MAKALAH PROP POSAL OP PERASION NAL PENE ELITIAN T TA. 2014
KAJIIAN KE ESIAPA AN SEK KTOR P PERTA ANIAN M MENGH HADAP PI PASA AR TUNGGAL L ASEA AN 201 15
Oleh: Sah hat M. Pasa aribu Bud diman Huta abarat Delim ma Hasri A Azahari Saktyyanu Kristianto D Arief Iswariyyadi Yusuf Edi Supriyadi Y
PU USAT SO OSIAL EK KONOMII DAN KE EBIJAKA AN PE ERTANIA AN BA ADAN PE ENELITIA AN DAN PENGEM MBANGA AN PE ERTANIA AN 2014 1
KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 Oleh: Sahat M. Pasaribu, dkk Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu hasil pertemuan dan menjadi keputusan politik dalam KTT ASEAN ke‐20 yang dilaksanakan di Kamboja pada 3‐4 April 2012 adalah semakin kuatnya kesepakatan pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Seluruh anggota ASEAN menghadiri KTT tersebut (Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja). Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 menunjukkan terjadinya kelompok masyarakat politik‐keamanan, ekonomi dan sosio kultural budaya yang memengaruhi kehidupan seluruh penduduk yang mendiami negara‐ negara yang terletak di kawasan ASEAN (Yusron, 2012). Perkembangan kondisi ASEAN jauh lebih maju dibandingkan dengan keadaan tahun 1967 pada saat ASEAN didirikan. Pada saat itu, negara‐negara ASEAN hanya berupa wadah perkumpulan atau organisasi sekawasan yang dimanfaatkan sebagai wadah politik luar negeri oleh 5 (lima) negara anggotanya menghadapi situasi perang dingin. Namun, sejalan dengan perkembangan politik dan ekonomi dunia, kawasan ASEAN semakin berperan dalam menentukan kebijakan ekonomi. Pada tahun 1992, ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang akan menurunkan tarif sejumlah produk sebesar 0‐5 persen disepakati untuk diberlakukan pada tahun 2003 (Unisosdem, 2012). Hal ini merupakan kemajuan dalam bidang ekonomi yang akan memengaruhi kehidupan sekitar 500 juta penduduk di kawasan ini. Kerjasama ekonomi terus ditingkatkan sejalan dengan tuntutan dan perkembangan ekonomi dunia dan saat ini seluruh negara di Asia Tenggara bersiap menghadapi pasar tunggal yang melepaskan berbagai restriksi dan membebaskan barang atau komoditas keluar atau masuk dan bersaing di pasar global. Bagi Indonesia, pasar tunggal ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) menjadi sebuah tantangan dan sekaligus peluang untuk mengembangkan produk dalam negeri bersaing di pasar ASEAN. Pemerintah Indonesia secara resmi telah meminta ASEAN benar‐benar memberikan perhatian khusus terhadap aturan asal barang (letter of origin) dalam implementasi AEC tahun 2015 yang akan mendorong penggunaan bahan baku yang berasal dari ASEAN dan mewujudkan pasar tunggal berbasis produksi ASEAN (Antara, 2012). Dalam konteks ini, daya saing produk Indonesia dituntut dan harus dipacu dipacu untuk mampu menghadapi serbuan berbagai produk sejenis di pasar tunggal AEC 2015, termasuk produk‐produk perindustrian. Pelaku industri di dalam negeri diminta untuk mempersiapkan diri karena semua aturan ekonomi akan terintegrasi dan diberlakukan 2
sama pada semua negara anggota (Bisnis Indonesia, 2012). Pasar tunggal akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang ditandai dengan kebebasan arus barang, jasa, investasi, pekerja terampil dan arus modal yang lebih bebas. Pembentukan AEC juga akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang mempunyai daya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata dan terintegrasi dalam ekonomi global. Pada satu sisi, pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor industri. Selain itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra‐ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan‐peraturan dan standarisasi domestik. Namun pada sisi lain, pembentukan AEC menimbulkan tantangan bagi Indonesia berupa keharusan untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan efisiensi dalam segala aspek, khususnya di sektor pertanian; meningkatkan pemahaman publik dalam negeri mengenai ASEAN terutama untuk kalangan bisnis; menciptakan good governance; mampu menentukan prioritas sektor‐sektor yang akan di liberalisasi serta menyelaraskan posisi Indonesia dalam berbagai negosiasi baik bilateral, regional maupun multilateral. Tantangan lain yang akan dihadapi Indonesia adalah keharusan untuk mampu melaksanakan dan menilai berbagai komitmen Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) yang telah disepakati, baik bilateral, regional maupun multilateral. Apabila Indonesia tidak mampu menjawab tantangan tersebut maka ancamannya bagi Indonesia adalah Indonesia akan semakin tertinggal di kawasan ASEAN bahkan tertinggal di tingkat global. Sejalan dengan salah satu dari empat target utama pembangunan sektor pertanian 2010‐2014, yakni peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, diperlukan upaya khusus untuk menghadapi pasar global di kawasan ASEAN pada waktu yang akan datang. Dalam konteks ini, perlu dikaji kesiapan sektor pertanian mengahadapi AEC tahun 2015. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian mengambil inisiatif dalam kajian dan mengharapkan tersusunnya strategi penyiapan sektor pertanian menghadapi pasar tunggal ASEAN tahun 2015. 1.2. Dasar Pertimbangan Dalam kaitan dengan kesiapan sektor pertanian menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015, beberapa pertanyaan terkait dengan permasalahan yang dihadapi akan dijadikan sebagai bahan dasar dalam kajian ini. Berikut ini adalah beberapa diantara pertanyaan tersebut: a. Daya saing Produk (Apakah daya saing sektor pertanian sudah kuat pada tahun 2015?) 3
Agar produk‐produk pertanian dalam negeri dapat lebih eksis pada saat terbentuknya Pasar Tunggal ASEAN, maka produk‐produk pertanian tersebut harus memiliki daya saing yang tinggi di pasar ASEAN dan global. Kondisi daya saing produk‐produk pertanian diduga belum tercatat secara rinci menurut jenis, kelompok maupun bagian produknya sesuai HS yang berlaku. Ukuran daya saing selaras dengan standar yang berlaku, kelembagaannya, aturan yang digunakan, dsb adalah diantara aspek terkait dengan daya saing produk pertanian. b. Kebijakan Pusat/Daerah (Apakah kebijakan Pusat dan Daerah sudah kondusif bagi perkuatan kelembagaan di sektor pertanian dan kebijakan tersebut konsisten dilaksanakan secara bersama?) Kebijakan di tingkat pusat dan daerah harus secara konsisten dan bersama‐sama mendorong daya saing produk pertanian. Masih banyak kebijakan daerah yang tidak selaras dengan kebijakan pusat dan dapat menghambat perkembangan induatri sektor pertanian dan perlu dibenahi agar hasil industri pertanian siap bersaing dalam pasar tunggal ASEAN 2015. Kebijakan pusat/daerah dianalisis dengan mengidentifikasi peraturan dan ketentuan terkait dengan pengembangan produk sektor pertanian, kemudian menguji konsistensinya sebelum menetapkan bahwa ada atau tidak ada sinkronisasi kebijakan di tingkat pusat dengan daerah untuk meningkatkan peran produk pertanian mendukung pergerakan ekonomi regional. c. Infrastruktur (Apakah infrastrukutur yang dibutuhkan sektor pertanian sudah memadai bagi perkembangan dan perkuatan industri pertanian?) Infrastruktur yang baik tidak hanya bermanfaat bagi sektor pertanian untuk berproduksi, tetapi ketersediaan dan kondisi infrastruktur yang baik akan meningkatkan efisiensi pada pemasaran produk. Kondisi infrastruktur berupa jalan, listrik, telepon dan air bersih di sentra‐sentra industri pertanian masih banyak yang kurang memadai. Khusus untuk infratruktur pengolahan dan pemasaran produk pertanian di daerah (seperti mesin‐mesin dan peralatan tepat guna, tempat penyimpanan, alat transportasi dan sejenisnya) masih banyak yang harus dipersiapkan, dibangun dan dibenahi dalam rangka penyediaan produk berdaya saing dan berorientasi ekspor. d. Gambaran Kesiapan Negara ASEAN Lainnya (Bagaimana persiapan negara ASEAN lainnya dalam rangka menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2012?) Seperti Indonesia, negara ASEAN lainnya juga sedang giat mempersipakan diri menghadapai terbentukan AEC pada tahun 2015. Namun harus diakui bahwa persiapan yang dilakukan Indonesia, khususnya di sektor pertanian belum menunjukkan kesiapan terintegrasi dengan sektor terkait lainnya secara lokal. Indonesia harus mengetahui kondisi kesiapan sektor pertaniannyanya sendiri agar 4
dapat berintegrasi dalam pemasaran tunggal ASEAN. Dalam kaitan ini, perlu diketahui potret kesiapan negara ASEAN lainnya menghadapai hal yang sama. e. Kondisi ekspor impor produk pertanian antar ASEAN (Bagaimana gambaran ekspor impor setiap negara ASEAN utamanya dari komoditi yang dihasilkan oleh sub‐ sektor pertanian masing‐masing?) Gambaran kekuatan negara ASEAN lainnya dapat dilihat dari kondisi ekspor dan impor produk sektor pertanian antar negara ASEAN. Meskipun terjadi ekspor dan impor produk pertanian antar negara ASEAN namun secara pasti angka tersebut masih sulit diperoleh. Perlu dipilih komoditas sub sektor pertanian Indonesia, khususnya tanaman hortikultura, perkebunan, dan peternakan yang diperkirakan mampu bersaing dengan produk sejenis dari kawasan ASEAN., f. Kegiatan pembinaan dan kelembagaan sektor pertanian. (Seperti apa bentuk pembinaan di sektor pertanian yang dilakukan dan apa saja permasalahan yang terkait serta bagaimana pengembangan kelembagaan dilaksanakan untuk mendorong pertumbuhan daya saing komoditas pertanian?) Program penguatan SDM, bahan baku, stadardisasi dan teknologi, promosi dan pemasaran, serta kelembagaan yang dilaksanakan selama ini diduga lebih banyak bertumpu pada kekuatan swadaya masyarakat, sementara peran pembinaan oleh pemerintah tidak bersifat berkelanjutan. Berbagai bentuk pelatihan, bantuan peralatan, penyuluhan atau sosialisasi terhadap inovasi dan adopsi teknologi, serta pendampingan tidak selalu berhasil mencapai tujuan. Pembinaan kelembagaan dektor pertanian masih diharapkan dibiayai dari pusat, sementara ada dugaan bahwa daerah lebih memerhatikan pendanaan ke sektor–sektor sumber PAD. Penentuan target binaan kurang tepat pada tingkat kompetensi dan skala usaha sehingga memboroskan anggaran, tenaga dan waktu. Justifikasi yang mendasari pentingnya kajian ini tidak terlepas dari keinginan mempersiapkan diri untuk meraih manfaat sebesar‐besarnya yang diperoleh dari terbentuknya daya saing tinggi produk‐produk pertanian dalam kegiatan komersial di kawasan bebas pasar tunggal/komunitas ekonomi ASEAN. Harus diakui bahwa saat ini masih banyak produk pertanian andalan yang perlu ditingkatkan kualitas dan daya saingnya agar mampu menembus pasar internasional dan bersaing dengan produk sejenis yang berasal dari negara lain. Daya saing produk pertanian dan kebijakan yang mendukungnya belum sepenuhnya mendorong kekuatan untuk memasuki pasar global. Dalam kaitan ini, potensi dan kelemahan yang dihadapi perlu diidentifikasi serinci mungkin, sementara kesempatan dan ancaman yang memengaruhi keberhasilan produk pertanian perlu didorong untuk merebut pasar yang tersedia. Permintaan produk pertanian diperkirakan terus meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan kemampuan ekonomi masyarakat. Produk 5
industri pertanian yang dipilih konsumen akan semakin banyak dan beragam karena dimungkinkannya peluang pasar bagi produk yang bersangkutan. Daya saing produk menjadi kata kunci bersama‐sama dengan tingkat harga yang ditawarkan. Dengan bebasnya arus barang keluar dan masuk ke pasar di kawasan Asia Tenggara, maka kekuatan daya saing harus cukup lentur untuk bertahan dan atau meningkatkan kekuatan di pasar. Dalam konteks inilah kajian ini dilaksanakan, sehingga dapat diidentifikasi kesiapan sektor pertanian menghadapi pasar tunggal ASEAN tahun 2015. 1.3. Tujuan Secara umum, tujuan kajian ini adalah untuk memperoleh data, informasi dan pengetahuan tentang kesiapan sektor pertanian dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN tahun 2015. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi produk pertanian andalan dan menganalisis kekuatan dan kelemahannya dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN. b. Memahami kondisi daya saing produk pertanian andalan dan infrastruktur pertanian dalam persiapan menghadapi pasar tunggal ASEAN. c. Mengetahui kesiapan negara‐negara ASEAN diberlakukannya komunitas ekonomi ASEAN.
lainnya
menyongsong
d. Mengidentifikasi program dan kegiatan berbagai jenis pembinaan dan penguatan kelembagaan nuntuk menyiapkan produk pertanian andalan menghadapi pasar tunggal ASEAN. 1.4. Keluaran yang Diharapkan Keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah: a. Produk pertanian andalan dan rincian tentang kekuatan dan kelemahan produk pertanian andalan, serta sintesis yang memungkinkan peluag produk pertanian andalan memasuki pasar tunggal ASEAN.. b. Deskripsi tentang daya saing produk pertanian andalan dan infrastruktur pendukung untuk meningkatkan daya saing produk pertanian andalan. c. Gambaran tentang kesiapan negara‐negara ASEAN lainnya memasuki komunitas ekonomi ASEAN. d. Matriks program dan kegiatan pembinaan untuk meningkatkan kinerja produk pertanian andalan serta strategi penguatan kelembagaannya dalam persiapan menghadapi pasar tunggal ASEAN. 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
6
Hasil kajian ini diperkirakan akan memberikan manfaat kepada banyak kalangan, khususnya para pengambil kebijakan dan pelaku usaha (swasta dan petani produsen) dalam mempersiapkan dirinya menghadapi pasar tunggal ASEAN tahun 2015. Sementara itu, dampak kajian ini terutama terkait dengan perubahan pola pikir, perlakuan penanganan produk, peningkatan usaha, dan perbaikan kinerja, termasuk manajemen pada produk pertanian andalan sehingga mampu bersaing di pasar kawasan ASEAN. Dampak yang pentingnya lainnya adalah dibukanya kemungkinan pembiayaan sektor pertanian yang terfokus pada peningkatan daya saing, perbaikan infrastruktur, pembinaan pelaku usaha, dan penguatan kelembagaan komoditas pertanian andalan.
7
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Kerjasama regional terus berkembang sebagai dampak dari globalisasi dimana negara‐negara di dunia menghadapi situasi yang serba kompleks. Penguatan kawasan secara bersama‐sama antar negara yang berdekatan seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), NAFTA (North America Free Trade Agreement), EU (Europe Union), MERCOSUR (the Southern Part of South America), CARICOM (Central America) dan lain‐lain. Beberapa faktor yang menjadi motif pembentukan kerjasama regional (Dwisaputra, 2007), yaitu : (a) Membangun rasa baik secara ekonomis maupun politis di antara negara yang berdekatan; (b) Mengelola friksi perdagangan; (c) Peningkatan kapasitas (capacity building) untuk pembangunan; (d) Batu loncatan untuk liberalisasi multilateral, (e) Kebijakan untuk menjamin diplomasi perdagangan; (f) The copycat syndrome atau reaksi pertahanan regionalisme di Eropa, Amerika Utara dan Amerika Latin yang mengancam daya saing perekonomian Asia Timur; (g) Persaingan untuk mendapatkan Penanaman Modal Asing. Sejak ASEAN terbentuk 8 Agustus 1967, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan perdagangan intra‐ASEAN maka pada tanggal 25 Februari 1977 dibentuk kerjasama perdagangan preferensi (Preferential Trade Arrangement/PTA) yang merupakan komitmen pertama negara ASEAN dalam rangka meningkatkan perdagangan intra kawasan antara lain melalui pertukaran tarif preferensi khususnya untuk produk makanan, energi dan produk‐produk yang termasuk dalam proyek‐proyek industri ASEAN dan peningkatan penggunaan bahan baku yang tersedia di kawasan (Dwisaputra, 2007). Dalam Dwisaputra (2007) dijelaskan bahwa untuk lebih meningkatkan kerjasama ekonomi dan perdagangan ASEAN, pada tahun 1992 disepakati Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade Area (CEPT‐AFTA) sebagai cikal bakal visi pembentukan ASEAN Economic Community 2015. Melalui kesepakatan ini telah terjadi penurunan drastis dalam tarif perdagangan dimana pada 1 Januari 2005 (selama 12 tahun) telah turun menjadi 1.93 % dibandingkan pada tahun 1993 masih 12.76 %. Munculnya Pasar Tunggal ASEAN 2015 atau ASEAN Economic Community merupakan hasil Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II), Oktober 2003, yang implementasinya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint (Kementerian Perdagangan, 2010). Dengan program yang cukup cepat dalam penurunan tarif, sehingga ASEAN Vision 2020 dipercepat menjadi 2015, yang disepakati oleh kepala negara pada Januari 2007, dan pada 20 November 2007 telah dilaksanakan penandatanganan deklarasi AEC Blueprint bersamaan dengan piagam ASEAN. Indonesia telah melakukan ratifikasi Piagam ASEAN dalam bentuk Undang‐Undang No 38 tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of The Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa‐Bangsa Asia Tenggara) pada tanggal 6 November 2008. 8
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara‐negara anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar utama (Departemen Perdagangan, 2010) yaitu: (a) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang bebas; (2) ASEAN sebagau kawasan dengan dayasaing ekonomi tinggi dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e‐commerse; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara‐negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam); dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Suksesnya pasar tunggal ASEAN 2015 sangat tergantung dari peningkatan perdagangan intra‐negara ASEAN. Beberapa hal yang menyebabkan gagalnya peningkatan perdagangan intra‐ASEAN tersebut (Dwisaputra, 2007) adalah : (a) beberapa pengecualian dalam skim CEPT yang masih cukup banyak dan penurunan jumlah komitmen; (b) sebagian besar produk industri maupun pertanian negara‐negara ASEAN cederung homogen; (c) volume perdagangan di antara negara ASEAN tidak mengalami peningkatan yang cukup berarti; (d) tingkat hambatan perdagangan yang sangat variatif diantara negara anggota ASEAN; dan (e) ketidaksesuaian prinsip kerjasama ASEAN yang saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, kesatuan wilayah dan identitas nasional seluruh negara anggota. Disamping itu, tantangan yang dihadapi adanya pasar tunggal ASEAN 2015 adalah meningkatkan pemahaman publik di kalangan Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat baik di tingkat Pusat maupun Daerah; tentang manfaat dan peluang yang dapat diperoleh dengan pelaksanaan pasar tunggal ASEAN 2015. Pasar tunggal ASEAN 2015 sebenarnya dapat memberikan peluang bagi Indonesia dengan terbukanya pasar baru bagi barang, jasa, investasi, pekerja terampil dan arus modal di kawasan ASEAN. Di lain pihak, Bangsa Indonesia harus bekerja keras untuk meningkatkan daya saing dan memperkuat ketahanan nasional agar dapat bersaing dengan negara ASEAN lain (Bappenas 2013). Dengan deskripsi diatas, pembentukan Pasar Tunggal ASEAN 2015 jelas akan memengaruhi perilaku perdagangan sekawasan Asia tenggara, bahkan dengan kawasan lainnya karena ikatan kerjasama ekonomi, seperti negara‐negara ASEAN+3 atau ASEAN+6. Dengan pemahaman diatas, kajian ini dilaksanakan dengan memerhatikan konsep kerja yang dirangkai dengan kerangka teroritis untuk mencapai tujuan kajian seperti digambarkan berikut ini. 9
2.2. Identifikasi Produk Pertanian yang Diandalkan Memasuki Pasar ASEAN Pada dasarnya, Indonesia sudah memiliki berbagai produk nasional dan lokal yang khas daerah yang sudah memiliki pasar tersendiri, seperti produk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan dengan produk industri yang dihasilkannya. Pengembangan produk‐produk andalan ini merupakan salah satu kekuatan lokal dengan kearifan yang melekat padanya yang perlu dikembangkan dan menjadi ikon nasional atau daerah dan didorong untuk lebih mengembangkan pasar masing‐masing. Selain menentukan komoditas/produk andalan, jenis produk untuk kebutuhan ekspor juga menjadi salah satu agenda yang layak dipertimbangkan untuk dipersiapkan. Kepentingan mengamankan produk andalan menguasai pasar di dalam negeri untuk berbagai produk, kemampuan daya saing produk yang bersangkutan juga diharapkan dapat menyaingi produk sejenis di pasar tunggal ASEAN. Untuk bersaing di pasar global, pemangku kepentingan sektor pertanian, khususnya Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian sangat berperan mendorong pengembangan berbagai produk pertanian andalan. Produk‐ produk ini diharapkan menjadi andalan nasional atau daerah untuk berkontribusi secara nasional, terutama dalam menggerakkan ekonomi daerah. Untuk maksud diatas, instansi yang bersangkutan layak memperkuat “Desk Pertanian untuk MAE 2015” yang diharapkan dapat menginventarisasi produk‐produk pertanian andalan layak ekspor secara rinci dengan prioritas pembinaan pada aspek teknis dan kelembagaannya. Sebagaimana dicantumkan dalam Renstra Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2010‐2014, berikut ini diuraikan komoditas prioritas pertanian andalan (Kementerian Pertanian, 2011). Komoditas tersebut mencakup produk pertanian dari sub sektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan peternakan sebagai produk substitusi impor. Fokus komoditi pembangunan PPHP 2010‐2014 terdiri dari 4 (empat) kelompok komoditas utama, yakni: a.
Pangan utama: Beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi.
b.
Komoditas perkebunan andalan ekspor: Kakao, kopi, sawit, rempah dan teh.
c.
Produk potensial ekspor: Buah tropika, biofarmaka, tanaman hias tropika, bokar, beras specialty, mete, atsiri, kelapa.
d.
Subsitusi impor: Susu, tepung, jeruk, daging ayam dan telur.
2.3. Kekuatan dan Kelemahan Produk Pertanian Andalan Memasuki Pasar ASEAN Sebagaimana disebutkan sebelumnya, AEC yang memiliki karakteristik sebagai (a) pasar tunggal dan basis produksi, (b) wilayah ekonomi dengan kompetensi tinggi, (c) wilayah dengan pengembangan ekonomi yang sejajar, dan (d) terintegrasi secara penuh dengan ekonomi global, sudah menjadi sasaran kerjasama ekonomi bagi semua negara 10
anggota ASEAN dan ASEAN bersama 6 negara mitra ekonomi. Persiapan untuk memasuki pasar global di wilayah Asia Tenggara plus wilayah lain negara mitra ekonomi harus segera dilaksanakan, jika tidak ingin tertinggal dengan negara‐negara lain yang terlibat didslamnya. Engan mematok tahun 2015 atau efektif sejak 2016 yang akan datang, seluruh transaksi perekonomian regional akan mengambil bagian menurut kebutuhan masing‐ masing. Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat untuk perdagangan komoditas dan jasa, hanya negara yang siap bersaing yang akan memperoleh manfaat, sementara negara yang tidak siap bersaing akan menjadi ”mangsa”, sasaran perdagangan yang akan sangat merugikan. Dalam kaitan ini, Indonesia sebagai salah satu negara besar (dalam jumlah penduduk dan kekayaan sumberdaya alam) harus mampu bersaing jika tidak bersedia sebagai sasaran perdagangan yang menguntunhkan negara lain. Di satu sisi, penguasaan komoditas tertentu yang dibutuhkan pasar dapat diandalkan sebagai bagian dari negosiasi transaksi. Komoditas yang dikerjasamakan dengan negara sesama anggota ASEAN diharapkan dapat membangun sinergi ekonomi, seperti kerjasama komoditas karet dengan Malaysia dan Thailand, atau kelapa sawit dengan Malaysia, dan seterusnya. Pada sisi persaingan industri pertanian, produk pertanian andalan harus dipersiapkan sejak saat ini dan dengan konektivitas ekonomi yang dikuasai, pelaku usaha produk pertanian mampu bersaing secara sehat. 2.4. Kebijakan Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015 Pemerintah masih terkesan ‘tidak siap’ menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015. Hal ini tercermin dari pertanyaan yang menyebutkan keraguan tentang kesiapan Indonesia dalam pasar tunggal tersebut, meskipun pemerintah sudah ‘melihat’ empat pilar utama untuk disiapkan oleh semua stakeholders sebagaimana dinyatakan Menteri Perekonomian dalam Kompas 100 CEO Forum di Jakarta, Rabu (28/11/2012): "Dalam AEC, ada empat pilar utama yang perlu dihadapi. Namun, pertanyaanya, apakah kita siap menghadapi empat pilar tersebut?" dan "Apakah kita sudah siap dari hal yang tidak terhindarkan ini?" (Inilah.com, 2012).
Keempat pilar tersebut adalah basis produksi (production base), daya saing, proteksi (equitable gap), dan konektivitas. Basis produksi diarahkan untuk kegiatan ekonomi antar kawasan yang menuntut Indonesia berkontribusi dalam mengembangkan pasar dan sector industri di negara‐negara dalam kawasan. Sementara itu, daya saing harus dilihat dari sudut pandang bisnis dan sumberdaya manusia yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu pola ekonomi terintegrasi. Proteksi penghambat bisnis antar tiap negara akan dihilangkan dengan kebijakan tarif dan non tarif untuk mengembangkan potensi bisnis. Pilar terakhir, konektivitas antar kawasan menjadi kunci keberhasilan kegiatan ekonomi dalam kawasan melalui peningkatan infrastruktur pada masing‐masing negara di Asia Tenggara. Kawasan negara‐negara ASEAN terhubung dengan negara‐negara mitra kerjasama ekonomi di 11
kawasan Asia Timur (China, Jepang dan Korea), kawasan Asia Selatan (India), dan kawasan Ausralia dan New Zealand. Demikian juga konektivitas dengan negara‐negara mitra dagang di kawasan Eropa. 2.4.1. Kesiapan Perangkat Hukum dan Dokumen Legal Penurunan tarif dan pengurangan hambatan perdagangan non‐tarif, perlakuan nondiskriminasi antara pengusaha lokal dan asing, efisiensi produksi dari basis produksi lokal unruk aliran bebas barang dan jasa lintas batas negara ASEAN, investasi di dalam kawasan ASEAN, dan berkembangnya bisnis karena pembebasan aliran modal dan sumberdaya mnusia adalah elemen‐elemen dasar penyelenggaraan pasar tunggal ASEAN pada 2015 (Lubis, 2012). Indonesia, dalam hal ini direpresentasikan oleh para pelaku usaha dan pemerintah (pada tingkat pusat dan daerah) memegang peran yang strategis untuk mengembangkan dunia usaha lokal dan pergerakan ekonomi regional dan sekaligus meningkatkan kemampuan persaingan produk dan jasa secara global. Investasi yang tepat akan meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi dan arus barang dan jasa. Namun, persoalannya adalah apakah Indonesia hanya akan menjadi sasaran investasi yang keuntungan ekonomi akibat investasi tersebut dinikmati oleh negara yang menanam investasi? Ada kesan yang kuat bahwa semua stakeholders belum menyadari secara mendalam makna dan dampak pasar tunggal ASEAN 2015 terhadap perekonomian nasional secara menyeluruh. Dari sudut pandang agro‐industri, produk‐ produk pertanian andalan belum dipersiapkan dengan baik, sementara waktu untuk menyiapkannya semakin sempit. Dalam kaitan inilah kajian ini menjadi sangat penting, terutama untuk mempercrepat sosialisasi pengaruh pasar tunggal ASEAN 2015 terhadap perdagangan produk pertanian dan terhadap masyarakat pelaku usahanya. Untuk pengaruh yang lebih luas lagi, ketidaksiapan menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015 diduga akan menurunkan produktivitas, melemahkan daya saing, dan mengurangi manfaat produk industri nasional dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, dan politik. 2.4.2. Ketersediaan Sumberdaya Manusia dan Kapital Sumberdaya manusia menjadi salah satu pusat perhatian dalam AEC 2015. Lalu lintas sumberdaya manusia secara profesional akan terjadi dengan sendirinya sejak AEC berlaku secara efektif. Karena AEC 2015 mempertukarkan barang dan jasa, maka sumberdaya manusia akan menjadi sangat responsif terhadap perubahan ekonomi yang terjadi di kawasan ASEAN. Peningkatan kesadaran, perbaikan kinerja usaha, dan pengembangan keahlian dan ketrampilan tidak terlepas dari upaya peningkatan kapasitas (capacity building) sumberdaya manusia menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015 ini. Indonesia perlu melihat gejala perubahan ini dengan cermat jika tidak ingin hanya menjadi penonton pergerakan ekonomi yang dinamis di negara sendiri oleh pelaku‐pelaku usaha dari kawasan ASEAN.
12
Peningkatan kesadaran dan perbaikan kinerja usaha, serta pengembangan kapasitas sumberdaya manusia secara konsisten dan berkesinambungan menjadi kunci utama peningkatan daya saing produk‐produk pertanian nasional. Dalam kaitan ini, seluruh stakeholders harus menyadari kapasitas masing‐masing dan segera melakukan perbaikan‐ perbaikan untuk meningkatkan daya saing global. Kementerian Pertanian, khususnya Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, perlu segera mengambil peran utama dalam melaksanakan program dan kegiatan yang terukur pada kerangka kerja pembinaan agro‐industri secara nasional dengan mengendalikan partisipasi seluruh daerah yang terlibat dalam pengembangan produk pertanian secara nasional. Dalam pasar terintegrasi yang digagas untuk diberlakukan secara efektif per 1 Januari 2016, ASEAN Comprehensive Investment Area (ACIA), sebagai bagian dari kesepakatan AEC 2015 akan mendorog pertumbuhan investasi di negara‐negara anggota ASEAN. Investasi akan bergerak secara bebas. Prinsip utama terkait dengan ACIA yang seharusnya sudah berlaku sejak 2010, kecuali untuk Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam yang baru akan diberlakukan secara penuh pada 2015, mencakup: a. Semua industri akan terbuka untuk investasi dengan pengecualian yang akan dihilangkan secara bertahap. b. Kebijakan nasional akan diberikan kepada investor ASEAN dengan segera meski memberlakukan beberapa pengecualian. c. Melakukan penghapusan hambatan‐hambatan investasi. d. Menyederhanakan proses dan tata cara/prosedur investasi penanaman modal. e. Meningkatkan keterbukaan (informasi). f. Menyiapkan fasilitasi investasi secara tepat. Pada dasarnya, Indonesia dan sejumlah Negara ASEAN lainnya sudah membuka diri terhadap investasi ASEAN dengan berbagai kemudahan dan fasilitasi penanaman modal, termasuk dengan mengurangi atau menghilangkan hambatan investasi dari daftar pengecualian sementara dalam industri manufaktur sektor pertanian, perikanan, kehutanan, dan pertambangan. Sejak 2007, negara‐negara ASEAN sudah mengurangi tarif dan bea impor dengan target nol persen pada 2015. Selanjutnya, sejak 2011, AEC telah menyetujui penguatan posisi dan peningkatan daya saing produk‐produk usaha kecil dan menengah, termasuk produk agro‐industri di kawasan ASEAN. Sebagai gambaran masuknya investasi di kawasan ASEAN, pada 2009, Foreign Direct Investment (FDI) tercatat sebesar US $37,9 milyar yang meningkat dua kali lipat pada tahun 2010 menjadi US $75,8 milyar. Sebesar 22 persen dari total FDI ini berasal dari Uni Eropa, kemudian 16 persen dari negara‐negara ASEAN, dan selanjutnya dari Jepang dan Amerika Serikat. Saat ini, negara‐negara di kawasan Eropa dan Amerika Serikat masih terjebak dalam krisi ekonomi, sementara Jepang baru mulai pulih dari persoalan ekonomi akibat bencana alam tsunami. China diduga masih berupaya memulihkan kondisi ekonomi 13
di dalam negeri dengan tingkat inflasi yang tinggi. Dengan kondisi ini, pada jangka panjang, seluruh permasalahan ekonomi diatas diduga akan berdampak negatif secara tidak langsung pada kawasan ASEAN. Dengan demikian, investasi oleh negara‐negara ASEAN di kawasan ASEAN menjadi andalan dan program‐program terkait dengan investasi dapat dilaksanakan menjelang AEC 2015. 2.4.3. Kemampuan Teknologi dan Inovasi Pemerintah, pengusaha, dan semua stakeholders harus menyiapkan strategi menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015 sejak sekarang. Hal ini menjadi salah satu kesimpulan dalam diskusi informal mengenai AEC 2015 yang dilakukan Menteri Perindustrian pada Rabu (2 Mei 2012) di Jakarta (Kementerian Perindustrian, 2012). Diskusi yang dihadiri berbagai kalangan seperti wakil‐wakil dari sektor perhubungan (penerbangan), telekomunikasi, perbankan, Kadin, asosiasi, dan para pengusaha besar, serta kalangan pers membahas kesiapan industri Indonesia menghadapi AEC 2015. AEC 2015 harus disikapi dari sekarang dengan melakukan berbagai aksi nyata. Fokus pengembangan harus dilakukan menurut sektor, namun diingatkan agar tidak berlebihan menciptakan kebijakan ekonomi dengan rambu‐rambu atau pagar proteksi yang justru dapat membuat kekacauan dalam pengembangan industri nasional, termasuk industri pertanian. Diskusi ini menyarankan agar penyiapan sumberdaya manusia yang berkualitas lebih diutamakan agar memiliki kemampuan bersaing dengan sumberdaya manusia yang berasal dari negara‐negara ASEAN. Integrasi ekonomi regional lebih banyak mengusung pasar tunggal dan kesetaraan, sehingga dengan kemampuan persaingan, transaksi perdagangan dapat menghasilkan manfaat yang dinikmati secara bersama‐sama. Peserta diskusi diatas juga menyinggung perlunya pusat perhatian peningkatan kinerja untuk industri pertanian dan manufaktur sebagai landasan pengembangan industri kreatif dan jasa. Patut dicermati bahwa industri pertanian dan manufaktur menyerap banyak tenaga kerja. Dengan ketahanan pangan nasional dari sektor pertanian dan produksi sandang, papan, dan lain‐lain dari manufaktur, sektor ekonomi kreatif dan jasa dapat dikembangkan menurut arah peningkatan daya saing global. Untuk menggerakkan industri nasional, kedua sektor diatas harus terlebih dulu dimampukan, sehingga pasar domestik menjadi semakin kuat terutama dalam menghadapi serbuan produk‐produk dari kawasan ASEAN. Dengan kebersamaan seluruh stakeholders, AEC 2015 harus menjadi peluang ekonomi yang menguntungkan dan tidak boleh dikategorikan sebagai ancaman terhadap stabilitas ekonomi nasional. Untuk itu, sangat diharapkan terbitnya kebijakan ekonomi nasional yang terarah dan bersinergi yang memerhatikan peluang seluruh sektor menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015. 2.4.4. Kesiapan Infrastruktur dan Kekuatan Promosi/Pemasaran Upaya‐upaya untuk memperbaiki infrastruktur pertanian dengan fasilitas pengolahan dan pemasaran yang memadai, produk pertanian andalan diperkirakan 14
mampu menunjukkan keunggulannya terhadap produk sejenis dari negara lain. Infrastruktur itu harus dipersiapkan dan langkah‐langkah penyiapannya harus dikomunikasikan dengan semua pemangku kepentingan terkait. Prioritas infrastruktur dengan fasilitas yang dibutuhkan, termasuk ketersediaan aturan/perangkat hukum yang dibutuhkan harus disusun dalam suatu agenda desain pengembangan komprehensif dan terintegrasi. Seluruh kebutuhan yang sehariusnya disediakan negara harus menjadi prioritas dalam pembiayaannya yang bersama‐sama dengan pemerintah daerah akan dihasilkan kondisi sinergi bersama para pelaku usaha di lapangan. Promosi yang dilaksanakan secara berjenjang di daerah hingga di tingkat nasional secara konsisten merupakan kekuatan mendorong pertumbuhan produk‐produk pertanian. Pameran dan berbagai media lain yang dilakukan secara berkesinambungan dan dimotori oleh para pelaku usaha dan pemerintah setempat harus mendapat tempat dalam program pengembangan industri. Dalam kaitan ini, promosi yang dikoordinasikan secara baik akan menjadikan produk asli nasional menjadi andalan di dalam negeri dan secara selektif dan bertahap akan bersaing dengan produk sejenis di pasar tunggal ASEAN 2015. Produk industri pertanian menjadi sumber penghasilan bagi pelaku usaha apabila dapat dipasarkan secara terus‐menerus, tidak mengandalkan hanya satu sasaran pasar, tetapi pasar yang jangkauannya lebih luas. Kawasan ASEAN adalah kawasan yang sangat luas dengan penduduk sekitar 600 juta jiwa yang jika ditambah dengan kawasan lain dari keenam mitra dagang ASEAN, suatu produk pertanian yang dapat diterima masyarakat luas akan memberikan manfaat yang besar, baik kepada pelaku usaha, maupun bagi negara. Oleh karena itu, strategi pemasaran termasuk sebagai aspek pokok yang harus disikapi secara cermat dan dikendalikan dengan baik. Pengendalian dalam hal ini berarti mendorong, mendukung, dan memberikan kemudahan memasuki pasar global dengan mengikuti rambu‐rambu kesepakatan‐kesepakatan ekonomi. Kebijakan mendorong peningkatan daya saing terus diperbarui mengikuti perubahan lingkungan internal dan eksternal, sehingga produk‐produk pertanian memiliki keunggulan dan menjadikannya sebagai alternatif produk terpilih yang disodorkan kepada masyarakat pembeli. Pemerintah pusat dan daerah memegang peran yang signifikan untuk melakukan berbagai perbaikan dengan kenudahan‐kemudahan dan insentif ekonomi yang merangsang pelaku usaha memajukan bisnis dan kegiatan ekonomi masing‐masing. 2.5. Tantangan dan Peluang Persaingan Produk Pertanian di Pasar ASEAN Semua negara anggota ASEAN memiliki kesulitan sendiri‐sendiri menghadapi AEC 2015. Tidak ada anggota yang bebas dari permasalahan mempersiapkan komoditas industri negaranya menjelang diberlakukannya pasar tunggal ASEAN ini. Permasalahan yang bersifat umum yang juga dihadapi oleh negara‐negara anggota ASEAN lainnya tentu dapat ditanggulangi dengan mudah melalui tawar‐menawar dan kesepakatan‐kesepakatan, 15
namun kesulitan yang bersifat unik dan lokal yang dihadapi negara tertentu harus diselesaikan sendiri dengan memberikan jalan keluar yang adil. Tantangan dan peluang persaingan produk pertanian di pasar ASEAN akan terjadi dan dengan kesepakatan regional serta pembenahan lokal, pasar tunggal ASEAN diharapkan dapat berjalan dengan baik, terhindar dari konflik kepentingan yang melibatkan negara. Negara‐negara ASEAN tidak boleh gagal dalam melaksanakan pasar tunggal ASEAN 2015. Jika kebanyakan diantara 10 negara ASEAN gagal melaksanakan komitmen, maka hal ini akan berakibat kegagalan pelaksanaan pasar terintegrasi di kawasan ASEAN dan kesepakatan‐kesepakatan tidak memberikan manfaat luas secara ekonomi, tetapi bahkan menjadi wilayah yang menguntungkan negara‐negara mitra ASEAN yang terlibat didalamnya. Peran sektor swasta sangat vital dalam menyukseskan pasar tunggal ASEAN. AEC adalah pasar tunggal dan basis produksi untuk barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja trampil yang secara bebas masuk dan keluar kawasan ekonomi ASEAN. Dengan kemampuan persaingan yang tinggi, kekuatan ASEAN terhadap 6 negara mitra harus menjadi peluang ekonomi yang menguntungkan. Kerjasama‐kerjasama ekonomi yang sudah ada harus tetap bermanfaatn dalam AEC 2015. Blok kerjasama ekonomi yang sedang berjalan saat ini, seperti ASEAN‐China FTA, ASEAN‐Jepang, ASEAN‐Korea, ASEAN‐Australia and New Zealand, dan ASEAN‐India akan membuat AEC menjadi suatu kawasan ekonomi yang besar di kawasan Asia‐Pasifik (Lim, 2012). Dengan cakupan wilayah yang sangat luas dan dengan keterlibatan negara‐negara dengan penduduk yang besar, AEC bukan hanya kawasan perdagangan ekonomi, tetapi akan berkembang menjadi pusat‐pusat pertumbuhan sosial, budaya, dan politik yang berpengaruh terhadap penyelesaian konflik regional atau global. Memerhatikan pengaruh AEC di kawasan Asia‐Pasifik, kiblat ekonomi dunia diperkirakan akan semakin kuat berpaling ke wilayah Asia, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian, produk‐produk industri, khususnya produk pertanian akan memiliki peluang pasar yang jauh lebih besar dan luas yang akan membuat daya saing produk semakin ketat. Secara teoritis, justru disini lah diharapkan produk‐produk andalan khas lokal Indonesia dapat bersaing dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, 2.6. Program Penguatan dan Pembinaan Kelembagaan Agenda pengembangan produk pertanian andalan seperti disebutkan sebelumnya perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan. Keberlanjutan program dengan berbagai kegiatan yang mendukungnya diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam kerangka penguasaan pasar domestik sambil melihat peluang ekspor. Nilai tambah, daya saing, dan peluang ekspor menjadi sasaran yang terukur jika program pembinaan dilaksanakan secara berjenjang dan berkelanjutan. Program pembinaan tidak terlepas dari peran kelembagaan yang menaungi seluruh aktivitas peningkatan nilai tambah, daya saing dan peluang ekspor. Dengan demikian, 16
penguatan kelembagaan pertanian pada seluruh tingkatan juga harus masuk didalam agenda pengembangan. Kelembagaan pembina dengan yang dibina harus memiliki basis kegiatan yang jelas, terukur, dan dapat ditingkatkan. Kelenturan lembaga yang kuat menghadapi gejolak perubahan di berbagai simpul produksi, pengolahan, maupun pemasaran akan menentukan tingkat keberhasilan lembaga tersebut di dalam sistem persaingan pasar global. Dalam kondisi seperti ini, arah kebijakan menjadi sangat relevan untuk difokuskan pada kegiatan pembinaan yang bersifat aplikatif dan dapat dilaksanakan di lapangan.
17
3. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia memiliki potensi menjadi negara yang memberikan warna tersendiri di kawasan Asia Tenggara karena kekayaan sumber daya alam, serta jumlah penduduknya yang besar yang dapat menyediakan tenaga kerja kompetitif. Indonesia akan lebih siap menghadapi AEC 2015 apabila Pemerintah bersama pelaku bisnis dan masayarakat luas secepatnya mampu membenahi masalah yang dihadapi, seperti kurang baiknya infrastruktur ekonomi, instabilitas makro‐ekonomi, ketidakpastian hukum dan kebijakan, ekonomi biaya tinggi, dan lain‐lain, sehingga dapat mengundang investor dan meningkatkan percepatan investasi. Sektor pertanian yang memiliki peran strategis dalam penyediaan lapangan usaha, penyerapan tenaga kerja dan memperkuat ekonomi kerakyatan diharapkan dapat memanfaatkan peluang dari terbentuknya pasar tunggal ASEAN tahun 2015. Terbentuknya pasar tunggal ASEAN diupayakan agar tidak menjadi ancaman bagi sektor pertanian khususnya dan industri pengolahan pada umumnya. Pada dasarnya, berbagai upaya pemerintah telah dan terus dilakukan untuk memperkuat daya saing produk‐produk pertanian. Berbagai peraturan dan kebijakan juga telah digulirkan agar iklim usaha semakin kondusif. Kebijakan pengembangan produk yang berasal dari sektor pertanian dilakukan dengan melakukan program pengembangan industri pertanian dengan pendekatan kemitraan (partnership approach) yang mngedepankan kesetaraan. Pemerintah akan mengambil inisiatif dalam introduksi program dengan berinteraksi secara intensif dengan kalangan swasta dan sumber‐sumber bahan baku (petani produsen) hingga membentuk jaringan kemitraan yang harmonis yang berorientasi pasar global. Mengikuti deskripsi diatas, secara garis besar kerangka pemikiran untuk menyiapkan sektor pertanian menghadapi pasar tunggal ASEAN dapat dituangkan dalam suatu gambar yang memperlihatkan komoditas terpilih dikembangkan secara sistematis dengan mengaitkannya terhadap unsur‐unsur terkait dibelakang dan didepannya (backward dan forward linkage). Pengaitan ini dimaksudkan untuk menangkap nilai tambah atas perlakuan (treatment) yang diberikan terhadap produk andalan tersebut yang akan menghasilkan produk berkualitas yang memiliki manfaat kompetitif sambil mempertahankan kelestarian lingkungan. Selanjutnya, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, informasi yang diperoleh tentang produk pesaing dari negara ASEAN lainnya yang masuk ke dalam negeri dapat direspons, baik secara teknis maupun non‐teknis. Sedikit melakukan kegiatan terkait dengan market intelligent, maka akan diperoleh data awal atau data yang lebih akurat tentang kinerja produk pertanian sejenis di pasar global. Kemudian, pembinaan yang dirancang dalam program dan kegiatan untuk meningkatkan kualitas, daya saing, nilai tambah, dan membuka peluang ekspor, diharapkan akan memperkuat kelembagaan yang terlibat yang secara berkesinambungan memperbesar 18
pengaruh produk pertanian andalan di dalam negeri sementara melihat peluang pemasaran di kawasan ASEAN. 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan Secara ilustratif, skema kerja dalam ruang lingkup atau cakupan kegiatan kajian ini disajikan sebagai berikut.
Kondisi Daya Saing Produk
(Kualitas, Standard)
Kebijakan Pusat, Kebijakan Daerah dan Pelaksanaannya
Kondisi Infrastruktur Pertanian di Sentra Produksi
Deskripsi
Gambaran Kesiapan Negara ASEAN Lain
Analisis
Kondisi Ekspor dan Impor Negara ASEAN
Pembinaan Sektor Pertanian oleh Pemerintah (Program dan Kegiatan)
Rekomendasi (Program dan Kegiatan)
Gambar 1. Cakupan kajian 3.3. Lokasi Penelitian dan Responden 3.3.1. Dasar Pertimbangan Memerhatikan tersebarnya sentra produksi komoditas pangan utama (beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi), komoditas perkebunan andalan ekspor (kakao, kopi, sawit, rempah dan teh), produk potensial ekspor (buah tropika, biofarmaka, tanaman hias 19
tropika, bokar, beras specialty, mete, atsiri, kelapa), dan komoditas subsitusi impor (susu, tepung, jeruk, daging ayam dan telur), maka kajian ini akan dilaksanakan di sebagian wilayah sentra produksi komoditas yang bersangkutan. Kajian ini juga tidak mungkin mencakup seluruh komoditas diatas, tetapi akan difokuskan kepada beberapa komoditas pertanian andalan nasional atau daerah terpilih yang memiliki peluang pengembangan yang logis dan dapat dijangkau. Penentuan komoditas ini selanjutnya akan dokompromikan dengan pihak‐pihak terkait agar pemilihan komoditas andalan sesuai dengan yang diharapkan para pemangku lepentingan. Namun demikian, untuk sementara, komoditas seperti jagung, kopi, salak, dan jeruk diduga dapat dipertimbangkan sebagai komoditas yang akan dikaji kesiapannya. 3.3.2. Lokasi dan Responden Lokasi kajian dipilih secara purposif di tingkat provinsi. Provinsi terpilih adalah wilayah yang memiliki potensi produk pertanian andalan yang berpeluang untuk memberikan nilai tambah, memiliki daya saing, dan dapat bersaing di pasar ekspor. Provinsi‐provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Bali, dan Sulawesi Utara. Jika dimungkinkan, untuk melihat bagaimana dan dalam situasi seperti apa persiapan beberapa negara ASEAN lain menghadapi pasar tunggal ASEAN, maka kunjungan kerja ke Vietnam dan Malaysia juga diusulkan, meski dengan pendanaan diluar DIPA PSE‐KP. 3.4. Data dan Metode Analisis 3.4.1. Jenis dan Sumber Data Dua jenis data yang akan dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan di tingkat provinsi pada dinas terkait terhadap komoditas terpilih. Keterwakilan komoditas yang menjadi produk andalan provinsi/kabupaten yang dikunjungi dianggap memadai untuk memperoleh gambaran tentang kondisi, potensi dan kelemahan komoditas yang bersangkutan bersaing di pasar global. Data primer dukumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Data yang terkumpul selanjutnya akan dipilah dan diorganisasikan untuk menghasilkan tabel‐tabel analisis. Pengolahan data juga dilakukan dengan komputer menggunakan Microsoft Excel. Sementara itu, data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi/lembaga terkait akan diorganisasikan secara illustratif dalam bentuk tabel atau fitur yang dapat menjelaskan secara non verbal. 3.4.2. Metoda Analisis Analisis terhadap data yang dikumpulkan akan dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Tabel‐tabel analisis disiapkan untuk diinterpretasikan dan ditarik makna dan pemahamannya.
20
Kesiapan sektor pertanian dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN tahun 2015 akan dianalisis dengan menggunakan metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Faktor internal produk pertanian andalan merupakan kekuatan (strength) sekaligus kelemahan (weakness), sedangkan faktor eksternal adalah kesempatan (opportunity) sekaligus ancaman (threat). Data primer digunakan untuk keperluan analisis ini. Kekuatan sekaligus kelemahan agro‐industri sebagai faktor internal meliputi pengalaman berusaha, pendidikan formal, pemilikan modal sendiri, akses terhadap kredit, keaktifan dalam kelompok (klaster), dan pemilikan aset. Sedangkan peluang dan ancaman yang merupakan faktor eksternal terdiri dari ketersediaan kredit formal, dukungan pemerintah, infrastruktur, ketersediaan input, geografi, serta peluang pasar domestik maupun internasional. Dari faktor‐faktor internal maupun eksternal akan dianalisis sehingga diketahui posisi produk pertanian andalan Indonesia saat ini. Dengan mengetahui kondisi produk pertanian andalan ini maka bisa ditentukan strategi untuk mengembangkannya menghadapi pasar tunggal ASEAN (Tabel 1). Kemungkinan posisi produk pertanian andalan Indonesia adalah memiliki peluang dan kesempatan yang bagus,sehingga akan ditempuh strategi SO. Produk yang bersangkutan mempunyai kekuatan tetapi menghadapi ancaman, maka akan ditempuh strategi ST. Produk andalan bisa juga dalam posisi lemah tetapi memiliki banyak peluang, maka ditempuh strategi WO. Bahkan ada kemungkinan produk andalan ini dalam posisi terburuk, yaitu lemah dan menghadapi ancaman sehingga diperlukan strategi WT. Ketepatan menentukan posisi saat ini dan strategi yang akan diambil untuk menghadapi situasi terkini akan menentukan keberhasilan pembinaan produk pertanian andalan dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN. 21
Tabel 1. Kerangka Matriks Strategi Peningkatan Kesiapan Sektor Pertanian Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015 Faktor internal Faktor eksternal
Peluang (O) Peluang berkaitan dengan jaringan tugas antar organisasi, sektor pelayanan masyarakat, pengaruh lingkungan ekonomi, politik, sosial, budaya yang mempengaruhi kinerja produk pertanian andalan Ancaman (T) Ancaman berkaitan dengan jaringan tugas antar organisasi, sektor pelayanan masyarakat, pengaruh lingkungan ekonomi, politik, sosial, budaya yang mempengaruhi kinerja produk pertanian andalan
Kekuatan (S) Potensi berkaitan dg sarana‐ prasarana fisik, SDM, organisasi mempengaruhi kinerja produk pertanian andalan
Strategi (SO) Potensi yang ada ditingkatkan untuk dapat memanfaatkan peluang
Strategi (ST) Kekuatan yang ada dihimpun untuk menghadapi ancaman luar
Kelemahan (W) Kelemahan berkaitan dengan sarana‐prasarana fisik/infrastruktur, SDM, organisasi yang memengaruhi kinerja produk pertanian andalan Strategi (WO) Peluang yang ada dimanfaatkan untuk menutupi kelemahan
Strategi (WT) Mengatasi kelemahan yang ada untuk mengurangi pengaruh ancaman
Data sekunder yang dikumpulkan dari hasil kunjungan ke negara tetangga, jika dimungkinkan ke Vietnam dan Malaysia, akan disiapkan secara dekriptif dengan melihat relevansinya dengan situasi di Indonesia. Data dan informasi yang dikumpulkan di kedua negara sahabat ini diharapkan dapat memberikan gambaran kesiapan negara yang bersangkutan menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015. Deskripsi yang disusun dalam laporan akhir kajian ini memuat situasi di kedua negara tersebut yang selanjutnya diperbandingkan dengan situasi di Indonesia. Informasi ini memperkaya bahan‐bahan yang sudah tersedia yang dapat dijadikan dasar pengembangan produk andalan pertanian di indonesia. 22
4. ANALISIS RISIKO Kemungkinan memperoleh data yang tepat dan sesuai dengan tuntutan kajian ini berisiko tidak diperoleh secara utuh, meskipun dilakukan di sentra produksi produk pertanian andalan yang menjadi sasaran kajian ini. Dalam situasi seperti ini, penggantian produk andalan dapat dilakukan secara cepat untuk tidak tertinggal waktu pelaksanaan. Selanjutnya, peluang melakukan perjalanan ke negara tetangga seperti disebutkan sebelumnya, juga terancam tidak tercapai karena ketidaksediaan anggaran. Selain tidak terdapat dalam anggaran DIPA PSE‐KP, kemungkinan memperoleh pendanaan dari sumber lain diduga tidak mudah diperoleh. Jika kunjungan ini tidak terpenuhi, maka deskripsi tentang produk andalan yang menjadi pesaing dari Negara yang bersangkutan tidak dapat dilakukan, meskipun secara umum data dan informasi yang relevan dapat diperoleh menggunakan searching machine.
23
DAFTAR PUSTAKA Antara. 2012. Pasar Tunggal ASEAN: Indonesia Minta Implementasi Aturan Asal Barang Diperhatikan. 29 Agustus 2012. Jakarta. www.bisnis.com (3 November 2012). Bappenas. 2013. Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan. Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014. Jakarta. Bisnis Indonesia. 2012. Industri Harus Pacu Daya Saing. www.kemenperin.go.id (3 November 2012). Departemen Perdagangan. 2010. Menuju ASEAN Economic Community 2015. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta. Dwisaputra, R. 2007. Kerjasama Perdagangan Regional dalam Kerjasama Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Bank Indonesia. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Inilah.com. 2012. Hatta: Inilah Persiapan Jelang AEC. www.ekonomi.inilah.com/read (20Des2012). Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian. 2011. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta. Kementerian Perindustrian. 2012. Menperin Menggelar Diskusi Informal ASEAN Economic Community 2015, Rabu (2/5). www.kemenperin.go.id/artikel/3227 (20 Desember 2012). Lim,
H. H. 2012. Can ASEAN Economic www.gmanetwork.com/news (20 Dec 2012).
Community
Happen
in
2015?
Lubis, A. 2012. Lima Tahap Menuju Pasar Tunggal ASEAN. Waspada. Medan. http://www.waspada.co.id (3Nov2012). Unisosdem. 2012. ASEAN Berencana Menjadi Pasar Tunggal. www.unisosdem.org (3 November 2012). Yusron, U. 2012. Masyarakat Ekonomi Tunggal ASEAN 2015. Berita Satu. Jakarta. 9 April 2012. www.beritasatu.com (3 November 2012).
24