Analisis Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Terhadap Praktek Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan BUMN dan Non BUMN di Bursa Efek Indonesia )
Oleh:
Jenny Sevi Wandeca NPM : 0851031022 Telepon : 087899222722 Email :
[email protected] Pembimbing I : Susi, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D. Pembimbing II : Liza Alvia, S.E.,M.Sc. Akt. ABSTRAK Salah satu motivasi tindakan praktek manajemen laba adalah pergantian Chief Executive Officer (CEO). Pergantian CEO disebabkan karena tidak tercapainya tujuan bersama antara manajer dengan pemilik perusahaan dan tidak mengahasilkan hasil kinerja yang baik pada saat jabatannya, sehingga diduga pada saat pergantian CEO akan terjadi tindakan praktek manajemen laba dengan pola Taking a Bath untuk memperlihatkan hasil kinerja yang baik dan dapat memenuhi tujuan perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan untuk menguji tindakan manajemen laba antara perusahaan BUMN dan NON BUMN. Sampel yang terdiri dari perusahaan BUMN dan Non BUMN tahun 2008 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Manajemen laba diukur menggunakan Discreationary Accruals (DA), Model Modifikasi Jones. Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan Uji independent sampel ttest. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pergantian CEO tidak berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN tidak terbuktik berbeda.
Kata Kunci: pergantian CEO, manajemen laba.
Analisis Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Terhadap Praktek Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan BUMN dan Non BUMN di Bursa Efek Indonesia )
Oleh:
Jenny Sevi Wandeca NPM : 0851031022 Telepon : 087899222722 Email :
[email protected] Pembimbing I : Susi, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D. Pembimbing II : Liza Alvia, S.E.,M.Sc. Akt. ABSTRAK One of the motivations of earnings management practices of action is a change of Chief Executive Officer (CEO). CEO turnover is caused due to failure to achieve shared goals between the manager with the company owner and does not result in a good performance during his tenure, so the thought at the turn of the CEO will place the practice of earnings management measures Taking a Bath with a pattern to show a good performance and can meet corporate objectives. The purpose of this study was to examine CEO turnover negative affect earnings management practices in companies listed on the Indonesia Stock Exchange and to examine measures of earnings management between BUMN and NON BUMN. Sample of BUMN and NON BUMN enterprises in 2008 are listed in Indonesia Stock Exchange. Earnings management is measured using Discreationary Accruals (DA), Modified Jones Model. Research hypotheses are tested using independent samples t-test test. The results show that CEO turnover does not negative affect the earnings management practices in companies listed on the Indonesia Stock Exchange. Earnings management practices in BUMN and NON BUMN are no different.
Keywords: CEO turnover, earnings management.
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Salah satu tolak ukur yang digunakan dalam penilaian kinerja perusahaan oleh pemakai laporan keuangan adalah laba. Hal ini sejalan dengan Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No.1 (1987) (yang dikutip Belkoui, 1993 dalam Widyaningdyah, 2001), bahan informasi laba menjadi perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Kinerja perusahaan baik atau buruk dapat dilihat dari hasil kerja keras manajemen puncak dalam mengelola perusahaan secara langsung untuk mencapai tujuan utama perusahaan. CEO (Chief Executive Officer) dikatakan kinerjanya bagus apabila memiliki prestasi yang baik tiap tahunnya dan dapat mencapai tujuan bersama antara pricipal dan agent, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya pergantian CEO, sebab CEO tidak dapat mencapai tujuan utama di perusahaan dan akan memperkerjakan CEO baru.
Terkadang dalam pergantian CEO diduga mempunyai potensi terjadinya praktek manajemen laba. Handoko (2006) meneliti pergantian CEO baru mendorong pihak manajemen untuk melakukan praktek manajemen laba dengan pola taking a bath dalam laporan keuangan perusahaan dengan meminimalkan income atau bahkan membuat rugi pada tahun transisi guna meningkatkan laba di masa yang akan datang. Manajemen laba dalam hal taking a bath dilakukan oleh CEO baru, supaya CEO baru tersebut mendapatkan kepercayaan dari principal untuk mengelola perusahaan yang dimilki oleh principal tersebut, karena kinerjanya telah berhasil.
Pergantian CEO merupakan strategi terbaik bagi sebuah perusahaan yang sedang turun demi menentukan nasib barunya di masa depan. Dalam pemilihan CEO baru juga memilki ketentuan yang berlaku sesuai dengan peraturan perusahaan biasanya mengutamakan pengalaman seseorang yang berkopeten, orang yang mampu mengikuti perkembangan jaman, orang yang berpengalaman di bidang ekonomi, orang yang tidak ceroboh, bisa dipercaya, bijaksana, ulet dan kerja keras. Namun perusahaan juga dikatakan tidak stabil apabila terlalu sering mengalami pergantian CEO tiap tahunnya. Pergantian CEO juga memiliki sebab lain selain tidak tercapai tujuan perusahaan yaitu terjadi pergantian CEO karena masa waktu jabatan kerjanya sudah habis dan pergantian
CEO karena sudah masa non aktif kerja atau disebut dengan pensiun dan pergantian ini disebut normal.
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory) Pemicu utama dalam pergantian CEO adalah tidak tercapai tujuan besama antara manajer dengan pemilik perusahaan. Karena sudah dibuktikan di banyak penelitian, bahwa semakin jauh perbedaan pencapaian kinerja perusahaan dengan harapan stakeholders dan semakin memiliki perbedaan antara kompensasi yang diperoleh manajer dengan harapan kompensasi para stakeholders, maka akan terjadi pergantian CEO. Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen (Anthony dan Govindarajan, 2005) dalam Yasa dan Novialy, 2012. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer ) sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Konsep agency theory dapat menggambarkan hubungan kontrak antara agent dan principal dimana agent berkewajiban untuk melakukan tugas bagi kepentingan principal. Dalam hubungan keagenan, masing-masing pihak terdorong oleh motivasi yang berbeda sesuai dengan kepentingannya, dan apabila setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki, maka dalam hubungan ini dapat saja terjadi konflik kepentingan antara manajemen selaku agent dan pemilik perusahaan selaku prinsipal. Adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agent dapat menimbulkan masalah keagenan (agency problem), dimana masing-masing pihak mengutamakan kepentingannya. Sebagai manusia yang rasional, agent mengutamakan kepentingannya (tanpa memperhitungkan kepentingan principal), misalnya dengan melakukan manipulasi atas laporan laba rugi. 2.1.2. Manajemen Laba
Earning management adalah memanipulasi akuntansi dengan tujuan menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebernarnya (Mulford dan Comiskey, 2010:81). Earning management dibagi menjadi 2 definisi, yaitu definisi sempit dan definisi luas. Dalam definisi sempitnya, dijelaskan bahwa manajemen laba hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Selain itu juga diartikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. Sedangkan dalam definisi luasnya, manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut (Widyaningdyah,2001). Manajemen laba dapat diartikan sebagai campur tangan manajemen di dalam laporan keuangan eksternal yang memiliki tujuan untuk mengutamakan kepentingan pribadi. Walaupun banyak definisi yang diberikan terhadap manajemen laba, namun terdapat kesamaan yang dapat disimpulkan dari definisi tersebut, yaitu usaha campur tangan manajemen untuk menaikan (menurunkan) laba yang terdapat dalam laporan keuangan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu. Upaya ini tentu saja pihak akan menguntungkan manajemen, namun di lain pihak akan merugikan pihak lain yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan tersebut karena apa yang tercantum di dalamnya tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya. Berdasarkan penelitian (Watts dan zimmerman, 1986 ) dalam Sulistyanto, (2008) yang terdiri dari ketiga hipotesis yaitu: Bonus plan hypothesis, Debt convenant hypothesis, Political cost hypothesis dan yang lebih mengacu terhadap penelitian penulis yaitu Bonus plan hypothesis. Bonus plan hypothesis adalah Hipotesis yang menyatakan bahwa manajer akan cenderung untuk mengunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode berjalan. Tujuan untuk memaksimumkan bonus yang akan mereka peroleh karena besarnya bonus tergantung dengan besarnya laba yang akan dihasilkan. Hipotesis ini sering juga dikaitkan dengan skema bonus, dimana: •
Manajemen akan meminimalkan laba karena kondisi perusahaan saat itu rugi (kondisi bogey ke kiri).
•
Manajemen barusaha memaksimalkan laba dengan menggunakan metode akuntasi yang dapat meningkatkan laba agar manajemen mendapatkan bonus yang maksimal (kondisi bogey ke cap).
•
Manajemen akan membuat laba menjadi rata (income smoothing), supaya perusahaan dianggap sudah mapan dan stabil. Dalam kondisi ini, manajemen tidak lagi memaksimalkan bonus karena bonus sudah maksimal (kondisi cap ke kanan).
Dalam penilitian ini penulis bertujuan untuk menambahkan bukti empiris mengenai tindakan manajemen laba pada pergantian CEO. Karena manajemen salah satunya diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mareka melakukan tindakan creative accounting agar menampilkan kinerja yang baik dan akan mendapatkan bonus yang maksimum untuk mendapatkan kepuasan pribadinya 2.1.2. 1. Pola dalam Manajemen Laba Dalam pola yang dipilih manajemen untuk melakukan manajemen laba beraneka ragam, tergantung pada tujuan mereka lakukan manajemen laba. Terdapat 4 pola yang umumnya dipilih dalam melakukan tindakan manajemen laba menurut Scott (1997:383) dalam Alvia, Januarsi, Sulistiawan (2011), yaitu: Taking a bath, yaitu melaporkan rugi yang besar sekaligus jika perusahaan mengalami kerugian sehingga dapat menciptakan peluang laba yang besar di masa yang akan datang. Pola ini dapat dijelaskan dalam penelitian mengenai bonus plan hypothesis, dimana manajemen akan meminimalkan laba karena kondisi perusahaan saat ini rugi. Income minimization, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya. Pola ini serupa dengan taking a bath. Income minimization dilakukan pada saat tingkat profitabilitas perusahaan cukup tinggi. Contoh penerapan pola ini adalah pada saat perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari political cost.
Income maximization, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan, serta untuk menghindari dari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximization dilakukan dengan cara mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya untuk periode lain. Income smoothing. Pola ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat laba yang stabil dan mengurangi fluktuasi naik turunnya laba sehingga perusahaan terlihat stabil. Dalam hal ini laba akan diturunkan jika terjadi peningkatan yang tajam dan menaikkan laba jika tingkat laba yang ada berada dibawah tingkat laba ada berada dibawah tingkat laba yang ditentukan. Tingkat laba yang stabil membuat pemilik dan kreditor lebih memiliki kepercayaan terhadap manajer. 2.1.2.2. Teknik dan Sasaran dalam Manajemen Laba Teknik yang umum hanyalah menggunakan fleksibilitas yang terdapat di GAAP, atau seperti yang dikatakan oleh pimpinan the SEC Arthur Levistt, keluwesan GAAP (Mulford dan Comiskey, 2010:87). Contoh teknik manajemen laba atau kegiatan akuntansi yang mungkin digunakan untuk tujuan manajemen laba yaitu: 1. Mengubah metode depresiasi (misal dari metode saldo menurun menjadi garis lurus). 2. Mengestimasi penghapusan atas investasi tertentu. 3. Mengestimasi biaya atau pendapatan yang ditangguhkan.
2.1.3. Kebijakan Akuntansi Akrual Di dalam akuntansi dikenal istilah basis akrual (accrual basis) dan basis kas (cash basis). Pada basis kas, pendapatan dan beban dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode dimana kas telah dibayarkan atau diterima. Contohnya, beban upah dicatat ketika kas telah dibayarkan kepada karyawan. Laba bersih (atau rugi bersih) adalah perbedaan antara kas yang diterima (pendapatan) dan kas yang dikeluarkan (beban). Sedangkan pada basis akrual, pendapatan dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode ketika
terjadinya transaksi. Contohnya, pendapatan dilaporkan ketika jasa telah diselesaikan kepada pelanggan. Kas belum tentu telah terima dari pelanggan pada periode ini, begitu juga dengan beban. Beban dilaporkan dalam periode yang sama dengan pendapatan yang saling berhubungan. Contohnya, upah karyawan dilaporkan sebagai beban pada periode ketika karyawan telah menyelesaikan jasa kepada pelanggan dan tidak masalah apabila upah tersebut belum dibayarkan. Konsep akuntansi yang mendukung pelaporan pendapatan dan beban berhubungan pada periode yang sama tersebut disebut dengan matching concept atau mathching principle. Menurut konsep ini, laporan laba rugi akan menghasilkan laba atau rugi pada suatu periode. Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) mengharuskan penggunaan basis akrual. Dalam prosesnya konsep akrual ini memungkinkan adanya perilaku bagi manajer untuk melakukan manajemen laba guna meningkatkan porsi angka akrual antara lain dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban. Konsep akrual sendiri dapat dibagikan menjadi 2 (Healy dan De angelo, 1986, dalam Handoko, 2006), yaitu: •
Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen.
•
Nondiscretionary accrual merupakan akrual yang wajar, yang apabila dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan menjadi tidak wajar.
Dalam penelitian manajemen laba, yang akan dibahas adalah discretionary accrual yang merupakan pilihan kebijakan manajemen dalam pemilihan metode akuntansi. 2.1.4. CEO (Chief Executive Officer) Chief Executive Officer (CEO) merupakan eksekutif yang berada di puncak perusahaan dan yang bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan. Mereka memegang jabatan seperti ketua dewan perusahaan, direktur utama perusahaan, wakil presiden senior, wakil presiden pelaksana dan wakil presiden. Kalau perusahaan itu dibagi menjadi unit bisnis strategis atau divisi operasi, maka orang yang mengepalai unit ini juga merupakan manajer puncak 2.1.4.1. Pergantian CEO
Apabila kinerja manajemen tidak sesuai atau peran dan kegiatan CEO tidak menghasilkan keputusan atau strategi yang baik yang mengarah kepada pelaksanaan yang efektif, kalau terjadi kegagalan, maka CEO biasanya dipecat. Secara strategi CEO dapat membuat kesalahan kelalaian atau pun kesalahan jabatan yang mengarah kepada pemecatannya. Dalam kesalahan karena kelalaian termasuk kegagalan untuk menanggapi perubahan pasar dan kurang dapat mengendalikan operasi. Kesalahan jabatan termasuk ekspansi yang terlalu besar melebihi kemampuan sumber daya dan menggunakan leverage yang berlebihan. Dalam hal ini Lidrianasari (2010) menyatakan bahwa ada teori yang dapat menjelaskan dalam pergantian CEO, yaitu: •
Teori Equilibirium Organisasional Teori ini di perkenalkan oleh March and Simon (1958) dalam Lindrianasari, (2010)
menyatakan bahwa semakin lama masa kerja anggota organisasi, semakin kecil kemenarikan atau ide-ide inovatif yang mereka hasilkan dibandingkan pada saat dihadapkan pada situasi baru (Helmich, 1977) dalam Lindrianasari, (2010). Penelitian yang menggunkan teori ini dalam menjelaskan pergantian CEO adalah Datta and Guthrie (1994) dalam Lindrianasari, (2010). Studi mereka membahas tentang pemilihan CEO merupakan keputusan penting bagi organisasi dengan implikasi penting yang diharapkan yaitu efisiensi. Pemilihan eksekutif dilakukan dengan mempertimbangkan apakah eksekutif yang baru tersebut berasal dari dalam atau luar perusahaan. Organisasi yang menyewa manajer puncak yang berasal luar organisasi menganut aliran pemikiran perspektif yang lebih luas dan cenderung untuk berubah. •
Upper-Echelon Theory Menurut Upper-Echelon Theory bahwa karakteristik latar belakang manajerial
menjelaskan pilihan strategi, dan konsekuensinya, berpengaruh terhadap kinerja perusahaan Hambrick and Mason,(1984) dalam Lindrianasari, (2010). Teori ini menawarkan bahwa eksekutif puncak dapat mempengaruhi luaran organisasi mereka. Pilihan terhadap strategi dan tingkat kinerja perusahaan merefleksikan karakteristik manajerial Hambrick and Mason,(1984) dalam Lindrianasari, (2010). Selanjutnya, Hambrick and finkelstein (1987) dan Hambrick(2007) dalam Lindrianasari, (2010) berargumen bahwa upper-echelon theory bersifat kondisional terhadap bagaimana
keberadaan direksi manajerial. CEO perusahaan tidak dapat mempengaruhi kekayaan pemegang saham kecuali CEO tersebut melakukan dikresi untuk mempengaruhi kinerja perusahaan. 2.1.5. Perusahaan BUMN dan Non BUMN 2.1.5.1. Perusahaan BUMN BUMN sebagai badan usaha yang dilahirkan oleh negara telah memberikan kontribusi yang besar kepada bangsa ini, sesuai dengan UU RI No. 19 menimbang bahwa untuk mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara, pengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara professional. Pada peraturan perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 dalam pasal 1 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan definisi sebagai berikut: 1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : PER-01/MBU/2012 tanggal 20 Januari 2012 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara untuk diketahui dan dilaksanakan, yaitu: •
Pasal 4
Persyaratan untuk dapat dicalonkan menjadi anggota Direksi BUMN adalah : A. persyaratan formal, yaitu : 1. Orang perorangan. 2. Mampu melaksanakan perbuatan hukum.
3. Tidak pernah dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pencalonan. 4. Tidak pernah menjadi anggota Direksi atau komisaris/dewan pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pencalonan. 5. Tidak pernah dihukum karena merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pencalonan. B. persyaratan material, yaitu: a. Integritas, yaitu tidak pernah secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam perbuatan rekayasa dan praktek-praktek menyimpang, cidera janji serta perbuatan lain yang merugikan perusahaan di mana yang bersangkutan bekerja atau pernah bekerja. b. Kompetensi, yaitu kemampuan dan pengalaman dalam pengurusan dan pengelolaan perusahaan, kepemimpinan, visi dan misi tentang BUMN yang bersangkutan, strategi pengembangan perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang serta penyelesaian masalah strategis perusahaan. Persyaratan lain Anggota Direksi, yaitu: a. Bukan pengurus partai politik, dan/atau anggota legislatif, dan/atau tidak sedang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislative. b. Bukan kepala/wakil kepala daerah dan/atau tidak sedang mencalonkan diri sebagai calon kepala/wakil kepala daerah. c. Berusia tidak melebihi 58 tahun ketika akan menjabat Direksi. d. Tidak sedang menjabat sebagai pejabat pada Lembaga, Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN, Anggota Direksi pada BUMN dan/atau Perusahaan, kecuali menandatangani surat pernyataan bersedia mengundurkan diri dari jabatan tersebut jika terpilih sebagai Anggota Direksi BUMN. 2.1.5.2. Non BUMN
Perusahaan Non BUMN merupakan salah satu penguat ekonomi di Indonesia. Perusahaan Non BUMN adalah badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak swasta dan memiliki tujuan maemperoleh laba yang sebesar-besarnya. Perusahaan Non BUMN memiliki kegunaan untuk ikut mengelola sumber daya alam Indonesia namun sesuai dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. Perusahaan Non BUMN terus mengandalkan kekuatan pemilik modal, perkembangan usaha Non BUMN terus didorong oleh pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan. Perusahaan swasta sekarang ini telah memiliki beberapa sektor antara lain dibidang pertambangan, industri, tekstil,perkebunan, otomotif, dll. Perusahaan swasta terbagi menjadi dua bentuk yaitu perusahaan swasta nasional dan perusahaan asing. Perusahaan swasta mempunyai peranan yang penting bagi perekonomian di Indonesia dan peran yang diberikan perusahaan Non BUMN di perekonomian Indonesia adalah sebagai berikut: a. Membantu meningkatkan produksi nasional. b. Membantu pemerintah dalam menyediakan dan memberikan kesempatan lapangan kerja. c. Membantu dalam mengurangan tingkat pengangguran. d. Menambah sumber devisa bagi pemerintah. e. Membantu pemerintah memakmurkan bangsa. Berdasarkan Peraturan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP45/PM/2004 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, bahwa calon direksi dan komisaris emiten, yaitu: 1. Calon anggota direksi dan komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Mempunyai akhlak dan moral yang baik. b. Mampu melaksanakan perbuatan hukum.
c. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang keuangan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. 2.2. Penelitian Terdahulu Dalam pergantian CEO pada perusahaan adalah tidak tercapainya tujuan pemilik perusahaan dengan manajer. Dalam hal ini maka manajer berusaha untuk mempertahankan kedudukannya dan mendapatkan kepercayaan oleh principal untuk mengelola perusahaan akan melakukan manajemen laba. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan yang terkait mengenai pergantian CEO terhadap manajemen laba, dapat dilihat dalam Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu No. 1.
Peneliti Indriani (2010)
Judul Pengaruh Kualitas Auditor, Corporate Governance, Leverage dan Kinerja Keuangan Terhadap Manajemen Laba.
Variabel kualitas auditor, kepemelikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, leverage, kinerja CAR, dan manajemen laba.
Hasil Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara kualitas audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusioanl, proporsi dewan komisaris independen, leverage. Namun, hasil penelitiannya kualitas auditor dan CAR yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap manajemen laba. 2.
Ningsaptit (2010)
3.
Andayani (2010)
4.
Nuryaman (2008)
5.
Nasution dan Setiawan (2007)
Analisi Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba.
Ukuran perusahaan, mekanisme GCG, manajemen laba.
Ukuran perusahaan,konse ntrasi kepemilikan, kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dan komite audit serta komposisi dewan komisaris tidak signifikan. Proksi komisaris Berpengaruh Pengaruh Karakteristik independent, signifikan hanya komisaris terhadap Dewan Komisaris Independen independed yang komisaris Terhadap merangkap independen yang jabatan, usia merangkap Manajemen Laba. perusahaan, jabatan dan proksi pertumbuhan komisaris perusahaan, independent, usia leverage, dan perusahaan, manajemen laba. pertumbuhan perusahaan, leverage tidak signifikan. Konsentrasi (1) Konsentrasi Konsentrasi Kepemilikan, kepemilikan, kepemilikan dan ukuran Ukuran Perusahaan, ukuran perusahaan dan Mekanisme perusahaan, dan Corporate mekanisme GCG berpengaruh Governance (komposisi dewan negatif terhadap komisaris dan manajemen laba Terhadap Manajemen Laba. spesialisai (2) komposisi industri KAP) dewan komisaris dan spesialisasi industri KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Pengaruh Corporate Manajemen laba, Komposisi dewan Governance komposisi dewan komisaris dan Terhadap komisaris, ukuran keberadaan Manajemen Laba di dewan komisaris, komite audit
6.
Handoko (2006)
7.
Halim, Meiden, dan Tobing (2005)
Industri Perbankan Indonesia.
komite audit, dan ukuran perusahaan.
Analisi Atas Hubungan Motivasi Pergantian CEO dan Motivasi Pajak Pengahasilan Terhadap Earning Managemen Pada Perusahaan Manufaktur Food dan Beverages. Pengaruh Manajemen Laba Pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Dalam Indeks LQ-45.
Manajemen laba, pergantian CEO, Pajak Kini.
Manajemen laba, asimetri informasi, kinerja masa kini, kinerja masa depan, leverage, dan ukuran perusahaan.
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba, ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Pergantian CEO dan Pajak kini tidak signifikan terhadap manajemen laba.
Asimetri informasi, kinerja masa kini, leverage, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kinerja masa depan berhubungan negatif dengan manajemen laba.
2.3. Pengembangan Hipotesis 2.3.1. Pengaruh Pergantian CEO Baru Terhadap Praktek Manajemen Laba. Perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO sebagai agent mereka. Pemegang saham memperkerjakan CEO untuk
bertindak sesuai dengan keinginan principal. CEO tentunya ingin memperlihatkan kinerja yang baik demi mempertahankan posisinya. Tetapi tidak semua CEO berhasil dalam kinerjanya untuk memegang perusahaan yang dimiliki oleh principal. Jika kinerja CEO dinilai kurang berhasil maka principal akan memecat CEO tersebut dan memperkerjakan CEO yang baru. Kecenderungan dalam hal ini terhadap CEO baru adalah CEO yang baru akan melakukan manajemen laba dalam hal ini adalah taking a bath dengan mengalihkan perkiraan biaya periode yang akan datang ke masa kini supaya kinerja CEO baru tersebut dapat dinilai berhasil dan CEO baru memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba di masa yang akan datang. Hal ini dilakukan oleh CEO baru agar CEO baru diberi kepercayaan dari principal untuk mengelola perusahaan yang dimiliki oleh principal. Selain itu, pendapatan yang sama dikemukakan oleh Scoot(1997) dalam , Januarsi, Sulistiawan (2011), yaitu taking a bath tercipta atau terjadi dalam hal perusahaan mengadakan reorganisasi atau pergantian CEO. Hasil penelitian (Handoko,2006) menunjukkan bahwa CEO yang baru tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena keadaan kondisi perusahaan tersebut stabil. Namun motivasi manajemen untuk melakukan praktek manajemen laba salah satunya dengan cara pergantian CEO. Penulis mau menambahkan bukti empiris pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI serta mengalami pergantian dan yang tidak mengalami pergantian CEO. Sehingga hipotesis yang pertama: H1: Pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI. 2.3.2. Praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN. Di Indonesia terdapat tiga pelaku utama yang menjadi sumber kekuatan perekonomian adalah perusahaan negara, perusahaan swasta, dan koperasi (Hidayah (2011). Ketiga pelaku tersebut akan selalu menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi di sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem akan berjalan secara baik apabila para pelaku dapat saling bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuannya.
Perusahaan
didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraann pemilik, pemegang saham. BUMN sebagai perusahaan milik negara yang memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan, memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khusunya. Pemerintah lebih dominan memiliki perusahaan BUMN yang memiliki arti pemerintah lebih berperan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Sedangkan perusahaan Non BUMN juga memiliki tujuan untuk memperoleh laba yang besar dan perusahaan Non BUMN mengandalkan kekuatan kepemilikan modal. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa presentase saham yang ditawarkan kepada publik pada saat IPO tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba (Widyaningdyah, 2001). Berdasarkan uraian diatas mengenai perusahaan Non BUMN, perusahaan BUMN belum mengetahui berpengaruh atau tidak terhadap manajemen laba. Oleh karena itu maka hipotesis yang penulis rumuskan pada penelitian ini adalah: H2: Terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan Non BUMN pada saat pergantian CEO. Dari penjelasan hipotesis diatas dapat menguji beberapa hipotesis yang berhubungan dengan manajemn laba. Manajemen laba merupakan salah satu bentuk akibat asimetri informasi dalam teori agensi. Pada perusahaan BUMN dan Non BUMN juga sama- sama memiliki tujuan yang sama yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal, namun dalam hal ini perusahaan BUMN dan Non BUMN memiliki peraturan dan cara kerja yang tidak sama, oleh karena itu apakah pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan terdapat perbedaan praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan NON BUMN pada saat pergantian CEO. Berdasarkan penjelasan singkat di atas, maka desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
MANAJEMEN LABA H1
BUMN
Pergantian CEO H2 MANAJEMEN LABA NON BUMN
Gambar 1 Desain Pemikiran 3.1. Metode Penelitian 3.1.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui internet. Data sekunder yang digunakan adalah data laporan keuangan yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia, Indonesia Capital Market Directory (ICMD), berbagai dari penelitian sebelumnya, maupun dari berbagai artikel, internet, dan buku-buku. 3.1.2. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini digunakan metode teknik purposive sampling penentuan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang didasarkan pada tujuan penelitian. Sampel yang diambil dengan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan yang periode laporan keuangan berakhir per 31 Desember. Kriteria ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa dalam sampel tidak terdapat laporan keuangan parsial serta laporan keuangannya sudah diaudit, sehingga dapat lebih dipercaya. 2. Perusahaan yang digunakan perusahaan BUMN dan Non BUMN yang memiliki laporan keuangan secara berturut-turut dan mengalami pergantian CEO tahun 2008. 3. Data-data perusahaan tersebut lengkap. Berdasarkan kriteria di atas, terdapat sampel yang didapat sebesar 129 untuk tahun 2008 dan perusahaan yang mengalami pergantian CEO untuk tahun 2008 sebesar 23 perusahaan dan yang tidak mengalami pergantian CEO 106 perusahaan.
3.1.3.1 Manajemen Laba Variabel terikat dalam penelitian ini adalah earnings management yang diukur dengan proxy discretionary accruals (DA). Manajemen laba yang menggunakan model Modified Jones (Jones Modifikasi) yang dikembangkan oleh Dechow (1995). Model ini dipilih karena dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model yang lainnya (Andyana dan Gerianta, 2008 dalam Wangi, 2010) dan DA dapat diperoleh dari perhitungan error term (Reichelt dan Francis, 2002) dengan model perhitungan manajemen laba sebagai berikut: TAit = Ait-1
0
1 + Ait-1
1
REVit Ait-1
+
2
PPEit + it Ait-1
Total akrual untuk periode t dinyatakan dalam persamaan : TAit = NIit – OCF it
TAit
= Total Accruals perusahaan i pada tahun t.
REVit
= Penjualan bersih perusahaan i pada tahun ke t dikurangi penjualan bersih pada tahun t-1.
PPEit
= Aktiva tetap (gross) perusahaan i pada tahun t.
Ait-1
= Total assets (total aktiva) perusahaan i pada tahun t-1. = Error term perusahaan i pada tahun t.
it
NIit
= Laba bersih (Net Income) perusahaan i pada tahun t.
OCFit
= Arus kas operasi (Operating Cash Flow) perusahaan i pada tahun t.
Setelah tahap perhitungan TAit telah ditempuh maka mencari nilai NDAit dapat ditentukan dengan cara penilaian dibawah ini: TAit = Ait-1
0
1 + Ait-1
1
REVit Ait-1
+
2
PPEit Ait-1
+ it
TAit
NDAit
DAit
Nilai NDAit didapat dari hasil perhitungan regresi dan penambahan, maka akan didapat nilai NDAit. Penilaian DAit dapat dicari dari perhitungan nilai error term,dan sebelumnya perhitungan DAit karena model Disreationary Accruals yang dilakukan oleh setiap perusahaan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: DAit=TAit – NDAit…………………………………………………………(1) TAit= NDAit + DAit…………………………………………………………(2) Dalam hal ini peneliti menggunakan dengan cara ke-2 untuk melihat praktek manajemen laba. Keterangan: TAit
= Total akrual.
NDAit
= Non Discreationary Accruals perusahaan i pada tahun t.
DAit
= Discreationary Accruals i pada tahun t.
Secara empiris, nilai Discreationary Accruals dapat bernilai nol, positif, negative. Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (income smoothing) . Sedangkan nilai positif menunjukkan adanya manajemen laba dengan peningkatan laba (income increasing) dan nilai negative menunjukkan manajemen laba dengan pola penurunan laba (income decreasing) (Sulistyanto, 2008). 3.1.3.2 Pergantian CEO Variabel ini diukur dengan perbandingan antara CEO periode yang lalu dengan CEO pada periode yang sekarang. Variable ini merupakan variable dummy, dimana skala pengukuran datanya menggunakan skala nominal dengan kriteria: •
Jika terjadi pergantian CEO maka diberi nilai 1.
•
Jika tidak terjadi pergantian CEO maka diberi nilai 0.
Analisis Regresi Berganda
Alat analisis yang digunakan untuk menguji H1 adalah metode analisis regresi berganda karena analisis regresi digunakan untuk meneliti pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat serta menunjukkan arah hubungan variabel-variabel tersebut. Berdasarkan pembahasan teori, data penelitian, variabel-variabel penelitian, dan penelitian terdahulu maka bentuk persamaan regresi berganda penelitian ini menggunakan model sebagai berikut: Y = a + b1.X1 + e Keterangan: Y = Discreationary Accruals X1 = Pergantian CEO a
= Konstanta
b = Koefisien regresi e
= error
Persamaan di atas kemudian dianalisis dengan SPSS 18 dengan tingkat signifikansi 5% ( = 0,05). IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif menggambaran atau deskripsi tentang suatu data yang dilihat melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (Priyatno, 2010). Dan hasil deskriptif dapat dilihat di Tabel 4.1. Tabel 4.1.
sebagai berikut:
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DAit
129
-.50225
0.46943
932.4015288
1.05901524E4
CEO
129
.0
1.0
.178
.3843
Valid N (listwise)
129
Dari output di atas dapat dilihat bahwa variable DAit dengan jumlah data (N) sebanyak 129 mempunyai rata- rata 932.4015288 dengan DAit minimal -.50225 dan maksimal
DAit 0.46943dengan standar deviasinya sebesar 1.05901524E4. Variable CEO dengan jumlah data (N) sebanyak 129 mempunyai rata- rata .178 dengan CEO minimal .0 dan maksimal CEO 1.0 sedangkan standar deviasinya sebesar .3843 dan hasil descriptive nilai minimal dari perusahaan PT Krakatau Steel memiliki nilai DAit -.50225 pada saat pergantian CEO dan nilai maksimal dari perusahaan PT Adira Dinamika Multi Finance. Dengan nilai DAit 0.46943 tidak mengalami pergantian CEO. 4.2. Pengujian Hipotesis 4.2.1. Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal dan dari hasil perhitungan peneliti dapat dilihat dari table 4.2.1. sebagai berikut Tabel 4.2.1. Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
DAit
.527
129
.000
.062
129
.000
CEO
.500
129
.000
.464
129
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Dari hasil perhitungan peneliti dari data di atas maka menunjukkan bahwa data yang mau diteliti tidak lolos uji normalitas karena penerimaan atau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai p-value dengan signifikan
= 0,05, hasil pengujian normalitas
p(.000)< . Dengan demikian peneliti tidak dapat melanjutkan pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda. Untuk mengatasi hal tersebut peneliti selanjutnya menggunakan alat uji non-parametrik dengan Uji Independent sampel t-test.
4.2.2. Uji Hipotesis 1 Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada perusahaan yang telah melakukan pergantian CEO dengan perusahaan yang tidak mengalami pergantian CEO dalam
tindakan praktek manajemen laba pada tahun 2008 dengan Uji independent sample ttest. Hipotesis: H1: Pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada
perusahaan yang terdaftar di BEI: Tabel 4.2.2. Test Statisticsa DAit Mann-Whitney U
1143.000
Wilcoxon W
1419.000
Z
-.468
Asymp. Sig. (2-tailed)
.640
a. Grouping Variable: JP
Dalam hipotesis ini peneliti menguji nilai DAit pada perusahaan yang mengalami pergantian CEO dan tidak mengalami pergantian CEO pada tahun 2008. kreteria penerimaan atau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai p-value dengan signifikan
= 0,05. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan p (0,640) > .
Berdasarkan hasil tersebut maka H1 ditolak. 4.2.3. Uji Hipotesis 2 Untuk mengetahui terdapat perbedaan pada perusahaan BUMN dan Non BUMN, karena perusahaan BUMN selalu dibawah pengawasan pemerintah di bandingkan dengan perusahaan Non BUMN dalam dugaan praktek manajemen laba dengan alat pegujian Uji independent sample t-test. Hipotesis: H2: Terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan Non BUMN pada saat pergantian CEO. Pada perusahaan BUMN yang mengalami pergantian CEO sebanyak 8 perusahaan dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.2.3.
Perusahaan BUMN Test Statistics
a
DAit Mann-Whitney U
283.000
Wilcoxon W
319.000
Z
-1.564
Asymp. Sig. (2-tailed)
.118
a. Grouping Variable: JP
Hasil pengujian pada perusahaan BUMN menunjukkan p (0.118) > . Berdasarkan hasil tersebut maka H2 ditolak. Pada perusahaan NON BUMN yang mengalami pergantian CEO sebanyak 15 perusahaan dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.2.3. Perusahaan Non BUMN Test Statistics MannWhitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a
DAit 730,000 6401,000 -,511 ,609
Hasil pengujian pada perusahaan Non BUMN menunjukkan p (0,609) > . Berdasarkan hasil tersebur maka H2 ditolak. 4.3. Pembahasan
4.3.1 Hipotesis 1 Hasil uji hipotesis ini menggambarkan bahwa pergantian CEO tidak berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dengan hasil pengujian menunjukkan p (0,640) > , hal ini menyatakan bahwa masuknya CEO baru tidak di ikuti tindakan praktek manajemen laba. Peneliti menduga CEO baru tidak dapat memperoleh Bonus maksimal di karenakan CEO yang lama sudah menaikkan laba hingga di titik maksimal bonus sehingga CEO baru cenderung akan melakukan tindakan Taking a bath, dengan tujuan akan mendapatkan laba yang maksimal pada periode
tertentu. Fenomena ini sejalan dengan Bonus schema Healy yang dikemukakan oleh Healy(1985) . Selain itu asumsi dasar yang harus terpenuhi adalah perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang stabil. Pergantian CEO dapat dilihat pada 23 perusahaan yang terdiri dari 8 perusahaan BUMN dan 15 perusahaan Non BUM, berdasarkan hasil tersebut maka H1 ditolak dan hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Handoko (2006) namun menurut penelitian Yasa dan Novialy(2012) menyatakan bahwa praktek manajemen laba terbukti dilakukan oleh CEO baru. 4.3.2 Hipotesis 2 Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa tidak terdapat praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan Non BUMN meskipun kedua jenis perusahaan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam pemilihan/pemberhentian CEO. Peneliti menduga hal ini disebabkan oleh penghasilan nilai laba sebagai satu-satunya dasar penilaian kinerja CEO baik BUMN dan Non BUMN. Sehingga hal ini memotivasi CEO BUMN dan Non BUMN berlomba-lomba mengahasilkan laba yang maksimal pada tiap tahunnya walaupun harus melakukan praktek manajemen laba. Hasil pengujian pada perusahaan BUMN menunjukkan p (0.118) >
, maka H2 ditolak dan hasil pengujian
pada perusahaan Non BUMN menunjukkan p (0,609) > , H2 ditolak . Dari kedua pengujian hipotesis 2 menggunakan Uji independent sample t-test pada perusahaan BUMN dan Non BUMN bahwa dari ke-2 hasil penelitian tidak ada yang signifikan dan dinyakan H2 ditolak.
V. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis dan pembahasan atas pergantian CEO diduga melakukan tindakan praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa: 1. Pergantian CEO tidak berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI. 2. Tidak terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan Non BUMN pada saat pergantian CEO.
5.2 Saran Dari kesimpulan yang telah diberikan oleh penulis, penulis memberikan saran yang mungkin bisa dipertimbangkan bagi pembaca yang akan melakukan penelitian selanjutnya mengenai pergantian CEO diduga melakukan tindakan praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN, supaya penelitian memperoleh hasil yang lebih baik maka: 1. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan sampel penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat secara statistik. 2. Penelitian ini hanya menggunakan variabel pergantian CEO sebagai variabel independen yang diperkirakan mempengaruhi tindakan praktek manajemen laba dan diharapkan penelitian selanjutnya bisa mengidentifikasikan manajemen laba pada sebelum, saat, dan setelah mengalami pergantian CEO untuk lebih membuktikan terjadinya manajemen laba dengan memotivasi pergantian CEO.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Komarudin, Imam Subekti, dan Sari Atmini. 2007. “Investigasi Motivasi dan Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar. Andayani T.D.2010. “Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba”. Tesis Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.Semarang. Alvia, Januarsi, Sulistiawan.2011.”Creative Accounting, mengungkap manajemen laba dan skandal akuntansi”.Jakarta:Salemba Empat. Chtourou, Sonda Marrakchi, Jean Bedard and Lucie Courteau. 2001. “Corporate Governance and Earnings Management”. www.ssrn.com Halim, Julia, Carmel Meiden, dan Rudolf Lumban Tobing. 2005. “Pengaruh Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ-45”. Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo Handoko jimmy.2006. “Analisis atas hubungan motivasi pergantian CEO dan motivasi pajak penghasilan terhadap earning managemen pada industri manufaktur food&beverages”.Skripsi Fakultas Ekonomi, universitas Petra.
Herawati, Nurul dan Zaki Baridwan. 2007. “Manajemen Laba pada Perusahaan yang Melanggar Hutang”. Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar. Hidayah Ningrum.2011.“Pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan pada perusahaan BUMN dan Non BUMN di BEI”.Skripsi Fakultas Ekonomi.UNILA. Indriani, yohana. 2010. Pengaruh kualitas auditor, corporate governance, leverage dan kinerja keuangan terhadap manajemen laba. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang. Lindrianasari. 2010. Pergantian CEO Dunia. Kanisiusmedia,http://books.google.co.id/books?id=hYqM7wfmU5UC&printsec=frontcov er&hl=id#v=onepage&q&f=false. Diakses 11 Februari 2012. Mulford dan comiskey.2010.Deteksi Kecurangan Akuntansi.Jakarta:PPM. Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar . Ningsaptiti restie. 2010. Analisi pengaruh ukuran perusahaandan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang. Nuryaman. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : PER01/MBU/2012 tanggal 20 Januari 2012 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara.http//www.google.com.Diakses 16 Maret 2012. Peraturan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP- 45/PM/2004 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. http//www.google.com.Diakses 16 Maret 2012. Priyatno Duwi.2010. “Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS”.Yogyakarta:MediaKom. Reichelt Ken, Francis Jere R.2002.” The Effect of Fee Dependence on Non-Big 5 Clients’ Accruals”. University of Missouri.Columbia. Sugiyono. metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.2007. Sulistyanto, H. Sri. 2008. “Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris”. Jakarta: Grasindo. Suryani Dewi I.2010.” Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI”. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.Semarang
Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak. Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.http//www.google.com.Diakses 9 Maret 2012. Yasa G.W, Novialy yulia.2012.Indikasi manajemen laba oleh CEO baru pada perusahaan yang terdaftar di pasar modal Indonesia.Jurnal Fakultas Ekonomi, Univ.Udayana. Wangi C. M. A. 2010. Analisi manajemen laba dan kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi sebelum dan sesudah merger dan akuisisi yang terdaftar di BEI. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang. Watts, R, L., and Zimmerman, J, L. (1986). Positive Accounting Theory. New York, Prentice Hall. Widyaningdyah, Agnes Utari. 2001. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 3, No. 2, hal. 89-101. www.idx.co.id www.ICMD.com www.google.com