Nutrien Kalsium (Ca) Studi kasus: Pengaruh pemaparan kalsium rendah akut terhadap respirasi dan pergerakan Lymnaea stagnalis (L.)*
Oleh:
Nuralim Pasisingi C251120031 PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
___________________________________________________________________________ Pendahuluan Keberadaan kalsium menjadi faktor pembatas utama yang mempengaruhi sebaran organisme akuatik, termasuk moluska. Moluska mengandalkan kalsium untuk pertumbuhan cangkang sehingga keberadaan kalsium dalam perairan sangat menentukan kelangsungan hidupnya. Lingkungan dengan kadar kalsium rendah akan mengakibatkan laju pertumbuhan, kelangsungan hidup dan reproduksi menurun sehingga menyebabkan moluska tersebut mudah dimangsa dan rentan terhadap bahaya. Moluska yang berada pada lingkungan dengan kadar kalsium tinggi mengalami penebalan cangkang sehingga tidak mudah dimangsa oleh predator. Di perairan umum, moluska akan berhadapan dengan kondisi lingkungan dengan kadar kalsium yang berfluktuasi secara alami sepanjang tahun. Penyusun utama cangkang bivalva adalah kalsium karbonat. Bahkan kekuatan struktur cangkang bisa mencapai dua kali kekuatan struktur tulang (Taylor John D & Layman Martin 1990). Beberapa literatur menunjukkan bahwa Lymnaea stagnalis lebih banyak ditemukan di perairan tinggi kalsium (perairan sadah) dibandingkan di perairan rendah kalsium (perairan lunak). Ukuran dan umur Lymnaea stagnalis yang ditemukan pada perairan sadah relatif lebih besar dibandingkan dengan perairan lunak. Bahkan Lymnaea stagnalis secara aktif akan memilih lingkungan dengan kandungan kalsium tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup gastropoda di perairan lunak lebih rendah dibandingkan dengan gastropoda di perairan sadah. Boycott (1936) in Greenaway Peter (1971) menggolongkan Lymnaea stagnalis ke dalam spesies calciphile yang bisa hidup normal di perairan dengan kadar kalsium minimal 0.5 ppm. Pendapat lain menyatakan bahwa Lymnaea stagnalis tergolong spesies calciphile karena kebutuhan kalsium diperoleh 80% berasal dari lingkungan. Pemanfaatan kalsium oleh Lymnaea stagnalis di lingkungan tinggi kalsium terjadi karena adanya gradien elektrokimia antara hemolimpa dan kalsium eksternal. Transport pasif kalsium dari lingkungan dapat berlangsung pada konsentrasi kalsium lingkungan >20 mg/l. Di bawah level tersebut, tidak terjadi perbedaan gradien. Studi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tingkah laku dalam hal ini resprasi dan pergerakan Lymnaea stagnalis terhadap perbedaan level kandungan kalsium lingkungan.
Bahan dan Metode Lymnaea stagnalis dewasa yang digunakan berukuran 25±1 mm, berasal dari stok pembesaran Vrije Universeit-Amsterdam. Satu minggu sebelum percobaan, L. stagnalis dpelihara di akuarium dengan kandungan kalsium 60±5 mg/l. Kemudian dilakukan pengenceran maupun penambahan kalsium sulfat dihidrat pada air sehingga konsentrasi media menjadi 20mg/l dan 80mg/l pada suhu ruang 20±1oC; kepadatan 1 individu/ per liter. Pakan yang diberikan adalah romaine lettuce dengan kadar kalsium 0.36 mg/g. Pengukuran kecepatan gerak dilakukan dengan meletakkan individu L. stagnalis ke dalam cawan petri (diameter 14 cm, kedalaman 2 cm) dengan volume air 200 ml pada masing-masing perlakuan (20mg/l dan 80mg/l Ca2+). Pada dasar cawan petri diberi grid 2x2 cm. Jarak pindah L. stagnalis selama 15 menit diukur dengan cara menghitung jumlah grid yang dilintasi oleh L. stagnalis. Kemudian dihitung kecepatan pergerakannnya dalam satuan mm/s. Jumlah L. stagnalis yang diamati sebanyak 12 individu pada media tinggi Ca2+ (80mg/l) dan 13 individu pada media rendah Ca2+ (20 mg/l). Lymnea stagnalis melakukan respirasi dengan 2 alat pernapasan, yaitu respirasi menggunakan paru-paru dan respirasi menggunakan kulit. Respirasi paru-paru dapat ditentukan dengan membuka pneumostom dan mengamati kontraksi dan relaksasi otot-otot respirasi selama 30 menit. Setiap individu diberi label pada cangakangnya untuk memudahkan identifikasi. Laju respirasi diuji pada media konsentrasi awal (80 mg/l dan 20 mg/l Ca2+ ), kemudian masing-masing individu dipindahkan ke media baru (masing-masing 20 mg/l dan 80 mg/l Ca2+). Data yang diperoleh hanya sebanyak 29 individu untuk perlakuan konsentrasi tinggi ke rendah dan 28 individu untuk perlakuan dari konsentrasi rendah ke tinggi, karena tidak semua L. stagnalis dapat teramati dengan jelas aktifitas kontraksi otot respirasi. Adapun pengukuran konsumsi oksigen respirasi kulit diawali dengan aeasi air pada respiratory chamber selama 20 menit, kemudian dimasukkan individu L. stagnalis. Pengukuran dengan menggunakan Fibox 3 oksigen meter dimulai setelah aklimatisasi selama 10 menit. Pembacaan pengambilan oksigen setiap 15s selama 15 menit (20oC) dianalisis dengan software OxyView. Data yang diperoleh adalah 15 individu untuk masing-masing perlakuan, baik perlakuan media konsentrasi tinggi ke media konsentrasi kalsium rendah maupun perlakuan dari media konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Analisis statistik menggunakan software SPSS 17.0. Kecepatan gerak menggunakan uji-t 2 populasi berpasangan. Sedangkan laju respirasi mengunakan uji ragam 1 arahANOVA. Rata-rata laju konsumsi oksigen individu L. stagnalis juga digunakan untuk membandingkan respirasi kulit antara media dengan konsentrasi kalsium berbeda. Hasil Lymnaea stagnalis termasuk spesies calciphiles karena membutuhkan konsentrasi kalsium lingkungan ≥20 mg/l untuk hidup. Hipotesis penelitian ini adalah akan terjadi perubahan pada sejumlah tingkah laku individu Lymnaea stagnalis ketika selama 1 minggu terpapar pada konsentrasi Ca2+ akut 20 mg/l dan 80mg/l. Berikut disajikan grafik hasil pengamatan. Gambar 1 menunjukkan bahwa kecepatan gerak Lymnaea stagnalis pada lingkungan dengan kadar kalsium rendah akan lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan dengan kadar kalsium tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.006) antara ukuran dan tinggi spire hewan uji pada kondisi lingkungan pada konsentrasi kalsium yang berbeda tinggi (25.59±0.56 mm [Ca2+]=80 mg/l dan 25.43±0.51 mm [Ca2+]=20 mg/l). Maka dapat
disimpulkan bahwa pemaparan Lymnaea stagnalis pada lingkungan rendah kalsium selama 1 minggu akan mengurangi kecepatan gerak biota.
Gambar 1. Rata-rata kecepatan gerak Lymnaea stagnalis yang terpapar lingkungan dengan kadar kalsium 80mg/l dan 20mg/l selama 1 minggu Karena pergerakan L. stagnalis dipengaruhi oleh pemaparan konsentrasi kalsium yang berbeda, maka penelitian ini melakukuan uji terhadap hipotesis bahwa akan terdapat perbedaan yang nyata terhadap respirasi mengguakan paru-paru antara Lymnaea stagnalis yang terapapar kalsium 80mg/l dengan 20mg/l.
Gambar 2. Rata-rata kontraksi pneumostom selama 30 menit pada lingkungan dengan kadar kalsium 80mg/l dan 20mg/l Terlihat pada Gambar 2 bahwa total respirasi L. stagnalis yang berada pada konsentrasi kalsium rendah lebih sedikit dibandingkan dengan L. stagnalis yang berada pada konsentrasi kalsium tinggi (p=0.021). Adapun urutan pemberian perlakuan (p=0.860), pengaruh blok perlakuan (p=0.560) dan interaksi antara faktor level konsentrasi kalsium (p=0.667) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketika L. stagnalis diletakkan pada kondisi lingkungan dengan kalsium rendah akan menunjukkan penurunan daya gerak dan respirasi aerial (dengan menggunakan paru-paru).
Gambar 3. Rata-rata konsumsi oksigen per menit melalui kulit pada lingkungan dengan kadar kalsium 80mg/l dan 20mg/l Pengujian respirasi L. stagnalis menggunakan kulit, menunjukkan bahwa laju konsumsi oksigen Lymnaea stagnalis pada kondisi lingkungan rendah kalsium secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi oksigen pada kondisi tinggi kalsium (p=0.030). Pembahasan Hasil pengujian menunjukkan bahwa konsentrasi kalsium Lymnaea stagnalis memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya gerak, respirasi aerial (menggunakan paruparu) dan respirasi cutaneous (melalui kulit) individu L. stagnalis. Kecepatan gerak L. stagnalis pada lingkungan rendah kalsium (20 mg/l) menurun dibandingkan dengan kecepatan gerak pada lingkungan tinggi kalsium (80 mg/l). Hal ini seiring dengan penilitian yang pernah dilakukan pada spesies siput air tawar lain, Phyasa acuta. Penelitian serupa juga pernah dilakukan Aono et.al. (2008) dan Miyamae et. al. (2008) menunjukkan kecepatan pergerakan Lymnaea stagnalis pada lingkungan [Ca2+]=80mg/l masing-masing 0.47mm/s dan 0.51 mm/s. Sedangkan hasil penelitian Ormshawa dan Elliott (2006) menunjukkan kecepatan pergerakan Lymnaea stagnalis pada lingkungan [Ca2+]=20mg/l berkisar 0.17 – 0.33 mm/s. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengamatan studi ini terhadap laju pergerakan L. stagnalis pada lingkungan rendah kalsium [Ca2+]=20mg/l lebih lambat dbandingkan dengan kemampuan kecepatan pergerakan yang seharusnya dapat dicapai oleh Lymnaea stagnalis. Rendahnya kecepatan pergerakan Lymnaea stagnalis di lingkungan rendah kalsium diduga karena terjadi peningkatan kebutuhan metabolisme, sehingga membutuhkan energi yang lebih untuk memperoleh kalsium. Akibatnya energi untuk bergerak juga tereduksi. Greenaway (1971) menyebutkan bahwa pengambilan kalsium oleh biota pada kondisi lingkungan ≤20 mg/l tidak akan menyebabkan perbedaan gradien elektrokimia. Oleh karena itu yang terjadi adalah pengambilan kalsium secara aktif. Apabila kalsium lingkungan di atas 20mg/l maka yang terjadi adalah pengambilan secara pasif karena adanya gradien elektrokimia. Gagasan ini sejalan dengan hasil pengukuran laju respirasi cutaneous pada lingkungan rendah kalsium lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan tinggi kalsium. Artinya berada pada lingkungan [Ca2+]=20mg/l, Lymnaea stagnalis mengalami peningkatan metabolisme dibandingkan pada kondisi lingkungan [Ca2+]=80mg/l. Peningkatan respirasi aerial Lymnaea stagnalis terjadi di lingkungan rendah kalsium dibandingkan dengan respirasi pada lingkungan tinggi kaslium. Data ini berkebalikan dengan hasil pengukuran respirasi cutaneous dan hipotesis bahwa pergerakan yang lambat pada
lingkungan rendah kalsium dikarenakan energi lebih banyak dihabiskan untuk melakukan pengambilan kalsium secara aktif dari lingkungan. Penjelasan mengenai rendahnya respirasi aerial L. stagnalis pada kondisi rendah kalsium ini dapat ditelaah dari wadah perangkat pengukuran pemberian perlakuan. Perangkat pada pengukuran respirasi aerial menggunakan wadah yang cukup luas, sehingga L. stagnalis memiliki ruang yang cukup untuk melakukan pergerakan. Hal ini tercatat selama pengamatan bahwa pergerakan L. stagnalis dalam lingkungan tinggi kalsium relaif lebih cepat dibandingkan dalam lingkungan rendah kalsium. Sedikitnya waktu yang digunakan L. stagnalis untuk bergerak pada lingkungan rendah kalsium mungkin saja dapat menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen pada kondisi hipoksik. Sedangkan ruang gerak L. stagnalis pada pengukuran respirasi cutaneous terbatas sehingga hasil pengukuran mendekati laju metabolisme basal. Rendahnya pengaruh urutan percobaan pemaparan L. stagnalis pada konsentrasi kalsium rendah ke konsentrasi kalsium tinggi dan sebaliknya memberikan informasi bahwa pengaruh konsentrasi kalsium lingkungan memberikan dampak cepat terhadap respirasi Lymnaea stagnalis. (7 hari aklimatisasi pada media awal kemudian dipindahkan pada media berikutnya selama 1 hari). Kemampuan Lymnaea stagnalis untuk mampu mempertahankan konsentrasi kalsium hemolimpa pada kondisi Ca2+ rendah yang ekstrim menggambarkan bahwa perubahan tingkah laku bukan disebabkan oleh perubahan konsentrasi Ca2+ dalam hemolimpa. Buktinya bahwa L. stagnalis mampu mengenali level konsentrasi kaslium lingkungan dan mengarah pada lingkungan dengan konsentrasi lingkungan yang [Ca2+] lebih tinggi. Sehingga masuk akal jika dikatakan bahwa [Ca2+] di lingkungan. memberikan pengaruh langsung terhadap tingakah laku dan respirasi L. stagnalis. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa defisit kandungan kalsium berkepanjangan di lingkungan hidup gastropoda akan mengakibatkan penurunan kesehatan tubuh biota yang berdampak pada petumbuhan dan reproduksi yang melambat. Selain itu juga menghambat penebalan cangkang yang berakibat pada rendahnya pertahanan morfologi dari pemangasa. Menurunnya aktivitas metabolsime juga berdampak pada menurunnya kemampuan individu untuk mencari makan, menemukan pasangan bahkan berpotensi tidak mampu mengenali musuh. Level kalsium di perairan memberikan pengaruh yang nyata terhadap sebaran gastropoda air. Hal ini didukung oleh fakta bahwa keong merupakan bioindikator paling sensitif terhadap ketersediaan Ca lingkungan, karena keong membutuhkan Ca dalam jumlah besar untuk tumbuh dan bereproduksi (Wareborn 1992, Gardenfors 1992, Hotopp 2002 in Hamburg Steven P et al. 2003). Fluktuasi kadar kalsium adapat terjadi pada periode singkat, seperti sistem perairan tawar Amerika Utara dan Eropa. Penurunan 35% kalsium lingkungan di beberapa perairan tawar terjadi selama 2 dekade terakhir. Hujan asam mencuci kation kalsium tanah dan dibawa oleh aliran permukaan menuju perairan tawar. Penanaman pohon-pohon jenis deciduous mengimbangi fenomena ini dengan harapan jenis deciduous mampu meningkatkan kalsium tanah yang mengalami deplesi. Pada Daphnia galeata dikenal adanya adaptasi lokal individu ketika berada pada lingkungan rendah kalsium. Namun, hal ini belum ditemukan pada gastropoda. Pada beberapa jenis bivalva (Hyridella dipressa dan Velesunio ambiguus) dilakukan percobaan penambahan konsentrasi kalsium dalam jaringan mampu meningkatkan kemampuan penyerapan ion Mn, Zn, Co, Cu dan Ni dalam jaringan tubuh. Selain itu juga mampu meningkatkan pertumbuhan cangkang bivalva (Jeffree Ross A 2006).
Moluska air mampu menyerap kalsium dari lingkungan untuk kebutuhan tubuhnya selain memanfaatkan kalsium yang berasal dari makanan. Pengambilan kalsium dari lingkungan oleh moluska air tawar bersifat siklus, mencapai maksimum sesaat setelah moulting dan menjadi minimum di tahap antar moulting. Hal ini telah dicobakan dalam penelitian Greenaway Peter (1971). Pengambilan kalsium secara aktif berlangsung pada kondisi tertentu, namun perbedaan gradien konsentrasi kalsium dalam darah biota perlu untuk dikaji lebih lanjut. Cangkang biota uji dilapisi dengan paraplast wax untuk mencegah kehilangan kalsium dari lapisan luar cangkang yang berdampak pada bias pengukuran pergerakan kalsium antara darah dan lingkungan luar. Pengukuran ini menggunakan bantuan radioisotop 45Ca. Van der Borght & Van Puymbroeck (1964) in Greenaway Peter (1971) menemukan dalam darah L.stagnalis terdapat sebanyak 0-6% kalsium dalam bentuk terikat. Biota akan beradaptasi dengan kondisi lingkungan rendah kalsium dengan melepaskan kandungan kalsium dalam tubuh. Selain bermanfaat pada biota akuatik, kalsium juga sangat berperan pada pertumbuhan tanaman. Sebagaimana Hirschi 2004 in Montanaro Giuseppe et al. 2010 menyebutkan bahwa Kalsium (Ca) memiliki peran penting dalam kekuatan jaringan dan mekanika jaringan tanaman. Oleh karena itu, nutrisi Ca yang optimal merupakan prasyarat untuk memperoleh tanaman berkualitas tinggi.
***
Daftar Pustaka Dalesman Sarah & Lukowiak Ken. 2010. Effect of Acute Exposure to Low Environmental Calcium on Respiration and Locomotion in Lymnea stagnalis (L.). The Journal of Experimental Biology 213: 1471-1476. Greenaway Peter. 1971. Calcium Regulation in the Freshwater Mollusc, Lymnaea stagnalis (L.) Gastropoda: Pulmonata. J. Exp. Biol. 54: 199-214. Hamburg Steven P, Yanai Ruth D, Arthur Mary A, Blum Joel D, Siccama Thomas G. 2003. Biotic Control of Calcium Cycling in Northern Hardwood Forest: Acid Rain and Aging Forests. Ecosystem 6: 399–406. Jeffree Ross A. 2006. Searching for Bioaccumulation Patterns in Aquatic Biota. Australasian Journal of Ecotoxicology 12: 29-35. Montanaro Giuseppe, Dichio Bartolomeo & Xiloyannis Cristos. 2010. Significance of Fruit Transpiration on Calcium Nutrition in Developing Apricot Fruit. J.Plant.Nutr.Soil Sci. 173: 618-622. Taylor John D & Layman Martin. 1990. The Mechanical Properties of Bivalve (Mollusca) Shell Structures. Palaentology 15: 73-87. *diekstrak dari jurnal: Dalesman Sarah & Lukowiak Ken. 2010. Effect of Acute Exposure to Low Environmental Calcium on Respiration and Locomotion in Lymnea stagnalis (L.). The Journal of Experimental Biology 213: 1471-1476.