Uji Penetrasi Asam Glikolat 8% sebagai Sediaan Kosmetika Pelembab Kulit dalam Bentuk Krim O/W, Krim W/O dan Gel
Virrisya, Joshita Djadjadisastra, Hayun
Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak Asam glikolat merupakan senyawa aktif yang diketahui memiliki aktivitas pelembab kulit dengan mekanisme emolient dimana senyawa ini dapat menarik air menuju lingkungannya, dalam hal ini stratum korneum, sehingga lingkungan terhidrasi dan kadar airnya meningkat. Asam glikolat sebagai pelembab umumnya dibuat dalam sediaan krim. Pada penelitian ini dilakukan uji penetrasi dari asam glikolat pada 3 jenis sediaan yang berbeda untuk dapat diketahui sediaan apa yang dapat menghantarkan asam glikolat paling baik untuk berpenetrasi melewati stratum korneum. Sediaan gel terbukti memberikan jumlah penetrasi asam glikolat yang paling besar di jam ke-8 uji penetrasi in vitro pada gel dengan besar kumulatif asam glikolat yaitu 5939,65 ± 6,96 µg/cm2 kemudian diikuti dengan krim W/O dengan besar kumulatif 5129,83 ± 6,84 µg/cm2. Hasil penetrasi terkecil ditunjukkan oleh sediaan krim O/W dengan besar kumulatif asam glikolat terpenetrasi yaitu 2870,87 ± 0,86 µg/cm2 Kata Kunci: asam glikolat; krim o/w; krim w/o; gel; penetrasi; sel difusi Franz
Penetration Test of 8% Glycolic Acid as Moisturizer in O/W Cream, W/O Cream and Gel Dosage Form
Abstract Glycolic acid is an active compund that known to have moisturizing activity by its ability to emmoliate the skin in which it can gather water to its surrounding, in this case stratum corneum, to hydrate the environment and enhancing the water amount. Glycolic acid as moisturizer usually found in cream dosage form. There are three kind of different dosage forms that has been tested their ability to penetrate by in vitro method in this study. The purpose of this research is to show the best dosage form that can deliver glycolic acid penetrated into the stratum corneum. All formulations were examined their penetration ability by Franz diffusion cell as in vitro test using Sprague Dawley rat abdomen skin as diffusion membrane. The best dosage form to deliver glycolic acid penetrated through the stratum corneum is gel form with total cumulative penetration of glycolic acid is 5939,65 ± 6,96 µg/cm2 followed by w/o cream dosage form with 5129,83 ± 6,84 µg/cm2 and o/w cream dosage form with 2870,87 ± 0,86 µg/cm2 Keywords: glycolic acid; o/w cream; w/o cream; gel; penetration; Franz cell diffusion
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Pendahuluan Kulit merupakan organ kompleks yang mengandung banyak lapisan. Struktur kulit dirancang untuk meminimalisir hilangnya kelembaban dari tubuh sekaligus menghindari masuknya benda asing ke dalam tubuh. Kelembaban alami kulit dapat turun disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya paparan sinar UV serta kelembaban udara yang rendah misalnya pada wilayah subtropis. Produk pembersih wajah yang mengikis lapisan lemak pelindung kulit, usia, serta penyakit kulit juga dapat menjadi penyebab hilangnya kelembaban alami kulit (Johnson, 2002). Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini adalah menggunakan pelembab (Lynde, 2001). Asam glikolat merupakan salah satu zat aktif yang digunakan sebagai pelembab kulit dan masuk dalam golongan humektan. Mekanisme kerja humektan adalah menarik air menuju stratum korneum sehingga kelembaban kulit tercapai (Lynde, 2001). Salah satu faktor yang mempengaruhi penetrasi bahan aktif ke dalam kulit adalah jenis basis sediaan yang digunakan sebagai pembawa zat aktif. Kosmetika dengan pembawa yang mengandung minyak, alkohol atau aseton mempunyai daya penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan kosmetika dengan pembawa air atau bahan padat (Wasitaatmadja, 1997). Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian tentang pengaruh jenis sediaan yang dipilih untuk mengaplikasikan asam glikolat sebagai pelembab kulit karena adanya perbedaan hidrofilisitas dari masing-masing jenis sediaan yang dapat mempengaruhi penetrasinya ke dalam kulit. Penelitian ini berutjuan untuk mengetahui daya penetrasi asam glikolat dengan konsentrasi 8% secara in vitro dalam berbagai jenis sediaan setengah padat yaitu krim o/w, krim w/o dan gel sebagai kosmetika pelembab yang terbaik untuk menghantarkan zat aktif asam glikolat berpenetrasi ke dalam kulit. Tinjauan Teoritis Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% dari berat badan. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh. Agar obat dapat berpenetrasi ke dalam kulit, terdapat dua tahap mekanisme, yaitu mula-mula obat harus dapat lepas dari basisnya secara difusi pasif dan menuju ke permukaan kulit, lalu berpartisi melalui lapisan-lapisan kulit untuk mencapai tempat aksinya.
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Pada kulit kering kosmetika pelembab dapat mengurangi penguapan kulit dengan cara menutupinya. Kosmetik pelembab berisi minyak nabati atau minyak hewani terkadang bersifat komedogenik. Minyak pengganti ini tidak dapat menggantikan peran minyak alamiah yang keluar dari kelenjar palit secara keseluruhan, namun sedikit banyak dapat membantu proteksi fisik dan pelembut kulit. Kosmetika pelembab umumnya tidak diperlukan jika minyak pada wajah dirasa masih mencukupi kebutuhan kelembaban kulit (Wasitaatmadja, 1997). Zat aktif yang dapat digunakan sebagai pelembab kulit salah satunya adalah asam glikolat. Asam glikolat merupakan keluarga dari asam alfa hidroksi (AAH). Mekanisme kerja dari asam glikolat belum sepenuhnya diketahui, tetapi tampaknya mempunyai efek yang unik dan spesifik terhadap lapisan epidermis dan dermis (E.J., et al., 1996). Pada konsentrasi rendah AAH mengatur pembentukan stratum korneum baru dengan mengurangi kohesi seluler antar keratinosit (diskohesi keratinosit) sehingga sel mudah terlepas dan mengurangi ketebalan stratum korneum. Asam glikolat juga bersifat humektan atau mengikat air (Lynde, 2001). Daya penetrasi suatu zat aktif melewati stratum korneum dapat diukur secara in vitro menggunakan sel statis dan sel yang melalui aliran. Salah satu desain uji daya penetrasi statis adalah sel difusi Franz (Bosman et al., 1996). Uji penetrasi kulit secara in vitro berhubungan dengan mengukur kecepatan dan jumlah komponen yang menembus Selanjutnya diukur senyawa-senyawa yang lewat dari permukaan epidermis ke tempat cairan reseptor. Banyaknya penetrasi zat kimia dalam konsentrasi tertentu dapat ditentukan dengan menggunakan satu atau lebih teknik analisis kimia atau fisika (Lachman et al., 2008). Asam glikolat dapat dianalisis secara kuantitatif menggunakan metode sederhana titrasi asam basa. Namun, metode analisis ini memiliki spesifisitas yang rendah karena adanya gangguan zat lain seperti formaldehid, amonium, serta ion-ion nitrat dan beberapa substansi lainnya yang mungkin terdapat dalam sampel uji (NICNAS, 2000). Maka dibutuhkan metode lain yang sifatnya lebih akurat, yaitu menggunakan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). sampel adalah metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Dari hasil uji literatur didapatkan beberapa metode KCKT yang memungkinkan untuk digunakan dalam penelitian ini. Metode yang pertama menggunakan kolom C18 (Capcell PAK UG120 S-5 µm 4.6 x 250 mm) dengan asam fosfat 2% (pH 2.0) sebagai fase gerak yang dideteksi menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 210 nm (Huang, 2001).
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Selain itu terdapat pula sistem KCKT lain yang telah divalidasi untuk menganalisis asam glikolat yakni menggunakan kolom Ultrasphere ODS dengan deteksi UV pada panjang gelombang 210 nm serta fase gerak berupa campuran metanol-dapar fosfat (2:98 v/v) yang mengandung tetrabutillamonium iodida (Scalia, 1997).
Metode Penelitian Alat Sel difusi Franz dengan luas area difusi 1,5386 cm2 dan volume kompartemen 13 mL (Bengkel Gelas ITB, Indonesia), KCKT LC-Solution detektor UV (Shimadzu, Jepang), kolom C-18 Kromasil, syringe, homogenizer Multimix CKL (Omni-Multimix Inc., Malaysia), pH meter Eutech 510 (Eutech Instrument, Singapura), viskometer Brookfield tipe HAT dan spindel tipe HA (Brookfield Engineering Laboratories Inc., Amerika), timbangan analitik Adam AFA 210-LC (Adam, Amerika Serikat), penetrometer Herz 009 (Humboldt Mfg Co., Jerman), mikroskop optik Nikon Eclipse E-200 (Nikon Instrument Inc., Amerika Serikat), alat sentrifugasi Kubota 5100 (Kubota corp., Jepang), pengaduk magnetik (USA), oven (Memmert, Jerman), lemari pendingin (Toshiba, Jepang), penangas air, gunting, silet Gillet Goal (The Gillete Company, Jerman) dan alat-alat gelas (Schott Duran, Jerman). Bahan Asam glikolat (Indonesia), asam stearat (Indonesia), gliseril monostearat (Indonesia), adeps lanae (Indonesia), setil alkohol (Indonesia), propilen glikol (Indonesia), trietanolamin (Indonesia), karbomer (Indonesia), metil paraben (Indonesia), propil paraben (Indonesia), asam fosfat (Indonesia), aquabidestilata (Indonesia), kalium dihidrogenfosfat (Indonesia), natrium hidroksida (Indonesia), tikus betina galur Sprague-Dawley berumur 2-3 bulan (Institut Pertanian Bogor, Indonesia). Pembuatan Krim O/W Bahan fase minyak dari sediaan yaitu asam stearat dan gliseril monostearat dicampurkan dalam cawan porselen lalu dipanaskan menggunakan waterbath pada suhu 70ºC hingga melebur sempurna. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam propilen glikol, lalu dicampur
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
dengan trietanolamin, air dan asam glikolat. Fase minyak dan fase air yang telah siap kemudian dihomogenkan dengan alat homogenizer pada suhu 40ºC dengan kecepatan 1200 rpm selama ±15 menit. Setelah homogen, krim didinginkan pada suhu kamar. Pembuatan Krim W/O Setil alkohol, gliseril monostearat, adeps lanae, dan asam stearat dicampurkan dalam cawan porselen dan dipanaskan di atas waterbath pada suhu 70ºC hingga melebur sempurna. Larutkan metil paraben, propil paraben dalam propilen glikol lalu dicampur dengan trietanolamin, air dan asam glikolat. Fase air dimasukkan ke dalam fase minyak lalu diaduk dengan alat homogenizer dengan kecepatan 3000 rpm selama ±15 menit. Setelah homogen, krim didinginkan pada suhu kamar. Pembuatan Gel Asam glikolat terlebih dahulu dilarutkan dalam total air yang akan digunakan kemudian pH diatur menggunakan trietanolamin hingga terbentuk pH sekitar 6. Karbomer kemudian didispersikan pada larutan tersebut hingga terbentuk basis gel. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam propilen glikol kemudian larutan tersebut di homogenasi bersama gel karbomer yang telah mengandung zat aktif menggunakan homogenizer selama ±15 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Evaluasi Sediaan Pengamatan organoleptis, pemeriksaan homogenitas serta pengukuran pH sediaan dilakukan selama 12 minggu setiap 2 minggu sekali. Pengukuran diameter globul rata-rata silakukan setiap 4 minggu selama 12 minggu. Kemudian dilakukan pengukuran viskositas dan pemeriksaan konsistensi pada minggu ke-0 dan minggu ke-12. Uji stabilita Dilakukan cycling test dimana sampel disimpan pada suhu 4ºC selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven bersuhu 40±2oC selama 24 jam (satu siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus kemudian diamati adanya pemisahan fase. Selain itu sampel juga disimpan pada suhu kamar (28±2ºC), suhu rendah (4±2ºC), dan suhu tinggi (40±2ºC) selama 12 minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, homogenitas), pengukuran pH serta
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
pengukuran diameter globul (Djajadisastra, 2003). Kemudian pada minggu ke-0 Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan putaran 3750 rpm selama 5 jam lalu diamati jika terjadi pemisahan atau tidak antara fase air dengan fase minyak. Uji Penetrasi secara in vitro Uji penetrasi asam glikolat menggunakan sel difusi Franz dengan luas area difusi tertentu. Tikus pada bagian abdomen dicukur bulunya dengan hati-hati menggunakan pisau cukur, lalu disayat dan lapisan subkutannya dihilangkan sehingga diperoleh membran dengan ketebalan ±0,6 mm. Kompartemen reseptor sel difusi Franz diisi dengan dapar pH 7,4 sebanyak ±13 ml kemudian kulit tikus diletakkan di antara kompartemen donor dan reseptor dengan posisi stratum korneum menghadap ke atas. Dapar fosfat pH 7,4 pada kompartemen reseptor diaduk menggunakan stirer magnetik dengan kecepatan yang konstan untuk setiap kali percobaan. Temperatur sistem difusi dijaga suhunya sekitar 32±0,5ºC dengan cara mengalirkan air bersuhu 32ºC dari thermostatic waterbath menuju water jacket pada sel difusi Franz. Sediaan uji sebanyak ±1 gram diaplikasikan pada permukaan kulit. Kemudian pada menit ke-10, 30, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 420 dan 480 diambil sampel sebanyak 0,5 ml dari kompartemen reseptor menggunakan syringe dan sejumlah volume yang terambil harus segera digantikan dengan dapar fosfat pH 7,4 sejumlah volume yang sama. Setelah itu sampel 0,5 ml dimasukkan ke labu ukur 1,0 ml, di adkan dengan dapar fosfat pH 7,4 hingga batas. Sampel diukur kadarnya dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi analisis yaitu menggunakan kolom C18, fase gerak asam fosfat pH 2, laju alir 0,4 ml/menit, dan panjang gelombang detektor UV 210 nm. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali. Jumlah kumulatif asam glikolat yang terpenetrasi per luas area difusi (µg/cm2) dihitung dengan rumus: !=
!".!! !!! !!! !.! !
(1)
Kemudian dilakukan perhitungan fluks obat berdasarkan hukum Fick I: ! =
!
(2)
! ! !
Selanjutnya dibuat grafik jumlah kumulatif asam glikolat yang terpenetrasi (µg) per luas area difusi (cm2) terhadap waktu (jam) dan grafik fluks (µg/cm2.jam) terhadap waktu (jam).
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Hasil dan Pembahasan Pembuatan Krim O/W Didapatkan krim dengan pH sebesar 5,97 dengan organoleptis memiliki warna putih, berupa krim yang kaku dan homogen. Pembuatan Krim W/O Sediaan krim W/O skala kecil yang baru selesai diformulasi memiliki pH sebesar 4,76 dengan organoleptis warna putih, krim dengan konsistensi yang kaku dan homogen. Pembuatan Gel Sediaan gel yang baru selesai diformulasi memiliki pH 5,9 dengan organoleptis berupa gel yang agak berkabut (tidak transparan), tidak berbau, agak encer namun dapat diaplikasikan dengan baik pada kulit. Evaluasi dan Stabilitas Fisik Sediaan Pengamatan organoleptis menunjukkan krim O/W dan gel dari pengamatan di minggu ke-2 hingga minggu ke-12 tidak terjadi perubahan warna, bau maupun penampilan pada penyimpanan berbagai suhu. Sediaan krim W/O menunjukkan bahwa pada penyimpanan suhu rendah (4±2o C) selama 12 minggu, krim W/O tidak menunjukkan perubahan baik warna, bau maupun penampilan. Namun, pada penyimpanan suhu kamar (28±2o C), mulai pengamatan di minggu ke6 hingga ke-12, serta pada penyimpanan suhu tinggi (40±2o C), di minggu ke-4 hingga ke-12 sediaan menunjukkan perubahan bau dimana tercium khas bau lemak yang berasal dari adeps lanae. Hal ini dapat disebabkan karena ketiadaan zat antioksidan yang peneliti gunakan dalam sediaan sehingga adeps lanae, yang jumlahnya cukup banyak dalam formulasi, sedikit demi sedikit teroksidasi menimbulkan bau yang khas.
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Gambar 1. Pengamatan Organoleptis pada minggu ke-0
Dari hasil 12 minggu penyimpanan di berbagai suhu, ketiga sediaan menunjukkan bahwa pH berubah di tiap pemeriksaan, namun perubahan ini tidak fluktuatif. Ditunjukkan bahwa pH seluruh sediaan pada berbagai penyimpanan umumnya mengalami penurunan di setiap titik pengukuran pH pada interval waktu yang sama. Hal ini diduga terjadi karena adanya pelepasan ion hidrogen yang terdapat pada sediaan akibat adanya penguraian komponen air dalam sediaan yang disebabkan oleh kondisi penyimpanan.
Gambar 2. Diagram perbandingan pH sediaan pada penyimpanan suhu rendah (4± 2o C) (a); suhu kamar (28± 2o C) (b); suhu tinggi (40± 2o C) (c)
Dari hasil pengukuran diameter globul,baik pada sediaan krim O/W maupun krim W/O ditemukan bahwa ukuran globul mengalami perubahan berupa kenaikan ukuran globul di setiap 4
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
minggu pemeriksaan. Namun perubahan ukuran ini tidak terlalu signifikan. Pada minggu ke-12, yaitu akhir pengamatan, ukuran diameter globul terbesar ditunjukkan oleh sediaan krim O/W pada penyimpanan suhu tinggi. Peningkatan ukuran globul ini terjadi karena adanya penggabungan dua atau lebih globul (flokulasi), semakin tinggi suhu maka kemampuan untuk memindahkan suatu molekul dari cairan akan semakin besar sehingga globul dari fase minyak maupun fase air akan berusaha untuk bergabung dengan fase sejenis. Tabel 1. Data ukuran diameter globul pada berbagai suhu penyimpanan
Sediaan
Krim O/W
Krim W/O
Suhu
Diameter Globul Rata-Rata minggu ke- (µm)
Penyimpanan
0
4
8
12
Rendah
0,84
0,86
0,87
0,9
Kamar
0,84
0,85
0,86
0,88
Tinggi
0,84
0,88
0,94
0,97
Rendah
0,57
0,57
0,59
0,61
Kamar
0,57
0,58
0,59
0,63
Tinggi
0,57
0,59
0,62
0,7
Dari hasil pengukuran viskositas menggunakan spindel 5 dengan kecepatan putaran 20 rpm, nilai viskositas sediaan krim O/W, krim W/O dan gel berturut-turut adalah 22200, 19200, dan 7400 cps. Sediaan krim W/O memiliki viskositas yang paling besar dikarenakan adanya komponen yang dapat meningkatkan konsistensi dari sediaan, misalnya setil alkohol serta adeps lanae, sehingga krim W/O menjadi lebih besar nilai viskositasnya dibandingkan krim O/W dan gel. selama penyimpanan selama 12 minggu, ketiga sediaan baik krim O/W, krim W/O maupun gel, nilai viskositasnya meningkat dibandingkan pengukuran di minggu ke-0. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang baru selesai dibuat susunan struktur dari polimer basisnya agak renggang dikarenakan adanya tekanan geser dari pengaduk yang digunakan, hal ini menyebabkan sediaan menjadi encer ketika baru dibuat. Penyimpanan terhadap sediaan akan mengembalikan struktur dari polimer tersebut sehingga sediaan yang telah disimpan untuk beberapa saat akan menjadi lebih kental. Dari pengukuran viskositas, dapat ditentukan sifat aliran suatu sediaan. Rheogram
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
yang didapatkan dari plot tekanan geser terhadap kecepatan geser menunjukkan bahwa baik sediaan krim O/W, krim W/O maupun gel memiliki sifat aliran plastis.
Gambar 3. Rheogram viskositas sediaan pada minggu ke-12 penyimpanan suhu kamar (28±2oC)
Hasil pengukuran konsistensi dari sediaan krim O/W, krim W/O dan gel pada suhu kamar menunjukkan bahwa angka penetrasi yang paling tinggi adalah pada sediaan gel. Sementara angka penetrasi yang paling rendah ditunjukkan oleh sediaan krim W/O. Hal ini berbanding lurus dengan hasil pengukuran viskositas dimana sediaan yang lebih kental, yaitu krim W/O, akan semakin sukar untuk ditembus oleh kerucut sehingga jarak tempuhnya semakin kecil. Peningkatan viskositas sediaan akan meningkatkan konsistensi sediaan sehingga menurunkan angka kedalaman penetrasinya. Begitu pula sebaliknya, dimana penurunan konsistensi sediaan akan meningkatkan angka kedalaman penetrasinya. Hal ini ditunjukkan baik oleh krim O/W, krim W/O maupun gel dimana viskositasnya meningkat pada minggu ke-12 dan angka kedalaman penetrasinya menurun seiring dengan peningkatan viskositas tersebut.
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Tabel 2. Data pengukuran konsistensi sediaan Penetrasi (1/10 mm)
Sediaan
Minggu ke-0
Minggu ke-12
Krim O/W
368
350
Krim W/O
340
317
Gel
400
395
Dari hasil uji stabilitas mekanik dengan sentrifugasi serta stabilitas menggunakan cycling test didapatkan bahwa baik krim o/w, krim w/o maupun gel bersifat stabil secara organoleptis dan tidak mengalami pemisahan antar fase.
Gambar 4. Sediaan sesudah uji stabilitas mekanik (atas) dan cycling test (bawah)
Uji Penetrasi Asam Glikolat Parameter yang didapat dari hasil uji penetrasi secara in vitro adalah jumlah kumulatif zat aktif yang terpenetrasi serta laju penetrasi atau fluks. Hasil uji penetrasi menunjukkan jumlah asam glikolat yang terpenetrasi selama 8 jam secara berurutan dari yang terbanyak adalah gel > krim W/O > krim O/W dengan nilai 5939,65 ± 6,96 µg/cm2, 5129,83 ± 6,84 µg/cm2 dan 2870,87±0,86µg/cm2. Begitu pula fluks pada jam ke-8 yang dihasilkan menunjukkan bahwa fluks
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
terbesar di jam tersebut secara berurutan adalah gel > krim W/O > krim O/W dengan nilai fluks 742,46 ± 0,87 µg/cm2.jam, 641,23 ± 0,85 µg/cm2.jam dan 358,86 ± 0,11 µg/cm2.jam.
Gambar 3. Grafik Jumlah Kumulatif Asam Glikolat dalam Sediaan Krim O/W (a), Krim W/O (b), Gel (c) terhadap waktu (jam)
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Gambar 4. Grafik Fluks Asam Glikolat dalam sediaan Krim O/W (a), Krim W/O (b), Gel (c)
Gambar 5. Fluks Asam Glikolat Total
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Dari hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa asam glikolat terpenetrasi paling besar pada sediaan gel. Sediaan gel hanya memiliki satu fase yaitu fase air sehingga konsentrasi air yang mendominasi sediaan dapat menghidrasi stratum korneum dan kulit menjadi lebih permeabel sehingga penetrasi asam glikolat akan semakin baik. Selanjutnya asam glikolat terpenetrasi secara berurutan mulai dari krim W/O kemudian penetrasi terkecil dari sediaan krim O/W. Secara teoritis, krim O/W akan lebih meningkatkan penetrasi asam glikolat karena dominasi airnya lebih banyak pada sediaan krim O/W. Namun pada penelitian ini ditunjukkan sebaliknya. Hal ini dapat disebabkan oleh pH sediaan krim W/O yang lebih asam dibandingkan krim O/W. pH sediaan yang lebih asam berperan penting dalam membantu meningkatkan laju penetrasi dari asam glikolat (Hood, 1999). Dari hasil penetrasi ketiga sediaan, selama uji penetrasi 8 jam kondisi steady state ditunjukkan pada sediaan gel dan sediaan krim O/W. Sedangkan pada krim W/O jumlah kumulatif dan fluks masih belum tercapai linieritas yang baik seperti pada gel dan krim O/W. Hal ini menunjukkan bahwa pada krim W/O tahanan asam glikolat untuk lepas dari sediaan yang didominasi oleh minyak lebih besar sehingga laju fluksnya kurang baik.
Kesimpulan Hasil uji penetrasi in vitro menggunakan sel difusi Franz yang dilakukan menunjukkan bahwa asam glikolat terpenetrasi paling besar pada gel dengan besar kumulatif asam glikolat yaitu 5939,65 ± 6,96 µg/cm2 dan fluks pada jam ke-8 sebesar 742,46 ± 0,87 µg/cm2.jam kemudian diikuti dengan krim W/O dengan besar kumulatif 5129,83 ± 6,84 µg/cm2 dan fluks pada jam ke-8 sebesar 641,23 ± 0,86 µg/cm2.jam. Hasil penetrasi terkecil ditunjukkan oleh sediaan krim O/W dengan besar kumulatif asam glikolat terpenetrasi yaitu 2870,87 ± 0,86 µg/cm2 dan fluks pada jam ke-8 sebesar 358,86 ± 0,11 µg/cm2.
Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini adalah perlu dilakukan uji klinis terhadap manusia tentang aktivitas asam glikolat sebagai pelembab kulit pada berbagai
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
sediaan untuk didapatkan hasil yang lebih valid mengenai jenis sediaan apa yang dapat menghantarkan asam glikolat terpenetrasi dengan baik melewati stratum korneum. Daftar Referensi Hood, H.L., Kraeling, M. E. K., Robl, M. G., Bronaugh, R. L. (1999). The Effects of an Alpha Hydroxy Acid (Glycolic Acid) on Hairless Guinea Pig Skin Permeability. Food and Chemical Toxicology, Vol. 37, 1105-1111. Lynde, C.W. (2001). Moisturizer: What They Are And How They Work. Diakses pada tanggal 5 Januari 2014. http://www.skintherapyletter.com/2001/6.13/2.html E.J., Van Scott. R.J., Yu. (1996). Bioavailability of alpha hydroxy acids topical formulation. Cosmetic Dermatology, 1-5 Wasitaatmaja, Syarif M. (1997). Penuntun ilmu kosmetik medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 3-10, 11-15, 22-25, 64, 70-71, 111-116 NICNAS (National Industrial Chemicals Notification and Assessment Scheme). (2000). Glycolic Acid : Priority Existing Chemical Assessment Report No. 12. Australia : Commonwealth of Australia, 13-14 Huang, We-Sheng. Lin, Cheng-Chin. Huang, Ming-Chuan. Wen, Kuo-Ching. (2002). Determination of α-Hydroxyacids in Cosmetics. Journal of Food and Drug Analysis, Vol. 10 No. 2, 95-100 Scalia, Santo. Callegari, Rosella. Villani, Slvia. (1997). Determination of glycolic acid in cosmetic products by solid-phase extraction and reversed-phase ion-pair high-performance liquid chromatography. Journal of Chromatography A, Vol 795, 219-225. Bosman, I., Lawant, A., Avegaart, S., Ensing, K., & Zeeuw, R. d. (1996). A Novel Diffusion Cell for in vitro Transdermal Permeation, Compatible with Automated Dynamic Sampling. J Pharm Biomed Anal , 1015-1023
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Johnson, Anthony W. (2002). Hydroxyacids. Cosmetic Science and Technology Series Volume 25 : Skin Moisturization. USA: Marcel Dekker, Inc., 323 Johnson, Anthony W. (2002). The Skin Moisturizer Marketplace. Cosmetic Science and Technology Series Volume 25 : Skin Moisturization. USA: Marcel Dekker, Inc., 1-30
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014
Uji penetrasi…, Virrisya, FF UI, 2014