Model Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas SDM Dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan dan Perlindungan Anak Dari Kejahatan Seks Pedofil di Wilayah Malang Raya Jawa Timur*) Oleh: Abdul Wahid, Suratman dan Noor Shodiq Askandar**) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa meningkatkan kualitas hidup adalah penting karena ada hubungannya dengan kejahatan yang ditimbulkan oleh adanya faktor kemiskinan. Karena itu target khusus dari penelitian ini adalah melakukan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas SDM dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan upaya memberikan perlindungan pada anak melalui penyuluhan hukum. Dari hasil identifikasi masalah diketahui bahwa sebanyak 61% menyatakan bahwa pendapatan keluarga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga hal ini berpengaruh pada tingkat kesejahteraan. Inilah yang menjadi indikasi mengapa kemudian mereka memberikan kesempatan kepada anak-anaknya (perempuan) yang masih dibawah umur untuk bekerja, seperti: menjadi pembantu rumah tangga (PRT) dan sebagainya, yang kadangkalah dan bahkan tidak sedikit dari mereka ini dimanfaatkan oleh sindikat kejahatan trafficking dan pedofilia. Dari hasil identifikasi kebutuhan praktis dan strategis, diketahui bahwa pada umumnya warga mesyarakat tersebut, baik yang kurang sejahtera maupun yang cukup sejahtera, 100% menyatakan bahwa mereka menginginkan adanya pelatihan-pelatihan keterampilan dan penyuluhan-penyuluhan hukum, yang diharapkan nantinya akan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup mereka dan yang sekaligus melindungi diri mereka dari kejahatan pedofilia. Kata Kunci:
Pemberdayaan masyarakat, Peningkatan kemiskinan dan Perlindungan anak.
kualitas
SDM,
Pengentasan
_______________________ *) Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas RI. **) Drs. H. Abdul Wahid, SH., M.Ag. dan Suratman, SH., M.Hum. adalah dosen Fakultas Hukum, sedangkan Noor Shodiq Askandar, SE., MM adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
16
I. Pendahuluan Kemiskinan tidak sedikit memunculkan dan meledakkan berbagai modus perilaku deviatif, anomali, anormatif atau penyimpangan. Kemiskinan dapat pula merangsang seseorang dan kelompok sosial berperilaku jahat, keji dan biadab. Hal ini menunjukkan, bahwa kemiskinan itu merupakan salah satu bentuk ancaman yang serius. Mengabaikan kemiskinan sama halnya dengan mengabaikan sumbersumber kriminogen, sama dengan membuka atau mentolelir terbukannya peluang terjadinya kekerasan seperti sexual violence terhadap anak-anak di bawah umur juga dapat terjadi akibat kemiskinan. Ketika anak-anak Indonesia sedang dilanda kesulitan ekonomi atau orang tuanya tidak cukup mampu secara ekonomi untuk melindunginya, menyejahterakan nya, dan menyekolahkannya, akibatnya mereka (anak-anak) ini sangat potensial menjadi korban keganasan individuindividu yang mengidap kelainan seksual atau menggemari anak-anak usia dini sebagai pelampiasan kebutuhan biologisnya. Kejahatan kekerasan seksual seringkali bermula dari faktor krisis ekonomi, seperti kemiskinan yang menimpa seseoramg yang kemudian dimanfaatkan oleh sindikat. Mereka rela membinasakan dirinya untuk dibeli, seperti di sodomi dan diperlakukan secara biadab karena merak membutuhkan uang untuk menjaga kelangsungan hidupnya, adik-adiknya, dan bahkan orang tuanya. Kenapa ada kebiadab an disini? Karena anak-anak kita ini sedang diposisikan sebagai “budak” yang diabsahkan untuk diperlakukan secara represip, dehumanisik, anomalistik, dan animalistik (berkarakter kebinatangan). Pemerintah dan komunitas pegiat politik tidak bisa begitu saja membiarkan mereka dieksploitasi oleh Wisman (Wisatawan Mancanegara) atau Wislok (Wisatawan Lokal). Mereka wajib dientas atau dibebaskan dari derita ekonominya. Kalau tidak, kelak mereka hanya akan mengisi bursa HIV/AIDS yang memang
faktanya makin banyak menyerang anak usia dini. Jika anak-anak usia dini banyak yang berpenyakitan, maka hal ini berarti bahwa kita akan banyak kehilangan investasi historis generasi penerus yang sebenarnya kelak diharapkan memimpin Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui sejauhmana tingkat pengertian dan pemahaman masyarakat terhadap kemiskinan dan korelasinya dengan perilaku seks pedofil yang semakin marak dan ganas dengan mengorbankan anak-anak negeri ini, maka perlu dilakukan upaya-upya yang mengarah pada pengentasan kemiskinan dalam rangka memberikan perlindungan pada anak. Di tengah kondisi bangsa yang sedang terpuruk secara berlapis-lapis ini, tampaknya sulit dihindari datangnya berbagai macam penyakit sosial, budaya, ekonomi, dan lainnya yang mengindikasi kan sisi kelemahan bangsa Indonesia. Bangsa ini makin gampang terbaca sebagai potret bangsa yang mengidap banyak penyakit, khusunya patologi sosial yang tidak bisa dikatakan ringan. Salah jenis problem bangsi ini adalah kemiskinan. Dewasa ini ada fenomena memprihatinkan yang menguat di masyarakat yang menimpa anak-anak usia dini itu. Mereka dijadikan obyek perdagangan seks oelh individu dan kelompok maniak seks yang berhasil masuk dalam jaringan kejahatan terorganisir. Mereka dibuat sebagai resiko atas pembenaran dan obyek pembesaran kerajaan kapitalisme yang dijaga dan dibesarkan kejayaannya lewat bisnis amoralitas bernama kekerasan seksual (sexual violence). Namanya saja kapitalisme, apapun dan siapapun yang memang logis dikalkulasi dapat menjadi “investasi” besar, maka dicarikanlah jalan secara permisif (serba boleh) dengan target bisa diulangnya keuntungan ekonomi berlipat. Hal inilah yang jauh sebelumnya sudah diingatkan oleh filosofi kenamaan Aristoteles, “semakin tinggi penghargaan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
17
manusia terhadap kekayaan, maka semakin rendahlah penghargaan manusia terhadap nilai-nilai kesusilaan, kejujuran, kemanusiaan dan keadilan”. Kejahatan kekerasan seksual seringkali bermula dari faktor krisis ekonomi, seperti kemiskinan yang menimpa seseorang yang kemudian dimanfaatkan oleh sindikat. Filosofi penghargaan yang tinggi terhadap kekayaan berarti ada skenario, terget, organisasi, dan rekayasa-rekayasa yang fokusnya tidak sekedar menghasilkan untung materi, tetapi sampai lingkaran menjaga kejayaan keuntungan materi, koglomerasi, dan sindikasi-sindikasi yang bisa memberi jalan ke arah dipenuhinya target yang lebih besar dan lebih besar lagi. Kalau sudah demikian, barangkali tak ada lagi nurani kemanusiaan yang bisa mengatasi atau mungkin sangat berat menyikapinya, karena masing-masing penjaga dan arsitek kapitalisme seks itu sydah akrab dengan praktik-praktik prostitusi moral, onani norma kesusilaan, dan pengamputasian harkat kemanusiaan. Sebagai misal, kasus di Bali yang perna mengemparkan tentang banyaknya anakanak usia dibawah umur yang jadi korban kekerasan seks atau perkosaan oleh orang dewasa, yang dikenal sebagai individu pedofil pada hakekatnya merupakan korban kemiskinan itu sendiri. Perkosaan ini jauh sebelumnya sudah diingatkan bahwa kejahatan perkosaan merupakan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Kejahatan tersebut tampaknya meningkat secara kuantitas, sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Mereka rela membisniskan dirinya untuk dibeli seperti di sodomi dan diperlakukan secara biadab karena mereka membutuhkan uang untuk menjaga kelangsungan hidupnya, adik-adiknya, dan bahkan orang tuanya. Mengapa demikian, karena anak-anak kita ini sedang diposisikan sebagai “budak” yang diabsahkan untuk diperlakukansecara represip, dehumanistik, anomalistik, dan animalistik (berkarakter kebinatangan).
Seharusnya pemerintah dan elit politik tidak bisa begitu saja membiarkan mereka dieksploitasi oelh turi mancanegara maupun turis domestik. Mereka wajib dientas atau dibebaskan dari derita ekonominya. Jika tidak, kelak mereka hanya akan mengisi bursa HIV/AIDS yang memang faktanya makin banyak menyerang anak usia dini. Jika anak-anak usia dini banyak yang berpenyakitan, maka artinya kita akan benyak kehilangan investasi historis generasi penerus bangsa. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui sejauhmana tingkat pengertian dan pemahaman masyarakat terhadap kemiskinan dan korelasinya dengan perilaku seks pedofil yang semakin marak dan ganas dengan mengorbankan anak-anak negeri ini, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang mengarah pada pengentasan kemiskinan dalam rangka memberikan perlindungan pada anak. Tentunya hal tersebut harus diawali dengan melakukan pemotretan terhadapkondisi masyarakat kawasan yang hendak diteliti, sehingga hal itu dapat memberikan pengaruh nyata dan signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat (sebagai upaya pengentasan kemiskinan) di kawasan tersebut dalam rangka memberikan perlindungan pada anak. Megetahui sejauhmana tingkat pengertian dan pemahaman masyarakat terhadap hubungan positif antara peningktan kualitas hidup manusia dengan tercapainya kesejahteraan ekonomi masyarakat secara total serta interaksi antara keduanya. Megetahui persepsi masyarakat terhadap adanya hubungan kausal antara kemiskinan dan kejahatan. Kemudian menentukan strategi apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan memberikan perlindungan pada anak, sehingga potensi dan strategi pembinaan dapat mencapai apa yang diinginkan. Juga menentukan metode yang dapat digunakan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
18
sebagai pola pengembangan dan pemberdayaan masyarakat Kabupaten Malang terutama dalam keterkaitan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan memberikan perlindungan pada anak. Disamping itu, menciptakan model pengembangan dan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas SDM dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan memberikan perlindungan pada anak, serta menganalisis faktor-faktor apa yang berpengaruh dan menjadi kendala terhadap upaya-upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi dan memberikan perlindungan pada anak. Hal ini sangat penting dan amat relevan untuk dilaksanakan, karena dengan membrikan pengertian dan pemahaman kepada masyaraket mengenai arti pentingnya memberikan perlindungan pada anak, akan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri dan anak-anak mereka. Disamping itu, dengan melakukan pengembangnan dan pemberdayaan kualitas dan kapasitas SDM diharapkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan ekonominya yang pada gilirannya akan berpengaruh pada upaya memberikan perlindungan anak. II. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu jenis penelitian yang sifatnya mendeskripsikan atau menjelaskan paraturan-peraturan yang ada dan saat ini berlaku sebagai hukum positif. Sedangkan pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan terhadap hukum sebagai suatu norma atau kaidah, dan pendekatan terhadap masyarakat dalam arti melihat realita yang terjadi di masyarakat.
2. Design Penelitian Design penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah action research yang diawali dengan studi pendahuluan/identifikasi masalah. Dengan menggunakan rancangan aksi, diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan model pemberdayaan masyarakat sebagai upaya peningkatan kualitas SDM dengan memberikan keterampilan pada masyarakat, dalam rangka pengentasan kemiskinan dan perlindungan anak. Proses penelitian aksi (action research) ini merujuk pada pendapat (Susman, 1983) dengan mengembangkan model siklus sebagai berikut:
Gambar 1: Proses Riset Aksi Pemberdaya an Masyarakat Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas SDM dalam rangka Pengentasan Kemiskinan Dan Perlindungan Anak. Dalam pelaksanaan penelitian, masyarakat merupakan kelompok sasaran utama pada riset ini. Agar efektifitas, efisiensi dan relevansi dapat terjamin, serta dengan merujuk pada model siklus diatas, maka langkah-langkah penelitian disusun melalui tahapan-tahapn berikut: Tahap I : Mengidentifikasi Permasalahan Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan masyarakat a. Identifikasi peran masyarakat
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
19
b. Identifikasi kebutuhan strategis masyarakat
praktis
dan
Variable yang diukur meliputi: tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat kesejahteraan keluarga. Kegiatan penelitian tahap I ini telah dilaksanakan oleh tim peneliti dalam penelitian tahaun I (tahun pertama). Sedangkan dalam penelitian pada tahun II (tahun kedua), rencana kegiatannya difokuskan pada upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, mengukur indikator keberhasilan dan melakukan evaluasi kegiatan, yang secara rinci dapat dilihat pada uraian berikut ini. Rencana penelitian tahun II: Tahap I. Mengembangkan Model Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat a. Diawali dengan sosialisasi, yang bertujuan untuk memberikan informasi dan penyamaan persepsi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan tema dan topik sosialisasi 2. Menentukan media yang digunakan (sesuai dengan kemampuan kelompok sasaran) 3. Menetapkan metode sosialisasi (langsung atau tidak langsung sesuai budaya kelompok sasaran) 4. Melakukan sosialisasi pada kelompok sasaran 5. Melakukan evaluasi sosialisasi b. Pengembangan kurikulum dan modul 1. Materi umum, diberikan untuk meningkatkan pengetahuan dari pada masyarakat 2. Materi keterampilan pilihan, yang diberikan sesuai dengan pilihan dan minat peserta; pilihan keterampilan tersebut, antara lain: membuat krupuk/kripik, membuat susu kedelai, membuat tahu tahwa, budidaya jamur, dan sebagainya.
3. Materi penunjang yang diberikan sebagai penunjang, antara lain yaitu: pemasaran (marketing), kewirausahaan dan lain-lain. c. Pelaksanaan 1. Menyusun jadwal pendidikan dan pelatihan keterampilan 2. Menyusun materi pendidikan dan pelatihan keterampilan 3. Menetapkan metode belajar 4. Menetapkan fasilitator 5. Menyiapkan kebutuhan belajar (alat tulis,OHP/LCD, papan dan sebagainya) 6. Menyiapkan sarana dan prasarana pendukung (akomodasi, konsumsi, dan sebagainya) 7. Memberikan sertifikat 8. Malakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan katerampilan d. Pelaporan 1. Menyusun laporan perkembangan secara periodik (bulanan, triwulan, semesteran, dan tahunan) 2. Menyiapkan laporan kepada institusi terkait Laporan yang disusun dan disampaikan adalah merupakan hasil perkembangan atau prosentase keberhasil an terhadap variabel-variabel yang diukur, meliputi: tingkat pendapatan, tingkat kesejahteraan keluarga, dan tingkat penguasaan terhadap materi pelatihan baik materi yang bersifat umum, keterampilan maupun materi penunjang lainnya yang diberikan kepada masyarakat Tahap II: menyusun indikator dan ukuran keberhasilan baik proses/output maupun dampak secara keseluruhan sehingga mempunyai tolak ukur yang jelas sebagai koridor pelaksanaan program di lapangan.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
20
Tahap III: Menyusun alat evaluasi kegiatan, melipuyi 1. Alat evaluasi keseluruhan kegiatan 2. Alat evaluasi metode pembelajaran atau pelatihan 3. Alat evaluasi atau bahan belajar yang diberikan 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah malang raya (kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu) - Jawa Timur. 4. Jenis Data Dalam penelitian, peneliti menggunakan dua jenis data, meliputi: a. Data primer, yaitu suatu data yang didapatkan dari hasil penelitian lapangan yang diperoleh secara langsung dari responden/nara sumber (field research) b. Data sekunder, yaitu suatu data yang didapatkan dari hasil peneliti an pustaka (library research) (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995). 5. Teknik Pengumpulan Data Adapun cara untuk mengumpulkan data, peneliti lakukan dengan teknik sebagai berikut: a. Untuk mengumpulkan data primer (field research), peneliti melakukan nya dengan cara wawancara yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan responden/ narasumber yang ada di daerah lokasi penelitian. b. Untuk mengumpulkan data sekunder (library research), peneliti melakukannya dengan mencari data dari: 1) Bahan hukum primer, yang terdiri dari norma atau kaidah, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan traktat. 2) Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari hasil hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, indeks kumulatif, ensiklopedi dan seterusnya (Ronny Hanitijo Soemitro, 1994). 6. Analisis Data Dalam menganalisis data tersebut, peneliti mempergunakan analisis deskriptif kualitatif, yakni suatu analisis yang sifatnya menjelaskan atau menggambarkan mengenai peraturan-peraturan yang berlaku, kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi didalam praktek dan akhirnya diambil kesimpulan. III. Hasil dan Pembahasan Kasus pedofilia yang semakin marak adalah bukti dari sisi lain kehidupan masyarakat yang buruk atau rawan dengan penyakit membahayakan. Selanjutnya fakta yang tidak bisa diingkari, adalah bahwa setiap lima jam terjadi satu kasus perkosaan. Hal ini menunjukkan, bahwa perkosaan telah menjadi ancaman yang serius terhadap perempuan Indonesia. Lalu bagaimana denga kasus serupa yang terjadi di Wilayah Malang Raya, yang menjadi wilayah hukum dari Kepolisian Resort Kota Malang, Kepolisian Resort Kabupaten Malang, Kepolisian Resort Kota Batu, yang berada dibawah kompetensi absolute Polwil Malang. a. Data Kasus Kejahatan Pedofilia Untuk itu, berikut ini peneliti kemukakan data kasus kejahatan pedofilia yang terdapat di Polwil Malang, sebagaimana tampak pada tabel berikut ini:
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
21
TABEL DATA KASUS SEKS PEDOFIL TAHUN 2008 DI WILAYAH MALANG RAYA JAWA TIMUR No
Bulan
1
Januari
2
Februari
3
Maret
4
April
5
Mei
6
Juni
7
Juli
Jenis Kasus a. Perbuatan Asusila / Cabul b. Perkosaan a. Perbuatan Asusila / Cabul b. Perkosaan a. Perbuatan Asusila / Cabul b. Perkosaan a. Perbuatan Asusila / Cabul b. Perkosaan a. Perbuatan Asusila / Cabul b. Perkosaan a. Perbuatan Asusila / Cabul b. Perkosaan a. Perbuatan Asusila / Cabul b. Perkosaan Jumlah =
Resta Malang Res Malang Res Batu
Jumlah
Prosentase L 15 20 10 5 5 15 5 5 20 10 5 15 20
L 1 1 1 1 2 2 1 1 1
S 1 1 1 1 2 1 1 -
L 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3
S 1 1 1 1 1 1 -
L 1 -
S 1 -
L 3 4 2 1 1 3 1 1 4 2 1 3 4
S 1 2 1 2 1 4 2 1 1 -
S 5 10 5 10 5 20 10 5 5 -
11
8
18
6
1
1
30
15 150 75
Sumber: Data diambil dari Polwil Malang Tahun 2008, dan telah diolah.
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa kasus pedofilia yakni kasus kejahatan asusila/perbuatan cabul dan perkosaan yang korbanya adalah anakanak dibawah umur terjadi hampir pada setiap bulan di wilayah Malang Raya Jawa Timur. b. Identifikasi Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, warga masyarakat (miskin) merupakan kelompok sasaran utama pada penelitian ini. Agar efektifitas, efisiensi dan relevansi dapat terjamin, serta sesuai dengan design penelitian, maka langkahlangkah yang ditempuh dapat peneliti uraikan sebagai berikut: (1). Identifikasi Permasalahan Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan warga masyarakat (miskin), yakni identifikasi peran warga masyarakat (miskin). Adapun variabel yang akan diukur meliputi: tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat kesejahteraan keluarga. Dari hasil identifikasi permasalahan yang dilakukan terhadap warga masyarakat (miskin) di beberapa daerah yang menjadi sample penelitian melauli penyebaran
kuesioner penelitian, diketahui bahwa sebanyak 61% menyatakan bahwa pendapatan keluarga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari, sehingga hal ini berpengaruh pada tingkat kesejahteraan. Inilah yang menjadi indikasi mengapa kemudian mereka memberikan kesempatan kepada anakanaknya (perempuan) yang masih dibawah umur untuk bekerja, seperti: menjadi pembantu rumah tangga (PRT) dan sebagainya, yang kadangkala dan bahkan tidak sedikit dari mereka ini dimanfaatkan oleh sindikat kejahatan trafficking dan pedofilia. Sedangkan sisanya sebanyak 29% menyatakan bahwa tingkat pendapatan keluarga mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karenanya mereka menyatakan cukup sejahtera. Sementara itu, yang 10% menyatakan tidak tahu, yang menurut analisis peneliti mereka lebih dekat dengan kelompok yang kurang sejahtera. (2). Identifikasi Kebutuhan Praktis dan Strategis Selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan praktis dan strategis terhadap warga masyarakat (miskin) tersebut. Dari hasil identifikasi kebutuhan praktis dan strategis tersebut, diketahui bahwa pada umumnya warga masyarakat tersebut, baik yang kurang sejahtera maupun yang cukup sejahtera 100% menyatakan bahwa mereka menginginkan adanya pelatihan-pelatihan keterampilan dan penyuluhan-penyuluhan hukum, yang diharapkan nantinya akan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup mereka dan yang sekaligus melindungi diri mereka dari kajahatan pedofilia. Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan dan identifikasi kebutuhan praktis dan strategis yang diinginkan oelh warga masyarakat, selanjutnya tim peneliti mendisain model pengembangan dan pemberdayaan warga masyarakat, terutama dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kualitas sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan keterampilan dan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
22
penyuluhan hukum ( yang rencananya dilakukan pada kegiatan penelitian tahun ke II) seperti: proses pembutan tahu “tahwa”, proses pembuatan susu kedelai, budidaya jamur dan kewirausahaan. c. Rencana Kegiatan Pemberdayaan Nantinya, rencanakegiatan pemberdayaan (dalam kegiatan penelitian tahun II0 akan diawali dengan sosialisasi, yang tujuannya untuk membrikan informasi dan penyamaan persepsi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan menyiapkan materi yang akan disampaikan dan menyusun jadwal pelatihan serta menetapkan fasilitator/instruktur yang akan menyampaikan materi pelatihan keterampilan dan penyuluhan hukum. Disamping itu, juga menyiapkan sarana dan prasarana pendukung yang akan digunakan untuk keperluan pelatihan keterampilan dan penyuluhan hukum tersebut. d. Pembahasan Dalam konsideran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya; anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus citacita perjuangan bangsa, memilki peran strategi dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan; dan agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Idealnya, seperti diatur dalam Kovenan Internasional HAM yang tersurat dalam pasal 4 dan 5 UDHR (Universal Declaration of Human Rights), bahwa tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang. Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina. Sayangnya, idealisme dalam UDHR tersebut tidak selalu atau barangkali belum disambut secara positif oleh masing-masing negara. Problem perbudakan dan perdagangan seks masih saja meramaikannya. Negara sepertinya bukan sebagai penjaga, tetapi mendiamkan atau melonggarkan munculnya “penjagalpenjagal” harkat kemanusiaan. Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat dalam diri anak-anak tidak menjadi priorotas. Dari hasil data penelitian di wilayah hukum Polwil Malang (Kabupaten dan Kota Malang serta Kota Batu), terdapat contoh kasus pedofilia yang menurut hemat penelti cukup mengerikan. Hal ini disebabkan karena kejahatan pedofilia tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga (bapak kandung melahap anak kandungnya sendiri; bapak tiri memperkosa anak tirinya), baik dilakukan dengan atau tanpa kekerasan. Ini sungguh keterlaluan (Wawancara dengan Aiptu Puspaningtyas, Bagian PPA/Pelayanan Perempuan dan Anak, Polres malang, pada Juni 2008). Perilaku yang merndahkan anak tersebut, seperti memperdagangkan dan menyiksanya secara seksual layak disebut sebagai “pelanggaran HAM yang serius”.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
23
Penyiksaan ini disebut di dalam pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas perbuatan yang dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau arang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk sesuatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan itu ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan pejabat publik. Dikategorikannya sebagai pelanggaran HAM yang serius dapat berpijak pada makna HAM sebagainya disebutkan dalam pasal 1 angka 1 Undangundang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia, bahwa HAM adalah Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, di junjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 dipertegas, bahwa (1) Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin, dan (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pemerintah dan komunitas pegiat politik tidak bisa begitu ssaja membiarkan mereka dieksploitasi oleh Wisman (Wisatawan Mancanegara) atau Wislok (Wisatawan Lokal). Mereka wajib dientas
atau dibebaskan dari derita ekonominya. Kalau tidak, kelak mereka hanya akan mengisi bursa HIV/AIDS yang memang faktanya makin banyak menyerang anak usia dini. Jika anak-anak usia dini kita banyak yang berpenyakit, maka artinya kita akan banyak kehilangan investasi historis generasi penerus yang sebenarnya kelak diharapkan memimpin Indonesia. Komunitas penegak hukum jauga wajib bertindak tegas dan memberikan sanksi hukum dengan kadar pemberatan terhadap “pebisnis anak Indonesia” itu. Mereka berani menjalankan komersialisasi seks dengan segala variasi dan vulgaritasnya di negeri ini karena mereka sudah cerdas membaca pasar gelap perdagangan seks yang jarang disentuh oleh kekuatan penegak hukum. Tragisnya lagi, tidak sedikit kalangan pebisnis seks di Indonesia maupun jaringan global yang menempat kan posisi Indonesia sebagai geografis zone yang anak-anak perempuannya mudah dikorbankan atau dijadikan obyek bisnis seksual. Tolak ukur yang digunakan, bahwa selain Indonesia sendiri punya lokalisasi yang tergolong terbesar di kawasan Asia Tenggara yang dikenal “Dolly”, juga dalam setiap tahunya, pendapatan yang diperoleh dari bisnis seksual ini mencapai kisaran angka sedikitnya 11 Triliyun rupiah. Pebisnis seks juga cukup pandai menyiasati eforia reformasi yang sedang dimarakkan oleh kelompok paranoidparanoid politik. Mereka dapat memanfaat kan kelalaian komitmen kemanusiaan pemimpin bangsa ini yang lagi terseret dalam pergaulan arus penggalangan kekuatan, koalisi, konsesi, dan barterbarter politik. Mereka bisa membaca situasi yang tepat untuk melancarkan strategi jitunya guna mencari atau memburu anak-anak usia dini, yang kemudian dijual baik untuk kepentingan lokal maupun transaksi seks global. Anak-anak dibawah umur tidak mengerti kalau dirinya dikorbankan oleh sindikat perdagangan seks. Mereka hanya
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
24
ingin bisa keluar dari kesulitan ekonomi. Sindikat yang dapat menemui, menawarkan kerja, dan menjebaknya ini dianggap sebagai dewa penolong, meskipun pada akhirnya mereka baru mentadari kalau dirinya kemudian dijual untuk diperkosa, diperdagangkan dan dijerumuskan ke bursa transaksi seksual atau dlam istilah yang sudah populer “perdagangan manusia” (trafficking). Kondisi ini tentulah menuntut kearifan dan komitmen pemimpinpemimpin Indonesia agar dunia politik dan pesaingan di lingkaran kekuasaan yang dibangunnya tidak sampai diabsolutkan. Sebagai bukti terjadinya negasi pengabsolutannya adalah tetap hidup berkembang dan memberdayanya komitmen perlindungan terhadap harkat kemanusiaan anak-anak bangsa itu. Perilaku seks pedofil yang semakin marak dan ganas dengan mengorbankan anakanak negeri ini wajib dijadikan sebagai bagian dari musuh bersama (common enemy). Sayangnya, belum semua pihak menyadari urgensinya menyelamatkan anak-anak yang menjadi korban bencana perkosaan itu. Padahal, perkosaan dapat mengakibatkan problem kejiwaan yang serius. Problem psikologi inilah yang seharusnya direspon dengan langkahlangkah yang strategis. Doroty Law Nolte mengungkapkan rasa kasihnya pada anak-anak lewat sajaknya yang berjudul “Children Learn What They Live”. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi, jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri, jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai, jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuania akan belajar keadilan, jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan, jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemunkan cinta dalam kehidupan”.
Untaian kata bersayap itu menunjukkan, bahwa dalam hidup ini anak membutuhkan suatu “dunia” yang bisa mengembalikan kepercayaan dirinya, mengembangkan kejiwaannya, dan keberanian menghadapi tantangan dalam hidupnya. Melalui dunia yang dihadapinya ini, anak-anak yang menjadi korban perkosaan bukan hanya tabah dan sabar menghadapi penderitaan yang pernah mencercarnya, tetapi juga berani menghadapi berbagai bentuk tantangan yang mencoba mengorbankannya lagi di jalur perjuangan menegakkan kebenaran, harkat kemanusiaan, dan keadilan. Lembaga-lembaga yang banyak berdiri dengan membawa misi perlindungan, pendampingan, atau bekerja guna memberikan respon positip terhadap korban layaknya untuk didukung, karena apa yang diperbuatnya merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat (social empowering). Tugas-tugas yang diemban polisi berkaitan dengan penanggulangan kejahatan itu amat strategis namun cukup berat, sehingga dengan tugas yang berat ini resiko yang dihadapi atau harus ditangani oleh polisi juga berat. Dalam kondisi ini jika polisi tidak menggunakan pola, teknik atau strategi pemeriksaan perkara misalnya yang didukung oleh kualitas mental yang baik, maka sulit diharapkan akan dapat terwujud suatu bentuk penanggungan perkara yang melindungi hak-hak asasi manusia (HAM). Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negara, dan tercapainya tujuan nasional dengan dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia (pasal 2 Undangundang Nomor 28 Tahun 1997).
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
25
IV. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Bertolak dari paparan pada bab-bab sebelumnya, berikut ini akan peneliti kemukakan beberapa kesimpulan, sebagai berikut: a. Pedofilia dikenal sebagai salah satu bentuk perkosaan terhadap anak-anak dibawah umur yang dilakukan oleh orang dewasa. Inti dari pedofilia terletak pada unsur kekerasan seksual atau hubungan seksual yang dipaksakan, yang ciri pemksaan ini juga terdapat dalam tindak pidana pemerkosaan. b. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan pedofilia atau terjadinya kekerasan pada anak, diantaranya disebabkan karena perilaku kejahatan sering nonton tayangan porno, kelainan seksual, tekanan psikologis (stres), dan tidak terpuaskan hasrat seksual oleh pasangannya. c. Kejahatan kekerasan seksual sering kali bermula dari faktor krisis ekonomi, seperti kemiskinan yang menimpa seseorang yang kemudian dimanfaatkan oleh sindikat. Mereka dijadikan obyek perdagangan seks oleh individu dan kelompok maniak seks yang berhasil masuk dalam jaringan kejahatan terorganisir. Banyaknya anak-anak usia dibawah umur yang menjadi korban kekerasan seks atau perkosaan oelh orang dewasa, yang dikenal sebagai individu pedofilia yang pada hakekatnya merupakan korban kemiskinan itu sendiri. d. Bentuk kekerasan seksual dan fisik tidak hanya meningkatkan luka fisik, tetapi juga trauma psikis berkepanjangan bagi anak yang mengalaminya. 2. Saran Dari beberapa kesimpulan di atas, selanjutnya peneliti sampaikan beberapa saran sebagai sumbang pikir peneliti, anara lain: a. Pedofilia merupakan deskripsi nyata potret kehidupan sebagai anggota
masyarakat yang sedang berada dalam kesulitan ekonomi (kemiskinan), yang telah menjadi korban sindikat penjahat yang mengidap penyakit seksual dengan modus mengorbankan anak-anak di bawah umur. Karena itu perlunya melakukan pencegahan dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi aktif bersama kepolosian delam menanggulangi kejahatan tersebut. b. Kemiskinan menjadi salah satu akar penyebab kejahatan pedofilia yang membutuhkan perhatian yang serius, karena di beberapa kali kasus yang terjadi, ternyata korbannya dalam kondisi kesulitan ekonomi, maka harus ada upaya pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan keterampilan, sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas hidupnya, dan penyuluhan-penyuluhan hukum yang akan mampu membuat masyarakat melek hukum sehingga dapat melindungi dirinya sendiri. c. Disamping itu, kiranya orang tua harus lebih hati-hati terhadap keselamatan anak-anaknya, baik anak laki-laki maupun perempuan, karena akhir-akhir ini anak-anak sering menjadi korban kejahatan orang dewasa, baik kejahatan biasa seperti perampasan, penculikan maupun kejahatan yang bernuansa seksual seperti pencabulan dan perkosaan.
DAFTAR PUSTAKA Buku: Hanitijo Soemitro, Ronny, 1994, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hayati, Selma Widhi, 1996, Kekerasan terhadap Perempuan Butuh Penanganan Serius, Jakarta Nitibaskara. T. Ronny Rachman, 2001, Ketika Kejahatan Berdaulat, Sebuah Pendekatan Kriminologi,
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
26
Hukum, dan Sosiologi, Peradaban, Jakarta. Salim, Emil, 1981, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutiara, Jakarta. Siahaan, NHT, 2003, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Erlangga, Jakarta. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pres. Jakarta. Susman, Gerald, 1983, Action Research: A Sosiotechnical System Perspective, Ed.G Morgan, London: Sage Publication. Swasono, Sri Edi, et.al., 1986, Kemiskinan dan Keadilan, Sejahtera, Jakarta. Wahid, Abdul, 1992, Modus-Modus Kejahatan Modern, Tarsito, Bandung. ___________, 1996, Islam dan Idealitas manusia Indonesia, Dilema Anak, Buruh, dan Wanita Modern, Sipress, Yogyakarta. ___________, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual (advokasi atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung. ___________, 2002, Kriminologi dan Kejahatan Konteporer, Lembaga Penerbitan Fakultas Hukum Unisma, Malang. ___________, 2005, Republik Kaum Tikus, Edsa Mahkota, Jakarta. Weda, Made Darma, 1996, Kriminologi, Rajagrafindo Persada, Jakarta. Diakses dari internet, mengenai kasus perkosaan terhadap anak di bawah umur, geogle.com, tanggal 5 Mei 2006. Kasus perkosaan terhadap anak-anak, dikutip dari Harian Republika tertanggal 14 Agustus 1996. Undang-Undang: Undang-undang Republik Indonesia nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
27