NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TUTURAN RITUAL KATOBA DI MUNA
Oleh Asriani Pembimbing Dr.H. Moh. Karmin Baruadi, M.Hum Salam, S.Pd, M.Pd Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
ABSTRAK Permasalahan yang diangkat dan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana isi tuturan ritual katoba dan bagaimana nilai pendidikan karakter dalam tuturan ritual katoba?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sumber datanya yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan dari informan yang digunakan pada saat ritual katoba di Desa Oelongko, Kecamatan Bone, Kabupaten Muna. Kemudian teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan rekaman selanjutnya data di analisis dan dikelompokan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa isi tuturan ritual katoba terdiri dari 4 ajaran yang berhubungan dengan nilai pendidikan karakter, (1) ajaran dasar-dasar kepercayaan, (2) ajaran yang berhubungan dengan hal-hal yang ditakuti dan yang tidak ditakuti, (3) ajaran hak kepemilikan barang, dan (4) ajaran tata cara bersuci. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan karakter pada isi tuturan ritual katoba memiliki pesan-pesan yang khas dalam pembentukan karakter. pembentukan karakter dapat dilihat pada nilai religius dalam ritual katoba ini yakni ajaran yang bertujuan untuk meyakini siapa penciptanya, nilai kejujuran yakni pengenalan tentang batasan kepemilikan barang sendangkan nilai kedisiplinnan dalam ajaran katoba dapat ditemukan pada pengajaran tentang tata cara bersuci. Kata kunci: Nilai, Pendidikan, Karakter, Ritual Katoba di Muna.
Karakter mulia merupakan sikap, cara pandang dan perilaku individu yang memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut (Kemdiknas, 2010). Karakter individu yang mulia ditandai dengan nilainilai moral yang mendasar sebagai ciri khas yang dimiliki (karakteristik). Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Pada masyarakat Muna pendidikan karakter dapat dilakukan dalam ritual katoba, dan setiap orang tua yang memiliki anak yang usianya 6-10 tahun maka anak tersebut harus dikatoba. Menurut pemahaman masyarakat Muna ritual Katoba itu berarti taubat. Secara harfiah taubat dapat berarti menyesali semua perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Orang yang sudah bertaubat sudah memiliki kesadaran kembali keajaran Islam dan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah.
Sesuai dengan realitas yang ada saat ini, pada masyarakat Muna anak yang sudah melaksanakan ritual katoba, tidak lagi mencerminkan dirinya sebagai anak yang sudah dikatoba. Hal ini dapat dilihat pada sikap seorang anak yang tidak lagi mendengarkan perkataan orang tuanya, dan tidak takut terhadap segala larangan Allah. Padahal dalam isi dalam tuturan ritual katoba terdapat pesan-pesan yang memiliki nilai-nilai dalam pembentukan karakter. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini yankni, bagaimana isi tuturan dalam ritual katoba di Muna? Dan bagaimana nilai pendidikan karakter dalam isi tuturan ritual katoba? Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai pendidikan karakter dalam tuturan ritual katoba di Muna.? Hakikat Nilai Menurut Gazalba (1986: 36) nilai itu idill bersifat ide. Oleh karena itu nilai yang bersifat abstrak yang tidak dapat disentuh oleh panca indra. Nilai bukan soal benar atau salah, tetapi soal dikehendaki atau disenangi atau tidak, yang dapat ditangkap adalah barang atau perbuatan yang mengadung nilai. Nilai Pendidikan Karakter Menurut Sikki Muhammad dkk (1991: 32) nilai pendidikan adalah salah satu sarana utama pembinaan agar menjadi manusia yang dewasa berpikir, bertingkah laku yang baik, serta berjiwa luhur. Raharjo (2010: 17) memaknai pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistis yang berhubungan dengan dimensi moral dan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai pondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Jenis-Jenis Nilai Pendidikan Karakter Menurut Khan (2010: 2) ada empat jenis nilai karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan, yaitu:
1) Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu tuhan (konservasi moral). 2) Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa. 3) Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan). 4) Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis). Tujuan Pendidikan Karakter Pendapat dari Koesoema (2000:134), tujuan pendidikan karakter adalah untuk menumbuhkan moral yang positif, memahami dan menghayati nilai-nilai yang relevan dengan perkembangan harkat dan martabat manusia, dan pedoman pembentukan perilaku. Sedangkan menurut Sudrajat (2010), pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Hakikat Tentang Tradisi Ritual Tradisi ritual merupakan kebiasaan atau kepercayaan yang dilakukan oleh masyarakat yang sangat erat kaitanya dengan keagamaan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:595) ritual adalah hal ihwal ritus atau tatacara dalam upacara keagamaan. Upacara ritual cereminy adalah sistem atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat. Jenis penelitian ini adalah Metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan secara jelas tentang, nilai pendidika karakter dalam tuturan ritual Katoba. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitain ini adalah Teknik rekaman dan adalah teknik wawancara.
Berdasarkan hasil analisis data isi tuturan ritual Katoba, di dalamnya terdapat nilai Religius, nilai kejujuran, dan nilai disiplin. Adapun kutipan isi tuturan diuraikan berikut ini: Nilai religius terdapat pada isi tuturan yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, membaca ayat suci Al-Qur’an dan membaca doa. Adapun isi kutipan yang memiliki nilai religius adalah sebgai berikut Auzubillahi minasyaitoanirrajim Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirrabilaalamiyn Arrahmanirrahim Malikiyaumiddiyn Iyakana’budu waiyakanasta’iyn Ihdinasshiratal mustaqim Shiratallazinyna an’amta’alaiyhim Ghairil maghdhubi alaiyhim Walaadhooliyn Astagfirulla halladzim3x Laailaaha illaanta astaghfiruka wa’atubu ilaika Mingkulizamin zanakatahu ramadhan wata’alla, ghasiran, walaniatan, walkabiratan, iinataanta warulzunubi watarul kulubi, watrul ulubi, kasikulukulubi watubuilaik minal zunubi lazi alam walzunubi lazi laallam inakaanta alamulghulubi walahaula walakuwwata illabillahill aliyullazim birahmatika yaarahamarahimin. Allhamdulillahi rabbil alamin Astagfirulla hallazim 3x Ashaduanla illaha illalah (tidak ada tuhan yang disembah selain dari pada Allah) Washaduanna Muhammada Rasulullah (saya bersaksi bawa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah) Poin selanjutnya mengenai nilai religius yang terkandung dalam ritual Katoba terdapat pada ajaran hal-hal yang ditakuti dan tidak ditakuti “nemotehi nemokado”. Adapun kutipan isi tuturan ritual sebagai berikut: “Angkatie amamu folohomo kabholosino Allah Taala. Angkatie inamu folohomo kabholosino Nabi Muhammadhi. Angkatie isamu folohomo kabholosino Malaikati. Moniniane aimu folohomo kabholosino Mumini”. (Taatilah Ayahmu layaknya dia pengganti Allah. Taatilah Ibumu layaknya dia pengganti Nabi Muhammad. Taatilah Kakakmu layaknya dia pengganti Malaikat. Sayangilah Adikmu layaknya dia pengganti Kaum Mukmin)
Pemaknaan dari ajaran ini, Ayah bukanlah pengganti Allah melainkan sebagai sosok yang merepresentasikan sifat Ketuhanan (sifat Illahiyah) dalam keluarga. Demikian halnya dengan seorang ibu atau kakak, mereka bukanlah pengganti Nabi dan atau Malaikat tapi sebagai sosok yang merepresentasikan sifat Kenabian dan Kemalaikatan dalam lingkungan keluarga. Dan Adik harus disayangi dan dibina, karena dalam ajaran Islam; sesama kaum Mukmin diwajibkan untuk saling mengasihi dan menyayangi. Nilai religius yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu nilai yang berhubungan dengan keagamaan hal ini dapat dilihat pada isi tuturan ritual katoba pada pengucapan dua kalimat syahadat. Pengucapan dua kalimat syahadat ini termaksud pengikraran sumpak bahwa seorang anak yang akan baligh dapat menyadari dirinya sebagai umat islam yang sejati. Dalam artian anak tersebut sudah tahu tentang persaratan dirinya sebagai seorang yang beragama islam. Hal ini sejalan dengan pendapat Zainal Aqib dan Sujak (2011: 6) yakni nilai karakter yang hubungannya dengan Tuhan seperti nilai religius. Nilai ini merupakan sebuah pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agama. Kutipan yang memiliki Nilai kejujuran dalam ritual katoba sebagai berikut. Imam : Ane omeeneomu odoi newuntano sala minanaembali langsung dofebunie, doghondohie bhahi lahae kokamondawuhano (kalau kita memungut uang di jalan itu tidak bisa kita langsung menyembunyikanya kita harus mencari siapa yang kehilangan uang) Anak : Umbe (iya) Imam : Notanda nemondaihano sampe nemobhalahano ane koferebuahano dofolimbae tabeha minanaembali dofebunie (mulai dari barang yang harganya banyak sampai dengan arang yang sedikit harganya harus diperlihatkan tidak bisa disembunyikan barang tersebut) Anak : Umbe (iya) Imam : Bhahi anggano dokala nelambuno basitie itu mina naembali dokaala-ala nekoferebuahano (umpamanya kita dirumahnya keluarga kita tidak bisa sembarang mengambil barang tanpa sepengetahuan orang yang punya rumah itu)
Anak : Umbe (iya) Imam : Bhahi dokala wegalu maka dowora bhakehino dhambu wekangkaha mina naembali doalae, mahingga seghonu ohakunaasi neano tabeha dofealaiane (kalau kita pergi di kebun, dijalan kita melihat buah jambu, jangan diambil biar satu biji kita tidak bisa mengambilnya karna itu bukan barang kita kecuali kita harus minta izin) Anak : Umbe (iya) Imam : Mina naembali dohumbu manusia bainto (tidak bisa menfitna orang lain) Anak : Umbe (iya) Imam : Mina naembali wamba tewolambu dofosampue we wite (bahasa yang kita dengar dari rumah tidak bisa diceritakan di luar) Anak : Umbe (iya) Imam : Mina naembali wamba wewite doampe tewolambu (bahasa yang didengar di luar tidak bisa diceritakan di dalam rumah) Anak : Umbe (iya) Imam : Bhedetutulagho mie bhainto, mina naembali nagha dokodhosaane. Nobhari dhosanto netutulagho mie bhainto bhe dofopongko (tidak bisa menceritakan orang lain karena itu dosa, lebih besar dosanya kita menceritakan orang lain dari pada kita membunuh) Anak : Umbe (iya) Ajaran ini bertujuan mengenalkan kepada anak tentang batasan kepemilikan barang. Sehingga dengan cara ini, anak akan lebih mudah mengetahui tata cara memilih atau memanfaatkan suatu barang. Contoh, hasil “mencuri” tidak halal karena pekerjaan tersebut diharamkan agama. Atau, hasil korupsi haram untuk dimiliki karena uang tersebut adalah milik rakyat, bukan milik pribadi. Apabila kita menemukan suatu barang meskipun bernilai kecil, harus dikembalikan kepada pemiliknya atau disumbangkan di Masjid sebagai kepentingan syiar Islam jika pemiliknya tidak ditemukan. Sebagaimana yang diulas oleh Sabora (1982: 24), bahwa dalam ajaran hakunaasi; jangankan berani menyeleweng berupa korupsi, mencuri, menggelapkan, atau merampok, sedang memungut barang mulai dari sebiji pinang sampai manikam, segera dicari pemilik benda tersebut”. Sedangkan nilai kedisiplinnan pada isi tuturan ritual katoba dapat dijumpai pada ajaran tata cara bersuci. Adapun kutipanya isi tuturan sebgai berikut.
Imam : Oe metaano kabharino fatoise oe modaino fatoise dua (air yang bersih atau suci itu ada empat jenis sedangkan air yang mengandung najis ada empat juga) Anak : Umbe (umbe) Imam : Oe metaano nagha nembali doforoghue, nembali dekadiue, nembali dekabusae, nembali dewudue (air yang bersih atau air yang suci itu bisa diminum, bisa dimandikan, bisa dipakai untuk bersuci “berwudhu”) Anak : Umbe (umbe) Penaknaan pada ajaran tentang tata cara bersuci serta mengenalkan bendabenda bernajis. Tujuannya, agar saat mendirikan shalat (atau ibadah lainnya), seseorang sudah dipastikan dalam keadaan bersih/suci dari hadas dan najis. Namun jika dikaji secara lebih mendalam, ajaran ini bertujuan mendidik anak agar mampu hidup dalam kedisiplinan. Seorang anak diharapkan agar pada waktu yang sudah ditentukan ia sudah mensucikan dirinya. Setiap anak diwajibkan selalu memperhatikan waktu shalat secara berkesinambungan, serta sedapat mungkin menjaga dan membersihkan dari setiap najis yang menempel pada di badannya. Dalam kedisiplinan ini, seorang anak dituntut pula untuk hidup sehat sebagaimana yang diajarkan; yakni dilarang mengkonsumsi minuman beralkohol. Jani, nilai kedisiplinnan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai yang diajarkan kepada anak agar selalu patut dan tunduk terhadap aturan yang ada. Hal ini sependapat dengan publikasi Pusat kurikulum dan pengembangan kementrian pendidikan nasional berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011), yang telah mengidentifikasikan sejumlah nilai pembentukan karakter seperti nilai disiplin merupakan tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patut pada berbagai ketentuan dan peraturan yang ada. dari uraian di atas bahwa isi tuturan dalam ritual Katoba semuanya berisi tentang ajaran yang di dalamnya terdapat pesan-pesan yang memiliki nilai yang dalam pembentukan karakter. Oelh karena itu dikarapkan kepada tokoh agama, pemangku adat, serta masyarakat muna dapat mempertahankan ritual itu. Karena
ritual ini memiliki nilai luhur yang bisa mendidika dan mengarahkan anak untuk perbuatan yang dianjurkan oleh ajaran agama. Aqib 2011 Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Jakarta: Yrama Widya. Amin, Muhamad Maswardi 2011 Pendidikan Karater Anak Bangsa. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Depdiknas 2010 Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas. Ibranur, Aspian 2013 Saya Malu Jadi Orang Muna (Membongkar Tabir Kehidupan Masyarakat). Yogyakarta: Indie Book corner. Sabora, La Ode 1982 Beberapa Aspek Faham Masyarakat Muna Berkenaan dengan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Raha: Merpati.
