BAB II TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan teori 1. Sikap a. Pengertian Sikap di definisikan sebagai reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Di sini dapat di simpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional
terhadap
stimulus sosial. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Notoatmodjo, 2003, p. 124) b. Komponen sikap Menurut
Allport
1954
(dalam
Notoatmodjo,
2003)
menjelaskan bahwa sikap itu mempuyai 3 komponen pokok yaitu :
1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. Artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan) c. Tingkatan sikap Ada beberapa sikap menurut Notoatmodjo (2003) berdasarkan intensitasnya yaitu : 1) Menerima (Receiring) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang di berikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari ke sediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2) Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu
benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. 3) Menghargai (Valving) Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya,
saudaranya,
dan
sebagainya)
untuk
pergi
menimbangkan anaknya keposyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4) Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya : seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri (Notoatmodjo, 2003, p. 126). d. Praktik atau tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perubahan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping fasilitas juga di perlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari
suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan : (Notoatmodjo, 2003). 1) Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2) Respons terpimpin (Guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua. 3) Mekanisme (Mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat ketiga. 4) Adaptasi (Adoption) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan
dimodifikasikannya
baik.
tanpa
Artinya mengurangi
tindakan
itu
kebenaran
sudah tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2003, pp. 127-128) Sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor yang paling utama adalah pengetahuan tentang suatu objek. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi juga dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman pribadi, kebudayaan, media masa. Remaja yang lebih tahu tentang
kesehatan reproduksi akan menghadapi fenomena seks bebas dengan positif (sikap tidak melakukan seks bebas), sikap negatif (sikap untuk melakukan seks bebas). Sikap merupakan kecenderungan untuk bereaksi terhadap orang lain, institusi, atau kejadian baik positif maupun negatif. Suatu teori lain dikembangkan oleh Lawrence Green (Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor lain dari luar perilaku (non perilaku). Faktor perilaku ini ditentukan 3 kelompok faktor yaitu: a. Faktor pemudah (Predisposing factors) Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah
kesadaran,
memberikan
atau
meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarganya, maupun masyarakatnya. Disamping itu dalam konteks ini pendidikan kesehatan memberikan pengertian-pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan kesehatan. Bentuk pendidikan ini antara lain : penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, spanduk, billboard, dan sebagainya.
b. Faktor pemungkin (Enabling factors) Karena faktor-faktor pemungkin (enabling) ini berupa fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan bagi mereka. Hal ini bukan berarti memberikan kemampuan dengan cara bantuan teknik (pelatihan dan bimbingan), memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana. Pemberian fasilitas ini dimungkinkan hanya sebagai percontohan. Sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya. c. Faktor pendorong (Reinforcing factor) Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka pendidikan kesehatan yang paling tepat adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan bagi tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan sendiri. Tujuan utama dari pelatihan ini adalah agar sikap dan perilaku petugas dapat menjadi teladan, contoh, atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat (berperilaku hidup sehat). Disamping
itu upaya-upaya agar
pemerintah, baik pusat maupun daerah (Provinsi, Kabupaten, Kecamatan,
Kelurahan),
mengeluarkan
undang-undang
atau
peraturan-peraturan yang dapat menunjang perilaku hidup sehat
bagi masyarakat. Undang-undang perkawinan merupakan faktor reinforcing terhadap para remaja untuk menunda perkawinannya sampai umur yang cukup memenuhi persyaratan untuk kesehatan (Notoatmodjo, 2003, p. 17-18). 2. Remaja a. Pengertian Masa remaja adalah sebagai periode transisi antara masa anakanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika seorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang
perasaannya
dan
sebagainya.
Pada
1974,
WHO
memberikan definisi remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukaan tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi sehingga secara lengkap definisi tersebut, remaja adalah suatu masa dimana, individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2011, pp. 2-12). Menurut WHO (1995) yang dikatakan usia remaja adalah antara 10-18 tahun. Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi atas : 1) Masa remaja awal (10-13 tahun)
2) Massa remaja tengah (14-16 tahun) 3) Masa remaja akhir (17-19 tahun) b. Tumbuh kembang remaja Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling terkait, berkesinambungan dan berlangsung secara bertahap. Dimana
perubahan-perubahan didalam diri remaja akan di
integrasikan sedemikian rupa, sehingga remaja tersebut dapat berespons dengan baik dalam menghadapi rangsangan-rangsangan dari luar dirinya. Yang paling menonjol dalam tumbuh kembang remaja adalah perubahan fisik, alat reproduksi, kognitif, dan psikososial (Poltekes depkes Jakarta I, 2010, p. 2). Dengan pematangan fungsi seksual pada wanita ditandai dengan datangnya menstruasi, penimbunan lemak yang membuat buah dada membesar dan sebagainya. Kondisi remaja akibat perkembangan seksual tersebut telah mendorong remaja untuk saling suka dan cinta dengan lawan jenisnya. Karena itu akan menjadi masalah bagi remaja bila faktor lingkungan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) kurang mau memahami dan mengerti keadaan seksual yang dihadapi remaja, ia akan menjadi manusia yang bersikap tertutup terhadap masalah seksual dan kemungkinan akan melakukan tindakan penyimpangan seksual. Karena itu remaja harus dapat mengendalikan perkembangan seksualnya dengan cara mengalihkan melalui kegiatan yang produktif
seperti berolahraga, mengembangkan bakat seni, dan kreativitas lainnya (Irianto, 2010, p. 5-6). c. Perubahan fisik pada remaja Perubahan fisik dan psikologis remaja di sebabkan oleh adanya perubahan hormonal. Hormon di hasilkan oleh kelenjar endokrin yang di kontrol oleh susunan saraf pusat, khususnya di hipotalamus. Beberapa jenis hormon pertumbuhan (growth hormone), hormon
gonadotropik,
estrogen,
progesteron,
serta
testosteron
(Poltekes depkes Jakarta I, 2010, p. 2). Perubahan fisik yang terjadi adalah sebagai berikut : 1) Bertambahnya berat badan dan tinggi badan 2) Perkembangan karakteristik sek sekunder 3) Perubahan bentuk tubuh 4) Perkembangan otak (Poltekes depkes Jakarta I, 2010, p. 2-3). 3. Seksiologi a. Pengertian Masalah seksologi selalu menarik perhatian untuk dibicarakan oleh karena menyangkut tata nilai kehidupan yang lebih tinggi. Keinginan untuk melakukan hubungan seksual dalam arti sempit disebut libido (napsu syahwat, napsu birahi). Hubungan seksual antar manusia ditujukan
untuk
mendapatkan
keturunan
manusia
disamping
kenikmatan. Hubungan seks manusia merupakan pencetusan dari cinta antar individu, dimana daya tarik dan pancaindera ikut berperan.
Oleh karena itu dalam hubungan seks bukan hanya alat kelamin dan daerah erogen (mudah terangsang), yang ikut berperan tetapi juga psikologis dan emosi. Hubungan seksual yang di anggap normal adalah hubungan hetereksual dikaitkan dengan norma, agama, kebudayaan, dan pengetahuan manusia yang harmonis dibarengi dengan rasa cinta (Manuaba, 1999, p. 13). b. Kerugian seks bebas Selain dilarang oleh agama, hubungan seks bebas banyak mengandung risiko sebagai berikut : 1) Risiko menderita penyakit menular seksual, misalnya gonore, sifilis, HIV/AIDS, herpes simpleks, herpes genitalis, dan lain sebagainya 2) Remaja putri berisiko mengalami kehamilan yang tidak di inginkan. Bila ini terjadi maka berisiko terhadap tindakan aborsi yang tidak aman dan risiko infeksi atau kematian karena perdarahan. Bila kehamilan di teruskan, maka berisiko melahirkan bayi yang tidak sehat 3) Trauma kejiwaan (depresi, rasa rendah diri, dan rasa berdosa karena berzina) 4) Remaja putrid yang hamil berisiko kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan (drop out)
c. Faktor yang menyebabkan seks bebas Faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seks bebas adalah : 1) Adanya dorongan biologis Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. 2) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks bebas. 3) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan reproduksi pada remaja tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual. Biasanaya topik terkait reproduksi tabu di bicarakan dengan anak (remaja). Sehingga seluran informasi yang benar tentang kesahatan reproduksi menjadi sangat kurang. 4) Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual Faktor kesempatan melakukan hubungan seks bebas sangat penting untuk dipertimbangkan karena bila tidak ada kesempatan baik ruang maupun waktu, maka hubungan seks bebas tidak akan terjadi (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, p.58).
d. Kesempatan melakukan seks bebas Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan hubungan seks didukung oleh hal-hal sebagai berikut : 1) Kesibukan orang tua yang menyebabkan kurangnya perhatian pada remaja. 2) Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan. 3) Pergeseran nilai-nilai moral dan etika di masyarakat dapat membuka peluang yang mendukung hubungan seks bebas pada remja. 4) Kemiskinan (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, p.58-59). 4. Pengetahuan a. Pengertian Mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindaraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga ( Notoatmodjo, 2003, p. 121). b. Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : (Notoatmodjo, 2003, pp. 122-123)
1) Tahu (Know) Tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang di
pelajari
antara lain
menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehension) Memahami di artikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh
:
menyimpulkan,
meramalkan,
dan
sebagainya terhadap objek yang di pelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi nyata. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu ke mampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen , tetapi masih ada dalam satu struktur dan masih ada kaitannya satu sama lain. Ke mampuan komponen ini dapat di lihat dari penggunaan kata
kerja,
seperti
dapat
menggambarkan,
membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis
menunjuk
kepada
suatu
komponen
untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi formulasi
yang
ada
misalnya
dapat
menyusun,
dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. Pengetahuan biasa didapat dari berbagai media misalnya : media elektronik. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk melakuakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang telah ada. Dalam tipe hasil belajar evaluasi tekanan pada pertimbangan suatu nilai
mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya dengan menggunakan kriteria tertentu dalam proses ini diperlukan kemampuan yang mendahuluinya
yakni
pengetahuan,
pemahaman,
aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. c. Pengukuran pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur yang dapat kita sesuaikan dengan tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan kuesioner sebagai metode yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner atau angket memang mempunyai banyak kebaikan sebagai instrument pengumpulan data. Untuk memperoleh kuesioner dengan hasil yang mantap adalah dengan uji coba. Dalam uji coba responden diberi kesempatan untuk memberikan saran-saran perbaikan bagi kuesioner yang diuji cobakan itu (Arikunto,2006). 5. Kesehatan reproduksi a. Pengertian Kesehatan reproduksi yang ditetapkan dalam konferensi internasional
kependudukan
dan
pembangunan
(international
conference on population and development / ICPD), adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, dan bukan hanya
tidak adanya penyakit atau kelemahan. Tetapi dalam segala hal yang berhubungan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, pp. 47-48). Guna mencapai kesejahteraan yang berhubungan dengan fungsi dan proses system reproduksi, maka setiap orang (khususnya remaja) perlu mengenal dan memahami tentang hak-hak reproduksi dan seksual berikut ini. 1) Hak untuk hidup 2) Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan 3) Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi 4) Hak privasi 5) Hak kebebasan berpikir 6) Hak atas informasi dan edukasi 7) Hak memilih untuk menikah atau tidak, serta untuk membentuk dan merencanakan sebuah keluarga 8) Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan mempunyai anak 9) Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan 10) Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan 11) Hak atas kebebasa berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik 12) Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, p.48).
b. Upaya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi perlu kita sadari bersama bahwa kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan kondisi prima dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh perilaku hidup bersih dan sehat.
Misalnya
:
makan
dengan
menu
seimbang,
adanya
keseimbangan antara bekerja dan istirahat, olahraga, rekreasi, dan lainnya. 1) Memelihara kesehatan sistem reproduksi a) Penggunaan pakaian dalam Pakaian dalam yang digunakan sebaiknya yang terbuat dari bahan yang menyerap keringat, misalnya katun atau kaus. Kain yang tidak menyerap keringat akan menimbulkan rasa panas dan lembap. b) Penggunaan handuk Menggunaan handuk yang berulang diperbolehkan, tetapi yang perlu diperhatiakan adalah handuk harus selalu dijemur setiap kali selesai dipakai. c) Memotongan bulu pubis Alat kelamin perempuan ditumbuhi bulu. Guna memelihara kebersihan dan kerapian, bulu-bulu pubis sebaiknya dicukur. d) Kebersihan alat kelamin luar Bagi remaja putri, membiasakan diri untuk membersihkan vulva setiap setelah buang air kecil atau buang air besar dan
mengeringkan sampai bener-bener kering sebelum mengenakan pakaian dalam adalah perilaku yang benar. e) Penggunaan pembalut wanita Pada saat haid, remaja putri harus memakai pembalut wanita yang bersih. Pilih pembalut yang tidak berwarna dan tidak mengandung parfum (pewangi). f) Meningkatkan imunitas Human popiloma virus (HPV) adalah jasad renik yang bersifat onkogenik (menyebabkan kanker). Wanita yang terinfeksi HPV umumnya akan menderita kanker serviks (kanker leher rahim). 2) Persiapan reproduksi yang sehat 1) Mencegah anemi 2) Menungkatkan imunitas terhadap tetanus toksoid (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, pp.51-56). c. Alat reproduksi perempuan Selain memahami hak-hak reproduksi dan seksual, remaja juga perlu memahami alat reproduksi dan fungsinya. Di bawah kami jelaskan secara singkat mengenai alat reproduksi wanita dengan fungsi fisiologinya masing-masing (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010, p.48). Menurut Manuaba (1999) organ reproduksi perempuan dibagi menjadi dua: 1) Alat reproduksi perempuan bagian luar
a) Bibir luar kemaluan atau labia mayora. Daerah yang berambut berfungsi sebagai pelindung dan menjaga agar bagian dalam tetap lembab. b) Labia minora daerah tidak berambut dan terdapat jaringan serat sensorik yang luas, membuat labia minora menjadi bagian yang peka. c) Clitoris merupakan bagian yang membuat labia minora menjadi bagian yang peka, karena banyak mengandung banyak syaraf. d) Vagina, merupakan rongga penghubung alat reproduksi perempuan bagian luar dan dalam. 2) Alat reproduksi perempuan bagian dalam a) Vagina, merupakan jalan keluar bagi darah haid, dan jalan keluar waktu bayi lahir (bersifat sangat lentur sehingga bayi dapat keluar melalui vagina). b) Rahim atau uterus, dimana sel telur yang sudah di buahi tumbuh dirahim selama kehamilan. c) Tuba falopi, berupa dua saluran yang terletak sebelah kanan dan kiri rahim. Berfungsi sebagai penghubung rongga rahim dengan indung telur. d) Ovarium atau indung telur, berfungsi memproduksi sel telur dan hormon perempuan, yaitu estrogen dan progesterone.
Fisiologi pada perempuan menurut Manuaba (1999), adalah pada perempuan, yaitu menstruasi dan haid. Peristiwa ini terjadi setiap bulan yang berlangsung selama kurang lebih 3-7 hari. Jarak satu haid dengan haid berikutnya adalah siklus haid. Hal ini biasanya berlangsung kurang lebih 28 hari (antara 21-35). Tetapi pada masa remaja biasanya siklus ini belum teratur. Haid pertama kali disebut menarche, terjadi pada usia 11 sampai 13 tahun. Sedangkan berhentinya haid adalah menopause. terjadi pada usia 40-50 tahun (Manuaba, 1999, pp. 47-53). d. Tumbuh kembang remaja Menurut Manuaba (1999), pertumbuhan dan perkembangan seks manusia yang disebut libido, yang dibagi dalam berbagai tahap yaitu: 1) Tahap oral, yaitu pada umur 1-2 tahun. Tingkat kepuasan seks dicapai dengan menghisap putting susu ibu, dot botol, dan menghisap jari tangan. 2) Tahap anal, yaitu terjadi antara umur 3-4 tahun. Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air besar. 3) Tahap fisik, yaitu terjadi antara 4-5 tahun, dengan memainkan alat kemaluannya. 4) Tahap laten, yaitu terjadi sekitar usia 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain. Mulai masuk sekolah dan adanya pekerjaan luar sekolah.
5) Tahap general, yaitu umur 12-15 tahun. Tanda sekunder mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulai tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia lanjut (Manuaba, 1999, p. 40). Menurut Manuaba(1999), perubahan secara fisik yang terjadi pada masa ini. Pada remaja perempuan perubahan fisik yang terjadi pada masa ini adalah pertumbuhan tinggi badan, tumbuh rambut disekitar alat kelamin dan ketiak, payudara membesar, panggul mulai membesar, haid pertama yang disebut menarche.
B. Kerangka teori Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut :
Adanya dorongan biologis
Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis seks bebas
Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual
Gambar 2.1. kerangka teori Sumber : Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010
C. Kerangka konsep Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan sebagai berikut :
Variabel bebas :
Variabel terikat :
Pengetahuan remaja putri mengenai kesehatan reproduksi
Sikap remaja putri mengenai seks bebas.
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian Sumber : Sugiono, 2007
D. Hipotesis penelitian Ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap remaja putri tentang seks bebas di MA Futuhiyyah 2 Mranggen Kabupaten Demak tahun 2011.