perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI
Oleh : ASTRI DEVIANTI D1109005
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI
Oleh : ASTRI DEVIANTI D1109005
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO ”Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat” (Al Baqarah 45) ”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah 216) ”Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Al Baqarah 286) ”Ada dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sakit dan nikmat sempat” (Hadist) ”Ilmu dan amal adalah untuk ibadah” (Denny Tazakka)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada : Bapak dan Ibu tercinta Abitaq ”Agus Sugiarto” Mb Devi dan Dek Indra Teman-teman AN ’09 Almamater commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur selalu tercurah kepada Allah SWT dan Rosul-Nya Nabi Muhammad SAW yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada setiap umat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Kinerja
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
dalam
Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali”, ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun sebagai syarat guna mendapatkan gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret. Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Tanpa mengurangi rasa hormat, dengan kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Sukadi, M.Si., selaku pembimbing, yang dengan penuh kesabaran telah
memberikan
bimbingan,
dorongan,
dan
pengarahan
sehingga
penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Akademis. 3. Bapak Drs. Pawito, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Administrasi, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan selama penulis menempuh kuliah. 5. dr. Yulianto, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. 6. Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang telah memberikan ijin dan telah commit to user memberikan informasi yang dibutuhkan penulis.
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang telah banyak membantu dan berbagi informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini. 8. dr. Ony Hardoko, selaku Kepala Puskesmas Ngemplak yang telah memberikan ijin dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis. 9. Ibu Suprapti dan Bapak Sis Nugroho yang telah memberikan informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini 10. Bapak, Ibu, Mb Devy, dan Dik Indra yang selalu mendoakanku. Terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, pengorbanan, dan doa yang selama ini Kalian berikan. 11. Abitaq Agus Sugiarto untuk cinta dan kasih sayang selama ini, terimakasih karena selalu mendukungku, mendoakan, memotivasi dan menyemangatiku untuk terus maju dan pantang menyerah. 12. Teman-teman Administrasi Negara Non Reguler 2009, terutama Mb Nuning, Poliyuni, Intan, Eka, Laksmindra, Nia, Tia, Nila, Binar, Fitri, ayo semangat jalan kita masih panjang. 13. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih sangat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Surakarta, 18 Juli 2011
Penulis commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................
v
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
xiii
ABSTRAK ..........................................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
B. Perumusan Masalah ............................................................................
11
C. Tujuan Penelitian ................................................................................
12
D. Manfaat Penelitian ..............................................................................
13
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ...............................................................................
15
1. Tinjauan Tentang Kinerja ...........................................................
15
a. Pengertian Kinerja .................................................................
15
b. Penilaian Kinerja ...................................................................
18
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ..........................
24
d. Indikator Pengukuran Kinerja ...............................................
24
2. Tinjauan Tentang Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ...........
42
3. Tinjauan Tentang Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue .......................................... commit to user
viii
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Tinjauan Tentang Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Boyolali Kabupaten Boyolali .....................................................................
52
B. Kerangka Pemikiran ...........................................................................
59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...................................................................................
62
B. Lokasi Penelitian ................................................................................
63
C. Teknik Pengambilan Sampel ..............................................................
63
D. Sumber Data .......................................................................................
64
1. Data Primer ..................................................................................
64
2. Data Sekunder ..............................................................................
65
E. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
66
1. Wawancara ..................................................................................
66
2. Analisis Dokumen dan Arsip .......................................................
67
F. Validitas Data ...................................................................................
67
G. Analisis Data .....................................................................................
68
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................
72
1. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Ngemplak .......................
72
a. Kondisi Geografis ...................................................................
72
b. Topografi .................................................................................
73
c. Keadaan Demografis ...............................................................
73
d. Sarana dan Prasarana...............................................................
75
2. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ................................
79
a. Dasar Hukum Berdirinya Organisasi ......................................
79
b. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ..............
80
c. Tugas, Fungsi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Kesehatan commit to user Kabupaten Boyolali ................................................................. 81
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Strategi, Kebijakan, dan Program Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ...................................................................................
83
e. Susunan dan Struktur Organisasi ............................................
85
f. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ...................................................................................
89
g. Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
97
h. Derajat Kesehatan ................................................................... 101 i. Pembiayaan Kesehatan............................................................ 102 j. Tenaga dan Sarana Kesehatan ................................................. 102 k. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ............ 106 B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ....................................................... 107 1. Kinerja
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
Dalam
Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak ...................................................................................... 107 a. Indikator Produktivitas ............................................................ 107 b. Indikator Responsivitas ........................................................... 136 c. Indikator Akuntabilitas............................................................ 143 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak....................................... 148 a. Faktor yang Menghambat ....................................................... 149 b. Faktor yang Meningkatkan ..................................................... 154
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 156 B. Saran ................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel I.1
Data Kasus DBD Kabupaten Boyolali Tahun 2005 s/d 2010 ..........
Tabel I.2.
Data Jumlah Kasus DBD Per Puskesmas Kabupaten Boyolali Tahun
5
2009 dan Tahun 2010 .......................................................................
10
Tabel IV.1 Kepadatan Penduduk Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010
74
Tabel IV.2 Jumlah penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 ..................................................
75
Tabel IV.3 Jumlah Sarana Kesehatan Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 ..................................................................................................
76
Tabel IV.4 Jumlah Sarana Perekonomian Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 ..................................................................................................
78
Tabel IV.5 Struktur Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan Jenis .............................................................................
88
Tabel IV.6 Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan Tingkat .............................................................................................
89
Tabel IV.7 Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan Pangkat / Golongan Tahun 2010 ...................................................... 100 Tabel IV.8 Anggaran Kesehatan Kabupaten/Kota Kabupaten Boyolali Tahun 2010 .................................................................................................. 102 Tabel IV.9 Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2010 .................................................................................................. 104 Tabel IV.10 Jumlah Posyandu Menurut Kecamatan Kabupaten Boyolali Tahun 2010 .................................................................................................. 106 Tabel IV.11 Jumlah Desa Endemis dan Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010............................................................ 109 Tabel IV.12 Target HI dan Realisasi Pencapaian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010.................................... 113 Tabel IV.13 Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik commit to user Ngemplak Tahun 2010 ......... 114 Nyamuk Aedes Per Desa Kecamatan
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel IV.14 Jumlah Pelaksanaan Fogging Focus per Puskesmas Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 .................................... 118 Tabel IV.15 Jumlah Pelaksanaan Fogging Focus per Puskesmas Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 .................................... 122 Tabel IV.16 Jumlah Pelaksanaan PSN per Desa Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 ........................................................................ 124 Tabel IV.17 Jumlah Kasus Penyakit DBD Tahun 2009 dan 2010 Per Desa Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali ..................................... 128 Tabel IV.18 Jumlah Penderita Penyakit Demam Berdarah Dengue Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2004 sampai 2010 .............. 133 Tabel IV.19 Target Insident Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Tahun 2005-2010 .................................... 134 Tabel IV.20 Target Case Fatality Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan Penyakit DBD Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2005-2010.................................... 135 Tabel IV.21 Data Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan Jabatan dan Tidak Termasuk UPTD Bulan Juli 2011 ...................... 150
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
GambarII.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dalam pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ngempalk Kabupaten Boyolali ..........................................................................................
59
Gambar III.1 Model Analisis Interaktif ................................................................
69
Gambar IV.1 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ............
87
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Astri Devianti, D1109005, KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011. Penyakit DBD adalah penyakit yang berbahaya, dapat menimbulkan kematian dalam jangka waktu yang singkat dan sering menimbulkan wabah. Kabupaten Boyolali telah dinyatakan sebagai daerah endemis DBD dan kasus terbanyak terjadi di Kecamatan Ngemplak. Dari tahun ke tahun data kasus penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak terus meningkat. DKK Boyolali merupakan organisasi publik yang bertanggung jawab atas tingginya kasus penyakit DBD di Kabupaten Boyolali. DKK Boyolali diharapkan mampu mengupayakan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja DKK Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut. Kinerja DKK Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD dalam penelitian ini dilihat dari indikator pengukuran kinerja yaitu Produktivitas, Responsivitas, dan Akuntabilitas. Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif yang menggambarkan keadaaan senyatanya. Sumber datanya meliputi data primer yang diperoleh melalui proses wawancara dan data sekunder yang berasal dari dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposive sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Teknik pengumpulan data adalah dengan cara wawancara dan dokumentasi. Uji validitas data adalah dengan teknik trianggulasi data yaitu dengan menguji data yang sejenis dari berbagai sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan Teknik Analisis Interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari tiga indikator pengukuran kinerja yang digunakan, kinerja DKK Boyolali cukup baik namun perlu adanya peningkatan. Produktivitas DKK Boyolali dapat dikatakan belum maksimal karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan target-target yang telah ditetapkan sebelumnya. Responsivitas DKK Boyolali dikatakan cukup baik namun perlu adanya peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya respon terhadap tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Akuntabilitas DKK Boyolali dikatakan cukup baik, hal ini dibuktikan dengan orientasi pelayanan yang tidak hanya mengacu pada peraturan pelaksanaan saja serta adanya transparansi dana. Beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu : kurangnya SDM secara kuantitas dan kurangnya peran aktif masyarakat terhadap program pemberantasan dan penanggulangan commit to user DBD.
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Astri Devianti, D1109005, THE PERFORMANCE OF BOYOLALI DISCRIT HEALTH OFFICE ERADICATION AND CONTROL THE DENGUE HEMMORHAGIC FEVER (DHF) SUB IN NGEMPLAK BOYOLALI. Thesis. Department of Administrative Science Program Public Administration. Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University of Surakarta, 2011. Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) is an dangerous disease, that can lead to death in a short period of time and frequently generates an endemic. Boyolali district is state a dengeu hemmorhagic fever endemic area and the highest incidence of cases in Ngemplak. The data on DHF disease cases in Ngemplak increases over years. DKK Boyolali is a public organization responsible for the high incidence rate of Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) in the district of Boyolali. DKK Boyolali is responsible for the prevention of DHF disease. The purpose of this research is to find out the performance of DKK Boyolali discrit health office eradication and control the Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) sub in ngemplak boyolali and the factors influence the performance. It was measured by three indicators of public organitation’s performance that is productivity, responsiveness, and accountability. This research is a descriptive qualitative study. The primary data sources were derived from interview process and from the documents relevant to the research for secondary data. The sampling method used was purposive sampling, choosing the informan considered knowledgeable and reliable to become the data source. Techniques of collecting data used were interview and documentation. Data validity used was data triangulation technique of analizing data used was interactive analysis technique. The results of this research shows that the performance of DKK Boyolali has not reached the achievement target of DHF prevention. Productivity can be said is not maximized because of the results achieved have not been up since the results achieved have not been in accordance with the targets previously set. Responsiveness in preventing the DHF diseases was found good enough and still need to be improved. It is indicated by the presence of respond to the demand conveyed by the public concernig the DHF prevention. The accountability was also found good enough indicated by fund transparency and that service orientation not only refers to the guidelines. Some factors influenced : the minimum number of human resource and the less community participation in the DHF eradication and control program.
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa guna peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan tersebut salah satunya terdapat upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, pendapatan dan lain sebagainya. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan dibutuhkan manusia yang berkualitas, sumber dana yang memadai dan kekayaaan atau potensi alam yang mendukung. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui perbaikan kesehatan yang dijalankan dalam program pembangunan bidang kesehatan.
Pembangunan
bidang kesehatan
diarahkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Oleh karena itu pembangunan di bidang kesehatan mempunyai andil yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dapat diketahui dari Angka Kematian Bayi dan Balita, Angka Kematian Ibu Melahirkan, Angka Kesakitan dan Angka Kematian Terhadap Penyakit-Penyakit Menular Tertentu, Angka Harapan Hidup dan Status Gizi.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui sektor kesehatan harus ditunjang dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan jalan peningkatan mutu lembaga dan pelayanan kesehatan yang memadai, sehingga diharapkan gerak pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap masalah penyelenggaraan kesehatan dalam rangka pembangunan masyarakat yang sehat. Hal tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab V Pasal 11 yang dijelaskan bahwa penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui banyak kegiatan seperti kesehatan keluarga, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan serta penyuluhan kesehatan. Penyakit menular yang menjadi sasaran Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Menular meliputi diare, HIV/AIDS, kusta, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan lain lain. Sebagai bagian dari Program Peberantasan dan Penanggulangan Penyakit Menular, Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) penting untuk dilaksanakan karena penyakit ini mudah mewabah, vaksin pencegahannya belum ditemukan, dan vektor perantara penyakit ini tersebar luas di lingkungan sekitar masyarakat. Wujud nyata dari perhatian pemerintah terhadap penyakit DBD adalah dengan dikeluarkannya Program Pemberantasan dan Penanggulangan penyakit DBD di berbagai daerah yang dilanda penyakit ini. Pelaksanaan Program Pemberantasan dan Penanggulangan penyakit DBD ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
didasarkan
pada
Keputusan
Menteri
No.581/Menkes/SK/VII/1992
tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Berkaitan dengan penelitian kinerja pemerintah, terdapat berbagai indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah. Indikator tersebut pada umumnya adalah produktivitas, akuntabilitas, orientasi terhadap pelayanan, responsibilitas, dan responsivitas. Beberapa indikator ini dapat memberikan gambaran penilaian mengenai keberhasilan dan
kegagalan suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan pemerintah bagi masyarakat dalam kurun waktu tertentu dimana pada akhirnya dapat dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja selanjutnya. Secara spesifik indikator-indikator tersebut juga mampu memberikan penilaian tentang tanggung jawab Pemerintah dalam mengemban misi pemenuhan kepentingan publik dan pada akhirnya juga akan memberikan gambaran tingkat pencapaian tujuan organisasi. Mengacu pada kinerja pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan, diakui bahwa adanya dinas kesehatan merupakan langkah Pemerintah dalam mewujudkan tingkat kesehatan yang optimal pada seluruh masyarakat karena dinas kesehatan merupakan motor penggerak utama yang akan mendorong masyarakat untuk hidup sehat. Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat dinas kesehatan mempunyai kewajiban yang harus dijalankan dan harus dipertanggungjawabkan kepada mayarakat. Akhir-akhir ini masyarakat mempertanyakan kinerja Dinas Kesehatan. Hal ini terkait dengan pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) karena jumlah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
kasus DBD semakin meningkat setiap tahunnya terlebih lagi tugas tersebut telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581 Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit DBD yang seharusnya dilaksanakan seoptimal mungkin sehingga mampu menekan jumlah kasus DBD. Jumlah kasus DBD di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 1999 terjadi 21.134 kasus, tahun 2000 sebanyak 33.443 kasus, tahun 2001 sebanyak 45.904 kasus, tahun 2002 sebanyak 40.377 kasus, tahun 2003 sebanyak 50.131 kasus dengan kematian 743 orang (www.sinarharapan.co.id). Selain itu tanggal 1 Januari 2004 sampai dengan 5 Maret 2005 secara kumulatif jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani sebanyak 26.015 kasus dengan kematian mencapai 389 orang (www.depkes.go.id). Jumlah kasus tersebut terus meningkat dikarenakan minimnya pola hidup bersih masyarakat, curah hujan yang tinggi dan banyak air yang menggenang
saat
musim
hujan,
lingkungan
kumuh
yang
memungkinkan
berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti, dan kesadaran masyarakat yang masih sangat kurang untuk melakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Sehubungan dengan tingginya kasus DBD di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah telah menjadi daerah endemis DBD (daerah endemis merupakan daerah dimana dalam tiga tahun terakhir terdapat kasus DBD setiap tahunnya). Kabupaten Boyolali telah dinyatakan sebagai daerah endemis DBD. Sebanyak 17 wilayah kecamatan di Kabupaten Boyolali yang masuk kategori daerah endemis demam berdarah dengue (DBD) menjadi prioritas pengawasan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat mendekati pergantian musim kemarau ke penghujan tahun ini. Saat peralihan musim merupakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
masa rawan serangan berbagai jenis penyakit sehingga masyarakat harus meningkatkan kebersihan dan menjaga kesehatan. Jenis penyakit yang terhitung cukup berbahaya yakni DBD. (www.solopos.co.id). Berikut disertakan data kasus penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 : Tabel I.1 Data Kasus DBD Kabupaten Boyolali Tahun 2005 s/d 2010 No. Tahun Jan Feb (1) (2) (3) (4) 1. 2005 7 11 2. 2006 32 38 3. 2007 38 55 4. 2008 75 55 5. 2009 37 15 6. 2010 76 75 Sumber: Dinas Kesehatan
Bulan Jumlah Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des (Orang) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) 5 12 8 10 13 7 12 9 16 32 142 21 16 8 10 10 3 5 4 6 7 160 34 51 40 41 34 21 18 24 26 47 429 39 41 39 22 23 14 18 14 19 22 381 35 24 28 33 39 24 15 12 20 44 326 70 36 27 24 25 18 13 17 17 5 403 Kabupaten Boyolali
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa selama tahun 2005 di Kabupaten Boyolali ditemukan kasus penyakit DBD sebanyak 142 kasus. Kasus terbanyak terjadi di tahun 2007 dengan kasus sebanyak 429 sedangkan ditahun-tahun lainnya angkanya cukup fluktuatif yakni mengalami peningkatan dan penurunan penderitanya pertahun. Melihat kenyataan ini, maka hal tersebut menjadi perhatian masyarakat mengenai bagaimana kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit
DBD terlebih lagi
program
pemberantasan penyakit DBD telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581/ Menkes/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit DBD. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Terkait dengan tingginya kasus DBD tentu saja masyarakat mengeluhkan kinerja Dinas Kesehatan Boyolali dalam pemberantasan penyakit DBD. Sebenarnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali mempunyai pedoman yang digunakan dalam pelayanan P3PL (Pencegahan Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan). Untuk menangani kasus DBD, Pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Dinas Kesehatan mempunyai tujuan umum yakni menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue serta mencegah atau membatasi penjalaran Kejadian Luar Biasa (KLB). Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai oleh Pemerintah Boyolali adalah : 1. Menurunkan angka kesakitan Insidents Rate di kecamatan endemis, < 3 per 10.000 penduduk 2. Menurunkan angka kematian < 2,5 % 3. Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa penyakit DBD 4. Meningkatnya Angka Bebas Jentik > 95 % Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Pemerintah Kabupaten Boyolali menggunakan sejumlah program untuk menangani kasus DBD yaitu : 1. Penyelidikan epidemiologi dan pemutusan rantai penularan dengan upaya-upaya sebagai berikut : a. Pada daerah ditemukan tersangka Demam Berdarah dan kasus positif DBD dengan indikasi penularan sebanyak 282 kejadian : 1) Penyelidikan epidemiologi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
2) Fogging seluas minimal radius 100 m yang dilaksanakan pada pagi hari dan sore hari sebanyak 2 kali dengan interval kurang lebih 1 minggu. 3) Penyuluhan 4) Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 5) Abatisasi selektif b. Pada daerah ditemukan tersangka Demam Berdarah dan kasus positif DBD tetapi tidak ada indikasi penularan sebanyak 110 kejadian: 1) Penyelidikan epidemiologi 2) Penyuluhan 3) Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 4) Abatisasi selektif 5) Di daerah ini apabila masyarakat menghendaki fogging, DKK menyediakan insektisida, mesin swinfog dan teknisi. 2. Upaya pencegahan dan promosi kesehatan, meliputi : a. Penyebaran informasi berupa penyuluhan kelompok baik institusi sekolah, tempat ibadah, dan institusi lain, dan pemasangan spanduk bertema pemberantasan DBD dengan 3 M pada tempat-tempat strategis. b. Siaran radio, siaran keliling, penyebaran pamflet dan leaflet. c. Penyuluhan kelompok kepada masyarakat desa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
3. Upaya pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, meliputi : a. Pemantauan jentik oleh kader PKK 55 desa endemis DBD di 17 kecamatan dari bulan April – Oktober. Pemantauan dilaksanakan terhadap 250 rumah yang dipilih secara sampling b. Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN secara rutin 1 minggu sekali di 119 desa yang terdiri atas 55 desa endemis dan 64 desa sporadis Pendidikan dan pelatihan serta peningkatan SDM lainnya, meliputi : a. Koordinasi dan pembekalan terhadap Lurah/ Kepala desa dan Ketua TP-PKK untuk meningkatkan kualitas pemantauan jentik di wilayahnya. b. Koordinator petugas Puskesmas untuk meningkatkan penggerakan PSN secara terpadu 4. Penyediaan sarana dan prasarana dan logistik, meliputi : a. Pengadaan mesin swin fog sehingga di setiap puskesmas minimal ada juga ada mesin swin fog. b. Pengadaan insektisida, dari APBD II dianggarkan 1000 kg abate dan 400 liter insektisida. Disamping itu pada tahun 2007 ada bantuan insektisida dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah berupa 1000 liter dan 250 kg abate c. Sarana laboratorium untuk pemeriksaan darah, utamanya di Puskesmas rawat inap untuk diagnosa dini penyakit Demam Berdarah Dengue d. Penyediaan obat-obatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
5. Monitoring, evaluasi dan tindak lanjut berupa upaya meningkatkan PSN di desadesa dan optimalisasi gugus tugas Desa Siaga Sehat di tingkat Kabupaten dan Kecamatan Dengan adanya kenyataan ini, maka seharusnya hal tersebut menjadi perhatian masyarakat tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yang mana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit DBD. Berdasarkan laporan pengamatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, Kabupaten Boyolali merupakan daerah endemis DBD karena dari 55 desa yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten Boyolali termasuk dalam kategori daerah endemis DBD (daerah yang tiga tahun berturut-turut ditemukan kasus DBD). Desadesa itu terletak di Kecamatan Andong, Banyudono, Boyolali, Musuk, Juwangi, Karanggede, Kemusu, Simo, Wonosaegoro, Klego, Ngemplak, Nogosari, Sambi, Sawit, Ampel, Teras dan Mojosongo. Kasus terbanyak yang terjadi di Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Ngemplak. Hal ini dapat dibuktikan dari tabel berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Tabel I.2 Data Jumlah Kasus DBD Per Puskesmas Kabupaten Boyolali Tahun 2009 dan Tahun 2010 Jumlah Kasus DBD No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Puskesmas
Selo Ampel Ampel I Cepogo Musuk I Musuk II Boyolali I Boyolali II Boyolali III Mojosongo Teras Banyudono I Banyudono II Sawit I Sawit II SambiI Sambi II Ngemplak Nogosari Klego I Klego II Andong Kemusu I Kemusu II Simo Karanggede Wonosegoro I Wonosegoro II Juwangi Jumlah IR (Incidence Rate) CFR (Case Fatality Rate)
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Tahun 2009
Tahun 2010
DBD
DBD
4 2 6 7 27 11 14 14/1 19/1 27 20/1 6 11 24 5 48 35/1 3 1 9 2 5 18 2 326 3,4/10.000 1,2 %
15 2 11 2 0 10 14 7 30 31 47 25 13 9 27 5 68 28 3 6 19 1 18 5 4 1 2 407 4,3/10.000 1,7 %
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Dari data penderita penyakit DBD tahun 2009 dan tahun 2010 jelas terlihat terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit DBD yang signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penderita DBD sebanyak 326 kasus sedangkan pada tahun 2010 jumlah penderita DBD sebanyak 403 kasus. Dilihat dari data diatas, dapat diketahui bahwa daerah yang paling banyak terjadi kasus DBD selama tahun 2009 dan tahun 2010 ini adalah di Kecamatan Ngemplak, yaitu sebanyak 48 kasus di tahun 2009 dan 68 kasus di tahun 2010. Angka Kesakitan ( Insidence Rate) meningkat dari 3,4 per 10.000 penduduk menjadi 4,3 per 10.000 penduduk. Kenaikan ini tidak dikehendaki oleh Dinas Kesehatan maupun masyarakat, sedangkan standar Angka Kesakitan yang menjadi target Dinas Kesehatan adalah kurang dari 3 per 10.000 penduduk. Sehingga dapat dikatakan Dinas Kesehatan belum dapat mencapai standar Angka Kesakitan yang telah ditargetkan. Melihat kenyataan mengenai tingginya jumlah penderita penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dan keluhan masyarakat terhadap kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang menjelaskan mengenai tingginya kasus Demam Berdarah Dengue yang cenderung mengalami peningkatan di Kecamatan Ngemplak, maka permasalahan yang akan ditekankan penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah
kinerja
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Tujuan Individual: Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
2.
Tujuan Operasional: Secara umum penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui
kinerja
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolai. b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. 3.
Tujuan Fungsional: a. Mendapatkan gambaran mengenai kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. b. Dapat dijadikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sehubungan dengan peningkatan kualitas kinerja bagi masyarakat pada umumnya. c. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya dapat digunakan untuk membantu bagi penelitian sejenis yang selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pembaca dan penulis dalam memahami kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dan mengetahui faktor-faktor pengaruh kinerja tersebut. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali
untuk
meningkatkan
kinerjanya
khususnya
dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka Dalam setiap penelitian selalu membutuhkan kejelasan dan titik tolak atau landasan berfikir yang berguna untuk memunculkan masalah atau menyoroti sebuah masalah. Oleh karena itu diperlukan untuk menyusun tinjauan pustaka yang memuat pokok–pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut pandang mana masalah penelitian itu akan disoroti. Sehingga berkaitan dengan pernyataan tersebut maka di bawah ini akan dijelaskan mengenai : 1. Tinjauan Tentang Kinerja a. Pengertian Kinerja Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi” (Yeremias T. Keban, Ph. D, 2004 : 191). Secara etimologi, kinerja adalah sebuah kata dalam Bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. (www.wikipedia.com) Berbeda dengan Bernardin dan Russel dalam Yeremias T. Keban (2004:191) mengatakan kinerja sebagai “…the record of outcomes produced commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
on specified job fungtion or activity during a specified time period…” yang artinya hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian, kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai. Definisi mengenai kinerja dikemukakan oleh Bastian dalam Hessel Nogi (2005:175) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Menurut Muhamad Mahsun (2006:25) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi kerja individu maupun kelompok individu. Kinerja dapat diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Pengertian kinerja menurut Suyadi Prawirasentono dalam Joko Widodo (2008:78) adalah suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja oleh Lembaga Administrasi Negara dalam Joko Widodo (2008:78-79) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. Dengan kata lain, kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Menurut Mahmudi (2005:6) kinerja merupakan konstruk (construct) yang bersifat multidimensional, pengukurannya juga bervariasi tergantung pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja.
Sedangkan
beberapa pihak berpendapat bahwa kinerja mestinya didefinisikan sebagai hasil kerja itu sendiri (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi (Rogers dalam Mahmudi, 2005:6). Dari beberapa definisi mengenai kinerja di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah direncanakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa kinerja organisasi publik adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah direncanakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi publik yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan publik. b. Penilaian Kinerja Bagi setiap organisasi khususnya organisasi publik, penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Informasi mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi (Agus Dwiyanto 2006:47). Whittaker dan Simons dalam Hessel Nogi (2005:171) menyebutkan bahwa penilaian kinerja merupakan alat manajemen yang digunakan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Penilaian kerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objektives). Hal ini selaras dengan definisi penilaian kerja yang tertuang dalam Reference Guide, Profince of Albert, Canada dalam Hessel Nogi (2005:171) yang menyebutkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai
mekanisme dalam memberikan penghargaan atau hukuman
(reword/punishment), akan tetapi penilaian kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk perbaiki kinerja organisasi. McDonald dan Lawton dalam Yeremias T. Keban (2004:01) menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting bagi setiap organisasi karena dapat dipakai sebagai ukuran penilaian keberhasilan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu bahkan penilaian tersebut juga dapat dijadikan input bagi perbaikan/peningkatan kinerja organisasi selanjutnya. Bahkan Mardiasmo dalam Hessel Nogi (2005:172) mengemukakan bahwa tolok ukur kinerja organisasi publik berkaitan dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut. Namun menurut Agus Dwiyanto (2006:49) berikut ini : ”Kesulitan dalam mengukur kinerja organisasi pelayanan publik muncul karena tujuan dan misi organisasi publik sering kali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
bahwa birokrasi publik memiliki stakeholders yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya membuat birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas. Akibatnya ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholders juga berbeda-beda.” Penilaian kinerja menurut Joko Widodo (2008:93) menjadi suatu hal yang sangat penting bagi setiap unit organisasi instansi pemerintah karena: 1) Jika kinerja tidak diukur, maka tidak mudah membedakan antara keberhasilan dengan kegagalan 2) Jika suatu keberhasilan tidak didefinisikan, maka kita tidak dapat menghargainya 3) Jika keberhasilan tidak dihargai, kemungkinan besar malah menghargai kegagalan 4) Jika tidak mengenali keberhasilan, berarti keberhasilan, berarti juga tidak akan bisa belajar dari kegagalan Selain itu menurut Sedarmayanti (2009:195) arti penting penilaian kinerja organisasi antara lain dapat digunakan untuk : 1) Memastikan pemahaman pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk mencapai kinerja 2) Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati 3) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
4) Memberi penghargaan dan hukuman yang objektif atas pelaksanaa yang telah diukur sesuai sistem pengukuran yang telah disepakati 5) Menjadi alat komunikasi antara karyawan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi 6) Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah tercapai 7) Menunjukakan peningkatan yang perlu dilakukan 8) Mengungkap permasalahan yang terjadi Selain itu, Bastian dalam Hessel Nogi (2005:173) berpendapat bahwa penilaian kinerja dalam organisasi akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus (berkelanjutan). Secara terperinci peran penilaian kinerja organisasi adalah sebagai berikut : 1) Memastikan pemahaman para pelaksana dan alat ukuran yang digunakan untuk mencapai prestasi 2) Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati 3) Memonitor dan mengevakuasi kinerja dengan perbandingan skema kerja dan pelaksanaannya 4) Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi 5) Membantu proses kegiatan organisasi 6) Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara objektif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
7) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi Sedangkan menurut Mahmudi (2005:14) menyebutkan bahwa tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah : 1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya 4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam keputusan pemberian reward and punishment 5) Memotivasi pegawai 6) Menciptakan akuntabilitas publik Ukuran kinerja merupakan tanda vital dari sebuah organisasi yang mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini diungkapkan Hronec dalam R.M. Chandima Ratnayake (2009) berikut ini: “Performance measures have been defined as characteristics of outputs that are identified for purposes of evaluation.The ideas of performance measures have been further extended as the vital signs of the organization, which quantify how well the activities within a process or the outputs of a process achieve a specified goal." (Ukuran-ukuran kinerja didefinisikan sebagai karakteristik dari outputoutput yang didentifikasikan untuk tujuan evaluasi. Gagasan ukuran kinerja selanjutnya diperluas sebagai tanda-tanda vital dari sebuah organisasi, yang mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam suatu prosess atau output-output dari suatu proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan.)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Namun, penilaian kinerja birokrasi publik masih sangat amat jarang dilakukan. Berbeda dengan organisasi bisnis yang kinerja mudah dilihat dari probabilitas, yang diantaranya tercermin dari indeks harga saham, sedangkan pada birokrasi publik tidak memiliki tolak ukur yang jelas dan tidak mudah diperoleh informasinya oleh publik. Terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi pelayanan publik terjadi karena kinerja belum dianggap sebagai sesuatau hal yang penting bagi pemerintah. Daftar Penilalian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang sebenarnya digunakan untuk menilai kinerja pejabat birokrasi sangat jauh relevansinya dengan indikator-indikator kinerja yang sebenarnya. Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai kinerja organisasi publik adalah kompleksitas indikator kinerjanya. Berbeda dengan organisasi swasta yang indikatornya relatif sederhana dan tersedia di pasar, indikator birokrasi sering sangat kompleks. Penilaian birokrasi publik tidak hanya cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator yang melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan reponsivitas. Kesulitan lain dalam menilai kinerja birokrasi publik juga muncul karena tujuan dan misi dari organisasi publik yang bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataannya bahwa birokrasi publik memiliki stakeholders yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan yang lainnya sehingga membuat birokrasi publik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
merumuskan misinya dengan jelas. Akibatnya pada ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholders juga berbeda-beda. (Agus Dwiyanto, 2006:46) c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang datang dari dalam organisasi (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar organisasi (faktor eksternal). Yowono dkk. dalam Hessel Nogi (2005:178180) mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep kinerja organisasi, bahwa kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai aktivitas dalam rantai nilai (value chain) yang ada pada organisasi. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi sesungguhnya memberikan informasi mengenai prestasi pelaksanaan dari unit-unit organisasi, di mana organisasi memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas seluruh aktivitas sesuai dengan tujuan organisasi. Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi
meliputi
upaya
manajemen
dalam
menerjemahkan
dan
menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi, dan kepemimpinan yang efektif. Ruky dalam Hessel Nogi (2005:180) mengidentifikasikan faktorfaktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut: 1) Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut 2) Kualitas input atau material yang digunakan organisasi 3) Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan 4) Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan 5) Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi 6) Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi, dan lain-lain Soesilo dalam Hessel Nogi (2005:180-181) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi birokrasi publik di masa depan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini: 1) Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang berkaitan dengan fungsi yang dijalankan aktivitas organisasi 2) Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi 3) Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal 4) Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
5) Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaran organisasi pada setiap aktivitas organisasi Atmosoeprapto dalam Hessel Nogi (2005:181-182) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal sebagai berikut: 1) Faktor eksternal yang terdiri dari: a) Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal b) Faktor ekonomi yaitu tingkat
perkembangan ekonomi yang
berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar c) Faktor sosial yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi 2) Faktor internal yang terdiri dari: a) Tujuan organisasi yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
b) Struktur organisasi
sebagai hasil desain antara fungsi yang akan
dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada c) Sumber daya manusia yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan d) Budaya organisasi yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan Menurut Mahmudi (2005:21) kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: 1) Faktor Personal/individual, meliputi: pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu 2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader 3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim 4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kinerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi 5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Dari keseluruhan pendapat tersebut di atas dapat diketahui bahwa ternyata terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kinerja yang dapat dicapai oleh suatu organisasi. Setiap faktor tersebut mempunyai potensi yang sama untuk menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kinerja organisasi publik. Ada yang menekankan pada peralatan, sarana, prasarana atau teknologi sebagai faktor dominan. Ada yang menekankan pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi dan ada juga yang menekankan pada mekanisme kerja, budaya organisasi serta efektivitas kepemimpinan yang ada dalam suatu organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja suatu organisasi publik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam organisasi (faktor internal) maupun dari luar organisasi (faktor eksternal). Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh dalam arti negatif (menghambat kinerja), maupun yang positif (meningkatkan kinerja). Dalam penelitian ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi publik baik yang meningkatkan kinerja maupun yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantsan dan penanggulangan penyakit DBD baik faktor internal maupun faktor eksternal. d. Indikator Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi
atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kerja dan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson dalam Mahmudi, 2008:7). Sedangkan menurut Lohman dalam Muhamad Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif
menejemen,
manajemen menetapkan target kemudian menggunakan pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target tersebut telah tercapai. Hal ini diungkapkan oleh Juhani Ukko (2008) berikut ini: “Performance measurement is quite often viewed from the perspective of the management. The management sets the targets and applies performance measurement to monitor whether these targets are met.” (Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen. Menejemen menetapkan target-target kemudian menerapkan pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target-target tersebut telah tercapai.) Menurut Joko Widodo (2008:94-95) pengukuran kinerja merupakan aktivitas menilai kinerja yang dicapai oleh organisasi, dalam melaksanakan kegiatan berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja organisasi digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Inti aktivitas pengukuran kinerja yakni melakukan penilaian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Hakikat penilaian yakni membandingkan antara realita dengan standar yang ada. Untuk dapat melakukan pengukuran terhadap kinerja maka diperlukan indikator kinerja. Definisi indikator kinerja menurut Muhamad Mahsun (2006:71) merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu. Indikator kinerja sering disamakan dengan ukuran kinerja. Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi. Menurut Bastian dalam Hessel Nogi (2005:175) indikator kinerja organisasi
publik
adalah
ukuran
kuantitatif
dan
kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen berikut ini: 1) Indikator masukan (inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu meghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
2) Indikator keluaran (output), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun nonfisik 3) Indikator hasil (outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menegah (efek langsung) 4) Indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan 5) Indikator dampak (impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan Indikator kinerja menurut Mahmudi (2005:160) merupakan sarana atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar untuk menilai kinerja organisasi. Lebih lanjut Mahmudi (2008:148) mengemukakan peran indikator kinerja antara lain : 1) Membantu memperbaiki praktik manajemen 2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung jawab secara eksplisit dan memberi bukti atas suatu keberhasilan atau kegagalan 3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan pengendalian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
4) Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja bagi semua level organisasi 5) Memberikan dasar untuk pemberian kompensasi kepada staf Terdapat beberapa indikator kinerja yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik. Menurut Agus Dwiyanto (2006:50-51) indikator dalam menilai kinerja birokrasi publik yaitu: 1) Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. (Agus Dwiyanto 2006:50) 2) Kualitas Layanan Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi sangat penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat sering kali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik. (Agus Dwiyanto 2006:50) 3) Responsivitas Responsivitas menurut Agus Dwiyanto (2006:51-52) adalah kemampuan
organisasi
untuk
mengenali
kebutuhan
masyarakat,
menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan programprogram pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator
kinerja
responsivitas
secara
langsung
menggambarkan
kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. (Agus Dwiyanto 2006:51) 4) Responsibilitas Lenvine dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menyatakan bahwa responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas. 5) Akuntabilitas Akuntabilitas publik dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa
besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Lebih lanjut Agus Dwiyanto (2006:49)mengemukakan indikatorindikator lain yang dapat digunakan untuk menilai kinerja birokrasi publik seperti di bawah ini: “Penilaian kinerja organisasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, dengan pengguna jasa yang memiliki pilihan sumber pelayanan, pengguna layanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan.” Selanjutnya
Kumorotomo
dalam
Agus
Dwiyanto
(2006:52)
menggukan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, yaitu: 1) Efisiensi Efisiensi
menyangkut
pertimbangan
tentang
keberhasilan
organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktorfaktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secara obyektif, kriteria seperti likuiditas, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan. 2) Efektivitas Apakah tujuan dari didirikanya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitanya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan, organisasi, serta fungsi agen pembangunan. 3) Keadilan Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilainilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini. 4) Daya Tanggap Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi
tersebut
secara
keseluruhan
harus
dapat
dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2008:174-176) menjelaskan bahwa indikator kinerja sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut. Indikator tersebut antara lain: 1) McDonald dan Lawton McDonald dan Lawton mengemukakan dua indikator kinerja yaitu: a) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. b) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. 2) Selim dan Woodward Selim dan Woodward mengatakan bahwa kinerja dapat diukur dari beberapa indikator antara lain ekonomis (economy), efisiensi (efficiency), efektivitas (effectiveness), dan keadilan (equity). Aspek ekonomi dalam kinerja
menyangkut cara untuk menggunakan sumber daya yang
seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Efisiensi
adalah
suatu
keadaan
yang
menunjukkan
tercapainya
perbandingan terbaik antara masukan (input) dan keluaran (output) dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. Efektivitas adalah tercapainya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. Keadilan atau persamaan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspekaspek kemerataan. 3) Lenvinne Lenvinne mengemukakan tiga indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur
(responsiveness),
kinerja
organisasi
responsibilitas
publik,
(responsibility),
yaitu
responsivitas
dan
akuntabilitas
(accountability). Responsivitas ini mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi serta tuntutan customers. Responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. 4) Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2008:175-176) mengemukakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
a) Tangibles atau ketampakan fisik, artinya pertampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers b) Reability atau
reabilitas
adalah
kemampuan
untuk
menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat c) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas d) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers e) Empathy adalah perlauan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers Menurut Joko Widodo (2008:91), indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran dan tujuan. Indikator kinerja dapat dijadikan patokan (standar) untuk menilai keberhasilan dan kegagalan penyeleggaraan program dalam mencapai misi dan visi organisasi. Joko Widodo (2008:91-92) menyebutkan indikator kinerja tersebut adalah : 1) Indikator masukan adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program berjalan untuk menghasilkan keluaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
2) Indikator keluaran merupakan segala berupa produk sebagai hasil langsung pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan dan program. 3) Indikator hasil merupakan sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Merupakan seberapa jauh setiap produk/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. 4) Indikator manfaat merupakan kegunaan suatu keluaran yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat, dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses publik. 5) Indikator dampak indikator dampak ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan, atau kepentingan umum lain yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat berbagai indikator yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja organisasi publik. Secara garis besar indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi dikelompokan menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama melihat indikator kinerja dari perspektif pemberi layanan dan pendekatan kedua melihat indikator kinerja dari perspektif pengguna jasa. Dari berbagai teori tentang indikator-indikator pengukuran kinerja di atas, dalam penelitian ini penulis memilih teori yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto (2006). Alasan penulis memilih teori tersebut adalah karena teori tentang pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto (2006) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
tersebut dipandang lebih tepat dan lebih mampu mengukur kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dibandingkan dengan teori pengukuran kinerja yang lainnya. Teori tentang parameter dalam pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto meliputi lima indikator, yaitu produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Dari kelima indikator di atas penulis melakukan penyederhanaan dengan mengambil tiga indikator yaitu produktivitas, responsivitas, dan
akuntabilitas. Alasan penulis
melakukan penyederhanaan ini dikarenakan dalam kaitan dengan penyakit DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali hanya melakukan pemberantasan dan penanggulangannya saja sedangkan penanganan penyakit tersebut dilakukan oleh rumah sakit dan puskesmas yang ada di Kabupaten Boyolali. Sehingga dengan menggunakan indikator produktivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas sudah dapat mengukur kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. Produktivitas menunjuk pada kegiatan pengukuran terhadap output atau keluaran yang dihasilkan suatu organisasi pada suatu periode waktu tertentu dimana hasilnya dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Responsivitas didefinisikan sebagai daya tanggap atau kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menanggapi keluhan, tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
mengembangkan
program-program
pelayanan
publik
sesuai
dengan
kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas didefinisikan seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi tersebut konsisten dengan norma dan nilai dalam masyarakat (ukuran eksternal).
2. Tinjauan Tentang Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali merupakan penyelenggara urusan pemerintah Kabupaten Boyolali bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan tugas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan. (Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali) Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah meningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna serta terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif, meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, swasta, organisasi profesi dan dunia usaha guna memenuhi ketersediaan sumber daya, meningkatkan penatalaksanaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
pembangunan kesehatan yang efektif, efisien dan akuntabel, dan memelihara kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Program-program yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali antara lain yakni Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, Pemberdayaan Masyarakat, Program Peningkatan Kesehatan Keluarga, Anak, Remaja dan Lansia, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan, Program Perbaikan Gizi Masyarakat, Program Sumber Daya Masyarakat, Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya, Program Kebijakan, Manajemen dan Pelayanan Serta Sumber Daya Kesehatan. 3. Tinjauan Tentang Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan program nasional yang memuat Keputusan Menteri No. 581/ Menkes/ SK/ VII/ 1992 bersifat lintas sektoral yang dilaksanakan hampir diseluruh pelosok tanah air, kecuali didaerah yang berketinggian diatas 1000 meter diatas permukaan air laut. Daerah ini merupakan daerah bebas DBD, karena pada ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan air laut ini, nyamuk Aedes Aegipty tidak dapat bertahan hidup dan berkembang biak. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegipty, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas lemah/lesu, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
bintik pendarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura). Kadangkadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock). (KepMenKes No. 581/MenKes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit DBD) Tanda-tanda
penyakit
DBD
dalam
KepMenKes
No.581/
MenKes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit DBD antara lain: 1) Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah/lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain. 2) Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan, atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakanya kulit diregangkan, bila hilang bukan tanda penyakit DBD. 3) Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya: a) Penderita sembuh, atau b) Keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tak teraba), kadangkadang kesadaranya menurun. Penyakit DBD umunya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegipty. Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu menghisap darah penderita commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
penyakit DBD atau orang tanpa gejala sakit yang membawa virus itu dalam darahnya. Virus dengue memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, termasuk ke kelenjar liurnya. Jika nyamuk ini menggigit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut dapat menderita sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan berada dalam darah selama seminggu. Orang yang kemasukan virus dengue tidak semuanya akan sakit DBD. Ada yang demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama seminggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya. (KepMenKes No. 581/MenKes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit DBD) Penyakit DBD harus diberantas dan ditanggulangi dengan alasan antara lain: 1) Penyakit DBD sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada orang banyak dalam waktu yang singkat. 2) Penyakit DBD semakin menyebar luas di Indonesia sehingga Indonesia dikatakan sebagai wilayah endemis DBD karena selalu ada kasus penyakit DBD setiap tahunnya. 3) Semua Desa atau Kelurahan di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD karena nyamuk penularnya (Aedes Aegipty) tersebar luas di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
pelosok tanah air kecuali yang ketinggianya lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Program pemberantasan Demam Berdarah Dengue ini bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi sudah menjadi tanggung jawab
antara
pemerintah
dan
masyarakat.
Didalam
kaitannya
dengan
pemberantasan Demam Berdarah Dengue, pemerintah Indonesia telah membuat sejumlah strategi guna memberantas dan menanggulangi penyakit tersebut. Pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan Menteri No. 581/ Menkes/ SK/ VII/ 1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue yang bertujuan Pemerintah beserta masyarakat mampu saling bekerja sama dalam pemberantasan penyakit DBD di Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PPM/PLP) No. 914.1/ PD.03.04.PB/1992 tentang Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, yang berisi : 1) Tujuan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue Terdapat dua hal yang merupakan tujuan dari pelaksana program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD, yaitu: a) Menurunkan angka Insident Rate (IR) atau jumlah kejadian penderita penyakit DBD kurang dari 3 orang penderita tiap 10000 penduduk (IR< 3/10000) dan menurunkan angka kematian penderita penyakit Demam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Berdarah Dengue sebesar kurang dari 2,5 % dari jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (CFR< 2,5%). b) Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) dan mencegah perluasan daerah endemis (daerah yang selama tiga tahun terakhir berturut-turut terjadi kasus DBD). 2) Sasaran program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD Sasaran program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD ini berbeda-beda tergantung pada fokus kegiatannya, yaitu : a) Tindakan kewaspadaan dini Pada tindakan kewaspadaan dini ini meliputi : (1) Penemuan penderita, sasarannya adalah kasus atau penderita penyakit Demam Berdarah Dengue. (2) Fogging Fokus (penyemprotan), sasarannya adalah tempat terjadinya kasus DBD berdasarkan hasil PE (Penyelidikan Epidemiologi), adapun pengertian penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pelacakan penderita/ tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah penderita/ tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut. Dengan dua siklus penyemprotan interval 1 minggu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
b) Pemberantasan vektor intensif Pemberantasan vektor intensif, meliputi : (1) Gerakan bulan bakti 3M, sasaran khusus didaerah endemis sebelum musim penularan. (2) Abatisasi, sasarannya adalah rumah, daerah endemis, sekolah dan kecamatan endemis. (3) Pemantauan Jentik Berkala (PJB), sasarannya adalah daerah sporadik (daerah yang tiga tahun terakhir terjadi kasus DBD) dan daerah potensial (daerah yang tiga tahun tidak pernah terjadi kasus DBD). c) Pemantapan dan peningkatan Pemberantasan Sarang Nyamuk penyakit Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) (1) Pertemuan Pokjanal DBD, sasarannya adalah Pokjanal DBD tingkat kecamatan dan Pokja DBD tingkat kelurahan. (2) Penggerakan PSN, sasarannya adalah masyarakat keseluruhan melalui penyuluhan dan peningkatan serta masyarakat. 3) Bentuk Kegiatan dalam Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Dalam petunjuk teknis pemberantasan penyakit DBD disebutkan bahwa upaya pemberantasan penyakit DBD dilakukan berbagai macam kegiatan yang meliputi tindakan kewaspadaan dini (penemuan penderita, fogging fokus), pemberantasan vektor intensif (gerakan bulan bakti 3M, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
abatisasi, pemantauan jentik berkala) dan pemantapan PSN-DBD (pertemuan Pokjanal DBD dan penggerakan PSN). 4) Tugas dan tanggung jawab Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pelaksanaan program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD ini dilaksanakan secara koordinatif dan bekerja sama secara terpadu dengan berbagai pihak yang terkait, seperti Departemen Kesehatan RI melalui Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Dirjen PPM & PLP), Dinas kesehatan propinsi (tingkat I), Dinas kesehatan kabupaten (DKK tingkat kabupaten), Puskesmas, tim penggerak PKK kalurahan, LKMD, dan kepala kelurahan. Didalam pelaksanaannya, Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PPM/PLP) No. 914.1/ PD.03.04.PB/ 1992 Tentang Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue telah membentuk Kelompok Kerja Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (Pokja DBD) ditingkat kelurahan/desa yang bertujuan menggerakkan peran serta masyarakat dalam usaha pemberantasan penyakit DBD terutama dalam memberantas jentik nyamuk penularannya sehingga penularan penyakit DBD ditingkat desa/kelurahan dapat diberantas. Selain itu juga dibentuk Pokjanal (Kelompok Kerja Operasional) DBD yang bertujuan untuk membina commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
pelaksanaan berbagai upaya/kegiatan yang berkaitan dengan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yang secara operasional dilaksanakan oleh Pokja DBD ditingkat desa/kelurahan dan Pokjanal DBD pada setiap tingkat
pemerintahan
setingkat
dibawahnya
secara
berjenjang
dan
berkesinambungan. 5) Pendanaan Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Pendanaan dalam program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD ini bersumber pada APBD tingkat I dan APBD tingkat II Kabupaten. 6) Pembinaan, pengawasan dan pelaporan program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD a) Pembinaan Dalam rangka peningkatan pelaksanaan program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
perlu dilaksanakan pemantauan
secara rutin dan diteruskan dengan pembinaan secara berjenjang mulai tingkat pusat sampai dengan tingkat kalurahan dan tingkat pelaksana melalui bimbingan dan penyuluhan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan program pemberantasan penyakit DBD. b) Pengawasan Pengawasan
program
pemberantasan
dan
penanggulangan
penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dilakukan oleh Dinas Kesehatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Kabupaten (DKK) Boyolali sedangkan untuk pengawasan fungsional dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku. c) Pelaporan Pelaporan program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD dilakukan secara berjenjang yang meliputi pelaporan dari masyarakat/keluarga penderita DBD yang diteruskan kepala kalurahan atau unit pelayanan kesehatan. Setelah menerima laporan dari penderita DBD dan unit pelayanan kesehatan kemudian kalurahan meneruskannya kepada puskesmas. Puskesmas melanjutkan pelaporan penderita DBD kepada DKK tingkat II. Hasil pelaporan puskesmas ke DKK ini diteruskan kepada DKK tingkat I/ Propinsi/ Kanwil Depkes Propinsi. Dinas kesehatan propinsi melaporkan kepada tingkat pusat yaitu Dirjen PPM & PLP. Pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD dilakukan dengan melaksanakan Pembertantasan sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk melakukan Gerakan 3M Plus yaitu; menguras tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, menutup rapat penampungan air, sedangkan plusnya adalah menaburkan bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air, pemasangan kawat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
kasa pada ventilasi, memakai kelambu, memakai obat anti nyamuk (semprot, oles, dan bakar), dan cara lain yang dapat mencegah gigitan nyamuk. Untuk mencegah mewabahnya penyakit DBD maka pemerintah menetapakan KepMenKes No: 581/MenKes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan DBD dengan tujuan agar pemerintah dan masyarakat mampu bekerja sama dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Indonesia. 4. Tinjauan Tentang Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Berdasarkan pemaparan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Boyolali dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yang menjangkiti masyarakat di Kecamatan Ngemplak tersebut dapat dinilai dengan berbagai indikator penilaian kinerja yang telah tersedia. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali merupakan salah satu bagian dari birokrasi publik diharapkan mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi publik. Pelayanan tersebut diwujudkan dalam bentuk kinerja yang berorientasi pada publik tanpa adanya perlakuan diskriminatif kepada masyarakat publik. Namun dalam kenyataanya persoalan kinerja organisasi publik sangat komplek. Hal ini disebabkan karena kinerja organisasi publik dipengaruhi oleh berbagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
faktor yang datang dari dalam maupun luar organisasi. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan sebagai organisasi publik harus mampu memberikan pelayanan di bidang kesehatan yang dapat diandalkan bagi kesehatan masyarakat. Mengacu pada peran Dinas Kesehatan sebagai motor penggerak utama yang akan mendorong masyarakat untuk hidup sehat, maka Dinas Kesehatan mempunyai tugas penting dalam mengupayakan kesehatan masyarakat karena tujuan dasar dari pembentukan Dinas Kesehatan adalah untuk mengoptimalkan derajat kesehatan masyarakat. Dinas Kesehatan diharuskan untuk menggalakkan program-program yang dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam masyarakat.
Salah
satu
program
tersebut
adalah
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit. Dinas Kesehatan tidak hanya memberantas dan menanggulangi satu penyakit saja tetapi terhadap semua penyakit yang menjangkiti fisik dan jiwa masyarakat. Salah satu contohnya adalah penyakit DBD yang mana penyakit ini setiap tahun menjangkiti masyarakat Indonesia dan menimbulkan banyak korban jiwa yang cukup tinggi. Dinas Kesehatan sebagai organisasi publik yang berperan dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat harus mampu menjalankan kinerjanya dalam memberantas dan menanggulangi penyakit DBD. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD sangat mempengaruhi perkembangan penyakit DBD dalam masyarakat khususnya di Kecamatan Ngemplak dalam arti apakah kasus penyakit DBD semakin berkurang atau semakin meningkat. Untuk mengetahui bagaimana commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
kinerja Dinas Kesehatan dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak maka digunakan indikator produktivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas sehingga akan diketahui gambaran kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. a. Produktivitas Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output, artinya perbandingan sejauh mana upaya yang dilakukan dengan hasil yang diperolehnya dalam periode tertentu. Hasil yang dicapai berupa barang maupun jasa tergantung organisasi yang mengasilkanya.
Ukuran ini
menunjukkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut Agus Dwiyanto (2006:50) konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Namun konsep produktivitas diperluas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. Berdasarkan penjelasan mengenai konsep produktivitas di atas maka dalam penelitian ini akan dibahas produktivitas dengan penekanan pada sejauh mana upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Ngemplak dan apakah hasilnya sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat diketahui dari: 1) Pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di wilayah Kabupaten Boyolali khususnya di Kecamatan Ngemplak melalui berbagai kegiatan atau program yang diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada masyarakat. 2) Kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Responsivitas Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas merupakan daya tanggap yang dimiliki organisasi terhadap suatu permasalahan. Menurut Dilulio dalam Agus Dwiyanto (2006:62) responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap dan birokrasi terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi, serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Organisasi
yang memiliki responsivitas rendah dengan
sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga (Osborn dan Plastrik dalam Agus Dwiyanto, 2006:62) Lenvinne dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005:175) mengemukakan bahwa responsivitas mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers. Ini berarti organisasi harus tanggap terhadap segala sesuatu yang berhubungan konsumen sehingga kebutuhan konsumen dapat dipenuhi oleh organisasi tersebut. Agar dapat meningkatkan responsivitasnya, sebuah organisasi publik harus dapat mengenali apa yang menjadi permasalahan, keinginan, tuntutan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi masyarakat. Sebuah organisasi juga harus mengetahui kondisi yang ada dalam masyarakat. Dengan begitu organisasi akan lebih cepat memahami apa yang menjadi tuntutan masyarakat dan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhinya. Organisasi tersebut juga harus dapat menangkap apa yang menjadi masalah publik dan berusaha untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Untuk mewujudkan hal itu maka diperlukan sumber daya manusia yang memadai dan tanggap (responsive). Begitu pula di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali di Kecamatan Ngemplak, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
keberhasilan dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD juga ditentukan oleh keselarasan antara pelayanan yang diberikan dengan keluhan, kebutuhan, dan tuntutan dari masyarakat di Kecamatan Ngemplak. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan kinerjanya untuk mengatasi, menanggapi, memenuhi kebutuhan, keluhan, tuntutan dan aspirasi masyarakat di Kecamatan Ngemplak dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat diukur dari tingkat penanganan atas keluhan dan tuntutan masyarakat pengguna jasa khusunya di Kecamatan Ngemplak terhadap penyakit DBD. c. Akuntabilitas Menurut Mahmudi (2005:9) akuntabilitas publik adalah kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pihak pemberi mandat (principal). Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penekanan utama akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik dan konstituen lainnya yang menjadi pemangku kepentingan (stakeholder). Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban untuk menjelaskan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah, sedang, dan direncanakan akan dilakukan organisasi sektor publik. Lebih lanjut Agus Dwiyanto (2006:60-61) mengatakan acuan pelayanan yang digunakan oleh aparat birokrasi juga dapat menunjukkan tingkat akuntabilitas pemberian pelayanan publik. Acuan pelayanan yang dianggap paling penting oleh birokrasi dapat merefleksikan pola pelayanan yang digunakan. Pola pelayanan yang akuntabel adalah pola pelayanan yang mengacu pada kepuasan publik sebagai pengguna jasa. Dalam penelitian ini akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak ditekankan pada akuntabilitas eksternal yang merupakan pertanggungjawaban Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terhadap masyarakat pengguna jasa khususnya di Kecamatan Ngemplak yang dapat dilihat dari seberapa besar kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD tersebut sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat di Kecamatan Ngemplak. Adapun indikator akuntabilitas diukur dari kesesuaian antara prinsip pelayanan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terhadap nilai dan norma yang ada dalam masyarakat di Kecamatan Ngemplak meliputi transparansi pelayanan dan orientasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat di Kecamatan Ngemplak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
B. Kerangka Pemikiran Alur kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada gambar II.1 di bawah ini: Gambar II.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
-Tingginya angka kasus Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak -Kecamatan Ngemplak telah dinyatakan endemik DBD
Kinerja DKK Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak: - Produktivitas - Responsivitas - Akuntabilitas
Tujuan DKK: Turunnya Angka Kesakitan (IR) dan Angka Kematian (CFR) terhadap DBD
Faktor yang mempengaruhi: - Faktor yang menghambat : kurangnya SDM secara kuantitas dan kurangnya peran aktif masyarakat - Faktor yang meningkatkan : pelaksanaan tugas yang tidak hanya mengacu pada petunjuk pelaksanaan dan adanya transparansi dana
Untuk memudahkan penelitian ini, maka peneliti membuat kerangka pemikiran seperti gambar diatas dalam rangka mengadakan penelitian tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Dimana pola pemikiran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
dimulai dari tingginya kasus DBD di Kabupaten Boyolali khususnya di Kecamatan Ngemplak.
Dengan
adanya
permasalahan tersebut,
maka perlu
dilakukan
pemberantasan dan penanggulangan terhadap penyakit DBD yang bertujuan untuk menurukan angka kesakitan (Insident Rate) dan angka kematian (Case Fatality Rate) terhadap penyakit DBD. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah organisasi publik yang bertanggung jawab atas tingginya angka kasus penderita penyakit DBD di Boyolali terutama di Kecamatan Ngemplak. Oleh karena itu, pemberantasan dan peanggulangan penyakit DBD harus benar-benar dilakukan secara tuntas. Pemberantasan dan penanggulangan ini diwujudkan dalam bentuk kinerja. Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
tersebut secara nyata akan menunjukkan bagaimana kemampuan
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam membebaskan wilayah Boyolali dari wabah penyakit DBD. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tidak terlepas dari adanya faktor yang menghambat yaitu kurangnya SDM secara kuantitas dan kurangnya peran aktif masyarakat. Faktor penghambat adalah faktor yang harus segera diatasi karena dapat menggangu berjalannya program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali serta dapat berpengaruh terhadap kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Sedangkan faktor yang meningkatkan kinerja tersebut yaitu pelaksanaan tugas yang tidak hanya mengacu pada petunjuk pelaksanaan dan adanya transparansi dana. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan penilaian kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD ini, maka upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Dan pada akhirnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali mampu mewujudkan tujuannya dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yaitu membebaskan wilayah Kecamatan Ngemplak dari wabah penyakit DBD.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara untuk mencapai tujuan penelitian. Metode penelitian ini diperlukan untuk memudahkan peneliti dalam menentukan jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengambilan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk menggambarkan realitas yang cermat terhadap fenomena yang terjadi yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah berdasarkan fakta yang nampak. Dalam penelitian ini penulis menggambarkan fenomena penyakit DBD yang mulai mewabah di Kabupaten Boyolali khususnya di Kecamatan Ngemplak. Penelitian menggunakan metode deskriptif menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2010:3) yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena sosial tertentu. Menggunakan metode deskriptif kualitatif, data-data yang telah terkumpul selain dipaparkan juga dianalisa sesuai dengan apa yang ditemui di lapangan. Data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari pada sekedar angka atau frekuensi. Sifat penelitian semacam ini mampu memperlihatkan secara langsung commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
hubungan transaksi antara peneliti dengan yang diteliti yang memudahkan pencarian kedalaman makna. (H.B. Sutopo, 2002:35)
B. Lokasi Penelitian Terkait dengan data yang diperlukan wilayah sebagi studi penelitian, wilayah atau lokasi yang dijadikan obyek penelitian adalah Kecamatan Ngemplak. Adapun beberapa pertimbangan yang mendorong penulis melakukan penelitian dilokasi tersebut karena Kecamatan Ngemplak merupakan salah satu wilayah yang memiliki jumlah penderita DBD lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang lain di Kabupaten Boyolali. Kepadatan penduduk di Kecamatan Ngemplak yang cukup tinggi sehingga penularan penyakit DBD yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti lebih mudah dari orang satu ke orang lain. Lingkungan di wilayah Ngemplak juga cenderung kurang terawat, padahal lingkungan yang kurang terawat adalah tempat yang berpotensi bagi nyamuk Aedes Aegypti untuk berkembang biak
C. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini adalah menggunakan cuplikan atau sampel pada informan yang dianggap lebih mengetahui tentang informasi yang akan diteliti. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sample sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008:53-54). Penelitian kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak (random sampling). Teknik cuplikannya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
cenderung bersifat “purposive” karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal. Pengambilan sampling diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Teknik purposive sampling ini jumlah sampling tidak ditentukan karena yang terpenting bukan jumlahnya tetapi kelengkapan dan kedalaman informasi yang dapat digali sesuai dengan yang diperlukan bagi pemahaman masalahnya. Dalam pelaksanaan pengumpulan data pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. (Patton dalam HB. Sutopo 2002:56).
D. Sumber Data Menurut H.B. Sutopo (2002:49), “Sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh”. Adapun sumber data yang digunakan dalam pengamatan ini adalah: 1. Data primer Data primer merupakan data yang masih mentah dan asli, yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, dan dikumpulkan oleh penulis selama melakukan pengamatan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan informan yang telah dipilih. Informan yang telah dipilih tersebut adalah :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
a. Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali b. Petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali c. Kepala Puskesmas Ngemplak d. Kader Kesehatan Kecamatan Ngemplak e. Masyarakat yang keluarganya pernah menderita penyakit DBD 2. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumentasi. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang bersumber dari arsip atau dokumen dari instansi yang bersangkutan dan dari buku-buku penunjang dan literatur yang terkait dengan penelitian ini serta catatan-catatan yang ada hubungannya dengan penelitian tentang pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Dokumen-dokumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali b. Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2009 c. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2010 d. Kumpulan Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit DBD e. Petunjuk Bagi Kader dan Tokoh Masyarakat Pada Pencegahan Penyakit DBD f. Catatan Pelaksanaan penyelidikan epidemiologi (PE) g. Daftar PNS Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2010 h. Data Penderita Penyakit DBD di Kabupaten Boyolali commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
i. Data Pelaksanaan Kegiatan Pencegahan Penyakit DBD
E. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan bagian yang sangat penting dalam tiap kegiatan penelitian. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Menurut Lexy J. Moleong (2010:186), “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)”. Menurut Guba dan Lincoln dalam Lexy J. Moleong (2010:188) berpendapat bahwa “Pembagian lain adalah 1) wawancara oleh tim atau panel, 2) wawancara tertutup dan wawancara terbuka, 3) wawancara secara lisan, dan wawancara secara terstruktur dan tak terstruktur”. Dalam pengamatan ini menggunakan teknik wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara dilakukan berdasar pada pedoman wawancara meliputi: a. Produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak b. Responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
c. Akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak 2. Analisis Dokumen dan Arsip H.B. Sutopo (2002:69), berpendapat bahwa : Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan kompleks, dan bahkan bisa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Demikian pula halnya dengan arsip yang pada umumnya berupa catatan-catatan yang lebih formal dibandingkan dengan dokumen.
F. Validitas Data Validitas data yang dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang diperoleh sesuai dengan kenyataan atau fakta. Untuk itu peneliti menggunakan cara trianggulasi data. Menurut Lexy J. Moelong (2010:178), trianggulasi data merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh. Hal ini bertujuan untuk mengecek kebenaran data tersebut dengan cara membandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari narasumber yang lain. Dengan kata lain data akan dikontrol oleh data yang sama namun dengan sumber yang berbeda. Penerapan model triangulasi data dalam penelitian ini yaitu pada saat memperoleh data tentang DBD dari petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Boyolali, peneliti juga membandingkan informasi sejenis kepada Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Dengan demikian data yang diperoleh lebih valid dan dapat dipercaya. Selain itu penerapan model ini juga dilakukan pada saat memperoleh data dari Kepala Puskesmas Ngemplak. Begitu juga dengan data yang diperoleh dari masyarakat di Kecamatan Ngemplak, peneliti melakukan wawancara kepada lebih dari seorang sehingga data yang diperoleh akan lebih valid.
G. Teknik Analisis Data Menurut Patton dalam Lexy J. Moleong (2010:103), analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Proses analisis dilakukan secara bersamaan sebagai sesuatu proses yang jalin-menjalin pada saat, sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data sehingga dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang permasalahan yang diteliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive model of analysis). Dalam model ini terdapat tiga komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam H.B. Sutopo (2002:94-96), ketiga komponen tersebut adalah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Gambar III.1 Model Analisis Interaktif
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Penarikan Simpulan (Sumber: H.B. Sutopo, 2002:96) Tiga komponen analisis yang utama dalam model interaksi ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Reduksi Data Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Bahkan pada saat pengumpulan data, reduksi data dapat berupa memusatkan tema dan membuat batas-batas permasalahan. Proses ini terus berlangsung sampai laporan penelitian selesai ditulis. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan pada saat penulis mendapatkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dan masyarakat di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Kecamatan Ngemplak tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Penulis kemudian menyederhanakan data tersebut dengan mengambil data-data yang mendukung dalam pembahasan penelitian ini. Sehingga data-data tersebut mengarah pada kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. 2. Penyajian Data Penyajian data adalah suatu rangkaian informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan dapat mengerti tentang apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisa/ tindakan lain berdasarkan penelitian tersebut. Penyajikan data dalam penelitian ini peneliti mendiskripsikan data-data tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dalam bentuk narasi. Sehingga makna dari peristiwa-peristiwa yang ditemui lebih mudah dipahami. 3. Penarikan kesimpulan Dalam awal pengumpulan data, peneliti harus memulai mengerti arti dalam hal-hal yang ditemui tentang Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi untuk kemudian dibuat suatu kesimpulan. Pada awalnya kesimpulan tersebut kurang jelas kemudian makin meningkat dan memiliki landasan yang kuat. Setelah sajian data telah tersusun, selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan akhir. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. Dengan demikian, dengan model analisis interaktif yang digunakan penarikan kesimpulan dapat dipertangungjawabkan. Ketiga komponen tersebut berinteraksi dengan proses pengumpulan data sehingga membentuk suatu siklus. Apabila dalam penelitian, data yang terkumpul dirasakan cukup kuat mendukung proses analisa maka dapat disusun pertanyaan baru untuk mengumpulkan data kembali, begitu seterusnya sampai penarikan kesimpulan akhir sehingga analisis yang dihasilkan cukup mantap.
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Ngemplak a. Kondisi Geografis Kecamatan Ngemplak secara administratif terletak diwilayah Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan Ngemplak adalah sebuah daerah yang terletak diantara 110° 22 BT dan 7° 36 LS di kaki Gunung Merbabu, dengan ketinggian 200 - 600 meter di atas permukaan laut. Letak geografis terletak diantara Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar. Luas wilayah Kecamatan Ngemplak adalah 3.852,70 ha terbagi dalam 12 desa. Desa Sobokerto adalah desa terluas wilayahnya yaitu 4.974 km² sedangkan yang terkecil luasnya adalah Desa Donohudan seluas 2.445 km². Kecamatan Ngemplak memiliki curah hujan 2.291 mm dengan jumlah hari hujan 102 hh. Wilayah Kecamatan Ngemplak dibatasi oleh : 1) Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali 2) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali 3) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar
commit to user
72
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta b. Topografi Kecamatan Ngemplak berada pada ketinggian kurang lebih 150 m diatas permukaan air laut (mdpl). Luas Kecamatan Ngemplak adalah 3.852,70 Ha dengan rincian sebagai berikut : 1) Tanah Sawah
: 1.515,79 Ha
2) Tanah Tegal/Ladang
: 297.362,1 Ha
3) Tanah Pekarangan
: 1,210,28 Ha
4) Tambak/Kolam
: 3,80 Ha
5) Waduk
: 306,89 Ha
6) Lain-lain
: 784,46 Ha
c. Keadaan Demografis Keadaan demografis
dapat
memberikan
gambaran tentang
penduduk Kecamatan Ngemplak baik jumlah maupun penggolongannya. Data demografi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam mengambil kebijakan, terutama dalam mengambil arah kebijakan yang akan diarahkan pada penduduk daearah dalam mengambil arah kebijakan yang akan diarahkan pada penduduk daerah mana dan golongan yang mana, termasuk pula dalam progam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Berikut ini adalah tabel kepadatan penduduk Kecamatan Ngemplak berdasarkan desa yang terdapat di Kecamatan Ngemplak : commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.1 Kepadatan Penduduk Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 No
Desa
Luas Wilayah (km²) 1 Ngargorejo 3.066 2 Sobokerto 4.974 3 Ngesrep 4.021 4 Gagaksipat 2.556 5 Donohudan 2.445 6 Sawahan 2.658 7 Pandeyan 2.564 8 Kismoyoso 3.779 9 Dibal 2.796 10 Sindon 2.571 11 Manggung 4.223 12 Giriroto 2.865 Jumlah 39 Sumber : Puskesmas Ngemplak
Jumlah Penduduk 3.470 5.774 6.160 5.910 6.189 7.994 6.801 6.187 5.959 4.935 6.088 5.469 70.861
Kepadatan Penduduk /km² 1.132 1.161 1.532 2.312 2.531 2.979 2.652 1.637 2.131 1.919 1.442 1.979 1.840
Dengan melihat data tabel kepadatan penduduk Kecamatan Ngemplak pada tahun 2010 diatas nampak bahwa kepadatan penduduk Kecamatan Ngemplak bervariasi. Kepadatan penduduk paling besar terdapat di Desa Sawahan dengan kepadatan sebesar 2.979 per km² sedangkan desa yang memiliki kepadatan paling kecil terdapat di Desa Ngargorejo yaitu dengan kepadatn sebesar 1.132 per km². Berdasarkan jumlah penduduk Kecamatan
Ngemplak menurut
kelompok umur dan jenis kelamin pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.2 Jumlah penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kelompok Umur (Th) Laki-Laki (2) (3) <1 489 1-4 2.362 5-9 2.997 10-14 3.465 15-19 2.858 20-24 2.945 25-29 2.970 30-34 2.757 35-39 2.258 40-44 2.341 45-49 2.338 50-54 1.818 55-59 1.413 60-64 1.588 65-69 1.621 70-74 463 75+ 232 Jumlah 34.895 Sumber : Puskesmas Ngemplak
Perempuan (4) 556 1.893 2.831 3.100 2.590 2.759 2.870 3.143 2.539 2.920 2.406 1.823 1.730 1.640 2.216 633 317 35.966
Jumlah (5) 1.045 4.255 5.808 6.565 5.448 5.704 5.840 5.900 4.797 5.261 4.744 3.641 3.143 3.228 3.837 1.096 548 70.861
Berdasarkan data jumlah penduduk Kecamatan Ngemplak menurut kelompok umur pada tahun 2010 terdapat pengelompokan jumlah penduduk pada usia-usia tertentu. Jumlah penduduk terbesar terdapat pada golongan usia 10-14 tahun dengan jumlah sebanyak 6.565 dari jumlah keseluruhan penduduk, jumlah ini terbagi dalam dua buah bagian yaitu sebanyak 3.465 orang laki-laki dan 3.100 orang perempuan. d. Sarana dan Prasarana 1) Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang memadai sangat diperlukan dalam commit to user program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kecamatan Ngemplak, sebab tanpa adanya sarana kesehatan yang memadai , program ini mustahil akan berhasil . Berikut ini data sarana kesehatan dan dokter di Kecamatan Ngemplak pada tahun 2010 : Tabel IV. 3 Jumlah Sarana Kesehatan Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 No
Desa
Polides
(1) (2) (3) 1 Ngargorejo 1 2 Sobokerto 1 3 Ngesrep 1 4 Gagaksipat 1 5 Donohudan 1 6 Sawahan 1 7 Pandeyan 1 8 Kismoyoso 1 9 Dibal 1 10 Sindon 1 11 Manggung 1 12 Giriroto 1 Jumlah 12 Sumber : Puskesmas Ngemplak
Puskesmas Puskesmas Rumah Pembantu Bersalin (4) (5) (6) 1 1 1 1 1 1
Praktek Dokter (7) 2 2 1 2 4 1 1 1 14
Pos KB
Dari data diatas nampak bahwa jumlah sarana kesehatan di Kecamatan Ngemplak cukup memadai yakni berjumlah 41 buah, jumlah itu berupa Polides, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Bersalin, Praktek Dokter dan Pos KB. Sarana kesehatan ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang cepat dan memuaskan bagi masyarakat, khususnya bagi para penderita DBD. Tenaga kesehatan juga sangat penting bagi sukses atau tidaknya pelaksanaan program kesehatan, khususnya program pemberantasan commit to user dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. Tanpa
(8) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adanya tenaga kesehatan yang memadai maka jumlah yang diharapkan tidak dapat tercapai. Di Kecamatan Ngemplak jumlah tenaga kesehatan yang meliputi dokter berjumlah 14 orang, mantri kesehatan/perawat berjumlah 25 orang, bidan berjumlah 43 orang. Jumlah tenaga kesehatan ini diharapkan mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan kesehatan di Kecamatan Ngemplak. Selain sarana kesehatan yang telah disebutkan diatas, masih terdapat sarana yang sangat penting dalam kaitannya dengan program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yaitu sarana air bersih. Hal ini dikatenakan air merupakan tempat berkembang biaknya nyamuk yang merupakan vektor perantara penularan penyakit DBD. Sarana air bersih yang sehat dapat menghambat penyebarluasan penyakit DBD. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali disimpulkan bahwa cakupan penggunaan air bersih di Kecamatan Ngemplak paada tahun 2010 sebesar 83,294 %. Jumlah seluruh air bersih di Kecamatan Ngemplak 67.873. Sarana ini meliputi 62.063 sumur gali, 5.282 sumur pompa tangan, dan 528 PDAM. 2) Sarana Perekonomian Sarana perekonomian termasuk hal yang paling mempengaruhi dalam
melancarkan
pelaksanaan
program
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. Berikut ini commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah data sarana perekonomian di Kecamatan Ngemplak setiap desa tahun 2010 : Tabel IV.4 Jumlah Sarana Perekonomian Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 No
Desa
Pasar Umum 1 Ngargorejo 2 Sobokerto 3 Ngesrep 1 4 Gagaksipat 5 Donohudan 1 6 Sawahan 7 Pandeyan 8 Kismoyoso 9 Dibal 1 10 Sindon 11 Manggung 12 Giriroto Jumlah 3 Sumber : Puskesmas Ngemplak
Pasar Desa 1 1 2
Toko 1 5 4 10
Bank Lainnya 3 1 1 3 8
Dengan melihat data jumlah sarana atau fasilitas perekonomian yang ada di Kecamatan Ngemplak, maka dapat dikatakan memadai untuk mencukupi kebutuhan masyarakat di Kecamatan Ngemplak. Kecamatan Ngemplak sebagai daerah yang tidak terlalu besar memiliki pasar umum berjumlah 3 buah, toko berjumlah 10 buah, dan bank berjumlah 8 buah. Sarana ini telah mencukupi bagi warga Kecamatan Ngemplak. Untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari tanpa harus keluar jauh dari rumah.
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali a. Dasar Hukum Berdirinya Organisasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 363 Tahun 1977, Dinas Kesehatan Kabupaten Daerah Tingkat II Boyolali dinamakan Dinas Kesehatan Rakyat Kabupaten Dearah Tingkat II Boyolali yang mempunyai susunan organisasi sebagai berikut : Kepala Dinas, Subag, Tata Usaha yang membawahi tiga kepala uruan dan tiga kepala seksi yang membawahi masing-masing tiga kepala sub seksi. Dengan perkembangan jaman dan kebutuhan Dinas Kesehatan Rakyat Kabupaten Daerah Tingkat II Boyolali dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1981 dirubah menjadi Dinas Kesehatan Kabupaten Daerah Tingakat II Boyolali. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah dan penghapusan sebagian Departemen maka Dinas Kesehatan Kabupaten Tingkat II Boyolali dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2001 dirubah menjadi Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Boyolali, dengan susunan organisasi sebagai berikut : Kepala Dinas, Kepala Bagian Tata Usaha yang membawahi empat subagian, dan empat subdinas yang masing-masing membawahi empat kepala seksi. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Kedudukan dan tugas Pokok Dinas Daerah Kabupaten Boyolali berubah nama menjadi Dinas Kesehatan.
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Gambaran masyarakat di Kabupaten Boyolali di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan di bidang kesehatan adalah masyarakat yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup yang sehat, mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi–tingginya. Untuk mewujudkan gambaran keadaan
masyarakat
Kabupaten
Boyolali
dimasa
depan
melalui
pembangunan kesehatan, maka dirumuskan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yaitu : “Terwujudnya Masyarakat Boyolali yang Sehat dan Sejahtera 2010”. Misi mencerminkan tugas, fungsi dan kewenangan organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang mempunyai akuntabilitas terhadap pencapaian Visi “Terwujudnya Masyarakat Boyolali yang Sehat dan Sejahtera 2010”. Untuk mewujudkan Visi tersebut, pembangunan kesehatan di Kabupaten Boyolali mempunyai Misi sebagai berikut : 1) Mendorong kemandirian masyarakat dalam upaya mewujudkan perilaku hidup sehat dan lingkungan yang sehat 2) Meningkatkan keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan yang berkualitas 3) Mengelola dan mengembangkan kebijakan dan manajeman dibidang kesehatan termasuk penelitian dan pengembangannya commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Meningkatkan
taraf
kesejahteraan
sosial
melalui
peningkatan
partisipasi sosial terhadap kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) c. Tugas, Fungsi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembangunan di bidang kesehatan. Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana di maksud dalam ayat (1) Dinas Kesehatan mempunyai fungsi : 1) Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan 2) Pemberian saran-pendapat kepada Bupati dalam memecahkan masalah di bidang kesehatan 3) Perencanaan,
pengoordinasian,
pengawasan
dan
pengendalian
program-program bidang kesehatan 4) Pemberian perijinan dan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan 5) Pengelolaan urusan Ketatausahaan dinas meliputi perencanaan dan informasi kesehatan, kepegawaian, keuangan, dan umum 6) Pengelolaan Program/Kegiatan Pelayanan Kesehatan 7) Pengelolaan Program/Kegiatan Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 8) Pengelolaan Program/Kegiatan Kesehatan Lingkungan 9) Pengelolaan Program/Kegiatan Promosi dan Kesehatan Institusi commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Pelaksanaan
kegiatan
konsultasi,
koordinasi,
komunikasi
dan
kerjasama dengan Dinas terkait, atau pihak lain dalam upaya peningkatan
upaya
pelayanan
kesehatan,
kesehatan
keluarga,
pencegahan, pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan, serta promosi kesehatan Tujuan dari pembangunan kesehatan terwujudnya masyarakat Boyolali yang sehat dan sejahtera 2010 adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan kemandirian individu, keluarga, masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat 2) Terwujudnya
pembangunan
berwawasan
kesehatan,
kualitas
lingkungan dan perilaku hidup sehat 3) Terwujudnya kesehatan individu keluarga dan masyarakat melalui peningkatan, pemerataan, keterjangkauan serta meningkatkan kwalitas pelayanan
kesehatan
perorangan
dan
masyarakat
yang
berkesinambungan 4) Terwujudanya upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit melalui survelains, pengendalian faktor resiko dan penangganan serta KLB dan Berencana 5) Menurunkan prevelensi gizi kurang pada balita dan meningkatkannya Kemandirin Keluarga dalam upaya perbaikan gizi 6) Tesedianya tenaga yang professional sesuai dengan kompetensi dengan kompetensi dan jumlah yang cukup commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Tersedianya
pelayanan
kefarmasian
meningkatnya
kemantapan
kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan serta kesejahteraan sosial yang terpadu, efisien, rasional dan akuntabel Sasaran pembangunan kesehatan dalam rangka
terwujudnya
masyarakat Boyolali yang sehat dan sejahtera 2010 adalah sebagai berikut: 1) Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah yang bersih dan berwibawa konstitusional dan efektif 2) Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu 3) Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak dan sehat 4) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan d. Strategi, Kebijakan, dan Program Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali 1) Strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali a) Strategi Peningkatan Kerja (1) Pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM (2) Melaksanakan monitoring dan evaluasi (3) Dukungan dana yang memadai b) Strategi Peningkatan Masalah Dan Langkah Antisipatif Yang Akan Diambil (1) Optimalisasi sarana dan prasarana yang ada (2) Peningkatan pemberdayaan SDM kesehatan 2) Kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendidikan kesehatan melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat sejak usia dini b) Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan c) Meningkatkan
pemerataan
dan
keterjangkauan
pelayanan
kesehatan melalui peningkatan jumlah dan kualitas Puskesmas dan jaringannya d) Meningkatkan
kualitas
jaminan
pemeliharaan
kesehatan
masyarakat melalui peningkatan akses secara holistik dan paripurna e) Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit menular dan tidak menular f) Mengembangkan surveilans dengan pemanfaatan sistem informasi di setiap jenjang dalam rangka kewaspadaan dini dan pengendalian faktor resiko g) Meningkatkan kualitas dan pemerataan tenaga kesehatan dan sosial h) Meningkat ketersediaan obat dan perbekalan sarana prasarana kesehatan i) Meningkatkan cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapik obat tradisional, kosmetik serta produk pangan j) Mengembangkan survailans dengan pemanfatan sistem informasi disetiap jenjang dalam rangka kewaspadaan dini dan pengendalian faktor resiko
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
3) Program Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali a) Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, Pemberdayaan Masyarakat b) Program Peningkatan Kesehatan Keluarga, Anak, Remaja dan Lansia c) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan d) Program Perbaikan Gizi Masyarakat e) Program Sumber Daya Masyarakat f) Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya g) Program Kebijakan, Manajemen dan Pelayanan serta Sumber Daya Kesehatan e. Susunan dan Struktur Organisasi Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali diatur dengan Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali, yaitu sebagai berikut : 1) Kepala 2) Sekretaris, membawahi : a) Sub Bagian Keuangan b) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian c) Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan 3) Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi : a) Seksi Kesehatan dan Rujukan commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Seksi Farmasi Makanan, Minuman, dan Obat Asli Indonesia c) Seksi Akreditasi dan Kendali Mutu 4) Bidang Pencegahan,
Pemberantasan
Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan (P3PL), membawahi : a) Seksi Pencegahan dan Survailans b) Seksi Pemberantasan Penyakit c) Seksi Penyehatan Lingkungan 5) Bidang Kesehatan Keluarga, membawahi : a) Seksi Kesehatan Ibu dan Anak b) Seksi Gizi c) Seksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi 6) Bidang Promosi, Kesehatan Institusi, dan Litbang, membawahi : a) Seksi Promosi dan Informasi Kesehatan b) Seksi Kesehatan Institusi dan Pemberdayaan Masyarakat c) Seksi Pembiayaan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 7) Unit Pelaksana Teknis 8) Kelompok Jabatan Fungsional Bedasarkan Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali, maka struktur organisasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat digambarkan sebagai berikut :
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar IV.1 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SEKRETARIAT
SUB BAG UMUM & KEPEGAWAIAN
BIDANG PELAYANAN KESEHATAN
BIDANG PENCEGAHAN PEMBERANTASAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
SEKSI KESEHATAN DASAR & RUJUKAN
SEKSI PENCEGAHAN & SURVAILANS
SEKSI FARMASI, MAKANAN, MINUMAN, OBAT ASLI INDONESIA
SEKSI PEMBERANTASAN PENYAKIT
SEKSI AKREDITASI & KENDALI MUTU (QUALITY ASSURANCE)
SUB BAG KEUANGAN
SUB BAG PERENCANAAN & PELAPORAN
BIDANG KESEHATAN KELUARGA
BIDANG PROMOSI, KESEHATAN INSTITUSI DAN LITBANG
SEKSI KESEHATAN IBU DAN ANAK
SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI KESEHATAN
SEKSI GIZI
SEKSI KESEHATAN INSTITUSI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
SEKSI KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI
SEKSI PEMBERDAYAAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN
UPTD
UPTDdan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumber : Sub Bagian Perencanaan Boyolali commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali diatur dengan Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali, yang disesuaikan dengan masing–masing jabatan yang diemban, yaitu : 1) Kepala Dinas Mempunyai tugas pokok memimpin dan mengkoordinasi pelaksanaan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonom dan tugas pembantuan di bidang penyelenggaraan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepala Dinas mempunyai fungsi : a) Merumuskan kebijakan teknis di bidang kesehatan b) Menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja, dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas c) Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Dinas Kesahatan d) Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan kepada atasan e) Mendristibusikan tugas, memberikan petunjuk, dan arahan kepada bawahan f) Menelaah perturan perundang-undangan di bidang kesehatan g) Merencanakan,
mengoordinasikan,
mengawasi,
mengendalikan program-program di bidang kesehatan commit to user
dan
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h) Memberikan perijinan dan melaksanakan pelayanan kesehataan i) Melaksanakan pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas bidang kesehatan j) Melaksanakan pembinaan terhadap unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta k) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Dinas l) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan serta memberikan DP3 kepada bawahan m) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai bidang tugasnya 2) Sekretariat Sekretariat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan surat menyurat, rumah tangga, hubungan masyarakat, keprotokolan, urusan umum dan kepegawaian, keuangan, barang, perencanaan dan pelaporan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Sekretariat mempunyai fungsi : a) Pengoordinasian, penyiapan perumusan bahan kebijakan teknis di bidang kesehatan b) Pengoordinasian dan pelaksanaan pengelolaan keuangan c) Pengoordinasian dan pelaksanaan pengelolaan urusan umum dan kepegawaian commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Pengoordinasian dan pelaksanaan program/kegiatan, perencanaan dan pelaporan Sekretariat membawahi 3 subbagian yaitu : a) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan
pengelolaan
dan
pengolahan
administrasi umum meliputi surat menyurat, kearsipan, rumah tangga,
hubungan
masyarakat,
keprotokolan
umum
dan
administrasi kepegawaian serta pengelolaan barang. b) Sub Bagian Keuangan Sub
Bagian
Keuangan
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan administrasi penatausahaan keuangan, pengelolaan keuangan dan pertanggungjawaban administrasi keuangan. c) Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengumpulan data penyusunan dokumen satuan kerja dan rencana anggaran, menilai serta menyusun laporan. 3) Bidang Pelayanan Kesehatan Bidang Pelayanan
Kesehatan
mempunyai
tugas
pokok
merencanakan, mengawasi, dan mengendalikan upaya pelayanan kesehatan dasar, upaya pelayanan kesehatan rujukan, upaya pelayanan commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesehatan khusus, upaya pelayanan kefarmasian, perijinan dan akreditasi pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai fungsi : a) Perencanan, pengawasan, dan pengendalian di bidang upaya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan b) Perencanaan,
pengawasan,
dan
pengendalian
di
bidang
kefarmasian dan Obat Asli Indonesia (OAI) c) Peencanaan, pengawasan, dan pengendalian di bidang akreditasi dan kendali mutu termasuk perijinan Bidang Pelayanan Kesehatan membawahi 3 seksi yaitu : a) Seksi Kesehatan Dasar dan Rujukan Seksi Kesehatan Dasar dan Rujukan mempunyai tugas pokok merencanakan, mengawasi dan megendalikan upaya pelayanan kesehatan dasar, upaya pelayanan kesehatan rujukan dan upaya pelayanan kesehatan khusus. b) Seksi Farmasi, Makanan, Minuman, dan Obat Asli Indonesia (OAI) Seksi Farmasi, Makanan, Minuman, dan Obat Asli Indonesia
(OAI)
mempunyai
tugas
pokok
merencanakan,
mengawasi dan mengendalikan pelayanan kefarmasian, makanan, dan minuman serta pemanfaatan Obat Asli Indonesia (OAI). c) Seksi Akreditasi dan Kendali Mutu commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seksi Akreditasi dan Kendali Mutu mempunyai tugas pokok merencanakan, mengawasi dan mengendalikan serta melaksanakan kegiatan akreditasi dan kendali mutu pelayanan kesehatan termasuk perijinan/merekomendasi sarana pelayanan kesehatan. 4) Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL) Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(P3PL)
mempunyai
tugas
pokok
merencanakan,
mengoordinasi dan mengendalikan program/kegiatan pencegahan dan survailans pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan. Dalam
melaksanakan
tugas
pokok
tersebut,
Bidang
Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL) mempunyai fungsi : a) Merencanakan, program/kegiatan
mengoordinasikan, pencegahan
penyakit
dan
melaksanakan
termasuk
pelayanan
imunisasi disektor pemerintah maupun swasta b) Merencanakan, program/kegiatan
mengoordinasikan, survelians
dan
epidemiologi
melaksanakan dan
penyelidikan
Kejadian Luar Biasa (KLB) c) Merencanakan,
mengoordinasikan,
dan
melaksanakan
program/kegiatan pemberantasan penyalit menular dan penyakit tidak menular
commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Merencanakan,
mengoordinasikan,
dan
melaksanakan
program/kegiatan peningkatan penyehatan lingkungan Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL) membawahi 3 seksi yaitu : a) Seksi Pencegahan dan Survailans Seksi Pencegahan dan Survailans mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan upaya Pencegahan dan Survailans penyakit menular serta tidak menular. b) Seksi Pemberantasan Penyakit Seksi Pemberantasan Penyakit mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan dan mengendalikan kegiatan pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular baik yang dilakukan pemerintah, swasta dan masyarakat. c) Seksi Penyehatan Lingkungan Seksi Penyehatan Lingkungan mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan dan mengendalikan kegiatan Penyehatan Lingkungan. 5) Bidang Kesehatan Keluarga Bidang
Kesehatan
Keluarga
mempunyai
tugas
pokok
merencanakan, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatankegiatan kesehatan ibu , anak, gizi, keluarga berancana dan kesehatan reproduksi serta kesehatan lanjut usia (lansia) commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Kesehatan Keluarga mempunyai fungsi : a) Perencanaan,
pengoordinasian,
dan
pelaksanaan
kegiatan
dan
pelaksanaan
kegiatan
kesehatan ibu dan anak b) Perencanaan,
pengoordinasian,
pelayanan keluarga berencana, kesehatan reproduksi dan kesehatan lanjut usia c) Perencanaan, pengoordinasian, dan pelaksanaan kegiatan gizi Bidang Kesehatan Keluarga membawahi 3 seksi yaitu : a) Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Seksi Kesehatan Ibu dan Anak mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan dan mengendalikan kegiatankegiatan kesehatan ibu dan anak. b) Seksi Gizi Seksi Gizi mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan dan mengawasi Upaya Perbaikan Gizi. c) Seksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Seksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan dan dan
mengendalikan
kegiatan-kegiatan
keluarga
berencana,
kesehatan reproduksi dan kesehatan Lanjut Usia (Lansia).
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Bidang
Promosi,
Kesehatan
Institusi,
Peneitian
dan
Pengembangan Bidang Pengembangan
Promosi,
Kesehatan
mempunyai
Institusi,
tugas
pokok
Peneitian
dan
merencanakan,
mengoordinasikan, dan mengendalikan program/kegiatan promosi dan informasi
kesehatan,
kesehatan
institusi
dan
pemberdayaan
masyarakat, pembiayaan kesehatan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Promosi, Kesehatan Institusi, Peneitian dan Pengembangan mempunyai fungsi : a) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian program/kegiatan upaya promosi dan informasi kesehatan. b) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian program/kegiatan upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat c) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian program/kegiatan upaya pembiayaan kesehatan dan Litbangkes Bidang
Promosi,
Kesehatan
Institusi,
Peneitian
dan
Pengembangan membawahi 3 seksi yaitu : a) Seksi Promosi dan Informasi Kesehatan Bidang Promosi dan Informasi Kesehatan mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan upaya promosi dan informasi kesehatan. b) Seksi Kesehatan Institusi dan Pemberdayaan Masyarakat commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seksi Kesehatan Institusi dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan
kesehatan
institusi
dan
pemberdayaan masyarakat. c) Seksi Pembiayaan, Penelitian, dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Seksi
Pembiayaan,
Penelitian,
dan
Pengembangan
Kesehatan (Litbangkes) mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan,
dan
melaksanakan
program/kegiatan
pembiayaan kesehatan dan Litbangkes. 7) Unit Pelaksana Teknis Unit Pelaksana Teknis mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan, dan mengendalikan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) di wilayah kerjanya. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Unit Pelaksana Teknis mempunyai fungsi : a) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di wilayah kerjanya b) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) di wilayah kerjanya c) Pengoordinasian dan penyelanggaraan administrasi UPT Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di wilayah kerjanya commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan fungsional di bidang masing-masing sesuai dengan keahliannya. g. Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dalam rangka perwujudan terlaksananya setiap tugas secara efektif, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali haruslah memiliki SDM aparatur dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Kualitas yang memadai maksudnya agar mutu penyelenggaraan tugas berjalan dengan baik sedangkan kuantitas yang memadai maksudnya dapat menjangkau pelayanan kepada masyarakat secara lebih luas dalam menciptakan derajat kesehatan yang optimal. Berikut ini disajikan identifikasi pegawai yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali pada Tahun 2010 berdasarkan berbagai kategori : 1) Struktur Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin Struktur pegawai berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini, dimana jumlah pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali secara keseluruhan pada keadaan Tahun 2010 adalah sebanyak 1041 orang.
commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.5 Struktur Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010 Jenis Kelamin Jumlah % Laki – Laki 328 31,51 Perempuan 713 68,49 Jumlah 1041 100 Sumber : Lakip Tahun 2010 Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah pegawai perempuan lebih banyak dari jumlah pegawai laki-laki, tercatat sebanyak 713 Pegawai (68,49 %) pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berjenis kelamin perempuan dan 328 pegawai (31,51 %) Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang berjenis kelamin laki-laki. Jumlah tersebut menunjukan bahwa keterlibatan perempuan dalam bekerja lebih besar dari pada laki-laki. 2) Struktur Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimiliki pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali bervariasi, dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Hal ini disebabkan dengan kebutuhan bidang tugas dan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan formal yang ditempuh pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolai dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.6 Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 No Tingkat Pendidikan Jumlah % 1 SD 17 1,63 2 SMP 39 3,75 3 SMA/ SMEA/ STM 270 25,94 4 DI 187 17,96 5 DII 6 DIII 361 34,68 7 D-IV 8 0,77 8 S-1/ SARJANA 152 14,60 9 S-2/ PASCA SARJANA 7 0,67 Jumlah 1041 100 Sumber : Lakip Tahun 2010 Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan tabel diatas bisa dilihat tingkat pendidikan dari pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Semua pegawai telah menempuh pendidikan dasar. Pendidikan paling tinggi dari pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah S-2/PASCA SARJANA tercatat sebanyak 7 pegawai (0,67 %). Struktur pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berdasarkan tingkat pendidikan paling banyak berpendidikan akhir DIII sebanyak 361 pegawai (34,68 %). Kemudian yang berpendidikan akhir S-1/SARJANA sebanyak 152 pegawai (14,60 %), D-IV sebanyak 8 pegawai (0,77 %), D-1 sebanyak 187 pegawai (17,96 %), SMA/ SMEA/ STM sebanyak 270 pegawai (25,94 %), SMP sebanyak 39 pegawai (3,75 %), dan ada yang berpendidikan akhir SD sebanyak 17 pegawai (1,63 %).
commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Struktur Pegawai Berdasarkan Tingkat Golongan Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terbagi dalam beberapa pangkat / golongan sebagaimana mestinya Pegawai Negeri Sipil (PNS) mulai dari PTT, golongan 1/a hingga IV/c. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam tabel berikut ini : Tabel IV.7 Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan Pangkat / Golongan Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tingkat Golongan Jumlah % PTT 97 9,32 I/a 5 0,48 I/b I/c 7 0,67 I/d II/a 99 9,51 II/b 111 10,66 II/c 133 12,78 II/d 112 10,76 III/a 102 9,80 III/b 187 17,96 III/c 127 12,20 III/d 45 4,32 IV/a 10 0,96 IV/b 4 0,38 IV/c 2 0,20 Jumlah 1041 100 Sumber : Lakip Tahun 2010 Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari keseluruhan dari pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, pegawai yang memiliki jangkauan golongan tertinggi adalah golongan IV/c yang hanya tercatat 2 pegawai (0,20 %) dan jangkauan golongan yang paling rendah adalah golongan I/a dengan jumlah pegawai 5 (0,48 %) dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
jumlah PTT tercatat 97 (9,32 %). Jumlah pegawai paling banyak adalah pegawai dengan golongan III/b sebanyak 187 pegawai (17,96 %), sedangkan jumlah pegawai paling sedikit adalah pegawai dengan golongan IV/c tercatat 2 pegawai (0,20 %). h. Derajat Kesehatan Situasi derajat kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2010 adalah sebagai berikut : a. Angka Kematian 1) Angka Kematian Ibu (AKI) yang dilaporkan di Kabupaten Boyolali masih cukup tinggi 147,99 per 100.000 kelahiran hidup (target MDGs 118 per 100.000 KH pada tahun 2015) 2) Angka Kematian Bayi (AKB) dilaporkan sebesar 8,88 per 1.000 kelahiran hidup 3) Angka Kematian Balita (AKABA) dilaporkan sebesar 1,17 per 1.000 KH b. Angka Kesakitan 1) Angka Kesakitan DBD sebesar 35,09 per 100.000 penduduk dengan CFR (Case Fatality Rate) sebesar 1,2% 2) Angka kesembuhan penyakit TB Paru sebesar 98,7%, namun angka penemuan penderita TB Paru relatif masih rendah baru mencapai 17,14% 3) Angka Kesakitan Diare sebesar 14,67% 4) Angka Kesakitan Malaria sebesar 0,02 per1.000 penduduk commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i. Pembiayaan Kesehatan Tabel IV.8 Anggaran Kesehatan Kabupaten/Kota Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No
1 2 3
Sumber Biaya Anggaran Kesehatan Bersumber: APBD KAB/KOTA APBD PROVINSI APBN : - Dana Alokasi Khusus (DAK) - ASKESKIN - Lainnya Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) Sumber Pemerintah Lainnya
Alokasi Anggaran Kesehatan Rupiah % 43.428.520.000 569.646.000
77,43 1,02
7.415.000.000 3.946.680.000 726.073.000 -
13,22 7,04
Total Anggaran Kesehatan 56.085.919.500 Total APBD KAB/KOTA 892.987.309.000 % APBD Kesehatan Thd APBD KAB/KOTA Anggaran Kesehatan Perkapita 58.93 Sumber : Sekretariat Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
100,00
4 5
0,00 0,00
4,86
Dari tabel diatas bisa dilihat total anggaran kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2009 sebesar Rp. 56.085.919.500,00 atau sebesar 4,86 dari total APBD KAB/KOTA sebesar Rp. 892.987.309.000,00. j. Tenaga dan Sarana Kesehatan Gambaran tenaga kesehatan yang ada di wilayah Kabupaten Boyolali dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Jenis Tenaga Kesehatan Jenis kesehatan dikelompokan menjadi 7 yaitu : 1) Tenaga medis : Dokter Spesialis, Dokter Umum, dan Dokter Gigi 2) Tenaga kefarmasian : Apoteker, S1 Farmasi, DIII Farmasi, Asisten, dan Apoteker
commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Tenaga keperawatan : Sarjana Keperawatan, DIII Perawat dan lulusan SPK 4) Tenaga Bidan : DIII Bidan dan Bidan 5) Tenaga Kesmas : SKM, M.Kes, dan MPH 6) Tenaga Teknisi Medis : Analisis, TEM dan Penata Rontgent, Penata Anestesi, Fisioterapi 7) Tenaga Sanitasi : lulusan SPPH, APK dan DIII Kesling b. Persebaran Tenaga Kesehatan Untuk tenaga medis (63,93%), farmasi (59,32%) dan teknisi medis (52,56%) sebagian besar terdistribusi di rumah sakit. Hal ini disebabkan karena rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan rujukan yang menerima kasus-kasus rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan Strata I sehingga memerlukan lebih banyak tenaga medis untuk penanggannya. Disamping itu rumah sakit juga merupakan pusat pelayanan kesehatan perorangan (individu). Tenaga gizi (66,67%) dan sanitasi (65,85%) sebagian besar ada di puskesmas sedangkan untuk tenaga kesehatan masyarakat sebagian besar (80%) ada di Dinas Kesehatan masyarakat c. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Rasio tenaga kesehatan terhadap 100.000 penduduk di wilayah Kabupaten Boyolali dapat digambarkan dalam tabel berikut :
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.9 Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2010 No.
Jenis Tenaga
Jumlah Tenaga
Penduduk
Medis a. Dokter spesialis 57 951.717 b. Dokter umum 125 951.717 c. Dokter gigi 37 951.717 2 Bidan 349 951.717 3 Perawat 414 951.717 4 Kefarmasian 65 951.717 5 Sanitasi 41 951.717 6 Gizi 42 951.717 7 Teknisi medis 78 951.717 8 Kesmas 20 951.717 Jumlah 1228 951.717 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Rasio/100.000 Penduduk
1
5,99 13,13 3,89 36,67 43,50 6,83 4,31 4,41 8,20 2,10 129,03
Dari tabel diatas dapat diartikan setiap 100.000 penduduk di wilayah Kabupaten Boyolali dialayani oleh 5-6 orang dokter spesialis, 13-14 orang dokter umum dan 3-4 orang dokter gigi. Rasio bidan dan perawat terhadap penduduk lebih besar dimana setiap 100.000 penduduk dilayani oleh 36-37 orang bidan dan 43-44 orang perawat. Sedangkan untuk tenaga kesehatan lain seperti farmasi, sanitasi, gizi, teknisi medis dan kesmas masing-masing 6-7 tenaga farmasi, 4-5 sanitarian, 4-5 tenaga gizi, 8-9 orang teknisi medis dan 2-3 tenaga kesmas melayani 100.000 penduduk Boyolali. Sedangkan sarana kesehatan di Kabupaten Boyolali, terdapat 10 rumah sakit pada tahun 2010 yang terdiri dari 3 rumah sakit milik pemerintah dan 7 rumah sakit milik swasta. Sedangkan puskesmas di commit to user wilayah Kabupaten Boyolali berjumlah 14 buah diantaranya adalah
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
puskesmas dengan fasilitas rawat inap. Rasio puskesmas terhadap penduduk di wilayah Kabupaten Boyolali sebesar 3,05 per 100.000 penduduk. Hal ini berarti setiap 100.000 penduduk dilayani 3-4 unit puskesmas. Sementara itu bila dibandingkan dengan konsep wilayah kerja puskesmas dimana sasaran yang dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk, maka dengan jumlah penduduk 951.717 jiwa setidaknya jumlah puskesmas di Kabupaten Boyolali sudah bisa dikembangkan menjadi 31 unit puskesmas.
commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
k. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Tabel IV.10 Jumlah Posyandu Menurut Kecamatan Kabupaten Boyolali Tahun 2010 Jumlah Posyandu Pratama Madya Purnama Mandiri 1 Selo Selo 7 32 26 7 2 Ampel Ampel I 38 38 16 1 Ampel II 5 14 16 3 Cepogo Cepogo 6 25 40 11 4 Musuk Musuk I 32 30 12 Musuk II 11 20 18 2 5 Boyolali Boyolali I 64 Boyolali II 3 22 16 8 Boyolali III 5 13 21 6 Mojosongo Mojosongo 18 31 53 15 7 Teras Teras 11 29 41 3 8 Sawit Sawit I 2 34 7 1 Sawit II 9 7 8 3 9 Banyudono Banyudono I 6 18 26 13 Banyudono II 5 25 12 10 Sambi Sambi I 9 22 16 2 Sambi II 4 10 14 12 11 Ngemplak Ngemplak I 32 44 24 13 12 Nogosari Nogosari 8 43 48 13 Simo Simo 5 37 50 14 Karanggede Karanggede 8 27 33 4 15 Klego Klego I 13 7 10 10 Klego II 1 7 19 6 16 Andong Andong 21 63 2 5 17 Kemusu Kemusu I 2 21 4 Kemusu II 1 24 14 18 Wonosegoro Wonosegoro I 16 24 3 2 Wonosegoro II 4 19 3 10 19 Juwangi Juwangi 2 42 11 Jumlah (Kab/Kota) 242 690 560 275 Sumber : Bidang Promkes Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali No
Kecamatan
Puskesmas
Dari tabel diatas dapat dilihat wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang commit terbagi to atas 19 Kecamatan yang terdiri dari 29 user
Jumlah 72 93 35 82 74 51 64 49 39 117 84 44 27 64 42 49 40 113 99 92 72 40 33 91 27 39 45 36 55 1.767
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Puskesmas dengan jumlah Posyandu sebanyak 1.767 dengan rincian : 242 Posyandu Pratama, 690 Posyandu Madya, 560 Posyandu Purnama, dan 275 Posyandu Mandiri.
B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: 1. Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak a. Indikator Produktivitas Produktivitas dalam penelitian ini ditekankan pada sejauh mana upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dan apakah hasilnya sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat diketahui dari kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya dan upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD melalui berbagai commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan atau program yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut : 1) Kegiatan atau program yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan di Kecamatan
Ngemplak
dalam
upaya
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit DBD. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali melakukan berbagai kegiatan dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali di Kecamatan Ngemplak terbagi menjadi 12 desa, yaitu: a) Desa Ngargorejo dengan jumlah rumah/bangunan 1.059 buah dan jumlah penduduk 3.470 jiwa. b) Desa Sobokerto dengan jumlah rumah/bangunan 1.730 buah dan jumlah penduduk 5.774 jiwa. c) Desa Ngesrep dengan jumlah rumah/bangunan 1.592 dan jumlah penduduk 6.160 jiwa. d) Desa Gagaksipat dengan rumah/bangunan 2.984 buah dan jumlah penduduk 5.910 jiwa. e) Desa Donohudan dengan rumah/bangunan 1.543 buah dan jumlah penduduk 6.189 jiwa. f) Desa Sawahan dengan rumah/bangunan 2.262 buah dan jumlah penduduk 7.994 jiwa. commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g) Desa Pandeyan dengan rumah/bangunan 1.720 buah dan jumlah penduduk 6.801 jiwa. h) Desa Kismoyoso dengan rumah/bangunan 1.982 buah dan jumlah penduduk 6.187 jiwa. i) Desa Dibal dengan rumah/bangunan 1.448 buah dan jumlah penduduk 5.959jiwa. j) Desa Sindon dengan rumah/bangunan 1.059 buah dan jumlah penduduk 4.935 jiwa. k) Desa Manggung dengan rumah/bangunan 1.572 buah dan jumlah penduduk 6.088 jiwa. l) Desa Giriroto dengan jumlah rumah/bangunan 1.469 dan jumlah penduduk 5.469 jiwa. (Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali) Berikut dapat dilihat jumlah desa endemis DBD dan jumlah kasus DBD dari tahun 2004 sampai tahun 2010: Tabel IV.11 Jumlah Desa Endemis dan Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010 No.
Tahun
Jumlah Kelurahan Jumlah Kasus Endemis DBD DBD (1) (2) (3) (4) 1 2004 2 20 2 2005 3 31 3 2006 5 27 4 2007 4 54 5 2008 5 76 6 2009 5 48 7 2010 10 68 Sumber: Dinascommit Kesehatan Kabupaten Boyolali to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah kasus DBD di Kecamatan Ngemplak setiap tahunnya cenderung tinggi. Jumlah desa yang menjadi endemis DBD rata-rata 5 desa tiap tahunnya. Selain wilayah yang luas, jumlah penduduk yang banyak dan padat cenderung memudahkan penularan penyakit DBD dari orang satu ke orang lainnya melalui nyamuk Aedes Agypty. Hal ini tentunya membuat pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali menanggung beban kerja yang cukup berat untuk mewujudkan kinerja sebaik mungkin dalam memberantas dan menanggulangi penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak. Sehubungan dengan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak, Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali telah melakukan berbagai kegiatan. Kegiatankegiatan tersebut antara lain: a) Pemantauan Jentik Berkala (PJB) Pemantauan Jentik Berkala (PJB) merupakan salah satu upaya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di wilayah Boyolali terutama di Kecamatan Ngemplak yang dilakukan dengan tujuan memantau Angka Bebas Jentik (ABJ). Kegiatan PJB diharapkan mampu meningkatnya ABJ yang mana Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali mengharapkan hasilnya lebih dari 95%. Kegiatan PJB ini dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali secara sampling di commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
setiap desa dimana di setiap desa tersebut akan dipilih sebanyak 100 rumah secara purposive sampling dengan pertimbangan tertentu dari seluruh jumlah rumah atau bangunan yang ada desa tersebut. Kemudian 100 rumah tersebut akan diperiksa jentik nyamuknya. Pelaksanaan kegiatan PJB tersebut selanjutnya akan diteruskan oleh kader-kader kesehatan atau kelompok potensial di desa tersebut seperti lurah, RT/RW, PKK, Posyandu. Kegiatan PJB dilakukan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali. Dari kegiatan PJB ini akan diketahui berapa besar jumlah kepadatan jentik nyamuk yang dinyatakan dalam persentase HI (House Index). Target HI yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah kurang dari 5%. Hal ini seperti apa yang telah dikatakan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD) berikut ini: “PJB dilakukan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali untuk mengetahui HI (House Index), yaitu tidak boleh lebih dari 5%. Angka Bebas Jentik yang harus dipenuhi adalah lebih dari 95 %. PJB ini dilakukan dengan pemeriksaan jentik di rumah-rumah atau tempat umum seperti sekolahan, masjid, dan lain-lain. Pemeriksaan diawali dengan mengambil sampel dari 100 rumah per kelurahan lalu diperiksa tampungan airnya untuk mengetahui ada atau tidaknya jentik-jentik nyamuk. Sehingga kami mengetahui tindakan apa yang dilakukan untuk pemberantasan dan penanggulangan, apakah cukup dengan PSN, abatisasi ataukah harus dilakukan fogging. Kegiatan ini merupakan kegiatan berkelanjutan, jadi selanjutnya pelaksanaanya dilakukan oleh kader-kader di kelurahan masing-masing.” (Wawancara, 12 Maret 2011) commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Endah selaku anggota PKK yang menjadi kader pemberantasan dan penaggulangan penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Saya sebagai kader di wilayah Ngesrep ini juga melakukan pemeriksaan jentik secara berkala. Ya biasanya tiga bulan sekali mbak. Kami catat hasilnya dan kami laporkan hasil itu ke puskesmas Ngemplak yang kemudian akan dilaporkan ke DKK. Tapi kadang kami menyampaian hasilnya langsung pada DKK pas kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa.” (Wawancara, 05 April 2011) Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Suryo Wijayanto di Kecamatan Ngemplak sebagai berikut : ”Di desa Ngesrep kegiatan PJB ini memang dilakukan biasanya tiga bulan sekali mbak. Nanti kan dari PJB dapat dilihat hasilnya apakah cuma di PSN atau di fogging. Nah PJB tersebut kan dilaksanakan oleh para kader yang ditunjuk dari DKK.” (Wawancara, 21 Juni 2011) Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Suparti warga Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali sebagai berikut : ”PJB dilakukan oleh kader-kader seperti ketua RT atau petugas PKK yang biasanya bidan desa, dan didampingi petugas dari puskesmas Ngemplak dan dari DKKnya sendiri mbak. Paling tidak tiap dua atau tiga bulan sekali mbak tergantung dari petugas yang biasa melakukan PJB.” (Wawancara, 21 Juni 2011) Dari beberapa pendapat diatas disimpulkan bahwa kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dilakukan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali yang pelaksanaannya dilakukan oleh kader-kader yang
berada
di
masing-masing
kelurahan.
Dari
kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) diperoleh hasil yang berupa commit to user perolehan HI. Berikut ini dapat dilihat hasil dari PJB yang berupa
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perolehan HI di Kecamatan Ngemplak dari tahun 2004 sampai tahun 2010 dan target yang HI yang harus dipenuhi: Tabel IV.12 Target HI dan Realisasi Pencapaian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010 No.
Tahun
Target HI Dinas Realisasi Kesehatan (%) (%) (1) (2) (3) (4) 1 2004 <5 9,73 2 2005 <5 15 3 2006 <5 17,1 4 2007 <5 16,51 5 2008 <5 2,6 6 2009 <5 10 7 2010 <5 12 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa realisasi pencapaian target HI Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak masih belum dapat memenuhi target yang ditetapkan yaitu kurang dari 5%. Karena rata-rata realisasinya melebihi target tersebut yaitu mencapai 10 %. Hal ini juga dapat berarti bahwa kepadatan jentik nyamuk di wilayah Ngemplak masih cukup tinggi. Dari sini juga dapat terlihat bahwa produktivitas Dinas Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
dalam
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit DBD masih rendah dengan alasan Dinas Kesehatan belum dapat memenuhi target HI yang telah ditetapkan. Berikut dapat juga commit dilihat hasil pelaksanaan PJB tahun 2010: to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.13 Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik Nyamuk Aedes Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 No
Kecamatan
Jumlah Rumah/Bangunan yang Ada
(1)
(2)
(3)
Rumah/Bangunan Diperiksa Jumlah %
Rumah/Bangunan Bebas Jentik Jumlah %
(4)
(5)
(6)
(7)
1 Sawahan 2.262 68 2 Pandeyan 1.720 82 3 Kismoyo 1.982 47 4 Giriroto 1.469 25 5 Donohudan 1.543 49 6 Dibal 1.448 20 7 Manggung 1.572 47 8 Sindon 1.240 23 9 Sobokerto 1.730 81 10 Ngargorejo 1.059 24 11 Gagaksipat 2.918 140 12 Ngesrep 1.592 123 Jumlah (Kab/Kota) 20.535 749 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
3,01 4,77 2,37 1,70 3,18 1,38 4,26 1,85 4,68 2,27 4,80 7,73 3,65
31 38 23 11 21 12 29 11 33 15 64 48 336
45,59 46,34 48,94 44,00 42,86 60,00 43,28 47,83 40,74 62,50 45,71 39,02 44,86
Dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali belum dapat mencapai target yang ditetapkan sebelumnya. Target AJB (Angka Bebas Jentik) yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah di atas 95 % sedangkan rata-rata realisasi pencapaian target AJB di Kecamatan Ngemplak tersebut hanya mampu mencapai 44,86 % saja. Hal ini dapat menjadi perhatian bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali
untuk
lebih
meningkatkan
upaya
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak.
commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Penyelidikan Epidemiologi (PE) Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular
penyakit
demam
berdarah
dengue
di
rumah
penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut. (Sumber:
Kumpulan
Surat
Keputusan/Edaran
tentang
Pemberantasan Penyakit DBD) Tujuan pelaksanaan PE adalah untuk melacak kasus DBD dan monitoring penyakit DBD dengan hasil yang diharapkan adalah terdeteksinya sumber penularan penyakit DBD. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD) berikut ini : “PE dilakukan untuk melacak kasus DBD sehingga diketahui sumber penularan penyakit DBD. PE dilakukan setiap ada kasus baik itu tersangka maupun positif DBD. Misalnya ada diagnosa yang benar itu pasti akan dilakukan PE apapun hasilnya, walaupun cuma ada satu kasus. Setelah dilakukan PE, maka kita akan tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya berdasarkan kriteria WHO. Apabila hasil PE-nya memenuhi kriteria WHO, kami akan lakukan fogging focus dengan minimal radius 200 m dari wilayah tersebut dan apabila tidak memenuhi kriteria WHO maka cukup dilakukan PSN dan penyuluhan saja mbak.” (Wawancara, 16 April 2011) Dari apa yang telah dituturkan oleh Bapak Kirmanto di atas dapat diketahui bahwa PE merupakan kegiatan awal yang sangat penting
sebagai
commit to user dasar untuk
melaksanakan
penanganan
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selanjutnya. Kegiatan sebagai tindak lanjut dari PE adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN), Abatisasi Selektif dan fogging focus, dengan kriteria WHO sebagai berikut: a) Fogging focus, dilakukan apabila PE: (1) Ditemukan tambahan kasus DBD 2 atau lebih (2) Ditemukan tambahan kasus DBD yang meninggal (3) Indeks kasus meninggal dan ada tambahan kasus DBD (4) Ditemukan tambahan kasus DBD satu atau lebih atau tambahan tiga kasus
panas
yang belum
diketahui
penyebabnya, dengan House Index (HI) >5 %. b) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan Abatisasi Selektif (AS) (1) Ditemukan tambahan satu kasus DBD dengan House Index (HI) < 5 % (2) Indeks kasus meninggal tanpa ada tambahan kasus DBD dan HI < 5 % (3) Dilakukan PSN ke-2 setelah 3 minggu setelah tanggal sakit indeks kasus (4) Bila pada PSN ke-2 ditemukan tanbahan DBD sebanyak satu atau lebih. (Sumber:
Kumpulan
Surat
Pemberantasan Penyakit DBD) commit to user
Keputusan/Edaran
tentang
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi merupakan kegiatan dasar untuk dilaksanakan penanganan selanjutnya. Dari kegiatan PE yang dilakukan dapat ditindaklanjuti dengan PSN, abatisasi, atau fogging focus tergantung dari hasil PE itu sendiri. Berikut dapat dilihat data hasil pelaksanaan PE di Puskesmas Ngemplak yang terletak di Dukuh Garen, Desa Pandeyan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali sebagai berikut :
commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.14 Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) Puskesmas Ngemplak Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 No
(1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Penderita/ Umur/ Jenis Kelamin
Alamat
(2) (3) Wahyu Ryan Pamungkas/10th/L Pandeyan Rt1/Rw5 Pandeyan Ngemplak Ruhul/15th/L Panaran Baru Rt7/Rw7 Ngesrep Ngemplak Cyntia Novitasari Bella/5th/P Manggung Rt4/Rw5 Manggung Ngemplak Muhammad Baedowi/35th/L Sambiroto Rt1/Rw7 Sindon Ngemplak Inannisa Izzatul/15th/P Garen Rt1/Rw3 Pandeyan Ngemplak Effendi/11/L Kelipan Rt1/rw7 Gagaksipat Ngemplak Andri Gaseta/37th/L Manggung Rt3/Rw3 Manggung Ngemplak Anisa/P/12th/P Banarjo Rt02/Rw05 Gagaksipat Ngemplak Tomas hananto Putro/13th/L Banarjo Rt4/Rw5 Gagaksipat Ngemplak Azahra Madfira/4bln/P Tegalrejo Rt1/Rw3 Sindon Ngemplak Caesar Tri Rahantoro/12th/L Banarjo Rt4/Rw5 Gagaksipat Ngemplak Sandi Puspo Pratiwi/16th/P Tanjungsari Rt4/Rw3 Ngesrep Ngemplak Muh Hafiz/2,5th/L Ngancan Rt4/Rw5 Sobokerto Ngemplak Yoga ardian Prasetyo/8th/L Kelipan Rt2/Rw7 Gagaksipat Ngemplak Marwatik/31th/P Potrowanen Rt4/Rw2 Dodohudan Yusril Adi Pratama/11th/L Tegalrejo Rt2/Rw5 Ngesrep Ngemplak Sumber : Puskesmas Ngemplak Keterangan : ptsb (panas tanpa sebab) PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) FF (Fogging Focus)
commit to user
Jumlah Presentase Rumah HI (%) Diperiksa (4) (5) 10 80% 21 90,47% 20 50% 21 71,42% 18 72,22% 29 44,82% 20 70% 30 70% 18 38% 18 16% 20 50% 22 50% 11 27,27% 14 28,57% 10 40% 20 40% 2ptsb
Tanggal PE
(6) 25-2-2010 20-3-2010 28-4-2010 26-5-2010 8-6-2010 21-7-2010 3-8-2010 15-8-2010 16-9-2010 19-9-2010 11-10-2010 25-10-2010 18-11-2010 19-11-2010 2-12-2010 18-12-2010
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tabel tersebut maka dapat diketahui bahwa kegiatan PE yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan baik karena sesuai dengan harapan masyarakat. Masyarakat merasa Dinas Kesehatan segera melakukan kegiatan PE ketika ada laporan dari masyarakat yang disertai diagnosa dari rumah sakit dan ditindaklanjuti dengan Fogging Focus atau PSN . Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Suryo Wijayanto warga Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali sebagai berikut: “Kalau menurut saya kegiatan pelacakan kasus DBD (PE) yang dilakukan selama ini ya cukup baik dan cepat ya mbak. Karena setiap saya melaporkan ada warga saya yang terkena DBD dan melampirkan diagnosa dari rumah sakit, maka akan segera dilakukan pelacakan.” (Wawancara, 14 Mei 2011) Hal senada juga dikatakan oleh salah satu warga yang anaknya pernah menderita penyakit DBD yaitu Ibu Sukatmi warga Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Dulu waktu anak saya terkena penyakit DBD dan dirawat di rumah sakit, setelah pulang dari rumah sakit saya di beri surat diagnosa untuk diberikan pada puskesmas. Tidak lama setelah surat itu dilaporkan puskesmas segera melakukan PE. Pada waktu itu dilakukan di rumah saya dan rumah tetangga di sekitar rumah saya mbak.” (Wawancara, 14 Mei 2011) Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan PE yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali
bisa
dikatakan
memuaskan.
Karena
commit to user masyarakat cenderung merasakan tindakan yang segera dilakukan
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap kasus DBD untuk memberantas dan menanggulangi penyakit DBD tersebut di wilayah Kecamatan Ngemplak. Hal ini tentunya menjadi suatu prestasi yang harus dipertahankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik. c) Fogging Focus Fogging focus merupakan kegiatan tindak lanjut dari hasil Penyelidikan Epidemiologi apabila memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh WHO. Tujuan dilakukan fogging focus adalah untuk menanggulangi kasus DBD dan mencegah terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan hasil yang diharapkan adalah hilangnya vektor penular penyakit DBD. (Sumber : Kumpulan Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit DBD) Hal tersebut sesuai dengan
apa yang dikatakan oleh Bapak
Kirmanto selaku petugas P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD) Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Fogging focus ini dilakukan untuk menanggulangi terjadinya wabah atau KLB (Kejadian Luar Biasa) terhadap penyakit DBD. Fogging focus dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil PE yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya memenuhi kriteria ya kita akan segera melakukan fogging di radius minimal 200 m dari lokasi sumber penularan DBD. Pelaksanaan kegiatan fogging focus harus memenuhi kriteria, ini penting karena obat yang digunakan untuk fogging ini tergolong obat keras dan efek yang ditimbulkan sangat berbahaya untuk masyarakat dan juga lingkungan sekitarnya.” (Wawancara, 16 April 2011) commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kirmanto di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan fogging focus harus benar-benar memenuhi kriteria yang ditetapkan. Karena efek dari obat yang digunakan untuk fogging focus tersebut tidak baik untuk masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Adapun untuk melakukan fogging focus, hasil dari PE harus memenuhi kriteria dibawah ini: (1) Ditemukan tambahan kasus DBD 2 atau lebih (2) Ditemukan tambahan kasus DBD yang meninggal (3) Indeks kasus meninggal dan ada tambahan kasus DBD (4) Ditemukan tambahan kasus DBD satu atau lebih atau tambahan tiga kasus panas yang belum diketahui penyebabnya, dengan House Index (HI) >5 %. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD berikut ini: “Bila di PE, maka syarat yang harus dipenuhi untuk fogging focus yaitu bila ditemukan tambahan kasus DBD 2 atau lebih, ditemukan tambahan kasus DBD yang meninggal, indeks kasus meninggal dan ada tambahan kasus DBD dan yang terakhir, ditemukan tambahan kasus DBD satu atau lebih atau tambahan tiga kasus panas yang belum diketahui penyebabnya, dengan HI >5 %.”(Wawancara, 16 April 2011) Dari pernyataan Bapak Kirmanto di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan fogging focus memang harus memenuhi persyaratan. Hal itu harus dilakukan mengingat pengaruh yang ditimbulkan oleh obat yang digunakan terhadap masyarakat dan commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingkungan. Berikut disertakan tabel jumlah pelaksanaan fogging focus per puskesmas Kecamatan Ngemplak tahun 2010: Tabel IV.15 Jumlah Pelaksanaan Fogging Focus per Puskesmas Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 No.
Puskesmas
Jumlah Jumlah Pelaksanaan Pelaksanaan PE Fogging Focus (1) (2) (3) (4) 1. Ngargorejo 2 2. Sobokerto 4 3. Ngesrep 23 7 4. Gagaksipat 14 2 5. Donohudan 12 2 6. Sawahan 11 7. Pandeyan 12 8. Kismoyoso 2 9. Dibal 10. Sindon 4 11. Manggung 7 1 12. Giriroto (Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali)
Persentase (%) (5) 30,43 14,28 16,66 14,28 -
Kegiatan pelaksanaan fogging focus yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD dapat dikatakan kurang sesuai dengan harapan masyarakat. Masyarakat merasa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali kurang tanggap terhadap permintaan fogging focus yang diajukan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga merasa bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tidak bertindak cepat dalam memenuhi permintaan fogging focus. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Isa di commit to user Kecamatan Ngemplak sebagai berikut:
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan fogging itu harus sesuai. Padahal yang kita inginkan itu kan supaya tidak jatuh korban lagi setelah ada korban di daerah ini.” (Wawancara, 4 Juni 2011) Berikut adalah pendapat dari Bapak Krismantoro di Kecamatan Ngemplak tentang pelaksanaan fogging di daerahnya: “DKK belum mencegah secara menyeluruh karena cuma menyemprot di satu wilayah yang justru membuat nyamuk lari ke tempat lain. Kami sudah memberantas sarang nyamuk untuk memberantas jentik nyamuk. Namun tetap harus di-fogging untuk membunuh nyamuk dewasa.” (Wawancara, 5 Juni 2011) Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh masyarakat di Kecamatan Ngemplak di atas dapat dilihat bahwa masyarakat mengeluhkan kurang tanggapnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terhadap fogging focus. d) Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) dan Abatisasi Selektif (AS) Kegiatan ini diawali dengan pemantauan kepadatan jentik nyamuk di setiap rumah yang ditemukan pada tandon airnya. Hasil dari pemantauan tersebut adalah ditemukan HI (House Index) yakni prosentase kepadatan jentik nyamuk dimana HI yang baik adalah <5%. Bila ditemukan HI >5% maka rumah tersebut harus dilaksanakan abatisasi untuk tendon air yang sulit pengurasanya dan PSN DBD untuk tendon air yang mudah dikuras. Abatisasi selektif dilakukan di bak penampungan yang sulit untuk dikuras dan juga rumah jompo. commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut disertakan jumlah pelaksanaan PSN per Desa Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010: Tabel IV.16 Jumlah Pelaksanaan PSN per Desa Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 No.
Puskesmas
Jumlah Jumlah Pelaksanaan Pelaksanaan PSN PE 1. Ngargorejo 2 2 2. Sobokerto 4 4 3. Ngesrep 23 16 4. Gagaksipat 14 12 5. Donohudan 12 10 6. Sawahan 11 11 7. Pandeyan 12 12 8. Kismoyoso 2 2 9. Dibal 10. Sindon 4 4 11. Manggung 7 6 12. Giriroto Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Persentase (%) 100 100 69,56 85,71 83,33 100 100 100 100 85,71 -
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam upaya melaksanakan PSN-DBD, juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk melakukan Gerakan 3M Plus yaitu: menguras tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, menutup rapat penampungan air, sedangkan plusnya adalah menaburkan bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air, pemasangan kawat kasa pada ventilasi, memakai kelambu, memakai obat anti nyamuk (semprot, oles, dan bakar), dan cara lain yang dapat commit to user mencegah gigitan nyamuk.
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal tersebut seperti apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali di bawah ini: “PSN merupakan kegiatan rutin dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yang diawali dengan pemantauan kepadatan jentik nyamuk di tandon air setiap rumah. Hasil dari pemantauan tersebut adalah HI yaitu <5%. Bila ditemukan HI >5% maka rumah tersebut harus dilaksanakan PSN untuk tendon air yang mudah dikuras dan untuk tendon air yang sulit pengurasanya dilakukan abatisasi yang dilakukan secara selektif. Sedangkan PSN dilakukan dengan kerja bakti dan memberikan penyuluhan untuk melakukan Gerakan 3 M plus yaitu menguras, menutup penampungan air dan mengubur barang-barang bekas. Plusnya adalah menaburkan bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air, pemasangan kawat kasa pada ventilasi, memakai kelambu, memakai obat anti nyamuk bisa semprot, oles, dan bakar, dan cara lain yang dapat mencegah gigitan nyamuk.” (Wawancara, 16 April 2011) Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Endah selaku anggota PKK yang menjadi kader pemberantasan dan penaggulangan penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Dalam melaksanakan PSN-DBD, kami di dampingi dari DKK juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk melakukan Gerakan 3M Plus yaitu: menguras tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, menutup rapat penampungan air.” (Wawancara, 22 Juni 2011) Hal tersebut ditambahkan oleh Ibu Isa warga Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Kegiatan PSN memang dilakukan, jadi setelah di PE itu kan nanti hasilnya di fogging atau di PSN. Jadi memang ada kegiatan PSN setelah di PE di Desa Ngesrep ini mbak. Malah dari DKK kan memberi bantuan peralatan seperti commit to user
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
senter mbak untuk pemeriksaan jentik di tempat-tempat penampungan” (Wawancara, 30 Juni 2011) Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Andri Gaseta di Ngemplak Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali sebagai berikut : ”Memang ketua RT bekerjasama dengan pihak DKK dan puskesmas dalam melakukan PSN DBD dengan menguras tendon air dan untuk tendon air yang sulit pengurasanya dilakukan abatisasi yang dilakukan secara selektif. Selain itu PSN dilakukan dengan kerja bakti dan memberikan penyuluhan untuk melakukan Gerakan 3 M plus mbak.” (Wawancara, 21 Juni 2011) Berdasarkan dari pendapat yang telah disampaikan diatas dapat diketahui bahwa dalam
melakukan PSN, pihak Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi-organisasi masyarakat
termasuk
PKK.
Hal
itu
dilakukan
untuk
mengoptimalkan kegiatan PSN di masyarakat. e) Pembinaan Pokjanal DBD Pembinaan Pokjanal DBD (Kelompok Kerja Nasional Pemberantasan DBD) merupakan bagian dari kegiatan Dinas Kesehatan dalam pencegahan penyakit DBD yang dilaksanakan secara rutin terlebih lagi pada saat terjadi peningkatan kasus DBD. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan PSN di masyarakat dengan hasil yang diharapkan masyarakat mampu selalu waspada terhadap
penyakit
DBD
dan
terlibat
secara
aktif
untuk
commit to user melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Anggota
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pokjanal terdiri dari kader PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), RW, RT, Staf Kecamatan, Kader Posyandu dan UKS yang nada di kelurahan yang bersangkutan. (Sumber: Kumpulan Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit DBD) Pernyataan di atas sesuai dengan penuturan Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD berikut ini: “Pokjanal merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD. Keanggotaan Pokjanal ini terdiri dari RT, RW, Staf Kelurahan, Staf Kecamatan, kader PKK atau Posyandu dan UKS dari pihak sekolah. Kita juga sudah berhasil membentuk SK Pokjanal tingkat kota, kecamatan, dan kelurahan. Maksut dari pembentukan SK tersebut adalah agar kita dapat bekerja kompak istilahnya tidak melempar tanggung jawab dalam kegiatan PSN, karena sudah jelas tugas apa saja dan siapa yang bertanggungjawab. Bisa enak kalau sudah ada SK itu.” (Wawancara, 12 Maret 2011) Berdasarkan apa yang disampaikan di atas juga dapat diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali telah berhasil membentuk SK Pokjanal khususnya di Kecamatan Ngemplak. Dengan terbentuknya SK tersebut maka dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat dilaksanakan secara baik antara satu petugas dengan petugas lainnya. Sehingga kegiatan tersebut dapat dilaksanakan secara optimal. Berikut dapat dilihat jumlah kasus penyakit DBD tahun 2009 dan 2010 di Kecamatan Ngemplak : commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.17 Jumlah Kasus Penyakit DBD Tahun 2009 dan 2010 Per Desa Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali No.
Desa
Jumlah Kasus DBD Tahun 2009 (3) 2 3 14 6 7 2 3 7 2 1 1 48 6,8/10.000 -
(1) (2) 1. Ngargorejo 2. Sobokerto 3. Ngesrep 4. Gagaksipat 5. Donohudan 6. Sawahan 7. Pandeyan 8. Kismoyo 9. Dibal 10. Sindon 11. Manggung 12. Giriroto Jumlah IR (Insident Rate) CFR (Case Fatality Rate) Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Tahun 2010 (4) 1 2 21 10 9 8 9 1 2 5 68 9,7/10.000 -
Berdasarkan tabel jumlah kasus DBD tahun 2009 dan tahun 2010 di atas dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan jumlah kasus antara tahun 2009 dan tahun 2010. Kenaikan jumlah kasus DBD tersebut sangat signifikan yaitu hampir mencapai 30%. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali telah berupaya untuk membina program Pokjanal dan telah melakukan kegiatan penyuluhan dan PSN, namun kenyataan hasilnya belum dapat menekan jumlah kasus sebaliknya justru terjadi peningkatan kasus commit to user yang tinggi. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian bagi Dinas
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD untuk menjadikan Kabupaten Boyolali terutama wilayah Kecamatan Ngemplak bebas dari penyakit DBD. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang antara lain; target Insident Rate, target Case Fatality Rate, target House Index, target Angka Bebas Jentik (ABJ) dan target mengubah perilaku masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam kegiatan pelaksanaan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Dari kelima target yang telah ditetapkan tersebut hanya satu target yang terpenuhi yaitu target Case Fatality Rate. Hal ini membuktikan bahwa produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD belum berhasil secara maksimal. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali melakukan upaya kerja sama dengan organisasi masyarakat lainnya dalam hal penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Hal senada juga dikatakan Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Kita memang belum bisa mencapai target yang ditetapkan. Sebenarnya kami mengupayakan pemberantasan dan penanggulangan penyakit ini tapi kadang-kadang masyarakat sendiri yang ndak mau ikut peduli menjaga lingkungannya. Mulai dari penyuluhan kepada masyarakat sampai kegiatan pemberantasan dan penanggulangan intinya sudah kita lakukan. Tapi hasilnya memang belum bisa memenuhi target yang telah commit to user ditetapkan.” (wawancara, 12 Maret 2011)
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Endah selaku anggota PKK yang menjadi kader pemberantasan dan penaggulangan penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Memang mbak di kelurahan ini ada kegiatan MMD. Adanya kegiatan ini atas kerjasama dari kelurahan dan petugas DKK dan mengundang ketua RW dan ketua RT yang ada di kelurahan ini. Dalam kegiatan MMD ini membahas tentang tindakan-tindakan yang harus kami lakukan sebagai kader untuk memberantas dan menanggulangi penyakit DBD. Dalam kegiatan ini kami juga melaporkan hasil dari PJB yang telah kami lakukan.” (Wawancara, 30 Juni 2011) Dari pernyataan yang disampaikan di atas dapat diketahui bahwa hambatan yang dihadapi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam mencapai target yang telah ditetapkan adalah kurangnya peran aktif
masyarakat
dalam
melaksanakan
program-program
pemberantasan dan penanggulangan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD masyarakatlah yang tidak mau berperan aktif dalam menjaga lingkungannya sehingga kasus DBD cenderung tinggi. 2) Kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan DBD adalah bebas dari penyakit DBD. Untuk mewujudkan Kabupaten Boyolali terutama di Kecamatan Ngemplak bebas dari penyakit DBD, tujuan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali diarahkan untuk: commit to user
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Menurunkan angka kesakitan (Insident Rate) dan angka kematian (Case Fatality Rate) terhadap penyakit DBD b) Mencegah terjadinya wabah atau KLB (Kejadian Luar Biasa) c) Mencegah perluasan daerah terjangkit DBD. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Bebas dari penyakit DBD adalah tujuan DKK ya mbak, dan untuk bebas dari DBD tersebut tujuannya diarahkan untuk menurunkan angka kesakitan menjadi kurang dari 3/10.000 penduduk dan angka kematian akibat penyakit DBD menjadi 2,5 %, selanjutnya adalah mencegah perluasan daerah terjangkit DBD dan mencegah terjadinya wabah atau KLB.” (Wawancara, 10 Maret 2011) Hal senada ditambahkan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD) Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Target DDK dalam pemberantasan dan penanggulangan DBD adalah bebas dari penyakit DBD. Tetapi sebelumnya kita harus menurunkan dulu angka kesakitan dan angka kematian terhadap kasus DBD mbak. Standarnya untuk angka kesakitan atau Insident Rate tidak boleh lebih dari 3/10.000 penduduk. Sedangkan angka kematian atau Case Fatality Rate tidak boleh lebih dari 2,5 %.”(Wawancara, 12 Maret 2011) Dari apa yang telah dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM dan Bapak Kirmanto diketahui bahwa dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD, Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sudah mempunyai target yang jelas. Target tersebut terlihat dengan commit to user adanya penetapan standar angka kesakitan dan angka kematian yang
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus dicapai oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sendiri. Untuk membandingkan antara hasil yang sebenarnya dilapangan dengan target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Selain target Insident Rate dan target Case Fatality Rate terdapat target lain yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Target tersebut adalah mengubah perilaku masyarakat
untuk
aktif
dalam
program
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit DBD seperti PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) di Kecamatan Ngemplak. Namun target tersebut belum tercapai, hal itu disampaikan sendiri oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di DKK ini selain menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian, kami juga mempunyai target lain yaitu target untuk mengubah perilaku masyarakat terutama masyarakat di Kecamatan Ngemplak untuk ikut aktif dalam kegiatan PSN sehingga dapat menekan jumlah penderita penyakit DBD. Tetapi upaya penyuluhan dan penggerakan PSN yang telah kami lakukan belum bisa mengubah perilaku masyarakat secara optimal, sehingga jumlah kasus cenderung tinggi.” (Wawancara, 10 Maret 2011) Berdasarkan Apa yang disampaikan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM di atas dapat diketahui bahwa penyuluhan dan penggerakan PSN cenderung belum dapat mengubah perilaku masyarakat untuk ikut commit to user berperan kegiatan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam upaya menekan jumlah kasus penderita penyakit DBD. Hal tersebut terbukti dengan tingginya kasus penderita penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak yang cenderung meningkat. Berikut dapat disertakan tabel jumlah penderita penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dari tahun 2004 sampai tahun 2010: Tabel IV.18 Jumlah Penderita Penyakit Demam Berdarah Dengue Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2004 sampai 2010 No Tahun Jumlah Penderita Penyakit DBD (1) (2) (3) 1 2004 20 2 2005 31 3 2006 27 4 2007 54 5 2008 76 6 2009 48 7 2010 68 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dilihat tabel realisasi kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
dalam
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak terhadap target Insident Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali :
commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Insident Rate (IR) / Angka Kesakitan Tabel IV.19 Target Insident Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010 No
Tahun
Target Insident Rate (per 10.000 penduduk)
Persentase Realisasi (%)
(1) (2) (3) (4) 1 2004 <3 3 2 2005 <3 4,5 3 2006 <3 3,9 4 2007 <3 7,9 5 2008 <3 10,8 6 2009 <3 6,8 7 2010 <3 9,7 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Insident Rate (IR) / Angka Kesakitan yang ada di Kecamatan Ngemplak tidak dapat memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sebagai standar kinerja yang harus dicapai dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Realisasi pencapaian target Insident Rate Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali cenderung belum bisa memenuhi separuh dari target yang telah ditetapkan sebelumnya. Rata-rata persentase realisasi pencapaian target Insident Rate di Kecamatan Ngemplak belum memenuhi target. Terlebih lagi pada tahun 2008 realisasinya mencapai 10,8 %commit sehingga to userproduktivitas
Dinas Kesehatan
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kabupaten Boyolali dapat dikatakan masih rendah. Tabel target dan realisasi di atas memperlihatkan bahwa ternyata kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
dalam
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak masih rendah karena belum mampu memenuhi target yang telah ditetapkan dalam memberantas dan menanggulangi penyakit DBD. b) Case Fatality Rate (CFR) / Angka Kematian Tabel IV.20 Target Case Fatality Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan Penyakit DBD Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010 No
Tahun
Target CFR Realisasi (%) (%) (1) (2) (3) (4) 1 2004 2,5 20 2 2005 2,5 3 2006 2,5 4 2007 2,5 1,9 5 2008 2,5 6 2009 2,5 7 2010 2,5 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa Case Fatality Rate (Angka Kematian) yang ada di Kecamatan Ngemplak cenderung telah memenuhi target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sebelumnya yaitu 2,5 %. Dengan target 2,5 % hanya satu dari tujuh tahun yang tidak dapat memenuhi target tersebut yaitu pada tahun 2004. Hal ini dapat commit to user
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikatakan lebih baik dari pada realisasi pencapaian target Insident Rate. Walaupun demikian tetap saja produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali cenderung belum mampu mencapai target Insident Rate yang ditetapkan, bahkan dapat dikatakan sangat jauh untuk dapat mencapai target tesebut. Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak masih rendah. Hal tersebut terbukti dari upaya pemberantasan dan penanggulangan di Kecamatan Ngemplak yang
belum mampu
mencapai target yang telah ditetapkan. Dari kelima target yang telah ditetapkan hanya satu target yang dapat dicapai oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Namun Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terus berupaya
untuk
memaksimalkan
kegiatan
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit DBD kepada masyarakat di wilayah Ngemplak. b. Indikator Responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam menjalankan tugas pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD ternyata menerima keluhan dan tuntutan dari masyarakat di wilayah kerjanya yaitu Kabupaten Boyolali khusunya Kecamatan Ngemplak yang terdiri dari 12 kelurahan. Keluhan-keluhan dari masyarakat tersebut menyayangkan respon Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terhadap tuntutan mereka dalam kegiatan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD terutama tuntutan commit to user
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk melakukan fogging focus. Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan pemberantasan dan penanggulangan berikut ini: “Dalam melaksanakan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD, memang ada tuntutan dari masyarakat terutama dalam permintaan fogging. Pada umunya masyarakat belum bisa memahami kriteria focus yang harus difogging.” (Wawancara, 10 Maret 2011) Berikut adalah keluhan dan tuntutan masyarakat di Kecamatan Ngemplak dalam permintaan fogging focus, salah satunya adalah Bapak Rohmad Haryanto yang mengatakan berikut ini: “Yaa kecewa mbak. Terus terang saja ya mbak kenapa kok minta fogging saja susah. Padahal di tempat kami sudah ada tujuh korban di RW kami ini. Apa DKK itu harus nunggu sampai ada korban lagi? (Wawancara, 4 Juni 2011) Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Parmin di Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Kalau saya sendiri belum puas ya mbak dengan program yang dilakukan oleh DKK itu. Karena sampai sekarang ya belum diberi fogging, paling-paling cuma disuruh melakukan 3M itu dan abatisasi aja.” (Wawancara, 5 Juni 2011) Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh masyarakat di Kecamatan
Ngemplak
di
atas
dapat
dilihat
bahwa
masyarakat
mengeluhkan responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Masyarakat merasa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali kurang tanggap terhadap permintaan fogging focus yang diajukan oleh masyarakat dan merasa tidak bertindak cepat dalam memenuhi permintaan fogging focus. Mengacu pada beberapa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
138 digilib.uns.ac.id
pendapat masyarakat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai pengguna jasa belum merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, karena masyarakat menilai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali kurang respon terhadap permintaan fogging yang diajukan oleh masyarakat pengguna jasa. Menanggapi berbagai tuntutan fogging yang diajukan oleh masyarakat di atas Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD menjawab sebagai berikut: “Melakukan fogging focus itu harus melalui beberapa prosedur ya mbak. Pertama, masyarakat memberikan laporan kasus DBD ke puskesmas yang disertai dengan diagnosa. Setelah itu, Puskesmas akan segerta melakukan PE. Dari situ kita bisa melakukan fogging apabila hasilnya memenuhi kriteria untuk dilakukan fogging. Tetapi kalau hasilnya tidak memenuhi untuk dilakukan fogging maka kita cukup melakukan PSN dan Abatisasi saja. Pelaksanaan fogging foccus harus benar-benar memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh WHO. Karena fogging focus yang digunakan untuk memberantas Nyamuk Aedes itu kan ada resikonya. Selama ini obat yang kita gunakan untuk fogging itu tergolong obat keras dan berbahaya. Dari fogging kan ada asap yang kita keluarkan yang mengandung molekul-molekul berbahaya dalam beberapa detik saja kita bernafas sudah kemasukan molekul-molekul tersebut.“ (Wawancara, 10 Juni 2011) Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Fogging dapat merusak lingkungan, itulah kenapa harus memenuhi kriteria WHO. Selain itu efek yang ditimbulkan bisa menyebabkan kanker paru-paru, mata pedih, dan gatal-gatal. Kalau ada yang mengatakan apa harus nunggu ada yang masuk rumah sakit, lha itu pemikiran masyarakat yang pendek dan tidak mau tahu. Untuk daerah yang meminta fogging tetapi tidak diberi, itu kemungkinan kita sudah melakukan PE namun hasinya tidak user memenuhi kriteriacommit untuk to dilakukan fogging sehingga kita hanya
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan PSN dan Abatisasi saja karena kita menganggap daerah tersebut bukan daerah sumber penularan. Kalau dikatakan DKK mempersulit itu tidak benar. Adanya prosedur yang digunakan itu beralasan tidak sekedar dibuat-buat untuk mempersulit. Kalau sudah memenuhi kriteria kita pasti kita akan lakukan fogging dan harus memikirkan resikonya.” (Wawancara, 10 Juni 2011) Berdasarkan apa yang disampaikan di atas dapat diketahui bahwa pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali telah merespon dengan baik tuntutan dari masyarakat yang menginginkan fogging. Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa masyarakat belum memahami kriteria-kriteria untuk melakukan fogging focus, sehingga masyarakat merasa bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tidak merespon
keluhan dan
tuntutan mereka. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali selalu memberikan penjelasan kepada perorangan maupun dalam pertemuan mengenai tuntutan fogging tersebut. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali juga mengakui bahwa komunikasi mereka dengan masyarakat belum berjalan dengan baik terutama jalur komunikasi melalui pokja DBD di kelurahan. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Untuk mengatasi tuntutan masyarakat mengenai fogging kami selalu memberikan penjelasan tentang kriteria-kriteria daerah yang harus di fogging, mengingat dampak dari fogging yang tidak tepat itu akan berbahaya. Tetapi kami mengakui bahwa komunikasi kami dengan masyarakat itu belum berjalan baik terutama jalur komunikasi melalui pokja DBD di tingkat kelurahan.”(Wawancara, 10 Juni 2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
140 digilib.uns.ac.id
Masyarakat justru puas dengan pelaksanaan PE (Penyelidikan Epidemiologi) yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berbeda dengan masalah fogging focus. Masyarakat cenderung merasa bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tanggap terhadap laporan kasus DBD dari masyarakat. Hal ini didasarkan beberapa pendapat masyarakat tentang pelaksanaan PE yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Salah satunya adalah pendapat yang disampaikan oleh Bapak Suryo Wijayanto di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali sebagai berikut: “Menurut saya kegiatan pelacakan kasus PE yang dilakukan selama ini ya cukup baik dan cepat. Karena setiap saya melaporkan ada warga saya yang terkena DBD dan melampirkan diagnosa dari rumah sakit, maka akan segera dilakukan pelacakan.” (Wawancara, 14 Mei 2011) Hal senada juga dikatakan oleh salah satu warga yang anaknya pernah menderita penyakit DBD Ibu Sukatmi
warga Kecamatan
Ngemplak berikut ini: “Waktu anak saya terkena penyakit DBD dan dirawat di rumah sakit, setelah pulang dari rumah sakit saya di beri surat diagnosa untuk diberikan pada puskesmas. Tidak lama setelah surat itu dilaporkan puskesmas segera melakukan PE. Pada waktu itu dilakukan di rumah saya dan rumah tetangga di sekitar rumah saya,” (Wawancara, 14 Mei 2011) Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan PE bisa dikatakan baik. Karena masyarakat cenderung merasakan tindakan yang segera dilakukan terhadap kasus DBD untuk pemberantasan dan commit to user
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penggulangan penyakit DBD tersebut di wilayah Kecamatan Ngemplak. Hal ini tentunya menjadi suatu prestasi yang harus dipertahankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali selalu berupaya untuk meningkatkan responsivitasnya dalam memberantas dan menanggulangi penyakit DBD. Hal ini sesuai apa yang telah dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Untuk meningkatkan responsivitas dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD selalu kita lakukan, dengan memberikan pengertian masyarakat tentang bahaya penyakit DBD. Kita juga meningkatkan peran dan kerja kader pemantau jentik dan melaksanakan PJB sehingga diperoleh HI di kelurahan. Kami juga melakukan kegiatan MMD untuk merumuskan langkah atau tindakan dalam program ini. Kami memberikan nomor HP kami kepada masyarakat untuk kontak person.” (Wawancara, 10 Juni 2011) Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM di atas dapat diketahui bahwa upaya-upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali
dalam
meningkatkan
responsivitas
untuk
memberantas dan menaggulangi penyakit DBD antara lain: 1) Memberikan pengertian masyarakat tentang bahaya penyakit DBD, 2) Melakukan survei mawas diri dengan meningkatkan peran dan kerja kader pemantau jentik (melaksanakan PJB) sehingga diperoleh House Index (HI) di kelurahan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
142 digilib.uns.ac.id
3) Melakukan kegiatan MMD (Musyawarah Masyarakat Desa) untuk merumuskan langkah atau tindakan dalam pencegahan penyakit DBD, 4) Memberikan nomor HP kepada masyarakat untuk kontak person. Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Endah selaku kader PKK di Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Memang mbak di kelurahan ini ada kegiatan MMD. Adanya kegiatan ini atas kerjasama dari kelurahan dan petugas DKK dan mengundang ketua RW dan ketua RT yang ada di kelurahan ini. Dalam kegiatan MMD ini membahas tentang tindakan-tindakan yang harus kami lakukan sebagai kader untuk memberantas dan menanggulangi penyakit DBD. Dalam kegiatan ini kami juga melaporkan hasil dari PJB yang telah kami lakukan.” (Wawancara, 5 April 2011) Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Suryo Wijayanto di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali sebagai berikut: “Dari DKK bekerjasama dengan kelurahan untuk mengadakan MMD mbak. Jadi setiap saya melaporkan ada warga saya yang terkena DBD ya lewat MMD itu mbak dengan melampirkan diagnosa dari rumah sakit, maka akan segera dilakukan pelacakan.” (Wawancara, 21 Juni 2011) Berdasarkan berbagai pendapat yang disampaikan oleh masyarakat di atas dapat disimpulkan bahwa responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup baik, hal ini didasarkan atas pelaksanaan PE (Penyelidikan Epidemiologi) dan kegiatan MMD (Musyawarah Msyarakat Desa) yang dinilai masyarakat cenderung tanggap. Namun perlu adanya peningkatan komunikasi antara Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan masyarakat sehingga masyarakat commit to user
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
benar-benar tahu kriteria-kriteria apa saja
yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan fogging. Selain itu, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali juga harus mampu menjelaskan kepada masyarakat tentang resiko yang ditimbulkan dari fogging yang dapat merusak lingkungan dan juga kesehatan masyarakat sendiri apabila tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh WHO. Dengan demikian masyarakat tidak akan asal menuntut saja, tetapi juga peduli akan dampak yang ditimbulkan dari fogging focus. c. Indikator Akuntabilitas Secara umum akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak ini dapat dikatakan cukup baik. Karena petugas Dinas Kesehatan
Kabupaten
Boyolali
dalam
melaksanakan
tugasnya
memberantas dan menanggulangi penyakit DBD tidak selalu berorientasi pada juklak (Petunjuk Pelaksanaan) saja, tetapi juga melihat situasi dan kondisi masyarakat pengguna jasa. Hal ini didasarkan pada wawancara yang dilakukan dengan petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang bernama Bapak Kirmanto berikut ini: “Kami tidak sepenuhnya berorientasi pada juklak dalam melaksanakan tugas, tapi juga melihat situasi dan kondisi. Aturan dari atasan juga dipakai, tetapi kalau kita hanya mengacu pada aturan dari atasan saja kan malah jadi kaku ya dalam menjalankan tugas dan mengusahakan keinginan masyarakat. Jadi, kita tidak hanya berorientasi pada juklak saja dalam melaksanakan tugas.” (Wawancara, 12 Maret 2011) commit to user
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ungkapan
senada
juga
disampaikan
oleh
Kepala
Seksi
Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang bernama Bapak Edi Siswanto, SKM berikut ini: “Kami tidak sepenuhnya berorientasi pada aturan. Kami juga mengacu pada kepentingan masyarakat ya mbak. Misalnya saja kegiatan yang berorientasi pada juklak adalah kegiatan fogging yang mana harus benar-benar memenuhi kriteria mengingat resiko yang ditimbulkan itu akan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sendiri. Sedangkan contoh kegiatan yang tidak berdasarkan juklak adalah ketika terjadi KLB terhadap DBD kami akan segera lakukan penanggulangan semaksimal mungkin, dan itu dilakukan dengan melihat kondisi sehingga kita tahu apa yang harus segera kita lakukan.” (Wawancara, 10 Maret 2011) Dari apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM di atas dapat diketahui bahwa pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan tugas pemberantasan dan penggulangan penyakit tidak sepenuhnya berorientasi pada petunjuk pelaksanaan (juklak). Contoh kegiatan yang mengacu pada juklak adalah kegiatan fogging. Aturan yang digunakan bahwa pelaksanaan fogging harus benar-benar memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh WHO. Aturan ini harus benar-benar dijalankan mengingat dampak yang ditimbulkan fogging sangat berbahaya bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat itu sendiri. Sedangkan kegiatan yang tidak berdasarkan juklak contohnya adalah pada saat kondisi masyarakat sedang terjadi KLB maka dengan segera petugas P2DBD akan melakukan penaggulangan. Berdasarkan apa yang telah diungkapkan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM dan Bapak Kirmanto di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola commit user Kesehatan Kabupaten Boyolali pelayanan yang diberikan oleh to Dinas
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD sudah mengarah pada pola pelayanan yang cukup akuntabel. Karena orientasi pelayanan yang diberikan tidak hanya berdasarkan pada juklak (Petunjuk Pelaksanaan) saja, namun juga melihat situasi dan kondisi yang ada di masyarakat sehingga dapat mengusahakan kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa. Oleh karena itu, pola pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup akuntabel. Dan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali khususnya yang bertugas memberantas dan menanggulangi penyakit DBD dapat dikatakan memahami pola pelayanan yang prima yaitu berorientsi pada pemuasan kebutuhan masyarakat pengguna jasa. Transparansi Dinas Kesehatan Kesehatan Kabupaten Boyolali juga dapat dikatakan cukup baik. Hal ini diindikasikan dengan adanya transparansi
dana
dan
transparansi
kegiatan
pemberantasan
dan
penanggulangan penyakit DBD yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Adanya transparansi dana dapat diketahui dari pengakuan Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kader yang mewakili masyarakat. Berikut pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali: “Dana untuk pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD itu berasal dari APBD tingkat I dan APBD tingkat II, yang digunakan untuk pelaksanaan fogging foccus yang meliputi pembelian BBM commit to user dan upah tenaga. Kemudian untuk pengadaan Abate, pengadaan
perpustakaan.uns.ac.id
146 digilib.uns.ac.id
Malation, pengadaan mesin fogging, untuk penyuluhan atau pemberdayaan masyarakat, untuk honor kader PJB dan untuk bantuan porselinitasi.” (Wawancara, 10 Maret 2010) Apa yang disampaikan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM mengenai pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di atas sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Ibu Endah selaku kader pelaksanan PJB di Kecamatan Ngemplak berikut ini: “Setahu saya ya mbak dana Dinkes itu digunakan untuk fogging, kan harus ada mesinnya, obatnya yaitu malation, kan harus pakai bensin juga. Selain itu, Dinkes harus menyediakan bubuk Abate. Juga penyuluhan ke masyarakat pasti juga butuh dana mbak.” (Wawancara, 5 April 2011) Kesesuaian antara apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Endah selaku kader pelaksanan PJB di Kecamatan Ngemplak di atas menggambarkan adanya transparansi penggunaan dana Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Adanya transparansi dana juga terlihat dengan adanya kerjasama yang saling mendukung antara Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan puskesmas di Kecamatan Ngemplak sebagai unit pelaksana dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam mendapatkan dana fogging. Hal tersebut seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Kirmanto selaku Petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “DKK dan Puskesmas bekerjasama dan saling mendukung mengajukan dana untuk fogging, dana itu diajukan setahun sekali. to user sudah habis pertengahan tahun Untuk puskesmas commit yang dananya
perpustakaan.uns.ac.id
147 digilib.uns.ac.id
bisa mendapatkan dana fogging dari sini. Kalau dana fogging itu sisa, kami akan mengembalikan ke Kabupaten.” (Wawancara, 12 Maret 2011) Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terbuka mengenai dana yang akan digunakan untuk fogging. Hal ini menunjukkan adanya transparansi dana dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terhadap puskesmas-puskesmas yang ada di Kabupaten Boyolali salah satunya di Kecamatan Ngemplak. Hal tersebut sesuai dengan pengakuan yang diberikan oleh Kepala Puskesmas Ngemplak yang bernama dr. Ony Hardoko berikut ini: “Dinkes itu kalau masalah transparansi dana itu ya transparan mbak, terbukti dari mudahnya kami mengajukan dana fogging apabila kami kehabisan dana asal fogging yang akan dilakukan benar-benar memenuhi kriteria. Selain foggging kita kan juga mendapatkan dana untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Ya cukup terbukalah mbak. (Wawancara, 6 Juni 2011) Ungkapan senada juga disampaikan oleh Petugas Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Ngemplak yang bernama Bapak Sis Nugroho berikut ini: “Kita saling membantu mbak karena puskesmas itukan unit pelaksana teknis dari Dinkes juga. Jadi kami mendapatkan dana untuk fogging itu dari Dinkes selain dari pengajuan dana kami sendiri mbak kan nggak mencukupi untuk setahun penuh, jadi sisanya ketika kita harus melakukan fogging itu dananya dari Dinkes. (Wawancara, 6 Juni 2011) Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Kepala Puskesmas Ngemplak dan Petugas commit Kesehatan Lingkungan di atas maka dapat to user
148 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terbuka mengenai dana. Hal tersebut terbukti dengan adanya kemudahan puskesmas untuk mengajukan dana fogging maupun dana penyuluhan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya pola pelayanan yang dijalankan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang tidak selalu berorientasi pada juklak tetapi juga melihat situasi dan kondisi masyarakat. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sudah berorientasi pada kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa. Selain itu, transparansi pengguna dana pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali juga dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemudahan dan kerjasama yang saling mendukung dalam memberikan
dana
untuk
fogging
maupun
untuk
melakukan
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di masyarakat Kecamatan Ngemplak. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali commit to user
149 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak baik yang menghambat maupun meningkatkan kinerja. a. Faktor yang Menghambat Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ngemplak 1) Faktor Internal Faktor penghambat Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah faktor Sumber Daya Manusia (SDM), SDM merupakan aspek penting dalam organisasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, ternyata jumlah petugas atau pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang khusus menangani pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD belum mencukupi dalam artian belum memenuhi secara kuantitas. Jumlah petugas yang khusus menangani penyakit DBD hanya berjumlah satu orang. Berikut dapat dilihat data pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berdasarkan Jabatan dan Tidak Termasuk UPTD Tahun 2010:
commit to user
150 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.21 Data Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan Jabatan dan Tidak Termasuk UPTD Bulan Juli 2011 No. (1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bagian Jumlah (Orang) (2) (3) Kepala Dinas 1 Sekretariat 1 Umum & Kepegawaian 19 Keuangan 9 Perencanaan & Pelaporan 4 Pelayanan Kesehatan 13 P3PL 16 Kesehatan Keluarga 9 Promosi & Litbang 10 Jumlah 82 Sumber: Sub Bag Umum & Kepegawaian DKK Boyolali Berdasarka tabel di atas letak petugas khusus P2DBD berada di urutan ketujuh dengan
jumlah pegawai 16 Orang. Dari 16 orang
tersebut dibagi menjadi tiga seksi yaitu; Seksi Pemberantasan Penyakit, Seksi Pencegahan & Survailans dan Seksi Penyehatan lingkungan. Setiap seksi mempunyai tugas masing-masing. Begitu juga Seksi Pemberantasan Penyakit mempunyai tugas masing-masing, yaitu; menangani masalah Diare, Flu Burung, DBD, HIV AIDS. Jadi setiap petugas bertanggung jawab atas tugasnya. Demikian pula, petugas khusus DBD yang berada di Seksi Pemberantasan Penyakit yang hanya berjumlah satu orang yaitu Bapak Kirmanto. Hal tersebut didasarkan atas pengakuan yang diungkapkan sendiri oleh petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang bernama Bapak Kirmanto berikut ini: commit to user
151 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Disini cuma saya saja yang yang menangani kasus DBD. Sebenarnya ya kurang tenaganya, tugas pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD itu kan tidak hanya bekerja di belakang meja saja tapi kan juga harus keluar kantor.” (Wawancara, 12 Maret 2011) Berdasarkan apa yang telah diungkapkan oleh Bapak Kirmanto di atas dapat diketahui bahwa tugas-tugas dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD itu sangat banyak mulai dari tugastugas administrasi seluruh wilayah Kabupaten Boyolali yang dikerjakan di belakang meja sampai ke tugas-tugas ke lapangan yaitu berbagai penyuluhan kepada masyarakat dan masih banyak lagi tugas lainnya. Dari semua tugas yang telah disebutkan di atas di bebankan hanya kepada petugas khusus P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD) yang hanya berjumlah satu petugas saja. Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Petugas yang menangani penyakit DBD itu hanya berjumlah satu orang. Memang seharusnya petugas P2DBD itu disesuaikan dengan jumlah kecamatannya sehingga penanganan yang dilakukan akan lebih efektif. Ya misalnya itu tadi mbak, kalau di Ngemplak ya di Ngemplak ada sendiri.” (Wawancara, 10 Maret 2011) Melihat kenyataan SDM yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali khususnya
petugas P2DBD yang belum
mencukupi secara kuantitas, maka akan mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terutama yang berkaitan dengan produktivitas..
commit to user
152 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Faktor Eksternal Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak juga menemui faktor penghambat yang berasal dari luar organisasi yang berasal dari masyarakat. Masyarakat cenderung tidak mau ikut peduli terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungannya sendiri. Selain itu kesadaran masyarakat untuk ikut mendukung program-program dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolai. Hal tersebut didasarkan atas apa yang disampaikan oleh petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang bernama Bapak Kirmanto di bawah ini: “Memang masyarakat tidak mau mendukung program-program kami, yang sebenarnya tujuannya juga untuk masyarakat agar terbebas dari penyakit DBD. Karena kami sudah melakukan berbagai upaya penyuluhan dan penggerakan PSN, namun semua itu belum bisa merubah perilaku masyarakat secara optimal.” (Wawancara, 10 Juni 2011) Hal tersebut juga dibenarkan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Memang masyarakat kita sulit dan kurang peduli untuk menjaga lingkungan sekitar mereka. Selama ini kami selalu memberikan penyuluhan tentang program-program yang kami miliki. Contohnya penyuluhan PSN itu kami sudah ingatkan masyarakat untuk melakukan gerakan 3M tapi kenyataanya mereka sulit sekali untuk melakukan itu. Hal ini yang menghambat kinerja kami.” (Wawancara, 12 Maret 2011) Berdasarkan dari kedua pendapat di atas maka dapat diketahui commit to user bahwa berbagai penyuluhan telah diberikan namun belum dapat
153 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyadarkan
masyarakat
untuk
ikut
aktif
dalam
kegiatan
pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan mereka masih rendah. Masyarakat kurang mendukung kegiatan-kegiatan penyuluhan PSN yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Dari apa yang telah dipaparkan di atas faktor penghambat Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak meliputi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal disebabkan karena Sumber Daya Manusia yang kurang memadahi secara kuantitas, sehingga membuat kinerja belum sesuai harapan karena petugas khusus P2DBD hanya berjumlah satu orang. Sedangkan faktor eksteral disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungannya dan rendahnya dukungan masyarakat tersebut terhadap kegiatan-kegiatan penyuluhan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak.
commit to user
154 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Faktor yang Meningkatkan Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak 1) Faktor Internal Faktor internal yang meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah faktor dana yang sudah mencukupi. Hal tersebut seperti apa yang dikatakan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Selama ini dana dari Kabupaten sudah mencukupi untuk melakukan kegiatan-kegiatan pemberantasan dan penanggulngan penyakit DBD. Jadi masalah dana, kami tidak ada permasalahan.” (Wawancara, 12 Maret 2011) Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kirmanto di atas
maka dapat disimpulkan
masalah
bagi
Dinas
Kesehatan
bahwa dana bukan Kabupaten
merupakan
Boyolali
dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. Dengan demikian dapat dikatakan faktor dana dapat meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dapat meningkatkan Dinas Kesehatan commit to user Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
155 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah adanya kerjasama antara pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan para kader, lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Melalui kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa kami melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Kami bekerjasama dengan kelurahan setempat untuk mengundang kader-kader kesehatan, RW, RT, dan tokoh masyarakat di kelurahan tersebut. Kemudian kita melakukan penyuluhan kepada mereka. Selanjutnya mereka melakukan penyuluhan kepada warga mereka masing-masing.” (Wawancara, 12 Maret 2011) Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini: “Walaupun kami belum dapat memenuhi target yang telah ditetapkan. Namun kami bekerja sama dengan organisasi masyarakat lainnya dalam hal penyuluhan dan penggerakan masyarakat.” (Wawancara, 14 April 2011) Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh Bapak Kirmanto dan Bapak Edi Siswanto, SKM di atas dapat diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali melakukan
kerjasama dengan
organisasi
penyuluhan
masyarakat
untuk
melakukan
cara
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Dengan adanya kerja sama ini tentu saja dapat meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan commitNgemplak. to user penyakit DBD di Kecamatan
156 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini : 1. Produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat dikatakan belum berhasil. Hal ini terihat dari adanya target-target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang belum dapat tercapai secara maksimal. Target-target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali antara lain : a. Target Insident Rate (Angka Kesakitan) yaitu kurang dari 3/10.000 penduduk b. Target Case Fatality Rate (Angka Kematian) yaitu kurang dari 2,5% c. Target House Index (Angka Kepadatan Jentik) yaitu kurang dari 5% d. Target Angka Bebas Jentik yaitu di atas 95% e. Target untuk mengubah perilaku masyarakat untuk ikut aktif dalam kegiatan PSN. Target-target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di commit to user
156
perpustakaan.uns.ac.id
157 digilib.uns.ac.id
Kecamatan Ngemplak di atas belum tercapai seluruhnya dari lima target hanya satu target yang tercapai yaitu target Case Fatality Rate (Angka Kematian). Hal ini cukup menjadi bukti bahwa produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak belum berhasil, namun Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terus berupaya untuk memaksimalkan kegiatan pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD kepada masyarakat di Kecamatan Ngemplak. 2. Responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat dikatakan cukup baik namun masih perlu ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya respon terhadap keluhan dan tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan pelaksanaan fogging focus oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sudah berupaya merespon dengan baik keluhan dan tuntutan dari masyarakat di Kecamatan Ngemplak terutama yang berkaitan dengan kegiatan fogging focus. Sikap responsif Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak juga ditunjukkan dari pengakuan masyarakat di Kecamatan Ngemplak terhadap pelaksanaan Penyelidikan Epidemologi yang segera dilakukan setelah ada laporan dari masyarakat. 3. Akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya pola pelayanan yang dijalankan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang tidak selalu berorientasi pada petunjuk commit to user
158 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaan (juklak) saja tetapi juga melihat situasi dan kondisi masyarakat. Selain itu, transparansi pengguna dana pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali juga dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemudahan dan kerjasama yang saling mendukung dalam memberikan dana untuk fogging maupun untuk melakukan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di masyarakat khususnya di Kecamatan Ngemplak. 4. Beberapa faktor yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak baik yang berasal dari dalam organisasi (internal) maupun dari luar organisasi (eksternal). Faktor internal yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah kurangnya Sumber Daya Manusia secara kuantitas. Hal ini dikarenakan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang mengurusi kasus DBD hanya berjumlah satu orang. Jumlah ini tentu saja sangat kurang untuk mencakup seluruh wilayah di Boyolali terutama di Kecamatan Ngemplak. Sedangkan faktor eksternal yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah kurangnya peran aktif masyarakat di Kecamatan Ngemplak dalam melaksanakan program-program pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.
commit to user
159 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Saran Dari hasil penelitian dan pembahasan serta dukungan data yang telah dipaparkan diatas. Saran yang dapat dipenuhi sebagai sumbangsih penulisan untuk meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah sebagai berikut : 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali diharapkan untuk mensosialisasikan kegiatan penangganan penyakit DBD yang lebih efektif di Kecamatan Ngemplak melalui media masa, plamflet-pamflet, media elektronik ataupun terjun secara langsung ke setiap acara-acara masyarakat seperti arisan, kerja bakti, dan kegiatan lainnya. 2. Pembenahan jumlah pegawai di bagian pemberantasan penyakit yang memadai baik secara kuantitas, sehingga pegawai tersebut mampu menangani semua pekerjaan terlebih lagi pegawai tersebut juga memiliki rangkap tugas.
commit to user