372/Kebidanan
LAPORAN PENELITIAN
“HUBUNGAN ANTARA ASAL JURUSAN SMA DAN INTELLEGENCE QUOTIENT (IQ) DENGAN PRESTASI BELAJAR DI PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN STIK SINT CAROLUS JAKARTA TAHUN 2014”
OLEH: DYAH WORO KARTIKO KUSUMO WARDANI., S.Keb., Bd
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus Juli 2014
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN DOSEN : “Hubungan Antara Asal Jurusan Sma Dan Intellegence Quotient (IQ) Dengan Prestasi Belajar Di Program Studi D Iii Kebidanan Stik Sint Carolus Jakarta Tahun 2014”
Judul penelitian
Kode/Nama Rumpun :372 / Kebidanan Ketua Peneliti: a. Nama lengkap : Dyah Woro Kartiko Kusumo Wardani., S.Keb.,Bd b. NIDN : ………...………………………………………………………. c. Jabatan fungsional : Tenaga Pengajar d. Program studi : D3 Kebidanan e. Nomor HP : 08999611576 f. Alamat surel (e-mail) :
[email protected] Biaya penelitian : - diusulkan ke DIKTI Rp. 2.000.000 - Dana internal PT Rp. 1.000.000 Jakarta, Juli 2014 Mengetahui:
Asnet Leo Bunga, SKp., MKes Ketua STIK Sint Carolus NIK.008
Dyah Woro K.K.W., S.Keb., Bd Ketua Tim Peneliti NIK 159 Menyetujui: Bagian Penelitian
Ns. Ch. Indriati K., MKep., SpKepKom Kepala Bagian NIK. 125
RINGKASAN Dari beberapa data didapatkan informasi bahwa banyaknya institusi pendidikan kebidanan di Indonesia menimbulkan persaingan dalam hal penerapan kurikulum untuk praktik klinik di lapangan. Hal ini juga dimanfaatkan oleh institusi tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari jumlah penerimaan mahasiswa tanpa memperhatikan kualitas dari lulusan lulusan dan apakah lulusan dapat diterima di dunia kerja. Dalam hal ini institusi juga mempersiapkan lulusan dalam menghadapi uji kompetensi sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan dengan Nomor 161/Menkes/PER/2010. Ujian saringan masuk merupakan salah satu cara untuk institusi dapat memilih mahasiswa mana yang layak diterima dan diharapkan dapat mengikuti perkuliahan dengan baik. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara asal jurusan SMA dan Intellegence Quotient (IQ) dengan prestasi belajar di Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta Tahun 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasional dengan metode cross sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa kuesioner. Analisa data bivariat dengan menggunakan uji statistic Chi Square dengan derajat estimasi α 0,05. Hasil yang diperoleh dengan jumlah sampel sebanyak 46 orang maka untuk variabel asal jurusan SMA didapatkan pv = 0,270, berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asal jurusan SMA dengan prestasi belajar di Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta. Analisa variabel Inttelegence Quotient (IQ) didapatkan pv = 0,270 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Intellegence Quotient (IQ) dengan prestasi belajar di Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil analisa dari penelitian ini adalah dalam mempersiapkan seleksi mahasiswa baru perlu mempertimbangkan dari asal jurusan SMA dan melakukan tes IQ, meskipun hasil penelitian menyebutkan tidak terdapat hubungan yang bermakna, karena ada 1 responden yang berasal dari jurusan SMA bukan IPA dan IQ < 90, memiliki IPK 2.00-2.75, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hubungan antara keduanya.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas laporan
berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penulisan
penelitian yang berjudul “ Hubungan Antara Asal Jurusan SMA Dan
Intellegence Quotient (IQ) Dengan Prestasi Belajar Di Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta Tahun 2014.” Dalam pembuatan penelitian ini banyak sekali ditemukan hambatan dan kendala, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka semuanya dapat diatasi dengan baik. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya : 1. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint. Carolus Jakarta 2. Ketua Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta 3. Seluruh mahasiswa STIK Sint Carolus atas bantuan, dan kerjasama yang diberikan hingga proses pembuatan laporan penelitian ini berjalan dengan lancar. Dalam pembuatan laporan penelitian ini, tentunya masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu peneliti mohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca. Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua untuk menambah pengalaman dan pengetahuan .
Jakarta, Juli 2014
Dyah Woro K.K.W
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN Ringkasan/Summary ..................................................................................
iii
Kata Pengantar ...........................................................................................
iv
Daftar Isi .....................................................................................................
v
Daftar Tabel ................................................................................................
vii
Daftar Skema ..............................................................................................
viii
Daftar Lampiran ..........................................................................................
ix
Bab I. Pendahuluan ....................................................................................
1
Latar belakang ............................................................................................
1
Rumusan masalah ......................................................................................
5
Tujuan ..........................................................................................................
6
Manfaat ........................................................................................................
6
Bab II. Tinjauan Pustaka ............................................................................
7
Prestasi Belajar ...........................................................................................
7
Deskripsi Prestasi Belajar ..........................................................................
7
Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ............................................
10
Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar ..............................................
14
Ketentuan Perhitungan Indeks Prestasi Kumulatif ....................................
18
Jurusan Sekolah Menengah Atas (SMA) ...................................................
20
Intellegence Quotient (IQ) ...........................................................................
23
Bab III. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
28
Tujuan Penelitian ........................................................................................
28
Manfaat Penelitian ......................................................................................
28
Bab IV. Metode Penelitian ..........................................................................
29
Populasi dan sampel ..................................................................................
29
Populasi ......................................................................................................
29
Sampel ........................................................................................................
29
Prosedur pengumpulan data ......................................................................
29
Instrumen pengumpulan data ....................................................................
30
Analisis data ...............................................................................................
30
Bab V. Hasil dan Pembahasan ..................................................................
33
Analisis Univariat ........................................................................................
33
Analisis Bivariat ..........................................................................................
34
Bab VI. Kesimpulan dan Saran ..................................................................
40
Kesimpulan .................................................................................................
40
Saran ..........................................................................................................
40
Daftar Pustaka LAMPIRAN Personalia Tenaga Peneliti Lembar penjelasan penelitian Lembar persetujuan responden Instrumen penelitian Analisis data
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Penilaian IPK skala 0-4...................................................................
9
Tabel II.2. Katagori Indeks Prestasi Yang Dinyatakan Dengan Huruf ...........
19
Tabel II.3. Kriteria Predikat Kelulusan Program Diploma ...............................
20
Tabel II.4. Intepretasi atau Penafsiran dari IQ ................................................
25
Tabel V.1. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar, Jurusan SMA dan IQ di Prodi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta Tahun Akademik 2011/2012 ....................................................................
33
Tabel V.2. Analisis Jurusan SMA Terhadap Prestasi Belajar di Prodi D III Kebidanan
STIK
Sint Carolus
Jakarta Tahun Akademik
2011/2012 ......................................................................................
34
Tabel V.3. Analisis IQ Terhadap Prestasi Belajar di Prodi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta Tahun Akademik 2011/2012 ..............
37
DAFTAR SKEMA Skema II.1. Proses Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhi (Surya M, 2004)
15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 mencatat Angka Kematian Ibu 2007 menjadi
mengalami peningkatan dari 228/100.000 KH pada
359/100.000 angka ini membuat indonesia pesimis untuk
dapat memenuhi target MDG’s 2015 begitu pula meskipun Angka Kematian Bayi menurun dari 34/1.000KH pada tahun 2007 menjadi 32/1.000 KH juga masih dianggap terlalu tinggi jika harus dihadapkan dengan target MDG’s pada tahun 2015 dengan sasaran AKI di Indonesia yang diharapkan 102/100.000 dan AKB 23/1.000. Pencapaian target MDG’s tersebut tidak jauh dari pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkualitas baik secara pengetahuan maupun sikap. Pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan diperoleh dari pendidikan yang ditempuh pada suatu institusi kesehatan sesuai gelar profesi yang diperoleh, juga menjadi acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Bendahara Pengurus Pusat IBI Tuminah Wiratnoko pada ANTARA (2013) mengatakan ada lebih dari 720 akademi kebidanan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan jumlah lulusan bidan secara kuantitas cukup banyak untuk ditempatkan di berbagai wilayah di Indonesia, namun akan menjadi pertanyaan jika dikaitkan dengan kualitas dari lulusan. Emi Nurjasmi, pada Kompas Health (2014). mengatakan, penurunan kualitas bidan merupakan akibat dari lemahnya pengawasan akademi kebidanan. Sementara akademi kebidanan jumlahnya terus meningkat. Dampaknya, peningkatan jumlah lulusan tidak sebanding dengan mutu yang diberikan. Banyaknya institusi pendidikan kebidanan menimbulkan persaingan terutama dalam hal penerapan kurikulum untuk praktek klinik lapangan. Hal ini juga dimanfaatkan oleh yayasan pendidikan tertentu untuk meraup keuntungan dengan tidak memperhatikan kualitas dari lulusan. Menimbang akan kenyataan ini maka dikeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan dengan Nomor 161/Menkes/PER/2010 untuk melaksanakan uji kompetensi
yang bertujuan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan
sikap
tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi masing-masing. Pelaksanaan sistem uji kompetensi ini akan mulai dari tahun 2012 untuk menyeleksi lulusan tenaga kesehatan yang nantinya akan dikeluarkan surat tanda pengakuan (STR = Surat Tanda Registrasi) terhadap kompetensi seseorang sebagai landasan untuk menjalankan praktik dan pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia. Untuk menghadapi era pasar bebas dalam AFTA (Asean Free Trade Area) 2015, Wakil Walikota Bekasi Ahmad Syaikhu mengatakan, tenaga kesehatan di Indonesia harus terus meningkatkan kualitasnya. Karena AFTA 2015 memungkinkan bagi tenaga medis seperti dokter dan bidan dari luar negeri untuk membuka praktek di Indonesia, dan sebaliknya. Tentu saja ini menjadi daya saing bagi tenaga medis di Indonesia. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus merupakan salah satu lembaga pendidikan
yang memiliki program studi D III Kebidanan yang
bersejarah panjang. Sekolah Bidan RS St. Carolus dibuka pertama kali pada tanggal 8 Agustus 1946 dengan nama Sekolah Bidan St. Yosef. Pada awal berdirinya sampai tahun 1963, sekolah bidan menerima siswa baru lulusan SMP atau lulusan perawat (penata perawat) dengan kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan pada saat itu. Pada tahun 1954 sekolah bidan mulai dengan sistem pre klinik selama 4 bulan yang bermanfaat untuk penyesuaian diri bagi calon siswa bidan. Bagi siswa yang tidak lulus masa pre klinik tidak dapat melanjutkan pendidikan bidan. Berdasarkan berbagai pertimbangan, untuk meningkatkan kualitas lulusan bidan maka sejak tahun 1964 sekolah bidan mulai menerima lulusan SMA dengan lama pendidikan ditambah dari 3 tahun menjadi 3 tahun 6 bulan. Tahun 1971, kurikulum pendidikan bidan St. Yosef – St. Carolus disempurnakan dengan menggunakan kurikulum baru yang dikeluarkan dari Departemen Kesehatan menjadi Kurikulum Pendidikan Perawat Bidan. Lama pendidikan juga ditambah menjadi 4 tahun, dengan rincian pada akhir tahun ke-tiga siswa bidan diwajibkan untuk ujian perawat, selanjutnya pada akhir tahun ke-empat siswa bidan mengikuti ujian bidan yang penyelenggaraanya bekerja sama dengan Departemen Kesehatan. Program pendidikan bidan seperti ini tetap dilaksanakan hingga tahun 1983.
Pada tahun 1980 sesuai dengan keputusan pemerintah maka pendidikan perawat bidan ditutup dan tercatat Pendidikan Bidan St. Yosef – St. Carolus telah meluluskan 649 orang bidan. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat akan tenaga professional kebidanan, maka melalui kerja sama antara komunitas bidan dan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Sint Carolus mengeluarkan SK Mendiknas Nomor :79/D/O/2004 tanggal 15 Juni 2004 untuk menyelenggarakan Program Studi Kebidanan Jenjang Diploma III (D.III), dan perubahan nama Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus di Jakarta yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Carolus Jakarta. Pada tanggal 6 September 2004, dimulai tahun ajaran baru Diploma III Kebidanan STIK Sint Carolus. Tahun 2008 Program Studi D III Kebidanan melakukan
akreditasi
dan
telah
dilaksanakan
oleh
BAN-PT
(SK
No.:002/BAN-PT/Ak-VIII/Dpl-III/V/2008 tanggal 23 Mei 2008) (Suhaid,2010). Untuk meluluskan seorang bidan yang professional dan mampu untuk bersaing dalam
tingkat nasional kajian pertama yang dapat dilakukan
adalah dengan penilaian pada prestasi belajar mahasiswa. Nur Kencana 2005, menyimpulkan, prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan atau pengetahuan yang kemudian akan diukur dan dinilai serta diwujudkan dalam angka atau pernyataan. Prestasi memperlihatkan
belajar
ditunjukkan
nilai-nilai
dari
dengan
skor
sejumlah
mata
atau
angka
pelajaran
yang yang
menggambarkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik. Tes digunakan untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik yang diwujudkan dalam nilai atau skor. Hasil tes yang berupa nilai inilah yang menunjukkan keadaan tinggi rendahnya prestasi yang dicapai oleh peserta didik (Suryabrata 2008). Prestasi atau keberhasilan belajar dapat dinyatakan dalam berbagai indikator seperti nilai rapor, indeks prestasi belajar, angka kelulusan, prediksi keberhasilan dan semacamnya (Azwar 2002). Prestasi belajar mahasiswa ditunjukkan melalui Indeks Prestasi (IP) atau Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). IP adalah angka yang menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa
setelah menempuh sejumlah mata kuliah pada satu semester, sedangkan IPK merupakan angka yang menunjukkan prestasi atau kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif mulai dari semester pertama sampai dengan semester paling akhir yang telah ditempuh (BAAK Unikom 2010). Prestasi dibedakan menjadi dua macam yaitu prestasi akademik dan prestasi non akademik Prestasi akademik dapat dilihat dari nilai hasil pembelajaran sedang prestasi non akademik dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh dari mahasiswa setelah melalui proses pembelajaran. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah intelegensi, minat, keadaan fisik dan psikis, faktor dosen/guru, lingkungan keluarga dan sumber belajar. Prestasi belajar mempunyai arti dan manfaat yang sangat penting bagi peserta didik, pendidik, dan sekolah atau institusi pengelola pendidikan. Data
mengenai
prestasi
belajar
berguna
dalam
pengambilan
keputusan/kebijakan atau langkah-langkah strategis yang menyangkut peserta didik, pendidik, maupun sekolah atau institusi pengelola pendidikan (Suryabrata 2008). Intelegensi dan asal jurusan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Kelvin Sefreit (1983) berpendapat bahwa intelegensi adalah kemampuan berfikir abstrak, belajar materi baru dengan cepat dan mengintegrasikan pengetahuan baru dan lama. Intelegensi merupakan kemampuan untuk memahami dan memecahkan permasalahan sesuai dengan kepribadian individu masing – masing. Jurusan
saat
SMA
merupakan
pembekalan
materi
untuk
mempersiapkan siswa dalam menjalankan proses pembelajaran pada perguruan tinggi. Proses penjurusan di Indonesia dimulai sejak SMA dan digolongkan menjadi 3 yaitu jurusan IPA, IPS dan Bahasa. B. Rumusan Masalah Banyaknya kebutuhan akan tenaga kesehatan yang profesional maka lulusan akan dipersiapkan agar dapat melayani masyarakat dengan bekal ilmu
dan keterampilan yang didapatkan di bangku kuliah ke masyarakat
sesuai dengan pekerjaan profesinya. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint
Carolus juga ikut ambil andil dalam menghasilkan tenaga bidan yang professional. Untuk memenuhi
kebutuhan akan lulusan yang berkualitas,
dan tenaga kesehatan khususnya bidan yang mampu bersaing di dunia internasional sesuai dengan program AFTA,
maka STIK St. Carolus
mempersiapkan lulusan untuk mampu bersaing secara nasional dan dapat lulus dari seleksi uji kompetensi. Atas dasar itulah, maka STIK Sint Carolus menyeleksi setiap calon mahasiswa baru terutama yang berkaitan dengan asal jurusan pada saat Sekolah Menengah Atas dan melakukan tes untuk mendapatkan nilai Intelligence Quotient (IQ). C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jurusan SMA dan Intelligence Quotient (IQ) dengan prestasi belajar di program studi DIII Kebidanan STIK Sint Carolus jakarta tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara jurusan SMA dan IPK mahasiswa D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta Tahun 2014. b. Untuk mengetahui hubungan antara Intelligence Quotient (IQ) dan IPK mahasiswa Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta Tahun 2014. D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Manfaat teoritik Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk meningkatkan mutu mahasiwa kebidanan STIK. Sint Carolus Jakarta. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi acuan dalam penerimaan mahasiswa kebidanan STIK SInt Carolus Jakarta.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Prestasi Belajar 1. Deskripsi Prestasi Belajar Prestasi selalu dihubungkan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan output dari proses belajar. Definisi prestasi belajar antara lain dikemukakan oleh Winkel dalam Sunarto (2009) yang menyatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya . Nasution dalam Sunarto (2005) mendefinisikan prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan), sebaliknyadikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut (Kusumaningrum, 2009). Hasil
belajar
ranah
dan psikomotorik. Dari ketiga ranah
kognitif,
tersebut, ranah
afektif, kognitif
merupakan
dijadikan sebagai tolok ukur atas
terdiri ranah
keberhasilan
atas
3
ranah, yaitu
dominan dan siswa
sering
(Sudjana,
2010). Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Gagne (1985) menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Dalam hubungannya dengan prestasi belajar mahasiswa, Max Darsono mengemukakan bahwa ”Prestasi belajar mahasiswa ialah prestasi akademik dalam mata kuliah tertentu yang relatif
bersifat
permanen setelah mengalami proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Beberapa pengertian tentang belajar :
a. Belajar menurut Slameto Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Djamarah, 2002). b. Belajar menurut Witting “Belajar
adalah any relatively permanent change in an
organism`s behavioral repertoire that occurs as a result of ekperimence ” (Muhibbinsyah, 2003). (Artinya: belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organism sebagai hasil pengalaman). c. Belajar menurut Gage Belajar sebagai suatu proses dimana organisme merubah perilakunya
diakibatkan
pengalaman
belajar
merupakan
perubahan perilaku akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru (Yamin, 2003). d. Belajar menurut Uno Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Uno, 2007). Menurut Slamento (2003) yang dikutip dari Renta.V (2007), indeks prestasi (IP) semester adalah merupakan prestasi yang diperoleh pada akhir semester, digunakan sebagai dasar untuk mengetahui keberhasilan belajar akhir semester. Buku Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan STAIN Salatiga (2011/2012) menyimpulkan ndeks prestasi (IP) adalah nilai kredit ratarata yang merupakan satuan nilai akhir yang menggambarkan mutu penyelesaian suatu progam pendidikan pada satu semester. Indeks prestasi dihitung pada setiap akhir semester dan pada akhir progam pendidikan yang hasilnya disebut IP Kumulatif (IPK).
Penilaian IPK memiliki skala dari 0 hingga 4. Dimana angka 0 (E) merupakan penilaian terendah dan angka 4 (A) merupakan penilaian prestasi tertinggi dengan mutu 0=E; 1=D; 2=C; 3=B; 4=A. Tabel II.1 Penilaian IPK skala 0-4 Konversi Huruf A AAB B+ B BC+ C CCD D+ D E
Angka 4,0 3,75 3,5 3,25 3,0 2,75 2,5 2,25 2,0 1,75 1,5 1,0 0
Skala 10 Angka 8,5-10 8,1-8,4 7,7-8,0 7,3-7,6 7,0-7,2 6,7-6,9 6,4-6,6 6,2-6,3 6,0-6,1 5,7-5,9 5,3-5,6 4,5-4,8 0,0-4,4
Skala 100 Angka 85-100 81-84 88-80 73-76 70-72 67-69 64-66 62-63 60-61 57-59 53-56 45-48 0-44
Untuk mengukur indeks prestasi kumulatif (IPK) mahasiswa sebagai berikut: 3.75-4.00: Cumlaude. Artinya apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan dikuasai mahasiswa 3.51-3.74: Sangat memuaskan. Artinya apabila sebagian besar (77% s.d 84%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai mahasiswa. 2.76-3.50: Memuaskan. Artinya apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya (67% s.d 76%) dikuasai mahasiswa. 2.00-2.75: Cukup. Artinya apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 67% yang dikuasai mahasiswa. 0.00-1.99: Tidak Lulus (Dokumen STAIN Salatiga). 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Pada hakekatnya, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dalam proses belajar, sehingga faktor yang mempengaruhinya sama dengan faktor yang mempengaruhi belajar. Faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar dapat digolongkan menjadi dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu (Slameto 2010). Berikut ini akan diuraikan faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang antara lain: 2.1. Faktor Internal a. Faktor jasmani, dibagi menjadi 2 yakni: 1. Kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik seluruh badan beserta bagian-bagiannya bebas dari penyakit. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu sehingga akan berpengaruh juga terhadap pencapaian prestasi belajarnya (Daryanto 2010; Slameto 2010). 2. Cacat tubuh Merupakan sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. Seseorang yang cacat tubuh, belajarnya akan terganggu sehingga prestasi belajarnya juga terganggu (Daryanto 2010; Slameto 2010). b. Faktor psikologis Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang antara lain: 1. Intelegensi (kemampuan intelektual) Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, seseorang yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dalam belajar dan pencapaian prestasi belajar daripada yang mempunyai tingkat intelegensi rendah (Hawadi 2001; Daryanto 2010; Slameto 2010). 2. Perhatian Agar
hasil belajar seseorang baik, maka ia harus
mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarainya. Jika pelajaran itu tidak menjadi perhatian, maka akan menimbulkan
kebosanan dalam belajar sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar (Daryanto 2010; Slameto 2010). 3. Minat Minat berpengaruh besar terhadap belajar dan pencapaian prestasi belajar seseorang. Pada dasarnya, seseorang akan merasa senang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan minatnya. Jika seseorang berminat terhadap bahan pelajaran, maka akan menjadikannya senang atau tertarik untuk Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa mempelajarinya
sehingga
akan
berpengaruh
terhadap
pencapaian hasil atau prestasi belajarnya (Hawadi 2001; Daryanto 2010; Slameto 2010). 4. Bakat Bakat adalah kemampuan atau kapasitas untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Bakat berpengaruh terhadap belajar dan pencapaian prestasi belajar seseorang. Jika bahan yang dipelajari seseorang sesuai dengan bakatnya maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya (Hawadi 2001; Daryanto 2010; Slameto 2010). 5. Motivasi Motivasi yang dimaksud berupa motivasi belajar atau motivasi berperestasi. Motivasi akan memberikan dorongan untuk mencapai tujuan. Seseorang yang belajar dengan motivasi yang kuat akan melaksanakan kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah dan semangat sehingga tujuan belajarnya akan lebih mudah tercapai (Daryanto
2010;
Slameto
2010).
Begitu
juga
dengan
seseorang yang memiliki motivasi tinggi dalam berprestasi, ia akan selalu berusaha untuk mencapai prestasi yang ada dengan sebaik-baiknya. Semakin tinggi motivasi berprestasi seseorang maka akan semakin baik prestasi yang akan diraihnya (Hawadi 2001).
6. Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan tangan dan jari-jarinya yang sudah siap menulis, dengan otaknya yang sudah siap berpikir abstrak dan lain-lain. Seseorang akan lebih berhasil dalam belajar jika ia sudah punya kematangan untuk belajar (Daryanto 2010; Slameto 2010). 7. Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan respon atau bereaksi. Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika seseorang belajar dan sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik (Daryanto 2010; Slameto 2010). 8. Konsep diri Konsep
diri
menunjukkan
bagaimana
seseorang
memandang dirinya serta kemampuan yang ia miliki. Siswa yang memiliki konsep diri yang positif akan lebih berhasil dalam mencapai prestasi belajarnya (Hawadi 2001). 9. Faktor kelelahan Kelelahan
bisa
berupa
kelelahan
jasmani
maupun
kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya
tubuh
dan
timbul
kecenderungan
untuk
membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu menjadi hilang. Agar seseorang dapat belajar dengan baik sehingga hasil atau prestasi belajarnya memuaskan, maka harus dihindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajar (Daryanto 2010; Slameto 2010).
2.2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar atau prestasi belajar seseorang menurut Daryanto 2010 dan Slameto 2010 antara lain: a. Faktor keluarga Seseorang yang belajar akan memperoleh pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana
rumah,
keadaan
ekonomi
keluarga,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan keluarga. Pengaruh dari keluarga tersebut akan berdampak pada kegiatan belajar dan pencapaian prestasi belajar seseorang. b. Faktor sekolah (tempat belajar) Faktor sekolah (tempat belajar) yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Faktor tersebut akan berpengaruh pada kegiatan belajar dan pencapaian prestasi belajar seseorang. c. Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaan seseorang dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat tersebut ialah kegiatan dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat yang heterogen. d. Faktor Guru / dosen Guru
sebagai
tenaga
berpendidikan
memiliki
tugas
menyelenggarakan kegiatan belajar rnengajar, membimbing, melatih,
mengolah,
meneliti
dan
mengembangkan
serta
memberikan pelajaran teknik karena itu setiap guru harus memiliki wewenang dan kemampuan profesional, kepribadian dan kemasyarakatan. Guru juga rnenunjukkan fleksibilitas yang tinggi yaitu pendekatan didaktif dan gaya memimpin kelas yang selalu
disesuaikan dengan keadaan, situasi kelas yang diberi pelajaran, sehingga dapat rnenunjang tingkat prestasi siswa semaksimal mungkin. e. Faktor Sumber - Sumber Belajar Salah satu faktor yang rnenunjang keberhasilan dalam proses
belajar
adalah
tersedianya
sumber
belajar
yang
memadai. Sumber belajar itu dapat berupa media / alat bantu belajar
serta bahan baku penunjang. Alat bantu belajar
merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam melakukan perbuatan belajar. Maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkret, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga serta hasil yang lebih bermakna. 3. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Proses Belajar Terdapat tiga persoalan yang fundamental dalam setiap kegiatan belajar. Kegiatan belajar adalah suatu sistem yang terdiri dari : a. Input- Berupa subjek belajar, sasaran belajar, atau individu itu sendiri yang memiliki latar belakang yang bermacam – macam. b. Process- Didalam proses belajar terjadi interaksi timbal balik dari berbagai faktor, yaitu subjek belajar (peserta didik), pengajar atau fasilitator ( guru, dosen, atau pembimbing), metode, alat bantu belajar mengajar ( ABBM), dan materi atau bahan yang dipelajari. c. Output- Keluaran berupa hasil belajar yang terdiri dari kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat, dan dari tidak terampil menjadi terampil. Secara bagan dapat digambarkan sebagai berikut : Metode Subjek (Input)
ABBM Proses Belajar
Hasil Belajar ( Output) Bahan Belajar
Fasilitator Skema II.1. Proses Belajar Dan Faktor Yang Mempengaruhi (Surya M,2004)
Menurut Notoatmodjo (1997) sesuai pendapat J.Guilbert bahwa faktor– faktor yang mempengaruhi proses belajar meliputi : a.
Materi yang dipelajari : Materi disini adalah bahan pelajaran yang digunakan untuk membentuk sikap, memberikan keterampilan atau pengetahuan.
b.
Lingkungan : Terdiri dari faktor fisik (suhu, cuaca, kondisi tempat belajar, ventilasi, penerangan, dan kursi belajar) dan faktor sosial (manusia dengan segala interaksinya, status dan kedudukannya)
c.
Instrumental : Terdiri dari perangkat keras / hardware (perlengkapan belajar dan alat bantu belajar mengajar) dan perangkat lunak / software ( kurikulum, fasilitator, dan metode belajar).
d.
Kondisi individu dan subjek belajar : Terdiri dari kondisi fisiologis (keadaan fisik, panca indra, kekurangan gizi, dan kesehatan) dan kondisi psikologis (inteligensi, bakat, sikap, daya kreatifitas, persepsi, daya tangkap, ingatan, dan motivasi).
Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar : a.
Faktor internal atau endogen Faktor ini berasal dari dalam diri individu , yang terdiri dari : 1. Faktor fisiologis : a) Kematangan fisik : Fisik yang sudah matang atau siap untuk belajar akan mempermudah dan memperlancar proses belajar. b) Keadaan indra : Keadaan indra yang sehat atau normal, terutama pengelihatan dan pendengaran akan memperlancar dan mendukung proses belajar. c) Keadaan kesehatan : Kondisi badan yang tidak sehat terutama kecacatan ataupun kelemahan, misalnya : kurang gizi, anemia, sakit–sakitan, kurang vitamin, gangguan bicara, atau cacat badan lain, akan menjadi kendala dan menghambat proses belajar. 2. Faktor psikologis : a) Motivasi : Belajar yang dilandasi motivasi yang kuat dan berasal dari dalam diri individu akan memperlancar proses belajar atau sebaliknya.
b) Emosi : Emosi yang stabil , terkendali, dan tidak emosional akan mendukung proses belajar. Sebagai contoh mahasiswa yanng IQ-nya di atas rata – rata, tetapi emosinya labil sehingga menghadapi permasalahan kecil mudah marah, mudah putus asa, tidak tekun sehingga akan menghambat proses belajar. c) Sikap : Sikap negatif terhadap mata pelajaran, fasilitator, kondisi
fisik,
menghambat
dan atau
dalam
menerima
kendala
dalam
pelajaran,
dapat
proses
belajar
atau
menarik
minat
akan
sebaliknya. d) Minat
:
Bahan
pelajaran
yang
mempermudah individu untuk mempelajari dengan sebaik – baiknya. e) Bakat : Seseorang yang tidak berbakat pada bidang tertentu, apabila memasuki jurusan atau mengikuti pelajaran yanng tidak sesuai bakatnya akan menimbulkan hambatan dalam proses belajar atau sebaliknya. f) Inteligensi
:
Di
mempengaruhi
antara
belajar,
berbagai
faktor
faktor
intelegensi
yang
dapat
sangat
besar
pengharuhnya dalam proses dan kemajuan belajar individu. Apabila
individu
memiliki
inteligensi rendah, sulit untuk
memperoleh hasil belajar yang baik atau sebaliknya. g) Kreativitas : Individu yang memiliki kreativitas ada usaha untuk memperbaiki kegagalan sehingga akan merasa aman bila menghadapi pelajaran. b. Faktor eksternal atau eksogen Faktor ini berasal dari luar diri individu, terdiri dari : 1. Faktor sosial, yaitu faktor manusia lain yang berada diluar dari subjek yang sedang belajar a) Orang tua : orang tua yang mampu mendidik dengan baik, mampu berkomunikasi dengan baik, penuh perhatian terhadap anak, tahu kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi anak, dan mampu menciftakan hubungan baik dengan anak – anaknya,
akan mempengaruhi besar terhadap keberhasilan belajar anak tersebut. b) Manusia yang hadir : Manusia yang hadir pada saat seseorang sedang belajar dapat mengganggu proses belajar, misalnya : suasana dirumah yang gaduh, sekitar kelas banyak anak bermain, atau suasana disekitar ruang kelas yang berisik. c) Gangguan lain : Dapat berupa film, vidio, VCD, atau kaset yang diputar sehingga dapat mengganggu individu yang sedang belajar. 2. Faktor non-sosial a) Alat bantu belajar mengajar ( ABBM ) yang lengkap dan sesuai akan membantu proses belajar. b) Metode mengajar yang memadai akan membantu proses belajar. c) Faktor udara, cuaca, waktu, tempat, sarana, dan prasarana, dapat mempengaruhi proses belajar Hukum Belajar a. Hukum persiapan (law of readiness) 1. Seseorang yang sudah siap untuk belajar maka tindakannya akan lebih memuaskan 2. Seseorang yang sudah siap belajar apabila tidak memdapat kesempatan untuk melakukan, dapat menimbulkan gangguan maupun kekecewaan. 3. Seseorang yang tidak siap belajar apabila dipaksa, akan dapat mengakibatkan gangguan maupun kekecewaan b Hubungan latihan (law of exercise) Hubungan stimulus dan respons bertambah erat apabila sering digunakan, dan akan berkurang atau bahkan lenyap apabila jarang/ tidak digunakan, oleh karena itu, belajar perlu diadakan ulangan, latihan, dan pembiasan.
c Hukum dampak (law of effect) Hubungan stimulus dan respons akan bertambah erat apabila disertai oleh perasaan senang atau puas, tetapi menjadi lemah bahkan lenyap apabila disertai rasa tidak senang atau kecewa. Oleh karena itu,
perlu
membesarkan
hati
kepada
individu
yang
belajar
(Suhaid,2010). 4. Ketentuan Perhitungan Indeks Prestasi Kumulatif Ketentuan dalam perhitungan sistem penilaian dari prestasi belajar seorang mahasiswa diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Keputusan Mendiknas ini menjadi sebuah acuan yang akan dipergunakan oleh
perguruan
tinggi
untuk
mengelola
kurikulum
dan
proses
pembelajaran yang disesuaikan dengan bidang kelimuan masing-masing. Indeks prestasi dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan : ∑K
= Jumlah SKS dari mata kuliah yang diambil oleh seorang siswa dalam semester yang bersangkutan
K
= Bobot SKS tiap mata kuliah yang diambil
N
= Nilai bobot masing-masing mata kuliah
KxN
= Angka Kualitas
Tabel. II.2. Katagori Indeks Prestasi yang Dinyatakan dengan Huruf No
Nilai Mentah
Nilai Angka
Nilai Huruf
1.
< 45
0
E
2.
45-49
1
D
3.
60-63
2
C
4.
64-66
2,3
C+
5.
67-69
2,7
B-
6.
70-73
3
B
7.
74-76
3,3
B+
8.
77-79
3,7
A-
9.
≥ 80
4
A
Berdasarkan ketentuan pedoman Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus Jakarta mahasiswa yang dinyatakan lulus dari program apabila telah menyelesaikan seluruh jumlah kredit yang diwajibkan dengan : a. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 2,00 b. Nilai untuk setiap mata kuliah minimal C c. Khusus untuk nilai mata kuliah kebidanan minimal B d. Nilai D hanya diperbolehkan untuk 1 (satu) mata kuliah pada kelompok MKK dengan minimal satu nilai A atau B sebagai pengimbang Tabel II.3. Kriteria Predikat Kelulusan Program Diploma IPK
Predikat Kelulusan
2,00 – 2,75
Memuaskan
2,76 – 3,50
Sangat Memuaskan
3,51 – 4,00
Dengan Pujian
(Suhaid,2010) B. Jurusan Sekolah Menengah Atas (SMA) Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah menengah pertama atau sederajat. Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Penjurusan pada jenjang pendidikan SMA sendiri sudah mulai diberlakukan pada zaman Belanda. Sekolah HBS yang merupakan sekolah mmengengah untuk anak-anak Eropa dan AMS merupakan sekolah mengengah atas untuk pribumi dan sudah mengalami klasifikasi penjurusan atas kelompok A (Budaya) dan kelompok B (Sains). Pada perkembangannya sistem penjurusan pada sekolah menengah di Indonesia diterapkan sejak
Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang kemudian dihapuskan pada tahun 1962. Pembagian jurusan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia sudah mulai pada tahun 1968 yang dilakukan di kelas 1 akhir dengan kriteria yang disesuaikan dengan kemampuan siswa, yakni paspal (ilmu pasti dan pengetahuan alam), social dan budaya. Dengan perkembangannya kurikulum pada tahun 1975 penjurusan berubah menjadi tiga yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Bahasa, demikian halnya dengan penjurusan pada tahun 1994. Kurikulum terakhir yang digunakan oleh pendidikan di SMA yaitu kurikulum 2004. Penjurusan dilakukan saat siswa naik ke kelas 11 atau kelas 2 SMA dengan penjurusan program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial dan Bahasa, bahkan sekarang terdapat jurusan Agama khusus untuk penjurusan di Madrasah Aliyah (MA). Penjurusan diperkenalkan dengan tjuan agar lebih mengarahkan siswa berdasarkan minat dan kemampuan akademiknya. Penerapan penjurusan ini juga diberlakukan sebagai bagian integral untuk mencapai tujuan pendidikan yakni mewujudkan potensi anak sesuai kemampuan pada masing-masing gugus ilmu pengetahuan. Siswa yang memiliki kemampuan sains dan ilmu eksakta yang baik biasanya akan memilih dan diarahkan untuk mengambil urusan IPA, yang memiliki minat pada sosial dan ekonomi akan memilih dan diarahkan pada jurusan IPA sedangan yang berminat pada ilmu dan keanekaragaman bahasa akan memilih dan diarahkan ke jurusan Bahasa. Penjurusan
ini
juga
dimaksudkan
untuk
lebih
mengarahkan
dan
mempermudah siswa dalam memilih dan menekuni bidang ilmu yang akan diteruskan pada jenjang perguruan tinggi. Landasan bagi penjurusan di sekolah menengah atas menurut Suhaid,2010 adalah sebagai berikut: a. PP No. 19 Tahun 2006 tentang Standar Nasional Pendidikan b. Permen Diknas No. 23 tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah c. Permen Diknas No 24 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Dan Peraturan Menteri
Pendidikan
Nasional
Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah d. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) untuk SMA Kategori Mandiri dan Bertaraf Internasional dari BNSP Departemen Pendidikan nasional Hal yang menjadi pertimbangan untuk penjurusan di sekolah menengah atas adalah sebagai berikut : a. Tes penempatan dengan mengacu pada 4 pelajaran : matematika, Kimia, Geografi dan Ekonomi b. Jumlah nilai Rapor Semester I untuk pelajaran IPA dan IPS c. Jumlah SKHUN SMP untuk mata pelajaran matematika dan IPA d. Hasil kumulatif dari 1,2 dan 3 diperingkatkan dan didapatkan : 1. Peringkat 1 sampai dengan 288 terjurus program IPA 2. Peringkat 288 sampai dengan 360 terjurus program IPS Mata pelajaran pada penjurusan di program IPA lebih menekankan pada penguasaan konsep-konsep IPA untuk kepentingan siswa dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Program ini juga menitikberatkan kepada pembekalan agar siswa tersebut dapat bertahan dalam kompetisi perkembangan
sains
dan
teknologi
bagi
kepentingan
kesejahteraan
masayarakatnya. Penilaian akademik lebih terfokus pada penguasaan konsep IPA dan keterampilannya dalam melakukan observasi, memahami atau menemukan konsep IPA. Mata
pelajaran
IPS
menitikberatkan
pada
pengembangan
keterampilan ilmu social. Penilaian akademik berfokus kepada keterampilan sosial seperti membuat peta, maket rumah, interaksi sosial dan adaptif terhadap lingkungan sosial. Mata pelajaran Bahasa menitikberatkan kepada pengembangan keterampilan bahasa seperti membuat surat, menyusun karya tulis, mengerjakan intruksi lisan, dialog dan berpidato (Suhaid,2010). Dari hasil penelitian Soekamto: Tjandra. 2004 menyimpulkan bahwa latar belakang pendidikan atau jurusan awal mahasiswa mempengaruhi hasil belajar mahasiswa FAkultas Kedokteran Universitas Tarumanegara pada semester awal (I-IV) dan tidak terdapat perbedaan nyata antara mahasiswa yang berasal dari IPA dan IPS.
C. Intelligence Quotient (IQ) Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Menurut M Dalyono (2004) intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap sesuatu situasi atau masalah, yang meliputi berbagai jenis kemampuan psikis seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, berbahasa, dan sebagainya. Intelegensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu (M Ngalim Purwanto, 2004). Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai
taraf
kecerdasan
seseorang
dan
tidak
menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan
test
IQ
yang
dikembangkan
oleh
Binet
dengan
mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes
Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur
kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh.
Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %. Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakitsakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak. Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :
Tabel. II.4. Interpretasi atau penafsiran dari IQ TINGKAT KECERDASAN IQ Genius Sangat Super Super Normal Bodoh Perbatasan Moron / Dungu Imbecile Idiot
Di atas 140 120 - 140 110 - 120 90 -110 80 - 90 70 - 80 50 - 70 25-50 0 - 25
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi seseorang antara lain adalah sebagai berikut : a. Faktor bawaan atau keturunan Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50 sedangkan di antara dua anak kembar korelasi nilai tes IQ-nya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak adopsi, IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40-0,50 dengan ayah dan ibu kandung dan hanya 0,10-0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar dibesarkan secara terpisah IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal. b. Faktor lingkungan Lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar terhadap intelegens seseorang. Lingkungan sekitar mampu menimbulkan perubahan yang berarti tentunya hal ini juga dihubungkan dengan pengaruh dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi oleh seseorang dan rangsangan-rangsangan yang berifat kognitif dan emosional. Intelegensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu
dalam
menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Dalam
kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada
individu
suatu
kondisi
yang
memungkinkan
tercapainya
pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi. Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest
Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey. Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas. Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifatkonvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan antara jurusan Sekolah Menengah Atas dengan prestasi belajar. 2. Mengetahui hubungan antara Intellegence Quotient dengan prestasi belajar. B. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai hubungan antara jurusan Sekolah Menengah Atas dan Intellegence Quotient dengan prestasi belajar sehingga hasilnya akan memberikan pedoman untuk penerimaan mahasiswa baru pada tahun ajaran mendatang. Hasil penelitian juga sebagai salah satu upaya peningkatan mutu dari lulusan Program Studi D III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus. 2. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian akan menjadi gambaran untuk hasil pembelajaran dalam Program Studi D III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus, sehingga mahasiswa diharapkan dapat menyusun strategi pembelajaran untuk individu masing-masing. 3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk peneliti lain dalam kaitannya dengan variable yang diteliti, sehingga bisa menjadi sumber dan pedoman bagi peneliti yang lainnya.
BAB IV METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Saryono, 2008) . Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa STIK St. Carolus Program Studi D III Kebidanan tahun akademik 2011/2012 sebanyak 46 orang. 2. Sampel Sampel adalah objek penelitian yang diambil dari populasi yang bisa mewakili dalam penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total populasi, yaitu seluruh populasi akan dijadikan sampel dalam data penelitian. Kriteria inklusi dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah : a. Responden memiliki nilai IPK b. Responden memiliki nilai hasil tes IQ yang diikuti pada saat proses penerimaan mahasiswa baru c. Responden memiliki data yang lengkap mengenai asal jurusan pada pendidikan terdahulu. Berdasarkan teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan kriteria inklusi yang telah ditentukan maka sampel pada penelitian ini berjumlah 46 orang B. Prosedur Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan instrument yang telah dipersiapkan guna menjaga keutuhan data yang akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari 2014 dengan sumber dari data base Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta.
C. Instrumen Pengumpulan Data Data penelitian diambil dari database dokumen pendidikan STIK St. Carolus Program Studi D III Kebidanan tahun akademik 2011/2012. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang berisikan data yang diperlukan yaitu ; nomor induk mahasiswa, asal jurusan SMA, hasil tes intelligence quotient dan indeks prestasi komulatif mahasiswa. D. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat dipergunakan untuk menggambarkan karakteristik dari variabel yang diteliti yang disajikan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi atau grafik. Perhitungan analisis univariat untuk distribusi frekuensi dipergunakan rumus : P=
x 100%
Keterangan : P
= Persentase
f
= Jumlah frekuensi
N
= Jumlah responden
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dipergunakan untuk menggambarkan hubungan antara
variabel
terikat dan variabel bebas
yang diteliti dengan
mempergunakan tabulasi silang. Analisis data mempergunakan program komputerisasi SPSS. Rancangan analisis data yang akan digunakan adalah Chi Square dengan taraf signifikan α = 0,05. Uji ini dipergunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang akan diteliti. Cara penggunaan uji Chi Square adalah sebagai berikut : a.
Mencari nilai chi square hitung dengan rumus kasus dua kelompok dengan dua katagori : x2 =
Keterangan: n
=
jumlah sampel
a
=
Kasus terpapar faktor resiko
b
=
Kontrol terpapar faktor rsiko
c
=
Kasus tidak terpapar faktor resiko
d
=
Kontrol tidak terpapar faktor resiko
b. Mencari nilai x 2 tabel dengan rumus : dk = (k – 1)(b – 1) Keterangan : k
=
banyaknya kolom
b
=
banyaknya baris
c. Membandingkan x 2 hitung dengan x 2 tabel. Ho diterima
: x 2 hitung ≤ x 2 tabel pada dk tertentu, artinya tidak signifikan.
Ho ditolak
: x 2 hitung ≥ x 2 tabel pada dk tertentu, artinya signifikan.
Pembacaan hasil pada table 2x2 adalah pada nilai Pearson Chi Square, namun apabila ditemui nilai E dalam table kontingensi kurang dari 5 (atau lebih dari 20%) total selnya maka nilai yang digunakan adalah nilai signifikan dari uji fisher. Hipotesis statistik pada penelitian ini adalah : Ho :
- Tidak ada hubungan antara jurusan SMA dengan prestasi belajar - Tidak ada hubungan antara Intellegence Quotient (IQ) dengan pestasi belajar
Ha :
- Ada hubungan antara jurusan SMA dengan prestasi belajar - Ada hubungan antara Intellegence Quotient (IQ) dengan prestasi belajar.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat Tabel V.1. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar, Jurusan SMA Dan IQ Di Prodi D III Kebidanan STIK Sint. Carolus Jakarta Tahun Akademik 2011/2012. IPK Variabel
2,76 – 4,00
2,00 – 2,75
N
%
n
%
IPA
25
55,6
0
0
Non IPA
20
44,4
1
100
≥ 90
25
55,6
0
0
< 90
20
44,4
1
100
Jurusan
IQ
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi antara variabel asal jurusan SMA dan hasil tes IQ terhadap variabel IPK sangat bervariasi. Berdasarkan hasil analisis jumlah jurusan IPA dengan nilai IPK
responden yang berasal dari
2,76 – 4,00 sebesar 55,6% (25 orang)
sedangkan yang dari jurusan Non IPA sebesar 44,4% (20 orang). Responden dengan IPK 2,00 – 2,75 keseluruhan berasal dari jurusan Non IPA 100% (1 orang). Berdasarkan tabel analisis univariat juga dapat digambarkan bahwa responden dengan IPK 2,76 – 4,00 lebih dari sebagian memiliki IQ ≥ 90 yaitu sebanyak 25 orang (55,6%) dan hampir sebagian memiliki IQ < 90 yaitu sebesar 20 orang (44,4%). Tidak ada responden dengan IPK 2,00 – 2,75 yang memiliki IQ ≥ 90 dan hanya 1 orang (100%) responden yang memiliki IQ < 90.
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat menggunakan uji statistik chi kuadrat (x2) dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan program komputerisasi SPSS. Analisis ini melihat hubungan antara variabel nilai IPK dengan variabel asal jurusan SMA dan IQ responden. IPK yang digunakan adalah IPK semester 6 yang merupakan nilai rata-rata dari indeks prestasi secara keseluruhan yang dijalani oleh responden. Untuk program studi D III proses belajar akan dijalani selama 6 semester secara idealnya. Tabel V.2. Analisis Jurusan SMA Terhadap Prestasi Belajar Di Prodi D III Kebidanan STIK Sint. Carolus Jakarta Tahun Akademik 2011/2012. IPK Variabel
2,76 – 4,00
2,00 – 2,75
25
0
55,6
0
20
1
44,4
100
45
1
100
100
P value
Asymp.Sig
Exact Sig.
(2-sided)
(2-sided)
0,270
0,457
Jurusan SMA IPA Non IPA Total
1.217a
Ket : a. 2 cells (50%) have expected countless than 5. The minimum expected count is .46. b. computed only for a 2x2 table Berdasarkan tabel 5.2 tergambarkan hasil p value
untuk variable
jurusan SMA adalah sebesar 1,217 dan nilai Asymp.Sig (2-sided) sebesar 0,270. Hasil pada uji statistic ini tidak dapat dijadikan suatu gambaran mengenai keterkaitan hubungan anatara jurusan SMA dan indeks prestasi komulatif. Hal ini dikarenakan ada ditemukannya nilai cell pada table kontingensi yang kurang dri 5 (atau lebih dari 20%) yaitu tergambar pada keterangan yang menyebutkan bahwa ada nilai pada 2 cells yang kurang dari 5 (50%). Untuk itu hasil yang dipergunakan adalah hasil pada nilai uji fisher yaitu sebesar 0,457. Hasil ini > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara jurusan SMA terhadap indeks prestasi komulatif di Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta. Prestasi belajar terkait akan bebeapa aspek yang menjadi pendukung dan penghambat dalam prosesnya. Salah satu yang menjadi factor pendukung disebutkan bahwa faktor sumber belajar ,yang termasuk dalam sumber belajar adalah fasilitas dan kesiapan seseorang dalam memulai proses belajar terhadap hasil. Asal jurusan SMU bisa menjadi bagian dalam menentukan
bagaimana
proses
belajar
akan
berlangsung.
Hal
ini
dikarenakan dalam kurikulum D III Kebidanan yang digunakan masih didominasi oleh beberapa mata kuliah yang berhubungan langsng dengan ilmu eksakta atau ilmu sains. Menurut Notoatmodjo (1997) ada empat factor yang mempengaruhi proses belajar meliputi materi yang dipelajari, lingkungan, instrumentasl dan kondisi individu dan subjek belajar. Materi yang dipelajari akan berhubungan langsung dengan kesiapan dan kematangan berfikir seseorang dalam proses memahami suatu pembelajaran. Keterkaitan erat antara asal jurusan SMA dari jurusan IPA dengan
mata kuliah yang terdapat dalam kurikulum
membuat mahasiswa dalam kondisi seperti ini mampu untuk unggul dalam hasil belajar dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari jurusan IPS ataupun Bahasa. Kemampuan seseorang untuk mengikuti proses belajar dengan baik juga dipengaruhi oleh bakat seseorang. Bakat dapat dilatih dengan proses pembelajaran yang berkesinambungan. Jika seseorang memiliki kemampuan dan bakan serta didukung oleh minat dalam penjurusan untuk melanjutkan pembelajarannya
maka
akan
memungkinkan
orang
tersebut
akan
mendapatkan hasil yang memuaskan. Namun, dalam kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa ada sebagian kecil mahasiswa yang berasal dari jurusan IPS maupun Bahasa mampu untuk unggul dan bersaing dalam proses pembelajaran yang erat hubungannya dengan kurikulum di kebidanan. Demikian juga dengan mahasiswa yang berasal dari jurusan IPA tidak semuanya mampu unggul dalam hasil namun mereka mampu untuk tetap bertahan dengan standar hasil yang cukup memuaskan. Hal ini juga tentu dipengaruhi oleh beberapa
aspek lainnya yang menjadi pendukung mapun penghambat dalam proses pembelajaran. Atas dasar itulah STIK tidak melihat asal jurusan SMA pada saat penerimaan mahasiswa baru, dan sesuai dengan hasil penelitian ini yang tidak menunjukkan
hubungan antara jurusan SMA dengan IPK,. Diperkuat
juga dengan hasil penelitian Soekamto: Tjandra. 2004 yang menyimpulkan bahwa
latar
belakang
pendidikan
atau
jurusan
awal
mahasiswa
mempengaruhi hasil belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara pada semester awal (I-IV) dan tidak terdapat perbedaan nyata antara mahasiswa yang berasal dari IPA dan IPS. Tabel V.3. Analisis IQ Terhadap Prestasi Belajar Di Prodi D III Kebidanan STIK Sint. Carolus Jakarta Tahun Akademik 2011/2012. IPK Asymp.Sig Exact Sig. Variabel P value (2-sided) (2-sided) 2,76 – 4,00 2,00 – 2,75 IQ ≥ 90 < 90 Total
25
0
55,6
0
20
1
44,4
100
45
1
100
100
1.217a
0,270
0,457
Ket : a. 2 cell (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .46. b. computed only for a 2x2 table Hasil p value yang tergambarkan pada table 5.3 untuk variabel IQ adalah sebesar 1.217 dan asymp. Sig (2-sided) 0.270. Hasil pada uji statistic ini tidak dapat dijadikan suatu gambaran mengenai keterkaitan hubungan antara IQ dan indeks prestai kumulatif. Hal ini dikarenakan ada ditemukannya nilai cell pada table kontingensi yang kurang dari 5 (atau lebih dari 20%), yaitu tergambar pada keterangan yang menyebutkan bahwa ada nilai pada 2 cell yang kurang dari 5 (50%). Untuk itu, hasil yang dapat dipergunakan
adalah hasil pada nilai uji fisher yaitu sebesar 0,457. Hasil ini > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IQ terhadap indeks prestasi kumulatif di Progam Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta. Hasil penelitian yang dilakukan berbanding terbalik dengan penelitian oleh Laidra et. al, (2007, Deary et. al, (2007), Lanawati (1999), Setiadi (2001), Sulaeman (2008) dan Hendriani (2008)
dalam Fatimah,karyanto, rosyidi,
2012 mendapatkan hasil bahwa intelegensi berpengaruh dan berkorelasi positif terhadap hasil belajar siswa. Siswa dengan IQ tinggi akan lebih mudah untuk menangkap materi pelajaran dalam proses belajarnya dibandingkan siswa dengan IQ rendah (Hakim, 2008). Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Suswati Hendriani di Batu Sangkar dalam Suhaid, 2010 dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh antara IQ terhadap prestasi belajar. Penelitian tentang hubungan intelegensi dan prestasi belajar di Akper St Boromeus (Suhaid, 2010) juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antaraIQ dengan prestasi belajar. IQ yang baik akan menghasilkan proses belajar yang baik dan mengarahkan siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, sehingga konsekuensi
dari
IQ
yang
tinggi
adalah
hasil belajar
yang tinggi
(Fatimah,karyanto, rosyidi, 2012). Perbedaan hasil dimungkinkan terjadi mengingat jumlah sampel yang sedikit, lokasi penelitian yang berbeda, perbedaan jumlah sampel dan teknik pengambilan sampel dan teknik analisis data pada penelitian tersebut. Intelegensi seseorang memang berpengaruh penting terhadap proses pembalajaran dan
indicator intelegensi tersebut biasanya menggunakan
hasil dari suatu tes yang dikenal dengan tes Intellegence Quotient. Namun kelemahannya skor tersebut hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf
kecerdasan
seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan
seseorang secara menyeluruh . Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar salah satunya adalah psikologis yaitu motivasi, emosi, sikap, minat, bakat, intelegensi dan kreativitas. Faktor-faktor ini sangat berhubungan satu sama lainnya terutama karena menyangkut tentang psikologis yang bisa mempengaruhi satu sama
lainnya. Sebagai contoh bahwa emosi bisa mempengaruhi IQ, seorang mahasiswa yang IQ nya di atas rata-rata tetapi memiliki emosi yang labil akan menghambat proses belajar sehingga mempengaruhi hasilnya yaitu prestasi belajar.
Hal
ini
dikarenakan
emosi
yang
labil
mengakibatkan
jika
mengahadapi permasalahan yang kecil seseorang akan mudah marah, mudah putus asa dan tidak tekun sehingga pretasi belajar yang diperoleh pun tidak maksimal. hasil penelitian sebelumnya, Wahyuningsih (2004),Natalie (2010), Ogundokun danAdeyemo (2010) dalam Fatimah,karyanto, rosyidi, 2012 mendapatkan hasil bahwa EQ berpengaruh dan berkorelasi positif terhadap hasil belajar siswa.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jurusan SMA dengan prestasi belajar mahasiswa Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta 2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IQ dengan
prestasi
belajar mahasiswa Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus Jakarta B. Saran Hasil yang dianalisis dari penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian lainnya. Pada penelitian lain jurusan SMA dan prestasi belajar dan IQ dengan prestasi belajar disebutkan terdapat hubungan yang bermakna, sedangkan pada penelitian ini tidak. Perbedaan hasil ini dapat menjadi suatu landasan baru untuk penelitian yang lebih lanjut mengenai hubungan IQ dengan prestasi belajar dan jurusan SMA dengan prestasi belajar pada responden, waktu dan lokasi yang berbeda dan jumlah yang lebih banyak, sehingga tercerminkan apakah benar bahwa di Program Studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus prestasi belajar tidak dipengaruhi oleh IQ dan jurusan SMA, sehingga pada penerimaan mahasiswa baru selanjutnya tes IQ yang selama ini selalu menjadi acuan, dapat dipertimbangkan akan terus dilakukan atau jurusan SMA yang sudah tidak menjadi acuan apakah perlu dipertimbangkan sebagai salah satu syarat masuk program studi D III Kebidanan STIK Sint Carolus, mengingat ada 1 dari 46 responden yang jurusan SMA nya IPS dan IQ < 90 memiliki IPK 2.00-2,75, meskipun dalam hasil olahan data menggunakan chi square tidak terdapat hubungan yang bermakna.