KEJENUHAN BELAJAR DAN CARA MENGATASINYA (Studi Komparasi Pembelajaran Agama Islam pada Pondok Pesantren An-Nuur, AlHikmah dan Al-Hadid di Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul, DIY) Nunung Agustina Ambarwati Jurusan Psikologi Pendididikan Islam, Magister Studi Islam, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogyakarta, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak - Beberapa masalah diantaranya penyebab kejenuhan belajar, upaya pencegahan, dan faktor penghambat dalam mengatasi kejenuhan belajar. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan kejenuhan belajar dan cara mengatasinya pada santri di Pondok Pesantren An-Nuur, Al-Hikmah dan Al-Hadid Karangmojo Kabupaten Gunungkidul. Metode dalam penelitian ini adalah kombinasi (mixed recearch). Subyek dalam penelitian ini adalah santri yang belajar di tiga pondok pesantren dengan sampel 60 santri. Wawancara melibatkan 15 ustadz. Kesimpulannya adalah sebab kejenuhan belajar kepadatan kegiatan santri, peraturan yang terlalu mengikat, kurangnya fasilitas belajar, susahnya berkomunikasi dengan dunia luar, jauh dari orang tua, konflik dengan teman. Upaya pencegahan kejenuhan belajar adalah menyusun kurikulum yang di dalamnya mengandung beberapa unsur kemampuan, memperketat peraturan di pondok pesantren. Faktor penghambat dalam mengatasi kejenuhan adalah faktor pribadi ustadz, metode yang kurang tepat, memiliki sikap pilih kasih, lingkungan pembelajaran yang menjadi satu sehingga membuat situasi gaduh dan ramai. Hasil perbandingan adalah terdapat perbedaan tingkat kejenuhan belajar di pondok pesantren Al-Hadid dengan kejenuhan belajar di Pondok pesantren Al-Hikmah sebesar 1,797 lebih tinggi dari t tabel. Terdapat perbedaan kejenuhan belajar dari pondok pesantren An-Nuur dan kejenuhan belajar di Pondok pesantren Al-Hikmah, sebesar 2.529 lebih tinggi dari t tabel. Artinya baik di pondok pesantren An-Nuur maupun Al-Hikmah sama-sama mengalami kejenuhan belajar akan tetapi sebab dan cara mengatasinya mengalami perbedaan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kejenuhan belajar dari pondok pesantren Al-Hadid dan kejenuhan belajar dari Pondok pesantren An-Nuur, sebesar 0,549 lebih rendah daripada nilai t tabel, artinya antara PP Al-hadid dan An-Nuur memiliki kesamaan masalah sebab kejenuhan belajar serta kesamaan cara mengatasi kejenuhan belajar yang dilakukan pada santrinya. Kata Kunci - kejenuhan belajar dan pondok pesantren
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan dan pengembangan Islam. Bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan lainya yang pernah muncul di
9
Indonesia, pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua saat ini. Pesantren adalah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat dikatakan dari gambaran lahiriyahnya. Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Dalam lingkungan pondok pesantren diciptakan semacam pola hidup yang memiliki sifat dan ciri tersendiri. Dimulai dari jadwal kegiatan yang memang berbeda dari pengertian rutin kegiatan masyarakat sekitarnya. Dimensi paling unik ini tercipta karena kegiatan belajar pokok pesantren dipusatkan pada kegiatan pengkajian agama Islam setiap selesai menunaikan ibadah shalat wajib. Belajar ke pesantren sebenaranya tidak semuanya berjalan lancar. Ada santri yang tak betah tinggal di pesantren, terpaksa putus di jalan. Belajar di pesantren banyak nilai plusnya, di antaranya : Pertama, menanamkan kehidupan agamis sejak dini. Kedua, hidup mandiri. Ketiga, steril dari pergaulan bebas dan negatif. Keempat, belajar lebih fokus. Begitu padatnya kegiatan santri saat di pesantren untuk menimba ilmu tersebut, semata-mata disebabkan karena adanya keinginan pencapaian tujuan yaitu menjadi manusia yang memiliki ilmu, mandiri dan ditempa dengan situasi dan kondisi menuju kedewasaan. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan dalam konsep UU Sisdiknas yang menekankan pada pngalaman proses pembelajaran serta membentuk suasana belajar yang sebuah sarana bagi santri untuk mendapatkan kematangan perkembangan kognitif, afektif, spiritual dan kepribadian. Faktor yang dapat menyebabkan santri mengalami kejenuhan dalam belajar diantaranya durasi jam belajar yang cukup panjang setiap harinya bersamaan dengan mata pelajaran yang cukup banyak dan cukup berat di terima oleh memori anak dapat menyebabkan proses belajar sampai pada batas kemampuan anak, karena bosan (boring) dan keletihan (fatigue) yang dapat menyebabkan kejenuhan pada santri. Keletihan yang dialami oleh anak dapat menyebabkan kebosanan dan anak kehilangan motivasi dan malas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Gambaran dari adanya kejenuhan belajar, menjadi salah satu titik pangkal pentingnya nilai-nilai keteladanan
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0
masyarakat masa lalu yang dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya untuk menjadikan nilai-nilai keteladanan masa lalu itu income dalam setiap pribadi adalah melalui pembelajaran maupun peneladanan terhadap aktivitas pelaku sejarah yang sarat dengan perilaku moralitasnya. Dalam konteks inilah lembaga pendidikan Islam yang dalam aktivitas pendidikannya mengajarkan agama Islam dapat melestarikan dan mentransformasikan nilai-nilai ajaran agama kepada setiap pribadi anak melalui proses pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dapat diterapkan pada masa sekarang atau masa selanjutnya dan peserta didik tidak merasa terbebani dalam menerapkan keteladanan karena masih relevan dan tidak merasa bosan untuk mempraktikkan nilai-nilai keteladanan karena sering dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari. Di wilayah Karangmojo terdepat tiga pondok pesantern yang besar yaitu Al-Hadid, An-Nuur dan AlHikmah. Semua pesantren tersebut memiliki santri yang berada di asrama. Dapat dipastikan bahwa santri diwajibkan belajar agama di Pondok pesantren, sehingga tidak menutup kemungkinan ada santri yang mengalami kebosanan belajar karena aktivitas beban belajar yang banyak serta suasana perkembangan jiwa yang kadang berubah. Semua pesantren tersebut memiliki santri yang belajar di beberapa satuan pendidikan umum baik di Kemendiknas dan Kemenag. Di samping belajar umum santri juga dituntut belajar agama di Pondok pesantren, sehingga dengan banyaknya beban belajar anak mengalami kebosanan belajar karena aktivitas beban belajar yang banyak serta suasana perkembangan jiwa yang kadang berubah. Observasi awal yang dilakukan pada tangal 2 Februari 2016 di PP An-Nur dapat diketahui jumlah santri seluruhnya 120 santri. Dapat dipaparkan 35 orang atau 29 % dinyatakan rajin belajar, 44 orang atau 36 % dinyatakan kurang rajin belajar dan 41 orang atau 35 % dinyatakan jenuh dalam belajar. Data diambil dari pengurus santri putra dan pengurus santri putri berdasarkan kehadiran saat santri sedang belajar. Sedangkan data santri yang jenuh belajar berdasarkan observasi selama 5 hari, dari tanggal 2 sampai 7 Februari 2016, di mana santri tersebut hanya berada di kamar tidak melakukan aktivitas apa pun, pergi ke masjid hanya ngobrol-ngobrol, ke luar pondok (bisa berada di angkringan, warnet, atau ke sekolah yang ada jaringan Wifinya dan tidak diketahui keberadaanya). Observasi awal yang dilakukan pada tanggal 8 Februari 2016 di PP Al-Hadid dengan jumlah seluruh santri 260 santri, dapat dipaparkan 80 orang atau 30 % rajin belajar, 120 orang atau 46 % kurang rajin belajar dan 60 atau 24 % dinyatakan jenuh belajar. Data diambil dari pengurus santri putra dan pengurus santri putri berdasarkan kehadiran saat santri sedang belajar. Sedangkan data santri yang jenuh belajar berdasarkan observasi selama 5 hari, dari tanggal 8 sampai 13 Februari 2016, di mana santri tersebut hanya berada di kamar tidak melakukan aktivitas apapun, pergi ke masjid hanya ngobrol-ngobrol, ke luar pondok (bisa berada di
10
angkringan, warnet, atau ke sekolah yang ada jaringan Wifinya dan tidak diketahui keberadaanya). Observasi awal yang dilakukan pada tanggal 14 Februari 2016 di PP Al-Hikmah dengan santri seluruhnya ada 470 santri, dapat dipaparkan 180 orang atau 38 % rajin belajar, 208 orang atau 44 % kurang belajar dan yang 82 orang atau 18 % dinyatakan jenuh belajar. Ciri-ciri santri yang aktif belajar dan yang tidak aktif, dapat diketahui dari kehadiran santri saat kegiatan keagamaan, seperti kajian agama (kitab, tafsir, Fiqh, Akhlak, tarik), shalat berjamaah, bakti sosial, pengajian umum dan lainlain. Sementara yang dikategorikan jenuh belajar menurut kebiasaan santri di samping tidak hadir dalam pemebelajaran di pesantren sering melakukan kegiatan tertentu, seperti internetan, MP 3 (mendengarkan lagulagu), nongkrong sementara jam belajar masih efektif, dan lain-lain. Seandainya hadir justru tidak mendengarkan atau memperhatikan materi akan tetapi bicara sendiri, coratcoret di buku dan lain-lain. Berdasar pengalaman para pengasuh berikut beberapa alasan atau faktor yang sering terjadi kejenuhan dalam belajar berdasarkan wawancara dari ketiga pengurus di pondok pesantren tersebut yaitu ; 1) Latar belakang santri yang terlalu dimanja pra masuk pesantren, serta keinginan-keinginan yang tak terwujud sebagaimana di rumah. 2) Kedua, ketidakmampuan santri untuk membiasakan diri dengan suasana atau hidup disiplin dalam lingkungan pesantren baik dari sisi pembelajaran, aktivitas keseharian maupun ibadah. 3) Santri susah beradaptasi dengan lingkungan pesantren baik di kelas ataupun di asrama terutama bagi santri pindahan yang biasanya di kucilkan teman- temannya dari santri lama. 4) Kenakalan santri yang berlebih, sehingga banyak ustadz atau pengasuh yang keras padanya ataupun santri lain yang kurang bersahabat dengannya. 5) Sarana belajar yang terasa kurang, membuat santri pada umumnya mudah merasa jenuh. 6) Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi orang tua ataupun pengasuh secara umum, manakala ada santri beraktivitas dengan ceria di pesantren dalam arti santri tersebut betah tinggal di pesantren karena program-program dari pesantren dapat ia lalui dengan baik. Akan tetapi menjadi sebuah permasalahan yang ternyata sering luput dari pengamatan, terjadi pada sebagian kecil dari santri justru merasa begitu bebas dari kehidupan sebelumnya di rumah atau di sekolah sebelum ia masuk pesantren. Bagai burung yang di lepas dari sangkarnya, pesantren merupakan langit yang luas nan tinggi. Ia akan terbang dan berbuat sesuai yang ia inginkan. Akibatnya kenakalannya akan menjadi semakin berkembang dan tidak memikirkan belajar. Gambaran adanya kejenuhan belajar, menjadi salah satu titik pangkal pentingnya nilai-nilai keteladanan di lingkungan pondok pesantren. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pembelajaran maupun peneladanan terhadap aktivitas sehari-hari yang dilakukan santri serta tindakan pengasuh di antaranya : 1) Pengasuh dalam menanggapi laporan dari santri yang jenuh dalam belajar memberikan motivasi padanya untuk bisa menghadapi masalah yang ada. 2) Menanggapi laporan dengan jernih, artinya santri memiliki kebiasaan
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0
melaporkan dari sisinya saja, terkadang untuk mencari perhatian pengasuh, agar dikasihani, agar hatinya pengasuh luluh dan mau menolong dengan menfasilitasi sesuai dengan kemauannya. 3) Pengasuh menghubungi wali santri dan konfirmasikan keadaan santri yang sebenarnya. 4) Bermusyawarah dengan santri dan orangtua/wali terkait untuk menyelesaikan masalah kejenuhan belajar yang dialami dengan niat mencari jalan keluar dari masalah yang ada tanpa harus memojokkan pihak manapun. Pengasuh selalu waspada perihal santri yang memiliki beberapa kepribadian yang tidak wajar dengan santri lainnya seperti : 1) Santri tidak bisa diam. 2) Santri susah diatur. 3) Santri suka berkelahi. 4) Santri tidak mau mengalah. 5) Santri mau menang sendiri. 6) Santri suka pamer. 7) Santri pelit. 8) Santri pembangkang/suka membantah dan 9) Santri biasa menyuruh temannya untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks inilah kemudian pondok pesantren yang dalam aktivitas pendidikannya mengajarkan agama Islam dapat melestarikan dan mentransformasikan nilai-nilai ajaran agama kepada setiap pribadi santri melalui proses pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dapat diterapkan pada masa sekarang atau masa selanjutnya dan tentunya santri tidak merasa terbebani dalam menerapkan materi pembelajaran karena masih relevan dan tidak merasa bosan untuk mempraktekkan nilai-nilai dalam kegiatan sehari-hari. Pada penelitian ini dipaparkan strategi cara mengatasi santri yang mengalami kejenuhan belajar di pondok pesantren. Tujuan meneliti tiga pondok pesantren tersebut akan dapat membandingkan beberapa strategi dalam mengatasi kejenuhan belajar dipondok pesantren sehingga akan menemukan strategi efektif dalam upaya mengatasi kejenuhan belajar saat di pondok pesantren. Pada penelitian ini akan dipaparkan strategi cara mengatasi santri yang mengalami dalam kejenuhan belajar. Tujuan meneliti tiga pondok pesantren tersebut akan dapat membandingkan beberapa strategi dalam mengatasi kejenuhan belajar sehingga akan menemukan strategi efektif dalam upaya mengatasi kejenuhan belajar bagi santri-santri yang berada di pesantren. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas peneliti mengajukan beberapa masalah yang diteliti sebagai berikut : 1) Apa penyebab kejenuhan belajar yang dialami santri di Pondok Pesantren Al-Hadid, An-Nuur dan AlHikmah Karangmojo Kabupaten Gunungkidul ? 2) Apa upaya pencegahan kejenuhan belajar pada santri ? 3) Apa faktor penghambat dalam menggatasi kejenuhan belajar pada santri ? 4) Bagaimana hasil perbandingan yang diperoleh dalam mengatasi kejenuhan belajar santri ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan kejenuhan belajar dan cara mengatasinya pada santri di Pondok Pesantren Al-Hadid, An-Nuur dan Al-Hikmah Karangmojo Kabupaten Gunungkidul. Manfaat penelitian adalah 1) Secara teoritis adalah a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori layanan Problem Solving dalam mengatasi beberapa
11
kejenuhan belajar. b)Menerapkan teori dalam membuktikan gambaran secara empiris mengenai caracara mengatasi kejenuhan belajar yang diterapkan santri. c)Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih pada khazanah keilmuan bimbingan dan konseling khususnya dalam penanganan kejenuhan belajar santri. D. Kajian Pustaka Pertama, tesis yang ditulis oleh Nur Qomariyah, 2014, Program Studi Bimbingan Dan Konseling Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria, yang berjudul: “Upaya Mengatasi Kejenuhan Belajar Siswa Melalui Layanan Informasi dengan Teknik Relaksasi Berbasis Film Edukasi Pada Siswa Kelas XI PM 3 SMK N 1 Kudus Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka hipotesis yang menyatakan “layanan informasi teknik relaksasi berbasis film edukasi dapat mengatasi kejenuhan belajar siswa kelas XI PM 3 SMK N 1 Kudus Tahun Pelajaran 2013/2014. Sehubungan dengan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, peneliti perlu menyampaikan beberapa saran sebagai berikut. Bagi Kepala Sekolah Kepala sekolah diharapkan dapat memberikan sarana dan prasarana yang mendukung terhadap pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Kedua, buku “Remaja Berkualitas Problematika Remaja dan Solusinya” oleh Hasan Basri 2006, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, memberikian pembahasan tentang kejenuhan belajar. Dalam buku tersebut memberikan penjelasan bahwa kejenuhan belajar merupakan salah satu jenis kesulitan yang sering terjadi pada siswa, secara harfiah kejenuhan berarti padat atau penuh sehingga tidak dapat menerima atau memuat apapun. Selain itu jenuh juga mempunyai arti jemu atau bosan. Kejenuhan yang dialami siswa dapat menyebabkan usaha belajar yang dilakukan sia-sia yang disebabkan suatu akal yang tidak bekerja sebagaimana mestinya dalam memproses itemitem informasi atau pengalaman yang baru diperoleh. Faktor yang dapat menyebabkan siswa mengalami kejenuhan dalam belajar, seperti apabila siswa telah kehilangan motivasi dan konsolidasi yang merupakan salah satu tingkat keterampilan yang selanjutnya, maka siswa tersebut telah mengalami kejenuhan yang berasal dari luar yaitu siswa berada pada situasi kompetitif yang ketat dan menuntut kerja intelek yang berat. Dalam durasi jam belajar yang cukup panjang setiap harinya dan dibarengi dengan mata pelajaran yang cukup banyak dan cukup berat diterima oleh memori siswa dapat menybabkan proses belajar sampai pada batas kemampuan siswa, karena bosan dan keletihan yang dapat menyebabkan kejenuhan pada siswa. Ketiga, Buku “The Accelerated Learning Handbook” oleh Dave Maier tahun cetak 2002 dari Keifa Bandung. Buku The Accelerated Learning Handbook menyajikann tentang kejenuhan belajar dalam buku ini mengatakan; belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola- pola respon yang baru dalam bentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Secara harfiah kejenuhan berarti padat atau penuh sehingga tidak dapat menerima atau memuat
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0
apapun. Selain itu jenuh juga mempunyai arti jemu atau bosan. Kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil. Ada beberapa kiat untuk mengatasi keletihan pada mental yang menyebabkan kejenuhan belajar antara lain melakukan istirahat dan mengunsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang cukup banyak. Pengubahan atau penjadwalan ulang kembali jam dan hari belajar yang dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa meliputi pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak buku, alat perlengkapan belajar dan sebagainya, smapai memungkinkan siswa berada di sebuah kamar baru yang lebih menyenangkan untuk belajar. dan memberikan / menumbuhkan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat dari sebelumnya. Keempat, Jurnal Pendidikan oleh Rindana Meidianti, 2013 yang berjudul: “Kejenuhan santri di pondok pesantren dalam belajar”, yang dilatarbelakangi oleh beragamnya pendidikan di Indonesia, mulai dari formal, informal dan non-formal. Pondok pesantren menjadi salah satu bagian dari pendidikan Indonesia yang bersifat Islami. Pondok pesantren membawa angin segar bagi orang tua yang khawatir dengan kenakalan remaja seperti sekarang ini. Namun dewasa ini, banya pondok pesantren yang menetapkan sistem yang dapat memberatkan santrinya. Berbagai kegiatan seperti sekolah, mengaji, kajian ayat, membaca kitab kuning dan kegiatan lainnya ternyata membawa dampak yang tidak baik bagi santri. Kejenuhan yang dihadapi santri ini akan membawa pengaruh kepada kegiatan yang lainnya. Sulitnya berinteraksi dengan dunia luar pun juga menjadi salah satu faktor santri merasa jenuh. Kesimpulan jurnal ini adalah dengan berbagai aktivitas yang padat yang dialami seorang santri, dapat mengakibatkan berbagai persoalan yang menyebabkan santri merasa jenuh dan semangat belajar yang menurun. Kelima, Jurnal Pendidikan oleh Zuni Eka Khusumawati, 2015, yang berjudul: “Penerapan Kombinasi Antara Teknik Relaksasi Dan Self-Instruction Untuk Mengurangi Kejenuhan Belajar Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 22 Surabaya’” yang dilatarbelakangi oleh 8 siswa di kelas XI-IPA 2 yang ditemui oleh peneliti saat berada di dalam kelas, tampak ada 1 siswa yang mengantuk di dalam kelas, 1 siswa yang masuk ke kelas sebelah yang bukan kelasnya, 1 siswa berada di koperasi/kantin walaupun jam pelajaran telah dimulai, 2 siswa telat datang masuk ke kelas, 1 siswa tiduran di ruang OSIS dengan alasan ada kegiatan OSIS, 1 siswa bermain HP/gaget di dalam kelas, 1 siswa ramai di dalam kelas dan tidak mendengarkan guru saat memberikan pelajaran, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan kombinasi antara teknik relaksasi dan self-instruction dapat mengurangi kejenuhan belajar siswa kelas XI-IPA 2 SMA N 22 Surabaya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, dengan one group pre-test and post-test design. Hasil analisis uji tanda menunjukkan bahwa N=8 dan x=0 dengan α (taraf kesalahan) sebesar 5% adalah 0,05, maka diperoleh harga
12
ρ=0,004, harga tersebut lebih kecil dari α=0,05. Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi “Penerapan kombinasi antara teknik relaksasi dan self-instruction untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa kelas XI-IPA 2 SMA N 22 Surabaya ” dapat diterima E. Kerangka Teoritik 1.Kejenuhan Belajar Istilah jenuh akar katanya adalah jenuh, kejenuhan bisa berarti padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apa pun, jenuh juga bisa berarti jemu atau bosan. Kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil. Menurut Thohirin (2002: 22), dalam belajar, di samping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga terkadang mengalami peristiwa negatif lainnya yang disebut jenuh belajar yang dalam bahasa psikologi lazim disebut learning plateau. Menurut Abu Abdirrahman Al-Qawiy (2004: 1), bahwa kejenuhan adalah tekanan sangat mendalam yang sudah sampai titik tertentu. Siapa pun yang merasa jenuh, ia akan berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari tekanan itu. Menurut Muhibbin Syah (2009: 161), jenuh juga dapat berarti jemu dan bosan di mana sistem akalnya tidak dapat bekerja sesuai dengan yang diharapkan dalam memproses item-item informasi atau pengalaman baru. Sedangkan secara harfiah jenuh ialah padat atau penuh sehingga tidak memuat apa pun. Menurut Sayyid Muhammad Nuh (2003: 15), Jenuh atau futur ialah suatu penyakit hati (rohani) yang efek minimalnya timbulnya rasa malas, lamban dan sikap santai dalam melakukan sesuatu amaliyah yang sebelumnya pernah dilakukan dengan penuh semangat dan menggebu-gebu serta efek maksimalnya terputus sama sekali dari kegiatan amaliyah tersebut. Dalam hadits juga disebutkan mengenai kejenuhan. Hadits ini bukan saja relevan, namun juga menunjukkan bukti ketinggian ajaran Islam. Rasulullah SAW. berbicara tentang kejenuhan dan memberikan rambu-rambu yang lurus. Menceritakan pada kami Rauh, menceritakan pada kami Su`bah, mengabarkan kepadaku Husein, aku mendengar dari mujahid dari Abdillah bin Amr berkata: Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya : Sesungguhnya setiap amal itu ada masa giatnya dan setiap giat itu ada masa jenuhnya (futur), maka barang siapa yang jenuhnya membawa kearah sunnah, maka dia mendapat petunjuk. Namun barang siapa yang jenuhnya membawa ke selain itu (selain sunnah Nabi SAW), maka dia binasa. (HR. Al-Baihaqi) Hadits tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kegiatan atau aktivitas yang kita lakukan pasti ada masa giat dan masa jenuhnya. Begitu juga dengan belajar yang giat, terus menerus dan berulang-ulang tanpa mengalami perubahan tentunya akan membuat seorang siswa menjadi malas, bosan, tertekan, jemu, lemah dan sebagainya. Dalam ayat-ayat Al-Qur’an tidak ditemukan secara tegas ayat yang mengkaji tentang kejenuhan, namun perilaku kejenuhan manusia bisa ditemukan seperti contoh sikap isti’jal orang kafir yaitu yang minta disegerakan adzab, orang kafir bersikap sombong lalu menghina para Nabi dengan menuntut
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0
mereka agar membuktikan adzab yang diancamkan. Hal ini tersirat dalam surat Al Baqarah ayat 61. Menurut Muhibin Syah (3003: 36), sedikitnya ada 4 faktor yang menyebabkan keletihan belajar pada anak. 1) Karena kecemasan anak terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri. 2) Karena kecemasan anak terhadap standar atau patokan keberhasilan bidang studi tertentu yang dianggap terlalu tinggi, terutama ketika anak tersebut sedang merasa bosan mempelajari studi tadi. 3) Karena anak berada di tengah-tengah situasi kompetitif yang ketat dan menuntut kerja intelek yang berat. 4) Karena anak mempelajari konsep kinerja akademik yang optimum sedangkan dia sendiri menilai belajar hanya berdasarkan pada ketentuan yang ia buat sendiri (self – imposed). Apakah dari keletihan fisik atau kejenuhan belajar pada anak disebabkan karena metode pengajaran yang monoton, menurut S. Nasution (1995: 51), terdapat beberapa kiat-kiat untuk mengatasi keletihan pada mental yang menyebabkan kejenuhan belajar antara lain : 1) Melakukan istirahat dan mengonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang cukup banyak. 2) Pengubahan atau penjadwalan ulang kembali jam-jam dan hari belajar yang dianggap lebih memungkinkan anak belajar lebih giat. 3) Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar anak meliputi pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak buku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya, sampai memungkinkan anak berada di sebuah kamar baru yang lebih menyenangkan untuk belajar. 4) Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar anak merasa terdorong untuk belajar lebih giat dari sebelumnya. 5) Anak harus berniat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam) dengan cara mencoba belajar dan belajar lagi. 2. Pondok Pesantren Istilah pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe- dan akhiran an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yang dikutip oleh Haidar Putra Daulay, mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu, seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Menurut Abdurrahman Shaleh, (2002: 26), ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian. Pondok pesantren secara definitif tidak dapat diberikan batasan yang tegas, melainkan terkandung fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri-ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren. Jadi pondok pesantren belum ada pengertian yang lebih konkrit, karena masih meliputi beberapa unsur untuk dapat mengartikan pondok pesantren secara komprehensif. Seiring dengan laju perkembangan masyarakat, maka pendidikan pesantren baik tempat, bentuk hingga substansinya telah jauh mengalami perubahan. Pesantren tidak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan seseorang, akan tetapi pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan
13
perkembangan zaman. Menurut Yacub yang dikutip oleh Khozin (2002:149-150) mengatakan bahwasanya ada beberapa pembagian pondok pesantren dan tipologinya : 1) Pesantren Salafi, yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model pengajarannyapun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf, yaitu dengan metode sorogan dan weton. 2) Pesantren Khalafi, yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi), memberikan ilmu umum dan ilmu agama, serta juga memberikan pendidikan keterampilan. 3) Pesantren Kilat, yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat, dan biasanya dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan ibdah dan kepemimpinan. Sedangkan santrinya terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti kegiatan keagamaan di pesantren kilat. 4) Pesantren terintegrasi, yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vocasional atau kejuruan, sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja, dengan program yang terintegrasi. Sedangkan santrinya mayoritas berasal dari kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja. Sedangkan menurut Mas’ud dkk, ada beberapa tipologi atau model pondok pesantren yaitu : 1) Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas aslinya sebagai tempat menalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi-I-din) bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan di pesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yang ditulis oleh para ulama’ abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai hingga sekarang, seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa Timur, beberapa pesantren di daeah Sarang Kabupaten Rembang, Jawa tengah dan lain-lain. 2) Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajarannya, namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tidak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang dikeluarkan tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal. 3) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalamnya, baik berbentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjangnya, bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tidak hanya meliputi fakultasfakultas keagamaan meliankan juga fakultas-fakultas umum. Pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur adalah contohnya. 4) Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam di mana para santrinya belajar disekolahsekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Pendidikan agama di pesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah yang terbanyak jumlahnya. 4. Kejenuhan belajar santri di pondok pesantren Kejenuhan belajar di Pondok Pesantren akibat adanya keterlibatan yang intensif dalam jangka panjang terhadap tuntutan akademik yang memunculkan kelelahan
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0
emosional, depersonalisasi atau sikap sinis dan menurunnya keyakinan akademik yang ditandai dengan indikator-indikator sebagai berikut. 1) Kelelahan emosional: merasa bersalah terhadap hasil belajar; merasa gagal dalam belajar; mudah tersinggung terhadap yang berkaitan dengan belajar; mudah cemas dalam belajar; menyalahkan orang lain terhadap hasil belajar; merasa dikejar-kejar waktu dalam mengerjakan tugas belajar; dan merasa lelah dengan kegiatan belajar. 2) Sinis atau Depersonalisasi: enggan terlibat aktif dalam kegiatan belajar;menganggap enteng suatu pealajaran; merasa terbebani dengan banyaknya tugas belajar; ragu terhadap yang dipelajari; dan mengalihkan diri dari kegiatan belajar. 3) Menurunnya keyakinan akademik: berkurangnya motivasi dalam belajar; kehilangan semangat belajar; usaha belajar berkurang; dan merasa tidak percaya diri dalam belajar. 4) Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas aslinya sebagai tempat menalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi-I-din) bagi para santrinya. 5) Mengatasi kejenuhan belajar pada santri dapat dilakukan melalui metode pengajaran tepat, mengurangi beban materi terlalu banyak, masalah problem individu dan keluarga segera dapat diselesaikan, memberikan fasilitas dukungan sarana yang baik serta penerapan disiplin yang tinggi. II. METODE PENELITIAN Metode dalam penelitian ini adalah kombinasi (mixed recearch) karena dalam pelaksanaannya peneliti mengkombinasikan atau menghubungkan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan metode kualilatif karena dalam analisis data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangkan metode kuantitatif karena dalam menganalisis untuk mencari perbandingan dengan menggunakan angket yang diskor antara 1 sampai 4 kemudian diamsukkan rumus komparasional. Subyek dalam penelitian ini adalah santri yang belajar di tiga pondok pesantren dengan sampel 60 santri. Dalam wawancara ini juga melibatkan ustadz di masing-masing pondok pesantren yang jumlahnya 15 ustadz. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebab kejenuhan belajar yang dialami santri dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Kepadatan kegiatan santri/ kurikulum pembelajaran yang padat. 2) Peraturan yang terlalu mengikat. 3) Kurangnya Fasilitas dalam Lingkungan Pondok. 4) Susahnya berkomunikasi dengan dunia luar. 5)Jauh dari orang tua dan 6) Konflik dengan Teman. Upaya pencegahan kejenuhan belajar pada santri di Pondok Pesantren Al-Hadid, An-Nuur dan Al-Hikmah Karangmojo berdasarkan wawancara dapat dikelompokkan sebagai berikut.1 ) Kurikulum mengacu Kepadatan kegiatan santri. 2) Memperketat Peraturan. Faktor penghambat dalam mengatasi kejenuhan belajar pada santri di Pondok Pesantren Al-Hadid, An-Nuur dan Al-Hikmah Karangmojo adalah 1) Faktor sifat dan sikap ustadz yang pilih kasih dengan kepribadian santri dan kurang humoris. 2) lokasi belajar berdekatan sehingga terkesan brisik dan gaduh.
14
Hasil komparasi dapat dipaparkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus komparasional. 1)Terdapat perbedaan tingkat kejenuhan belajar di pondok pesantren Al-Hadid dengan kejenuhan belajar di Pondok pesantren Al-Hikmah sebesar 1,797 lebih tinggi dari t tabel. Artinya baik di pondok pesantren Al-Hadid maupun Al-Hikmah sama-sama mengalami kejenuhan belajar akan tetapi sebab dan cara mengatasinya terdapat perbeedaan pula. 2) Terdapat perbedaan kejenuhan belajar dari pondok pesantren AN-Nuur dan kejenuhan belajar di Pondok pesantren Al-Hikmah, sebesar 2.529 lebih tinggi dari t tabel. Artinya baik di pondok pesantren AN-Nuur maupun Al-Hikmah sama-sama mengalami kejenuhan belajar akan tetapi sebab dan cara mengatasinya mengalami perbedaan. 3) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kejenuhan belajar dari pondok pesantren Al-Hadid dan kejenuhan belajar dari Pondok pesantren AN-Nuur, sebesar 0,549 lebih rendah daripada nilai t tabel, artinya antara PP Al-Hadid dan AnNuur memiliki kesamaan masalah sebab kejenuhan belajar serta kesamaan cara mengatasi kejenuhan belajar yang dilakukan pada santrinya. Hasil pembahasan adalah 1) Faktor yang menyebabkan kejenuhan santri dalam belajar santri di pondok pesantren adalah selalu disibukkan dengan beragam kegiatan yang kadang melebihi waktu maksimal santri dalam belajar. Bangun subuh dan sampai malam masih tetap belajar. Hal ini menyebabkan santri menjadi jenuh dan bahkan ada yang tidak sanggup dan akhirnya keluar. Peranan ustadz dalam mengatasi kejenuhan santri juga lebih penting, untuk itu usaha yang dapat dilakukan adalah mengajukan dana ke pemerintah untuk bisa menambah fasilitas di pondok agar santri betah berada dalam lingkungan pondok. Mengizinkan santri aktif dalam berbagai kompetisi sehingga santri bisa menonjol kan diri di dunia luar. Sesekali mengizinkan santri untuk berekreasi atau refreshing otak agar beban belajar nya tidak terasa berat. Adanya seorang teman pun akan mempengaruhi pola pikir santri dalam menyelesaikan masalahnya, karena seorang teman di sini berfungsi sebagai tempat curhat dan sumber solusi yang dihadapi. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh ketiga pondok pesantren dalam mengatasi kejenuhan belajar pada santrinya di antaranya skala prioritas. Skala prioritas adalah menjaring santri yang betul-betul mengalami kejenuhan belajar kemudian dibimbing dan diarahkan akan memiliki motivasi yang tinggi kembali, artinya tidak semua santri didintak melainkan kepada santri yang mengalami kejenuhan belajar saja yang diatasi. Menanamkan kepercayaan pada santri akan tetap memiliki perasaan bahwa mempunyai kewajiban yang harus dijalankan adlah perlu dan harus bisa diselesaikan. Menanamkan untuk menerima sarana yang ada serta menanamkan sikap merasa puas dengan adanya fasilitas di pondok pesantren juga termasuk cara mengatasi kejenuhan belajar. Dengan berbagai aktivitas yang padat yang dialami seorang santri, dapat mengakibatkan berbagai persoalan yang menyebabkan santri merasa jenuh dan semangat belajar yang menurun. Dengan
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0
adanya berbagai solusi seperti motivasi, adanya teman serta lingkungan yang mendukung diharapkan dapat membantu seorang santri dalam melakukan ativitasnya dengan baik dan kegiatan belajarnya akan menjadi lebih baik lagi. Faktor lain yang membuat para santri merasa jenuh untuk belajar berdasarkan observasi maupun wawancara adalah kurangnya pengawasan yang ketat terhadap para santri, sehingga santri dapat keluar tanpa seizin pihak pondok pesantren. Karakter santri yang memiliki latar belakang yang berbeda beda, merupakan alasan bagi santri untuk saling mempengaruhi santri lainnya. Karena setiap santri itu memiliki karakter yang tidak sama satu sama lain. Jadi ada yang raji belajar akan mempengaruhi santri lainnya akan tetapi yang tidak rajin belajar juga mempengaruhi snatri lainnya sehingga menimbulkan kejenuhan. Kurangnya kesadaran dalam diri santri akan pentingnya ilmu pengetahuan. Terutama kesadaran dalam menuntut ilmu pengetahuan sesuai dengan tujuan di pondok pesantren. Pengaruh buruk dari perkembagan IPTEK juga menyebabkan kejenuhan belajar melanda para santri di ketiga pondok pesantren tersebut. Perkembangan IPTEK merupakan hal yang menggembirakan bagi seluruh lapisan masyarakat, akan tetapi berbeda bagi lingkungan Pondok pesantren. Bagi Pondok pesantren kemajuan IPTEK memberikan sisi negatif. Pengaruh lingkungan tempat tinggal serta lingkungan luar pondok pesantren. Hal ini juga mempengaruhi santri karena santri yang tinggal di lingkungan yang tidak diterapkan peraturan, serta maunya sendiri tanpa ada batasan maka kebiasaan seperti ini akan terbawa di dalam lingkungan Pondok pesantren. Begitu juga pengaruh pegaulan teman, jika temanya memiliki kebiasaan buruk dan tidak rajin maka santri tersebut akan memiliki kebiasaan yang sama seperti temanya. Oleh karena itu santri harus berhati hati dalam memilih teman. Apabila dikaji dengan teori kontrol, terlihat bahwa santri yang jenuh dalam belajarnya itu karena kurang perhatiannya mereka dengan adanya pemahaman materi pembalajaran. Seperti yang ada di dalam teori kontrol yang dikembangkan oleh Hirschi yang memberikan 4 unsur di dalam kontrol social internal yaitu kasih sayang, tanggung jawab, keterlibatan, dan kepercayaan. Tanggung jawab yang ada di dalam diri santri ini kurang sehingga santri memiliki titik jenuh dan tidak bisa mengantisipasinya. Pemberian hukuman yang bersifat mendidik bagi santri yang tidak sunggung-sungguh dalam belajarnya yaitu menyuruh santri yang jenuh dengan membaca alah satu surta dalam Al-Quran. Pemberian hukuman ini bertujuan agar santri memiliki semangat belajar kembali. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1) Penyebab kejenuhan belajar yang dialami santri di Pondok Pesantren Al-Hadid, An-Nuur dan Al-Hikmah Karangmojo Kabupaten Gunungkidul adalah a) Kepadatan kegiatan santri/ kurikulum pembelajaran yang padat, b) Peraturan yang terlalu mengikat, c) Kurangnya Fasilitas dalam Lingkungan
15
Pondok, d) Susahnya berkomunikasi dengan dunia luar, e) Jauh dari orang tua, f) Konflik dengan Teman. 2) Upaya pencegahan kejenuhan belajar pada santri di Pondok Pesantren Al-Hadid, An-Nuur dan Al-Hikmah Karangmojo Kabupaten Gunungkidul adalah a) menyusun kurukulum yang di dalamnya mengandung beberapa unsur kemampuan, b) memperketat peraturan di pondok pesantren. 3) Faktor penghambat dalam menggatasi kejenuhan belajar pada santri di Pondok Pesantren AlHadid, An-Nuur dan Al-Hikmah Karangmojo Kabupaten Gunungkidul adalah a) faktor pribadi ustadz misalnya metode yang kurang tepat, ustadz memiliki sikap pilih kasih kepada santri dan perilaku ustad yang tidak patut di contoh santri saat pembelajaran berlangsung. b) lingkungan pembelajaran yang menjadi satu dalam satu komplek sehingga membuat situasi gaduh dan ramai. 4) Hasil perbandingan yang diperoleh dalam mengatasi kejenuhan belajar pada santri di Pondok Pesantren AlHadid, An-Nuur dan Al-Hikmah Karangmojo Kabupaten Gunungkidul adalah a) Terdapat perbedaan tingkat kejenuhan belajar di pondok pesantren Al-Hadid dengan kejenuhan belajar di Pondok pesantren Al-Hikmah sebesar 1,797 lebih tinggi dari t tabel. Artinya baik di pondok pesantren Al-Hadid maupun Al-Hikmah samasama mengalami kejenuhan belajar akan tetapi sebab dan cara mengatasinya terdapat perbeedaan pula. b) Terdapat perbedaan kejenuhan belajar dari pondok pesantren ANNuur dan kejenuhan belajar di Pondok pesantren AlHikmah, sebesar 2.529 lebih tinggi dari t tabel. Artinya baik di pondok pesantren AN-Nuur maupun Al-Hikmah sama-sama mengalami kejenuhan belajar akan tetapi sebab dan cara mengatasinya mengalami perbedaan. c) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kejenuhan belajar dari pondok pesantren Al-Hadid dan kejenuhan belajar dari Pondok pesantren AN-Nuur, sebesar 0,549 lebih rendah daripada nilai t tabel, artinya antara PP Al-hadid dan An-Nuur memiliki kesamaan masalah sebab kejenuhan belajar serta kesamaan cara mengatasi kejenuhan belajar yang dilakukan pada santrinya. DAFTAR PUSTAKA (1) (2) (3) (4) (5)
(6)
(7) (8) (9) (10)
Abdullah Aly, 2011. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren Yogyakarta : Pustaka Pelajar Abdullah Sani Ridwan. 2011. Pendidikan karakter di Pesantren. Bandung: PT Citapustaka Media Perintis. Abu Abdirrahman Al-Qawi, 2004, Mengatasi Kejenuhan, Jakarta : Khalifa, cet.1. Abdurrahman Shaleh, 2002. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Jakarta: Bimbaga Islam Depag RI. Agustin, M. 2008. Model Konseling Kognitif Perilaku untuk Menangani Kejenuhan Belajar, Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan. Deddy Mulyana, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosdakarya. Hasan Basri, 2003, Remaja Berkualitas Problematika Remaja dan Solusinya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Maier, Dave, 2002, The Accelerated Learning Handbook, Bandung: Keifa. Muhibbin Syah, 2005, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung : Remaja Rosdakarya, Robert Lawang. M. Z. 2005. Teori Sosiologi klasik dan Modern. Diterjemahkan dari Johnshon,Paul Doyle. Jakarta: Penerbit Gramedia.
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0
(11)
(12) (13) (14)
Skovholt. (2003). Student Learning Burnout Studied. Families in Society : The Journal of Contemporary Human Service. 1 Oct 2003. Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Undang-Undang RI Nomor.14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Sinar Grafika. Zamakhsyari Dhofier, 2001, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta : LP3ES.
16
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0