NJBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikrokontroler AVR Atmega8535 Mikrokontroler dapat dianalogikan sebagai sebuah sistem komputer yang dikemas dalam sebuah chip. Artinya bahwa dalam sebua IC mikrokontroler terdapat kebutuhan minimal agar mikroprosesor dapat bekerja, yaitu meliputi mikroprosesor, ROM, RAM, I/O, dan clock seperti halnya yang dimiliki sebuah computer. Dikarenakan kemasan yang hanya berupa sebuah chip dengan ukuran yang relative kecil sehingga kemampuan dan spesifikasi yang dimiiki oleh mikrokontroler lebih rendah dari sistem computer PC. Namun kelebihan yang dimiliki yaitu dengan bentuknya yang relative kecil sehingga menjadi lebih fleksibel dan praktis. Selain itu kemampuan eksekusi yang lebih tinggi menadi alasan bagi banyak orang untuk beralih dan lebih memilih menggunakan mikrokontroler jenis AVR daripada mikrokontroler terdahulunya yaitu keluarga MCS-51.
2.1.1
Struktur ATmega8535 Untuk lebih jelasnya mengenai arsitektur mikrokontroler keluarga
ATMega
dapat dilihat pada gambar dibawah ini, yang secara khusus
memperlihatkan diagram blok fungsional dari mikrokontroler seri ATMega8535.
DEDE NANA S, 2011
6
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
8
Gambar 2.1 Diagram Blok Fungsional ATMega8535 (sumber: www.atmel.com/dyn/resources/prod_documents/doc2502.pdf) Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa ATMega8535 memiliki bagianbagian sebagai berikut : a. Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A (delapan saluran I/O), Port B (delapan saluran I/O), Port C (delapan saluran I/O), Port D (delapan saluran I/O). b. ADC 10 Bit sebanyak 8 saluran DEDE NANA S, 2011
7
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c. Tiga buah Timer/counter dengan kemampuan pembanding d. CPU yang terdiri atas 32 register e. Watchdog Timer dengan osilator internal f. SRAM sebesar 512 Bytes g. Memori flash sebesar 8 KB dengan kemampuan Read While Write h. Unit interupsi internal dan eksternal i. Port antarmuka SPI j. EEPROM sebeasar 512 Bytes yang dapat diprogram saat operasi k. Antarmuka komparator anlaog l. Port USART unruk komunikasi serial dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps
2.1.2
Karakteristik Kelistrikan ATMega8535 Dengan melihat karakteristik kelistrikan yang dimiliki oleh komponen
maka akan dapat diketahui berapa arus dan tegangan serta parameter kelistrikan lainya, seperti ; daya yang diizinkan. Tabel 2.1 Karakteristik Kelistrikan ATMega8535
DEDE NANA S, 2011
8
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(sumber: www.atmel.com/dyn/resources/prod_documents/doc2502.pdf) Catatan : a. “Max ” berarti nilai paling tinggi dimana pin dijamin untuk dibaca sebagai rendah. b. “Min ” berarti nilai paling rendah dimana pin dijamin untuk dibaca sebagai tinggi. c. Meskipun masing-masing I/O Port dapat menjadi sink lebih dari kondisi test (20mA pada VCC = 5V, 10mA pada VCC = 3V) di bawah keadaan stabil (non-transient), Tetapi harus diperhatikan : 1) penjumlahan dari semua IOL, bagi seluruh Port, tidak boleh melebihi 200 mA. 2) penjumlahan dari semua IOL, untuk A0 A7 Port, tidak boleh melebihi 100 mA. 3) penjumlahan dari semua IOL, untuk B0 B7 Port,C0 C7, D0 D7 dan XTAL2, tidak boleh melebihi 100 mA.
DEDE NANA S, 2011
9
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
d.
Walau masing-masing I/O Port dapat menjadi source lebih dari kondisi test (20mA pada VCC = 5V, 10mA pada VCC = 3V) di bawah keadaan stabil (non-transient), Tetapi harus diperhatikan: 1) penjumlahan dari semua IOH, bagi seluruh Port, tidak boleh melebihi 200 mA. 2) penjumlahan dari semua IOH, untuk A0 A7 Port, tidak boleh melebihi 100 mA. 3) penjumlahan dari semua IOH, untuk B0 B7 Port,C0 C7, D0 D7 dan XTAL2, tidak boleh melebihi 100 mA.
e.
2.1.3
Minimum VCC untuk Power-down adalah 2.5V.
Konfigurasi pin ATMega8535 Konfigurasi pin ATMega8535 dapat dilihat pada gambar 2.23, dari gambar
tersebut dapat dijelaskan secara fungsional konfigurasi pin ATMega8535 sebagai berikut : a. VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan catudaya b. GND merupakan pin Ground c. Port A (PA0..PA7) merupakan Pin I/O dua arah dan pin masukan ADC d. Port B(PB0..PB7) merupakan Pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu komparator analog, Timer/Counter, dan SPI e. Port C (PC0..PC7) merupakan Pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu TWI, dan timer oscillator
DEDE NANA S, 2011
10
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
f. Port D (PD0..PD7) merupakan Pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus yaitu, interupsi eksternal, dan komunikasi serial. g. RESET merupakn Pin yang digunakan untuk mereset microcontroller h. X-TAL 1 dan XTAL 2 merupakan Pin masukan clock external i. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk AVCC j. AREF merupakan pin masukan referensi tegangan ADC Gambar dibawah ini memperlihatkan konfigurasi pin dari mikrokontroler seri ATMega8535.
Gambar 2.2 Konfigurasi Pin ATMega8535 (sumber: www.atmel.com/dyn/resources/prod_documents/doc2502.pdf)
DEDE NANA S, 2011
11
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2.2 Transistor Didalam pemakaiannya transistor dipakai sebagai komponen saklar (switching) dengan memanfaatkan daerah penjenuhan (saturasi) dan daerah penyumbatan (cut off) yang ada pada karakteristik transistor. Pada daerah penjenuhan nilai resistansi kolektor emiter secara ideal sama dengan nol atau kolektor dan emiter terhubung langsung (short). Keadaan ini menyebabkan tegangan kolektor emiter (VCE) = 0 Volt pada keadaan ideal, tetapi pada kenyataannya VCE bernilai 0 sampai 0,3 Volt. Dengan menganalogikan transistor sebagai saklar, transistor tersebut dalam keadaan on seperti pada gambar 2.3 Vcc
Vcc IC
R
RB VB
Saklar On VCE
IB
VBE
Gambar 2.3 Transistor Sebagai Saklar ON Saturasi pada transistor terjadi apabila arus pada kolektor menjadi maksimum dan untuk mencari besar arus basis agar transistor saturi adalah : I max
Vcc Rc ................................................................. (2.1)
hfe . I B
IB
Vcc Rc ............................................................. (2.2)
Vcc hfe . Rc ................................................................ (2.3)
DEDE NANA S, 2011
12
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Hubungan antara tegangan basis (VB) dan arus basis (IB) adalah : IB
VB VBE ............................................................ (2.4) RB
Gambar 2.4 dibawah ini menunjukkan apa yang dimaksud dengan VCE (sat) adalah harga VCE pada beberapa titik dibawah knee dengan posisi tepatnya ditentukan pada lembar data. Biasanya VCE (sat) hanya beberapa perpuluhan volt, walaupun pada arus kolektor sangat besar bisa melebihi 1 volt. Bagian dibawah knee pada gambar 2.4 dikenal sebagai daerah saturasi.
IC Penjenuhan (saturation)
IB > IB (sat) IB = IB (sat)
Vcc Rc
IB
Titik Sumbat (Cut off)
IB = 0 VCE
Gambar 2.4. Karakteristik Daerah Saturasi pada Transistor Pada daerah penyumbatan, nilai resistansi persambungan kolektor-emiter secara ideal sama dengan tak terhitung atau terminal kolektor dan emiter terbuka (open). Keadaan ini menyebabkan tegangan (VCE) sama dengan tegangan sumber (Vcc). Tetapi pada kenyataannya Vcc pada saat ini kurang dari Vcc karena terdapat arus bocor dari kolektor ke emiter. Dengan menganalogikan transistor sebagai saklar, transistor tersebut dalam keadaan off seperti gambar dibawah ini.
DEDE NANA S, 2011
13
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Vcc
Vcc IC
R
RB VB
Saklar Off
VCE IB
VBE
Gambar 2.5 Transistor Sebagai Saklar OFF Keadaan penyumbatan terjadi apabila besar tegangan habis (VB) sama dengan tegangan kerja transistor (VBE) sehingga arus basis (IB) = 0 maka :
IB
IC ..................................................................... (2.5) hfe
IC = IB . hfe ................................................................. (2.6) IC = 0 . hfe ................................................................. (2.7) IC = 0 ......................................................................... (2.8) Hal ini menyebabkan VCE sama dengan Vcc: Vcc = Vc + VCE .................................................................................... (2.9) VCE = Vcc – (Ic . Rc)................................................. (2.10) VCE = Vcc .................................................................. (2.11)
2.3 Keypad 4x4 Salah satu input yang sering digunakan adalah keypad. Salah satunya yaitu keypad matriks. Keypad ini tersedia banyak dipasaran dengan harga yang relatif terjangkau.
DEDE NANA S, 2011
14
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.6 Bentuk Fisik Keypad 4x4 (sumber : www.google.com )
Gambar 2.7 Rangkaian Skematik Keypad 4x4 (sumber : www.google.com ) Gambar diatas adalah gambar perangkat keras keypad dan rangkaian schematiknya. Pada gambar tersebut terdapat 3 jenis keypad matriks 4x4, antara lain : a.
Keypad Matriks 4x4 Push Button
DEDE NANA S, 2011
15
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b.
Keypad Matriks 4x4 Flat
c.
Keypad Matriks 4x4 dengan micro switch (buatan)kolom. Ketiga keypad tersebut memiliki rangkaian dasar seperti pada gambar
schematiknya. Dari gambar tersebut tampak bahwa sebenarnya keypad adalah saklar-saklar yang dirancang sedemikian rupa dengan konsep matriks sehingga dengan penekanan tombol tertentu akan menghubungkan kolom tertentu dengan baris tertentu. Misal: a. Saat menekan tombol SW2 berarti menghubungkan Col2 dengan Row1 b. Saat menekan tombol SW6 berarti menghubungkan Col 2 dengan Row 2 c. Saat menekan tombol SW15 berarti menghubungkan Col 3 dengan Row 4 d. Saat menekan tombol SW16 berarti menghubungkan Col 4 dengan Row 4 e. Dst
2.4 LCD LCD liquid cell display merupakan suatu alat yang dapat menampilkan karakter ASCI sehingga kita bisa menampilkan campuran huruf dan angka sekaligus. LCD didalamnya terdapat sebuah mikroprosesor yang mengendalikan tampilan, kita hanya perlu membuat program untuk berkomunikasi. Ukuran lcd ada berbagai macam seperti lcd 16 x 2 ada 16 colom dan 2 baris lcd 16 x 4 ada 16 colom dan 4 baris perbedaanya terletak pada alamat menaruh karakter saja. karakter yang ditampilkan oleh LCD beraneka ragam tergangtung dari jenis lcd tersebut.
DEDE NANA S, 2011
16
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.8 Bentuk LCD
2.5 Sensor Putaran (Rotary encoder) Rotary encoder adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb. Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubanglubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu phototransistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu
DEDE NANA S, 2011
17
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pulsa gelombang persegi. Gambar 2.8 menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut.
Gambar 2.9 Blok Penyusun Rotary encoder ( sumber : http://konversi.wordpress.com) Rangkaian penghasil pulsa (Gambar 2) yang digunakan umumnya memiliki output yang berubah dari +5V menjadi 0.5V ketika cahaya diblok oleh piringan dan ketika diteruskan ke photo-transistor. Karena divais ini umumnya bekerja dekat dengan motor DC maka banyak noise yang timbul sehingga biasanya output akan dimasukkan ke low-pass filter dahulu. Apabila low-pass filter digunakan, frekuensi cut-off yang dipakai umumnya ditentukan oleh jumlah slot yang ada pada piringan dan seberapa cepat piringan tersebut berputar Terdapat dua jenis rotary encoder yang digunakan, Absolute rotary encoder dan Incremental rotary encoder.
DEDE NANA S, 2011
18
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.10 Rangkaian Tipikal Penghasil Pulsa Pada Rotary encoder ( sumber : http://konversi.wordpress.com) 2.5.1
Absolute Rotary encoder Absolute encoder menggunakan piringan dan sinyal optik yang diatur
sedemikian sehingga dapat menghasilkan kode digital untuk menyatakan sejumlah posisi tertentu dari poros yang dihubungkan padanya. Piringan yang digunakan untuk Absolut Encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang dimulai dari bagian tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah segmennya selalu dua kali jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di bagian paling dalam memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap, cincin kedua memiliki dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan seterusnya hingga cincin terluar. Sebagai contoh apabila Absolut Encoder memiliki 16 cincin konsentris maka cincin terluarnya akan memiliki 32767 segmen. Gambar 3 menunjukkan pola cincin pada piringan Absolut Encoder yang memiliki 16 cincin.
DEDE NANA S, 2011
19
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.11 Contoh Susunan Pola 16 Cincin Konsentris Pada Absolut Encoder ( sumber : http://www.electricly.com)
Karena setiap cincin pada piringan absolute encoder memiliki jumlah segmen kelipatan dua dari cincin sebelumnya, maka susunan ini akan membentuk suatu sistem biner. Untuk menghasilkan sistem biner pada susunan cincin maka diperlukan pasangan LED dan photo-transistor sebanyak jumlah cincin yang ada pada Absolut Encoder tersebut.
Gambar 2.12 Contoh Piringan Dengan 10 Cincin Dan 10 Led – Photo-transistor ( sumber : http://konversi.wordpress.com) Sistem biner yang untuk menginterpretasi posisi yang diberikan oleh absolute encoder dapat menggunakan kode gray atau kode biner biasa, tergantung dari pola cincin yang digunakan. Untuk lebih jelas, kita lihat contoh Absolut Encoder yang hanya tersusun dari 4 buah cincin untuk membentuk kode 4 bit. DEDE NANA S, 2011
20
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Apabila encoder ini dihubungkan pada poros, maka photo-transistor akan mengeluarkan sinyal persegi sesuai dengan susunan cincin yang digunakan. Gambar 2.11 dan 2.12 menunjukkan contoh perbedaan diagram keluaran untuk absolute encoder tipe gray code dan tipe Binary Code.
Gambar 2.13 Contoh Diagram Keluaran Absolut Encoder 4-Bit Tipe Gray Code ( sumber : http://konversi.wordpress.com) Dengan absolute encoder 4-bit ini maka kita akan mendapatkan 16 informasi posisi yang berbeda yang masing-masing dinyatakan dengan kode biner atau kode gray tertentu. Tabel 2.2 menyatakan posisi dan output biner yang bersesuaian untuk Absolut Encoder 4-bit. Dengan membaca output biner yang dihasilkan maka posisi dari poros yang kita ukur dapat kita ketahui untuk diteruskan ke rangkaian pengendali. Semakin banyak bit yang kita pakai maka posisi yang dapat kita peroleh akan semakin banyak.
DEDE NANA S, 2011
21
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.14 Contoh Diagram Keluaran Absolut Encoder 4-Bit Tipe Binary Code ( sumber : http://konversi.wordpress.com)
Tabel 2.2 Output biner dan posisi yang bersesuaian pada absolute encoder 4-bit DESIMAL 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
DEDE NANA S, 2011
RENTANG PUTARAN 0 - 22.5 22.5 – 45 45 - 67.5 67.5 - 90 90 - 112.5 112.5 – 135 135 - 157.5 157.5 - 180 180 - 201.5 202.5 - 225 225 - 247.5 247.5 - 270 270 - 292.5 292.5 - 315 315 - 337.5 337.5 - 360
KODE BINER 0000 0001 0010 0011 0100 0101 0110 0111 1000 1001 1010 1011 1100 1101 1110 1111
22
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
KODE GRAY 0000 0001 0011 0010 0110 0111 0101 0100 1100 1101 1111 1110 1010 1011 1001 1000
2.4.2 Incremental Rotary encoder Incremental encoder terdiri dari dua track atau single track dan dua sensor yang disebut channel A dan B (Gambar 2.13). Ketika poros berputar, deretan pulsa akan muncul di masing-masing channel pada frekuensi yang proporsional dengan kecepatan putar sedangkan hubungan fasa antara channel A dan B menghasilkan arah putaran. Dengan menghitung jumlah pulsa yang terjadi terhadap resolusi piringan maka putaran dapat diukur. Untuk mengetahui arah putaran, dengan mengetahui channel mana yang leading terhadap channel satunya dapat kita tentukan arah putaran yang terjadi karena kedua channel tersebut akan selalu berbeda fasa seperempat putaran (quadrature signal). Seringkali terdapat output channel ketiga, disebut INDEX, yang menghasilkan satu pulsa per putaran berguna untuk menghitung jumlah putaran yang terjadi.
Gambar 2.15 Susunan Piringan Untuk Incremental Encoder ( sumber : http://konversi.wordpress.com) Contoh pola diagram keluaran dari suatu Incremental encoder ditunjukkan pada Gambar 2.14 Resolusi keluaran dari sinyal quadrature A dan B dapat dibuat beberapa macam, yaitu 1X, 2X dan 4X. Resolusi 1X hanya memberikan pulsa tunggal untuk setiap siklus salah satu sinya A atau B, sedangkan resolusi 4X
DEDE NANA S, 2011
23
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
memberikan pulsa setiap transisi pada kedua sinyal A dan B menjadi empat kali resolusi 1X. Arah putaran dapat ditentukan melalui level salah satu sinyal selama transisi terhadap sinyal yang kedua. Pada contoh resolusi 1X, A = arah bawah dengan B = 1 menunjukkan arah putaran searah jarum jam, sebaliknya B = arah bawah dengan A = 1 menunjukkan arah berlawanan jarum jam.
Gambar 2.16 Contoh Pola Keluaran Incremental Encoder
Gambar 2.17 Output Dan Arah Putaran Pada Resolusi Yang Berbeda-Beda ( sumber : http://konversi.wordpress.com)
DEDE NANA S, 2011
24
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2.6 Motor Dc 2.6.1
Prinsip Kerja Motor DC Motor listrik merupakan perangkat elektromagnetis yang mengubah energi
listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat bahan,dll. Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik, fan angin) dan di industri. Motor listrik kadangkala disebut “kuda kerja” nya industri sebab diperkirakan bahwa motormotor menggunakan sekitar 70% beban listrik total di industri. Motor DC memerlukan suplai tegangan yang searah pada kumparan medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Kumparan medan pada motor dc disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan jangkar disebut rotor (bagian yang berputar). Jika terjadi putaran pada kumparan jangkar dalam pada medan magnet, maka akan timbul tegangan (GGL) yang berubah-ubah arah pada setiap setengah putaran, sehingga merupakan tegangan bolak-balik. Prinsip kerja dari arus searah adalah membalik phasa tegangan dari gelombang yang mempunyai nilai positif dengan menggunakan komutator, dengan demikian arus yang berbalik arah dengan kumparan jangkar yang berputar dalam medan magnet. Bentuk motor paling sederhana memiliki kumparan satu lilitan yang bias berputar bebas di antara kutub-kutub magnet permanen.
DEDE NANA S, 2011
25
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.18 Motor DC Sederhana Catu tegangan dc dari baterai menuju ke lilitan melalui sikat yang menyentuh komutator, dua segmen yang terhubung dengan dua ujung lilitan. Kumparan satu lilitan pada gambar di atas disebut angker dinamo. Angker dinamo adalah sebutan untuk komponen yang berputar di antara medan magnet.
2.6.2
GGL Lawan (B/CEMF -Back/Counter Electromotive Force) Saat motor telah berputar, ini berarti jangkar berputar dalam medan
magnet stator, sesuai prinsip Faraday maka pada jangkar akan timbul tegangan induksi. Tegangan yang dihasilkan oleh jangkar ini dikenal sebagai GGL lawan. GGL Lawan akan mengurangi tegangan dari jangkar. Penjelasan proses-proses terjadinya GGL lawan : a.
Kumparan jangkar (terletak antara kutub-kutub magnet) diberi sumber DC.
b.
Pada kumparan jangkar timbul torsi sehingga jangkar berputar arahnya sesuai
c.
dengan hukum kaidah tangan kanan.
DEDE NANA S, 2011
26
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
d.
Jangkar berputar dalam medan magnet sehingga timbul GGL, GGL ini sebenarnya adalah tegangan jangkar Ea yang kita kenal, yang arahnya sesuai dengan kaidah tangan kiri.
e.
Arah GGL induksi berlawanan dengan arah GGL sumber sehingga disebut GGL lawan
f.
GGL balik dipengaruhi oleh kecepatan putar rotor (n) dan besar medan (ф). Kenaikan kecepatan rotor (n) atau kenaikan medan (ф) akan menyebabkan naiknya GGL balik. Sehingga harga GGL lawan (Ea) adalah, Ea = C ф n ........................................................... (2.12) atau Ea = V – Ia Ra ..................................................... (2.13) Dimana : Ea = Tegangan Jangkar atau GGL lawan (Volt) V = Tegangan sumber atau tegangan jepit (Volt) Ia = Arus Jangkar (Ampere) Ra = Tahanan Jangkar (Ohm) C
= Konstanta motor
Ф = Medan Magnet (Gauss) n
= Banyak putaran (rpm)
2.7 Driver Motor Dc Jika kita cermati kaidah tangan (gambar 2.17), dimana telunjuk menunjukkan arah fluks magnet dan jari tengah menunjuk pada arah pergerakan
DEDE NANA S, 2011
27
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
elektron pada konduktor, dan ibu jari akan menunjukkan pergerakan konduktor, jika kita rubah arah arus menjadi berlawanan maka dapat dipastikan pergerakan konduktor yang merupkan arah putar motor akan berlawanan. Jika tegangan motor kita balik maka arah arus pun akan ikut berbalik, karena arah arus mengikuti polaritasnya. Maka dari itu pada driver motor DC biasanya selain untuk menggerakan juga dilengkapi dengan fasilitas pembalik arah putaran (untuk motor yang bekerja dua arah).
2.7.1
Sakelar Konvensional Sakelar konvensional dapat melakukan pemutusan dan penyambungan
arus dengan dikontrol langsung oleh manusia, dalam aplikasi penggerak motor pada dasarnya sakelar berfungsi untuk menyalakan atau mematikan motor motor tersebut (lihat gambar 2.11).
Gambar 2.19 Kontrol on/off Sakelar Konvensional Tetapi dalam aplikasi tertentu motor tidak hanya digunakan dalam satu arah, tetapi dua arah yaitu CW (Clok Wise) atau searah jarum jam dan CCW (Conter Clock Wise) atau berlawanan arah jarum jam.
DEDE NANA S, 2011
28
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sehingga perlu adanya suatu mekanisme yang membuat motor bekerja dalam kedaan on (CW) - off – on (CCW), hal itu dapat kita wujudkan dengan menggunakan sakelar DPDT (Dual Pole Double Throw), untuk lebih jelas perhatikan ilustrasi berikut,
Gambar 2.20 Kontrol on/off dengan Arah Putar Menggunakan Sakelar Konvensional 2.7.2
Kontrol Relay Prinsipnya hampir sama dengan menggunakan sakelar konvensional hanya
saja untuk menggerakanya dapat dibantu menggunakan kontroler sehingga tidak lagi
tersentuh
tangan
manusia,
tetapi
menggunakan
kontroler
seperti
mikroprosesor. Mekanisme kerja yang digunakan adalah seperti sistem digital sehingga hanya mengenal dua keadaan, yaitu ada tegangan (“1”) dan tidak ada tegangan (“0”), agar relay dapat relay dapat dikendalikan oleh sinyal dari TTL atau mikroprosesor maka dalam aplikasinya relay dibantu oleh transistor yang berfungsi sebagai sakelar elektronik, (lihat gambar 2.13)
DEDE NANA S, 2011
29
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.21 Contoh Motor Relay Karena pada dasarnya relay adalah sakelar biasa yang dikendalikan medan magnet, maka untuk mendapatkan kondisi on (CW) - off – on (CCW) untuk motor DC hampir sama seperti pada sakelar konvensional hanya tinggal memberikan sedikit modofikasi seperti dicontohkan pada gambar dibawah.
Gambar 2.22 Contoh Motor Relay dengan Pembalik Arah Putar
DEDE NANA S, 2011
30
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2.7.3
T-Bridge Dinamakan T-Bridge karena konstruksi rangkaianya mirip dengan huruf
“T”, pada dasarnya adalah bertujuan untuk mengendalikan arah putar sekaligus mengontrol on/off dari motor tersebut, T-Bridge menjadi kurang populer karena dalam menggunaanya memerlukan tegangan simetris yaitu positif, negative dan ground sehingga menjadi kurang praktis.
Gambar 2.23 Prinsip Kerja T-Bridge Sehingga dengan demikian tabel kebenaran untuk driver motor jenis T-Bridge adalah,
Tabel 2.2 Tabel kebenaran T-Bridge
DEDE NANA S, 2011
SW1
SW2
Putaran Motor
off
off
Berhenti
off
on
CCW
on
off
CW
on
on
Berhenti
31
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dengan melihat table kebenaran diatas, terlihat jelas bahwa jika kedua sakelar aktif akan menyebabkan terjadinya hubung singkat antara tegangan postif dengan tegangan negative. Sakelar-sakelar diatas dapat diganti menggunakan transistor switching seperti dicontohkan pada gambar 2.16
Gambar 2.24 Contoh aplikasi T-Bridge
2.7.4
H-Bridge Driver jenis ini cukup banyak digunakan, karena dinilai cukup mudah
penggunaanya.
Gambar 2.25 Prinsip Keja H-Bridge
DEDE NANA S, 2011
32
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Prinsip kerjanya cukup sederhana yaitu, jika SW1 aktif dan SW4 aktif maka titik A menjadi positif dan titik B menjadi negative. Jika SW3 dan SW2 yang aktif maka, titik A menjadi negative dan titik B menjadi postif, dengan demikian terjadi pembalikan polaritas yang menyebabkan terjadinya perubahan arah putaran motor, tetapi harus dihindari untuk mengaktifkan SW1 dengan SW2 atau SW3 dengan SW4 secara bersamaan atau mengaktifkan SW1, SW2, SW3, SW4 dalam waktu yang sama karena akan menyebabkan terjadinya hubung singkat antara positif dengan ground, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, Tabel 2.3 Tabel kebenaran H-Bridge SW1 SW2 SW3 SW4 PUTARAN MOTOR on
off
Off
on
CW
off
on
On
off
CCW
off
off
On
on
Berhenti
on
on
Off
off
Berhenti
SW1, SW2, SW3, SW4 pada aplikasinya digantikan dengan komponen semikonduktor seperti transistor. Dan sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2.18,
DEDE NANA S, 2011
33
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.26 Contoh aplikasi H-Bridge
2.8 Pengaturan Kecepatan dengan PWM Pengaturan lebar pulsa modulasi atau PWM merupakan salah satu teknik yang ampuh yang digunakan dalam sistem kendali (control system) saat ini. Pengaturan lebar modulasi dipergunakan di berbagai bidang yang sangat luas, salah satu diantaranya adalah: speed control (kendali kecepatan), power control (kendali sistem tenaga), measurement and communication (pengukuran atau instrumentasi dan telekomunikasi). Modulasi lebar pulas (PWM) dicapai/diperoleh dengan bantuan sebuah gelombang kotak yang mana siklus kerja (duty cycle) gelombang dapat diubahubah untuk mendapatkan sebuah tegangan keluaran yang bervariasi yang merupakan nilai rata-rata dari gelombang tersebut.
DEDE NANA S, 2011
34
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 2.27 Bentuk Pulsa PWM
Ton adalah waktu dimana tegangan keluaran berada pada posisi tinggi (baca: high atau 1) dan, Toff adalah waktu dimana tegangan keluaran berada pada posisi rendah (baca: low atau 0). Anggap Ttotal adalah waktu satu siklus atau penjumlahan antara Ton dengan Toff , biasa dikenal dengan istilah “periode satu gelombang”. 𝑇𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑇𝑜𝑛 + 𝑇𝑜𝑓𝑓……………………………………………..(2.14) Siklus kerja atau duty cycle sebuah gelombang di definisikan sebagai, 𝑇𝑜𝑛
𝑇𝑜𝑛
𝐷 = (𝑇𝑜𝑛 +𝑇𝑜𝑓 𝑓) = 𝑇𝑡𝑜 𝑡𝑎𝑙 ……………….…………………………..(2.15) Tegangan keluaran dapat bervariasi dengan duty-cycle dan dapat dirumusan sebagai berikut, Vout = D x Vm sehingga: 𝑉𝑜𝑢𝑡 =
DEDE NANA S, 2011
𝑇𝑜𝑛 𝑇𝑡𝑜 𝑡𝑎𝑙
𝑥 𝑉𝑚…………………(2.16)
35
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dari rumus diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tegangan keluaran dapat diubah-ubah secara langsung dengan mengubah nilai Ton. Apabila Ton adalah 0, Vout juga akan 0. Apabila Ton adalah Ttotal maka Vout adalah Vin.
DEDE NANA S, 2011
36
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu