Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
OBLIGASI DAERAH: ALTERNATIF MODAL PEMBANGUNAN
Oleh: Muhammad Yusril Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Jakarta
INTISARI
Pengelolaan keuangan daerah dalam hal pengalokasian belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Menurut konsep multi-term expenditure framework (MTEF), bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan ( usefulness ) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah ( budget capability ) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap pemerintah daerah, seperti peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yaitu: (1) membangun sendiri; (2) menukarkan dengan aset tetap lain, dan (3) membeli. Kebanyakan dalam kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli.
Persoalannya sekarang adalah terbatasnya sumber dana untuk membangun asep tetap, di pihak lain aset tetap ini sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, dipastikan Pemerintah Daerah akan mencari sumber lain, seperti investor, pinjaman pihak ke ketiga, dan yang lebih mudah saat ini dengan menerbitkan Obligasi Daerah (OD).
1 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
1. 1. Pengantar
Peraturan Pemerintah (PP) No. 105/2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 22/1999 memberikan penegasan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya ke dalam belanja-belanja dengan menganut asas kepatutan, kebutuhan, dan kemampuan daerah. Pemerintah daerah, bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legislatif, terlebih dahulu menentukan arah kebijakan umum (AKU) dan prioritas anggaran sebagai guidance dalam pengalokasian sumberdaya dalam APBD. AKU dan prioritas anggaran merupakan sintesis dari hasil penjaringan aspirasi masyarakat sehingga diperoleh gambaran yang cukup tentang kebijakan jangka pendek (tahunan) dan kebijakan jangka panjang (lima tahunan) yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah dalam hal pengalokasian belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Menurut konsep multi-term expenditure framework (MTEF), bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan ( usefulness ) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah ( budget capability ) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang (Allen dan Tommasi, 2001). Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap pemerintah daerah, seperti peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yaitu: (1) membangun sendiri; (2) menukarkan dengan aset tetap lain, dan (3) membeli. Kebanyakan dalam kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli.
Persoalannya sekarang adalah terbatasnya sumber dana untuk membangun asep tetap, di pihak lain aset tetap ini sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, dipastikan Pemerintah Daerah akan mencari sumber lain, seperti investor, pinjaman pihak ke ketiga, dan yang lebih mudah saat ini dengan menerbitkan Obligasi Daerah (OD).
Makalah pendek ini akan menjelaskan persoalan di atas, dan bagaimana prospeknya untuk Pembangunan Daerah.
2 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
2.
Obligasi Daerah
UNDANG-UNDANG Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, membuka peluang Daerah untuk mendapatkan pendanaan alternatif melalui penerbitan OD. Secara eksplisit pernyataan tersebut tertuang dalam Bab VIII bagian ketujuh tentang OD. Namun demikian, peluang tersebut belum diimbangi oleh kesiapan Daerah dalam mengelola dan menata: (1) perangkat organisasi internalnya; (2) keterkaitannya dengan pihak eksternal. Menurut Gunoto Saparie (2008) pengelolaan dan penataan tidak hanya menentukan langkah-langkah penerbitan OD, tetapi juga mempersiapkan dari mulai pra kegiatan hingga pasca penerbitan OD.
Disadari, bahwa: ”Peraturan Menkeu Nomor 147/PMK.07/2006” menetapkan tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi OD yang berlaku mulai tanggal 29/12/2006. Dalam kebijakan tersebut, yang dimaksud dengan OD adalah pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. OD hanya dapat diterbitkan di pasar modal domestik dan dalam mata uang rupiah . Pengelolaan OD diselenggarakan oleh Kepala Daerah yang meliputi penetapan strategi dan kebijakan termasuk pengendalian resiko, perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah, penerbitan OD, penjualan OD, pembelian kembali OD sebelum jatuh tempo, dan pertanggungjawaban. Peraturan Menkeu tersebut diambil dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
Dengan demikian, rencana pemda menerbitkan OD menjadikan keadaan yang sangat menarik, seiring dibukanya keran otonomi daerah, terutama dengan adanya UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan No 147/PMK.07/2006 tentang Tata Cara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi OD. Pembiayaan melalui penerbitan obligasi memang merupakan alternatif pembiayaan yang relatif murah dan dana yang bisa diperolehnya cukup besar, tetapi itu semua akan disertai banyak konsekuensi yang harus dipenuhi oleh pemda sebagai issuer.
3.
Langkah-Langkah Penerbitan ”OD”
Ada beberapa langkah pokok yang harus dipertimbangkan dalam menerbitkan ”OD” ini (Novri Irza Hidayattullah,2008).
3 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
(1)
Sumberdaya Manusia Handal dan Transfarans
Menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang handal mengenai ”OD” dan segala seluk beluknya, termasuk menyiapkan seorang treasurer yang andal dan mengenal perilaku pasar obligasi; Menerbitkan ”OD” akan membawa konsekuensi bahwa investor akan menuntut tranparansi, akuntabilitas, dan selalu memantau kinerja pemda dalam mengelola dana pembangunannya. Selain tuntutan untuk membayar kewajiban berjalan, juga akan dibarengi tuntutan kinerja dan pelaporan yang harus baik agar peringkat obligasi yang diterbitkan memperoleh posisi yang baik di mata investor atau lembaga pemeringkat yang menjadi acuan para investor. Dengan demikian, para pegawai pemda harus merubah paradigma dan pola pikir secara drastis dalam mengelola keuangan dan akuntabilitasnya. Akuntabilitas dan transparansi yang dituntut para investor akan mencakup seluruh proses penerbitan obligasi ini. Pemda harus transparan, termasuk dalam pemilihan lead underwriter yang akan menjadi penjamin emisi. Pemda tak lagi bisa menggunakan pendekatan yang sama dalam mengelola utang dari pemerintah pusat yang bersifat bilateral dan negotiable . Dalam mengelola obligasi, investor menuntut konsistensi pembayaran bunga serta pokok obligasi sesuai waktu, atau pemda akan dinilai default atau gagal bayar. Jika sampai ini terjadi, pemda akan kehilangan kepercayaan pasar dan akan berimbas bahwa tak ada lagi investor tertarik pada instrumen keuangan yang dikeluarkan pemda di kemudian hari, baik itu obligasi yang lain maupun mungkin berupa reksa dana.
(2)
Proyek yang akan dibiayai
Menyiapkan proyek-proyek yang akan dibiayai dari dana obligasi itu beserta perhitungan cash flow -n ya yang dapat dengan mudah dianalisis dan dipertanggungjawabkan dengan asumsi-asumsi yang melingkupinya. Perhitungan cash flow sangat penting karena dari sini investor akan dapat melihat apakah proyek tersebut atau pemda yang bersangkutan akan mampu menghasilkan revenue yang cukup untuk membayar kewajiban berjalan. Proyek yang akan dibiayai melalui obligasi ini sebaiknya merupakan proyek yang memberikan multiplier effects kepada pembangunan daerah secara keseluruhan, misalnya, merupakan pembagunan jalan tol yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan merangsang sektor riil untuk bergerak. Pendapatan daerah tak hanya dari jalan tol yang dibangun tetapi juga dari pajak yang
4 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
dihasilkan akibat bergeraknya ekonomi daerah.
(3)
Menentukan Besaran Dana Investas
Pemda akan merumuskan besaran dana yang dibutuhkan melalui penerbitan obligasi ini. Kemudian pemda dapat segera menyusun struktur obligasi, termasuk tenor dan yield yang sanggup ditanggung pemda sebagai penerbit sekaligus yield tersebut sesuai dengan tingkat ekspektasi pasar yang akan menyerap obligasi tersebut, serta strategi pemasaran obligasi untuk mengetahui minat beli investor.
(4)
Menunjuk Penjamin Emisi
Dalam struktur obligasi yang baik dan bisa menarik minat investor, maka pemda harus menunjuk lead underwriter atau penjamin emisi yang memiliki reputasi baik di pasar. Fungsi dan peran lead underwriter ini akan sangat menentukan kesuksesan obligasi yang diterbitkan. Lead underwriter yang dipilih harus memiliki prestasi yang baik serta memiliki jaringan investor yang luas, serta memiliki nilai fee emisi yang terjangkau. Pemilihan lead underwriter ini merupakan lagkah krusial yang amat menentukan, sehingga sudah selayaknya tidak ada kepentingan terselubung apapun yang mempengaruhi keputusan pemilihan. Pemda dapat mengundang beberapa underwriter yang memiliki reputasi baik untuk mengikuti tender dan memilih yang terbaik sesuai dengan kebutuhan, sekali lagi tanpa ada kepentingan lain yang bisa mengganggu reputasi obligasi yang akan diterbitkan.
(5)
Lembaga Pemeringkat Obligasi
Tahapan penting lain dalam penerbitan obligasi adalah proses pemeringkatan pemda oleh
5 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
lembaga pemeringkat obligasi, misalnya, Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia). Lembaga pemeringkat ini bertugas untuk melakukan evaluasi dan analisis atas kemampuan pemda dalam memenuhi kewajibannya. Setiap laporan keuangan yang baru diterbitkan atau munculnya kejadian penting yang menyangkut pemda serta bersifat material dan berdampak bagi kemampuan pembayaran kewajiban akan mengubah posisi hasil peringkat tersebut, begitu juga sebaliknya. Layak tidaknya sebuah pemda menerbitkan obligasi juga tergantung dari peringkat yang ditetapkan oleh lembaga pemeringkat ini, dimana salah satu syaratnya adalah hasil audit terhadap laporan keuangan daerah yang dilakukan oleh auditor independen yang juga dinilai kredibel.
(6)
Menrbitkan ”OD”
Setelah persiapan secara matang telah dilakukan, maka pemda dapat menerbitkan obligasi di pasar modal melalui mekanisme penawaran perdana atau yang dikenal dengan initial public offering (IPO).
Proses ini memerlukan berbagai persiapan yang beragam, meliputi kesiapan jadwal waktu kegiatan, kelengkapan administrasi dokumen, dan strategi pemasaran obligasi. Serta berbagai persiapan detail yang harus dilakukan dengan saksama supaya penerbitan obligasi membuahkan hasil yang maksimal sesuai dengan rencana yang diharapkan.
4.
Tantangan Dalam Menerbit ”OD”
Penerbitan obligasi daerah (provincial/municipal bonds) merupakan pilihan yang sangat baik, tetapi apakah pemda telah siap? Banyak tantangan harus dijawab pemda sebelum menerbitkan obligasi daerah ini.
Tantangan pertama yang harus dihadapi pemda dalam menerbitkan obligasi adalah menyiapkan sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan yang komprehensif mengenai obligasi dan segala seluk beluknya. Itulah sebabnya Menkeu telah mensyaratkan sebuah divisi khusus di pemda yang mengurusi penerbitan obligasi ini.
6 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
Obligasi hanya diperbolehkan untuk pembiayaan proyek, bukan untuk menutupi defisit. Untuk itu pemda harus menyiapkan proyek-proyek yang akan dibiayai dari dana obligasi itu beserta perhitungan cash flow-nya yang dapat dengan mudah dianalisis dan dipertanggungjawabkan asumsiasumsinya. Perhitungan cash flow sangat penting karena dari sini investor akan dapat melihat apakah proyek tersebut akan mampu menghasilkan revenue yang cukup untuk membayar kewajiban berjalan.
Sesuai dengan UU 33/2004 itu, hanya revenue dan barang yang melekat pada proyek itulah yang dapat dijadikan jaminan. Artinya meski pemda tersebut cukup kaya dengan sumber pendapatan lain, misalnya sumberdaya alam, maka hal itu tak bisa dijadikan jaminan pada obligasi yang diterbitkan.
Proyek yang akan dibiayai melalui obligasi ini haruslah merupakan proyek yang memberikan m ultiplier effects kepada pembangunan daerah secara keseluruhan, misalnya pembagunan jalan tol atau kawasan industri terpadu yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan merangsang sektor riil untuk bergerak. Pendapatan daerah tak hanya dari revenue jalan tol/pengelolaan kawasan industri yang dibangun tetapi juga dari pajak yang dihasilkan akibat bergeraknya ekonomi daerah.
Konsekuensi logis dari penerbitan obligasi adalah tuntutan tranparansi dan akuntabilitas oleh investor kepada pemda sebagai issuer, dan investor akan selalu memantau kinerja pemda dalam mengelola dana pembangunannya. Investor akan menuntut kinerja dan pelaporan yang harus baik, selain untuk membayar kewajiban berjalan.
Dengan demikian, para pegawai pemda menjalankan konsep good and clean governance dan harus pula mengubah paradigma dalam mengelola keuangan dan akuntabilitasnya. Akuntabilitas dan transparansi yang dituntut para investor akan mencakup seluruh proses penerbitan obligasi ini. Meski Bapepam tak mensyaratkan adanya rating, namun pemda harus mampu memberikan akuntabilitas publik yang memadai melalui audit independen yang dapat diakses oleh para stake holders.
Pemda tak mungkin lagi bisa menggunakan pendekatan yang sama dalam mengelola utang dari pemerintah pusat yang bersifat bilateral dan seringkali negotiable ketika jatuh tempo. Dalam mengelola obligasi, investor menuntut konsistensi pembayaran kupon, bunga serta pokok obligasi sesuai waktu, atau pemda akan dinilai
7 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
default. Jika sampai ini terjadi, pemda akan kehilangan kepercayaan pasar dan akan berimbas bahwa tak ada lagi investor tertarik pada instrumen keuangan yang dikeluarkan pemda di kemudian hari.
Dalam menerbitkan OD pemda harus mengacu pada kebutuhan riil dan kemampuan bayar. Pemerintah pusat tampaknya mengantisipasi hal ini, itu terlihat bahwa persyaratan yang ditetapkan bahwa total utang pemda termasuk kelonggaran tariknya tak boleh melebihi 75 persen APBD. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (debt service coverage ratio/DSCR) tak boleh melebihi 2,5 %. Jangan sampai pemda harus melakukan reprofiling atas utang jatuh tempo pembayaran pokok obligasi yang mendorong makin besarnya biaya bunga obligasi dan mengurangi alokasi dana untuk pembangunan, serta hilangnya kepercayaan pasar.
Tuntutan transparansi juga mesti dijalankan dalam memilih lead underwriter. Tidak boleh ada kepentingan terselubung apa pun, mengingat hal ini merupakan langkah krusial yang dapat memengaruhi kepercayaan pasar terhadap obligasi yang diterbitkan. Termasuk tidak membiarkan investment fund company yang melakukan segala bentuk window dressing dan pemda hanya tinggal tanda tangan saja.
5.
Resiko Penerbitan ”OD”
Seperti halnya berbagai instrumen investasi lainnya, selalu saja ada risiko yang mungkin datang dan harus diantisipasi. Untuk itu perlu dilakukan analisis yang mendalam terhadap risiko yang mungkin muncul, baik internal maupun eksternal. Mitigasi terhadap risiko internal biasanya tercermin dalam perhitungan cash flow proyek yang akan dibiayai melalui penerbitan obligasi tersebut, sedangkan risiko ekternal akan banyak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro secara keseluruhan, termasuk stabilitas politik yang mesti bisa terjaga.
Pemda harus sadar bahwa risiko yang mungkin timbul harus ditanggung sendiri. Pemerintah pusat tidak akan ikut bertanggung jawab atas kewajiban yang muncul, baik berupa bunga maupun pokok obligasi. Kebutuhan pembiayaan pembangunan daerah yang semakin
8 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
meningkat di tengah keterbatasan sumber pembiayaan dalam negeri yang berasal dari pemerintah pusat, mau tidak mau harus membuat pemerintah daerah mencari alternatif sumber pembiayaan lain.
Beberapa alternatif yang bisa dilakukan daerah untuk menambah pembiayaan pembangunan selain melalui pinjaman kepada pemerintah pusat, di antaranya adalah melalui pinjaman luar negeri, badan-badan internasional atau melalui penerbitan obligasi daerah.
Bagi daerah-daerah yang masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap dana perimbangan, PAD yang masih kecil dengan sumber daya alam yang pas-pasan serta perusahaan daerah yang masih merugi, penerbitan OD sepertinya bisa menjadi alternatif pembiayaan pembangunan
6.
Alternatif Modal Pembangunan Daerah
Pemerintah tidak akan menggunakan penerbitan obligasi guna menutupi defisit anggaran daerah, melainkan hanya membiayai proyek yang memberi manfaat pada masyarakat dan menghasilkan penerimaan. Pada sosialisasi penerbitan obligasi di Jakarta.Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pemerintah pusat memberikan peluang bagi daerah yang ingin menerbitkan obligasi. Namun keinginan tersebut hendaknya dibarengi dengan pengetahuan yang cukup tentang pasar modal, sehingga penerbitan itu tidak kontraproduktif. Sri Mulyani mengakui saat ini sejumlah PEMDA menyampaikan minatnya untuk terbitkan obligasi daerah. Namun yang menjadi problem harga obligasi mahal dan proyek yang jelek. Menteri menghimbau agar PEMDA membuat proyek yang baik sehingga harga banyak bisa murah. Pemerintah saat ini tetap melakukan pengawasan dan tata cara terhadap penerbitan obligasi daerah sampai daerah dianggap mampu baik dalam masyarakat maupun keuangan
9 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
daerah. Demikian juga ketersediaan proyek yang memang layak untuk didanai oleh obligasi daerah. Saat ini defisit yang dapat ditutupi oleh penerbitan obligasi daerah diantaranya belanja modal seperti pembangunan jalan tol dan bukan belanja rutin seperti pembayaran gaji. Menteri menjelaskan aset publik tidak dapat dijadikan jaminan obligasi kecuali aset yang berkaitan dengan proyek itu sendiri.
Terkait dengan kebijakan penerbitan obligasi daerah, ada dua unsur utama yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan fiskal pemda, diantaranya harus memperoleh persetujuan Menkeu,dan tidak boleh melebihi 75 persen APBD sebelumnya," kata Menkeu Sri Mulyani dalam acara sosialisasi kebijakan penerbitan obligasi daerah di Jakarta, Kamis (7/6). Menurut Menkeu, pemerintah telah menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) No.147/PMK.07/2006 tentang tatacara penerbitan, pertanggungjawaban, dan publikasi informasi obligasi daerah. Dengan diterbitkannya peraturan tersebut, pemda dapat menerbitkan obligasi daerah di pasar modal dalam negeri untuk mendanai investasi di bidang prasarana yang menghasilkan penerimaan. Pemda yang kini diajarkan cara berutang, juga perlu diberikan rambu-rambu supaya tidak masuk dalam perangkap utang atau mis-managemen dalam melakukan kebijakan utang. Pemerintah pusat menetapkan eksposure obligasi tidak boleh lebih dari 75 persen dari jumlah penerimaan umum APBD, begitu pula dengan ratio proyeksi kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman tersebut paling sedikit 2,5 lipat dari pinjaman, serta tidak mempunyai tunggakkan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari pemerintah, pinjaman tersebut harus disetujui oleh DPRD. Dia juga mengemukakan, pada saat ini banyak pemda yang telah melakukan pinjaman ke pemerintah pusat, namun banyak pula pemda yang ingin mempercepat pelunasan pinjamannya kepada pemerintah pusat.
Daerah yang akan menerbitkan obligasi dan akan menawarkan kepada masyarakat, harus menyampaikan pernyataan kepada Bapepam/LK, dan setelah penawaran umum selesai maka obligasi daerah akan dicatatkan di Bursa Efek. Sri Mulyani juga mengatakan, mekanisme penawaran umum dan perdagangan obligasi daerah wajib mengikuti ketentuan yang berlaku di pasar modal baik berupa pengaturan Bapepam/LK maupun pasdar modal lainnya. Pemda yang ingin menerbitkan obligasi daerah, agar tidak hanya terpaku kepada pembiayaan suatu proyek tapi harus berfikir dan berupaya membangun kapasitas intitusinya .
Disamping itu, pemda dalam menerbitkan obligasi juga harus melihat proyek yang dibiayai tersebut hendaknya akan memberikan pendapatan yang memadai guna pengembalian pinjaman tersebut.
10 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
7.
Minat Investor dalam ”OD”
Bagaimana prospek obligasi daerah ini, apakah akan mampu menarik minat investor? Pengamat ekonomi Indef, Aviliani, meyakini jika nanti obligasi daerah ini sudah diterbitkan akan menggeser pasar obligasi korporasi dan pasar saham karena obligasi daerah memiliki risiko yang lebih kecil apalagi obligasi tersebut dijamin oleh proyek dan APBD. Bagi investor pasar modal, obligasi daerah merupakan instrumen investasi baru setelah obligasi pemerintah pusat, obligasi korporasi, dana pensiun, maupun asuransi, apalagi jika nanti obligasi daerah tersebut menawarkan tingkat keuntungan yang menarik, dipastikan minat investor akan tinggi (SH/khom arul hidayat, 2007)
Aviliani menyebutkan obligasi daerah sebaiknya digunakan untuk pembiayaan yang paling aman seperti di sektor telekomunikasi, transportasi, maupun utilisasi seperti perusahaan air minum (PDAM). Potensi ketiga sektor tersebut masih sangat besar dan baru tiga persen pemenuhannya bagi masyarakat luar. Kendati obligasi daerah ini bakal menjadi instrumen investasi yang menarik, Avilian mengingatkan pemerintah harus tetap menjalankan manajemen utang yang ketat dengan mengontrol semua obligasi yang diterbitkan pemerintah pusat sendiri, korporasi, maupun nanti oleh pemerintah daerah.
Tanpa manajemen utang yang ketat, potensi mengalami gagal bayar (default) dikhawatirkan bisa terjadi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo, apalagi obligasi yang diterbutkan sangat berpengaruh pada kondisi makro ekonomi terutama terhadap nilai tukar rupiah. Pengalaman Argentina barangkali bisa menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Argentina pada tahun akhir 1980-an menjadikan obligasi sebagai sumber pembiayaan. Banyak obligasi yang diterbitkan tanpa memikirkan beban pada saat jatuh tempo. Pada akhir 2002, kita menyaksikan ekonomi Argentina diambang kehancuran dan memicu kerusahaan massa akibat utang yang terbayar.
Begitu banyak obligasi yang diterbitkan negara tersebut, pada titik tertentu pasar tidak mau lagi membeli obligasi pemerintah. Akibatnya, pemerintah Argentina tidak bisa melakukan
11 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
refinancing untuk membayar obligasi yang jatuh tempo. Di Argentina, siklus ini terjadi setelah 15-20 tahun, seusai masa jatuh tempo obligasinya. Di Indonesia, kebanyakan obligasi jatuh tempo di bawah 10 tahun. Tentu saja, pengalaman buruk Argentina dalam menjalankan manajemen utang tersebut jangan sampai terjadi di Indonesia. Penerbitan obligasi harus dibatasi agar tidak menambah beban dan rasio utang Indonesia. Dan tentu saja, risiko gagal bayar harus dihindari karena seperti Argentina tadi, biaya untuk menanggung risiko tersebut akan jauh lebih besar.
8.
Penutup
Semoga Pemerintah Daerah dapat melaksanakan penerbitan “OD” sesuai dengan kemampuan Daerahnya, dan dimasa datang tidak susah lagi mencari sumber dana pembangunan daerahnya, amin.
Jakarta, 29 Mei 2008
Terimakasih.
12 / 13
Obligasi Daerah: Alternatif Modal Pembangunan Oleh Muhammad Yusril Senin, 12 Oktober 2009 13:51
Rujukan:
Allen, Richard & Daniel Tommasi. 2001. Managing Public Expenditure: A Reference Book for Transition Countries. Paris: SIGMA-OECD.
http://www.oecd.org/puma/sigmaweb .
Khomarul hidayat, 2007. Sinar Harapan.
Novri Irza Hidayattullah .2008. Obligasi Pemda, Apa itu ?.
13 / 13