LAPORAN AKHIR Studi Kesadaran Pengelolaan Sampah Organik dan Anorganik pada Level Keluarga melalui Pembentukan Peer-Group pada Masyarakat Kota Semarang dan Yogyakarta Oleh: Drs. Paulus Hariyono, M.T. Sentot Suciarto A., Ph.D. Veronica Kusdiartini, SE., Msi Ir. E. Etty Listiati, M.T.
PENDAHULUAN Semakin besar suatu kota akan semakin banyak volume limbah sampah rumah tangga yang dihasilkan. Perlu pendayagunaan sampah organik dan anorganik Hasil penelitian awal (rumah susun Pekunden Semarang): - Kurang pemahaman pendayagunaan sampah organik dan anorganik - Kurang pemahaman pemilahan sampah organik dan anorganik - Bahkan masih ada yang membuang sampah di sungai (7,5 % responden) Kesadaran yang minim tentang membuang sampah merangsang kami untuk melakukan penelitian, yaitu:
1. Apakah latar belakang sosial budaya ekonomi (strata atas, menengah, bawah) mempengaruhi kesadaran dan perilaku masyarakat dalam membuang dan memilahkan sampah organik dan anorganik ? 2. Apakah karakter masyarakat (Yogyakarta dan Semarang) mempengaruhi kesadaran dan perilaku masyarakat dalam membuang dan memilahkan sampah organik dan anorganik ? 3. Bagaimana Upaya penyadaran dan pembentukan perilaku pemilahan sampah organik dan anorganik Solusi: dengan cara membentuk peer group untuk menampung minat yang memiliki kekuatan untuk menularkan minat kepada warga yang
Tujuan: Tujuan penelitian (tahun ke-1): * Ingin mengetahui kesadaran pemilahan sampah organik dan anorganik pada level keluarga pada objek penelitian. * Ingin mengetahui pengelolaan sampah organik dan anorganik pada objek penelitian Penelitian tahun pertama merupakan penelitian awal sebelum objek penelitian dikenai stimulus (pembentukan peer group). Setelah diberi stimulus, dilakukan penelitian tahun kedua, untuk mengetahui evaluasi hasil dari stimuli.
Pengumpulan dan pengolahan sampah Indikator: Pengumpulan sampah organik dan anorganik di tempat tertentu Pengolahan sampah organik dan anorganik menjadi barang dengan nilai tambah
Tolok Ukur: Partisipasi rendah bila rata-rata prosentase tiga indikator 0 % - 33 % Partisipasi cukup bila rata-rata prosentase tiga indikator 33,01 % - 66 % Partisipasi tinggi bila rata-rata prosentase tiga indikator 66,01 % - 100 %
METODE PENELITIAN Pengambilan Sampel Stratified sampling (bertingkat: Sutrisno Hadi , 1982) Lokasi penelitian masyarakat Jawa Tengah bagian Selatan yang diwakili kota Yogyakarta dengan lokasi: Rusun Gemawang (strata bawah), Perumahan Pringwulung (strata menengah), Perumahan Kaliurang Pratama (strata atas). Semarang : Rusun Pekunden (strata bawah), Perumahan Jangli Permai (strata menengah), Perumahan Srondol Bumi Indah (Strata atas)
Pengambilan Data Data diambil dengan menggunakan angket, wawancara, dan observasi. Analisa Data - Penelitian ini ingin melihat kesadaran responden, sehingga digunakan analisa diskriptif. - Kesadaran responden akan dilakukan silang dengan: 1) peran dalam keluarga (ayah, ibu, anak), 2) jenis kelamin, dan 3) status sosial ekonomi, dan kota. Untuk mengetahui silang diantara dua hal yang berbeda akan digunakan analisa chi square. Untuk menjelaskan gejala suatu perbedaan digunakan analisa tabulasi silang dan memberikan penjelasan digunakan analisa diskriptif.
Hasil Penelitian Kesadaran (pemilahan dan pengolahan sampah) memiliki 4 unsur, yaitu: pengetahuan, kemauan, dan tindakan. Hasil penelitian menunjukkan responden memiliki pengetahuan tinggi tentang pemilahan sampah, tetapi kemauan dan tindakan rendah. Jadi terjadi ketidakseimbangan antara pengetahuan, kemauan dan tindakan.
Gejala ini terjadi karena beberapa hal: 1) Motivasi responden dalam melakukan realisasi pengetahuan yang dimiliki rendah; 2) Keterampilan yang kurang dalam pemilahan sampah maupun dalam mendayagunakan sampah bahwa sampah merupakan sesuatu yang dapat memberikan nilai tambah; 3) Sampah masih dipandang sebagai sesuatu yang remeh dan menjijikkan; 4) Peran pemerintah yang kurang konsisten dan konsekuen dalam menangani dan mengelola sampah menuju pemilahan sampah (TPS dan TPA tidak ada pemilahan sampah) dan kurang mendorong pendayagunaan sampah menjadi barang yang memiliki nilai tambah, seperti bantuan yang mudah dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana.
Umumnya responden memiliki kesadaran yang tinggi (71,11 %) dalam memilahkan sampah. Tingginya kesadaran ini lebih banyak disebabkan oleh pengetahuan responden yang tinggi (88,88 %), sedangkan kemuannya rendah ( - 71,11 %), juga realisasi dalam tindakan rendah ( - 77,22 %). Kesadaran pemilahan sampah pada responden kota Semarang lebih rendah daripada responden kota Yogyakarta, karena pengenalan atau pengetahuan pemilahan sampah lebih dahulu terjadi pada kota Yogyakarta sebagai kota global.
Kesadaran memilah sampah pada masyarakat perumahan atas lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat perumahan menengah dan bawah, karena sampah oleh masyarakat dari perumahan atas masih dianggap sebagai sesuatu yang remeh, “kecil” dan tidak memberikan penghasilan yang cukup.
Laki-laki lebih rendah kesadaran dalam memilahkan sampah daripada wanita, karena wanita bergelut langsung dengan sampah. Responden dengan pendidikan tinggi dan sedang memiliki kesadaran yang tinggi dalam memilahkan sampah. Usia muda dan dewasa memiliki kesadaran yang tinggi dalam memilahkan sampah dibandingkan dengan usia lanjut
Untuk meningkatkan pengetahuan, kemuan, tindakan agar tercapai kesadaran pemilahan sampah, telah dibentuk peer group dalam penelitian tahun ke-1 ini.
Pembentukan peer group ini perlu diikuti dengan pembinaan/pendampingan, mengingat dari hasil pantauan pada tahun ke-1, keterampilan mereka dalam pemilahan sampah dan pemanfaatan sampah masih rendah. Pengaruh pembentukan dan pembinaan peer group terhadap peningkatan kesadaran pemilahan sampah akan diteliti pada TAHUN KEDUA.
Disarankan :
Pemerintah kota Semarang maupun Yogyakarta perlu bersikap konsisten dan konsekuen untuk mendorong masyarakat melakukan pemilahan dan pendayagunaan sampah. Sebagai misal penyediaan TPA dan TPS yang memilahkan sampah organik dan anorganik, penyediaan sarana dan prasarana pemilahan sampah dan daur ulang (mesin pemotong dan keterampilan daur ulang)
Beberapa MODEL pengelolaan sampah untuk mendapatkan nilai tambah: 1. Sampah dikelola oleh tiap-tiap keluarga secara nonprofesional, sampah rumah tangga diupayakan memiliki nilai tambah dan kemudian hasilnya dimanfaatkan/dikonsumsi sendiri oleh keluarga. 2. Sampah dikelola oleh perumahan / RT / RW secara profesional, sampah rumah tangga diupayakan nilai tambah oleh perumahan/RT/RW, dan kemudian hasilnya dijual ke masyarakat umum sehingga memberikan penghasilan.
3. Sampah dikelola oleh pemerintah kota secara profesional, sampah rumah tangga diupayakan nilai tambah oleh pemerintah kota dan kemudian hasilnya dijual ke masyarakat umum sehingga memberikan penghasilan, atau digunakan sendiri untuk memupuk taman kota.