MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IV SD NEGERI NO. 064987 MEDAN AMPLAS Nurmawaty Daulay Guru SD Negeri 064987 Medan Amplas Email:
[email protected] ABSTRAK Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam belajar IPS dengan menggunakan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pada pertemuan pertama siklus I, rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 48,4% (cukup) dengan jumlah persentase siswa yang dinyatakan aktif secara klasikal sebanyak 28,1%. Pada pertemuan kedua siklus I, rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 55,8% (cukup) dengan jumlah persentase siswa yang dinyatakan aktif secara klasikal sebanyak 43,7%. Hal ini menunjukkan bahwa secara klasikal pada pertemuan pertama dan kedua siklus I, para siswa dinyatakan masih belum aktif dalam belajar karena masih kurang dari 85%. Setelah dilakukan perbaikan tindakan siklus II, pada pertemuan pertama siklus II rata-rata aktivitas belajar siswa menjadi sebesar 69,9% (baik) dengan jumlah persentase siswa yang dinyatakan aktif secara klasikal sebanyak 90,6%. Pada pertemuan kedua siklus II, rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 74,7% (baik) dengan jumlah persentase siswa yang dinyatakan aktif secara klasikal sebanyak 93,7%. Hal ini menunjukkan bahwa secara klasikal pada pertemuan pertama dan kedua siklus II, para siswa dinyatakan telah aktif dalam belajar karena sudah lebih dari 85% siswa yang dinyatakan aktif. Berdasarkan hasil temuan penelitian selama 2 siklus dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Kata Kunci: Aktivitas Belajar IPS, Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah ilmu pengetahuan tentang manusia dalam lingkungan hidupnya, yaitu mempelajari kegiatan hidup manusia dalam kelompok yang disebut masyarakat dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu sosial. Departemen Pendidikan Nasional dalam Kurikulum 2004, merumuskan tujuan pembelajaran IPS di SD antara lain: 1) mengembangkan pemahaman tentang konsep-konsep dasar ilmu-ilmu sosial melalui pendekatan paedagogis dan psikologis, 2) mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif,
inkuiri dan pemecahan masalah serta keterampilan sosial, 3) menanamkan kesadaran dan loyalitas terhadap sistem nilai dan norma-norma sosial, 4) meningkatkan kemampuan berkolaborasi dan berkompetensi secara sehat dalam kehidupan masyarakat yang sarat dengan keanekargaman, baik dalam skala nasional maupun internasional (Depdiknas, 2003). Untuk dapat mewujudkan tujuan pembelajaran IPS di SD seperti yang dijelaskan di atas, maka proses pembelajaran IPS di SD seharusnya lebih menekankan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi awal 76
peneliti, menunjukkan bahwa pada dasarnya guru sudah berusaha untuk melibatkan siswa secara aktif dalam belajar melalui tugas-tugas yang diberikan guru. Namun metode yang digunakan guru cenderung hanya menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas serta proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas juga masih didominasi oleh guru (teacher centered). Hasil pengamatan awal peneliti tentang kegiatan pembelajaran guru di kelas IV SD Negeri No. 064987 Medan Amplas, tampak bahwa: 1) proses pembelajaran IPS yang dilakukan guru cenderung masih bersifat teacher centered dimana guru cenderung mendominasi proses pembelajaran dan kurang melibatkan siswa aktif dalam belajar; 2) materi-materi IPS yang diajarkan juga masih kurang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan proses pembelajaran seringkali dilakukan mengikuti urutan buku halaman demi halaman termasuk soalsoalnya, sehingga hasil yang dirasakan juga belum optimal; 3) selama proses pembelajaran, pertanyaan-pertanyaan lebih banyak datangnya dari guru sedangkan siswa kurang diberikan kesempatan untuk bertanya dan jenis pertanyaan yang diberikan guru kepada siswa umumnya berupa ingatan sehingga siswa menjawab pertanyaan guru secara serentak (pertanyaan yang diajukan guru kurang menumbuhkan daya berpikir kreatif siswa dalam menjawab pertanyaan); 4) sumber belajar yang ada hanyalah guru sebagai pemberi
informasi dan buku, hampir tidak ada media atau alat bantu belajar selain buku, kapur dan papan tulis; dan 5) aktivitas siswa dalam belajar IPS masih tergolong kurang dimana siswa cenderung hanya aktif mendengarkan, memperhatikan apa yang dilakukan atau didemonstrasikan guru di depan kelas, mencatat, aktif bertanya jika ditunjuk guru bukan karena keinginan siswa untuk bertanya. Secara keseluruhan berdasarkan hasil observasi awal peneliti menunjukkan bahwa proses pembelajaran IPS di SD Negeri No. 064987 Medan Amplas terutama di kelas IV masih belum optimal dan proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). Sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), proses pembelajaran yang selama ini teacher centered berubah menjadi student centered (berpusat pada siswa). Menurut teori konstruktivisme seperti yang dikutip Sardiman (2009:37), "belajar adalah kegiatan yang aktif dimana si subjek belajar membangun sendiri pengetahuannya". Sesuai dengan prinsip tersebut, maka proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekonstruksi sendiri pengetahuannya. Karena itu, guru dalam proses pembelajaran hendaknya berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa.
77
Salah satu penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah adalah pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar berfikir, memecahkan masalah dan belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan, serta saling memberitahukan pengetahuan dan konsep keterampilan tersebut kepada siswa yang membutuhkan dan setiap siswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada anggota lain dalam kelompok. Jigsaw merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan mampu melibatkan banyak siswa dalam belajar. Secara substansial, hal yang ditawarkan dalam model pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah suatu bentuk proses belajar mengajar yang melibatkan siswa secara aktif belajar dalam suasana kelompok untuk memecahkan masalah belajar dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini, terdapat 2 macam kelompok yaitu kelompok asal/dasar dan kelompok ahli. Masing-masing siswa yang diberi tugas membahas sub materi yang sama berkumpul membentuk kelompok ahli dan bertanggung jawab menjelaskan materi hasil diskusi kepada kelompok asalnya. Hal inilah yang memacu siswa untuk berpartisipasi aktif dalam belajar melalui komunikasi antar anggota
kelompok maupun antar sesama anggota kelompok. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti merasa termotivasi untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui suatu penelitian yang berjudul "Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di Kelas IV SD Negeri No. 064987 Medan Amplas". Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi sumber daya alam di kelas IV SD Negeri No. 064987 Medan Amplas?. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis yang lebih menekankan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar dan berbuat. Menurut Sanjaya (2009:240), "pembelajaran koopeartif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda atau heterogen". Menurut Slavin seperti 78
dikutip Rusman (2010:201), "model pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok". Selanjutnya Slavin seperti dikutip Sanjaya (009:240), mengemukakan dua alasan strategi pembelajaran kooperatif menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Menurut Isjoni (2010:41) "pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan belajar kelompok". Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif, karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran kooperatif dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan pembelajaran koopeatif. Lebih lanjut menurut Rusman (2010:203), "pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan".
Dalam pembelajaran kooperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menemukan dan menerapkan ideide mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Aktifitas belajar berpusat pada siswa, sementara guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator. Menurut Arends (2008:5), "model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting yaitu: "1) prestasi akademik; 2) toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman; dan 3) pengembangan keterampilan sosial". Lebih lanjut menurut Arends (2008:5), pelajaran dengan cooperative learning dapat ditandai oleh fitur-fitur berikut ini: a) siswa berkerja dalam tim untuk mencapai tujuan belajar; b) tim-tim itu terdiri atas siswa-siswa yang berprestasi rendah, sedang dan tinggi; c) bilamana mungkin, tim-tim terdiri atas campuran ras, budaya dan gender; d) sistem reward-nya berorientasi kelompok maupun individu. Lingkungan belajar untuk model pembelajaran kooperatif ditandai oleh 79
proses yang demokratis dan peran aktif siswa dalam memutuskan segala yang seharusnya dipelajari dan bagaimana caranya. Guru dapat menentukan struktur dalam membentuk kelompok dan menentukan prosedur secara keseluruhan, tetapi siswa dibiarkan mengontrol inteaksi dari menit ke menit dalam kelompok. 2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe atau jenis yang dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran seperti tipe Student Teams Achievment Division (STAD), Jigsaw, Group Investigation, dan tipe Struktural. Namun dalam penelitian ini, peneliti menitikberatkan pembelajaran kooperatif pada tipe Jigsaw. Menurut Lie (2010:69), "model pembelajaran Jigsaw dikembangkan oleh Aronson dan kawankawannya sebagai metode cooperative learning". Pendekatan ini bisa digunakan dalam beberapa mata pelajaran seperti IPA, IPS, matematika, agama dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/tingkatan. Menurut Isjoni (2010:54), "pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal". Pada pembelajaran koopertif Jigsaw, siswa belajar bersama dalam kelompok kecil untuk mempelajari materi dan mengerjakan tugas, serta anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan
kelompoknya. Lebih lanjut menurut Arends (2008:13), "dalam metode jigsaw, masing-masing anggota tim bertanggung jawab untuk menguasai salah satu bagian materi belajar dan kemudian mengajarkan bagian itu kepada anggota-anggota lain di timnya". Dalam menggunakan Jigsaw, siswasiswa ditempatkan ke dalam tim-tim belajar heterogen beranggotakan 5 sampai 6 orang. Berbagai materi akademis disajikan kepada ssiwa dalam bentuk teks, dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Pada dasarnya, jika guru akan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang perlu diperhatikan adalah topik yang memuat sub-sub topik. Pada model Jigsaw ini terdapat 2 macam kelompok, yaitu kelompok asal/dasar dan kelompok ahli. Secara skematis langkah pembelajarannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Tim Asal (Lima atau enam anggota yang dikelompokkan secara heterogen)
X
X
X
X X
X
X
X X
X
X
X
X X
X
X
X
X X
X
X X
X
X
X
Expert Team
X
X X
X
X (Setiap expert team memiliki satu anggota dari masing-masing tim asal)
80
yang anggotanya memperoleh nilai tinggi. Gambar 1. Skema Tim-Tim Jigsaw (Arends, 2008:14)Keterangan Gambar 1: 1) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok asal. Setiap kelompok beranggotakan 4 hingga 5 siswa sesuai sub materi yang akan dipelajari dan tiap siswa diberi nomor. 2) Guru memberikan suatu permasalahan, pertanyaan atau tugas 3) Masing-masing siswa dalam kelompok asal yang sama mempelajari materi yang berbeda satu sama lain 4) Siswa dari kelompok asal yang mempelajari materi yang sama, selanjutnya berkumpul dengan anggota kelompok lain guna membentuk kelompok gabungan (kelompok ahli). Dalam kelompok ahli, mereka membahas materi yang sama. 5) Setelah selesai berdiskusi, setiap anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompok asalnya. Anggota kelompok ahli dengan masing-masing materi yang dikuasai memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya. 6) Guru memberikan pertanyaanpertanyaan secara acak kepada siswa dengan menyebutkan nomornya. 7) Selanjutnya diadakan tes individual dan memberi penghargaan kepada kelompok
Menurut Lie (2010:69), prosedur pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian; 2) sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran hari itu. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap mengahadapi bahan pelajaran yang baru; 3) siswa dibagi dalam kelompok berempat; 4) bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua, demikian seterusnya; 5) siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka masing-masing; 6) setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca/dikerjakan masingmasing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya; 7) khusus untuk kegiatan membaca, kemudian guru membagikan bagian cerita 81
yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut; 8) kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas. Lebih lanjut Lie (2010:70), menjelaskan bahwa: Jika tugas yang dikerjakan siswa cukup sulit, siswa bisa membentuk kelompok para ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan bagian yang sama dari kelompok lain. Mereka bekerjasama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masingmasing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekan dalam kelompoknya. 3. Pengertian Aktivitas Belajar Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Orientasi baru dalam proses belajar mengajar adalah siswa dapat menemukan sendiri sesuai dengan konsep konstruktivisme di mana format materi dan konsep telah terkonstruk dalam aktivitas belajar siswa. Sebagai suatu aktivitas, belajar menghasilkan perubahan pada diri individu dalam arti
perubahan tingkah laku, baik aktual maupun potensial. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa ciri-ciri belajar yang benar adalah terjadinya perubahan pada diri siswa secara internal, dan berdampak pada perubahan kognitif akibat aktivitas belajar tersebut. Menurut Yamin (2007:77), "untuk dapat mengendalikan (mengarahkan) siswa, dibutuhkan suatu aktivitas". Aktivitas pembelajaran siswa dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, sehingga aktivitas siswa sangat berperan dalam pembelajaran. Selanjutnya Mulyono (2010:1), menjelaskan bahwa "aktivitas siswa berarti kegiatan atau keaktifan". Jadi segala sesuatu yang dilaksanakan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik merupakan suatu aktivitas. Sedangkan kaitannya dengan belajar, Suyatna (2008:2), menjelaskan bahwa "aktivitas belajar merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh seseorang siswa dalam konteks belajar untuk mencapai tujuan". Tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak akan berlangsung dengan baik. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar, maka proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik. Sedangkan menurut Sardiman (2009:96) "aktivitas belajar merupakan prinsip atau azas yang sangat penting didalam interaksi belajar mengajar". Aktivitas yang dimaksudkan di sini bukan hanya aktivitas fisik tetapi 82
mencakup aktivitas mental. Pada kegiatan belajar, aktivitas fisik dan aktivitas mental saling berkait. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat dipahami bahwa aktivitas belajar adalah rangkaian kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk mencapai suatu tujuan sehingga mengakibatkan adanya perubahan pada dirinya baik yang tampak maupun yang tidak tampak, karena adanya interaksi antara individu dengan individu maupun individu dengan lingkungannya. 4. Jenis-Jenis Aktivitas Belajar Dalam proses pembelajaran, keaktifan siswa merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh guru sehingga proses pembelajaran yang ditempuh benar-benar memperoleh hasil yang optimal. Dengan bekerja, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai. Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas, sebetulnya sudah banyak melibatkan akivitas siswa di dalam kelas. Siswa sudah banyak dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan, dan mencerna pelajaran yang diberikan oleh guru. Serta dimungkinkan siswa aktif bertanya kepada guru tentang hal-hal yang belum jelas. Aktivitas belajar banyak macamnya. Menurut Sardiman (2009:101) Jenis-jenis aktivitas dalam belajar yang dapat dilakukan siswa, antara lain:
1) Visual activities yang termasuk didalamnya misalnya membaca, memperhatikan penjelasan guru, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan pekerjaan lain; 2) oral activities, mengatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi; 3) listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato; 4) writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin; 5) drawing activies, misalnya membuat gambar, membuat grafik, peta, diagram; 6) motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat reparasi, bermain, berkebun, beternak; 7) mental activities, misalnya menganggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan; dan 8) emotion activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Aktivitas belajar seperti di atas dapat dialami seorang siswa di sekolah maupun pada waktu belajar di rumah. Bentuk aktivitas belajar yang lain adalah diskusi di antara teman, mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, dan lain sebagainya di mana semua 83
aktivitas itu bertujuan untuk memberikan peran aktif kepada siswa dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, besar harapannya seorang siswa yang benarbenar aktif akan memperoleh hasil belajar yang baik. Menurut Sardiman (2009:101) "jika berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal". Menurut Hamalik (2007:91) aktivitas dalam peroses pembelajaran memiliki manfaat tertentu, antara lain: a) siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri; b) berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek peribadi siswa; c) memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok; d) siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga dapat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual; e) memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat; f) membina dan memupuk kerja sama antara sekolah dan masyarakat, hubungan antara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa; g) pembelajaran dan
belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme; dan h) pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar memerlukan adanya keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran, belajar siswa tidak akan dapat berhasil jika siswa tidak aktif dalam kegiatan belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, yaitu berbuat untuk mengubah tingkah laku. Jadi dalam belajar siswa harus melakukan kegiatan, dengan kata lain siswa harus beraktivitas. 5. Kerangka Berpikir Pada hakikatnya dalam setiap proses pembelajaran termasuk dalam pembelajaran IPS sangat dibutuhkan suatu kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Pada dasarnya dalam diri siswa terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Aktivitas pembelajaran siswa dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, sehingga aktivitas siswa sangat berperan dalam pembelajaran. Tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak akan berlangsung dengan baik. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Semakin banyak aktivitas yang 84
dilakukan siswa dalam belajar, maka proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik. Untuk dapat melibatkan dan meningkatkan aktivitas belajar siswa, guru diharapkan dapat merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif dalam belajar, bukan hanya aktif mendengarkan atau mencatat saja. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas dan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Secara substansial, hal yang ditawarkan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu bentuk proses belajar mengajar yang melibatkan siswa secara aktif belajar dalam suasana kelompok untuk memecahkan masalah belajar dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap dan bertanggungjawab memberikan maupun mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, proses pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru akan diubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan selama 2 siklus dan tiap siklus dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan. Subjek dalam penelitian ini, siswa kelas IV SD Negeri No. 064987 Medan Amplas Tahun Ajaran 2013/2014 sebanyak 1 kelas yang terdiri dari 32 siswa. Instrumen yang digunakan adalah lembar format observasi aktivitas siswa dalam belajar. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif. HASIL PENELITIAN Siklus I dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan pada pembelajaran IPS materi pokok sumber daya alam di kelas IV SD Negeri No. 064987 Medan Amplas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh temuan sebagai berikut: Pada pertemuan pertama siklus I diperoleh rata-rata persentase aktivitas belajar siswa berdasarkan deskriptor yang teramati sebesar 48,4% atau tergolong cukup. Dari 32 orang siswa terdapat 1 orang (3,1%) yang aktivitasnya tergolong baik sekali, 8 orang (25%) tergolong baik, 11 orang (34,4%) tergolong cukup dan sebanyak 12 orang (37,5%) yang aktivitasnya tergolong kurang. Pada pertemuan kedua siklus I, aktivitas belajar siswa meningkat dengan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa sebesar 55,8% atau tergolong cukup. Dari 32 orang siswa terdapat 1 85
orang (3,1%) yang aktivitasnya tergolong baik sekali, 13 orang (40,6%) tergolong baik, 11 orang (34,4%) tergolong cukup dan sebanyak 7 orang (21,9%) yang aktivitasnya masih tergolong kurang. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, secara klasikal pelaksanaan tindakan siklus I selama 2 kali pertemuan masih dianggap belum berhasil meningkatkan aktivitas siswa secara optimal dalam belajar karena jumlah siswa yang aktif atau memiliki persentase aktivitas ≥ 61% pada pertemuan pertama siklus I hanya sebanyak 28,1% (3,1% tergolong baik sekali dan 25% tergolong baik), sedangkan pada pertemuan kedua siklus I hanya sebanyak 43,7% (3,1% tergolong baik sekali dan 40,6% tergolong baik) dan jumlah tersebut masih kurang dari 85%. Oleh karena itu, berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan mitra kolaborasi perlu dilakukan perbaikan pembelajaran pada siklus II. Sebagai bahan refleksi, untuk tindakan siklus II, peneliti diharapkan untuk lebih mampu mengelola kelas dengan baik agar semua siswa benar-benar aktif dalam proses pembelajaran, perlu dilakukan pembentukan ulang kelompok baik kelompok asal maupun kelompok ahli, peneliti juga perlu membimbing para siswa untuk aktif dalam diskusi, aktif bertanya maupun mengungkapkan pendapat mereka dengan cara merangsang kreativitas para siswa agar lebih kritis dalam bertanya maupun mengungkapkan pendapatnya.
Pelaksanaan tindakan siklus II juga dilakukan selama 2 kali pertemuan dengan tetap menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh temuan sebagai berikut: Pada pertemuan pertama siklus II diperoleh rata-rata persentase aktivitas belajar siswa berdasarkan deskriptor yang teramati sebesar 69,9% atau tergolong baik. Dari 32 orang siswa terdapat 3 orang (9,4%) yang tergolong baik sekali, 26 orang (81,2%) tergolong baik, 2 orang (6,3%) tergolong cukup dan sebanyak 1 orang (3,1%) yang aktivitasnya tergolong kurang. Pada pertemuan kedua siklus II, aktivitas belajar siswa meningkat dengan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa berdasarkan deskriptor yang teramati sebesar 74,7% atau tergolong baik. Dari 32 orang siswa terdapat 5 orang (15,6%) yang aktivitasnya tergolong baik sekali, 25 orang (78,1%) tergolong baik, dan 2 orang (6,3%) yang aktivitasnya tergolong cukup. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, secara klasikal pelaksanaan tindakan siklus II selama 2 kali pertemuan sudah dianggap berhasil meningkatkan aktivitas siswa secara optimal dalam belajar karena jumlah siswa yang aktif atau memiliki persentase aktivitas ≥ 61% pada pertemuan pertama siklus II sebanyak 90,6% (9,4% tergolong baik sekali dan 81,2% tergolong baik), sedangkan pada pertemuan kedua siklus II sebanyak 93,7% (15,6% tergolong baik sekali dan
86
PEMBAHASAN Aktivitas siswa dalam belajar IPS pada materi sumber daya alam di kelas IV SD Negeri No. 064987 Medan Amplas pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 terbukti dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilakukan selama 2 siklus dan tiap siklus dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan. Adanya peningkatan aktivitas belajar siswa tampak dari rata-rata aktivitas belajar siswa berdasarkan persentase deskriptor yang teramati dan persentase banyaknya siswa yang dinyatakan aktif dalam belajar (memperoleh persentase aktivitas ≥ 61%) secara klasikal. Lebih jelasnya peningkatan ratarata persentase aktivitas belajar siswa dapat digambarkan pada Gambar 1. 100% 90% 80%
69.9%
74.7%
Rata-rata
70% 60%
55.8% 48.4%
50% 40% 30% 20% 10% 0% P.1/S.I
P.2/S.I
P.1/S.II
P.2/S.II
Rata-rata Persentase Aktivitas Belajar Siswa
Gambar 1. Peningkatan Rata-rata Persentase Aktivitas Belajar Siswa Sedangkan peningkatan persentase siswa secara klasikal atau kelas yang telah aktif dalam belajar
(memperoleh persentase aktivitas ≥ 61%) maupun yang belum aktif belajar (memperoleh persentase aktivitas < 61%), lebih jelasnya dapat digambarkan pada Gambar 2. Aktif
100%
80%
93.7%
90.6%
Belum Aktif
90%
71.9%
70% Persentase
78,1% tergolong baik) dan jumlah tersebut telah lebih dari 85%.
56.3%
60% 43.7%
50% 40% 30%
28.1%
20% 9.4% 10%
6.3%
0% P.1/S.I
P.2/S.I
P.1/S.II
P.2/S.II
Aktivitas Belajar Siswa Secara Klasikal
Gambar 2. Peningkatan Persentase Aktivitas Belajar Siswa SecaraKlasikal SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil temuan penelitian, analisis dan refleksi dari tiaptiap siklus yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi sumber daya alam di kelas IV SD Negeri No. 064987 Medan Amplas. Peningkatan aktivitas belajar siswa dapat dibuktikan dari rata-rata persentase aktivitas secara klasikal pada siklus I dan siklus II. 1. Pada pertemuan pertama siklus I, rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 48,4% (cukup) dengan jumlah persentase siswa yang dinyatakan aktif secara klasikal 87
sebanyak 28,1%. Pada pertemuan kedua siklus I, rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 55,8% (cukup) dengan jumlah persentase siswa yang dinyatakan aktif secara klasikal sebanyak 43,7%. Hal ini menunjukkan bahwa secara klasikal pada pertemuan pertama dan kedua siklus I, para siswa dinyatakan masih belum aktif dalam belajar karena masih kurang dari 85%. 2. Setelah dilakukan perbaikan tindakan siklus II, pada pertemuan pertama siklus II rata-rata aktivitas belajar siswa meningkat menjadi sebesar 69,9% (baik) dengan jumlah persentase siswa yang dinyatakan aktif secara klasikal sebanyak 90,6%. Pada pertemuan kedua siklus II, ratarata aktivitas belajar siswa juga meningkat menjadi 74,7% (baik) dengan jumlah persentase siswa yang dinyatakan aktif secara klasikal sebanyak 93,7%. Hal ini menunjukkan bahwa secara klasikal pada pertemuan pertama dan kedua siklus II, para siswa dinyatakan telah aktif dalam belajar karena sudah lebih dari 85% siswa yang dinyatakan aktif. SARAN 1. Hendaknya dalam mengajarkan materi IPS, guru diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa untuk belajar, dan disarankan agar guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif Jigsaw, karena pada dasarnya suatu
permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan siswa secara individual, tetapi membutuhkan bantuan atau kerjasama dengan siswa lainnya dalam suasana kelompok. 2. Hendaknya dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Jigsaw, guru dapat merencanakan dengan baik langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan, mulai dari penentuan masalah yang akan didiskusikan siswa hingga penentuan kelompok siswa dalam tiap kelompok, baik pada kelompok asal maupun pada kelompok ahli. 3. Penerapan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif Jigsaw juga perlu dipersiapkan dengan baik agar dapat melibatkan siswa aktif secara langsung dalam proses pembelajaran, baik dalam berdiskusi, bertanya, menjawab pertanyaan maupun mengungkapkan pendapat. 4. Kepada pihak sekolah khususnya Kepala Sekolah diharapkan untuk lebih memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana seperti penyediaan buku, media dan alat peraga yang dapat membantu guru dalam menjalankan tugasnya dalam menyampaikan materi sehingga proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas dapat berlangsung secara interaktif dan mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar.
88
(Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang..
DAFTAR RUJUKAN Arends, R.I. 2008. Learning to Teach, Belajar untuk Mengajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, S. Suhardjono dan Supardi, 2010. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S.B., dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, O. 2007. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. Isjoni, H. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antara Peserta Didik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lie,
A. 2010. Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, Jakarta: Grasindo.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran, Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, Bandung: Alfabeta. Sanjaya, W. 2009. Strategi Belajar Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sanjaya, W. 2010. Penelitian Tind.akan Kelas, Jakarta: Kencana. Sardiman, A.M. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta. Soemanto, W. 2003. Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Usman,
M.U. 2005, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdaka
Mulyono, A.M. 2010. Aktivitas Belajar. http://id.shvoong.com/socialsciences / 1961162-aktifitas-belajar/. Diakses 20 Februari 2012 Nurhadi, dan Senduk, Pembelajaran
A.G. 2003. Kontekstual
89
90