam Meminimalkan Jumlah Pajak yang Harus Dibayar
21
Sumber: Mangonting, Yeni. “Tax Planning : Sebuah Pengantar Sebagai Alternantif Meminimalkan Pajak”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Universitas Kristen Petra, Vol. 1, No. 1, Hal 4353,1999. 6. Aspek – Aspek dalam Perencanaan Pajak Menurut Ibrahim (2010) aspek-aspek dalam perencanaan pajak terbagi menjadi aspek formal dan administratif serta aspek material. a. Aspek Formal dan Administratif Aspek Formal dan Administratif yang harus dilaksanakan suatu badan usaha untuk dapat melakukan perencanaan pajak antara lain: 1) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). 2) Menyelenggaraan pembukuan atau pencatatan. 3) Memotong dan atau memungut pajak. 4) Membayar pajak. 5) Menyampaikan Surat Pemberitahuan. b. Aspek Material Aspek material untuk perhitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap. 7. Dasar Hukum Perencanaan Pajak Perencanan pajak mempunyai dasar hukum yang jelas dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya yaitu:
22
a. PSAK Nomor 27 tentang Akuntansi Perkoperasian Revisi (Revisi 1998) (Reformat 2007). b. Peraturan Pemerintah Keuangan Nomor 131 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. c. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
51/KMK.04/2001 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 Tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan. e. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. f. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang - undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. g. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. 8. Teknis Perencanaan Pajak Teknis dalam membuat perencanaan pajak antara lain sebagai berikut: a. Menganalisis informasi (basis data) yang ada. b. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak. c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak.
23
d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak. e. Memutakhirkan rencana pajak. Perencanaan
pajak
(Tax
Planning)
mencakup
pemahaman
dan
implementasi dari berbagai strategi yang dapat meminimalisir jumlah beban pajak dalam beberapa periode. dengan perencanaan pajak yang baik akan menjadi sumber bagi penyediaan modal kerja koperasi. Pada dasarnya usaha mengefisiensikan beban pajak berdasarkan the least dan latest rule yaitu wajib pajak selalu berusaha menekan pajak sekecil mungkin dan menunda pembayaran selambat mungkin sebatas masih diperkenankan Undang-undang dan peraturan perpajakan. Perencaan pajak (Tax Planning) sebagai suatu langkah yang tepat untuk koperasi, dalam melakukan efisiensi pajak sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan, peraturan dan Udang-undang yang berlaku. 9. Perencanaan Pajak Berdasarkan Undang-undang Domestik Menurut Suandy (2011), perencanaan pajak yang baik memerlukan suatu pemahaman terhadap Undang-undang dan peraturan pajak. Undang-undang pajak dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan. Dalam perancangan ulang struktur tingkat pajak khususnya untuk orang pribadi, pemerintah tampaknya ingin memberikan intensif dengan menurunkan tarif pajak terendah karena pemerintah ingin memperluas jumlah wajib pajak yang rata-rata berpendapatan menengah, sedangkan untuk wajib pajak yang berpendapatannya tinggi, tarif pajaknya ditingkatkan juga sehingga tarif pajak baru lebig progresif dan diharapkan bisa lebih memberikan keadilan.
24
Sistem perpajakan mungkin akan berubah jika situasi sosial politik suatu negara berubah. Peraturan perpajakan yang berlaku pada saat ini perlu dicermati hanya untuk memahami bagaimana perpajakan mempengaruhi keputusan bisnis. Berapa pun besarnya pajak penghasilan yang akan dikenakan terhadap perusahaan. Dengan demikian, kita dapat memusatkan perhatian pada beban perusahaan, beban apa saja yang dapat menjadi pengurang pajak, dan bagaimana hal itu mempengaruhi pengambilan keputusan. 10. Jenis-jenis Perencanaan Pajak Menurut Suandy (2011), perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut: a. Perencanaan pajak nasional (national tax planning) b. Perencanaan pajak internasional (international tax planning) Dalam melakukan perencanaan pajak, baik nasional maupun internasional, yang sering dilakukan adalah dengan melakukan hal berikut: a. Penghindaran tarif pajak tertinggi, baik dengan memanfaatkan bunga, investasi, maupun arbitrase kerugian (losses arbitage). b. Percepatan pengakuan pendapatan. c. Alokasi pajak ke beberapa wajib pajak. d. Penangguhan pembayaran pajak. e. Tax exclusive maximization. f. Transformasi pendapatan yang terkena pajak ke pendapatanyang tidak terkena.
25
g. Transformasi beban yang tidak boleh dikurangi pajak ke beban-beban yang boleh dikurangi pajak. h. Penciptaan maupun percepatan beban-beban yang boleh dikurangi pajak. 11. Aspek Kebijakan Akuntansi dan Adminitrasi Walaupun secara teknis proses penyajian laporan tidak diatur secara rinci dalam ketentuan perpajakan, pengukuran dan penilaian atas suatu fakta sangat dipengaruhi oleh ketentuan perpajakan merupakan produk lembaga legislatif yang mengikat semua anggota masyarakat (termasuk profesi akuntansi). Dengan demikian, apabila terjadi kekurang sesuaian antara ketentuan perpajakan dan praktik atau standar akuntansi yang berlaku umum, Undangundang perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi diatas praktik dan kelaziman akuntansi. Perbedaan kebijakan antara kebijakan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak untuk perhitungan laba kena pajak meliputi: a. Sistem pengakuan penghasilan dan beban. b. Sistem penilaian persediaan. c. Metode penyusutan. d. Penliaian kembali aset tetap. e. Sewa guna usaha (leasing). 12. Pajak Khusus Koperasi Koperasi yang omsetnya Rp 20.000.000,00 per tahun dan perusahaan yang omsetnya Rp 40.000.000.000,00 miliar per tahun mempunyai hak dan kewajiban sama di bidang perpajakan. Koperasi dan wajib pajak badan dalam negeri lainnya berhak mendapatkan diskon 50% tarif pajak asal peredaran bruto
26
setahun tidak lebih Rp 50.000.000.000,00. Tetapi, diskon 50% berlaku atas keuntungan dari peredaran bruto sampai Rp 4.800.000.000,00 saja, sisanya bayar tarif 100% ( Pasal 31E Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008). Jenis pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak ada perlakuan istimewa pula pada koperasi. Ketika omset setahun lebih dari Rp 600.000.000,00, maka wajib pajak pula dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) lalu memungut PPN dan menyetor ke kas negara. Jika selama dua tahun omset nya melebihi Rp 600.000.000,00 setahun tetapi tidak memungut PPN maka pada tahun ketiga akan dikenakan denda atau sanksi yang jumlahnya dapat melenyapkan modal koperasi. Apalagi SHU telah dibagikan pada anggota, hampir dipastikan koperasi dapat bangkrut akibat membayar denda pajak (PPh dan PPN). D. Koperasi 1. Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang 25 Tahun 1992 Pasal 1 pengertian koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Kemudian pengertian koperasi di sempurnakan menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, untuk dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
27
Berdasarkan dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang memiliki identitas ganda, yaitu sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi yang melaksanakan kegiatannya berdasar atas asas kekeluargaan. Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan, koperasi memiliki tujuan untuk kepentingan anggotanya antara lain meningkatkan kesejahteraan, menyediakan kebutuhan, membantu modal, dan mengembangkan usaha. 2. Prinsip-Prinsip Koperasi Prinsip Koperasi menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 yang terdapat pada Pasal 6 yaitu: a. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka. b. Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis. c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi. d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen. e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengawas, pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan koperasi. f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota.
28
3. Fungsi dan Peran Koperasi Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut: a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya
dan masyarakat
pada
umumnya
untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya. d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. e. Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar bangsa. 4. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi Menurut Marcellina (2012) landasan ideal koperasi Indonesia adalah Pancasila, didasarkan atas pertimbangan bahwa Pancasila adalah pandangan falsafah, pandangan hidup, dan ideologi bangsa Indonesia. Pancasila akan menjadi pedoman yang mengarahkan semua tindakan koperasi dan organisasiorganisasi lainnya dalam mengemban fungsinya masing-masing di tengahtengah masyarakat.
29
Landasan struktural koperasi Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, dengan pertimbangan bahwa pasal tersebut pada dasarnya mengatur perikehidupan ekonomi bangsa Indonesia yang di dalam gerak pelaksanaannya dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi ekonomi. Artinya, usaha pemenuhan kebutuhan ekonomi warga negara Indonesia harus dilakukan melalui usaha bersama di antara anggota masyarakat. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (1) ditegaskan bahwa perekonomian yang hendak disusun di Indonesia adalah suatu usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Artinya, susunan perekonomian usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Hal ini terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 dan berulang kali telah ditegaskan oleh Muhammad Hatta bahwa yang dimaksud dengan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan itu ialah koperasi. Asas koperasi Indonesia adalah kekeluargaan (Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Pasal 3). Semangat kekeluargaan ini merupakan pembeda utama antara koperasi dengan bentuk badan usaha lainnya. Semangat kekeluargaan mengandung tiga unsur: a. Kesadaran akan harga diri sebagai pribadi (individualitas) Kesadaran bahwa setiap manusia tidak akan dapat berkembang dengan baik bila tidak bekerja sama dengan orang lain. Kesadaran seperti itulah yang kemudian mendorong tumbuhnya sikap mental yang mengarah pada semangat kekeluargaan. b. Rasa setia kawan (solidaritas)
30
Rasa setia kawan ini sangat penting bagi perkembangan usaha koperasi, karena rasa setia kawan akan mendorong setiap anggota koperasi untuk merasa sebagai satu keluarga besar yang senasib dan sepenanggungan. Bertolak dari rasa setia kawan ini akan tumbuh kehendak untuk bersatu, bekerja sama, dan tolong-menolong dalam koperasi. Rasa setia kawan itu antara lain terwujud dalam bentuk gotong royong yang telah lama ada dalam masyarakat Indonesia. c. Kepercayaan pada diri sendiri (self-help) Sikap percaya pada diri sendiri yang tumbuh karena adanya saling tolong menolong di antara sesama anggota koperasi akan mendukung kesadaran berpribadi dan rasa setia kawan yang berguna bagi pengembangan koperasi. Ketiga unsur tersebut diharapkan saling memperkuat setiap anggota koperasi dalam melakukan usaha untuk meningkatkan kemakmuran bersama. Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, dalam garis besarnya tujuan koperasi Indonesia meliputi tiga hal: 1) Untuk memajukan kesejahteraan anggota. 2) Untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. 3) Ikut serta membangun tatanan perekonomian nasional.
31
5. Bentuk dan Jenis Koperasi Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012, bentuk koperasi terbagi menjadi dua, yaitu: a. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan. b. Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum koperasi. Jenis koperasi menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 yang didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan atau kepentingan ekonomi anggota yaitu: a. Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan anggota dan non-anggota. b. Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan anggota kepada anggota dan non-anggota. c. Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa nonsimpan pinjam yang diperlukan oleh anggota dan non-anggota. d. Koperasi simpan pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satusatunya usaha yang melayani anggota. 6. Sumber Modal Koperasi Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 modal koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal. Selain modal, modal koperasi dapat berasal dari:
32
a. Hibah. b. Modal Penyertaan. c. Modal pinjaman yang berasal dari: 1) Anggota. 2) Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya. 3) Bank dan lembaga keuangan lainnya. 4) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya. 5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 7. Perangkat Organisasi Koperasi Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012, koperasi mempunyai perangkat organisasi yang terdiri atas: a. Rapat Anggota Rapat Anggota adalah wadah inspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu, termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas. b. Pengawas Pengawas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di rapat angggota. Dalam pelaksanaannya, pengawas berhak mendapatkan setiap laporan pengurus, tetapi merahasiakannya kepada pihak ketiga. Pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota.
33
c. Pengurus. Pengurus adalah badan yang dibentuk oleh rapat angggota dan disertai dan diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi. Anggota pengurus dipilih dari dan pleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Dalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat anggota. Atas persetujuan rapat anggota pengurus dapat mengangkat manajer untuk mengelola koperasi. Namun pengurus tetap bertanggung jawab pada rapat anggota. E. Penelitian Terdahulu Penulis membendingkan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu dalam hal judul penelitian, jenis penelitian, variabel penelitian, tempat penelitian, dan hasil penelitian. Perbandingan penilitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan selanjutnya mengenai perencanaan pajak akan dijelaskan dalam tabel berikut.
34
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. 1.
2.
n Peneliti (Tahun) Suryanti (2008)
Renita Rumuy Dan Rizal Effendi (2013)
Metode Penelitian Judul Penerapan Perencanaan Pajak Untuk Meminimalkan Pembayaran Pajak Pada PT. Arta Design
Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Badan Sebagai Upaya Efisiensi Pembayaran Pajak PT. Sinar Sasongko
Hasil Penelitian 1. Objek Penelitian 1. Data yang Tax planning terdahulu digunakan menyebabkan dilakukan pada dalam perusahaan PT. Arta Design penelitian memperoleh yang bergerak terdahulu dan penghematan dibidang jasa sekarang sama pajak sebesar Rp desain interior yaitu data 28.233.243,25. sedangkan sekunder. penelitian sekarang dilakukan pada koperasi. 2. Teknik analisis penelitian terdahulu menggunakan analisis deskriptif komparatif sedangkan penelitian sekarang menggunakan analisis deskriptif dengan studi kasus. 1. Objek penelitian 1. Sumber data Perencanaan terdahulu yang pajak dilakukan pada digunakan mengakibatkan di PT. Sinar penelitian terjadi efisiensi Sasongko yang terdahulu dan pajak bergerak penelitian perusahaan dibidang sekarang sebesar perkebunan sama, yaitu Rp 60.000.000,-. kelapa sawit data sekunder. sedangkan 2. Menggunakan peneltitian variabel yang sekarang pada sama yaitu koperasi. efisiensi. Perbedaan
Persamaan
35
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu No.
3.
Peneliti (Tahun)
Judul
Metode Penelitian Perbedaan Persamaan
2. Metode analisis penelitian terdahulu menggunakan pendekatan kualitatif sedangkan penelitian sekarang menggunakan pendekatan kuantitatif. Evi Implementasi 1. Objek penelitian Wulansari Tax Planning terdahulu (2013) Terhadap dilakukan pada Perhitungan PPh PT. pelabuhan Badan Pada PT. Indonesia IV Pelabuhan yang bergerak Indonesia IV dibidang jasa sedangkan penelitian sekarang pada koperasi. 2. Metode analisis penelitian terdahulu menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif sedangkan penelitian sekarang menggunakan metode deskriptif analisis dengan studi kasus.
1. Sumber data yang digunakan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang sama, yaitu data sekunder. 2. Mengambil tema yang sama yaitu tax planning.
Hasil Penelitian
Perencanaan pajak mengakibatkan terjadi penghematan pajak sebesar Rp 2.080.269.889,-.
36
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu No. 4.
Peneliti (Tahun) Noviandi Librata (2013)
Judul Analisis Penerapan Tax Planning Dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan Pada PT. Graha Mitra Sukarami
Metode Penelitian Perbedaan Persamaan 1. Objek penelitian 1. Teknik terdahulu pengumpulan dilakukan pada data dalam di PT. Graha penelitian Mitra Sukarami terdahulu dan yang bergerak penelitian dibidang yang sekarang properti sama, yaitu sedangkan studi pustaka peneltitian dan sekarang pada wawancara. koperasi. 2. Teknik 2. Teknik analisis analisis data data penelitian yang terdahulu digunakan menggunakan dalam pendekatan penelitian kuantitatif dan terdahulu dan kualitatif sekarang sedangkan sama, yaitu teknik analsis pendekatan data penelitian kuantitatif. sekarang hanya 3. Menggunakan menggunakan variabel yang pendekatan sama yaitu kuantitatif. efisiensi.
Hasil Peneitian Perencanaan pajak dapat menghemat pajak penghasilan sebesar Rp 53.972.313,-
37
F. Skema Kerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan diatas maka kerangka pemikiran yang dapat dibuat sebagai berikut. Gambar 2.2 Penerapan Perencanaan Pajak dalam Mengefiseinsikan Beban Pajak Koperasi Tax Saving Efisiensi Beban Pajak Penghasilan Penerapan Perencanaan Pajak
Tax Avoidance
Ketaatan Perpajakan
Perencanaan Pajak Sesuai Undangundang Perpajakan yang Berlaku
G. Dampak Perencanaan Pajak Terhadap Primkoppolres Metro Jakarta Selatan Dampak yang ditimbulkan oleh adanya penerapan perencanaan pajak pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak menurun setelah dilakukannya perencanaan pajak yang berarti ada item pajak yang belum terhitung atau belum ikut terbayar. 2. Beban PPh badan yang ikut menurun. Menurunnya beban PPh badan menyebabkan menurunnya pajak penghasilan juga. Perencanaan pajak dapat
38
digunakan sebagai sebuah sarana pengelolaan pajak yang bisa menunjang efisiensi beban pajak koperasi. 3. Perencanaan pajak ternyata berdampak negatif pada koperasi pada tahun 2010, yaitu koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih besar sehingga mampu memberikan kejelasan tentang besarnya pajak yang memang seharusnya dibayar oleh koperasi tersebut. Sebaliknya di tahun 2011 dan 2012, yaitu koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih kecil sehingga mampu mengefisiensikan besarnya pajak yang seharusnya dibayar oleh koperasi tersebut.
39
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengambil objek Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan yang berada di kawasan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui penerapan perencanaan pajak dalam usaha mengefisiensikan beban pajak pada badan usaha koperasi khususnya pada Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan. B. Metode Penentuan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convenience Sampling atau pemilihan sampel yang berdasarkan kemudahan. Menurut Abdul Hamid (2012) Convenience Sampling adalah istilah umum yang mencakup variasi luasnya prosuder pemilihan responden. Convenience Sampling berarti unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif. Peneliti mengumpulkan data tempat untuk mengambil data untuk dijadikan sampel sesuai yang diinginkan peneliti dan judul yang akan digunakan oleh peneliti. Peneliti memilih 1 dari 4 data dari 4 tempat yang berbeda untuk dijadikan sampel, kemudian peneliti memilih data yang paling mudah untuk diambil, diolah, hemat waktu, hemat biaya, dan mempunyai “orang dalam” yang mampu memberikan data secara cepat dan terpercaya.
40
Sampel juga ditentukan berdasarkan penentuan sampel di penelitian terdahulu, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Renita Rumuy dan Rizal Effendy (2013) dengan judul Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Badan Sebagai Upaya Efisiensi Pembayaran Pajak PT. Sinar Sasongko dan Penelitian yang dilakukakn oleh Noviandi Librata (2013) dengan judul Analisis Penerapan Tax Planning dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan pada PT. Graha Mitra Sukarami. Kedua penelitian tersebut menentukan jumlah sampel berdasarkan kemudahan, contoh nya jika ada yang mengambil jumlah sampel dalam satu tahun, maka peneliti lainnya akan mencoba untuk mengambil jumlah sampel dua tahun atau tiga tahun atau lebih. C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah laporan keuangan khususnya laporan laba rugi dan Surat Pemberitahuan (SPT) periode tahun 2010, 2011 dan 2012. Jenis data adalah data sekunder. Menurut Wulansari (2013) data sekunder adalah data yang berupa catatan-catatan perusahaan dan lampiranlampiran serta literature yang berhubungan dengan penelitian ini. Selain itu, didapatkan pula data yang berhubungan dengan sejarah, strukstur organisasi, dan aktivitas utama Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan. D. Metode Analisis Data Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan rancangan penelitian studi kasus. Pendekatan keilmuan yang digunakan adalah pendekatan ilmu ekonomi positif. Menurut Joko (2013), ilmu ekonomi positif adalah pendekatan ekonomi yang mempelajari 41
berbagai pelaku dan proses bekerjanya aktivitas ekonomi, tanpa menggunakan suatu pandangan subjektif untuk menyatakan bahwa sesuatu itu baik atau jelek dari sudut pandang ekonomi. Salah satu studi kasus yang di gunakan oleh peneliti adalah studi kasus pada perusahaan jasa angkutan di Malang dalam penerapan tax planning terhadap PPh sebagai upaya efisiensi pembayaran pajak diteliti oleh Nanik (2011). Nanik (2011) melakukan studi kasus tersebut dengan maksud untuk mengefisiensikan beban pajak yang harus dibayar kepada pemerintah melalui penghindaran pajak dengan tidak melanggar Undang-undang perpajakan (tax aoidance) bukan penghindaran pajak yang melanggar Undang-undang (tax evasion). Dengan melakukan tax planning (perencanaan pajak), perusahaan dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar, karena beban pajak yang harus dibayarkan lebih kecil dari sebelum perusahaan melakukan tax planning. Menurut Santoso (2008) metode deskriptif analisis dengan rancangan studi kasus yaitu suatu metode penelitian dengan cara mengumpulkan data yang ada kemudian diolah, dianalisis, dan diteliti lebih lanjut dengan dasar - dasar yang diperoleh untuk kemudian dianalisa dan diambil kesimpulan secara kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan mengggunakan teori - teori dan atau hipotesis yang berkaitan sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Penelitian ini
42
menggunakan jenis kuantitatif dengan menggunakan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat, yang menjadi penelitian ini, berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut. Dalam penelitian ini penulis mengggunakan alat analisis, yaitu dengan melakukan rekonsiliasi fiskal yang terdiri dari koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif pada biaya - biaya terhadap penghasilan kena pajak dan laporan laba rugi perusahaan. Untuk menghitung persentase efisiensi pajak setelah dilakukan perencanaan pajak dengan menggunakan rumus: T = P 0 – P 1 x 100% P 0 Keterangan: T
= Besarnya % efisiensi pajak.
P0
= Besarnya pajak penghasilan sebelum perencanaan pajak.
P1
= Besarnya pajak penghasilan setelah perencanaan pajak.
Sumber: Berliyanti, Elen Setiyaning. “ Analisis Penerapan Perencanaan Pajak dalam Usaha Mengefisiensikan Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi ” Jurnal Akuntansi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol.1, No.1, Hal.51, 2011. E. Operasional Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah beban pajak koperasi dan perencanaan pajak.
43
1. Beban pajak koperasi Beban pajak koperasi adalah jumlah pajak yang harus ditanggung oleh pihak koperasi atas kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi tersebut yang dapat mengurangi laba usaha. Beban pajak ini diukur dengan cara: a. Mengidentifikasi biaya-biaya yang diperbolehkan dalam pajak. b. Penggunaan tarif pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. 2. Perencanaan pajak (tax planning) Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya berada dalam posisi paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial. Perencanaan pajak ini dapat dilakukan dengan cara: a. Memaksimalkan penghasilan yang bukan objek pajak atau telah dikenakan PPh Final. b. Pemilihan metode akuntansi. 3. Efisiensi beban pajak Secara finansial, pajak dapat mengurangi laba yang dihasilkan oleh seseorang atau suatu badan usaha. Pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak merupakan beban yang dapat mempengaruhi besarnya laba bersih yang diperoleh. Jika beban adalah suatu penurunan atau berkurangnya nilai modal akibat penggunaan aset, maka hal tersebut seharusnya dapat ditekan seminimal mungkin. Penurunan nilai modal karena penggunaan aset yang
44
disebabkan oleh penggunaan yang tidak perlu merupakan suatu pemborosan yang harus diminimalkan ataupun dihindari karena dapat mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh. Upaya untuk menghindari pemborosan sumber daya yang dapat mempengaruhi besarnya laba usaha adalah tujuan dari efisiensi. Penghindaran pemborosan tersebut meupakan upaya optimalisasi alokasi sumber daya dengan melakukan aktivitas dengan benar disamping melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan. Salah satu cara efisiensi beban pajak yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perencanaan pajak.
45
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Koperasi Menurut Buku Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Primkopplores Metro Jakarta Selatan, Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan didirikan di Jakarta pada tahun 1979 yang kemudian di tahun 1981 dengan akta pendirian yang disahkan Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Republik Indonesia kantor wilayah DKI Jakarta dengan nomor 1409/BH/I/9.4/1981. Kedudukan Primkopplores Metro Jakarta Selatan tanggal 5 Februari 1998 ditetapkan sebagai Koperasi Mandiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Republik Indonesia dengan nomor 58/KEP.M/II/1998. Nama sesuai akta pendirian adalah Primkoppolres Metro Jakarta Selatan. Pada tanggal 27 Juni 2009 telah mendapatkan akta pengesahan atau berbadan hukum dengan akta Nomor 37, dan tanggal 8 September 2009 Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan menyelenggarakan Rapat Khusus Perubahan Anggaran Dasar dan telah mendapatkan pengesahan dari Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil Republik Indonesia Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor : b0/PH/Y/IX/1994 tanggal 26 September 1994. Primkopplores Metro Jakarta Selatan merupakan Koperasi Anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Polres Metro Jakarta Selatan.
46
Pada awal berdirinya koperasi berdiri, keanggotaan koperasi terbatas pada Anggota Polri, namun sejalan dengan perkembangan usaha koperasi, keanggotaan koperasi diperluas dengan memperbolehkannya Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di wilayah Polres Jakarta Selatan untuk bisa menjadi anggota koperasi. Produk dan jasa yang diberikan koperasi ditujukan untuk anggota dan bukan anggota. Kegiatan usaha ekonomi yang ditujukan antara lain kegiatan unit pertokoan, unit simpan pinjam dan unit fotokopi. Kegiatan unit pertokoan menyediakan barang-barang kebutuhan sekunder antara lain barang-barang elektronika. Kegiatan unit simpan pinjam melayani anggota Polri atau Pegawai Negeri Sipil Polres Metro Jakarta Selatan yang memerlukan bantuan pinjaman uang tunai, untuk memenuhi kebutuhan berobat, biaya pendidikan, sewa kontrak rumah dan lain-lain. Kegiatan unit fotokopi melayani kebutuhan fotokopi anggota dan non anggota koperasi. Selain usaha ekonomi, koperasi juga melaksanakan usaha sosial antara lain sumbangan anggota yang terkena musibah (meninggal dunia), sumbangan paket lebaran dan natal, dan sumbangan musibah banjir dan lainlain. Peranan pengurus dalam menjalin kerjasama yang baik dengan anggota sangat diperlukan guna kelangsungan usaha koperasi dan hal inilah yang menjadi kunci sukses koperasi bisa bertahan sampai sekarang.
47
2. Visi, dan Misi a. Visi Visi dari Koperasi Primkopplores Metro Jakarta Selatan adalah sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas koperasi dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil beserta
keluarganya.
Kemudian
secara
umum
meningkatkan
kesejahteraan dan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta menjadi gerakan ekonomi rakyat dan ikut membangun tatanan perekonomian nasional. b. Misi Misi dari Koperasi Primkopplores Metro Jakarta Selatan adalah sebagai acuan agar sesuai dengan keputusan yang sudah ditetapkan dalam melaksanakan tugas dan untuk mensejahterakan anggota koperasi. 3. Struktur Organisasi Struktur organisasi Koperasi Primkopplores Metro Jakarta Selatan terdiri dari Penasehat, Pengurus, Badan Pengawas dan Anggota.
48
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan
Penasehat Wahyu Hadiningrat Jakub Prayogo
Pengurus
Ketua Sekretaris Bendahara
Sugiarto A.M. Bangun Junhari
Badan Pengawas
Ketua Sekretaris
Suresmiati M. Sembiring
Anggota Sumber : Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 4. Kebijakan Akuntansi Koperasi Laporan keuangan Koperasi disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan Nomor 27 Tahun 2007 tentang Akuntansi Perpajakan. Laporan Keuangan disusun dengan menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia berdasarkan nilai historis. Laporan arus kas disusun dengan menggunakan metode langsung (direct method) dengan mengklasifikasikan arus kas dalam aktivitas operasi, investasi dan keuangan. Untuk menilai persediaan menggunakan harga perolehan. Harga perolehan yang digunakan berdasarkan metode pertama masuk pertama keluar (First In First Out). Penyisihan persediaan uang ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap keadaan persediaan pada tanggal neraca. Aktiva tetap dinyatakan berdasarkan harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) berdasarkan perkiraan masa manfaat berikut:
49
Tabel 4.1 Masa Manfaat Aktiva Tetap Aktiva Tetap Masa Manfaat Gedung dan Bangunan 20 tahun Kendaraan 8 tahun Peralatan dan Mesin 4-8 tahun Komputer 4 tahun Sumber: Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Primkoppolres Metro Jakarta Selatan Pengakuan pendapatan dan beban dilakukan secara akrual. Pendapatan diakui pada saat barang atau jasa diserahkan kepada pelanggan. Apabila jasa diberikan dalam jangka waktu lebih dari satu periode, pendapatan diakui berdasarkan presentase penyelesaian jasa selesai diberikan. Sementara beban-beban koperasi diakui pada saat terjadinya. Primkoppolres Metro Jakarta Selatan sebagai wajib pajak badan telah memiliki NPWP dan berkewajiban menghitung, mengisi, menendatangani, dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Surat Pemberitahuan (SPT) diisi dengan informasi yang sesuai kaidah-kaidah tertentu menurut peraturan perpajakan yang berlaku. Surat Pemberitahuan (SPT) juga harus diisi dengan dasar laporan laba rugi fiskal. Beban pajak saat ini ditetapkan berdasarkan taksiran laba kena pajak tahun berjalan. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan diakui atas perbedaan waktu antara aktiva dan kewajiban untuk tujuan komersial dan untuk tujuan perpajakan disetiap tanggal pelaporan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk mengetahui besarnya penghasilan kena pajak (PKP) suatu badan. Penyesuaian yang dilakukan dalam rekonsiliasi fiskal ini dilakukan pada
50
pos-pos penghasilan dan biaya yang menurut fiskal boleh dikurangkan atau ditambahkan. B. Analisis dan Pembahasan Simulasi Tax Planning pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 1. Perhitungan Pajak Penghasilan Sebelum Perencanaan Pajak
51
Tabel 4.2 Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal Per 31 Desember 2010 Uraian
Komersial
Positif
Rekonsiliasi Negatif
Fiskal
Pendapatan Toko Penjualan
Rp 1,284,045,035.00
Rp 1,284,045,035.00
Harga Pokok Penjualan Persediaan Barang Awal Pembelian Barang Tersedia Untuk Dijual Persediaan Barang Akhir Harga Pokok Penjualan Pendapatan Kotor
Rp 163,853,682.71 Rp 1,278,060,763.00 Rp 1,441,914,445.71 Rp (164,329,471.41) Rp 1,277,584,974.30 Rp 6,460,060.70
Rp 163,853,682.71 Rp 1,278,060,763.00 Rp 1,441,914,445.71 Rp (164,329,471.41) Rp 1,277,584,974.30 Rp 6,460,060.70
Rp
2,841,800.00
Rp Rp Rp Rp
13,000,000.00 9,599,455.00 587,517,100.00 593,977,160.70
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
2,841,800.00 13,000,000.00 577,917,645.00 584,377,705.70
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
29,838,050.00 860,000.00 26,075,300.00 1,623,800.00 3,221,100.00 27,550,000.00 4,600,000.00 5,800,000.00 30,307,554.83 12,019.00 523,650.00 95,000,000.00 198,600,000.00 423,615,641.83 160,762,063.87 20,095,250,00 140,666,750.00
Pendapatan Jasa Laundry Pendapatan ATK Foto Copy SHU Puskopol Jumlah Pendapatan Jasa Jumlah Pendapatan Beban Operasional Beban ATK & administrasi Beban PPh Pasal 29 Tahun 2009 Perbaikan Alat kantor Biaya RAT Beban Telepon Beban Listrik Operasional Pengurus & Pangawas Media Cetak-cetakan Beban Konsumsi/makan Beban Penyusutan Beban Lain-lain Beban Air Minum Jasa Pinjaman Beban Gaji / Upah Jumlah Beban SHU sebelum Pajak Pajak SHU setelah Pajak
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
29,838,050.00 1,126,500.00 860,000.00 26,075,300.00 1,623,800.00 3,221,100.00 27,550,000.00 4,600,000.00 5,800,000.00 30,109,638.83 12,019.00 523,650.00 95,000,000.00 198,600,000.00 424,940,057.83 169,037,102.87 21,129,625.00 147,907,375.00
Rp 9,599,455.00
Rp 1,126,500.00
Rp
197,916.00
52
Pajak terutang tahun 2010 menurut Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan adalah sebesar Rp 20.129.625,00 didapat dari SHU sebelum pajak (pendapatan yang menjadi objek pajak) setelah dilakukan koreksi fiskal oleh koperasi sehingga penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan sebelum dilakukan koreksi fiskal, yaitu sebesar Rp 169.037.102,87 setelah dilakukan koreksi fiskal menjadi Rp 160.762.063,87 Berikut ini rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh koperasi untuk penghasilan kena pajak yang berakhir tanggal 31 Desember 2010. Koreksi Negatif: SHU Puskoppol
Rp
9.599.455,00
SHU Puskoppol termasuk kategori koreksi negatif karena penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba bersih untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak. Dijelaskan juga di PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Kemudian di Undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk
53
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan dan dalam pasal 4 ayat ayat (2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final dan pasal 4 ayat (3) f yang dikecualikan dari obyek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Beban PPh Pasal 29 tahun 2009
Rp 1.126.500,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2009 termasuk kategori koreksi negatif karena adanya pajak terutang yang belum dibayar di tahun 2009, sehingga pajak yang kurang tersebut baru bisa dibayarkan di tahun 2010. Tertuang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) tentang tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak dan Pasal 9 ayat (1) h untuk menentukan besarnya peghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pajak penghasilan. Beban Penyusutan
Rp 197.916,00
Beban penyusutan termasuk kategori koreksi negatif karena terjadi perbedaan perhitungan beban penyusutan, disebabkan koperasi mengukur
54
nilai ekonomis masa manfaat 10 tahun, tetapi seharusnya koperasi menghitung nilai ekonomis masa manfaat 8 tahun yang menyebabkan terjadinya beda waktu, yaitu adanya penghasilan atau biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi pajak, biasanya terjadi karena perbedaan metode pengakuan . Seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 11 ayat (6) yaitu tentang besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan. SHU sebelum pajak (komersial)
Rp 169.037.102,87
Koreksi Negatif: SHU Puskoppol
Rp
9.599.455,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2009
Rp
1.126.500,00
Beban Penyusutan
Rp
197.916,00
SHU sebelum pajak (fiskal)
Rp 160.762.063,87
Pembulatan PKP: Rp 160.762.063,87 – Rp 063,87 = Rp 160.762.000,00 Perhitungan PPh Badan Tahun 2010: (50% x 25%) x Rp 160.762.000,00 = Rp 20.095.250,00 SHU setelah pajak: Rp 160.762.000,00 - Rp 20.095.250,00 = Rp 140.666.750,00
55
Tabel 4.3 Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan
P
Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal
REKO
Per 31 Desember 2011 Uraian
Komersial
Rekonsiliasi Positif Negatif
Fiskal
Pendapatan Toko Penjualan
Rp 1,453,932,590.00
Rp 1,453,932,590.00
Harga Pokok Penjualan Persediaan Barang Awal Pembelian Barang Tersedia Untuk Dijual Persediaan Barang Akhir Harga Pokok Penjualan Pendapatan Kotor
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
164,329,471.00 1,502,123,351.00 1,666,452,822.00 (224,672,702.00) 1,441,780,120.00 12,152,470.00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
164,329,471.00 1,502,123,351.00 1,666,452,822.00 (224,672,702.00) 1,441,780,120.00 12,152,470.00
Pendapatan Jasa Jasa Simpan Pinjam Laundry SHU Puskopol Jumlah Pendapatan Jasa Jumlah Pendapatan
Rp Rp Rp Rp Rp
543,573,714.75 3,445,825.00 7,047,403.00 559,066,942.75 571,219,412.75
Rp Rp Rp Rp Rp
543,573,714.75 3,445,825.00 552,019,539.75 564,172,009.75
Beban Operasional Beban ATK & Administrasi Beban PPh Pasal 29 Tahun 2010 Operasional Mobil Pajak Kendaraan Perbaikan Alat kantor Pendidikan Pengurus & Pegawai Biaya RAT Beban Telepon Beban Listrik Operasional Pengurus & Pangawas Media Cetak-cetakan Beban Konsumsi/makan Beban Penyusutan Beban Lain-lain Beban Air Minum Jasa Pinjaman Beban Gaji / Upah Jumlah Beban SHU sebelum Pajak Pajak SHU setelah Pajak
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
36,273,300.00 1,250,000.00 925,000.00 1,600,000.00 735,000.00 2,250,000.00 44,250,500.00 2,193,000.00 3,222,200.00 14,650,000.00 550,000.00 12,072,000.00 37,280,471.50 4,500,000.00 304,250.00 68,650,000.00 201,850,000.00 432,555,721.50 138,663,691.25 17,332,875.00 121,330,125.00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
36,273,300.00 925,000.00 1,600,000.00 735,000.00 2,250,000.00 44,250,500.00 2,193,000.00 3,222,200.00 14,650,000.00 550,000.00 12,072,000.00 39,655,471.50 4,500,000.00 304,250.00 68,650,000.00 201,850,000.00 428,930,721.50 142,086,094.25 17,760,750.00 124,325,250.00
Rp 7,047,403.00
Rp 1,250,000.00
Rp 2,375,000.00
56
Pajak terutang tahun 2011 menurut Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan adalah sebesar Rp 17.332.875,00 didapat dari SHU sebelum pajak (pendapatan yang menjadi objek pajak) setelah dilakukan koreksi fiskal oleh koperasi sehingga penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan sebelum dilakukan koreksi fiskal, yaitu sebesar Rp 138.663.691,25 setelah dilakukan koreksi fiskal menjadi Rp 142.086.094,25. Berikut ini rincian loreksi fiskal yang dilakukan oleh koperasi untuk penghasilan kena pajak yang berakhir tanggal 31 Desember 2011. Koreksi Negatif: SHU Puskoppol
Rp
7.047.403,00
SHU Puskoppol masuk kategori koreksi negatif karena penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba bersih untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak. Dijelaskan juga di PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Kemudian di Undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat (1) a atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk
57
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan, sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto diatas dan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3) f yaitu yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. Beban PPh Pasal 29 tahun 2010
Rp 1.250.000,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2010 masuk kategori koreksi negatif karena adanya pajak terutang yang belum dibayar di tahun 2010, sehingga pajak yang kurang tersebut baru bisa dibayarkan di tahun 2011. Tertuang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) yaitu tentang tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak dan Undang-undang No.36 tahun 2008 pasal 9 ayat (1) h yaitu untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pajak penghasilan. Beban Penyusutan
Rp 2.375.000,00
Beban penyusutan termasuk kategori koreksi negatif karena terjadi perbedaan perhitungan beban penyusutan, disebabkan koperasi mengukur
58
nilai ekonomis masa manfaat 10 tahun, tetapi seharusnya koperasi menghitung nilai ekonomis masa manfaat 8 tahun yang menyebabkan terjadinya beda waktu, yaitu adanya penghasilan atau biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi pajak, biasanya terjadi karena perbedaan metode pengakuan. Seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 11 ayat (6) yaitu tentang besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan. SHU sebelum pajak (komersial)
Rp 138.663.691,25
Koreksi Negatif: SHU Puskoppol
Rp
7.047.403,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2010
Rp
1.250.000,00
Beban Penyusutan
Rp
2.375.000,00
SHU sebelum pajak (fiskal)
Rp 142.086.094,25
Pembulatan PKP: Rp 142.086.094,25 – Rp 094,25 = Rp 142.086.000,00 Perhitungan PPh Badan Tahun 2011: (50% x 25%) x Rp 142.086.000,00 = Rp 17.760.750,00 SHU setelah pajak: Rp 142.086.000,00 - Rp 17.760.750,00 = Rp 124.325.250,00
59
Tabel 4.4 Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal Per 31 Desember 2012 Uraian
Komersial
Rekonsiliasi Positif Negatif
Fiskal
Pendapatan Toko Penjualan
Rp 1,676,738,500.00
Rp 1,676,738,500.00
Harga Pokok Penjualan Persediaan Barang Awal Pembelian Barang Tersedia Untuk Dijual Persediaan Barang Akhir Haraga Pokok Penjualan Pendapatan Kotor
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
224,672,702.00 1,797,974,276.00 2,022,646,978.00 (333,690,615.00) 1,688,956,363.00 (12,217,863.00)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pendapatan Jasa Jasa Simpan Pinjam Laundry SHU Puskopol Jumlah Pendapatan Jasa Jumlah Pendapatan
Rp Rp Rp Rp Rp
676,874,920.60 4,837,600.00 10,027,800.00 698,740,320.60 686,522,457.60
Beban Operasional Beban ATK & administrasi Beban PPh Pasal 29 Tahun 2011 Perbaikan Alat kantor Biaya RAT Beban Telepon Beban Listrik Operasional Pengurus & Pangawas Media Cetak-cetakan Beban Konsumsi/makan Beban Penyusutan Beban Lain-lain Beban Air Minum Jasa Pinjaman Beban Gaji / Upah Jumlah Beban SHU sebelum Pajak Pajak SHU setelah Pajak
Rp 38,181,400.00 Rp 1,937,475.00 Rp 665,000.00 Rp 57,925,000.00 Rp 1,593,300.00 Rp 3,679,400.00 Rp 24,490,000.00 Rp 656,000.00 Rp 12,651,500.00 Rp 35,789,222.00 Rp 12,000,000.00 Rp 1,739,500.00 Rp 92,500,000.00 Rp 253,800,000.00 Rp 537,607,797.00 Rp 148,914,660.60 Rp 18.614.250,00 Rp 130,299,750.60
Rp 10,027,800.00
Rp 1,937,475.00
Rp 2,375,000.00
224,672,702.00 1,797,974,276.00 2,022,646,978.00 (333,690,615.00) 1,688,956,363.00 (12,217,863.00)
Rp 676,874,920.60 Rp 4,837,600.00 Rp Rp 688,712,520.60 Rp 676,494,657.60
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
38,181,400.00 665,000.00 57,925,000.00 1,593,300.00 3,679,400.00 24,490,000.00 656,000.00 12,651,500.00 38,164,222.00 12,000,000.00 1,739,500.00 92,500,000.00 253,800,000.00 538,045,322.00 154,629,995.60 19,328,625.00 135,300,375.00
60
Pajak terutang tahun 2012 menurut Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan adalah sebesar Rp 18.614.250,00 didapat dari SHU sebelum pajak (pendapatan yang menjadi objek pajak) setelah dilakukan koreksi fiskal oleh koperasi sehingga penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan sebelum dilakukan koreksi fiskal, yaitu sebesar Rp 148.914.660,60 setelah dilakukan koreksi fiskal menjadi Rp 154.629.995,60. Berikut ini rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh koperasi untuk penghasilan kena pajak yang berakhir tanggal 31 Desember 2012. Koreksi Negatif: SHU Puskoppol
Rp 10.027.800,00
SHU Puskoppol termasuk kategori koreksi negatif karena penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba bersih untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak. Dijelaskan juga di PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Kemudian di Undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat (1) a atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk
61
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan, sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto diatas dan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3) f yaitu yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. Beban PPh Pasal 29 tahun 2011
Rp 1.937.475,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2011 termasuk kategori koreksi negatif adanya pajak terutang yang belum dibayar di tahun 2010, sehingga pajak yang kurang tersebut baru bisa dibayarkan di tahun 2011. Tertuang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) yaitu tentang tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1) h yaitu untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pajak penghasilan. Beban Penyusutan
Rp 2.375.000,00
Beban penyusutan termasuk kategori koreksi negatif karena terjadi perbedaan perhitungan beban penyusutan, disebabkan koperasi mengukur
62
nilai ekonomis masa manfaat 10 tahun, tetapi seharusnya koperasi menghitung nilai ekonomis masa manfaat 8 tahun yang menyebabkan terjadinya beda waktu, yaitu adanya penghasilan atau biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi pajak, biasanya terjadi karena perbedaan metode pengakuan. Seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 11 ayat (6) yaitu tentang besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan. SHU sebelum pajak (komersial)
Rp 148.914.660,60
Koreksi Negatif: SHU Puskoppol
Rp
10.027.800,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2011
Rp
1.937.475,00
Beban Penyusutan
Rp
2.375.000,00 +
SHU sebelum pajak (fiskal)
Rp 154.629.995,60
Pembulatan PKP: Rp 154.629.995,60 – Rp 995,60 = Rp 154.629.000,00 Perhitungan PPh Badan Tahun 2012: (50% x 25%) x Rp 154.629.000,00 = Rp 19.328.625,00 SHU setelah pajak: Rp 154.629.000,00 - Rp 19.328.625,00 = Rp 135.300.375,00
63
2. Perhitungan PPh Badan Tabel 4.5 a. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2010 Keterangan Penghasilan Kena Pajak PPh Badan : (50% x 25%) x Rp 169.037.000,00 (50% x 25%) x Rp 160.762.000,00 Total PPh Badan Terutang
Sebelum Setelah Perencanaan Perencanaan Rp 169.037.102,87 Rp 160.762.063,87 Rp 21.129.625,00 Rp 20.095.250,00 Rp 147.907.375,00 Rp 140.666.750,00
Hasil dari tax planning yang dilakukan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan adalah penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak pada tahun 2010 sebesar Rp 169.037.102,87 menurun setelah dilakukannya perencanaan pajak menjadi sebesar Rp 160.762.063,87 berarti ada item pajak yang belum terhitung atau belum ikut terbayar. Beban PPh Pasal 29 tahun 2009 termasuk kategori koreksi negatif karena adanya item pajak terutang yang belum dibayar di tahun 2009, sehingga pajak yang kurang tersebut baru bisa dibayarkan di tahun 2010. Tertuang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) tentang tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak dan Pasal 9 ayat (1) h untuk menentukan besarnya peghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pajak penghasilan. Sebelum perencanaan beban PPh badan tahun 2010 sebesar Rp 21.129.625,00 menurun menjadi sebesar Rp 20.095.250,00. Menurunnya beban PPh badan pada tahun 2010 menyebabkan menurunnya pajak penghasilan juga, yang terjadi pada tahun 2010 sebesar
64
Rp 147.907.375,00 menurun menjadi sebesar Rp 140.666.750,00. Penerapan perencanaan pajak yang dilakukan pada koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tidak terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak pada tahun 2010 karena beban pajak koperasi tidak berkurang meskipun sudah menerapkan perencanaan pajak yang baik dan benar. Penerapan tax planning pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tidak berhasil pada tahun 2010, karena pada tahun 2010 dari segi perpajakan tidak terjadi efisiensi pajak dan dari segi akuntansi tidak terjadi peningkatan laba. Tabel 4.6 b. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2011 Keterangan Penghasilan Kena Pajak PPh Badan : (50% x 25%) x Rp 138.663.000,00 (50% x 25%) x Rp 142.086.000,00 Total PPh Badan Terutang
Sebelum Setelah % Perencanaan Perencanaan Rp 138.663.691,00 Rp 142.086.094,25 2,408 % Rp 17.332.875,00 Rp 17.760.750,00 2,409 % Rp 121.330.125,00 Rp 124.325.250,00 2,409 %
Hasil dari tax planning yang dilakukan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan adalah penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak pada tahun 2011 terjadi peningkatan, meningkat dari Rp 138.663.691,25 menjadi Rp 142.086.094,25. Sebelum perencanaan beban PPh badan tahun 2011 sebesar Rp 17.332.875,00 meningkat menjadi Rp 17.760.750,00. Meningkatnya beban
PPh badan pada tahun 2011 menyebabkan
meningkatnya pajak penghasilan juga, yang terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp 121.330.125,00 meningkat menjadi sebesar Rp 124.325.250,00.
65
Pada tahun 2011 terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak karena beban
pajak
koperasi
berkurang.
Penerapan
tax
planning
pada
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan berhasil pada tahun 2011, karena pada tahun 2011 dari segi perpajakan terjadi efisiensi pajak dan dari segi akuntansi terjadi peningkatan laba. Tabel 4.7 c. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2012 Keterangan Penghasilan Kena Pajak PPh Badan : (50% x 25%) x Rp 148.914.000,00 (50% x 25%) x Rp 154.629.000,00 Total PPh Badan Terutang
Sebelum Setelah % Perencanaan Perencanaan Rp 148.914,660,00 Rp 154.629.995,00 3,696 % Rp 18.614.250,00 Rp 19.328.625,00 3,695 % Rp 130.299.750,60 Rp 135.300.375,00 3,695 %
Hasil dari tax planning yang dilakukan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan adalah penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak pada tahun 2012 meningkat juga dari sebesar Rp 148.914.660,60 menjadi sebesar Rp 154.629.995,00. Sebelum perencanaan beban PPh badan tahun 2012
sebesar
Rp
18.614.250,00
meningkat
menjadi
sebesar
Rp
19.328.625,00. Meningkatnya beban PPh badan pada tahun 2012 menyebabkan meningkatnya pajak penghasilan juga, yang terjadi pada tahun 2012 sebesar Rp 130.299.750,00 meningkat menjadi sebesar Rp 135.300.375,00. Pada tahun 2012 terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak karena beban
pajak
koperasi
berkurang.
Penerapan
tax
planning
pada
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan berhasil pada tahun 2012, karena pada
66
tahun 2012 dari segi perpajakan terjadi efisiensi pajak dan dari segi akuntansi terjadi peningkatan laba. Dari hasil analisis rekonsiliasi berdasarkan perhitungan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa adanya tax planning itu sangat berguna bagi koperasi untuk mengefisiensikan dan mengetahui beban pajak PPh badan. Penghematan
pajak
diperoleh
karena
biaya-biaya
komersial
dapat
meminimalkan untuk dikoreksi fiskal sehingga jumlah SHU setelah pajak penghasilan dan SHU sebelum pajak penghasilan bisa meningkat, menurun dan juga mampu memperjelas pajak koperasi yang semestinya di bayar. Perencanaan pajak yang telah dilakukan di koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan sudah sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku, seperti yang terjadi saat koreksi fiskal negatif dengan menyesuaikan akun SHU Puskoppol dengan Undang-undang PPh Pasal 4 ayat (2) dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1). Dampak dari tax planning yang diterapkan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan yaitu dengan menerapkan tax planning maka pengambilan keputusan keuangan dan manajerial dengan sepenuhnya yang diambil dapat mempertimbangkan konsekuensi bagi koperasi. Pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan dampak tax planning juga muncul yaitu menghindari pelanggaran atas peraturan yang berlaku, baik yang berupa sanksi admnistrasi maupun sanksi denda. Secara tidak langsung tax planning mampu mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan.
67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah di jelaskan, maka peneliti bisa memberi kesimpulan bahwa penerapan tax planning yang dilakukan di Primkopplores Metro Jakarta Selatan pada tahun 2010 tidak mampu mengefisiensikan beban pajak namun pada tahun 2011 dan tahun 2012 mampu mengefisiensikan beban pajak dan memperjelas perhitungan pajak agar sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku. Hasil dari tax planning yang dilakukan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak menurun setelah dilakukannya perencanaan pajak yang berarti ada item pajak yang belum terhitung atau belum ikut terbayar. 2. Beban PPh badan yang ikut menurun. Menurunnya beban PPh badan menyebabkan menurunnya pajak penghasilan juga. Perencanaan pajak dapat digunakan sebagai sebuah sarana pengelolaan pajak yang bisa menunjang efisiensi beban pajak koperasi. 3. Perencanaan pajak ternyata berdampak negatif pada koperasi pada tahun 2010, yaitu koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih besar sehingga mampu memberikan kejelasan tentang besarnya pajak yang memang seharusnya dibayar oleh koperasi tersebut. Sebaliknya di tahun 2011 dan 2012, yaitu koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih kecil sehingga
68
mampu mengefisiensikan besarnya pajak yang seharusnya dibayar oleh koperasi tersebut. Dampak dari tax planning yang diterapkan oleh peneliti pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan yaitu dengan menerapkan tax planning maka koperasi mampu mengesfisiensikan beban pajak nya, pengambilan keputusan keuangan dan manajerial dengan sepenuhnya akan diambil yang dapat memperhatikan konsekuensi bagi koperasi. Pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan dampak tax planning juga muncul yaitu menghindari pelanggaran atas peraturan yang berlaku, baik yang berupa sanksi admnistrasi maupun sanksi denda. Secara tidak langsung tax planning mampu mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan. Penerapan tax planning pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tidak berhasil pada tahun 2010m dan berhasil pada tahun 2011 dan 2012 karena dari segi perpajakan di tahun 2010 tidak terjadi efisiensi pajak kemudian di tahun 2011 dan 2012 terjadi efisiensi pajak dan dari segi akuntansi tidak terjadi peningkatan SHU pada tahun 2010 dan terjadi peningkatan SHU di tahun 2011 dan 2012. Dengan demikian, peneliti menyatakan bahwa penerapan perencanaan pajak yang dilakukan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan terbukti tidak dapat mengefisiensikan beban pajak pada tahun 2010 dan terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak pada tahun 2011 dan tahun 2012. Perencanaan pajak yang dilakukan di Primkoppolres Metro Jakarta Selatan sudah sesuai dengan Undang – undang perpajakan yang berlaku.
69
Penelitian tentang perencanaan pajak ini mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang tata cara yang bisa dilaksanakan dalam usaha menerapkan perencanaan pajak pada koperasi sehingga bisa meminimalkan beban pajak pada koperasi tersebut. B. Saran Berdasarkan pengamatan, penelitian dan evaluasi yang telah dilaksanakan pada bab per bab sebelumnya dan digabungkan dengan kesimpulan yang dijabarkan, maka bisa diajukan saran-saran yang dapat bermanfaat bagi koperasi dan bisa menjadi pertimbangan dan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya. Saran-saran yang bisa diajukan oleh penulis antara lain, penulis memberikan saran kepada koperasi untuk melakukan tax planning dengan melalui penganalisaan informasi yang ada secara teliti dan cermat, seperti mengikuti dan mengetahui perkembangan peraturan perpajakan terbaru yang berlaku, menambah variabel-variabel agar ada pengembangan dari penelitian sebelumnya dan penambahan periode penelitian yang semula hanya dua atau tiga tahun menjadi lima tahun atau lebih. Melalui surat edaran yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, berita pajak dan majalah atau koran yang berhubungan dengan perpajakan dalam rangka meminimalisasi PPh terutang.
70
DAFTAR PUSTAKA Adawiah, Diyah. “ Analisis Penerapan Pajak atas Biaya Kesejahteraan keryawan pada Yayasan Al-Mujahirin Kota Depok “, Jurnal Akuntansi, Vol.11, No.2, 2011. Anonim. “ Perbedaan Koperasi dengan Badan Usaha Lain “, artikel diakses tanggal 14 September 2013, dari http://rulidestyaningsih.blogspot.com /2013/03/manajemen-koperasi-perbedaan-koperasi_20.html. Brotodihardjo, Santoso. “ Pengantar Ilmu Hukum Pajak “, Edisi 4, Refika Aditama, Bandung, 2003. Chandra, Ryan Setyono. “ Pengaruh Efficiency, System Availability, Fulfillment, dan Privacy Terhadap Loyalty Melalui Perceveid Value pada Online Ticketing Garuda Indonesia di Surabaya “, Jurnal Akuntansi, Vol.3, No.1, 2013. Cendiman. “Definisi Efisiensi”, artikel diakses tanggal 19 September 2013, dari http://cendiman.blogspot.com/2009/11/definisiefisiensi.html. Chrisdianto dan Ardianto. “ Penerapan Tax Planning dalam Pengambilan Keputusan terhadap Pilihan Alternatif Pembelian Truk secara Tunai, Kredit Bank, dan Leasing dengan Hak Opsi pada PT. Rajawali Dwi Putra”, Jurnal Bisnis Perspektif, Vol.2, No.5, 2009. Chrisdianto, Bernadinus dan Yunus Yohanes Biu Katik. “ Evaluasi Perencanaan Pajak Melalui Revaluasi Aset Tetap Untuk Meminimalkan Beban Pajak Perusahaan Studi Kasus pada PT “X” “, Jurnal Akuntansi dan Perpajakan, Vol.4, No.2, 2012. Danfar. “ Definisi atau Pengertian Efisiensi ”, artikel diakses tanggal 20 Juli 2013, dari http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertianefisiensi/. Darmayasa, Nyoman dan Nyoman Sentosa Hardika. “ Perencanaan Pajak dari Aspek Rasio Total Benchmarking, Kebijakan Akuntansi, dan Administrasi sebagai Strategi Penghematan Pajak “, Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan, Vol.7 No.3, 2011. Destyaningsih, Ruli. “ Manajemen Koperasi – Perbedaan Koperasi dan Badan Usaha “, 2013, artikel diakses tanggal 3 Juli 2013, dari http://rulidestyaningsih.blogspot.com/search?q=perbedaan+koperasi.
71
Givner, Bruce and Owen Kaye. “Once in a Generation Opportunity to Engage in Estate Tax Planning”, Journal Of Financial Service Professionals, 2009. Gloritho. “ Pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak Biaya pegawai pada PT. XYZ untuk Meminimalkan Beban Pajak dan Hubungannya dengan Kinerja Perusahaan “, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol.3, No.1, 2010. Hidayat, Nita Fhikniati. “ Penerapan Tax Planning atas Pajak Penghasilan Badan dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak pada PT. Agricon Putra Citra Optima “, Jurnal Perpajakan, Vol.6, No.1, 2012. Hamid, Abdul. “ Pedoman Penulisan Skripsi “, FEB UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012. IAI,
PSAK, Nomor 27 tentang 1998)(Reformat 2007), 2007.
Akuntansi
Perkoperasian
(Revisi
Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. “ Hukum Pajak “, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta,2007. Laporan Keuangan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan, 2010. Laporan Keuangan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan, 2011. Laporan Keuangan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan, 2012. Librata, Noviandi. “ Analisis Penerapan Tax Planning dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan pada PT. Graha Mitra Sukarami “, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol.3, No.1, 2013. Mangonting Yeni. “ Tax Planning : Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak ”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.1, No.2, 1999. Marcellina. Ayu Linda. “ Analisis Dampak Kredit Mikro terhadap Perkembangan Usaha Mikro Di Kota Semarang (Studi Kasus : Nasabah Koperasi Enka Mulia)”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.2, No.1, 2012. Mardiasmo. “ Perpajakan “, Revisi 2011, Andi Publisher, Yogyakarta, 2011. Peraturan Pemerintah Keuangan Nomor 131 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, 2000.
72
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 51/KMK.04/2001Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, 2001. Nur, Iim Ibrahim. “ Implementasi Manajemen Pajak pada PT. Mega Visual Elektronik dan Dampaknya terhadap Laporan Keuangan “, Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Vol.12, No.3, 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 Tentang Jenis - jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan, 2009. Pratiwi, Eva Indira Desak. “ Perencanaan Pajak sebagai Upaya Legal untuk Meminimalkan Pajak Penghasilan Studi Kasus pada KSU Griya Anyar Sari Boga “, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol.23, No.2, 2013. Putra, Eka. “ Pengertian Koperasi dan Fungsinya “,artikel diakses tanggal 2 Juli 2013, dari http://ekapputra.blogspot.com/2012/10/pengertiankoperasi-dan fungsinya.html. Radianto, Wirawan ED. “ Memahami Pajak Penghasilan dalam Sehari:Konsep dan Aplikasi Praktis “, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. Reardon, Dennis C. “ Defined Value Clause Offers Gift Planning Certainty”, Journal Of Financial Service Professionals, 2012 . Resmi, Siti. “ Perpajakan : Teori dan Kasus “, Jilid 1, Edisi 8, Salemba Empat, Jakarta, 2014. Rori, Handri. “ Analisis Penerapan Tax Planning atas Pajak Penghasilan Badan “, Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Hal 410-418, 2013. Rumuy, Renita dan Rizal Effendi. “ Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Badan sebagai Upaya Efisiensi Pembayaran Pajak PT. Sinar Sasongko “, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol.6, No.3, 2013. Sari, Elisa Delima. “ Analisis Koreksi Fiskal dalam Rangka Perhitungan PPh Badan pada PT. Asuransi Bumiputera Cabang Sekip Palembang “. Jurnal Akuntansi dan Perpajakan, Vol.15, No.1, 2013. Santoso, Slamet. “ Format Penelitian Kuantitatif ( Materi III ) ”, artikel diakses tanggal 14 September 2013, dari http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/ format-penelitian-kuantitatif-materi.html. Suandy, Erly. “ Perencanaan Pajak “, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta, 2011.
73
Sumarsan, Thomas. “ Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak “, Edisi 2, Indeks, Jakarta, 2011. Suryanti. “ Perencanaan Pajak untuk Meminimalkan Pembayaran Pajak pada PT. Arta Design “, Jurnal Akuntansi, Vol.1, No.3, 2008. Tri Cahyono, Aris dan Erdania Eka Putri .“ Penerapan Zakat sebagai Perencanaan Pajak untuk Efisiensi PPh Badan pada PT. Alwan Zahira Samarinda “, Jurnal Eksis, Vol.8, No. 1, 2012. Undang-undang Republik Indonesia Perkoperasian.1992.
Nomor
25
Tahun
1992
Tentang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 2010. Undang-undang Republik Indonesia Perkoperasian.2012.
Nomor
17
Tahun
2012
Tentang
Wahyudi, Joko. “ Pengantar Ilmu Ekonomi, Definisi dan Metode Ekonomi “, 2013, artikel diakses tanggal 2 Juni 2015, dari http://djokowahyu.blogspot. com/2013/08/pengantar-ilmu-ekonomi-definisi-dan.html# Wahyuni, Nanik. “ Penerapan Tax Planning terhadap PPh sebagai Upaya Efisiensi Pembayaran Pajak Studi Kasus pada perusahaan Jasa Angkutan Di Malang “, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.2, No.3, 2011. Waluyo. “ Perpajakan Indonesia “, Jilid 1, Edisi 11, Salemba Empat, Jakarta, 2011. Wulansari, Evi. “ Implementasi Tax Planning terhadap Perhitungan PPh Badan pada PT. Pelabuhan Indonesia IV “, Jurusan Akuntansi, Vol.2, No.3, 2013. Zain, Mohammad. “ Manajemen Perpajakan “, Salemba Empat, Jakarta, 2008.
74
DAFTAR LAMPIRAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 27 (REVISI 1998) AKUTANSI PERKOPERASIAN Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar yang harus dibaca dalam konteks dengan paragraf-paragraf penjelasan dan panduan implementasi yang dicetak dalam huruf biasa. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Perkoperasian (Pernyataan) ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material. PENDAHULUAN Karakteristik Koperasi 01 Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsipprinsip Koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya, dengan demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional. Prinsip-prinsip koperasi merupakan landasan pokok koperasi dalam 02 menjalankan usahanya sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat. Prinsipprinsip tersebut terdiri dari: kemandirian, keanggotaan bersifat terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar koperasi. 03 Karakteristik utama koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lain adalah bahwa anggota koperasi memiliki identitas ganda (the dual identity of the member), yaitu anggota sebagai pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi (user own oriented firm). Oleh karena itu: a. Koperasi dimiliki oleh anggota yang bergabung atas dasar sedikitnya ada satu kepentingan ekonomi yang sama. b. Koperasi didirikan dan dikembangkan berlandaskan nilai-nilai percaya diri untuk menolong dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, kesetiakawanan, keadilan, persamaan dan demokrasi. Selain itu anggotaanggota koperasi percaya pada nilai-nilai etika kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap orang lain. c. Koperasi didirikan, dimodali, dibiayai, diatur dan diawasi serta dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya. d. Tugas pokok badan usaha koperasi adalah menunjang kepentingan ekonomi anggotanya dalam rangka memajukan kesejahteraan
75
anggota (promotion of the members’ welfare). e. Jika terdapat kelebihan kemampuan pelayanan koperasi kepada anggotanya maka kelebihan kemampuan pelayanan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang nonanggota koperasi. 04 Dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya, koperasi tidak hanya dituntut mempromosikan usaha-usaha ekonomi anggota, tetapi juga mengembangkan sumber daya anggota melalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan sehingga anggota semakin profesional dan mampu mengikuti perkembangan bidang usahanya. 05 Sebagai penggerak ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional, pemerintah sangat berkepentingan terhadap keberhasilan koperasi. Oleh karena itu pemerintah berperan dalam memberikan pembinaan, perlindungan dan peluang usaha pada koperasi. Dalam pelaksanaan pembinaan, perlindungan dan peluang usaha tersebut koperasi perlu berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Ketentuan-ketentuan tersebut juga berpengaruh terhadap perlakuan akuntansi pada koperasi. Struktur Pengorganisasian Koperasi Koperasi terbagi ke dalam Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. 06 Koperasi Primer adalah koperasi yang beranggotakan orang seseorang. Koperasi Sekunder adalah koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi. 07 Jumlah pemilikan anggota pada koperasi, baik pada Koperasi Primer maupun Koperasi Sekunder pada prinsipnya adalah sama, dengan demikian tidak terdapat pemilikan mayoritas dan minoritas dalam koperasi. Oleh karena itu laporan keuangan Koperasi Primer dan Sekunder tidak dikonsolidasikan. Usaha dan Jenis Koperasi Koperasi dapat melakukan usaha-usaha sebagaimana badan usaha lain, 08 seperti di sektor perdagangan, industri manufaktur, jasa keuangan dan pembiayaan, jasa asuransi, jasa transportasi, jasa profesi dan jasa lainnya. Perlakuan akuntansi koperasi ini mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang mengatur perlakuan akuntansi dalam setiap sektor industri tersebut.
09 Koperasi dapat digolongkan dalam beberapa jenis, namun berdasarkan kepentingan anggota dan usaha utama koperasi, koperasi digolongkan ke dalam empat jenis, yakni Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Simpan Pinjam, dan Koperasi Pemasaran.
76
Tujuan 10 Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi yang timbul dari hubungan transaksi antara koperasi dengan anggotanya dan transaksi lain yang spesifik pada koperasi. Pernyataan ini mencakup pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Ruang Lingkup Pernyataan ini mengatur akuntansi bagi badan usaha koperasi atas 11 transaksi yang timbul dari hubungan koperasi bagi anggotanya, yaitu meliputi transaksi setoran anggota koperasi dan transaksi usaha koperasi dengan anggotanya; dan transaksi yang spesifik pada badan usaha koperasi, di antaranya cadangan, modal penyertaan, modal sumbangan, beban-beban perkoperasian; serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan. Pernyataan ini tidak mengatur akuntansi transaksi yang timbul dari 12 hubungan koperasi dengan non-anggota. Transaksi tersebut diperlakukan sama dengan transaksi yang terjadi pada badan usaha lainnya. 13 Hal-hal yang bersifat umum atau yang tidak secara khusus diatur dalam Pernyataan ini, termasuk akuntansi untuk transaksi unit usaha otonom koperasi, harus diperlakukan dengan mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang lain. 14 Pernyataan ini berlaku bagi laporan keuangan untuk disajikan kepada pihak eksternal yaitu anggota koperasi, pemerintah, kreditur dan pihak lain yang berkepentingan. 15 Pemerintah sebagai salah satu pihak pemakai laporan keuangan koperasi, mungkin memerlukan informasi khusus untuk tujuan tertentu. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan untuk kepentingan pemerintah tersebut. Penyajian informasi khusus ini diatur dalam pedoman akuntansi tersendiri yang mengacu pada pernyataan ini. 16 Bermacam-macam jenis koperasi, misalnya Koperasi Konsumen, dan Koperasi Produsen, Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Pemasaran dalam penyajian laporan keuangannya dapat menampakkan kekhususan masing-masing, dan untuk itu dapat diatur dalam pedoman akuntansi tersendiri dengan mengacu pada Pernyataan ini. Definisi Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan ini.
77
17 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. 18 Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi, dan telah membayar penuh simpanan pokok yang ditetapkan. 19 Koperasi Konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang atau jasa, dan kegiatan atau jasa utama melakukan pembelian bersama. Contoh Koperasi Konsumen adalah koperasi yang kegiatan utamanya mengelola warung serba ada atau supermarket. 20 Koperasi Produsen adalah koperasi yang anggotanya tidak memiliki rumah tangga usaha atau perusahaan sendiri-sendiri tetapi bekerja sama dalam wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa, dan kegiatan utamanya menyediakan, mengoperasikan, atau mengelola sarana produksi bersama. Contoh Koperasi Produsen adalah Koperasi Jasa Konsultasi. 21 Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatan atau jasa utamanya menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman untuk anggotanya. Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang anggotanya para produsen 22 atau pemilik barang atau penyedia jasa dan kegiatan atau jasa utamanya melakukan pemasaran bersama. 23 Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya dan atau sama nilainya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan menjadi anggota. 24 Simpanan Wajib adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan menjadi anggota. 25 Modal Anggota adalah simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus dibayar anggota kepada koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada koperasi. Tiap anggota memiliki hak suara yang sama, tidak tergantung pada besarnya modal anggota pada koperasi. 26 Modal Sumbangan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah dan tidak mengikat. Modal sumbangan tidak dapat dibagikan kepada anggota selama koperasi belum dibubarkan.
78
27 Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan dalam meningkatkan usaha koperasi. 28 Cadangan adalah bagian dari sisa hasil usaha yang disisihkan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau ketetapan rapat anggota. Partisipasi Bruto adalah kontribusi anggota kepada koperasi sebagai 29 imbalan penyerahan barang dan jasa kepada anggota, yang mencakup harga pokok dan partisipasi neto. 30 Partisipasi Neto adalah kontribusi anggota terhadap hasil usaha koperasi yang merupakan selisih antara partisipasi bruto dengan beban pokok. 31 Pendapatan dari non-anggota adalah penjualan barang/jasa kepada nonanggota. 32 Beban Perkoperasian adalah beban sehubungan dengan gerakan perkoperasian dan tidak berhubungan dengan kegiatan usaha. 33 Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah gabungan dari hasil partisipasi neto dan laba atau rugi kotor dengan non-anggota, ditambah atau dikurangi dengan pendapatan dan beban lain serta beban perkoperasian dan pajak penghasilan badan koperasi. 34 Promosi Ekonomi Anggota adalah peningkatan pelayanan koperasi kepada anggotanya dalam bentuk manfaat ekonomi yang diperoleh sebagai anggota koperasi. 35 Unit Usaha Otonom adalah bagian organisasi yang mandiri berkegiatan dan beranggota khusus dalam sebuah koperasi, sehingga unit usaha otonom tersebut setara dengan sebuah entitas akuntansi. Contoh: sebuah KUD memiliki unit usaha otonom simpan pinjam, unit usaha otonom konsumen dan unit usaha otonom distribusi. PENJELASAN EKUITAS 36 Ekuitas koperasi terdiri dari modal anggota berbentuk simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan simpanan pokok atau simpanan wajib, modal penyertaan, modal sumbangan, cadangan dan sisa hasil usaha belum dibagi. Modal Anggota
79
Simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lain yang memiliki 37 karakteristik yang sama dengan simpanan pokok atau simpanan wajib diakui sebagai ekuitas koperasi dan dicatat sebesar nilai nominalnya. 38 Secara formal, anggota dapat diakui sebagai anggota koperasi jika ia telah menyetor uang sejumlah tertentu sebagai simpanan pokok pada saat pertama menjadi anggota. Di samping itu ia juga harus menyetor uang sejumlah tertentu secara berkala sebagai simpanan wajib. 39 Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat menjadi anggota. Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. 40 Simpanan pokok dan simpanan wajib berfungsi sebagai penutup risiko dan karena itu tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Simpanan wajib yang terkait dengan pinjaman anggota dan jenis simpanan wajib lain yang dalam prakteknya justru dapat diambil setelah pinjaman yang bersangkutan lunas atau pada waktu-waktu tertentu, tidak dapat diakui sebagai ekuitas. 41 Walaupun simpanan pokok dan simpanan wajib dapat diambil kembali jika yang bersangkutan keluar dari anggota koperasi, namun diasumsikan bahwa anggota koperasi akan tetap menjadi anggota dalam waktu yang tidak terbatas. Dengan demikian simpanan pokok dan simpanan wajib tersebut bersifat permanen. 42 Simpanan pokok dan simpanan wajib yang belum diterima disajikan sebagai piutang simpanan pokok dan simpanan wajib. 43 Pembayaran simpanan pokok dan simpanan wajib dapat dilakukan dengan cara angsuran yang jumlah dan lamanya ditetapkan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain. Penyajian nilai simpanan pokok dan simpanan wajib di neraca adalah dengan menyajikan nilai nominal simpanan pokok dan simpanan wajib. Jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang belum diterima dari anggota disajikan sebagai piutang simpanan pokok dan simpanan wajib. 44 Kelebihan setoran simpanan pokok dan simpanan wajib anggota baru di atas nilai nominal simpanan pokok dan simpanan wajib anggota pendiri diakui sebagai Modal Penyetaraan Partisipasi Anggota. 45 Rapat anggota dapat menetapkan jumlah setoran simpanan pokok dan simpanan wajib bagi anggota baru yang masuk kemudian yang jumlahnya setara dengan jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib anggota pendiri. Jika terdapat kelebihan nilai setoran simpanan tersebut di atas nilai nominal simpanan pokok dan simpanan wajib anggota pendiri, maka kelebihan tersebut diakui sebagai
80
modal penyetaraan partisipasi anggota. Modal ini bukan milik anggota penyetor, karena itu tidak dapat diambil kembali pada saat anggota keluar dari keanggotaan koperasi. 46 Apabila koperasi juga menetapkan simpanan lain selain simpanan pokok dan simpanan wajib sebagai ekuitas, maka bila terdapat penyetoran lebih dari nilai nominal simpanan oleh anggota baru, maka kelebihan tersebut juga diakui sebagai modal penyetaraan partisipasi anggota. Modal Penyertaan 47 Modal penyertaan diakui sebagai ekuitas dan dicatat sebesar jumlah nominal setoran. Dalam hal modal penyertaan yang diterima selain uang tunai, maka modal penyertaan tersebut dinilai sebesar harga pasar yang berlaku pada saat diterima. 48 Modal penyertaan ikut menutup risiko kerugian dan memiliki sifat relatif permanen, dan imbalan atas pemodal didasarkan atas hasil usaha yang diperoleh. Oleh karena itu modal pernyertaan tersebut diakui sebagai ekuitas. 49 Modal penyertaan dicatat dengan nilai nominal, dan dalam hal modal penyertaan diterima dalam bentuk selain uang tunai, maka modal penyertaan tersebut dicatat sebesar nilai pasar yang berlaku pada saat diterima. Apabila nilai pasar tidak tersedia dapat digunakan nilai taksiran. Penjelasan yang cukup harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan atas penilaian yang dilakukan. 50 Ketentuan mengenai perjanjian dengan pemodal yang menyangkut pembagian keuntungan atau hasil usaha, tanggungan kerugian, jangka waktu dan hak-hak pemodal harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. Modal Sumbangan 51 Modal sumbangan yang diterima oleh koperasi yang dapat menutup risiko kerugian diakui sebagai ekuitas, sedangkan modal sumbangan yang substansinya merupakan pinjaman diakui sebagai kewajiban jangka panjang dan dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. Oleh karena koperasi mengemban misi nasional untuk menggerakkan 52 ekonomi rakyat dan menjadi soko guru perekonomian nasional, maka dimungkinkan koperasi memperoleh sumbangan dari pemerintah dan pihak lain. Sumbangan tersebut dapat diakui sebagai ekuitas jika ia dapat menanggung risiko atas kerugian. 53 Kadangkala sumbangan diterima oleh koperasi dengan persyaratan tertentu yang mengikat, sehingga hakekat sumbangan tersebutadalah pinjaman.
81
Sumbangan ini tidak dapat diakui sebagai ekuitas, tetapi harus diakui sebagai kewajiban lain-lain jangka panjang dan dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. Cadangan Cadangan dan tujuan penggunaannya dijelaskan dalam catatan atas 54 laporan keuangan. 55 Pembentukan cadangan dapat ditujukan antara lain untuk pengembangan usaha koperasi, menutup risiko kerugian, dan pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi. Cadangan yang dibentuk dari sisa hasil usaha dicatat dalam akun Cadangan. Tujuan penggunaan cadangan tersebut harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 56 Pembayaran tambahan kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi di atas jumlah simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lain-lain dibebankan pada cadangan. 57 Cadangan yang dibentuk dari sisa hasil usaha yang diperoleh setiap tahun buku yang dimaksudkan untuk pemupukan modal untuk pengembangan usaha dan untuk menutup risiko kerugian merupakan bagian dari ekuitas. Sebagai bagian dari ekuitas, cadangan berpengaruh terhadap total nilai kekayaan bersih koperasi yang mencerminkan nilai pemilikan anggota dalam koperasi. Oleh karena itu anggota yang keluar dalam tahun berjalan, selain menerima pengembalian simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan lain sebesar nilai nominalnya, koperasi dapat menetapkan pembayaran tambahan dalam jumlah yang proporsional dengan nilai kekayaan bersih koperasi atau jumlah tertentu yang ditetapkan rapat anggota. Pembayaran tambahan tersebut dibebankan pada cadangan koperasi. Sisa Hasil Usaha 58 Sisa hasil usaha tahun berjalan dibagi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada koperasi. Dalam hal jenis dan jumlah pembagian sisa hasil telah diatur secara jelas maka bagian yang tidak menjadi hak koperasi diakui sebagai kewajiban. Apabila jenis dan jumlah pembagiannya belum diatur secara jelas, maka sisa hasil usaha tersebut dicatat sebagai sisa hasil usaha belum dibagi dan harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 59 Suatu kebiasaan dalam koperasi, bahwa sisa hasil usaha yang diperoleh dalam tahun berjalan dibagi sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga. Keharusan pembagian sisa hasil usaha tersebut juga dinyatakan dalam undang-undang perkoperasian. Penggunaan sisa hasil usaha yang dibagikan tersebut diantaranya adalah untuk anggota, dana pendidikan dan
82
untuk koperasi sendiri. Jumlah yang merupakan hak Koperasi diakui sebagai cadangan. 60 Pembagian sisa usaha tersebut harus dilakukan pada akhir periode pembukuan. Jumlah yang dialokasikan selain untuk koperasi diakui sebagai kewajiban. Dalam hal pembagian tidak dapat dilakukan karena jenis dan jumlah pembagiannya belum diatur secara jelas dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga, tetapi harus menunggu rapat anggota, maka sisa hasil usaha tersebut dicacat sebagai sisa hasil usaha belum dibagi dan harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. KEWA J I BAN 61 Simpanan anggota yang tidak berkarakteristik sebagai ekuitas diakui sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang sesuai dengan tanggal jatuh temponya dan dicatat sebesar nilai nominalnya. 62 Simpanan anggota yang berkarakteristik sebagai ekuita adalah sejumlah tertentu dalam nilai uang yang diserahkan oleh anggota pada koperasi atas kehendak sendiri sebagai simpanan dan dapat diambil sewaktu-waktu sesuai perjanjian. Simpanan ini tidak menanggung risiko kerugian dan sifatnya sementara karenanya diakui sebagai kewajiban. A K T I VA 63 Aktiva yang diperoleh dari sumbangan yang terikat penggunaannya dan tidak dapat dijual untuk menutup kerugian koperasi diakui sebagai aktiva lain-lain. Sifat keterikatan penggunaan tersebut dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 64 Sebagai penggerak ekonomi rakyat dan sebagai soko guru perekonomian nasional, koperasi sering mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam bentuk bantuan atau sumbangan barang modal untuk menjalankan usahanya. Barang modal tersebut dapat diakui sebagai aktiva tetap milik koperasi walaupun aktiva tetap tersebut tidak dapat dijual untuk menutup risiko kerugian. Dalam hal aktiva tetap tersebut tidak dapat menutup risiko kerugian sebagaimana disyaratkan oleh penyumbangnya atau ditetapkan dalam perjanjian (akta penerimaan) sumbangan, maka aktiva tetap tersebut dikelompokkan dalam aktiva lain-lain. Sifat pembatasan aktiva tetap dijelaskan dalam catatan laporan keuangan. 65 Aktiva-aktiva yang dikelola oleh koperasi, tetapi bukan milik koperasi, tidak diakui sebagai aktiva dan harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 66 Rapat anggota koperasi dapat menetapkan pengumpulan dana tertentu dari anggota yang digunakan untuk tujuan khusus sesuai kepentingan anggota. Dana
83
tersebut merupakan milik anggota yang pengelolaannya dikuasakan kepada koperasi, misalnya dana pemeliharaan jalan dan peremajaan kebun pada koperasi perkebunan kelapa sawit. Dana tersebut tidak diakui sebagai aktiva koperasi. Namun sebagai pengelola koperasi harus membuat pertanggung-jawaban tersendiri dan keberadaan dana tersebut harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. PENDAPATAN DAN BEBAN Transaksi Usaha Koperasi Dengan Anggota 67 Pendapatan koperasi yang timbul dari transaksi dengan anggota diakui sebesar partisipasi bruto. Partisipasi bruto pada dasarnya adalah penjualan barang/jasa kepada 68 anggota. Dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa untuk anggota, partisipasi bruto dihitung dari harga pelayanan yang diterima atau dibayar oleh anggota yang mencakup beban pokok dan partisipasi neto. Dalam kegiatan pemasaran hasil produksi anggota, partisipasi bruto dihitung dari beban jual hasil produksi anggota baik kepada non-anggota maupun kepada anggota. 69 Pendapatan koperasi yang berasal dari transaksi dengan nonanggota diakui sebagai pendapatan (penjualan) dan dilaporkan terpisah dari partisipasi anggota dalam laporan perhitungan hasil usaha sebesar nilai transaksi. Selisih antara pendapatan dan beban pokok transaksi dengan nonanggota diakui sebagai laba atau rugi kotor dengan non-anggota. Dalam hal koperasi memiliki kelebihan kapasitas setelah pelayanan 70 kepada anggota, koperasi dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut kepada non-anggota. Dalam hal ini, berarti koperasi memasuki pasar bebas dan kedudukan koperasi adalah sama seperti badan usaha lain. Koperasi boleh menggunakan motivasi mencari laba sebesar-besarnya sejauh pelanggan adalah pasar bebas. 71 Oleh karena laporan keuangan koperasi harus dapat mencerminkan tujuan koperasi, maka perhitungan hasil usaha harus menonjolkan secara jelas kegiatan usaha koperasi dengan anggotanya, karena itu pendapatan dari anggota disajikan terpisah dari pendapatan yang berasal dari transaksi non-anggota. Penyajian ini lebih mencerminkan bahwa usaha koperasi lebih mementingkan transaksi atau pelayanan kepada anggotanya daripada non-anggota. 72 Beban usaha dan beban-beban perkoperasian harus disajikan terpisah dalam laporan perhitungan hasil usaha. 73 Dalam meningkatkan kesejahteraan anggota, koperasi tidak hanya berfungsi menjalankan usaha-usaha bisnis yang memberikan manfaatkan atau
84
keuntungan ekonomi kepada anggota, tetapi juga harus menjalankan fungsi lain untuk meningkatkan kemampuan sumber daya anggota, baik secara khusus maupun sumber daya koperasi secara nasional. Kegiatan ini tidak dilakukan oleh badan usaha lain. Beban-beban yang dikeluarkan untuk kegiatan ini disebut dengan beban perkoperasian. Termasuk dalam beban ini antara lain adalah beban pelatihan anggota, beban pengembangan usaha anggota, dan beban iuran untuk gerakan koperasi (Dewan Koperasi Indonesia). LAPORAN KEUANGAN KOPERASI 74 Laporan keuangan koperasi meliputi Neraca, Perhitungan Hasil Usaha, Laporan Arus Kas, Laporan Promosi Ekonomi Anggota, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Neraca 75 Neraca menyajikan informasi mengenai aktiva, kewajiban, dan ekuitas koperasi pada waktu tertentu. Perhitungan Hasil Usaha (PHU) 76 Perhitungan hasil usaha harus memuat hasil usaha dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan non-anggota. Perhitungan hasil usaha menyajikan informasi mengenai pendapatan dan 77 beban-beban usaha dan beban perkoperasian selama periode tertentu. Perhitungan hasil usaha menyajikan hasil akhir yang disebut sisa hasil usaha. Sisa hasil usaha yang diperoleh mencakup hasil usaha dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan non-anggota. Istilah perhitungan hasil usaha digunakan mengingat manfaat dari usaha koperasi tidak semata-mata diukur dari sisa hasil usaha atau laba tetapi lebih ditentukan pada manfaat bagi anggota. Laporan Arus Kas 78 Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai perubahan kas yang meliputi saldo awal kas, sumber penerimaan kas, pengeluaran kas dan saldo akhir kas pada periode tertentu. Laporan Promosi Ekonomi Anggota 79 Dalam hal sisa hasil usaha tahun berjalan belum dibagi, maka manfaat ekonomi yang diperoleh anggota dari pembagian sisa hasil usaha pada akhir tahun buku dapat dicatat sebesar taksiran jumlah sisa hasil usaha yang akan dibagi untuk anggota.
85
80 Laporan promosi ekonomi anggota adalah laporan yang memperlihatkan manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi selama satu tahun tertentu. Laporan tersebut mencakup empat unsur, yaitu: a. Manfaat ekonomi dari pembelian barang atau pengadaan jasa bersama. b. Manfaat ekonomi dari pemasaran dan pengolahan bersama. c. Manfaat ekonomi dari simpan pinjam lewat koperasi. d. Manfaat ekonomi dalam bentuk pembagian sisa hasil usaha. 81 Manfaat tersebut mencakup manfaat yang diperoleh selama tahun berjalan dari transaksi pelayanan yang dilakukan koperasi untuk anggota dan manfaat yang diperoleh pada akhir tahun buku dari pembagian sisa hasil usaha tahun berjalan. Laporan promosi ekonomi anggota ini disesuaikan dengan jenis koperasi dan usaha yang dijalankannya. 82 Sisa hasil usaha tahun berjalan harus dibagi sesuai dengan ketentuan anggaran dan anggaran rumah tangga koperasi. Bagian sisa hasil usaha untuk anggota merupakan manfaat ekonomi yang diterima anggota pada akhir tahun buku. Dalam hal pembagian sisa hasil usaha tahun berjalan belum dibagi karena tidak diatur secara tegas pembagiannya dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga dan harus menunggu keputusan rapat anggota, maka manfaat ekonomi yang diterima dari pembagian sisa hasil usaha dapat dicatat atas dasar taksiran jumlah bagian sisa hasil usaha yang akan diterima oleh anggota. Catatan atas Laporan Keuangan 83 Catatan atas laporan keuangan menyajikan pengungkapan (disclosures) yang memuat: a. Perlakuan akuntansi antara lain mengenai: 1) Pengakuan pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi koperasi dengan anggota dan non-anggota 2) Kebijakan akuntansi tentang aktiva tetap, penilaian persediaan, piutang dan sebagainya. 3) Dasar penetapan harga pelayanan kepada anggota dan nonanggota b. Pengungkapan informasi lain antara lain: 1) Kegiatan atau pelayanan utama koperasi kepada anggota baik yang tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga maupun dalam praktek, atau yang telah dicapai oleh koperasi. 2) Aktivitas koperasi dalam pengembangan sumber daya dan mempromosikan usaha ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan perkoperasian, usaha, manajemen yang diselenggarakan untuk anggota dan penciptaan lapangan usaha baru untuk anggota. 3) Ikatan atau kewajiban bersyarat yang timbul dan transaksi koperasi dengan anggota dan non-anggota. 4) Pengklasifikasian piutang dan hutang yang timbul dari transaksi koperasi dengan anggota dan non-anggota.
86
5)
Pembatasan penggunaan dan risiko atas aktiva tetap yang diperoleh atas dasar hibah atau sumbangan. 6) Aktiva yang dioperasikan oleh koperasi tetapi bukan milik koperasi. 7) Aktiva yang diperoleh secara hibah dalam bentuk pengalihan saham dari perusahaan swasta. 8) Pembagian sisa hasil usaha dan penggunaan cadangan. 9) Hak dan tanggungan pemodal modal penyertaan. 10) Penyelenggaraan rapat anggota, dan keputusan-keputusan penting yang berpengaruh terhadap perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan.
87
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-undang Dasar Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang -undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984); 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985); 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3844);
88
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA.
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pasal 1 Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat BankIndonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final. Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. Dengan memperhatikan perkembangan moneter, Menteri Keuangan dapat menetapkan pengenaan Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia selain sebagaimana ditentukan dalam ayat (1). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat mengajukan permohonan restitusi atas pajak yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan restitusi diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 2 Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebagai berikut : a. dikenakan pajak final sebesar 20%(dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. b. dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri. Pasal 3 (1) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak dilakukan terhadap : a. bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah; b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesiaatau cabang bank luar negeri di Indonesia;
89
c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undangundang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan, Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah dan atau Gubernur Bank Indonesia, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Pasal 4 (1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan Bank Indonesia wajib memotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (2) Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang bukan Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan bukan bank wajib memotong Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia tersebut. Pasal 5 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diaturdengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 6 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3582) dinyatakan tidak berlaku. Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2000 a.n. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd
90
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2000. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 236 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA I. UMUM Dalam rangka pembiayaan negara guna pelaksanaan pembangunan yang semakin meningkat, peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam ikut memikul pembiayaan pembangunan perlu terus ditingkatkan melalui pelaksanaan undangundang perpajakan yang makin mantap. Disamping itu, dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, dana yang dihimpun oleh bank melalui piranti pengerahan dana dalam bentuk deposito, tabungan dan Sertifikat Bank Indonesia telah semakin berkembang, sehingga pengenaan pajak atas bunga dan diskonto perlu diamankan dan disesuaikan. Walaupun demikian terhadap deposito dan tabungan kecil tetap perlu dikecualikan pengenaannya guna melindungi para penabung kecil yang pada umumnya masih berpenghasilan rendah. Sejalan dengan pemikiran di atas, berdasarkan Pasal 4 (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu mengatur kembali ketentuan tentang pengenaan pajak atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi, badan, lembaga, atau organisasi berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagai berikut: a. Dibebaskan dari pemotongan PPh sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
91
b. Dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, dalam hal jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut lebih dari Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Atas penghasilan bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia wajib dipotong Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen). Perlu ditegaskan bahwa setoran pelunasan Ongkos Naik Haji adalah bukan merupakandeposito atau tabungan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang seluruh penghasilannya ditambahdengan bunga dan atau diskonto tersebut tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, atas pajak yang telah dipotong dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi). Walaupun bank dan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan pada saat membeli Sertifikat Bank Indonesia dari Bank Indonesia atau dari bank yang ditunjuk dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan, namun apabila bank atau dana pensiun tersebut menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain, atas diskonto yang berupa selisih nominal dengan harga jualnya harus dipotong Pajak Penghasilan oleh bank atau dana pensiun tersebut. Dalam hal yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga atau diskonto tersebut adalah Wajib Pajak luar negeri, diberlakukan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 20% (dua puluh persen) atau tarif lain sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Yang dimaksud dengan deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "deposit on call" baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank. Sedangkan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank. Termasuk dalam pengertian deposito dan tabungan seperti tersebut di atas adalah deposito dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
92
Ayat (1) dan Ayat (2) Pemotongan Pajak Penghasilan yang diatur dalam ayat (1) dan ayat (2) bersifat final. Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan termasuk jasa giro serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, penghasilan tersebut tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang dalam pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Demikian pula Pajak Penghasilan yang telah dipotong tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Ayat (3) Sertifikat Bank Indonesia dapat digunakan sebagai alat kebijaksanaan moneter, oleh karena itu selaras dengan perkembangan moneter, pengenaan pajak atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia dapat ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan. Ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) Dalam hal seluruh penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri termasuk bunga dan diskonto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, Pajak Penghasilan yang telah dipotong dapat diminta kembali dengan mengajukan permohonan pengembalian (restitusi). Pengembalian pajak yang telah dipotong tersebut dilakukan melalui prosedur restitusi sederhana yang ketentuannya ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 2 Atas penghasilan berupa bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dalam negeri serta bentuk usaha tetap dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, dalam hal jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut lebih dari Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. Pada prinsipnya, Wajib Pajak luar negeri dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto yang diterima atau diperoleh di Indonesia sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku dan bersifat final. Wajib Pajak luar negeri yang melakukan usaha atau kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, atas penghasilannya dipotong Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam huruf a pasal ini dan bersifat final. Pasal 3 Ayat (1) Walaupun penghasilan berupa bunga atau diskonto yang diterima atau diperoleh bank di Indonesia dan cabang bank luar negeri di Indonesia tidak dipotong Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, tetapi penghasilan tersebut
93
wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif Pasal 17 Undangundang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Untuk melindungi para deposan dan penabung kecil, atas bunga tabungan yang diterima atau diperoleh para penabung kecil tersebut tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. Demikian pula atas bunga atau diskonto yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan serta bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Dengan ketentuan ini, bank termasuk Bank Indonesia wajib memotong Pajak Penghasilan atas bunga dan diskonto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. Selain wajib memotong Pajak Penghasilan atas bunga dan diskonto yang dibayarkan atau terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), bank-bank tersebut juga wajib memotong Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri yang beroperasi di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2). Ayat (2) Dalam hal bank atau dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang bukan bank atau kepada dana pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan, atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia dimaksud, yaitu berupa selisih antara nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia dengan harga jualnya, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh bank atau dana pensiun penjual. Sedangkan pihak lain tersebut apabila kemudian menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia, maka selisih antara nilai nominal dengan harga jualnya merupakan keuntungan karena pengalihan harta yang tidak perlu dipotong Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, namun demikian keuntungan tersebut wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh keuntungan tersebut. Pasal 5 Cukup jelas
94
Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4039 PSAK 27 Akuntansi Perkoperasian (Revisi 1998) (Reformat 2007) Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya, dengan demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional. Prinsip-prinsip koperasi merupakan landasan pokok koperasi dalam menjalankan usahanya sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat. Prinsip-prinsip tersebut terdiri atas: kemandirian, keanggotaan bersifat terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, pendidikan perkoperasian dan kerja sama antarkoperasi. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi yang timbul dari hubungan transaksi antara koperasi dengan anggotanya dan transaksi lain yang spesifik pada koperasi. Pernyataan ini mencakup pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Ruang Lingkup Pernyataan ini mengatur akuntansi bagi badan usaha koperasi atas transaksi yang timbul dari hubungan koperasi bagi anggotanya, yaitu meliputi transaksi setoran anggota koperasi dan transaksi usaha koperasi dengan anggotanya; dan transaksi yang spesifik pada badan usaha koperasi, di antaranya cadangan, modal penyertaan, modal sumbangan, beban-beban perkoperasian; serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan. Laporan keuangan koperasi meliputi neraca, perhitungan hasil usaha, laporan arus kas, laporan promosi ekonomi anggota, dan catatan atas laporan keuangan.
95
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONSIA NOMOR 51/KMK.04/2001 TENTANG PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat bank Indonesia, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat bank Indonesia; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984); 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985); 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3844);
96
5. Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 2000 Nomor 236, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4039); 6. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA. Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : (1) Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "depositi on call" baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing) yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank. (2) Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank. Pasal 2 (1) Atas penghasilan berupa bunga dengan nama dan dalam bentuk apabun yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final. (2) Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap orang pribadi subyek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak, termasuk bunga dan diskonto, tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). (4) Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat mengajukan permohonan restitusi atas pajak yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
97
Pasal 3 Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut : a. dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; b. dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wjaib Pajak luar negeri. Pasal 4 Pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dilakukan terhadap : a. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah); b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonsia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapartan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. Pasal 5 (1) Pengecualian dari pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf c dapat diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Dana Pensiun yang bersangkutan terdaftar. (2) Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan
98
terhadap : a. tabungan; b. deposito Sertifikat Bank Indonesia yang penempatan dan atau perpanjangannya (rollover) dilakukan pada tanggal 1 Januari 2001 dan sesudahnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengnai tata cara penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 6 (1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Bank Indonesia wajib memotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang bukan bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan, wajib memotong Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia tersebut. Pasal 8 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur dengan Keputusan Direktur Janderal Pajak. Pasal 9 Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 652/KMK.04/1994 dinyatakan tidak berlaku. Pasal 10 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 2001 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PRIJADI PRAPTOSUHARDJO
99
100
101
102
103
104
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi; bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun b. menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional; c. bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat; bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan d. dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undangundang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal Undang-Undang Dasar 1945. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan:
105
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan 2. Koperasi. 3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang. 4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi. 5. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN Bagian Pertama Landasan dan Asas Pasal 2 Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.
106
Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB III FUNGSI, PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI Bagian Pertama Fungsi dan Peran Pasal 4 Fungsi dan peran Koperasi adalah: a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas b. kehidupan manusia dan masyarakat; c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya; d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Bagian Kedua Prinsip Koperasi Pasal 5 (1)
Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut:
107
a.
keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b.
pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; d.
pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e.
kemandirian.
(2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut: a.
pendidikan perkoperasian;
b.
kerja sama antarkoperasi.
BAB IV PEMBENTUKAN Bagian Pertama Syarat Pembentukan Pasal 6 (1) Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang. (2) Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi. Pasal 7 (1) Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar. (2) Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.
108
Pasal 8 Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat sekurangkurangnya: a.
daftar nama pendiri;
b.
nama dan tempat kedudukan;
c.
maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d.
ketentuan mengenai keanggotaan;
e.
ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f.
ketentuan� mengenai pengelolaan;
g.
ketentuan mengenai permodalan;
h.
ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
i.
ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j.
ketentuan mengenai sanksi. Bagian Kedua Status Badan Hukum Pasal 9
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah. Pasal 10 (1) Untuk mendapatkan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai akta pendirian Koperasi. (2) Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan. (3) Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
109
Pasal 11 (1) Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan kepada para pendiri secara tertulis dalam. waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan. (2) Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan. (3) Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang. Pasal 12 (1)
Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Rapat Anggota.
(2) Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha Koperasi dimintakan pengesahan kepada Pemerintah. Pasal 13 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14 (1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu Koperasi atau lebih dapat: a.
menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain, atau
b. bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru. (2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.
110
Bagian Ketiga Bentuk dan Jenis Pasal 15 Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder. Pasal 16 Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. BAB V KEANGGOTAAN Pasal 17 (1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi. (2)
Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota. Pasal 18
(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar. (2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pasal 19 (1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi. (2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi. (3)
Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
(4) Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.
111
Pasal 20 (1)
Setiap anggota mempunyai kewajiban: a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota; b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi; c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
(2)
Setiap anggota mempunyai hak: a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota; b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas; c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar; d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus diluar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta; e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota; f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar. BAB VI PERANGKAT ORGANISASI Bagian Pertama Umum Pasal 21
Perangkat organisasi Koperasi terdiri dari: a.
Rapat Anggota
112
b.
Pengurus
c.
Pengawas Bagian Kedua Rapat Anggota Pasal 22 (1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. (2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar. Pasal 23
Rapat Anggota menetapkan: a.
Anggaran Dasar;
kebijaksanaan umum dibidang organisasi manajemen, dan usaha b. Koperasi; c.
pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d. rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan laporan keuangan; e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya; f.
pembagian sisa hasil usaha;
g.
penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi. Pasal 24
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. (2) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
113
(3) Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara. (4) Hak suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasianggota secara berimbang. Pasal 25 Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi. Pasal 26 (1)
Rapat Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau. Pasal 27 (1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Koperasi dapat melakukan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat Anggota. (2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi atau atas keputusan Pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar. (3) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23. Pasal 28 Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar. Bagian Ketiga Pengurus Pasal 29 (1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
114
(2)
Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.
(3) Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota Pengurus dicantumkan dalam akta pendirian. (4)
Masa jabatan Pengurus paling lama 5 (lima) tahun.
(5) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pasal 30 (1)
Pengurus bertugas: a.
mengelola Koperasi dan usahanya;
b. mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi; c.
menyelenggarakan Rapat Anggota;
d. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas; e. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib; f. (2)
memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
Pengurus berwenang: a.
mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b. memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar; c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota. Pasal 31 Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.
115
Pasal 32 (1) Pengurus Koperasi dapat mengangkat Pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. (2) Dalam hal Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat Pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan. (3)
Pengelola bertanggung jawab kepada Pengurus.
(4) Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab Pengurus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31. Pasal 33 Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja aas dasar perikatan. Pasal 34 (1)
Pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian yang diderita Koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
(2)
Di samping penggantian karugian tersebut, apabila tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan. Pasal 35
Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum diselenggarakan rapat anggota tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan yang memuat sekurang-kurangnya: a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut; b.
keadaan dan usaha Koperasi serta hasil usaha yang dapat dicapai. Pasal 36
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ditandatangani oleh semua anggota Pengurus.
116
(2) Apabila salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan menjelaskan alasannya secara tertulis. Pasal 37 Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan, merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota. Bagian Keempat Pengawas Pasal 38 (1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. (2)
Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota.
(3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pasal 39 (1)
Pengawas bertugas: a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi; b.
(2)
membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
Pengawas berwenang: a.
meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b.
mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
(3) Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga. Pasal 40 Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik
117
BAB VII MODAL Pasal 41 (1)
Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
(2)
Modal sendiri dapat berasal dari:
(3)
a.
simpanan pokok;
b.
simpanan wajib;
c.
dana cadangan;
d.
hibah.
Modal pinjaman dapat berasal dari: a.
anggota;
b.
Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c.
bank dan lembaga keuangan lainnya;
d.
penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e.
sumber lain yang sah. Pasal 42
(1) Selain modal sebagai dimaksud dalam Pasal 41, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan. (2) Ketentuan mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII LAPANGAN USAHA Pasal 43 (1) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota.
118
(2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi. (3) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat. Pasal 44 (1) Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk: a.
anggota Koperasi yang bersangkutan;
b.
Koperasi lain dan/atau anggotanya.
(2) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi. (3) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB IX SISA HASIL USAHA Pasal 45 (1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. (2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota standing dengan jasa usaha yang dilakukan oleh, masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. (3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota. BAB X PEMBUBARAN KOPERASI Bagian Pertama
119
Cara Pembubaran Koperasi Pasal 46 Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan: a.
keputusan Rapat Anggota, atau
b.
keputusan Pemerintah. Pasal 47
(1) Keputusan pembubaran oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dilakukan apabila: a. terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini; b. kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; c.
kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
(2) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh Koperasi yang bersangkutan. (3) Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan. (4) Keputusan Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya penyataan keberatan tersebut. Pasal 48 Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dan tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 49 (1) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh Kuasa Rapat Anggota kepada:
120
a.
semua kreditor;
b.
Pemerintah.
(2) Pemberitahuan kepada semua kreditor dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal pembubaran tersebut berlangsung berdasarkan keputusan Pemerintah. (3) Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi belum diterima oleh kreditor, maka pembubaran Koperasi belum berlaku baginya. Pasal 50 Dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 disebutkan: a.
nama dan alamat Penyelesai, dan
b. ketentuan bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran. Bagian Kedua Penyelesaian Pasal 51 Untuk kepentingan kreditor dan para anggota Koperasi, terhadap pembubaran Koperasi dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut penyelesaian. Pasal 52 (1) Penyelesaian dilakukan oleh penyelesai pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai. (2) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota. (3) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah. (4) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan "Koperasi dalam penyelesaian".
121
Pasal 53 (1) Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi. (2) Penyelesai bertanggung jawab kepada Kuasa Rapat Anggota dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota dan kepada Pemerintah dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah. Pasal 54 Penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut: a. melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama "Koperasi dalam penyelesaian"; b.
mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan;
c. memanggil Pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama; d. memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip Koperasi; e. menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran hutang lainnya; f. menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi; g.
membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota;
h.
membuat berita acara penyelesaian. Pasal 55
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi, anggota hanya menanggung kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya. Bagian Ketiga Hapusnya Status Badan Hukum Pasal 56
122
(1) Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia. (2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia. BAB XI LEMBAGA GERAKAN KOPERASI Pasal 57 (1) Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi. (2)
Organisasi ini berasaskan Pancasila.
(3) Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja organisasi diatur dalam Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan Pasal 58 (1)
Organisasi tersebut melakukan kegiatan: a.
memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b.
meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
c. melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat; d. mengembangkan kerja sama antarkoperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional. (2) Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, Koperasi secara bersamasama, menghimpun dana Koperasi. Pasal 59 Organisasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1)disahkan oleh Pemerintah.
123
BAB XII PEMBINAAN Pasal 60 (1) Pemerintah menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan serta permasyarakatan Koperasi. (2) Pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi. Pasal 61 Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah: a. memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi; meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi b. Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri; c. mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya; d.
membudayakan Koperasi dalam masyarakat. Pasal 62
Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi, Pemerintah: a. membimbing usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya; mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan b. pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian perkoperasian; c. memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi; d. membantu pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antarkoperasi;
124
e. memberikan bantuan konsultasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi. Pasal 63 (1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dapat: a. menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi; b. menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh Koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya. (2) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 64 Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63 dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional, serta pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 65 Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-undang ini berlaku, dinyatakan telah memperoleh status badan hukum berdasarkan Undangundang ini. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 66 (1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832) dinyatakan tidak berlaku lagi.
125
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 67 Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 21 Oktober 1992 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 21 Oktober 1992 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 116
126
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakin meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih memberikan keadilan, dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum serta transparansi perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
127
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. Pasal 2 (1) Yang menjadi subjek pajak adalah: a. 1. orang pribadi; 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; b. badan; dan c. bentuk usaha tetap. (1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. (2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. (3) Subjek pajak dalam negeri adalah: b. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; c. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; 2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan 4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan d. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. (4) Subjek pajak luar negeri adalah:
128
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. (5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. gudang; h. ruang untuk promosi dan penjualan; i. pertambangan dan penggalian sumber alam; j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
129
(6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
Pasal 3 (1) Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: a. kantor perwakilan negara asing; b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat: 1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; 2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.(2) Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 4 (1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
130
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k.keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m.selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal daripenghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia. (2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
131
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. (3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antarapihakpihak yang bersangkutan; b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
132
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j. dihapus; k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m.sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 6 (1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
133
b.
c. d.
e. f. g. h.
i. j.
kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; kerugian selisih kurs mata uang asing; biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
134
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8 (1) Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. (2) Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila: a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkanputusan hakim; b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta danpenghasilan; atau c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannyasendiri. (3) Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami-istri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-istri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka. (4) Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya.
Pasal 9 (1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
135
d.
e.
f.
g.
h. i. j. k.
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; Pajak Penghasilan; biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
136
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan Koperasi yang memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa pengembangan dan pemberdayaan Koperasi dalam suatu kebijakan Perkoperasian harus mencerminkan nilai dan prinsip Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi Anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh dalam menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan; c. bahwa kebijakan Perkoperasian selayaknya selalu berdasarkan ekonomi kerakyatan yang melibatkan, menguatkan, dan mengembangkan Koperasi sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi; d. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian perlu diganti karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dan perkembangan Perkoperasian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian. Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: www.hukumonline.com
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
137
1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi. 3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan. 4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi. 5. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. 6. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus. 7. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. 8. Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi. 9. Sertifikat Modal Koperasi adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi. 10. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha. 11. Modal Penyertaan adalah penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah dan memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya. 12. Selisih Hasil Usaha adalah Surplus Hasil Usaha atau Defisit Hasil Usaha yang diperoleh dari hasil usaha atau pendapatan Koperasi dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha. 13. Simpanan adalah sejumlah uang yang disimpan oleh Anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, dengan memperoleh jasa dari Koperasi Simpan Pinjam sesuai perjanjian. 14. Pinjaman adalah penyediaan uang oleh Koperasi Simpan Pinjam kepada Anggota sebagai peminjam berdasarkan perjanjian, yang mewajibkan peminjam untuk melunasi dalam jangka waktu tertentu dan membayar jasa. 15. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha. 16. Unit Simpan Pinjam adalah salah satu unit usaha Koperasi non-Koperasi Simpan Pinjam yang dilaksanakan secara konvensional atau syariah. 17. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan Perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita dan tujuan Koperasi. 18. Dewan Koperasi Indonesia adalah organisasi yang didirikan dari dan oleh Gerakan Koperasi untuk memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi. 19. Hari adalah hari kalender. 20. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
138
BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN Pasal 2 Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan. Pasal 4 Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan. BAB III NILAI DAN PRINSIP Pasal 5 (1) Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu: b. kekeluargaan; c. menolong diri sendiri; d. bertanggung jawab; e. demokrasi; f. persamaan; g. berkeadilan; dan h. kemandirian. (2) Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu: a. kejujuran;www.hukumonline.com b. keterbukaan; c. tanggung jawab; dan d. kepedulian terhadap orang lain. Pasal 6 (1) Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi: a. Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka; b. Pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis; c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi; d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen; e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi; f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota. (2) Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sumber inspirasi dan menjiwai secar keseluruhan organisasi dan kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya.
139
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SELATAN LAPORAN LABA RUGI Untuk Tahun yang berakhir pada Tanggal 31 Desember 2010
PENDAPATAN Pendapatan Usaha
Rp. 1.825.212.055
Harga Pokok Penjualan
Rp. (1.277.584.974)
LABA KOTOR USAHA
Rp.
547.627.081
BIAYA USAHA
Rp.
423.999.455
LABA USAHA
Rp .
123.627.626
Pendapatan Lain-lain
Rp.
46.350.000
Beban Lain-lain
Rp.
(12.019)
Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih
Rp.
46.337.981
SHU BERSIH SEBELUM PAJAK
Rp.
169.965.678
PAJAK PENGHASILAN
Rp.
(17.306.185)
SISA HASIL USAHA SETELAH PAJAK
Rp.
152.659.502
PENDAPATAN DAN (BEBAN) LAIN-LAIN
140
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SELATAN LAPORAN LABA RUGI Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2011 PENDAPATAN Pendapatan Usaha
Rp. 1.997.506.305
Harga Pokok Penjualan
Rp. (1.441.780.120)
LABA KOTOR USAHA
Rp.
555.726.185
BIAYA USAHA
Rp.
433.680.722
LABA USAHA
Rp .
122.045.463
Pendapatan Lain-lain
Rp.
15.493.228
Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih
Rp.
15.493.228
SHU BERSIH SEBELUM PAJAK
Rp.
137.538.691
PAJAK PENGHASILAN
Rp.
(58.754.481)
SISA HASIL USAHA SETELAH PAJAK
Rp.
78.784.210
PENDAPATAN DAN (BEBAN) LAIN-LAIN
141
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SELATAN LAPORAN LABA RUGI Untuk Tahun yang berakhir pada Tanggal 31 Desember 2012 PENDAPATAN Pendapatan Usaha
Rp. 2.353.613.421
Harga Pokok Penjualan
Rp. (1.693.328.364)
LABA KOTOR USAHA
Rp.
660.285.057
BIAYA USAHA
Rp.
538.045.322
LABA USAHA
Rp .
122.239.735
Pendapatan Lain-lain
Rp.
21.865.400
Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih
Rp.
21.865.400
PENDAPATAN DAN (BEBAN) LAIN-LAIN
SHU BERSIH SEBELUM PAJAK
Rp. 144.105.135
PAJAK PENGHASILAN
Rp. (16.759.667)
SISA HASIL USAHA SETELAH PAJAK
Rp. 127.345.468
142
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SEATAN RINCIAN BEBAN TAHUN 2010
Beban Honor Pengurus Beban Honor Karyawan Beban Pinjaman Beban Entertainment Beban Sumbangan Beban Alat Tulis Kantor Beban Lain-lain Beban Operasional Beban Penyusutan Beban RAT Pajak Bunga Beban Pajak PPh Jumlah
Rp. 81.600.000 Rp. 117.000.000 Rp. 95.000.000 Rp. 11.450.000 6.500.000 Rp. Rp. 24.273.050 Rp. 1.813.650 Rp. 49.743.550 Rp. 95.000.000 Rp. 26.075.300 1.753.541 Rp. Rp. 197.250 Rp. 445.713.896
143
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SEATAN RINCIAN BEBAN TAHUN 2011
Beban Gaji Unit S/P Jasa Simpan Pinjam Beban Gaji Karyawan Beban Uang Jasa Pengurus & Pengawas Beban Kantor Beban Telepon Beban Entertainment Beban Sumbangan Beban Alat Tulis Kantor Beban Sewa Tanah Beban Audit Beban Kesejahteraan Karyawan (Makan) Beban Lain-lain Beban Operasional Pengurus Beban Penyusutan Peralatan Kantor Beban Penyusutan Kendaraan Beban Penyusutan Bangunan Beban Listrik Beban Air Mineral Beban RAT Pajak Bunga Beban Pajak PPh Jumlah
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. ` Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
16.800.000 68.650.000 105.550.000 79.500.000 6.735.000 2.193.000 16.350.000 4.700.000 38.181.400 12.000.000 5.000.000 7.651.500 7.200.000 24.290.000 3.320.165 11.875.000 23.059.057 3.679.400 1.739.500 57.925.000 2.007.201 1.200.000 465.137.923
144
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SEATAN RINCIAN BEBAN TAHUN 2012
Beban Gaji Unit S/P Jasa Simpan Pinjam Beban Gaji Karyawan Beban Uang Jasa Pengurus & Pengawas Beban Kantor Beban Telepon Beban Entertainment Beban Sumbangan Beban Alat Tulis Kantor Beban Sewa Tanah Beban Audit Beban Kesejahteraan Karyawan (Makan) Beban Lain-lain Beban Operasional Pengurus Beban Penyusutan Peralatan Kantor Beban Penyusutan Kendaraan Beban Penyusutan Bangunan Beban Listrik Beban Air Mineral Beban RAT Pajak Bunga Beban Pajak PPh Jumlah
Rp. 21.600.000 Rp. 92.500.000 Rp. 139.200.000 Rp. 93.000.000 Rp. 1.521.000 Rp. 1.593.300 Rp. 20.345.000 5.500.000 Rp. Rp. 38.181.400 Rp. 12.000.000 Rp. 5.000.000 Rp. 7.651.500 Rp. 5.340.115 Rp. 24.290.000 Rp. 3.230.165 Rp. 11.875.000 Rp. 23.059.057 Rp. 3.679.400 Rp. 1.739.500 Rp. 57.925.000 Rp. 2.335.505 Rp. 950.000 Rp. 572.515.942
145