Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
STUDI KOMPARATIF PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DAN METODE PEMBELAJARAN PENYELESAIAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA Ai Nur Solihat, S.Pd, M.Pd
[email protected] Jurusan Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan perlakuan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) pada mata pelajaran ekonomi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen, dengan subyek penelitian terdiri dari tiga kelas yaitu kelas X.4 (kelas problem solving), X.5 (kelas PBL) dan X.6 (kelas kontrol). Pengumpulan data dilakukan dengan tes tertulis, observasi, dan kuesioner yang diberikan guru kepada siswa. Pengolahan data dilakukan dengan uji t (paired-sample ttest) dan independent sample t-test menggunakan aplikasi program SPSS. 21. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning/PBL) sebelum dan sesudah perlakuan. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah (problem solving) sebelum dan sesudah perlakuan. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning/PBL) dan metode pembelajaran konvensional sesudah perlakuan (treatment). Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran penyelesaian masalah (problem solving) dan metode pembelajaran konvensional sesudah perlakuan (treatment). Akan tetapi, tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) dan metode pembelajaran penyelesaian masalah (problem solving) sesudah perlakuan (treatment). Kata kunci : Problem Based Learning, Problem Solving, Creative Thinking.
PENDAHULUAN Keterampilan berpikir (thinking skills) sangat penting dimiliki oleh setiap orang baik di dunia kerja, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan berpikir sangat diperlukan sebagai bentuk hasil dari proses pendidikan, dimana dalam proses pendidikan merupakan upaya pengkondisian siswa. Bila upaya pengkondisian itu kurang mendukung pencerahan atau pengembangan penalaran, serta kemampuan berpikir yang baik, maka akan melahirkan lulusan pendidikan yang kurang optimal. Padahal dalam era globalisasi seperti sekarang ini
menuntut ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki daya saing secara terbuka, yang bisa bersaing baik secara lokal maupun secara global. Sumber daya manusia tidak lagi dianggap sebagai pelengkap semata, akan tetapi sudah menjadi kekuatan utama bagi industri dalam menghasilkan keunggulan dalam konteks yang lebih komprehensif, dan inovatif. Kenyataannya sekarang, kualitas sumber daya manusia indonesia di nilai masih rendah. Kemampuan siswa dalam dalam berpikir tingkat tinggi masih rendah dimana siswa Indonesia belum mampu mengerjakan soal-soal yang memerlukan 30
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
tanggapan (reasoning). Hal dibuktikan melalui hasil survey yang dilakukan oleh TIMSS (Trends in International Match Science Survey) dari Global Institute tahun 2007 (Penerapan Kurikulum 2013), menyebutkan bahwa hanya 5% siswa Indonesia yang dapat mengerjakan soalsoal dalam katagori tinggi dan advance (memerlukan reasoning), jauh lebih rendah dibandingkan siswa Korea yang mencapai 71% sanggup menyelesaikan soal-soal dalam kategori tinggi dan advance. Dalam perspektif lain, 78% siswa Indonesia hanya dapat mengerjakan soal-soal dalam katagori rendah (hanya memerlukan knowing, atau hafalan), sedangkan hanya 10% siswa Korea yang hanya dapat mengerjakan soal-soal tersebut. Hasil survey PISA tahun 2009 juga menunjukkan kemampuan siswa di Indonesia masih rendah dalam menguasai pelajaran, yaitu hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja, sementara negara lain banyak sudah bisa mencapai level 4, 5, bahkan 6. Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi dari hasil ini hanya satu, namun materi yang diajarkan belum sesuai dengan tuntutan zaman. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir, proses pembelajaran yang digunakan adalah proses pembelajaran bermakna (joyfull learning) dimana proses pembelajaran harus difokuskan pada mengkosntruksi pengetahuan. Sebagaimana diungkapkan oleh Anderson dan Krathwohl (2001:65) bahwa : “A focus on meaningful learning is consistent with the view of learning as knowlwdge construction, in which student seek to make sense of their experiences. In constructivist learning, students engage in active cognitive processing, as paying attention into coherent representation, and mentally organizing incoming information with existing knowledge.” Guru tidak harus selalu menyampaikan materi, tetapi guru harus merangsang pemikiran siswa dengan pertanyaanpertanyaan yang penuh dengan selidik, memancing penalaran, dan memberikan petunjuk yang merangsang siswa untuk
menyimpulkan. Cara inilah yang disebut dengan membangun pengetahuan sendiri (kostruktivisme). Fenomena yang terjadi di lapangan, ternyata tidak semua guru atau belum banyak guru yang memiliki keinginan dalam menggunakan metode-metode pembelajaran kreatif, unik yang mampu mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Guru masih menggunakan metode konvensional seperti ceramah. Fenomena seperti ini, merupakan bentuk dari metode pembelajaran yang kurang mendukung pada usaha pengembangan keterampilan berpikir siswa. Bahkan bila seorang guru lebih senang menggunakan metode pembelajaran ceramah, akan menurunkan minat dan semangat siswa dalam belajar serta dapat membekukan kemampuan penalaran siswa. Siswa tidak akan terbiasa berpikir dan memecahkan masalah. Metode pembelajaran ceramah ini hanya mengkondisikan siswa menerima, kurang aktif dalam menemukan informasi baru untuk menjawab masalah atau untuk memecahkan masalah. LANDASAN TEORI Keterampilan berpikir (thinking skills) atau pemikiran yang terlatih, bukan saja penting dalam dunia kerja, pendidikan dan pelatihan atau riset. Keterampilan berpikir ini, penting dimiliki oleh setiap orang, baik di dunia kerja, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian keterampilan berpikir yang baik, seseorang akan memiliki modal untuk bisa memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupannya. Seseorang yang memiliki keterampilan berpikir, akan dapat memecahkan masalah kelompoknya, baik ditempat bermain maupun di rumah. Keterampilan berpikir dalam dunia pendidikan merupakan suatu hal yang penting. Menurut Momon Sudarma (2013:47) bawa pendidikan adalah lingkungan atau upaya sadar pengkondisian terhadap siswa. Bila upaya pengkondisian itu, kurang mendukung pada pencerahan dan/atau pengembangan penalaran, serta keterampilan berpikir yang baik, maka 31
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
akan melahirkan lulusan pendidikan yang kurang optimal. Menurut Torrance inti dari proses kreativitas adalah kemampuan berpikir kreatif. Hal tersebut diungkapkan dalam Baker (http://www.bookza.org) bahwa: “The core of the gestation phase of the creative process model is the creative attributes as creative thinking abilities. These creative attributes were fluency, flexibility, originality, elaboration, abstractness of the title, resistance to closure, emotional expressiveness, articulateness, movement or action, expressiveness, synthesis or cmbination, unusual visualization, internal visualization, extending or breaking the boundaries, humor, richness of imagery, colorfulness of imagery, and fantasy. The Torrance Test of Creative Thinking (TTCT) is an instrument that can be used to operationalize these creative attributes.” Dari pernyataan tersebut di atas, untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif dapat menggunakan The Torrance Test of Creative Thinking (TTCC) dengan menggunakan atribut berpikir kreatif, yaitu fluency, flexibility, originality, elaboration, abstractness of the title, resistance to closure, emotional expressiveness, articulateness, movement or action, expressiveness, synthesis or combination, unusual visualization, internal visualization, extending or breaking the boundaries, humor, richness of imagery, colorfulness of imager, fantasy. The Torrance Test of Creative Thinking (TTCC) yang digunakan dalam penelitian ini adalah fluency, flexibility, originality, dan elaboration. Menurut Munandar (2009:192) menyebutkan bahwa indikator dari berpikir kreatif adalah : 1. Berpikir lancar artinya menghasikan banyak gagasan atau jawaban yang relevan; arus pemikiran lancar 2. Berpikir luwes artinya menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam; mampu mengubah cara atau pendekatan; arah pemikiran yang berbeda-beda. 3. Berpikir orisinal artinya memberikan jawaban yang tidak lazim, yang laindari
yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang. 4. Berpikir terperinci (elaborasi) artinya mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan; memperinci detail-detail; memperluas suatu gagasan. Dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, proses pembelajaran yang digunakan adalah proses pembelajaran bermakna (joyfull learning) dimana proses pembelajaran harus difokuskan pada mengkosntruksi pengetahuan. Guru tidak harus selalu menyampaikan materi, tetapi guru harus merangsang pemikiran siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang penuh dengan selidik, memancing penalaran, dan memberikan petunjuk yang merangsang siswa untuk menyimpulkan. Cara inilah yang disebut dengan membangun pengetahuan sendiri (kostruktivisme). Hal tersebut sejalan dengan yang diungapkan oleh Jean Piaget bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melalinkan melalui tindakan (action). Perkembangan pengetahuan anak berhantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinterkasi dengan lingkungannya. (Martinis Yamin 2012:15) Selain itu, Vygotsky dalam Arends (2007) juga mengungkapkan bahwa bahwa : “intelek berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang ditimbuklan oleh pengalamanpengalaman ini. Dalam usaha menemukan pemahaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksi makna baru. Vygostky menekankan pada aspek sosial belajar. Vygostky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengkonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar.” Makna dari pernyataan Vygotsky tersebut adalah bahwa proses belajar terjadi melalui interaksi sosial dengan guru 32
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
dan teman sebaya. Dengan tantangan dan bantuan yang tepat dari guru dan teman sebaya yang lebih mampu, siswa akan dapat mencapai perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensialnya. Guru dituntut agar dapat menyediakan lingkungan belajar di kelas melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam memberikan materi pelajaran guru harus mampu mengintegrasikan panduan yang jelas dalam proses pembelajaran yang dapat memudahkan siswa dalam proses berpikir. Dengan demikian guru dituntut untuk dapat menggunakan metodemetode pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa agar aktif dalam proses pembelajaran. Metode pembelajan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dan hasil belajar siswa diantaranya adalah metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan metode pemecahan masalah (problem solving). Menurut Momon Sudarma (2013:48) mengemukakan bahwa : “sudah banyak diperkenalkan model pembelajaran yang merangsang siswa untuk bisa berpikir kritis dan kreatif. Satu diantaranya, yaitu model pembelajaran berbasis pemecahan masalah (problem solving based learning), atau pembelajaran konstektual (constectual learning). Dua model ini, merupakan sebagian di antara upaya pengkondisian kepada siswa untuk bisa berpikir kreatif dan kritis.” Metode pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. PBL menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Metode PBL dirancang untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan dan menjasi siswa yang mandiri dan otonom.
Dengan demikian, sekolah sebagai tempat dalam kegiatan pembelajaran harus dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan intelektual dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan nyata. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Lang dan Evans (2006:468) bahwa problem based learning is a student centered method in which learners become increasingly independent of the teacher, who suggests educational materials and provides guidance. The taecher’s function is to encourage, keep students on track, provide information, and be a fellow learner.” Selain metode PBL, metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) juga dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir. Metode pemecahan masalah merupakan aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses pemecahan masalah yang dihadapi secara ilmiah. Hal tersebut diungkapkan oleh Djamarah dan Zain (2002:103) bahwa metode problem solving (pemecahan masalah) bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lain yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Dari uraian yang telah diungkapkan, untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa, guru harus terampil dalam menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) dan metode problem solving. Guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan. Dimana permasalahanpermasalahan tersebut dapat diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian untuk membandingkan metode yang paling efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperime. 33
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
Menurut Fraenkel dan Wallen (1993:253) menyebutkan bahwa : “Quasi experiment design do not include the use of random assignment. Researcher who employ these design rely instead on other techniques to control (or at least reduce) threats to intenal validity.” Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design. Dalam menganalisis data, skor pretest masing-masing individu adalah dikurangi dari skor posttest-nya, sehingga memungkinkan analisis gain atau perubahan. Desain tersebut dapat digambarkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Nonequivalent Control Group Design O1 X1 O2 O1 X2 O2 O1 X O2 Keterangan : X1 :Penerapan Metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) X2 :Penerapan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) X :Penerapan metode pembelajaran konvensional O1 :Pre Test (Tes awal sebelum perlakuan) pada masing-masing kelompok eksperimen O2 :Post test (Tes akhir setelah perlakuan) pada masing-masing kelompok eksperimen HASIL PENELITIAN Implementasi Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Respon siswa terhadap metode pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) secara keseluruhan bemberikan tanggapan yang positif. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya siswa yang memberikan jawaban “Ya” terhadap pertanyaan yang diajukan guru. Namun, untuk respon pada item ke 15 mengenai ketertarikan siswa terhadap
mata pelajaran ekonomi setelah proses pembelajaran berlangsung menunjukkan persentase yang lebih rendah yaitu sebesar 55,9 persen untuk siswa yang menjadi lebih tertarik dan 44,1 persen untuk siswa yang tidak tertarik dengan pelajaran ekonomi. Ketidaktertarikan siswa terhadap mata pelajaran ekonomi dikarenakan karena siswa menganggap pelajaran ekonomi merupakan pelajaran yang sulit, meskipun guru sudah memberikan motivasi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Implementasi Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) Secara keseluruhan respon siswa yang diberikan terhadap metode ini positif. Dibuktikan dengan banyaknya siswa yang memberikan tanggapan dengan menjawab “Ya” pada setiap item pertanyaan. Namun respon siswa terhadap item pertanyaan 5 dan 15 menunjukkan respon yang negatif dengan hampir samanya bahkan lebih besar siswa yang memberikan respon “Tidak” untuk item pertanyaan tersebut. Item pertanyaan no 5 merupakan tanggapan siswa terhadap metode yang digunakan guru dalam mengajar menjenuhkan atau tidak. 48,6% siswa memberikan respon bahwa metode tersebut menjenuhkan. Hal tersebut dikarenakan sulitnya siswa dalam mengidentifikasi permasalahan pada pertanyaan yang diberikan oleh guru. Mengenai ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran ekonomi setelah proses pembelajaran berlangsung (respon no 15) menunjukkan persentase yang lebih rendah yaitu sebesar 42,9 persen untuk siswa yang menjadi lebih tertarik dan 57,1 persen untuk siswa yang tidak tertarik dengan pelajaran ekonomi. Ketidaktertarikan siswa terhadap mata pelajaran ekonomi dikarenakan karena siswa menganggap pelajaran ekonomi merupakan pelajaran yang sulit, meskipun guru sudah memberikan motivasi pada saat proses pembelajaran berlangsung.
34
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
Hasil Uji Hipotesis Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sebelum dan Sesudah PBL Hipotesis yang pertama yaitu terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) sesudah perlakuan (treatment). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 21. Dari hasil penelitian terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) sebelum dan sesudah perlakuan (treatment). Hasil Pengolahan menunjukkan peningkatan rata-rata nilai pretest dan nilai posttest yaitu dari 19,15 menjadi 39,18. Respon terhadap kuesioner yang diberikan pada siswa, cara mengajar guru dianggap telah mudah dipahami dan kemampuan guru dalam menggunakan dan memilih bahasa yang tepat saat mengajar ternyata berpengaruh besar terhadap minat siswa dalam mengikuti pelajaran yang diberikan. Hal ini terbukti jumlah persentase yang menjawab “ya” sebesar 97,1 % dari total siswa sebanyak 34 orang. Menurut peneliti jika minat siswa telah terlihat, dapat dipastikan keingintahuan siswa terhadap materi yang diajarkan guru akan tinggi, sehingga akan mampu meningkatkan hasil belajar termasuk kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap pelajaran ekonomi. Ketika diberikan soal yang meminta untuk menjawab secara kreatif, terlihat siswa kurang menguasai konsep yang berkaitan dengan soal yang harus mereka kerjakan. Kebiasaan pemberian soal dari guru, yang lebih bersifat pertanyaan tertutup juga menjadi alasan kurang berkembangnya nalar siswa dalam menganalisis soal yang bersifat pertanyaan terbuka. Berdasarkan pengamatan peneliti, siswa berpendapat bahwa penerapan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan metode pembelajaran yang dianggap baru.
Sebab, proses pembelajaran yang dilakukan sebelumnya masih konvensional. Proses pembelajaran yang biasanya dilakukan masih terbatas untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa saja, hanya sebatas penguasaan materi pelajaran. Padahal tujuan akhir dari proses pembelajaran bukan hanya meningkatkan pemahaman konsep saja tetapi juga harus dapat menggali kemampuan berpikir kreatif siswa dengan mengkonstruksi konsep-konsep keilmuan dari berbagai pengetahuan dan pengalaman agar dapat dipahami informasinya secara utuh yang dapat diingat untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan dukungan sarana dan prasana yang sudah disiapkan sebelumnya, penerapan metode pembelajaran ini terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan rata-rata nilai pretest ke nilai posttest yaitu sebesar 0,247172. Selain didukung dengan sarana dan prasana yang sudah disiapkan, penerapan metode PBL juga didukung dengan penggunaan media atau alat bantu pembelajaran sehingga dapat menarik perhatian siswa ketika pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil respon terhadap kuesioner yang diberikan kepada siswa tentang penggunaan media yang digunakan guru saat mengajar diperoleh hasil 100% dari 34 orang siswa. Artinya, semua siswa setuju bahwa penggunaan media dan alat bantu oleh guru saat mengajar sangat penting bagi peningkatan pemahaman dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Berdasarkan data hasil respon terhadap kuesioner tentang kebiasaan guru dalam membimbing siswa saat diskusi dan memberikan kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang kurang dipahami menunjukkan hasil 94,1 % dan 97,1 % dari 34 orang siswa menjawab “ya”. Hal ini berarti bimbingan guru dan kesempatan yang diberikan guru pada siswa untuk bertanya materi yang kurang dipahami sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa
35
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
guna memecahkan masalah yang dihadapinya. Data hasil respon terhadap kuesioner tentang pemberian apresiasi dari guru terhadap siswa yang menjawab pertanyaan dengan baik dan kemampuan guru dalam menjelaskan kembali hasil diskusi kelompok dengan cara yang mudah dimengerti menunjukkan hasil 91,2 % dan 97,1 % dari 34 orang siswa menjawab “ya”. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa menginginkan adanya pemberian apresiasi terhadap mereka yang menjawab pertanyaan dengan baik, penjelesan guru dengan cara yang mudah dimengerti juga sangat diharapkan siswa dalam memperkuat hasil diskusi, sehingga siswa mudah mengerti materi yang dipelajari saat itu. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sebelum dan Sesudah Menggunakan Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) Hipotesis kedua yaitu terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pemecahan masalah (problem solving) sesudah perlakuan (treatment). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 21. Dari hasil penelitian terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) sebelum dan sesudah perlakuan (treatment). Hasil pengolahan menunjukkan peningkatan nilai rata-rata pretest ke nilai posttest yaitu dari 19,68 menjadi 40,46. Peningkatan ini dinilai cukup berarti, yang menggambarkan bahwa kemampuan siswa dalam pemecahan masalah menggunakan metode problem solving dinilai sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan peningkatan nilai ratarata yang di dapat, cara guru mengajar sangat berpengaruh besar terhadap hasil yang diperoleh siswa baik dalam bentuk nilai maupun dalam bentuk kemampuan
berpikir kreatif terhadap siswa. Jika kemampuan berpikir kreatif siswa sudah meningkat dapat dipastikan bahwa siswa akan dapat mengatasi atau menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dengan cara mencari solusi (pemecahan masalah/problem solving) secara tepat dengan langkah-langkah yang sesuai dan terstruktur. Melalui metode pembelajaran problem solving, terlihat bahwa siswa merasa tertantang dalam menemukan beberapa alternatif pemecahan masalah, sehingga siswa dapat menentukan alternatif terbaik atau paling tepat yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Respon terhadap kuesioner tentang penggunaan bahasa yang mudah dipahami yang digunakan guru saat mengajar dan penggunaan alat bantu atau media yang digunakan guru saat mengajar diperoleh hasil 85,7% dan 80 % dari 35 orang siswa yang menjawab “ya”. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru dituntut untuk dapat menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik dan dapat pula meningkatkan rasa ingin tahu siswa, ketertarikan siswa terhadap pelajaran ekonomi dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Data hasil respon terhadap kuesioner tentang bimbingan guru pada saat diskusi, kesempatan yang diberikan guru pada siswa untuk bertanya mengenai materi yang kurang dipahami dan penjelasan kembali dari guru mengenai hasil diskusi kelompok dengan cara yang mudah dimengerti menunjukkan hasil yang cukup tinggi yaitu sebesar 85,7%, 100% dan 91,4%. Artinya bahwa siswa menginginkan bimbingan guru saat pelaksanaan diskusi sehingga diskusi tidak ke luar dari permasalahannya, begitu pula kesempatan yang diberikan guru pada siswa untuk bertanya mengenai materi yang kurang dipahami dan penjelasan kembali dari guru mengenai hasil diskusi kelompok dengan cara yang mudah dimengerti sangat diharapkan siswa untuk lebih meningkatkan motivasi, ketertarikan 36
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
terhadap pelajaran juga sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa yang Menggunakan Metode PBL dan Metode Pembelajaran Konvensional Sesudah Perlakuan (treatment). Hipotesis ketiga yaitu terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) dan metode pembelajaran ceramah sesudah perlakuan (treatment). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 21. Dari hasil penelitian, terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang hanya menggunakan metode konvensional. Hal ini dibuktikan dengan hasil posttest pada kelas eksperimen yang menggunakan metode PBL sebesar 39,17 dari hasil pretest yang hanya sebesar 19,14. Sementara pada kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional hasil posttest sebesar 23,21 dari pretest sebesar 19,83. Keadaan ini menunjukkan bahwa terdapat kenaikan yang sangat berarti terhadap kelas eksperimen sesuai dengan yang diharapkan. Pengaruh penggunaan metode PBL dengan menggunakan cara perhitungan SPSS 21 didapat angka 52,5%, angka tersebut menunjukkan terdapat peningkatan yang berarti terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Berdasarkan hasil tersebut, sudah jelas bahwa keterampilan berpikir kreatif (creative thinking) akan mampu memotivasi cara berpikir siswa dalam membentuk suatu gagasan baru, atau alternatif-alternatif berdasarkan konsepkonsep dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi serta intuisi setiap individu siswa. Berdasarkan pangolahan data respon terhadap kuesioner tentang penggunaan
metode yang digunakan oleh guru saat mengajar dan penggunaan alat bantu atau media yang menyenangkan menunjukkan hasil yang cukup tinggi yaitu 76,5% dan 100% dari 34 orang siswa yang menjawab “ya”. Artinya guru dituntut untuk pandai memilih dan menggunakan metode yang menarik bagi siswa sehingga tidak menimbulkan rasa jenuh pada siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Penggunaan alat bantu atau media oleh guru yang menyenangkan bagi siswa harus dilakukan untuk meningkatkan rasa ingin tahu, minat, motivasi, dan terlebih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa terutama saat menentukan anternatif yang tepat untuk masalah yang dihadapi. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Problem Solving dan Metode Pembelajaran Konvensional Sesudah Perlakuan (treatment). Hipotesis keempat yaitu terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dan metode pembelajaran konvensional sesudah perlakuan (treatment). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 21,0. Dari hasil penelitian terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar menggunakan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang belajar dengan menggunakan metode konvensional. Hal ini dibuktikan dengan hasil posttest pada kelas eksperimen yang menggunakan metode problem solving sebesar 40,45 dari hasil pretest yang hanya sebesar 19,68. Sementara pada kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional hasil posttest sebesar 23,21 dari pretest sebesar 19,83. Keadaan ini menunjukkan bahwa terdapat kenaikan yang sangat berarti terhadap kelas eksperimen sesuai dengan yang diharapkan. 37
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
Berdasarkan hasil olah data menggunakan SPSS 21, pengaruh penggunaan metode problem solving dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa sebesar 60,6%, angka tersebut menunjukkan terdapat peningkatan yang berarti terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan metode problem solving. Hal tersebut dikarenakan dalam penggunaan metode problem solving siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan guru saja, melainkan dituntut untuk dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah serta mencari alternatif pemecahan masalah, sehingga dapat menyimpulkan alternatif untuk pemecahan masalah yang dihadapinya. Siswa mendapatkan berbagai pengalaman dalam memecahkan suatu masalah, yang menuntut siswa untuk mampu mengkonstruksi atau menghasilkan gagasan serta konsep-konsep dalam pelajaran ekonomi. Berdasarkan pengolahan data, respon kuesioner yang diberikan kepada siswa tentang cara penggunaan bahasa oleh guru yang mudah dipahami siswa dan penggunan alat bantu atau media pembelajaran oleh guru yang menyenangkan bagi siswa (kuesioner item 3 dan 6) menunjukkan hasil sebesar 85,7% dan 80% dari 35 orang siswa yang menjawab “ya”. Hal ini menunjukkan bahwa guru dituntut untuk mampu memilih untuk menggunakan bahasa yang tepat sehingga mudah dipahami oleh siswa saat pembelajaran berlangsung. Penggunaan bahasa yang tepat selain dapat menarik minat dan motivasi siswa juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Respon kuesioner yang diberikan guru kepada siswa tentang permasalahan yang diberikan guru untuk menggali rasa ingin tahu siswa terhadap masalah yang disampaikan dan bimbingan guru terhadap siswa saat pelaksanaan diskusi berlangsung menunjukkan hasil yang sama yaitu 85,7% dari 35 orang siswa yang menjawab “ya”. Hal tersebut menunjukkan bahwa permasalahan yang diberikan guru terhadap siswa harus merupakan jenis
permasalahan yang dapat menggali rasa ingin tahu siswa terhadap masalah tersebut. Permasalahan-permasalah yang diberikan tersebut haruslah permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan seharihari yang mungkin dialami siswa sehingga siswa dituntut untuk berpikir lebih kreatif guna mencari mencari alternatif dan memilih alternatif yang paling tepat dan sesuai untuk permasalahan tersebut. Bimbingan guru saat diskusi berlangsung sangat berperan penting guna menggali kemampuan siswa dalam mencari berbagai alternatif dan menentukan alternatif yang tepat untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Data hasil respon kuesioner yang diberikan guru kepada siswa tentang kesempatan yang diberikan guru pada siswa untuk bertanya mengenai materi yang kurang dipahami dan penjelasan kembali dari guru tentang hasil diskusi kelompok dengan cara yang mudah dimengerti menunjukkan hasil 100% dan 91,4% dari 35 orang siswa yang menjawab “ya”. Hasil tersebut menunjukkan bahwa guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal yang kurang dipahami, sehingga siswa tidak salah dalam memahami konsep dan materi yang diajarkan guru. Kurangnya kesempatan yang diberikan guru kepada siswa untuk bertanya dapat menyebabkan pencapaian konsep dan materi pada siswa hanya sebagian atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penjelasan kembali oleh guru mengenai hasil diskusi kelompok dengan cara yang mudah dimengerti akan mampu meningkatkan daya ingat siswa mengenai materi hasil diskusi, lebih dari itu penjelasan hasil diskusi yang tepat akan dapat mendorong siswa untuk menemukan dan menentukan konsep, teori, maupun gagasan yang tepat mengenai materi atau permasalahn yang diberikan serta mendorong siswa untuk lebih aktif dan berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah.
38
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa yang Menggunakan MetodePBL dan Problem Solving Sesudah Perlakuan (treatment). Hipotesis kelima terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) dan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) sesudah perlakuan (treatment). Pengolahan dilakukan dengan menggunakan program SPSS 21. Dari hasil pelenelitian, diperoleh ratarata gain pada kelompok eksperimen yang menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) sebesar 0,2472 lebih kecil dari rata-rata gain pada kelompok eksperimen yang menggunakan metode Problem Solving yaitu sebesar 0,2578, sedangkan effect size pengaruh penggunaan metode Problem Based Learning dan Problem Solving menunjukkan hasil tidak signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu sebesar 0,003 atau 0,3%. Artinya, tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Keberhasilan penerapan metode pembelajaran didukung oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah peran guru dalam proses pembelajaran. Penerapan PBL dan problem solving ini merupakan tantangan yang berat bagi guru, kebiasaan penggunaan metode konvensional menyebabkan guru masih merasa belum maksimal dalam mengajar jika ia tidak berperan aktif memberikan ceramah dalam proses pembelajaran. Padahal, peran guru dalam proses pembelajaran tidak mutlak sebagai pemberi informasi belaka, namun diharapkan guru mampu menjadi fasilitator untuk siswa berkembang lebih aktif dalam proses pembelajaran, sehingga kebiasaan
guru tersebut membuat sulit beradaptasi dalam penerapan metode pembelajaran tersebut. Karena itulah penerapan metode pembelajaran menjadi kurang efektif. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan penerapan metode pembelajaran baik pembelajaran berbasis masalah (problem based lerning) maupun metode pemecahan masalah (problem solving) selain guru, sarana dan prasarana, juga peran serta siswa saat pembelajaran. Siswa belum terbiasa dengan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based lerning) maupun metode pemecahan masalah (problem solving). Siswa masih terlihat bingung dengan aktivitas apa yang harus mereka dilakukan, karena kurangnya arahan dari guru tentang apa yang harus mereka lakukan berkaitan dengan proses pembelajaran. Kebiasaan siswa menerima pelajaran dari guru dengan metode konvensional dalam proses pembelajaran menyebabkan tingkat pemahaman siswa relatif rendah. Hal ini terbukti, ketika siswa diberikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari, banyak siswa yang kurang tepat memberikan tanggapan ataupun menentukan dan memilih alternatif terbaik untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Padahal dalam proses pembelajaran guru sudah memberikan petunjuk apa yang harus siswa lakukan ketika proses diskusi kelompok. Namun arahan dan bimbingan guru ketika diskusi berlangsung masih kurang, sehingga siswa masih terlihat bingung ketika harus mencari, memilih hingga menentukan alternatif terbaik dalam memecahkan suatu masalah yang diberikan guru. Siswa masih mengharapkan guru menjelaskan secara detail materi yang sedang dipelajari. Seperti yang diungkapkan Sanjaya (2010:221) bahwa tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Selain kurangnya arahan dan bimbingan yang diberikan guru ketika diskusi kelompok berlangsung, sangat dimungkinkan permaslahan yang diberikan 39
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
guru terhadap siswa dianggap kurang menantang siswa untuk mencari alternatif pemecahan masalah terbaik atau soal-soal yang diberikan dianggap tidak berkaitan dengan permaslahan dalam kehidupan mereka sehari-hari, karena siswa masih menganggap bahwa permaslahan pelajaran ekonomi hanya berkaitan perihal jual beli, dan perhitungan rugi dan laba, padahal permalahan dalam pelajaran ekonomi sangat luas dan banyak yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Analisis di atas, ditunjang oleh data hasil respon terhadap kuesioner tentang permasalahan yang diberikan guru merupakan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (kuesioner item 9), yaitu 67,6% untuk metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan 68,6% untuk metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dari jumlah siswa 34 dan 35 orang yang menjawab “ya”. Ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran ekonomi setelah proses pembelajaran berlangsung relatif masih sangat rendah yaitu sebesar 55,9% untuk metode problem based learning dan 42,9% untuk penerapan metode problem solving, data prosentase tersebut diperoleh dari hasil respon terhadap kuesioner tentang ketertarikan siswa akan pelajaran ekonomi setelah penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based lerning) maupun metode pemecahan masalah (problem solving) terhadap 34 dan 35 orang siswa yang menjawab “ya”. Ketidaktertarikan siswa pada pelajaran ekonomi dikarenakan siswa masih menganggap bahwa pelajaran ekonomi merupakan pelajaran yang sulit, meskipun guru sudah memberikan motivasi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa kurang memiliki kepercayaan diri dalam memecahkan masalah yang dihadapi, siswa masih menganggap bahwa masalah yang diberikan sulit untuk dipecahkan, kemauan dan keinginan siswa untuk mencoba menyelesaikan masalah masih relatif rendah. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Sanjaya (2011:221) bahwa manakala siswa tidak memiliki
minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka enggan untuk mencoba. Penerapan metode problem based learning dan problem solving pada penelitian yang dilakukan dirasa oleh peneliti menjadi kurang efektif, dikarenakan ada beberapa hal yang masih menunjukkan hasil yang belum sesuai dengan yang peneliti harapkan. Namun demikian, sangat diharapkan adanya pengembangan terus menerus mengenai penerapan berbagai macam metode pembelajaran terutama metode pembelajaran berbasis masalah (problem based lerning) maupun metode pemecahan masalah (problem solving) untuk lebih meningkatkan ketertarikan siswa terhadap pelajaran ekonomi, sehingga minat, motivasi, serta kemampuan berpikir kretif siswa akan lebih tergali secara maksimal. Singkatnya waktu penelitian menyebabkan persiapan peneliti dalam proses pembelajaran dirasa masih kurang maksimal. Hal ini juga diungkapkan oleh Sanjaya (2010:221) bahwa keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan waktu yang cukup lama. Banyaknya siklus dalam pertemuan ketika penelitian dilakukan akan lebih menggali permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran termasuk upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving). Impilikasi Penggunaan Metode PBL dan Metode Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Keterampilan berpikir kreatif merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, dimana proses pendidikan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan nalar dan kemampuan siswa dalam berpikir. Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang 40
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
diungkapkan oleh Momon Sudarma (2013: 47) bahwa pendidikan adalah lingkungan atau upaya sadar pengkondisian peserta didik. Bila upaya pengkondisian, kurang mendukung pada pencerahan dan atau pengembangan penalaran, serta keterampilan berpikir yang baik, maka akan melahirkan lulusan pendidikan yang kurang optimal. Kemampuan berpikir kreatif sangat penting dimiliki setiap orang baik di dunia kerja, maupun dalam kehidupan seharihari. Untuk menghasilkan lulusan pendidikan yang maksimal agar mampu bersaing dalam persaingan global, diperlukan adanya proses pendidikan yang baik. Dalam hal ini, proses pendidikan berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Proses pembelajaran yang dilakukan tidak hanya sebatas dalam meningkatkan kemampuan kognitif tetapi juga harus dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, sesuai dengan indikator keberhasilan pencapaian Kurikulum 2013. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, diperlukan adanya suatu perubahan kurikulum, seperti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disempurnakan menjadi Kurikulum 2013. Sebab, salah satu indikator keberhasilan Kurikulum 2013 adalah menghasilkan lulusan yang produktif, kreatif dan inovatif. Penerapan Kurikulum 2013 harus melibatkan komponen-komponen, antara lain rencana pembelajaran, proses pembelajaran, mekanisme penilaian, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan sekolah/madrasah, pelaksanaan pengembangan diri siswa, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan, serta etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah (Mulyasa, 2013: 11). Terkait dengan proses pembelajaran tidak terlepas dari penggunaan metodemetode pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving). Berdasarkan
penelitian kedua metode tersebut terbukti dapat meningkatkan kemampuan kreatif siswa. Sebagaimana diungkapkan oleh Momon Sudarma (2013:48) bahwa model pembelajaran berbasis pemecahan masalah (problem solving based learning merupakan sebagian di antara upaya pengkondisian kepada siswa untuk bisa berpikir kreatif dan kritis. Metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran ekonomi. Skenario pembelajaran dalam metode-metode pembelajaran ini harus diterapkan secara sistematis karena menuntut siswa untuk berpikir secara sistematis dalam mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah. Dalam penerapan metode-metode ini harus didukung dengan keterampilan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Peran guru dalam proses pembelajaran salah satunya sebagai fasilitator. Pada penelitian ini, peran guru dijabarkan dalam instrumen berupa kuesioner yang ditujukan kepada siswa. Peran guru tersebut adalah : a. Guru harus menggunakan bahasa yang baik yang mudah dipahami oleh siswa serta menggunakan suara yang lantang. b. Guru harus menggunakan alat bantu atau media pembelajaran yang menarik dan menyenangkan c. Guru harus memberikan permasalahan yang menantang dan berkaitan dengan kehidupan seharihari. Permasalahan tersebut harus dapat menggali rasa ingin tahu siswa, sehingga siswa lebih tertarik dan termotivasi untuk terlibat secara langsung dalam mencari alternatifalternatif pemecahan masalah. d. Guru harus membimbing siswa dalam pelaksanaan diskusi kelompok, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi-materi yang belum dipahami.
41
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
e. Guru harus menjelaskan kembali hasil diskusi kelompok dengan cara yang mudah dimengerti. f. Guru harus memberikan apresiasi kepada siswa yang sudah memiliki keberanian dalam mengemukakan alternatif jawaban pemecahan masalah. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan skenario pembelajaran secara sistematis, peran guru sebagai fasilitator, serta penggunaan sarana dan prasana yang mendukung, maka penerapan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan metode pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa menjadi lebih tertarik terhadap mata pelajaran ekonomi serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based larning) dan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving), harus diyakini guru dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kemampuan guru dalam penggunaan metode-metode ini harus ditingkatkan sehingga proses pembelajaran sesuai dapat dengan yang diharapkan. KESIMPULAN Secara umum, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan metode pembelajaran pemecahana masalah (problem solving) merupakan metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Secara khusus, berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis penelitian yang diajukan serta hasil analisis data penelitian dan pembahasan yang dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) sesudah perlakuan (treatment). Artinya, metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran ekonomi. 2. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pemecahan masalah (problem solving) sesudah perlakuan (treatment). Artinya, metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran ekonomi. 3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) dan metode pembelajaran ceramah sesudah perlakuan (treatment). Artinya, kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran ceramah. 4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dan metode pembelajaran ceramah sesudah perlakuan (treatment). Artinya, kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran ceramah. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) dan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) sesudah perlakuan (treatment). Artinya, peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang mnggunakan metode 42
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) sama dengan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode pembelajaran pemecahan masalah (problem solving). DAFTAR PUSTAKA Adji, Wahyu. (2007). Ekonomi Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga. Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. (1997). SBM Strategi Belajar Mengajar Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung : Pustaka Setia. Amir, Taufiq. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan dan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. --------------------------. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Djarwanto Ps. (1996). Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam Penelitian. Yogyakarta : Liberty. Filsaime, Dennis K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Fisher, Robert and Mary Williams. (2004). Unlocking Creativity. British Library Cataloguing in Publication Data. Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo. Hamza, & Kimberly G. Griffith. Fostering Problem Solving & Creative Thinking in the Classroom: Cultivating a Creative Mind!. Tersedia [Online] : http://www.nationalforum.com/ Helmut R Lang, and David N. Evans. (2006). Models, Strategies, and
Methods For Effective Teaching. Pearson Education. Jack R. Frankel dan Norman E. Wallen. (1993). How To Design And Evaluate Research In Education Second Edition. The McGraw Hills Companies. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (November 2012). Pengembangan Kurikulum 2013. Tersedia [Online] : http://www.kemdikbud.go.id. KOMPAS ONLINE. Tersedia [Online]: http://www.kompas.com Kusnendi. (2013). Skala Pengukuran dan Teknik Analisis Data Dalam Penelitian Non Eksperimen dan Eksperimen. Bandung: Universits Pendidikan Indonesia. Kyung Hee Kim. The Creativity Crisis: The Decrease in Creative Thinking Scores on the Torrance Tests of Creative Thinking. Tersedia [Online] : http://kkim.wmwikis.net/file/view/ Kim_2011_Creativity_crisis.pdf Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl. (2010). Kerangka landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Majid, Abdul. (2013). Strategi Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya Matt Baker, Rick Rudd, Carol Pomeroy. Relationships Between Critical and Creative Thinking. Tersedia [Online]: Error! Hyperlink reference not valid. Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Rosda Karya. Noer, Sri Hastuti. Kemampuan Berpikir Kratif Matematis dan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended. Tersedia [Online] : http://www. ejournal.unsri.ac.id Nur Solihat, Ai. (2014). Studi Komparatif Penggunaan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan Metode Pembelajaran 43
Oikos : Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, ISSN Online : 2549-2284 Volume I Nomor 3, Desember 2016
Penyelesaian Masalah (Problem Solving) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Tesis: Universitas Pendidikan Indonesia. Paul Eggen dan Don Kauchak. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir Edisi Keenam. Jakarta: PT. Indeks Permata Puri Media. Richard I. Arends. (2007). Learning To Teach Belajar Untuk Mengajar Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Riduwan. (2012). Pengantar Statistika. Bandung : Alfabeta. Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : RajaGrafindo Persada. S, Alam. (2006). Ekonomi Untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta : ESIS. Safari. (2008). Analisis Butir Soal. Jakarta : Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional. Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Siregar, Eveline dan Hartini Nara. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Siswono, Tatag Yuli Eko. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah. Tersedia [Online] : http://tatagyes.files.wordpress.co m/2009/11/paper05_problemposi ng.pdf Sudarma, Momon. (2013). Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sugianto. (2012). Mengolah Data Bisnis Dengan SPSS 20. Jakarta: Elex Media Komputindo. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suyono, dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung : Rosdakarya. Torrance, E. Paul. (1995). Why Fly A Philosophy of Creativity. Ablex Publishing Corporation. Yamin, Martinis. (2012). Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Referensi.
44