O 1 b APLIKASI PENGGUNAAN TEPUNG DAGING SAP1 SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI SEBAGL4N TEPUNG TERIGU DALAM ADONAN COOKIES
SKRIPSI INDAH SOLIHA
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INDAH SOLIHA. D14203033. 2008. Aplikasi Penggunaan Tepung Daging Sapi Sebagian Bahan Substitusi Sebagian Tepung Terigu dalam Adonan Cookies. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Temak, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. B. N. Polli, SU Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si Tepung daging sapi adalah salah satu produk antara yang dapat dilnanfaatkan baik sebagai bahan dasar dan atau bahan campuran. Salah satu aplikasi penggunaan tepung daging adalah sebagai bahan pencampur maupun substitusi dalam pembuatan produk olahan, misalnya cookies. Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dikenal masyarakat luas. Bentuknya yang mungil dan rasanya yang enak membuat cookies banyak disukai baik oleh anak-an+ maupun orang dewasa. Cookies juga memiliki daya simpan yang relatif panjang. Salah satu altematif diversifikasi cookies yaitu dengan melakukan subtitusi tepung terigu dengan tepung daging sapi dalam adonan. Cookies yang mengandung tepung daging sapi diharapkan dapat memberikan tambahan asupan zat gizi yang lebih baik diantaranya protein dan zat besi terutama untuk anak-anak, remaja, wanita hamil, dan penderita anemia zat besi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh taraf substitusi tepung terigu dengan tepung daging sapi dalam adonan cookies terhadap kandungan gizi, sifat fisik, dan sensori cookies. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan juli 2007 di Bagian Teknologi Hasil Temak Fakultas Petemakan dan Laboratorium Kimia Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian te~bagi menjadi dua tahap. Tahap pertama yaitu penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk membuat tepung daging sapi dan selanjutnya menentukan ukuran tepung yang dapat memberikan tekstur yang lebih baik untuk cookies. Tahap kedua yaitu penelitian utama meliputi pembuatan cookies dengan pencampuran tepung daging sapi menggunakan ukuran yang ditentukan pada penelitian pendahuluan dan selanjutnya dilakukan pengujian kandungan gizi, sifat fisik, dan sensori cookies. Rancangan percobaannya yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan tiga kali ulangan. Perlakuan terdiri atas beberapa taraf substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu dalam adonan cookies (0; 3,38; 6,76; 10,14%). Peubah yang diamati meliputi kadar protein, kadar zat besi, rendemen, kekerasan, serta sifat hedonik (kekerasan, wama, rasa, dan aroma) dan mutu hedonik (kekerasan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi sebagian tepung terigu dengan tepung daging sapi sampai pada taraf 10,14% tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan dan rendemen, tetapi nyata meningkatkan kadar protein dan kadar zat besi (Fe) produk cookies.. Hasil p e n i l ~ a nsensori menunjukkan bahwa substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu dalam pembuatan cookies juga tidak berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma dan kekerasan serta mutu hedonik terhadap kekerasan. Rata-rata panelis menyatakan agak suka sampai suka. Pada penilaian mutu hedonik terhadap kekerasan rata-rata panelis menilai cookies hasil penelitian ini termasuk kategori keras.
Kata-kata kunci : cookies, tepung daging sapi, kandungan gizi, sifat fisik, sensori.
ABSTRACT The Use of Beef Meal Partly Substitution Wheat Meal in Cookies Doug11 Soliha, I., B. N. Polii, and 2. Wulandari The influence of various level of beef meal substitution for wheat meal on nutrional value, physical value and sensory properties were studied in the production of cookies. The experiment were using randomized block design with four treatments of beef meal level ( 0; 3,38; 6,76; and lo,! 4%) and three blocks of periode as replication. Observed variables were proteire and iron content (Fe), rendenien, hardness and sensory properties. The result showed that beef meal subtitution up to 10,14% had significant effects (P<0;05) to protein and iron content of cookies. Protein content of cookies were 9,36%; 12,63%: 13,69%; 18,01% and iron content were 9,50%; 10,16%; 13,72%; 23,44% rerpectively. The result of sensory analysis showed that beef meal substitution for wheat meal in the cookies production did not have significant effect to colour, taste, flavour, hardness, and hedonic quality of hardness. The result of hedonic quality assa: toward hardness showed that cookies were classified into hard category. Keywords : cookies, meat beef meal, nutrion value, physical properties, sensory, properties.
APLIKASI PENGGUNAAN TEPUNG DAGING SAP1 SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI SEBAGIAN TEPUNG TERIGU DALAM ADONAN COOKIES
INDAH SOLIHA Dl4203033
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
APLIKASI PENGGUNAAN TEPUNG DAGING SAP1 SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI SEBAGIAN TEPUNG TERIGU DALAM ADONAN COOKIES
Oleh: INDAH SOLIHA Dl4203033
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 9 Januari 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. B. N. Polii, SU NIP. 130 816 350
~ a k i a dWulandari, S.TP, M.Si. NIP. 132 206 246
Dekan Pakultas Peternakan
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr NIP. 131 955 531
FUWAYAT HIDUP Nama lengkap penulis adalah lndah Soliha, dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1984 di Indramayu, Jawa Barat. Penulis adalah putri dari pasangan Bapak H. Karjana (Almarhum) dan Ibu Hj. Chaerijah Hartati. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1997 di SDN Paoman IV Indramayu. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SMPN 2 Sindang-Indramayu dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Sindang-Indramayu. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Teknologi Hasil Temak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Petemakan, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam keanggotaan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) KLIP dan Koran Kampus periode 2003-2004, Institut Pertanian Bogor. Keanggotaan Himaproter periode 2003-2004, keanggotaan BEM-D periode 2004-2006, keanggotaan ISMAPETI periode 2005-2006, keanggotaan Famm Al-An'aam periode 2005-2006 dan pemah menjadi ketua Teater Kandang periode 2004-2006, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalarn menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul "Aplikasi Penggunaan Tepung
Daging Sapi Sebagian Bahan Substitusi Sebagian Tepung Terigu dalam Adonan Cookies". Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pengaruh taraf substitusi tepung terigu dengan tepung daging sapi dalam adonan cookies terhadap kandungan gizi, sifat fisik, dan sifat sensorinya. Hal ini mengingat daging merupakan salah satu balian pangan hasil ternak bergizi tinggi terutama kandungan protein dengan asam amino esensialnya yang cukup dan seimbang serta sebagai sumber Fe, tetapi kandungan gizi dan air yang tinggi menyebabkan daging segar mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme sehingga diperlukan suatu penanganan dan pengolahan untuk memperpanjang umur simpan yang salah satunya dengan cara penepungan. Tepung daging sapi adalah produk antara yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pada pembuatan berbagai produk makanan, misalnya
cookies. Cookies yang mengandung tepung daging sapi diharapkan dapat memberi asupan zat gizi yang lebih baik diantaranya protein dan zat besi untuk anak-anak, remaja, wanita hamil, dan penderita anemia zat besi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
DAFTAR IS1 Halaman ABSTRACT ................................................................................................
..
11
...
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
111
KATA PENGANTAR ...............................................................................
iv
DAFTAR IS1 ...............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
viil
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... PENDAHULUAN ...................................................................................... Latar Belakang ................................................................................ Tujuan ............................................................................................. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
... ix 1 1 2 3
Daging Sapi ....................................................................................... Pengeringan Daging ....................................................................... Cookies ............................................................................................ Proses Pembuatan Cookies .............................................................. Bahan-bahan Pembuatan Cookies .................................................... Tepung Terigu ...................................................................... Telur ..................................................................................... Lemak ................................................................................... Susu Skim ............................................................................ Gula ...................................................................................... Garam ................................................................................... Bahan Pengembang .............................................................. Protein dan Zat Besi .......................................................................... . . Penllaian Sensori .............................................................................. Uji Hedonik .......................................................................... Warna ................................................................................... Aroma ................................................................................... Kekerasan ............................................................................. UjiMutu Hedonik ................................................................
.................................................................................................. 15 Lokasi dan Waktu ...................................................................... 15 Materi .............................................................................................. 15
METODE
Rancangan Percobaan .................................................................... Prosedur ......................................................................................... Pengukuran Peubah ........................................................................
15 16 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... Penelitian Pendahuluan ................................................................... .. Penel~tlanUtama ............................................................................. Kadar Protein ...................................................................... Kadar Fe .............................................................................. Rendemen ............................................................................ Kekerasan ............................................................................ . . Pen~la~an Sensori ................................................................. Korelasi Uji Subjektif dan Objektif .................................... KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... Kesimpulan ..................................................................................... Saran ................................................................................................
........................................................................ DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN ................................................................................................
UCAPAN TERIMAKASIH
DAFTAR TABEL Nomor 1. Kadar Protein. Lemak dan Fe Tepung Daging Sapi ...................... 2 . Syarat Mutu Cookies......................................................................
3. Kadar Zat Besi dalarn Beberapa Bahan Pangan............................. 4 . Komposisi Bahan-bahan untuk Pembuatan Cookiess ....................
5 . Hasil Analisis Kadar Protein, Kadar Fe. Rendemen. dan Kekerasan Cookies...................................................................
6 . Hasil Uji Hedonik Cookies............................................................. 7. Hasil Uji Mutu Hedonik Cookies...................................................
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
I . Pembuatan Tepung Daging Sapi dengan Metode Pengeringan daiam Oven..........................................................................................
17
2 . Proses Pembuatan Cookies ..................................................................
21
3. Tepung Daging Sapi ............................................................................
22
4 . Cookies dengan Substitusi Tepung Daging Sapi Terhadap Tepung Terigu ... .......................................................... ....................
23
5.Nilai Rata-Rata Kadar Protein Cookies .............................................
24
6.Nilai Rata-Rata Kadar Fe Cookies ......................................................
26
7.Nilai Rata-Rata Kekerasan Cookies...................................................... 27 8 . Grafik Korelasi Hasil Pengukuran Kekerasan Cookies
Secara Subjektif dengan Pengukuran Objektif .................................
31
DAPTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
..
1. Format Uji Hedonik.......................................................................
38
2 . Format Uji Mutu Hedonik................................................................
38
3. Data Penilaian Sensori secara Deskriptif Cookies dengan Menggunakan Tepung Daging Bentuk Halus dan Agak Kasar .....
39
4 . Analisis Ragam Kadar Protein Cookies .........................................
39
5. Uji Lanjut BNT Kadar Protein Cookies .........................................
39
6 . Analisis Friedman Kadar Fe Cookies............................................
39
7. Uji Lanjut Pembandingan Berganda Kadar Fe Cookies ...............
40
8. Analisis Friedman Terhadap Rendemen Cookies............................
40
9 . Analisis Friedman Terhadap Kekerasan Cookies ..........................
40
10. Uji Kruskal-Wallis Kesukaan Terhadap Warna Cookies...............
41
11. Uji Kruskal-Wallis Kesukaan Terhadap Rasa Cookies..................
41
12. Uji Kruskal-Wallis Kesukaan Terhadap Aroma Cookies ..............
42
13. Uji Kruskal-Wallis Kesukaan Terhadap Kekerasan Cookies ........
42
14. Uji Kruskal-Wallis Mutu Kekerasan Cookies................................
42
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging sapi tennasuk salah satu bahan pangan hasil ternak bergizi tinggi temtama kandungan protein dengan asam amino esensialnya yang cukup dan seimbang. Disamping itu, daging juga banyak mengandung zat lain seperti lemak, air, vitamin dan mineral diantaranya zat besi (Fe). Kandungan gizi dan air yang tinggi menyebabkan daging segar mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme. Beberapa upaya dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan daging sapi misalnya dengan cara pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan sinar matahari dan secara buatan dengan bantuan alat. Pengeringan buatan dengan menggunakan oven merupakan cara pengeringan yang murah dan mudah dilakukan. Pengeringan daging sapi yang selanjutnya mempakan salah satu alternatif diversifikasi pengolahan daging diolah menjadi tepung daging. Tepung daging sapi adalah produk antara yang dapat dimanfaatkan baik sebagai bahan dasar atau bahan campuran pada pembuatan berbagai produk makanan. Salah satu aplikasi penggunaan tepung daging adalah sebagai bahan campur maupun substitusi dalarn pembuatan produk olahan, misalnya: cookies.
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dikenal masyarakat luas. Cookies cukup populer di Indonesia, rasanya yang enak dan gurih membuat cookies banyak disukai baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Cookies banyak dikonsumsi sebagai makanan selingan memiliki daya tarik dari segi variasi, jenis, rasa dan bentuknya sehingga sangat memungkinkan untuk diproduksi dalam skala kecil maupun skala industri, disamping itu cookies sebagai produk makanan kering dan memiliki daya simpan yang relatif panjang. Menurut Bambang Suprapto (2003), anemia zat besi merupakan akibat -
kekurangan besi yang paling banyak diderita oleh penduduk di seluruh dunia, temtama di negara berkembang. Diperkirakan 1,3 milyar orang di seluruh dunia menderita anemia zat besi. Indonesia sendiri kira-kira sudah hampir 50-70 juta orang diduga anemia zat besi. Berdasarkan keadaan dan pennasalahan tersebut maka dipikirkan untuk meningkatkan gizi cookies. Salah satu alternatif untuk menambah
kandungan gizi yang terdapat dalam cookies yaitu dengan substitusi tepung terigu dengan tepung daging sapi dalam adonan. Hal ini diharapkan dapat memperoleh asupan zat gizi yang lebih baik diantaranya protein dan zat besi terutama untuk anakanak, remaja, wanita hamil dan penderita anemia zat besi. Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh taraf substitusi tepung terigu dengan tepung daging sapi dalam adonan cookies terhadap kandungan gizi, sifat fisik, dan sifat sensorinya.
TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa daging sapi ~nerupakan salah satu hasil komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi terutama protein karena protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya berhenti. Otot merupakan komponen umna penyusun daging. Otot mengandung sekitar 75 % air dengan kisaran 68-80 %, protein sekitar 19 % (16-22 %), substansi-substansi non protein yang larut air sekitar 3,5 %, serta lemak sekitar 2,5 % (1,5-13,O %) (Soeparno, 1992). Lawrie (1990) juga menyatakan bahwa daging selain mengandung asam-asam amino esensial juga mengandung mineral, vitamin, lemak, dan air.
Pengeringan Daging Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan cara menyerapnya menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi pada bahan tersebut (Muchtadi, 1989). Ada beberapa cara pengeringan, salah satunya dengan menggunakan oven. Menurut Fellow (1990), panas yang diberikan pada bahan pangan dalam sebuah oven dapat melalui radiasi dari dinding oven, konveksi dari sirkulasi udara panas, dan melalui konduksi melalui wadah tempat bahan pangan diletakkan. Panas menembus bahan pangan melalui proses konduksi dalam banyak kasus, walaupun awalnya konveksi dilakukan awal pemanasan bahan pangan. Udara, gas lain, dan air menguap akibat transfer panas secara konveksi. Panas diubah menjadi panas konduksi pada permukaan bahan dan dinding oven. Ketika bahan pangan dikeringkan dalam sebuah oven pemanas, uap pada permukaan b a h a menguip akibat udara panas. Rendahnya kelembapan udara dalam oven menciptakan tekafian uap yang menyebabkan perpindahan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan bahan, perluasan hilangnya air bahan ditentukan oleh sifat alami bahan dan laju pemanasan. Saat laju hilangnya air melebihi laju perpindahan air dari bagian dalam bahan, daerah evaporasi berpindah pada bagian dalam bahan. Permukaan menjadi kering, suhunya meningkat menjadi suhu udara
panas (110-240°C) dan akan terbentuk kraslcrust (pengerasan kulit), karena pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dan air hilang secara bebas dari bahan pangan, suhu bagian dalam bahan pangan tidak boleh melebihi 100°C. Perubahan ini serupa dengan pengeringan dengan udara panas lainnya, tapi semakin cepat pemanasan dan semakin tinggi suhu yang digunakan menyebabkan perubahan yang kompleks pada komponen permukaan bahan pangan (Fellow, 1990). Pengeringan daging akan menghasilkan daging kering yang dapat diolah lebih lanjut menjadi tepung daging. Pembuatan tepung daging dari daging segar dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pencucian, penggilingan, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Daging yang dibekukan hams disegarkan kembali (thawing) pada suhu refrigerator (*5OC) dibandiigkan pada suhu ruang. Pencairan pada daging beku sebaiknya dilakukan ditempat atau wadah yang tertutup, untuk menghindari pertambahan jumlah rnikroba yang cepat (Forrest et al., 1975). Sebelum dikeringkan, daging digiling atau dicacah terlebih dahulu. Pengeringan daging dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode diantaranya menggunakan metode pengeringan dengan oven. Suhu yang digunakan untuk pengeringan daging ini adalah 6 0 ' ~selama 24 jam. Menurut Soeparno (1992), pengeringan pada suhu lebih tinggi dari 6 0 ' ~terutama yang mendekati 1 0 0 ' ~akan menyebabkan kolagen membengkak dan menjadi lunak. Menurut Winarno (1992), sebagai akibat tindakan pengeringan bahan pangan dengan kandungan air yang lebih rendah akan tetap mengandung komponen gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral-mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, tetapi untuk vitarninvitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak. Kadar protein, lemak, dan Fe tepung daging sapi berdasarkan hasil penelitian terdahulu (Anggoro, 2007) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.
Kadar Protein, Lemak dan Fe Tepung Daging Sapi dengan Metode Pengeringan Oven..
Zat Nutrisi
Metode Pengeringan Oven
Kadar Protein (%)
77,96
Kadar Lemak (%)
6,08
Kadar Fe (ppm)
64,41
Sumber: Anggoro (2007)
Berdasarkan Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa komposisi kimia tepung daging sapi mempunyai kadar protein 77,96%, kadar lemak 6,08%, dan kadar Fe 64,41% (Anggoro, 2007). Kadar air yang terdapat dalam tepung daging sebesar 9,67% (Aditya, Unpublish). Cookies Cookies dapat diartikan sebagai kue kering berbasis tepung, dengan berbagai variasi, renyah, lembut, mengembang, dan mempunyai kadar air yang sangat kecil sehingga ideal untuk disimpan (Matz dan Matz, 1978). Menurut Dewan Standarisasi Nasional Nomor 01-2973 (1992). Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangan pemotongannya bertekstur kurang padat. Cookies harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan adalah syarat mutu yang berlaku secara m u m di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Syarat Mutu Cookies Kriteria Uji
Klasifikasi
Air (%)
Maksimum
5
Protein (%)
Minimum
9
Lemak (%)
Minimum
9,5
Karbohidrat (%)
Mimum
Abu (%)
Maksimum
1,5
Serat Kasar (%)
Maksimum
0,s
Kalori (Ka11100g)
Minimum
70
400
Sumber : Dewvan StandardisasiNasional Indonesia, 1992
Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa cookies yang disyaratkan oleh Dewan Standarisasi Nasioanal addah cookies yang mempunyai kadar air maksimum 5%, protein minimum 9%, kadar abu yang diisyaratkan maksimal 1,5 %. Kadar abu meliputi didalamnya adalah mineral, termasuk kalsium dan fosfor.
Proses Pembuatan Cookies Proses pembuatan cookies atau h e kering meliputi tahap persiapan bahan, pencampuran bahan, pembuatan adonan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan dan pengerasan. Formulasi memegang peranan terpenting yang sangat penting. Susunan dan perbandingan bahan harus diatur agar memudahkan dalam penanganannya, sebab karakteristik produk akhir ditentukan oleh susunan bahan dan proses yang dilakukan (Dewan Standarisasi Nasional Nomor 01-2973, 1992). Pembuatan cookies berdasarkan modifikasi metode Ucup (2007) dimulai dengan pencampuran bahan yang kering, yaitu gula halus, susu skim, bakingpowder:, garam, tepung terigu dimasukkan dalam wadah. Kuning telur dimasukkan satu persatu kedalam bahan kering sambil diaduk sampai rata, lalu di tambahkan margarin dan butter kemudian diuleni sampai kalis, setelah semua bahan sudah tercampur jadi satu sampai terbentuk adonan yang homogen lalu dicetak sesuai bentuk yang diinginkan. Kue hasil cetakan diletakkan pada loyang, h e kemudian dipanggang
*
dalam oven dengan suhu 120°C selama 40 menit sampai cookies matang sempurna.
Cookies yang sudah matang lalu didinginkan. Matz dan Matz (1978), suhu dan lama waktu pemanggangan akan mempengaruhi kadar air cookies. Oven sebaiknya tidak terlalu panas ketika cookies dimasukkan karena bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat pengembangan dan permukaan cookies yang dihasilkan menjadi retak-retak. Selain itu adonan juga jangan mengandung terlalu banyak gula karena akan mengakibatkan
cookies menjadi keras dan terlalu manis. Cookies yang dihasilkan segera didinginkan
untuk menurunkan suhu dan pengerasan cookies akibat memadatkannya gula dan lemak. Seluruh tahap proses pembuatan cookies tersebut sangat berpengaruh pada penampakan dan kualitas produk akhir. Cookies yang dihasilkan, secara organoleptik hams dapat diterima degan baik oleh konsumen dan dari segi gizi dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh SNI 01-2973-1992.
Bahan Pembuatan Cookies Bahan-bahan utama yang biasa digunakan untuk membuat cookies yaitu tepung terigu, gula halus, lemak, kuning telur, susu skim dan bahan pengembang. Bahan-bahan tersebut juga bisa ditarnbahkan sedikit garan (Matz, 1978).
Tepung Terigu Tepung merupakan komponen yang paling banyak dalam pembuatan cookies. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk pembentuk adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan lainnya, membentuk struktur cookies, serta memberikan citra rasa (Matz dan Matz, 1978). Berdasarkan kandungan proteinnya tepung dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu terigu keras (kadar protein minimal 12%), terigu sedang (kadar protein sebesar 10-1I%), dan terigu lunak (kadar protein sebesar 7-9%). Terigu yang paling baik . untuk membuat cookies adalah terigu lunak. Tepung terigu lunak memiliki sifat gluten yang kurang baik sehingga cocok untuk jenis makanan yang tidak mengbendaki terbentuknya gluten pada cookies. Gluten mempakan campuran dari dua kelompok atau jenis protein gandum, yaitu glutenin dan gladin. Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar dan gliadin memberikan sifat yang lengket sehingga mampu merangkap gas yang terbentuk selama proses pengembangan adonan dan membentuk struktur remah produk. Kandungan gluten dalam tepung terigu sebanyak 80% dari total protein. Adanya gluten yang menghasilkan sifat viskoelastis membuat adonan terigu mampu dibuat lembaran, digiling, maupun dibuat mengembang. Pembahan komponen pati dan protein tepung akan menghasilkan pembahan struktur kue kering (Matz, 1978).
Telur Telur digunakan pada banyak produk makanan karena kemampuannya dalam koagulasi, emulsifikasi dan pengembangan. Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut, pengikat, dan dapat merangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan (Matz dan Matz, 1978). Telur dapat melembutkan tekstur cookies dengan emulsi dari lesitin yang terdapat daliun kuning telur. Penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut, tetapi struktur cookies tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur (Matz dan Matz, 1978).
Lemak Lemak mempakan salah satu komponen penting dalam adonan cookies. Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein terigu membentuk jaringan yang teguh dan berpadu. Lemak melapisi tepung sehingga
jaringan tersebut diputus akibatnya karakteristik makan setelah pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek, dan lebih cepat meleleh didalam mulut (Manley, 1983). Jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies adalah mentega (butter) dan margarin. Mentega atau butter adalah lemak hewani hasil separasi antara fraksi lemak dan non lemak dari susu. Mentega tergolong kedalam lemak plastis karena memiliki kisaran titik leleh yang cukup luas. Margarin adalah lemak plastis yang dibuat dari proses hidrogenasi parsial minyak habati (Matz dan Matz, 1978). Fungsi lemak dalam adonan adalah memperbaiki rasa, keempukan, kerenyahan, dan memperbesar volume, pembentukan emulsi sehingga menghasilkan tekstur dan produk menjadi renyah (Winamo, 1997). Susu Skim Menuntt Buckle el aL, (1985) susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian dan mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar
36,4%. Susu skim berisi laktosa yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan wama cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang dan dapat meningkatkan rasa (Manley, 1983). Susu skim b e h g s i sebagai kontrol pengembangan adonan, memberikan aroma, memperbaiki tekstur, dan memperbaiki penerimaan (warna, rasa, aroma), serta dapat meningkatkan nilai gizi (Manley, 1983). Gula Gula b e h g s i sebagai pemanis, membentuk tekstur, pemberi wama dan sebagai kontrol pengembangan adonan. Penambahan gula membuat susunan dan butiran remah menjadi halus serta meinbuat kerak cookies benvama cokelat tua. Gula yang digunakan bisa dalam bentuk gula pasir, gula halus, atau tepung gula. Penggunaan gula halus akan memberikan hasil yang lebih baik karena tidak menyebabkan pelebaran kue yang terlalu besar (Matz dan M&, 1978). '
Menurut Kaplan (1971), gula halus paling baik di&nakan untuk membuat
cookies. Penambahan gula terlalu banyak dapat menimbulkan rasa cookies terlalu manis dan timbul browning.
Garam Garam adalah bahan utama untuk mengatur dan membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya dan akan membantu untuk meningkatkan sifat-sifat adonan.
Garam berfungsi meniberikan rasa asin dan gurih. Sebagian besar biskuit menggunakan garam sebanyak 1% atau kurang (Matz dan Matz, 1978). Bahan Pengembang Menurut Matz dan Matz (1978), bahan pengembang dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai kontrol penyebaran, mengatur aroma dan rasa, penambah volume, memperbaiki tekstur dan membuat hasil produk menjadi ringan. Bahan pengembang yang umum digunakan adalah bakingpowder. Bakingpowder memilki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan lama selama pengolahan (Matz ,1978). Protein dan Zat Besi Protein merupakan zat yang penting untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan dan juga berhngsi dalam memelihara serta mengatur proses-proses yang berlangsung dalam tubub. Protein berfungsi sebagai penyedia bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh dan memberikan tenaga (Suhardjo et al., 1987). Protein terkandung dalam berbagai bahan pangan baik nabati maupun hewani. Bahan pangan nabati yang mengandung protein diantaranya kedelai (40%), kacang tanah (24%), kapri (5,8%), kentang (2,1%), dan kubis (1,9%). Pada bahan pangan hewani, protein ditemukan dalam telur (12%), keju (26%), daging sapi (17%), susu (3,3%), dan daging ayam (21%) (Gaman dan Shemngton, 1992) Kebutuhan tubuh terhadap protein berbeda-beda tergantung dari jenis kelamin, usia, dan kondisi tubuh. Menurut Winarno (1997), kebutuhan tubuh terhadap protein sekitar 0,57 glkg berat badan setiap barinya untuk laki-laki dewasa, sedangkan untuk wanita sekitar 0,54 g/ kg berat badan setiap harinya, dan untuk ibuibu yang sedang hamil d k menyusui serta anak-anak yang sedang tumbuh masih ditambah sejumlah vitamin ekstta. Zat besi merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh, walaupun dibutulkan dalam jumlah yang sedikit. Fungsi besi ini yaitu memproduksi hemoglobin, dan sebagai pembawa oksigen ke sel-sel. Jumlah seluruh besi di dalam tubuh orang dewasa sekitar 3,s g, 70% terdapat dalam hemoglobin dan 25%
merupakan besi cadangan yang terdiri dari feritin dan hemosiderin terdapat dalam hati, limfa, dan sumsun tulang belakang (Suhardjo et al., 1987). Zat besi juga terkandung dalam berbagai macam bahan pangan, baik nabati maupun hewani. Beberapa jenis bahan pangan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar Zat Besi dalam Beberapa Bahan Pangan Bahanpangan hati daging sapi ikan telur ayam kacang-kacangan tepung terigu sayuran hijau urnbi-umbian buah-buahan beras s u s u sapi
Kadar Zat Besi (mg1100g) 6,O- 14,O 2,O- 4.3 0,5- 1,0 2.0- 3,O 1,9-14,O 1,5- 7.0 0,4- 18,O 0,3- 2,O 0,2- 4,O 0,5- 0,8 0,l- 0,4
Sumber: Ka~yadidan Hermana (1981)
Besi dalam bahan pangan bedasarkan kemudahan absorsinya dikenal dua bentuk, yaitu zat besi heme dan zat besi nonheme. Zat heme terikat pada gugus forifin dari protein heme dan terdapat dalam bahan pangan hewani, seperti hati, daging, ayam dan ikan. Zat besi nonheine dalam bentuk kompleks anorganik Fe dipecah pada saat pencernaan berlangsung, dan sebagian diubah menjadi Fe
2+
3+,
yang
lebih siap diabsorpsi dan biasanya berasal dari bahan pangan nabati, terutama serealia, buah-buahan dan sayuran. Tubuh manusia bentuk heme-foratin merupakan senyawa yang langsung dapat diserap dan jumlah yang diabsorpsi lebih tinggi dari bentuk non-heme (Fennema, 1996). Zat besi dalam tubuh sebagian terletak dalam sel-sel darah merah yang berupa heme, suiltu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Dalam sebuah molekul hemoglobin terdapat empat heme. Besi juga terdapat dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin. Berbeda dengan hemoglobin, mioglobin terdiri dari satu pigmen heme. Besi yang terdapat dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang diserap dari saluran
pencemaan. Besi hasil hemolisis merupakan sumber utama zat besi dalam tubuh. Pada manusia yang normal kira-kira 20-25 mg besi per hari berasal dari besi hemolisis dan hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan (Winarno, 1997). Selain dari jumlah zat besi yang terkandung di dalam bahan pangan, untuk memperkirakan seberapa banyak zat besi yang dapat dimanfaatkan tubuh perlu di perhatikan pula faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi absorpsi zat besi. Absorpsi zat besi yang berasal dari bahan pangan nabati antara lain tepung terigu hanya sekitar 1-6%, sedangkan yang berasal dari hewani seperti daging, knning telur, susu skim sekitar 7-22%. Adanya bahmpangan hewani dapat meningkatkan absorpsi zat besi yang berasal dari bahan pangan nabati. Faktor ini memberi arti penting dalam menghitung jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh orang yang jarang mengkonsumsi bahan pangan hewani (Husaini et a1 ., 1989). Meat Fish Poultry merupakan faktor yang dapat memperkuat penyerapan zat besi, yang diduga karena adanya suatu faktor dalam daging yang dapat bereaksi dengan faktor-faktor yang dapat penghambat penyerapan zat besi, seperti asam fitat atau ion-ion hidroksil (Hallberg, 1981). Suhardjo et al., (1987) menyatakan bahwa dalam bahan pangan nabati umumnya zat besi berada dalam bentuk ikatan feri, sedangkan dalam bahan pangan hewani umumnya berada dalam ikatan fero. Besi yang berbentuk fen oleh HCl pada lambung direduksi menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap sel mukosa. ) feri ( ~ e ~ ' bersifat ) sukar l m t pada pH netral. Dalam Bentuk fero ( ~ e ~ ' dan lambung, dimana pH rendah (Fe3') dapat berdisosiasi dan bereaksi dengan senyawasenyawa molekul rendah, seperti asam sitrat dan asam-asam amino membentuk kompleks sehingga zat besi tetap larut pada pH netral cairan usus. Zat besi hem dan nonhem diserap dengan cara yang berbeda. Zat besi hem diserap terutama di duodenum, sedangkan zat besi nonhem juga diserap didaerah jejunum usus halus (Femema, 1996). ~, dalam Zat besi yang terikat pada cincin forifin adalah senyawa ~ e -sehingga tubuh manusia tersebut langsung diserap. Pengolahan pangan dapat mempengaruhi bentuk kimia zat besi dalam makanan, yang kemudian akan mempengaruhi ketersediaan zat besi. Tujuan pengolahan adalah untuk melunakkan selulosa dan hemiselulosa sehingga lebih mudah dicema, mengubah zat besi yang terkandung
dalam bahan pangan menjadi bentuk yang tersedia bagi tubuh, mengubah mikroba patogen dan menghilangnya senyawa yang berbahaya pada bahan mentah. Selama pengolahan juga dapat menurunkan ketersediaan beberapa gizi makanan. Hal ini disebabkan zat besi peka terhadap pH pelarut, oksigen, cahaya, dan panas (Husaini et a1 ., 1989). Peningkatan zat besi dalam makanan disebabkan oleh jumlah zat besi
yang dibebaskan saat pemanasan dari kompleks matriks bahan pangan lebih banyak, adanya kontaminasi dari air yang digunakan dan kontaminasi dari alat pemasakan. Penilaian Sensori 'Penilaian sensori m e ~ p a k a n salah satu cara yang dilakukan untuk menentukan tingkat mutu makanan dan daya penerimaan panelis terhadap produk tersebut. Cara penilaian suatu produk dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara objektif dan subjektif. Pengujian objektif merupakan suatu pengujian dengan menggunakan alat atau instnunen dan faktor manusia dapat diabaikan, sehingga pengukuran menjadi lebih objektif. Pengujian dengan cara subjektif atau sering disebut dengan uji organoleptik adalah pengujian dengan bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat citarasa suatu bahan. Uji Hedonik Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Panelis yang melakukan uji adalah panelis yang tidak terlatih. Penilaian yang dilakukan bedasarkan kriteria (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka, (7) sangat suka. Menurut Soekarto (1985), penilaian dalam uji hedonik diminta respon pribadinya terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap atribut ketentuan dari produk seperti warna, rasa, aroma, dan kekerasan. Nilai kesukaan panelis dinyatakan dalam beberapa tingkat skila kesukaan. Rentangan skala hedonik 1-3, 1-5, I-?, atau 1-9 tergantung keperluin dan kedalaman. Warna. Warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan bersamasama dengan bau rasa dan tekstur, selain itu warna dapat memberi petunjuk mengenai pembahan kimia dalam makanan (de Mann, 1989). Menurut Winarno
(1997), suatu bahan yang diilai bergizi, enak dan tekstumya sangat baik belum tentu akan dimakan apabila memiliki wama yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari wama yang seharusnya.
Rasa. Rasa merupakan komponen penerimaan konsumen terhadap produk pangan. Indra pencicip terdapat dalam rongga mulut, terutama pada permukaan lidah yang berfungsi untuk menilai rasa dari suatu makanan (Soekarto, 1981). Kepekaan terhadap rasa terdapat pada kuncup rasa lidah. Persyaratan agar kuncup rasa lidah dapat menerima rangsangan adalah senyawa itu harus dapat larut dalam air sehingga peka terhadap lebih dari satu rasa (de Mann, 1989). Menurut Winamo (1997), indera pencicip dapat membedakan empat macam rasa utama, yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Selain itu dikenal pula rasa urnami yaitu sebutan untuk rasa gurih yang karakteristiknya mirip monosodium glutamat (MSG). Rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
Aroma. Aroma makanan dapat menentukan kelezatan makanan tersebut. Aroma berhubungan dengan alat sensori penciuman untuk menilai bau-bauan dari suatu produk atau komoditi baik b e ~ p amakanan atau non pangan (Soekarto, 1981). Menurut Winamo (1997), aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera penciuman. Bau yang diterima oleh hidung dan disampaikan ke otak merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus.
Kekerasan. Secara sensori, kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan produk diantara gigi atau lidah dengan langit-langit mulut. Menurut Soekarto (1981), yang dimaksud dengan kekerasan adalah tingkat kekerasan produk dimana bila produk semakin sulit dihancurkan, berarti kekerasan produk tinggi (keras) dan sebaliknya bila produk mudah dihancurkan, maka produk memiliki sifat yang sangat keras.
Uji Mutu Hedouik Uji mutu hedonik adalah uji yang lebih spesifik untuk suatu jenis mutu tertentu. Uji mutu hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifatsifat produk yang lebih spesifik. Uji mutu hedonik menggunakan panelis agak terlatih yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui respon tertentu. Pengujian mutu
hedonik ini menggunakan uji skalar. Panelis diminta meirilai sampel yang disajikan dari respon panelis dituliskan atau digambarkan dalam garis dengan memberi tanda X (silang) sesuai respon yang ditimbulkan. Tanda X (silang) yang telah ditulis oleh setiap panelis diuku dengan penggaris dan ditranformasikan dalam bentuk angka yang dinyatakan suatu besaran nilai atau skor dengan menggunakan skala dapat diketahui besaran kesan dari suatu rangsangan yang diperoleh sehingga dapat diketahui mutu dari sampel tersebut.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia dan fisik dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan Fakultas Teknologi pangan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli 2007. Materi Bahan yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah tepung terigu lunak, susu skim, lemak (margarin dan butter), kuning telur, garam, gula halus, dan bahan pengembang (baking powder) dan daging sapi bagian knuckle. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis fisik, analisis kadar protein, dan kadar Fe. Peratatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wadah, loyang, oven, ayakan, baskom, sendok pengaduk, garpu, timbangan, blender, saringan, oven,food procesor, tekstur analyzer, spektrofotometer, labu Kjeldahl, labu Erlenmeyer, piring kecil, dan gelas. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan persentase substitusi tepung daging terhadap tepung terigu yaitu masing-masing 0 % sebagai kontrol, 10, 20, dan 30% terhadap tepung terigu atau sama dengan perlakuan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu sebesar 0; 3,38; 6,76; dan 10,14 % dalam adonan. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali (Steel dan Tome, 1995). Analisis keragaman dilakukan dengan menggunakan ANOVA. Model matematika persamaan tersebut adalah: Yij
=
p+oi+&ij
Keterangan: Yij
nilai pengamatan pada suatu percobaan ke-j yang mendapat perlakuan
=
ke-i p oi
=
=
nil& tengah umum
pengaruh perlakuan substitusi tepung daging terhadap tepung terigu dengan konsentrasi ke-j
~ i =j pengaruh kesalahan percobaan karena pengamh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i =1,2,3,4 j =l,2,3 Data peubah yang dianalisis secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA) adalah kadar protein, kadar zat besi, rendemen, kekerasan, serta uji hedonik dan uji mutu hedonik. Perlakuan yang menunjukkan pengamh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT). Data yang tidak 1010s uji asumsi, dianalisis dengan menggunakan uji Friedman dan jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut nilai tengah perlakuan. Selanjutnya dilakukan penilaian sensori terhadap cookies dengan menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik. Data yang tidak 1010s uji asumsi dianalisis dengan uji h s k a l Wallis, jika hasilnya berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji banding rataan ranking. Prosedur Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian tahap awal dimulai dengan pembuatan tepung daging sapi dengan pengeringan dengan oven. Penelitian utama adalah pembuatan cookies dengan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu yaitu 0%; 3,38%; 6,76%; dan 10,14%. Penelitian Pendahuluan Mula-mula daging beku disegarkan kembali (thawing) pada suhu mang selama beberapa jam lalu dibuang lemak ekstramuskulernya dan dicuci pada air mengalir sampai bersih kemudian dipotong kecil-kecil dan digiling dengan menggunakan food processor. Daging hasil penggilingan selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 OC selama 24 jam. Daging sapi yang telah kering digiling kembali dengan menggu&an
blender lalu diayak dengan saringan ukwan
halus (80 mesh) dan saringan kasar. Kedua ukuran tepung daging sapi tersebut digunakan dalam pembuatan cookies dan dibandingkan mana yang lebih disukai berdasarkan tampilan bentuk dan warna yang menarik, tekstur lebih keras dan kandungan gizi (protein dan zat besi) yang lebih baik.
'
Diagram pembuatan tepung daging sapi dengan metode pengeringan oven ditunjukkan pada Gambar 1.
a Daging sapi
Dibersihkan lemaknya dan dicuci
Diiris tipis (3 mm) I
Dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 24 jam
I
t
Dilakukan penepungan
Gambar 1. Pembuatan Tepung Daging Sapi dengan Metode Pegeringan dalam Oven
Penelitian Utama Pada penelitian utama dilakukan pembuatan cookies berdasarkan berat adonan pada tingkat substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu sesuai yang ditentukan pada penelitian pendahuluan. Pembuatan cookies dilakukan berdasarkan modifikasi metode Ucup (2007). Formula yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Bahan-bahan untuk Pembuatan Cookies Bahan
1. Tepung terigu 2. Tepung daging
Perlakuan (Formula) P1 P2 P3 gram % gram % gram % 100 33,78 90 30,40 80 27,02
P4 gram 70
23,64
30
10,14
0
0
10
3,38
20
6,76
3. Mentega 4. Margarin 5. Kuning telur 6. Garam 7. Susu skim 8. Baking powder 9 . Gula halus Total
35 35 30 1 30 5 60 296
11,82 11,82 10,14 0,34 10,14 1,69 20,27 100
35 35 30 1 30 5 60 296
11,82 11,82 10,14 0,34 10,14 1,69 20,27 100
35 35 30 1 30 5 60 296
11,82 35 11,82 35 10,14 30 0,34 1 10,14 30 1,69 5 20,27 . 60 100 296
Keterangan: PI = Substitusi 0 % P2 = Substitusi 3,38 % P3 = Substitusi 6,76 % P4 = Substitusi 10,14 %
tepung daging sapi terhadap tepung terigu tepung daging sapi terhadap tepung terigu tepung daging sapi terhadap tepung terigu tepung daging sapi terhadap tepung terigu
%
11,82 11,82 10,14 0,34 . 10,14 1,69 20,27 100
Proses Pembuatan Cookies. Cara pembuatan cookies daging sapi, dimulai dengan pencampuran, yaitu gula halus, susu skim, baking powder, garam, tepung terigu, tepung daging sapi dalam wadah. Kuning telur dimasukkan satu persatu sambil kemudian ditambahkan margarin dan mentega (butter) dan dicampur sampai rata. Setelah terbentuk adonan yang homogen lalu dicetak sesuai bentuk yang diinginkan. Kue hasil cetakan diletakkan pada loyang, dan dipanggang dalam oven dengan suhu 120°C selama
* 40 menil sampai cookies matang sempurna. Cookies yang sudah
matang lalu aidinginkan. Diagram alir pembuatan cookies dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengukuran Peubah Peubah yang akan diamati yaitu kandungan gizi cookies berupa kadar protein (AOAC, 1995) dan kadar zat besi (Apriyantono et al., 1989), sifat fisik cookies berupa rendemen, dan kekerasan. Penilaian sensori dilakukan dengan menggunakan uji hedonik berupa kekerasan, warna, rasa, dan aroma cookies dan uji mutu hedonik terhadap kekerasan cookies.
Kadar Protein (AOAC, 1995). Sampel seberat 0,2 gram dimasukkan dalam labu Kjeldahl100 ml, kemudian ditambahkan dua gram K2S04 dan HgO (1:l) dan dua ml H2S04pekat. Campuran didestruksi selama 30 menit sampai diperoleh cairan hijau jemih. Setelah campuran tersebut dingin, sebanyak 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat benvama coklat kehitaman ditambahkan ke dalamnya lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi lima ml
Hasil
destilasi yang ditampung kemudian dititrasi dengan HC1 0,02 N dengan menggunakan indikator BCG (Bromo Cresol Green) dan metil red. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentase nitrogen dan kadar protein kasar dihitung dengan rumus sebalp i berikut : Kadar nitroge-.I
\'OL' ,",
Kadar protein(%)
(volume HC1 (ml) . , - blanko) x 14.007 x 100% Berat sampel kering
- '
=%N
x 6,25
Kadar Zat Besi dengan Spektrofotometer Serapan Atom (Atomic Absorbent SpectrofotometerIAAS) (Apriyantono et al., 1989). Satu gram sampel yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tabung destruksi. Selanjutnya ke dalam tabung ditambahkan 10 ml campuran HC104:HN03:H2S04 (5:2:1) lalu didestmksi sarnpai
larutan jernih atau selama 2 2 jam. Setelah proses destruksi, larutan didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring Whatmann 41 dan diukur dengan menggunakan AAS. Penentuan blanko dilakukan menggunakan pereaksi yang sama. Penentuan larutan standar besi dilakukan dengan menggunakan satu gram besi yang dimasukkan dalam gelas piala 100 ml lalu secara hati-hati ditambahkan 50 ml HN03 (1:3). Larutan tersebut kemudian dididihkan hingga uap coklat N2O3 habis. Larutan kemudian didinginkan dan diencerkan menjadi satu liter dengan akuades. Larutan ini mengandung 100 ppm. Pembacaan absorbansi larutan standar, blanko, dan sampel dilakukan dengan AAS pada panjang gelombang 324,8
nm untuk besi. Langkah selanjutnya dibuat kurva kalibrasi dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan X sebagai konsentrasi (dalam ppm). Kandungan logam dalam contoh dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
v
As Kandungan logam (ppm) = -X slope W Keterangan
: V = volume pelarut
W = bobot sampel (g) As = absorbansi sampel Rendemen (AOAC, 1995)
Pengukuran rendemen dilakukan dengan cara menimbang bobot adonan dan bobot produk olahan yang dihasilkan. Kemudian rendemennya dihitung berdasarkan persamaan berikut: Rendemen =
Bobot produk olahan ~100% Bobot adonan
Kekerasan. Kekerasan cookies diukur dengan menggunakan alat reksrur analyzer
dengan plunger berbentuk silindris berdiameter 4 mm terhadap sepotong sampel
cookies. Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan adalah dengan besaran tertentu, profil tekstur bahan pangan dapat diukur. Sebelum melakukan pengukuh, pehggunaan alat diatur sesuai dengan bahan yang akan diuji, lalu probe dipakng. Sampel diletakkan pada posisi harisontal dengan arah pergerakan alat plunger, lalu ditekan tomb01 start untuk memulai pengujian. Respon dari kekerasan yang dihasilkan diterapkan dalam bentuk grafik dan nilai kekerasan dinyatakan oleh gaya tekan maksimal dengan satuan Gram force (Gf) dapat dibaca pada komputer.
Penilaian Sensori Penilaian sensori menggunakan dua macam pengujian, yaitu uji hedonik dan uji mutu hedonik. Uji hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, dan kekerasan cookies daging. Panelis yang digunakan adalah sebanyak 60 orang. Uji yang dilakukan menggunakan tujuh skala hedonik yaitu: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6
= suka,
7 = sangat suka (Lampiran 1). Penilaian dalam uji hedonik diminta
respon pribadinya terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap atribut ketentuan dari produk seperti wama, rasa, aroma; dan kekerasan. Untuk penilaian rasa, disediakan pula air bening yang digunakan sebagai penetral dalam mulut. Uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat mutu khususnya sifat spesifik cookies yaitu kekerasan. Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang. Uji mutu hedonik menggunakan uji skalar dengan lima skala penilaian. Kekerasan
cookies dengan skala penilaian sangat keras sampai sangat tidak keras. Sampel cookies daging diletakkan diatas piring kertas yang telah diberi kode bempa angka secara acak. Panelis diminta menilai sampel dengan cara menggigit dan membandingkan 3 sampel cookies yang akan diuji yaitu cookies keju (tidak keras), cookies manis (keras), lidah cookies (sangat keras). Respon yang dicatat adalah respon yang ditimbulkan setelah panelis menguji kekerasan sampel pada gigitan pertama. Panelis mengisi formulir yang telah disediakan (Lampiran 2) lalu dilakukan pengukuran menggunakan penggaris untuk mengukur keberadaan tanda X (silang) yang dinyatakan sebagai suatu besaran nilai atau skor dalam rentang dari 1 sampai 12. Angka-angka tersebut menwijukkan tingkat mutunya yaitu: 1-3 = tidak keras, 4-6 = agak keras, 7-9 = keras, 10-12 = sangat keras.
Gula halust susu skim+ garam+ bakingpowder + tepung terigu+ tepung daging
Dimasukkan kuning telur satu persatu
Diaduk hingga tercampur homogen
1
Dicetak dan diletakkan dalam loyang
+ Di panggang dalam oven T= 120°C, 40 menit
*
Cookies daging sapi
r-----l Didinginkan
Gambar 2. Proses Pembuatan Cookies (Modifikasi Ucup, 2007)
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tepung Daging Sapi Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk membuat tepung dari daging sapi dengan menggunakan metode pengeringan dalam oven pada suhu 6 0 ' ~selama 24 jam dan selanjutnya menentukan ukuran tepung yang dapat memberikan tekstur lebih baik untuk produk cookies. Ukuran tepung didasarkan pada ayakan yang digunakan. Ada dua jenis ayakan yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama ayakan berukuran 80 mesh yang menghasilkan tepung daging sapi halus, dan benvarna coklat tua. Ayakan lainnnya adalah ayakan kasar yang menghasilkan tepung daging sapi kasar bempa butiran-butiran atau granul-gram1 daging kering yang benvarna coklat kekuningan. Terlihat jelas perbedaan wama, bentuk, dan tekstur pada masingmasing tepung daging sapi tersebut seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tepung Daging Sapi (a. Tepung Daging Sapi dengan 'Ayakan Halus; b. Tepung Daging Sapi dengan Ayakan Kasar). Penilaian sensori dilakukan secara deskriptif terhadap produk cookies yang dibuat dengan menggunakan ukuran tepung daging yang berbeda kemudian dinilai dari wama, rasa, tekstur dan kekerasan. Hasil yang diperoleh menunjukkiut bahwa produk cookies dengan substitusi tepung daging sapi kasar terhadap tepung terigu lebih gurih serta mempunyai tampilan yang lebih menarik dibandingkan ymg menggunakan tepung halus (Lampiran 3). Berdasarkan hasil penilaian diatas maka
dalam penelitian utarna digunakan tepung daging sapi kasar sebagai bahan pensubstitusi sebagian tepung terigu pada pembuatan produk cookies. Penelitian Utama
Kandungan gizi, sifat fisik, dan sensori mempunyai peranan yang sangat penting untuk menentukan mutu suatu produk. Kandungan gizi yang diamati yaitu kadar protein dan kadar Fe, sifat fisik yaitu rendemen dan kekerasan, serta sifat sensori yaitu kesukaan terhadap wama, aroma, rasa, dan kekerasan, dan mutu hedonik terhadap kekerasan cookies. Perbandingan produk cookies hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Cookies dengan Substitusi Tepung Daging Sapi ~ e r h a d Tepung a~ Hasil analisis kadar protein, kadar Fe, rendemen, dan kekerasan cookies disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Protein, Kadar Fe, Rendemen, dan Kekerasan Cookies Peubah
Rataan umum
Perlakuan (% tepung daging sapi) P1
P2
Kadar Protein (%)
9,3610,21a
12,63*0,82
Kadar Fe (ppm)
9,5010,08 a
10,16*0,26
a
P3
P4
13,69+1,24
18,Ol 5 1,03'
13,7211,69
23,44 + 2,01C
Rendemen (%) 81,4'2+1,05 80,33 10,69 79,64 11,35 79,11 + 5,23 80,13 Kekerasan (kgf) 2,9510.18 3,2 110,22 2,84+0,40 2,6810,17 2,92 Keterangan : Huruf .super.script yang berbeda pada bans yang sama menunjukkan beda nyata (P50,OS). PI = Substitusi 0 % tepung daging sapi terhadap tepung terigu P2 = Substitusi 3,38 % tepung daging sapi terhadap tepung terigu P3 = Substitusi 6,76 % tepung daging sapi terhadap tepung terigu P4 = Substitusi 10,14 % tepung daging sapi terhadap tepung terigu
Kadar Protein Kadar protein cookies berkisar antara 9,36% hingga 18,01%. Cookies tanpa s~~bstitusi tepung daging terhadap tepung terigu mempunyai kadar protein paling rendah yaitu 9,36%, sedangkan kadar protein paling tinggi terdapat pada cookies dengan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu 10,14% yaitu sebesar 18,01% (Tabel 5). Kadar protein cookies semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi tepung daging Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa substitusi tepung daging terhadap tepung terigu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein cookies. Berdasarkan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) diketahui bahwa kadar protein
cookies tanpa substitusi tepung daging berbeda nyata dengan semua perlakuan substitusi tepung daging terhadap tepung terigu. Antara cookies yang diberi substitusi tepung daging terhadap tepung terigu 3,38% dan 6,76% secara stastistik tidak berbeda nyata namun keduanya berbeda nyata dengan dua perlakuan lainnya (0% dan 10,14%). Selain berasal dari tepung terigu dan tepung daging, protein dalam cookies juga diperoleh dari bahan lain seperti susu dan telur. Jumlah susu dan telur sama untuk semua perlakuan sehingga perbedaan ini lebih dominan disebabkan adanya perbedaan substitusi tepung daging terhadap tepung terigu. Tepung terigu mempunyai kadar protein 8-9%. Meskipun dilakukan pengurangan jumlah tepung terigu namun karena tepung daging mempunyai kadar protein yang sangat tinggi yaitu 77,96% (Anggoro, 2007) sehingga tejadi peningkatan kadar protein seiring
-
bertambahnyajwnlah tepung daging yang disubtitusikan (Gamhar 5).
Taraf substitusi ~e'bungDaging Terhadap Tepung Terigu (%)
Gamhar 5. Nilai Rata-Rata Kadar Protein Cookies pada Taraf Substitusi Tepung Daging Terhadap Tepung Terigu
Kadar protein cookies daging yang dihasilkan dari penelitian ini sudah memenuhi persyaratan gizi. SNI 01-2973-1992 mensyaratkan kadar protein untuk
cookies minimal 9% (Tabel 2). Cookies tanpa substitusi tepung daging terhadap tepung terigu telah mempunyai kadar protein diatas 9% yaitu 9,36%. Dengan substitusi tepung daging terhadap tepung terigu 3,38 - 10, 14% terjadi peningkatan kadar protein sekitar 3-9%. Hasil ini menunjukkan bahwa cookies daging dapat dijadikan sebagai makanan selingan yang kaya protein.
Kadar Pe Kadar Fe yang terukur pada produk cookies berkisar antara 9,50 hingga 23,44 ppm. Cookies kontrol (tanpa substitusi tepung daging) mempunyai kadar Fe paling rendah yaitu 9.50 ppm sedangkan kadar Fe tertinggi terdapat pada cookies dengan substitusi tepung daging terhadap tepung terigu 10,14% yaitu 23,44 ppm (Gambar 6 ) . Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kadar Fe cookies yang dihasilkan berbeda nyata (P<0,05). Berdasarkan uji lanjut pembandingan berganda diketahui bahwa cookies pada taraf substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu 0% tidak berbeda nyata dengan cookies pada taraf substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu 3,38%, tetapi keduanya berbeda nyata dengan hasil substitusi 6,76% dan 10,14%. Substitusi tepung daging terhadap tepung terigu 6,76% juga mempunyai kadar Fe yang berbeda nyata dengan hasil subtitusi 10,14%. Kadar Fe cookies semakin meningkat seiring dengan tingginya taraf substitusi tepung terigu terhadap tepung daging. Kadar Fe selain berasal dari tepung daging sapi juga diperoleh dari bahan pembentuk adonan cookies seperti tepung terigu dan susu skim. Nilai rata-rata kadar Fe cookies pada taraf substitusi tepung daging terhadap tepung terigu dapat dilihat pada Gambar 6.
0
10,14 Taraf Substitusi Tepung Daging Sapi Terhadap Tepung Terigu (%)
3,38
6,76
Gambar 6. Nilai Rata-Rata Kadar Fe Cookies pada Taraf Substitusi Tepung Daging terhadap Tepung Terigu Hasil penelitian menemukan ballwa substitusi 3,38% tepung daging sapi terhadap tepung terigu dalam adonan dengan jumlah bahan (satu formula) sebesar 296 g dapat diperoleh sekitar 24 buah cookies mentah yang dengan berat sekitar 8 gfbuah. Berat satu buah cookies sekitar 0,42 g tepung daging sapibuah dengan kadar Fe sebesar 10,16 pprnlbuah. Cookies mengandung sekitar 2,1 g daging sapi segar. Gaman dan Shemngton (1992) menyatakan bahwa jumlah anjuran konsumsi zat besi untuk anak laki-laki usia 9-17 tahun sebesar 12 mg per hari, laki-laki usia 18-45 sebesar 10 mg per hari, untuk anak perempuan usia 9-17 dan wanita usia 9-45 tahun sebesar 12 mg per hari, wanita usia 55 tahun ke atas sebesar 10 mg per hari, wanita hamil 13 mg per hari dan wanita menyusui 15 mg per hari. Produk cookies yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan menambah kadar Fe kedalam asupan tubuh manusia. Cookies daging hasil penelitian ini mempunyai rasa yang enak sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu makanan selingan sumber Fe yang digemari baik anak maupun orang dewasa. Rendemen Rendemen merupakan salah satu peubah yang menunjukkan seberapa banyak produk yang dihasilkan dari bahan mentah yang telah mengalami proses pemasakan. Suatu produk yang telah mengalami proses pemasakan dapat mengalami penyusutan bobot. Rataan nilai rendemen produk cookies sekitar 80,13%, Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu pada taraf yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen cookies. Rata-rata rendemen yang diperoleh sebesar
80,13%. Walaupun tidak nyata namun dari nilainya terlihat ada kecenderungan penurunan rendemen seiring dengan peningkatan tepung daging. Nilai rendemen terendah terdapat pada cookies dengan konsentrasi tepung daging 10,14%. Dalam pengukuran rendemen, yang dihitung sebagai produk olahan hanya cookies yang utuh. Makin tinggi kadar protein ternyata adonan makin mudah hancur sehingga cookies utuh yang diperoleh juga makin berkurang.
Kekerasan Kekerasan mempakan sifat fisik yang menyatakan karakteristik tekstur sebagai gaya 'yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan bentuk. Kekerasan
cookies ditentukan secara objektif dengan menggunakan alat teksture analyzer. Rataan mum nilai kekerasan produk cookies sekitar 2,92 kgf. Nilai kekerasan terendah terdapat pada cookies dengan substitusi tepung terigu dengan tepung daging 10,14% sebesar 2,68 kgf. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu pada pada taraf yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan
cookies. Suhu pemanggangan yang tinggi akan menyebabkan energi panas yang diserap cookies semakin lama semakim besar. Energi panas tersebut digunakan untuk menguapkan air yang ada dalam produk cookies. Kadar air akan menurun sehingga kemampuan air dari produk cookies untuk mengikat bahan lain seperti protein dari tepung daging sapi akan berkurang. Nilai rata-rata kekerasan cookies pada taraf substitusi tepung daging terhadap tepung terigu dapat dilihat pada Gambar 7,
Taraf Substitusi Tepung Daging Terhadap Tepung Terigu (%)
Gambar 7. Nilai Rata-Rata Kekerasan Cookies pada Taraf Substitusi Tepung Daging Terhadap Tepung Terigu
Penilaian sensori Penilaian sensori terhadap produk cookies dilakukan dengan menggunakan dua macarn bentuk pengujian, yaitu uji hedonik dan uji mutu hedonik. Uji hedonik dilakukan terhadap wama, rasa, aroma dan kekerasan sedangkan uji mutu hedonik hanya terhadap kekerasan. Data hasil uji hedonik terhadap cookies dapat dilihat pada Tabel 6. Peubah yang digunakan untuk uji hedonik ini adalah wama, rasa, aroma dan kekerasan cookies. Hasil analisis uji hedonik cookies dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Hedonik Cookies Peubah
Perlakuan
Rataan
PI
P2
P3
P4
Wama
5,72*1,09
5,7W1,01
5,35*1,21
5,07i1,55
5,46
Rasa
6,00*0,88
5,87*0,91
5,63*1,13
5,35*1,45
5,71
Aroma
5,70+1,20
5,60+1,05
5,45*1,17
5,15*1,39
5,48
Kekerasan
5,50*1,27
5,43*1,35
5,30+1,36
4,83*1,59
5,27
Keterangan: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka dan 7 = sangat suka.
Warna Wama memegang peranan penting dalam makanan bersama-sama dengan bau, rasa dan tekstur, selain itu wama dapat memberi petunjuk mengenai pembahan kimia dalam makanan (de Mann, 1989). Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan wama cookies. Hal ini berarti bahwa substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu dalam pembuatan cookies tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap wama cookies. Rataan uji kesukaan terhadap wama produk cookies adalah sebesar 5,46. Nilai rataan ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian agak suka terhadap wama cookies, baik untuk cookies kontrol (0%) maupun cookies dengan substitusi tepung daging terhadap tepung terigu 3,38%, 6,6%, dan 10,14% meskipun tidak nyata dari data yang diperoleh secara stastistik namun dari data yang diperoleh teriihat adanya p e n m a n terhadap kesukaan dengan bertambahnya jumlah tepung daging dalam adonan. Wama coklat pada produk cookies disebabkan oleh banyaknya faktor seperti suhu yang tinggi, tepung daging, gula, dan susu skim. Wama coklat dari tepung
daging sangat berpengaruh pada produk akhir, makin banyak tepung daging yang disubstitusikan makin gelap wananya. Timbulnya warna pada cookies juga disebabkan oleh reaksi browning yaitu reaksi maillard (Ketaren, 1986). Menurut Winarno (1992), reaksi maillard terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan protein yang dipicu dengan peningkatan suhu sehingga menghasilkan benvarna coklat.
Rasa Rasa merupakan salah satu komponen yang menentukan penerimaan konsumen terhadap produk. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan rasa cookies. Respon panelis terhadap rasa cookies dapat dikatakan sama untuk semua perlakuan yang berarti bahwa taraf substitusi tepung daging terhadap tepung terigu tidak mempenganhi tingkat kesukaan panelis terhadap
cookies daging. Hasil uji kesukaan terhadap rasa produk cookies menunjukkan rataan sebesar 5,71. Nilai rataan ini menunjukkan bahwa semua panelis memberikan penilaian suka terhadap rasa cookies. Rasa cookies berasal dari bahan pembentuk adonan yaitu telur, susu, lemak (margarin dan mentega), selain itu rasa cookies juga dipengaruhi oleh tepung daging sapi yang dapat memberikan rasa yang gurih. Faktor lain yang mempengaruhi rasa adalah gula dan garam. Menurut Matz dan Matz (1978), gula sebagai bahan pemanis d m garam sebagai bahan membangktkan rasa pada bahan lain-lainnya, sehingga kedua bahan tersebut dapat meningkatkan kelezatan cookies. Aroma Aroma berhubungan dengan alat sensori penciuman untuk menilai bau-bauan dari suatu produk. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu tidak berpengamh nyata terhadap tingkat kesukaan pada'aroma cookies. Hasil uji kesukaan terhadap aroma produk cookies menunjukkan rataan sebesar $48. reaksi panelis terhadap wama yang dihasilkan oleh
cookies dari semua perlakuan adalah sama. Nilai rataan ini menunjukkan bahwa ratarata memberikan penilaian agak suka terhadap aroma cookies. Perbedaan jumlah tepung daging tidak mempengaruhi penerimaan panelis terhadap aroma cookies.
Adanya reaksi pencoklatan (maillard) selama pemanggangan akan menghasilkan aroma produk yang khas dan disukai (de Mann, 1989). Aroma cookies disebabkan juga oleh berbagai komponen bahan lain dalam adonan seperti susu dan gula. Menurut Buckle et al. (1985), susu skim mengandung laktosa yang berfungsi membantu pembentukan aroma. Bahan pengembang dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pengatur aroma pada cookies (Matz dan Matz, 1978).
Kekerasan Hasil uji kesukaan menunjukkan nilai rataan sebesar 5,27 atau sama dengan agak suka. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu tidak berpengaruh nyata pada kesukaan terhadap kekerasan cookies. Hal ini diduga panelis menghasilkan respon yang sama terhadap kekerasan cookies semua perlakuan sehingga penerimaan panelis terhadap kekerasan
cookies juga sama. Mutu Hedonik
Peubah yang digunakan untuk uji mutu hedonik ini adalah kekerasan cookies. Hasil uji mutu hedonik cookies dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Mutu Hedonik Cookies Peubah
Kekerasan
Perlakuan
Rataan
PI
P2
P2
P4
8,09*1,81
6,73i2,23
7,11+2,09
6,89*2,19
Keterangan : - Kriteria kekerasan: 1-3 = tidak keras 7-9 = k e n s
7,21
4-6 = agak keras 10-12 = sangat keras
Secara sensori, kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan ~mtukmenekan produk diantara gigi atau lidah dengan langit-langit mulut. Hasil uji statistik KruskalWallis menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu tidak berpengaruh terhadap mutu kekerasan cookies. Penilaian. panelis
-. menghasilkan respon yang sama terhadap kekerasan cookies pada setiap ,perlakuan Hal ini berarti bahwa substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu dalam pembuatan cookies tidak mempengaruhi panelis terhadap mutu hedonik kekerasan
cookies.
Uji mutu hedonik terhadap kekerasan cookies menghasikan nilai rataan sebesar 7,21. Nilai rataan ini menunjukkan bahwa hasil penilaian panelis terhadap produk cookies baik kontrol maupun cookies dengan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu 3,38%, 6,76% dan 10,14% dapat dikatakan sama yaitu semua produk cookies termasuk kategori keras.
Korelasi Uji Subjektif dan Uji Objektif Kekerasan cookies hasil penilaian secara subjektif oleh panelis dibandingkan dengan hasil yang diukur secara objektif (menggunakan alat Tekstur Analyzer). Nilai hubungan pengukuran subjkktif dengan pengukuran objektif dapat dilihat pada Gambar 8. c
2m
zal s
8-
xz gJzi .- 3
6-
.-m
2-
=
0 ,
-2 ?? .-
y = 0.322~+ 6.4 r2 = 0.4641
10 -
. 8.09
4-
I
2.68
2.84
2.95
3.2
Kekerasan Objektif (kgf) Gambar 8. Grafik Korelasi Hasil Pengukuran Kekerasan Cookies Secara Subjektif dengan Pengukuran Objektif Hasil regresi nilai rata-rata kekerasan cookies antara pengukuran subjektif dengan pengukuran objektif yaitu menunjukkan grafik yang semakin naik. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penilaian panelis terhadap kekerasan sama dengan hasil penilaian kekerasan dengan menggunakan alat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Cookies yang dibuat dengan substitusi tepung daging sapi terhadap tepung terigu pada taraf 0; 3,38; 6,76; dan 10,14% dalam adonan berturut-turut mempunyai kadar protein sebesar P1 (9,36%), P2 (12,63%), P3 (13,69%), dan P4 (18,01%) dan kadar Fe sebesar P1 (9,50%), P2 (10,16%), P3 (13,72%), dan P4 (23,44%). Kandungan protein dan Fe semakin meningkat seiring dengan kenaikan taraf substitusi. Substitusi tepung daging menghasilkan rendemen, kekerasan, dan sifat sensori ( kesukaan terhadap wama, rasa, aroma, kekerasan cookies serta tingkat kekerasan secara subjektif) juga tidak berbeda dengan cookies tanpa substitusi tepung daging terhadap tepung terigu. Rata-rata panelis menyukai rasa cookies yang diberi substitusi tepung daging terhadap tepung terigu sebesar 3,38% tetapi terhadap wama, aroma, dan kekerasannya masih perlu dilakukan perbaikan untuk meningkatkan penerimaan panelis dari agak suka menjadi suka atau sangat suka. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat kimia cookies antara lain kadar air, kadar lemak, dan kadar karbohidrat serta dilakukan pula uji mikrobiologis pada produk cookies daging.
UCAPAN TERTMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. B. N. Polii, S.U selaku pembimbing utama skripsi, Zakiah Wulandari, S.Tp., M S . selaku pembimbing anggota skripsi atas bimbingan, saran dan perhatian yang telah diberikan pada penulis selama penyusunan karya tulis ini. Terimakasih kepada Ir. Komariah, M.S. dan Dr. Ir. Erika B. Laconi, M.S yang telah menguji, mengkntik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini serta kepada Prof. Dr. Ir. Hj. Iman Rahayu Soessanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, Tuti Suryati, S.Pt., M.Si selaku ketua tim penelitian tepung daging atas perhatian dan semua bimbingan yang telah diberikan selama kuliah. Ayahanda H. Karjana (Almarhum) dan ibunda tercinta Hj. Chaerijah Hartati terimakasih atas motivasi, doa, kasih sayang dan semua bantuan baik materi, moral dan spiritual. Terimakasih untuk Aris, Toni Eka Putra, Mustagfizin, Amirudin, dan Gatot beserta keluarganya yang turut membantu dalam keberhasilan penelitian ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ucup yang telah memberikan formula cookies, rekan-rekan teater kandang, IKADA, THT'40, kost Puteri Badudu, Suci Wulandari, Elfian Fen Indrayana, Reikha Rahmawati, Wiwi, serta tim tepung daging sapi terimakasih atas kerja sama dalam penelitian. Kepada seluruh staf dan teknisi Bagian Ruminansia Besar dan Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Petemakan dan teknisi SEAFAST CENTER serta staf pegawai DIPTP yang telah banyak memberi bantuan serta semangat selama penelitian. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Januari 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Aditya, H. T. 2008. Sifat kimia tepung daging sapi yang dibuat dengan metode pengeringan yang berbeda serta pengaruhnya terhadap sifat mikrobiologi selama penyimpanan. Bogor. Unpublish. Anggoro, D. C. 2007. Sifat fungsional protein tepung daging sapi dengan metode pengeringan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Apriyantono, A., D.Fardiaz, N.L.Puspitasari, Sedamawati dan S. Sudiyanto. 1989. Petunjuk Labotariurn Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of Analysis, Association of Official Analytical Chemist Inc, Virginia, USA.Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H Fleet dan Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan Hadi Purwono dan Adiono. UI Press, Jakarta. Bambang, S. 2003. Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil di Indonesia. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Buckle, K.A, R.A. Edward, G.H. Fleet dan N. Woodon. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan. Hadi Pumomo dan Adiono. UI Press. Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional Indonesia, 1992. SNI 01-2973. Syarat Mutu Biskuit. Dewan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta. de Mann, J. M. 1989. Kimia Makanan. University of Guelph. Guelph, Ontario, Canada. Fellow, P.J. 1990. Food Processing Technology Principle AND Practice. Ellis Horwood, New York. Femema, 0. R. 1996. Food Chemistry (3" ed.). Marcel Dekker, New York, Basel. Forrest, J. C., Aberle, E. D., Hedrick, H. B., Jugde, M. D. Dan Merkel, R. A. 1975. Principles of Meat Science W. H. Freeman and Company, San Fransisco, CA. Gaman, P. M. Dan.K. B. Shemngton. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Husaini, &LA., Yayah, K. Husaini, Uhurn L. Siagian, d& Djoko Suharno. 1989. Anemia Gizi : Suatu Studi Komposisi Informasi Dalam Menunjang Kebijakansanaan Nasional dan Pengembangan Program. Kerja sarna Direktorat Bina Gizi Masyarakat dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Dep. Kes, Jakarta.
Kaplan. 1971. Element of Production and Baking. ITT Educational Service, New York. Karyadi, D. dan Hermana. 1981. Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi. Puslitbang Gizi, Bogor. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Lawrie, R.A.,1990. Meat Science. Pergamon Press, London. Hallberg, L. 1981. Bioavailability of Dietary iron in man. Rev. Nutr. 1: 123-147. Manley, D. J. R. 1983. Technology of Biscuit, Cracker and cookies. Ellis Honvood Limited Publ., Chisester. Matz, S. A. 1978. Bakery Technologi and Engineering. 3'* Edition. Pan-Tech International, Inc., Texas. Matz, S.A. dan T. D. Matz. 1978. Cookies and Cracker Technologi. 2nd.ed. The Avi Publishing, Westport, Connecticut. Muchtadi, T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekarto, S. T. 1981. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soepamo. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University-Press. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 1992. Standar Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 01-2973-1992). DSN (Dewan Standardisasi Nasional), Jakarta. Steel, R. G. D dan J. H. Tome. 1995. Prinsip dan Prosedur Stastistik. Terjemahan Bambang Sumatri. P. T Gramedia Pustaka Utama, Bogor. Suhardjo dan C. M. Kusharto. 1987. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. , Ucup. 2007. Komunikasi Pribadi. Bakery and Cake. La Rottie, Indramayu. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. P. T Gramedia Pustaka Utama, Bogor.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Uji Hedonik Nama Panelis Tanggal Pengujian Jenis Contoh Instruksi
: :Nyatakan penilaian anda terhadap
warna,aroma,kekerasan,dan rasa Cookies dengan kriteria : 1 = Sangat tidak suka 4 = Netral 7 = Sangat Suka 2 = Tidak suka 5 = Agak suka 3 = Agak tidak suka 6 = Suka Kode bahan
Kriteria penilaian Wana
Aroma
Kekerasan
Rasa
145 235 325 415
Lampiran 2. Format Uji Mutu Hedonik (Kekerasan) Nama Panelis Tanggal Pengujian Jenis Contoh Instruksi
:
: Berilah tanda x pada garis dibawah ini sesuai dengan
respon yang ditimbulkan setelah saudara menguji kekerasan sampel pada gigitan pertarna
KODE CONTOH : e Tidak Keras e Tidak Keras
13251
0
t
Sangat Keras t
Sangat Keras t
Tidak Keras
Sangat Keras
~idk~eras
sangat.keras
Lampiran 3. Data Penilaian Sensori secara Deskriptif Cookies dengan Menggunakan Tepung Daging Bentuk Halus dan Agak Kasar. Jenis Tepung Daging Halus (80 mesh) Agak kasar
Konsentrasi Tepung Daging 10 %
Rasa Daging Coklat kekuningan Agak gurih -
Halus
10 %
Coklat kekuningan dengan bintik
gurih
Agak Kasar
F Hitung 38,49 0,18
P 0,000 0,84
Warna
Tekstur
Lampiran 4. Analisis Ragam Kadar Protein Cookies SK Perlakuan Periode Error Total
db 3 2
JK 119,54 0,38
6 11
6,21 126,13
KT 39,85 0,19 1,04
Lampiran 5. Uji Lanjut BNT Kadar Protein Cookies Perlakuan (%)
N
Rataan
Huruf
0
3
9,16
a
3,38
3
12,63
b
6,76
3
13,69
b
Lampiran 6. Analisis Frieadman Kadar Fe Cookies S= 9,OO
DF= 3
Perlakuan (%) 0 3,38 6,76 10,14 Grand median= 14,3
P= 0,03 N 3 3 3 3
Median 9,65 10,33 13,62 23,59
Rata-Rata Ranking 3,O 6,O 98 12,O
Lampiran 7.Uji Lanjut Pembandingan Berganda Kadar Fe Cookies Perlakuan (%)
N
Rataan
Huruf
0
3
9,50
a
3,38
3
10,16
a
6,76
3
13,72
b
10,14
3
23,45
c
Lampiran 8.Analisis Frieadman Rendemen Cookies S= 1,OO
DF= 3
Perlakuan (%)
0 3,38 6,76 10,14
P= 0,80
N 3 3 3 3
Median
Rata-Rata Ranking
81,54 80,28 80,53 79,96
8,O 9,0 7,0 6,O
Grand median= 80,58 Lampiran 9.Analisis Frieadman Kekerasan (alat) terhadap Cookies S= 5,OO
DF= 3
Perlakuan (%)
0 3,38 6,76 10,14 Grand median= 2916,90
P= 0,2 N
Median
Rata-Rata Ranking
3 3 3 3
3158,40 2481,30 2976,40 2686,50
11,O 7,0 88 4,O
Data Sensori Warna
Lampiran 10. Analisis Kruskal-Wallis kesukaan terhadap warna cookies
H= 7,77
DF= 3
P= 0,05
N 60 60 60 60 240
Perlakuan 0 3,38 6,76 10,14 Total
Median 6,OO 6,OO 6,OO 6,OO
Rata-Rata Ranking 133,60 130,70 112,OO 105,70 120,50
-
Z 1,69 1,31 -1,lO -1,19
Ket: Kriteria 1 = Sangat tidak suka
5 = Agak suka
2 = Tidak suka
6 = Suka
3 = Agak tidak suka
7 = Sangat Suka
4 = Netral Rasa
Lampiran 11. Analisis Kruskal-Wallis kesukaan terhadap rasa cookies
H= 6,54 H= 7,23
DF= 3 DF= 3
Perlakuan 0 3,38 6,76 10,14 Total
P= 0,09 P= 0,07 N 60 60 60 60 240
Median 6,OO 6,OO 6,OO 6,OO .
Rata-Rata Ranking 135,70 126,40 114,30 105,60 120,50
Z 1,96 0,76 -0,80 -1,92
Lampiran 12. Analisis Kruskal-Wallis kesukaan terhadap aroma cookies H= 7,02 DF= 3 Perlakuan 0 3,38 6,76 10,14 Total
P= 0,07 Median 6,OO 6,OO 6,OO 5O ,O
N 60
60 60 60 240
Rata-Rata Ranking 135,OO 125,30 117,60 104,lO 120,50
Z 1,87 0,61 -0,37 -2,I 1
Kekerasan
Larnpiran 13. Analisis Kruskal-Wallis kesukaan terhadap kekerasan cookies
Perlakuan 0
N 60
Total
240
Median 6,OO
Rata-Rata Ranking 131,30
Z
1,39
120,50
Mutu Hedonik terhadap Kekerasan Cookies
Lampiran 14. Analisis Kruskal-Wallis terhadap mutu kekerasan cookies H= 9,51 H= 9,51
DF= 3 DF= 3
Perlakuan 0 3,38 6,76 10,14 Total
P= 0,08 P= 0,06
N 32 32 32 32 128
Median 8,OO 7,OO 7,OO 7,OO
Rata-Rata Ranking 81,80 57,70 61,40 57,lO 64,50
Z 3,04
-1,19 -O,55 -1,30
Range Skalar Kekerasan 1-3
= Tidak keras
4-6
= Agak keras
7-9
= Keras
10-12 = Sangat keras