ARTIKEL
Oleh : D. Anwar Musadad*, Sutaryo", Dotti Indrasanto* 1
Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes "; Direktorat BUKP, Ditjen Binkesmas Depkes Rl.
Pendahuluan STJ sentral pembangunan kesehatan pada Repelita V adalah masalah pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan. Masalah pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan tidak terlepas dari peningkatan jangkauan dan perluasan pelayanan kesehatan, termasuk pembangunan kesehatan di daerah-daerah terpencil dan daerah perbatasan. Penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan di daerah terpencil termasuk perbatasan seringkali mengalami hambatan karena sulitnya medan. Tidak ada/kurangnya sarana transportasi, komunikasi, serta adanya ketergantungan pada musim menjadikan biaya operasional pelayanan kesehatan menjadi sangat mahal. Di lain pihak pencapaian penyelenggaraan upaya kesehatan di daerah terpencil dirasakan relatif kecil sumbangannya terhadap pencapaian target cakupan program secara keseluruhan. Sehingga seringkali pembangunan kesehatan di daerah terpencil relatif tertinggal dibanding daerah lainnya. Menyadari akan kemajemukan suku bangsa dan luasnya wiiayah dengan penduduk yang tersebar, pemerintah berusaha meningkatkan jangkauan dan perluasan pelayanan pembangunan yang ditujukan Media Litbanekes Vol IV No. 01/1994
kepada masyarakat di daerah tersebut. Dalam pembangunan kesehatan misalnya telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 436/BM/DJ/BUKP/III/1992 tanggal 26 Maret 1992 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Upaya Pelayanan Kesehatan Di Daerah Terpencil Termasuk Perbatasan Dengan Mempergunakan Pesawat Udara, Kapal Air dan Sarana Angkutan Lainnya Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan Tahun 1992/1993. Untuk meningkatkan gairah dan semangat kerja, pemerintah melalui Keppres No. 13 Tahun 1992 memberikan tunjangan pengabdian kepada Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dan bertempat tinggal di wiiayah terpencil. Khusus untuk dokter pegawai tidak tetap (PTT) yang ditempatkan di daerah terpencil dan sangat terpencil diberikan tunjangan daerah terpencil. Kriteria Daerah Terpencil Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1992 tentang Pedoman dan Tata Cara Penetapan Wiiayah Terpencil disebutkan bahwa wiiayah terpencil adalah: Suatu satuan lingkungan pemukiman dan atau tempat bekerja dalam suatu wiiayah administrasi pemerintahan tertentu yang kondisi alamnya menyebabkan kesulitan yang tinggi bagi penduduknya, disebabkan karena:
ARTIKEL 1. Keterbatasan/ketiadaan prasarana dan sarana perhubungan laut dan darat yang menuju ke wilayah tersebut; 2. Keterlambatan/ketiadaan dalam pelayanan umum di bidang administrasi pemerintahan, pelayanan kesehatan, pertanian, penyuluhan dan penerangan serta kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLIP); 3. Kelangkaan dan sangat mahalnya harga bahan-bahan kebutuhan pokok serta kebutuhan sekunder lainnya. Dari pengertian di atas wilayah terpencil sekurang-kurangnya harus memenuhi beberapa kriteria/persyaratan hambatan/ gangguan fisik sebagai berikut: a) Transportasi umum melalui darat atau sungai atau laut yang menghubungkan antar desa, desa ke ibukota kecamatan, antar kecamatan, ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten daerah tingkat II, tidak ada atau tidak tersedia setiap hari dan pada waktu-waktu tertentu (musim kemarau atau musim hujan ataupun ombak besar) terputus sama sekali; b) Medannya sangat sulit dilewati dan harus ditempuh melalui pegunungan, lembah, hutan lebat atau rawa, sungai ataupun laut dengan risiko bahaya yang tinggi, yang dari ibukota kabupaten daerah tingkat II ke wilayah terpencil tersebut memerlukan waktu perjalanan darat atau sungai ataupun laut sedikit-dikitnya selama 8 jam penuh; c) Tidak adanya sarana kornunikasi yang menghubungkan wilayah tersebut dengan ibukota kecamatan yang terdekat.
8
Dalam Keputusan Mendagri tersebut juga disebutkan bahwa termasuk dalam pengertian wilayah terpencil udalah po? penjagaan gunung berapi, pos penjagaan mtrcusuar, pos penjagaan hutan suaka alam/ margasatwa/ sejenis, pemukiman transmigrasi dan wilayah perbatasan negara, serta wilayah lain >ang memenuhi ketentuan kriteria di atas. Departemen Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 08/MENKES/SK/I/ 1992 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengangkatan Dokter Sebagai Pegawai Tidak Tetap Selama Masa Bakti disebutkan bahwa pengertian daerah terpencil adalah: Daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan karena berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan, dan rawa), transportasi, dan sosial budaya. Penetapan suatu daerah sebagai daerah terpencil yaitu dilihat dari segi pelayanan dasar, sarana transportasi dan atau kornunikasi yang sulit, luas wilayah serta jumlah penduduk yang disampaikan oleh Ka. Kanwil kepada Menteri setelah ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setempat. Ciri daerah terpencil menurut Departemen Kesehatan adalah: 1. Sulit Dijangkau a) Hubungan transportasi dari propinsi, daerah tingkat II ke kecamatan atau desa tidak setiap hari ada; b) Medannya sulit atau harus melalui sungai dan atau laut yang sangat dipengaruhi musim mengakibatkan waktu tempuh perjalanan lebih dari 8 jam pulang pergi; c) Berjalan kaki dari kecamatan ke desa
Media Litbanekes Vol IV No. 01/1994
ARTIKEL ditempuh lebih dari 6 jam pulang pergi. 2. 3. 4. 5. 6.
Masyarakat tertutup/terasing. Status kesehatan rendah Pendapatan dan kesejahteraan rendah Tingkat pendidikan rendah Belum banyak terjamah oleh pembangunan dan hasil-hasilnya.
Dalam kaitannya dengan penempatan dokter PIT, dikenal istilah daerah terpencil dan sangat terpencil. Disebut lokasi daerah terpencil apabila lama perjalanan dari ibukota kabupaten ke Puskesmas dengan kendaraan air biasa (perahu bermotor) lebih dari 24 jam dan tidak melebihi dari 36 jam dengan risiko bahaya relatif besar, letaknya berada pada muara anak sungai kecil dan agak jauh dari arus lalu lintas umum serta kendaraan umum jarang (sistim carteran), jalan darat sulit, harga barang kebutuhan pokok 2 kali lipat dari harga normal dan barang relatif ada. Sedangkan lokasi daerah sangat terpencil adalah lama perjalanan dari ibukota kabupaten ke Puskesmas dengan kendaraan air biasa (perahu bermotor) lebih dari 24 jam dan tidak melebihi 36 jam dengan risiko bahaya besar, pada musim tertentu hubungan putus sama sekali, letaknya berada di hulu sungai kecil dan beriam, kendaraan umum tidak ada, serta sarana komunikasi sangat minim dan kadang-kadang tidak ada sama sekali. Masalah Kesehatan di Daerah Terpencil Permasalahan yang ada di daerah terpencil ini adalah hasil studi evaluasi pelayanan kesehatan puskesmas daerah terpencil di 9 propinsi tahun 1992 yang meliputi propinsi-propinsi DI Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara yang keseluruhannya mencapai 54 Puskesmas. Dengan demikian permasalahan yang akan dikemukakan disini Media Litbanekes Vol IV No. 01/1994
adalah permasalahan yang ada dan dirasakan oleh Puskesmas, antara lain: 1. Manajemen Hal mendasar yang paling dirasakan dalam penatalaksanaan program di wilayah Puskesmas daerah terpencil adalah kurang adanya dukungan tenaga, sarana dan peralatan. Hampir seluruh Puskesmas daerah terpencil mengeluh tentang jumlah dan kualifikasi tenaga. Tenaga yang ada sangat terbatas dengan beban tugas yang banyak dirangkap. Hal ini sering menyulitkan dalam pengaturan pembagian tugas, terutama antara tugas di dalam gedung dan di luar gedung. Dari segi perlengkapan, juga sangat terbatas terutama sarana komunikasi dan transportasi. SSB (single side band) yang sering merupakan alat komunikasi satusatunya dalam berhubungan dengan daerah lain banyak yang tidak dipunyai oleh Puskesmas, atau kalaupun ada keadaannya banyak yang rusak. SSB ini penting untuk hubungan dengan Dinas Kesehatan Tk.II atau instansi lain, terutama untuk melaporkan KLB yang memerlukan penanganan segera. Begitu pula sarana transportasi yang ada seperti perahu bermotor dan sepeda motor keadaanya banyak yang rusak. Dukungan unsur manajemen lain yang sangat penting dan menjadi masalah di daerah terpencil adalah ketersediaan peralatan medis dan obat-obatan. Peralatan medis yang ada keadaannya kurang memadai, terutama peralatan-peralatan medis minimal sebagaian Puskesmas tidak memilikinya. Tindakan rujukan yang sulit untuk dilaksanakan menuntut Puskesmas menyediakan peralatan medis yang memadai. Begitu pula dalam hal obat-obatan, sistem penggunaan obat secara rasional dan penggudangan obat di puskesmas banyak yang tidak memadai. Jarak yang jauh
ARTIKEL dan sulitnya transportasi antara Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tk.II, pengiriman obat dilakukan 3 bulan sekali, atau bahkan ada yang 6 bulan sekali sehingga perlu dukungan gudang farmasi yang memadai pula. 2. Gangguan Penyakit Secara umum jenis gangguan penyakit yang banyak dirasakan penduduk di daerah terpencil adalah hampir sama dengan di daerah lainnya seperti ISPA, TB paru, dan diare. Yang membedakan dari daerah lainnya (bukan terpencil) adalah tingginya penyakit malaria klinis. Di beberapa daerah penyakit malaria klinis menduduki urutan pertama dari 10 penyakit terbesar (Sulawesi Tengah, Irian Jaya, Sulawesi Tenggara, dsb.). Hal ini sesuai dengan keadaan geografis daerah tersebut yang banyak terletak di pinggir pantai dan pegunungan. 3. Kebiasaan Berobat Masyarakat Kebiasaan berobat masyarakat di daerah terpencil, setengahnya lebih (50,8%) kepala Puskesmas menyebutkan sebagian besar masyarakat sudah memanfaatkan puskesmas, 44,1% masih menggunakan pengobatan tradisional, dan 5,1% melakukan pengobatan sendiri. Dari gambaran tersebut masyarakat di daerah terpencil masih banyak yang menggunakan pengobatan tradisional (termasuk dukun). Hal tersebut menunjukkan masih kuatnya tradisi masyarakat dalam melakukan pengobatan dan percaya terhadap hal-hal di luar jangkauan ilmu kesehatan modern. Keadaan demikian menjadi tantangan pihak kesehatan/ puskesmas dalam meyakinkan dan melayani sebaik-baiknya masyarakat di daerah terpencil.
terpencil di wilayah kerja puskesmas masih banyak ditemui masyarakat yang mempunyai kepercayaan atau perilaku yang kurang mendukung upaya kesehatan. Perilaku pencarian pengobatan ke dukun hampir ditemui di setiap wilayah Puskesmas. Bahkan ada masyarakat yang apabila akan berobat mereka menanyakan terlebih dahulu kepada tapekong (di propini Riau). Dukun dalam pengertian disini meliputi dukun pengobat yang menggunakan ramuan-ramuan, dukun sembur (magic), dukun pengobat meng gunakan jampi-jampi, dan dukun ber- salin. Kepercayaan masyarakat pada tokoh dukun, magic, dan dewa-dewa relatif masih tinggi. Kepercayaan yang berkaitan dengan pengobatan adalah terdapat masyarakat yang mengobati batuk dengan cara dimandikan di sungai, anak diare tidak boleh diberi minum, atau anak kejang dianggap kemasukan setan. Juga terdapat masyarakat yang tabu untuk disuntik atau diimunisasi, bayi sebelum usia 40 hari tidak boleh dibawa kemana-mana, termasuk ke posyandu. Ditemui pula kebiasaan ibu-ibu tetap duduk selama 40 hari setelah melahirkan, bayi baru lahir sudah diberi makan pisang, anak yang terkena morbili "disimpan" di tempat tidur, serta penanganan pembesaran limpa malaria dilakukan dengan diurut terlebih dahulu. Kepercayaan dan perilaku masyarakat yang kurang sesuai dengan upaya kesehatan ini terutama banyak ditemui di daerah-daerah yang sangat terpencil, jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan.- Hal tersebut menjadi tantangan bagaimana kepercayaan dan perilaku masyarakat yang negatif tersebut menjadi sesuatu hal yang positif.
4. Perilaku dan Kepercayaan Masyarakat. 5. Keadaan Kesehatan Lingkungan. Hampir seluruh puskesmas di 9 propinsi menyatakan bahwa di masyarakat daerah
10
Keadaan wilayah Puskesmas di daerah Media Litbanskes Vol WNo. 01/1994
ARTIKEL terpencil yang berhasil dikunjungi geografisnya bervariasi, yakni ada berupa daerah pasang surut (Jambi), daerah kepulauan (Riau Kepulauan, Sulawesi Tenggara, dan sebagian Sumbar), daerah pinggir sungai atau laut (sebagian Kalbar, sebagian Kalteng, sebagian Sulsel, dan sebagian Riau), dan daerah pegunungan (DI Aceh, Sulawesi Tengah, sebagian Kalimantan,). Sesuai dengan kondisi daerah tersebut masing-masing wilayah keadaan kesehatan lingkungannya berbeda.
8,8% kadar besinya tinggi, 17,6% kadar kapurnya tinggi, dan 14,7% airnya bersifat asam/basa. Demikian antara lain beberapa masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas daerah terpencil yang dapat dikemukakan dari hasil evaluasi ini. Temuan masalah tersebut lebih banyak berasal dari daerah 'terpencil' dan 'kurang terpencil'. Sedangkan daerah 'sangat terpencil' kurang banyak tergambarkan mengingat sangat sulitnya medan serta memerlukan waktu evaluasi yang lama.
Di daerah pasang surut penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran masih menjadi masalah. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari masyarakat (terutama di 'perkotaan') membeli air dan dari penampungan air hujan (PAH), sedangkan di 'pedesaari-nya masyarakat menggunakan air sungai atau sumber air tanah yang ada yang pada saat pasang biasanya air sudah tercemar. Begitu pula masyarakat banyak yang tidak memiliki jamban. Walaupun ada, keadaannya kurang memadai, dimana hanya diberi kurungan di belakang atau di bawah rumah yang apabila keadaan pasang kotoran akan hancur terbawa air.
Selain melaksanakan kegiatan rutin sebagai Kepala Puslitbang Farmasi juga banyak melakukan penelitian di bidang Farmasi, aktif mengelola publikasi baik sebagai Dewan Redaksi di Kodeks Kosmetika Indonesia, Farmakope Indonesia, dan Buletin Penelitian Kesehatan, serta menjabat sebagai Pemimpin Umum Majalah Warta Tumbuhan Obat Indonesia.
Di daerah kepulauan, pinggir sungai atau pegunungan penyediaan air bersihnya relatif 'lebih baik1 dibanding di daerah pasang surut. Walaupun masih sulit, sumber air 'relatif banyak1 seperti dari sungai, sumur gali, mata air, dsb. Sedangkan tempat buang air besar, masyarakat di daerah ini masih banyak yang melakukannya di sungai, kebun, dan sebagainya.
Hingga saat ini Dra Sri Sugati Sjamsuhidajat masih menduduki jabatan fungsional yaitu Ahli Peneliti Utama pada Puslitbang Farmasi Badan Litbang Kesehatan. Menyimak perjalanan karier serta segudang kegiatan yang dilakukannya bagi pemerintah, wajar bila Putri Klaten yang Apoteker ini mendapat anugerah atau tanda jasa, antara lain yang pernah diterima beliau :
Penutup
-Piagam Penghargaan Menteri Kesehatan, (25 tahun) - Satya Lencana Karya Satya Presiden RI - Piagam Penghargaan Menteri Kesehatan (30 tahun) -Dll. (Mnarsih,SH)
Dalam penyediaan air, khususnya sarana air bersih di Puskesmas, hanya setengahnya lebih (57,6%) yang memilikinya. Dari sarana penyediaan air tersebut diketahui 41,2% kualitasnya kurang memenuhi syarat, yakni Media Litbanekes Vol IV No. 01/1994
Tolcdli
11