TINJAUAN MARSHALL PROPERTIES, KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS, DAN PERMEABILITAS CAMPURAN DINGIN ASPAL BETON DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER Observation of Marshall Properties, Indirect Tensile Strength, Unconfined Compressive Strength, and Permeability Cold Mix of Asphalt Concrete with Rapid Curing Cutback Asphalt as Binder
SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Oleh :
NUGROHO RAHARJO NIM. I 0105013
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
LEMBAR PERSETUJUAN
TINJAUAN MARSHALL PROPERTIES, KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS, DAN PERMEABILITAS CAMPURAN DINGIN ASPAL BETON DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER
Oleh :
NUGROHO RAHARJO NIM. I 0105013
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir. Djoko Sarwono, MT NIP. 19600415 199201 1 001
Ir. Agus Sumarsono, MT NIP. 19570814 198601 1 001
2
TINJAUAN MARSHALL PROPERTIES, KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS, DAN PERMEABILITAS CAMPURAN DINGIN ASPAL BETON DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER SKRIPSI
Disusun oleh:
NUGROHO RAHARJO NIM. I 0105013
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas sebelas Maret pada Hari Kamis, Tanggal 07 Januari 2010.
1. Ir. Djoko Sarwono, MT NIP. 19600415 199201 1 001
……………………………
2. Ir. Agus Sumarsono, MT NIP. 19570814 198601 1 001
……………………………
3. Ir. Djumari, MT NIP. 19571020 198702 1 001
……………………………
4. Ir. Ary Setyawan S., MSc, PhD. NIP. 19661204 199512 1 001 1967041 ……………………………3 199702 1 001 19670413 199702 1 001
Mengetahui, a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Pembantu Dekan I
Disahkan Ketua Jurusan Teknik sipil Fakultas Teknik UNS
Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP. 19561112 198403 2 007
Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 19590823 198601 1 001 3
Menghendaki sesuatu hanya karena tidak ada jalan lain, adalah tindakan seorang hamba; menghendaki sesuatu hanya karena tiada kesulitan, adalah cara bertindak seperti hewani; menghadapi sesuatu biarpun ada kesulitan, adalah cara bertindak manusia yang berakal budi; sedangkan menghendaki sesuatu walaupun ada kesulitan di dalamnya karena berpegang teguh pada suatu cita-cita yang luhur, itulah cara bertindak seorang pahlawan. (Narciso Irala) Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah, tetapi sesumbar apa yang akan dilakukannya bila menang. Sedangkan, pemenang tidak berbicara apa yang akan dilakukannya bila ia menang, tetapi tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah. (Eric Berne) Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain, tanpa kita kehilangan semangat. (Abraham Lincoln) Temukan kunci menuju imajinasi terhebatmu, dan merealisasikannya ke dalam kehidupan yang penuh arti (Penulis)
KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI INI KEPADA : 1. Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku yang selalu mendukung dan mendoakanku, terima kasih atas kasih sayang & semangat untukku. 2. Zahrina Mardhiyah yang menjadi tujuan pengisi siklus hidupku. 3. Teman-teman seperjuangan dan keluarga besar Teknik Sipil UNS Angkatan 2005.
4
ABSTRAK Nugroho Raharjo, 2010. TINJAUAN MARSHALL PROPERTIES, KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS, DAN PERMEABILITAS CAMPURAN DINGIN ASPAL BETON DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Di Indonesia, perkerasan jalan pada umumnya menggunakan komposisi Asphalt Concrete (AC) dengan campuran panas. AC lebih banyak digunakan karena bergradasi menerus sehingga memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapis kedap air yang dapat melindungi kontruksi di bawahnya. Penggunaan AC terutama di daerah dengan cuaca dingin yang jauh dari Asphalt Mixing Plant memerlukan alternatif lain yaitu campuran dingin AC dengan cutback asphalt sebagai binder. Cutback asphalt adalah aspal keras yang dicairkan menggunakan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti bensin (rapid curing), solar (medium curing), atau minyak tanah (slow curing). Campuran jenis ini hanya menggunakan suhu ruang baik dalam proses pencampuran maupun pemadatan. Untuk mengetahui karakteristik campuran tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian awal pada skala laboratorium. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai Marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-70 sebagai binder. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental di laboratorium dengan benda uji yang terbuat dari komposisi AC dengan gradasi rencana campuran spec VI SNI 03-1737-1989 dan cutback asphalt RC-70 dari tipe aspal pen. 60/70 sebagai binder. Kadar aspal cair yang digunakan adalah 10%; 10,5%; 11%; 11,5%; dan 12%. Pengujian awal dilakukan dengan menggunakan alat uji Marshall untuk mendapatkan kadar aspal optimum (KAO). Selanjutnya dibuat benda uji dengan kondisi KAO untuk pengujian kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas. Hasil analisis dari campuran dingin AC dengan cutback asphalt RC-70 sebagai binder menunjukkan KAO residu yang diperoleh sebesar 7,08%. KAO residu tersebut menghasilkan nilai densitas sebesar 2,316 gram/cm3, nilai porositas sebesar 4,966%, nilai stabilitas sebesar 337,718 Kg, nilai flow sebesar 3,640 mm, nilai Marshall Quotient sebesar 95,275 Kg/mm, nilai kuat tarik tidak langsung sebesar 57,890 KPa, nilai kuat tekan bebas sebesar 1331,665 KPa, dan nilai koefisien permeabilitas sebesar 2,91x104 cm/dt. Campuran dingin AC seperti ini tidak bisa diaplikasikan untuk pembuatan lapis perkerasan jalan baru khususnya lapis permukaan atau wearing surface, tetapi bisa digunakan untuk lapis base course atau sub base course.
Kata kunci :
Asphalt Concrete, campuran dingin, cutback asphalt, ITS, UCS, permeabilitas
5
ABSTRACT Nugroho Raharjo, 2010. OBSERVATION OF MARSHALL PROPERTIES, INDIRECT TENSILE STRENGTH, UNCONFINED COMPRESSIVE STRENGTH, AND PERMEABILITY COLD MIX OF ASPHALT CONCRETE WITH RAPID CURING CUTBACK ASPHALT AS BINDER. Thesis. Civil Engineering of Engineering Faculty, Sebelas Maret University.
In Indonesia, generally uses Hot Mix of Asphalt Concrete (AC). AC is used frequently because it has got continuous gradation so it will have high mechanical strength. Consequently, it can give measured capacity and function as impermeable pavement which can protect the construction beneath. Using AC especially in cold area and far from Asphalt Mixing Plant, needs other alternative, that is Cold Mix of AC with cutback asphalt as binder. Cutback asphalt is solid asphalt molten by substance liquefier from crude oil distillate such as gasoline (rapid curing), diesel fuel (medium curing), or kerosene (slow curing). This cold mix only uses normal temperature in mixing process as well as compacting. To be sure about its characteristic, it is necessary to do an early research in laboratory scale. The research aims at finding out values of Marshall Properties, Indirect Tensile Strenght, Unconfined Compressive Strenght, and Permeability Cold Mix of AC if used cutback asphalt RC-70 as binder. The research uses experimental method in laboratory with test-objects made of AC composition by spec VI SNI 03-1737-1989 gradation and cutback asphalt RC-70 from asphalt pen. 60/70 type as binder. The contents of binder used are 10%; 10,5%; 11%; 11,5%; and 12%. The beginning testing by using Marshall test tools was done to get optimum binder content (OBC). Then, making test-objects in OBC for Indirect Tensile Strenght Test, Unconfined Compressive Strenght Test, and Permeability test. Analysis result from Cold Mix of AC with cutback asphalt RC-70 as binder showed the residue OBC 7,08%. The residue OBC obtained the following results: 2.316 gram/cm3 for density, 4.966% for porosity, 337.718 Kg for stability, 3.640 mm for flow, 95.275 Kg/mm for Marshall Quotient, 57.890 KPa for Indirect Tensile Strenght, 1331.665 KPa for Unconfined Compressive Strenght, and 2,91x10-4cm/dt for permeability. This Cold Mix of AC can not be applied for making pavement of new road especially layer of wearing surface, but it can be used for layer of base course or sub base course.
Key words :
Asphalt Concrete, Cold Mix, cutback asphalt, ITS, UCS, permeability 6
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Tinjauan Marshall Properties, Kuat Tarik Tidak Langsung, Kuat Tekan Bebas, dan Permeabilitas Campuran Dingin Aspal Beton Dengan Rapid Curing Cutback Asphalt Sebagai Binder” guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Meskipun jauh dari kesempurnaan penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan mengembangkan pengetahuan dalam bidang konstruksi perkerasan khususnya campuran dingin aspal beton terutama pengembangan penelitian selanjutnya di Jurusan Teknik Sipil UNS.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat selama penyelesaian skripsi. 2. Ir. Djoko Sarwono, MT, selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik UNS. 3. Ir. Agus Sumarsono, MT, selaku Dosen Pembimbing II 4. Ir. Siti Qomariyah, MSc, selaku Dosen Pembimbing Akademis. 5. Staf Laboran Jalan Raya Fakultas Teknik UNS. 6. Segenap pimpinan Fakultas Teknik UNS. 7. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS. 8. Bapak, Ibu, serta saudara-saudaraku tercinta, atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya selama ini. 9. Wardoyo, Istiqomah atas kerjasamanya dalam penelitian ini. 10. Teman-teman sipil ’05 yang selalu kompak dan pantang menyerah. 11. Semua pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini.
7
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta,
Januari 2010
Penulis
8
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..........................................................................iv ABSTRAK ...............................................................................................................v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii DAFTAR ISI...........................................................................................................ix DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xv BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah ............................................................................1
1.2.
Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3.
Batasan Masalah ........................................................................................4
1.4.
Tujuan Penelitian .......................................................................................5
1.5.
Manfaat Penelitian .....................................................................................5
BAB
2
LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka........................................................................................6
2.2.
Dasar Teori.. ..............................................................................................9
2.2.1.
Susunan Perkerasan Jalan ..........................................................................9
2.2.2.
Bahan Penyusun Lapis Perkerasan ..........................................................12
2.2.2.1. Agregat.....................................................................................................12 2.2.2.2. Filler (Bahan Pengisi)..............................................................................16 2.2.2.3. Binder (Bahan Pengikat)..........................................................................16 2.2.3.
Spesifikasi Bahan dan Campuran............................. ...............................20
2.2.3.1. Spesifikasi Agregat ..................................................................................20 2.2.3.2. Spesifikasi Gradasi............. .....................................................................21 2.2.3.3. Spesifikasi Filler......................................................................................21 2.2.3.4. Spesifikasi Aspal......................................................................................22 2.2.3.5. Spesifikasi Campuran.......................... ....................................................22 2.2.4.
Asphalt Concrete (AC)............................................................................23
9
Halaman 2.2.5.
Perencanaan Campuran............................................................................24
2.2.5.1. Campuran Dingin (Cold Mix).......................... ........................................24 2.2.5.2. Campuran Panas (Hot Mix)......................................................................24 2.2.6.
Karakteristik Campuran...........................................................................24
2.2.7.
Pengujian Campuran................................................................................29
2.2.7.1. Marshall Test........................... ................................................................29 2.2.7.2. Kuat Tarik Tidak Langsung.....................................................................29 2.2.7.3. Kuat Tekan Bebas....................................................................................31 2.2.7.4. Permeabilitas............................................................................................31 2.3. BAB
Kerangka Pemikiran................................ ................................................34 3
METODE PENELITIAN
3.1.
Metode Penelitian ....................................................................................36
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................36
3.3.
Teknik Pengumpulan Data.......................................................................36
3.3.1.
Data Primer.................................. ............................................................36
3.3.2.
Data Sekunder..........................................................................................37
3.4.
Peralatan dan Bahan Penelitian................................................................37
3.4.1.
Peralatan Penelitian..................................................................................37
3.4.2.
Bahan Penelitian. .....................................................................................38
3.5.
Pemeriksaan Bahan..................................................................................39
3.5.1.
Pemeriksaan Agregat. ..............................................................................39
3.5.2.
Pemeriksaan Aspal...................................................................................39
3.6.
Pembuatan Benda Uji......... .....................................................................44
3.7.
Pengujian.................................. ...............................................................48
3.7.1.
Volumetric Test.................................. ......................................................48
3.7.2.
Uji Marshall (Marshall Test).................................. .................................49
3.7.3.
Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (ITST)...................................................49
3.7.4.
Uji Kuat Tekan Bebas (UCST)................................................................49
3.7.5.
Uji Permeabilitas......................................................................................50
3.8.
Analisis Data............................................................................................53
3.9.
Diagram Alir Tahapan Penelitian ............................................................54
10
Halaman BAB
4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pemeriksaan Bahan Penelitian….. .................................................55
4.1.1.
Hasil Pemeriksaan Agregat......................................................................55
4.1.2.
Hasil Pemeriksaan Filler .........................................................................56
4.1.3.
Hasil Pemeriksaan Karakteristik Aspal ...................................................56
4.2.
Hasil Perencanaan Campuran ..................................................................57
4.3.
Analisis Hasil Penelitian..........................................................................61
4.3.1.
Hasil Pengujian Volumetrik.....................................................................61
4.3.2.
Hasil Pengujian Marshall ........................................................................63
4.3.3.
Penentuan Kadar Aspal Optimum ...........................................................67
4.3.4.
Karakteristik Campuran Saat Kadar Aspal Optimum..............................68
4.3.5.
Hasil pengujian Indirect Tensile Strength (ITST) ...................................69
4.3.5.1. Hasil Perhitungan Regangan....................................................................71 4.3.5.2. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas ....................................................72 4.3.6.
Hasil Pengujian Unconfined Compressive Strength (UCST) ..................72
4.3.7.
Hasil Pengujian Permeabilitas .................................................................74
4.4.
Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................76
4.4.1.
Perbandingan Hasil Perhitungan Volumetrik Berdasarkan Kadar Aspal Optimum..................................................................................................76
4.4.1.1. Perbandingan Nilai Kepadatan (Density) ................................................76 4.4.1.2. Perbandingan Nilai Porositas...................................................................77 4.4.2.
Perbandingan Hasil Marshall Properties Berdasarkan Kadar Aspal Optimum.......................................................... ........................................78
4.4.2.1. Perbandingan Nilai Stabilitas...................................................................78 4.4.2.2. Perbandingan Nilai Flow................................................................. ........79 4.4.2.3. Perbandingan Nilai Marshall Qoutient....................................................81 4.4.3.
Perbandingan Hasil ITST Berdasarkan Kadar Aspal Optimum..............82
4.4.3.1. Perbandingan Nilai Regangan.......................................... .......................83 4.4.3.2. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas..................................... .............83 4.4.4.
Perbandingan Hasil UCST Berdasarkan Kadar Aspal Optimum.............84
11
Halaman 4.4.5.
Perbandingan Hasil Permeabilitas Berdasarkan Kadar Aspal Optimum..................................................................................................85
4.4.6.
Perbedaan Hasil Penelitian Campuran Dingin AC dan Campuran Panas AC ...........................................................................................................87
BAB
5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan..............................................................................................88
5.2.
Saran.........................................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................90 LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1.
Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara lama ......18
Tabel 2.2.
Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara baru .......19
Tabel 2.3.
Spesifikasi pemeriksaan agregat kasar.............................................20
Tabel 2.4.
Spesifikasi pemeriksaan agregat halus.............................................20
Tabel 2.5.
Spesifikasi gradasi campuran AC Spec VI.....................................21
Tabel 2.6.
Spesifikasi pemeriksaan filler ..........................................................21
Tabel 2.7.
Spesifikasi pemeriksaan aspal keras pen-60/70 ...............................22
Tabel 2.8.
Ketentuan sifat-sifat campuran laston ..............................................22
Tabel 2.9.
Persyaratan tes Marshall Bina Marga ..............................................23
Tabel 2.10. Klasifikasi campuran aspal berdasarkan angka permeabilitas .........33 Tabel 3.1.
Jumlah benda uji untuk menentukan kadar aspal cair optimum ......44
Tabel 3.2.
Jumlah benda uji untuk UCST, ITST, dan Permeabilitas dengan kadar aspal cair optimum..................................................................44
Tabel 3.3.
Gradasi rencana campuran AC spec VI SNI 03-1737-1989............45
Tabel 4.1.
Hasil pemeriksaan agregat ...............................................................55
Tabel 4.2.
Hasil pemeriksaan karakteristik aspal pen-60/70.............................57
Tabel 4.3.
Hasil pemeriksaan viskositas cutback asphalt RC-70......................57
Tabel 4.4.
Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 10%...............59
Tabel 4.5.
Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 10.5%............59
Tabel 4.6.
Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 11%...............60
Tabel 4.7.
Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 11.5%............60
Tabel 4.8.
Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 12%...............61
Tabel 4.9.
Hasil perhitungan volumetrik campuran dingin AC spec VI...........63
Tabel 4.10. Hasil pengujian Marshall campuran dingin AC spec VI .................64 Tabel 4.11. Rekapitulasi perhitungan volumetrik dan Marshall.........................65 Tabel 4.12. Nilai karakteristik Marshall untuk benda uji dengan kadar aspal optimum ...........................................................................................69 Tabel 4.13. Hasil perhitungan ITST campuran dingin AC spec VI ....................70 Tabel 4.14. Hasil perhitungan regangan campuran dingin AC spec VI..............71
13
Halaman Tabel 4.15. Hasil perhitungan modulus elastisitas campuran dingin AC spec VI..............................................................................................72 Tabel 4.16. Hasil perhitungan UCST campuran dingin AC spec VI ..................73 Tabel 4.17. Hasil perhitungan permeabilitas campuran dingin AC spec VI.......75 Tabel 4.18. Perbedaan hasil penelitian campuran dingin AC dan campuran panas AC ..........................................................................................87
14
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1.
Distribusi beban roda pada struktur perkerasan ..............................9
Gambar 2.2.
Diagram kerangka pikir penelitian................................................35
Gambar 3.1.
Grafik spesifikasi gradasi AC spec VI SNI 03-1737-1989 ..........45
Gambar 3.2.
Detail alat uji permeabilitas tipe AF-16 ........................................52
Gambar 3.3.
Diagram alir tahap penelitian ........................................................54
Gambar 4.1.
Agregat Kasar dan Halus ..............................................................56
Gambar 4.2.
Perbandingan benda uji sebelum dan setelah pengujian Marshall .......................................................................65
Gambar 4.3a. Grafik hubungan density bulk dengan kadar aspal cair.................66 Gambar 4.3b. Grafik hubungan porositas dengan kadar aspal cair .....................66 Gambar 4.3c. Grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal cair......................66 Gambar 4.3d. Grafik hubungan flow dengan kadar aspal cair.............................67 Gambar 4.3e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan kadar aspal cair ......67 Gambar 4.4.
Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji ITS....................70
Gambar 4.5.
Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji UCS..................74
Gambar 4.6.
Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji permeabilitas ....75
Gambar 4.7.
Diagram perbandingan nilai densitas ............................................77
Gambar 4.8.
Diagram perbandingan nilai porositas ..........................................78
Gambar 4.9.
Diagram perbandingan nilai stabilitas...........................................79
Gambar 4.10. Diagram perbandingan nilai flow ..................................................80 Gambar 4.11. Diagram perbandingan nilai Marshall Quotient ...........................81 Gambar 4.12. Diagram perbandingan nilai ITS...................................................82 Gambar 4.13. Diagram perbandingan nilai regangan ..........................................83 Gambar 4.14. Diagram perbandingan nilai modulus elastisitas...........................84 Gambar 4.15. Diagram perbandingan nilai UCS .................................................85 Gambar 4.16. Diagram perbandingan nilai permeabilitas ...................................86
15
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang berperan strategis dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan hankam. Jalan melayani 80-90% dari seluruh angkutan barang dan orang, sehingga pembangunan prasarana transportasi jalan raya
merupakan
sektor
pembangunan
yang
diprioritaskan,
baik
untuk
pembangunan konstruksi jalan baru maupun pemeliharaan jalan.
Penanganan konstruksi perkerasan apakah itu bersifat pemeliharaan, penunjang, peningkatan, ataupun rehabilitasi dapat dilakukan dengan baik setelah kerusakankerusakan yang timbul pada perkerasan dievaluasi mengenai penyebab dan akibat terhadap kerusakan tersebut.
Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan dari penyebab yang saling mengkait. Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan: 1. Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya. 2. Tingkat kerusakan (distress severity). 3. Jumlah kerusakan (distress amount). Sehingga dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang paling sesuai.
Lapisan permukaan jalan (surface course) merupakan bagian perkerasan yang paling atas. Salah satu fungsi lapisan ini adalah sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru. Kerusakan yang sering terjadi pada lapisan permukaan antara lain cracking, potholes, shoving, dan sebagainya.
16
Dari beberapa tipe kerusakan jalan tersebut, sebagian besar dilakukan penanganan dengan cara melakukan penambalan pada bagian yang mengalami kerusakan menggunakan aspal cold mix atau campuran dingin. Penambalan ini tidak menggunakan campuran panas karena pembuatan campuran panas (hot mix) cenderung untuk skala yang besar. Pemilihan cold mix untuk skala yang lebih kecil karena beberapa alasan, yaitu cold mix lebih praktis, tidak menimbulkan asap sehingga ramah lingkungan dan bebas polusi. Dapat dikerjakan secara manual, bentuk cair, dingin, dan siap pakai. Namun demikian, campuran dingin juga memiliki kelemahan, antara lain campuran dingin memerlukan waktu setting yang lebih lama daripada campuran panas. Hal tersebut berakibat terhadap waktu tundaan lalu lintas yang dapat terjadi karena penggunaan campuran dingin. Dari beberapa sifat yang dimiliki tersebut, maka cold mix menjadi alternatif yang tepat pengganti hot mix.
Cold mix juga dapat digunakan untuk pelapisan aspal pertama kali di atas permukaan pondasi jalan (priming) dan pemberian aspal pada bagian permukaan yang sudah ada lapisan aspalnya (tacking). Aspal yang digunakan dalam campuran dingin ini adalah aspal cair (cutback asphalt) atau aspal emulsi (emulsified asphalt).
Penggunaan cutback asphalt dengan campuran dingin untuk pembangunan konstruksi jalan baru masih terus dikembangkan untuk menghasilkan perkerasan jalan yang baik, terutama di daerah dengan cuaca dingin yang jauh dari Asphalt Mixing Plant (AMP). Penggunaan hot mix di daerah dingin yang jauh dari AMP sering terjadi kerusakan dini karena suhu penghamparan yang sudah tidak sesuai saat tiba di lokasi proyek, ataupun pemanasan yang melebihi batas sehingga menghilangkan sifat plastis dari aspal.
17
Cutback asphalt terdiri dari tiga macam, yaitu aspal cair penguapan cepat (rapid curing cutback asphalt) yang menggunakan premium sebagai bahan pencairnya, aspal cair penguapan sedang (medium curing cutback asphalt) yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan pencairnya, dan aspal cair penguapan lambat (slow curing cutback asphalt) yang menggunakan solar sebagai bahan pencairnya. Bahan-bahan pencair tersebut berperan sebagai katalisator menggantikan fungsi pemanasan untuk mencairkan aspal keras sampai viskositas tertentu, sehingga bisa dimixing dengan agregat. Dalam proses mixing tersebut telah terjadi penguapan pada bahan pencair yang pada akhirnya akan menguap habis setelah pemadatan, sehingga yang tersisa hanya campuran aspal dan agregat tanpa mengubah sifat thermoplastic aspal. Dari ketiganya, premium yang paling cepat menguap daripada solar dan minyak tanah, sehingga membutuhkan waktu setting yang lebih singkat pula.
Di Indonesia, perkerasan jalan pada umumnya menggunakan komposisi Asphalt Concrete (AC) dengan campuran panas. AC lebih banyak digunakan karena bergradasi menerus sehingga memiliki kekuatan mekanik yang tinggi. Dengan kekuatan yang dimiliki tersebut diharapkan AC dapat menerima beban tekan yang disebabkan oleh muatan kendaraan yang menimbulkan adanya gaya vertikal. Akibat adanya gaya vertikal tersebut perkerasan mengalami deformasi sehingga terdesak ke samping dan menyebabkan adanya beban tarik. Hal inilah yang menyebabkan perlunya pengujian kuat tekan bebas dan kuat tarik tidak langsung. AC sebagai lapis atas perkerasan harus cukup kedap air, sehingga perlu adanya pengujian permeabilitas.
Untuk menjawab tantangan teknologi yang terus berkembang, khususnya dalam hal penggunaan aspal cair di Indonesia, maka perlu dilakukan suatu pengujian awal pada skala laboratorium. Pengujian akan dilakukan pada jenis campuran dingin dengan komposisi AC dan aspal yang digunakan adalah aspal cair kelas
18
RC-70 yang selanjutnya ditinjau Marshall properties dan seberapa kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas dari campuran tersebut.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah Marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-70 sebagai binder.
1.3. Batasan Masalah Agar penelitian ini tidak terlalu luas tinjauannya dan tidak menyimpang dari rumusan masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan masalah yang ditinjau. Batasan-batasan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Perkerasan lentur (flexible) yang direncanakan adalah AC dengan pencampuran dingin.
2.
Aspal keras yang digunakan adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70.
3.
Aspal cair yang digunakan adalah cutback asphalt RC-70 dengan mencairkan aspal pen-60/70 menggunakan bensin dalam kondisi suhu ruang.
4.
Variasi kadar aspal pada interval 0,5 %.
5.
Gradasi yang digunakan adalah berdasarkan SNI no. Campuran VI.
19
6.
Agregat yang digunakan berasal dari daerah Sentolo, Yogyakarta.
7.
Filler yang digunakan adalah abu batu.
8.
Pencampuran dilakukan dengan manual dan tanpa menggunakan bahan tambah, dalam kondisi suhu ruang.
9.
Marshall properties yang ditinjau dalam penelitian ini adalah porositas, densitas, stabilitas, flow, dan Marshall Quotient yang diuji dalam kondisi suhu ruangan pada skala laboratorium.
10. Pengujian kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC dalam kondisi suhu ruangan pada skala laboratorium.
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui nilai Marshall properties campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-70 sebagai binder berdasarkan perbandingan berat dan kelayakan campuran tersebut dibandingkan terhadap standar spesifikasi SNI mengenai nilai Marshall properties.
2.
Mengetahui nilai kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC dengan pemakaian kadar aspal optimum terhadap penggunaan cutback asphalt
RC-70 berdasarkan perbandingan
berat. 3.
Mengetahui perbandingan nilai Marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas antara campuran dingin AC dengan campuran panas AC pada penelitian sebelumnya.
20
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Manfaat teoritis: Dapat memberikan tambahan wacana dan referensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang teknik sipil khususnya konstruksi jalan raya.
2.
Manfaat praktis: a. Mengembangkan perencanaan perkerasan lentur dengan campuran dingin AC. b. Mendapatkan alternatif pengganti hot mix dengan memanfaatkan campuran dingin AC untuk lapis perkerasan jalan raya maupun pemeliharaan dan penambalan terhadap kerusakan permukaan jalan raya.
21
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Menurut Wie Fuk, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa untuk lapis ikat yang menggunakan aspal cair jenis RC-250, kuat geser maksimum diperoleh pada kuantitas pelaburan sebesar 0,315 l/m2. Sedangkan yang menggunakan aspal emulsi jenis CRS-1, kuat geser maksimum diperoleh pada kuantitas pelaburan sebesar 0,5046 l/m2. Dalam ketentuan Bina Marga bahwa untuk keperluan lapis ikat, aspal cair yang digunakan adalah sebesar 0,2 – 0,5 l/m2 dan untuk aspal emulsi adalah sebesar 0,25 – 0,75 l/m2. Ini menunjukkan bahwa penggunaan aspal cair lebih irit dibandingkan dengan aspal emulsi untuk keperluan lapis ikat. (Fuk, 2002)
Menurut Ratna Widjaja, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara parameter Marshall dengan kuat tarik tidak langsung aspal beton. Jika terdapat hubungan antara kedua parameter tersebut, maka kuat tarik tidak langsung dapat diperkirakan nilainya jika nilai parameter Marshallnya diketahui. Dari regresi linier yang menggambarkan hubungan antara parameter Marshall dengan kuat tarik tidak langsung, dapat diketahui bahwa nilai kuat tarik tidak langsung berhubungan linier dengan nilai stabilitas, kelelahan, rongga udara, dan Marshall Quotient. (Widjaja, 2002).
Menurut M. A. Hanief, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa campuran dingin asphalt concrete dengan aspal emulsi yang menggunakan filler abu batu memiliki beberapa karakteristik yang lebih unggul dalam hal densitas, stabilitas, kuat tekan bebas, dan kuat tarik tidak langsung dibanding dengan filler fly ash.
22
Nilai densitas dari campuran filler abu batu sebesar 2,40 kg/cm3 dan dengan filler fly ash sebesar 2,34 kg/cm3. Nilai stabilitas campuran dengan filler abu batu sebesar 1462,40 kg dan dengan filler fly ash sebesar 906,09 kg. Nilai UCST campuran dengan filler abu batu sebesar 2489,59 KPa dan dengan filler fly ash sebesar 1867,19 KPa. Nilai ITST campuran dengan filler abu batu sebesar 166,55 KPa dan dengan filler fly ash sebesar 161,88 KPa. (Hanief, 2007)
Menurut Fajar Nugroho, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa hasil analisis dari campuran panas AC dengan gradasi AC-WC tanpa agregat pengganti didapat KAO 4,8% yang menghasilkan porositas sebesar 7,101 %, densitas sebesar 2,3 gr/cm3, stabilitas sebesar 1264,112 kg, flow sebesar 3,52 mm, MQ sebesar 377,155 kg/mm, kuat tarik tidak langsung sebesar 637,132 KPa, regangan sebesar 8,28E-03, modulus elastisitas sebesar 76955,20 KPa, kuat tekan bebas sebesar 4508,65 KPa, koefisien permeabilitas sebesar 6,85x10-4cm/dt. Sedangkan hasil analisis dari campuran dengan limbah ban sebagai pengganti sebagian agregat didapat KAO 4,6% yang menghasilkan porositas sebesar 11,4536 %, densitas sebesar 2,21 gr/cm3, stabilitas sebesar 706,708 kg, flow sebesar 3,62 mm, MQ sebesar 189,856 kg/mm, kuat tarik tidak langsung sebesar 498,648 KPa, regangan sebesar 1,081E-02, modulus elastisitas sebesar 46119,02 KPa, kuat tekan bebas sebesar 5056,08 KPa, koefisien permeabilitas sebesar 7,82x10-4cm/dt. (Nugroho, 2009)
Penggunaan campuran dingin dengan menggunakan cutback asphalt di Nigeria mendapatkan perhatian yang lebih daripada menggunakan aspal emulsi, seperti yang telah dikemukakan oleh Olutaiwo dkk dalam jurnalnya: “The significant role of liquid asphalt binders in the construction, maintenance and rehabilitation of bituminous pavements cannot be ignored. Incidentally, it is estimated that more than 98% of Nigeria’s over 40.000 km surfaced road network is bituminous-surfaced. The Common experience in maintenance and rehabilitation of roads in Nigeria is that the pavements fail very soon after rehabilitation. In conducting research into the possible causes of these early failures, this study takes a look at the characteristics of the liquid asphalt
23
binders used in maintenance and rehabilitation of roads in the country. The nearly exclusive use of cutback asphalt, even when asphalt emulsions would give higher returns in terms of performance and cost-effectiveness, is evaluated, the faulty processes of production of cutback asphalt are highlighted and appropriate recommendations are made. Most probably, the popularized usage of cutback asphalt in the country in contrast to asphalt emulsion is due to the simplicity in the blending process. Unfortunately, this simplistic blending by large percentage of road contractors cannot achieve the level of miscibility required between bitumen and solvent (kerosene) to produce qualitative cutback asphalt.” (Olutaiwo dkk, 2008). Dari pernyataan tersebut, cutback asphalt dipilih karena kaitannya dengan kesederhanaan dalam proses pencampuran.
Keuntungan dari metode cold mix asphalt dibanding dengan hot mix asphalt khususnya mengenai penggunaan energi yang lebih hemat telah dikemukakan oleh Timothy D. Miller dan Hussain U. Bahia sebagai berikut: “Foamed Asphalt is also considered beneficial because it may serve as a means of achieving base stabilization without significant energy use. Using lowtemperature asphalt can also improve construction under suboptimal weather condition, thereby prolonging the paving season. Compaction efforts may also be improved with improved workability. It is believed that using bitumen emulsions may be less expensive by roughly 15 percent compared to traditional HMA methods. One low- energy maintenance method worth investigating is the use of CMA for patching and emulsion-based slurry seals. Advantages of these methods include a reduction in production energy and storage life.” (Timothy D. Miller, and Hussain U. Bahia, 2009). Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa metode cold mix asphalt tidak menggunakan proses pemanasan sehingga penggunaan energi juga lebih hemat. Berbeda dengan hot mix asphalt yang memerlukan suhu tertentu yang cukup tinggi untuk mixing maupun compacting, cold mix asphalt dengan suhu rendah/ruangan lebih cocok diaplikasikan untuk kondisi cuaca yang kurang optimal, sehingga mampu memperpanjang umur perkerasan.
24
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Susunan Perkerasan Jalan
Lapisan perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban di atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar). Tujuan utama pembuatan perkerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau tekanan akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang dapat diterima oleh tanah yang menyokong beban tersebut.
Saat kendaraan bergerak, timbul tegangan dinamis akibat pergerakan kendaraan ke atas dan ke bawah karena ketidakrataan perkerasan, beban angin, dan lain sebagainya. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan perkerasan dan terdistribusi dalam bentuk piramid dalam arah vertikal pada seluruh ketebalan perkerasan. Semakin ke bawah pengaruh beban terhadap lapisan perkerasan semakin kecil, sehingga lapis tanah dasar tidak mengalami distorsi atau rusak. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 2.1. Beban
Deformasi
Wearing surface
Base course
Surface course
Binder course
Sub base course
Tanah dasar / Sub grade
25
Gambar 2.1. Distribusi beban roda pada struktur perkerasan Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi 3 jenis konstruksi perkerasan, yaitu: a.
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Disebut “lentur” karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan mendistribusikan beban lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar. Salah satu jenis perkerasan lentur adalah Hot Rolled Asphalt (HRA), Porous Asphalt
serta Asphalt
Concrete (AC). b.
Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Disebut “kaku” karena pelat beton tidak terdefleksi akibat beban lalu lintas dan didesain untuk umur 40 tahun sebelum dilaksanakan rekonstruksi besarbesaran. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton dengan atau tanpa tulangan yang diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.
c.
Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan yang mengkombinasikan antara aspal dan semen (PC) sebagai bahan pengikatnya. Penyusunan lapisan komposit terdiri dari dua jenis. Salah satu jenis perkerasan komposit adalah merupakan penggabungan secara berlapis antara perkerasan lentur (menggunakan aspal sebagai bahan pengikat) dan perkerasan kaku (menggunakan PC sebagai bahan pengikat).
Perkerasan umumnya terdiri dari empat lapis material konstruksi jalan yang mempunyai fungsi sebagai berikut: a.
Lapis Permukaan (Surface Course) Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, yang terdiri dari lapis aus (wearing surface) dan lapis antara (binder course). Fungsi lapis permukaan adalah:
26
1) Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya untuk mengurangi tegangan pada lapis bawah lapisan perkerasan jalan. 2) Menyediakan permukaan jalan yang rata, aman, dan kesat (anti selip). 3) Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air, sehingga melindungi struktur perkerasan jalan dari perubahan cuaca. 4) Menahan gaya geser dari beban roda kendaraan. 5) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru.
b.
Lapis Pondasi Atas (Base Course) Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah dasar apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas antara lain sebagai: 1) Lapis pendukung bagi lapis permukaan. 2) Pemikul beban horisontal dan vertikal. 3) Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.
c.
Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar, yang berfungsi sebagai: 1) Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi atas. 2) Lapis pertama pada pembuatan perkerasan. 3) Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal. 4) Melindungi lapis tanah dasar langsung setelah terkena udara.
d.
Tanah Dasar (Sub Grade) Tanah dasar (sub grade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah yang setelah dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya, yang berfungsi: 1) Memberi daya dukung terhadap lapisan di atasnya.
27
2) Sebagai tempat perletakan pondasi jalan.
2.2.2. Bahan Penyusun Lapis Perkerasan 2.2.2.1. Agregat Agregat
didefinisikan sebagai formasi
kulit bumi
yang keras dan penyal.
Menurut ASTM (1974) batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen–fragmen. Daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan oleh sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain, karena perkerasan jalan mengandung 9095% agregat berdasarkan persen berat atau 75-85% agregat berdasarkan persen volume.
Berdasarkan proses pengolahannya agregat dibedakan atas: a. Agregat alam Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam yang dapat dipakai langsung sebagai bahan perkerasan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Dua bentuk agregat alam yang sering dipergunakan yaitu kerikil dan pasir. Berdasarkan tempat asalnya agregat alam dapat dibedakan atas pitrun yaitu agregat yang diambil dari tempat terbuka di alam dan bankrun yaitu agregat yang berasal dari sungai/ endapan sungai. b. Agregat yang mengalami proses pengolahan Proses pengolahan diperlukan karena agregat yang berasal dari gunung atau bukit dan sungai masih banyak dalam bentuk bongkahan besar sehingga belum dapat langsung digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan. Tujuan dari proses pengolahan ini adalah : 1) Bentuk partikel bersudut, diusahakan berbentuk kubus. 2) Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik. 3) Gradasi sesuai yang diinginkan.
28
Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (crusher stone) sehingga ukuran partikel – partikel yang dihasilkan dapat terkontrol.
c. Agregat buatan Agregat ini dibuat dengan alasan khusus, yaitu agar mempunyai daya tahan tinggi dan ringan untuk digunakan pada konstruksi jalan. Bentuk partikel agregat sangat berpengaruh pada fungsi agregat tersebut untuk pembuatan jalan. Jika material ini dihasilkan dengan mesin pemecah batu maka kemungkinan bentuk agregat yang dihasilkan dapat diatur. Agregat yang berasal dari satu sumber pun dapat beragam kualitasnya, sehingga perlu diperiksa kualitasnya untuk menjaga ketersediaan bahan material jalan yang konsisten. Oleh karena itu agregat yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan yang ditentukan antara lain: a. Gradasi agregat Ukuran butir agregat dan persentase berat dari setiap jenis agregat yang diperlukan, ditentukan dalam persyaratan teknisnya. Gradasi adalah batas ukuran agregat yang terbesar dan yang terkecil, jumlah dari masing-masing jenis ukuran, persentase setiap ukuran butir pada agregat. Agregat akan disaring melalui serangkaian saringan, dari yang paling kasar sampai yang paling halus. Penentuan gradasi dapat berdasarkan persentase agregat yang tertahan saringan atau yang lolos saringan, sesuai jenis campurannya dan jenis lapisan perkerasan jalannya. Gradasi agregat dapat dibedakan atas: 1) Gradasi seragam (uniform graded) atau disebut juga gradasi terbuka adalah agregat dengan ukuran butir yang hampir sama atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapis perkerasan dengan sifat permeabilitas yang tinggi, stabilitas kurang, berat volume yang kecil.
29
2) Gradasi rapat (dense graded) atau gradasi baik (well gradation) merupakan campuran agregat kasar dan halus
dalam porsi yang
berimbang.
3) Gradasi senjang (gap gradation) atau gradasi buruk ( poorly graded) Merupakan campuran agregat yang yang tidak memenehui 2 kategori di atas. Agregat yang bergradasi buruk yang umum digunakan untuk perkerasan lentur yaitu gradasi senjang celah (gap gradation), merupakan campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit sekali. Akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis gradasi di atas.
Pada penelitian ini mengunakan gradasi Standar Nasional Indonesia (SNI) no campuran VI. Berdasarkan tipe – tipe gradasi di atas maka gradasi tersebut termasuk tipe gradasi rapat di mana semua fraksi agregat mulai dari yang kasar sampai yang halus tersedia.
Berdasarkan bentuk dan teksturnya, agregat dibedakan atas: 1) Bulat (rounded), biasanya merupakan agregat yang terdapat di sungai. Partikel agregat bulat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil. 2) Lonjong (elongated), partikel berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai atau bekas endapan sungai. Sifat interlocking-nya hampir sama dengan yang berbentuk bulat. 3) Kubus (cubical), merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu (crusher stone) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas. Bentuk bidang rata sehingga memberikan interlocking yang lebih besar. 4) Pipih (flaky), partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata – rata.
30
5) Tak beraturan (irregular), partikel agregat yang tidak beraturan tidak mengikuti salah satu yang disebutkan di atas. Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dikelompokkan menjadi : 1) Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan no. 4 (4,75 mm). 2) Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan no. 4 (4,75 mm) dan tertahan saringan no. 200 (0,075 mm). 3) Agregat pengisi (filler), yaitu batuan yang lolos saringan no. 200 (0,07 5 mm). b. Kekuatan agregat Asphalt concrete dibuat dan direncanakan untuk lapisan perkerasan jalan yang baik. Kualitas perkerasan sangat tergantung pada kekuatan agregatnya. Agregat harus keras, tahan lama, bersegi-segi agar saling mengunci. c. Kelekatan terhadap aspal Daya lekatan dengan aspal dipengaruhi juga oleh sifat agregat terhadap air. Granit dan batuan yang mengandung silika merupakan agregat bersifat hydrophilic yaitu agregat yang cenderung menyerap air. Agregat demikian tidak baik untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan aspal, karena mudah terjadi stripping yaitu lepasnya lapis aspal dari agregat akibat pengaruh air. (Sukirman, 1999) d. Rongga kosong Rongga-rongga kosong sangat mempengaruhi sifat asphalt concrete, sehingga perlu diisi dengan mineral atau aspal yang dapat menyelimuti semua butir-butir agregat tanpa mempengaruhi volumenya. Meskipun tercampur aspal sudah dihampar dan dipadatkan, masih ada rongga-rongga kosong, karena: 1) Dalam cuaca panas, aspal semen akan meleleh dan merembes ke atas permukaan jalan. 2) Rongga-rongga pada campuran asphalt concrete padat akan ditambah padatkan oleh beban lalu lintas. e. Kebersihan
31
Agregat yang mengandung substansi asing perusak harus dihilangkan sebelum digunakan dalam campuran perkerasan, seperti tumbuh-tumbuhan, partikel halus dan gumpalan lumpur. Hal ini disebabkan substansi asing dapat mengurangi daya lekat aspal terhadap batuan sehingga mempengaruhi perkerasan. f. Kekuatan dan Kekerasan Kekuatan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur atau pecah oleh pengaruh mekanis atau kimiawi. Agregat yang digunakan untuk lapisan perkerasan haruslah mempunyai daya tahan terhadap degradasi (pemecahan) yang mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, repetisi beban lalu lintas dan disintegrasi (penghancuran) yang terjadi selama masa pelayanan jalan tersebut. Kekuatan dan keausan agregat diperiksa dengan menggunakan percobaan Abrasi Los Angeles, berdasarkan PB-0206-76, AASHTO T96-7 (1982). (Sukirman, 1999).
2.2.2.2. Filler (Bahan Pengisi)
Filler merupakan butiran sangat halus minimum 83 % lolos saringan No.200 bersifat non-plastis yang diperlukan untuk mendapatkan suatu gradasi yang rapat (dense). Fungsi filler dalam campuran aspal dengan agregat adalah mengisi rongga-rongga (voids) di antara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi lebih kecil dan kerapatan massanya menjadi lebih besar. Dengan bubuk isian yang berbutir halus maka luas permukaan butir akan bertambah, sehingga luas bidang kontak yang ditimbulkan antara butiran juga akan bertambah luas, akibatnya tahanan terhadap gaya geser menjadi lebih besar yang selanjutnya stabilitas terhadap geseran akan bertambah.
2.2.2.3. Binder (Bahan Pengikat)
32
Bahan pengikat yang digunakan pada perkerasan lentur adalah aspal. Aspal dikenal sebagai suatu bahan atau material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesive), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida.
Aspal yang digunakan dalam material perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut: a. Sebagai bahan pengikat, meningkatkan adhesi dan kohesi sehingga memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan aspal dan antara aspal dengan agregat. b. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam agregat itu sendiri.
Berdasarkan sumbernya aspal dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Aspal Alam Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, di antaranya: 1) Aspal Danau (lake asphalt), terdapat di Trinidat, Bermuda. 2) Aspal Gunung (rock asphalt), terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Aspal ini sering dikenal dengan nama Butas (buton asphalt) atau Asbuton (aspal batu Buton), terdapat di dalam batu karang, sehingga aspalnya bercampur dengan batu kapur (CaCo3).
b. Aspal Buatan Beberapa aspal buatan di antaranya : 1) Tar, merupakan hasil penyulingan batubara.
33
Tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan, karena lebih cepat mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan beracun. 2) Aspal Minyak (Petroleum Asphalt), diperoleh dari minyak bumi atau sering disebut juga sebagai aspal minyak (asmin). Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas: a) Aspal keras (asphalt cement) Aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk
padat
pada
keadaan
penyimpanan
(suhu
ruang).
Pengelompokkan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi pada temperatur 25 C atau berdasarkan nilai viskositasnya. Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.
b) Aspal cair (cutback asphalt) Aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal ini digunakan pada keadaan cair tanpa adanya pemanasan. Aspal cair adalah aspal keras yang dicairkan menggunakan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti bensin, solar atau minyak tanah. Berdasarkan bahan pencairnya, aspal cair dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : - Aspal cair RC (rapid curing) dengan pencair bensin (premium), merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
34
- Aspal cair MC (medium curing) dengan pencair minyak tanah (kerosin), merupakan aspal cair dengan kecepatan menguap sedang. - Aspal cair SC (slow curing) dengan pencair minyak diesel (solar), merupakan aspal cair dengan kecepatan menguap paling lambat.
Jenis aspal cair dibedakan menurut kekentalannya. Cara mengukur kekentalan ada dua cara, yaitu berdasarkan cara lama dan cara baru.
Tabel 2.1. Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara lama Indek 0 1 2 3 4 5
Kekentalan (detik) 15 – 30 45 – 90 100 – 200 250 – 500 500 – 1200 1500 – 3500 Sumber: Bahan dan Struktur Jalan Raya (1995)
Dengan demikian akan didapat aspal cair: RC0
RC1
RC2
RC3
RC4
RC5
MC0 MC1 MC2 MC3 MC4 MC5 SC0
SC1
SC2
SC3
SC4
SC5
Tabel 2.2. Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara baru Indek
Kekentalan (sentistoke)
35
30 70 250 800 3000
30 – 60 70 – 140 250 – 500 800 – 1600 3000 – 6000 Sumber: Bahan dan Struktur Jalan Raya (1995)
Dengan demikian akan didapat aspal cair: RC30
RC70
RC250
RC800
RC3000
MC30
MC70
MC250
MC800
MC3000
SC30
SC70
SC250
SC800
SC3000
Aspal cair umumnya dipakai pada pekerjaan coating, pembuatan aspal beton campuran dingin (cold mix). Persyaratan umum aspal cair antara lain, aspal cair harus berasal dari hasil minyak bumi, aspal harus mempunyai sifat yang sejenis, kadar parafin dalam aspal lebih kecil dari 2%, dan jika dipanaskan tidak menunjukkan adanya pemisahan dan penggumpalan. (Totomihardjo, 1995).
Viskositas aspal cair jenis RC dengan alat Say Bolt Furol dapat dinyatakan dengan rentang detik sebagai berikut: -
Kelas RC 70 Viskositas Say Bolt Furol pada 50oC adalah 60 detik sampai dengan 120 detik.
-
Kelas RC 250 Viskositas Say Bolt Furol pada 125oC adalah 125 detik sampai dengan 250 detik.
-
Kelas RC 800 Viskositas Say Bolt Furol pada 82,2oC adalah 100 detik sampai dengan 200 detik.
36
-
Kelas RC 3000 Viskositas Say Bolt Furol pada 82,2oC adalah 300 detik sampai dengan 600 detik.
(Revisi SNI 03-4800-1998)
c) Aspal emulsi (emulsified asphalt) Aspal emulsi merupakan suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas: - Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positif. - Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan negatif. - Nonionik merupakan aspal emulsi ysng tidak mengalami ionisasi (tidak menghantarkan listrik). Yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik dan kationik.
2.2.3. Spesifikasi Bahan dan Campuran
2.2.3.1. Spesifikasi Agregat
Tabel 2.3. Spesifikasi pemeriksaan agregat kasar No.
Jenis Pemeriksaan
Syarat
37
1.
Keausan dengan Los Angeles
Maks. 40%
2.
Kelekatan Aspal
> 95%
3.
Penyerapan agregat terhadap air
Maks. 3%
4.
Berat jenis oven dry
Min. 2,5 gr/cc
Sumber: Divisi VI Perkerasan Aspal
Tabel 2.4. Spesifikasi pemeriksaan agregat halus No.
Jenis Pemeriksaan
Syarat
1.
Penyerapan agregat terhadap air
Maks. 3%
2.
Berat jenis oven dry
Min. 2,5 gr/cc
Sumber: SNI 03-6819-2002
2.2.3.2. Spesifikasi Gradasi
Suatu campuran untuk konstruksi perkerasan jalan mempunyai spesifikasi gradasi tertentu untuk menghasilkan stabilitas, keamanan dan kenyamanan yang tinggi. Spesifikasi gradasi tersebut menunjukkan persentase agregat yang lolos pada setiap saringan terhadap berat total agregat. Spesifikasi gradasi yang digunakan adalah berdasar SNI, seperti yang tersaji pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Spesifikasi gradasi campuran AC Spec VI Ukuran Saringan 1
% Berat Lolos
38,1 mm (1 /2”)
100
25,4 mm (1”)
90-100
19,1 mm (3/4”)
82-100
12,7 mm (1/2”)
72-90
38
4,76 mm (#4)
52-70
2,38 mm (#8)
40-56
0,59 mm (#30)
24-36
0,279 mm (#50)
16-26
0,149 mm (#100)
10-18
0,074 mm (#200)
6-12
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
2.2.3.3. Spesifikasi Filler
Filler yang digunakan adalah abu batu dengan persyaratan seperti yang tersaji pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Spesifikasi pemeriksaan filler No.
Jenis Pemeriksaan
Syarat
1.
Lolos saringan No. 200
85-100%
2.
Berat jenis oven dry
Min. 2,5 gr/cc
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
2.2.3.4. Spesifikasi Aspal
Aspal yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan seperti yang tersaji pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Spesifikasi pemeriksaan aspal keras pen-60/70 No.
Jenis Pengujian
Metode
Persyaratan
39
1.
Penetrasi, 25°C; 100 gr; 5 detik, 0,1 mm
SNI 06-2456-1991
60-79
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Titik Lembek, °C Titik nyala, °C Daktalitas 25°C, cm Berat jenis, gr/cc Kelarutan dalam trichlor, % berat Penurunan Berat (dengan TFOF) % berat Penetrasi setelah penurunan berat,% asli Daktilitas setelah penurunan berat,% asli Uji nodal aspal Standar naptha Naptha xylene Hephtane Xylene
SNI 06-2434-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2441-1991 RSNI M -04-2004 SNI 06 -2440-1991 SNI 06-2456-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 03-6885-2002
48-58 min. 200 min. 100 min. 1,0 min. 99 mak. 0,8 min.54 min. 50 negatif
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
2.2.3.5. Spesifikasi Campuran
Ketentuan sifat-sifat campuran laston telah ditetapkan seperti yang tersaji pada tabel 2.8.
Tabel 2.8. Ketentuan sifat-sifat campuran laston Laston
Sifat- sifat campuran Penyerapan aspal, (%)
WC mak.
Jumlah tumbukan per bidang Rongga dalam campuran (VIM), (%) Rongga dalam agregat (VMA), (%) Rongga terisi aspal (VFB), (%)
75 min. mak. min. min.
Sifat- sifat campuran Stabilitas marshall, (kg) Kelelahan, (mm) Marshall quotient, (kg/mm)
BC 1,2
min. min. min.
3,5 5,5 15 14 65 63 Laston WC BC 800 3 250
Base 112
13 60 Base 1500 5 300 40
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman Selama 24 jam, 60°C Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal), (%)
min.
75
min.
2,5
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
Persyaratan tes Marshall menurut Bina Marga telah ditetapkan seperti yang tersaji pada tabel 2.9. Tabel 2.9. Persyaratan tes Marshall Bina Marga Parameter Tes Marshall Kondisi No. Stabilitas Densitas Flow Porositas Lalu Lintas (kg) (gr/cc) (mm) (%)
MQ (kg/mm)
1.
Berat
550
2-3
2-4
3-5
200-350
2.
Sedang
450
2-3
2-4,5
3-5
200-350
3.
Ringan
350
2-3
2-5
3-5
200-350
Sumber: Persyaratan Tes Marshall Bina Marga (1987)
2.2.4. Asphalt Concrete (AC)
AC merupakan campuran aspal yang mempunyai agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal. Komposisi bahan campuran agregat mempunyai gradasi menerus. Dalam campuran, agregat kecil akan mengisi ruang diantara agregat yang besar sehingga membentuk struktur yang padat dengan rongga udara yang sangat kecil. Bahan aspal akan menyelimuti butiran agregat sebagai lapisan tipis dan sebagian akan mengisi rongga di antara agregat.
AC memiliki gradasi menerus yang berarti distribusi agregat kasar, sedang dan halus memiliki porsi yang merata. Kekuatan mekanik campuran aspal beton diperoleh dari geseran antar agregat, sifat penguncian antar agregat serta kohesi antar butir agregat yang telah terselimuti oleh aspal. Gradasi menerus yang dimiliki aspal beton menyebabkan material yang digunakan harus memiliki kekuatan yang merata. Hal ini berlaku karena kekuatan yang dihasilkan oleh aspal beton juga dipengaruhi oleh kesempurnaan gradasi yang digunakan, itu berarti agregat yang digunakan harus memenuhi syarat yang ditentukan.
41
Pembuatan lapis aspal beton dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapis permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapis kedap air yang dapat melindungi konstruksi di bawahnya. (Depertemen Pekerjaan Umum, 1987)
2.2.5. Perencanaan Campuran
2.2.5.1. Campuran dingin (Cold mix) Campuran ini merupakan campuran pada suhu dingin/suhu ruang. Pencampuran agregat dan aspal dilakukan dalam keadaan dingin (tanpa pemanasan). Aspal yang biasa digunakan adalah aspal cair atau aspal emulsi. Aspal cair menggunakan bahan pengencer dari hasil penyulingan minyak bumi seperti bensin, minyak tanah, atau solar. Sedangkan aspal emulsi menggunakan air ditambah bahan pengemulsi tertentu untuk mencairkan aspal keras.
2.2.5.2. Campuran panas (Hot mix) Proses pencampuran ini dilakukan dalam keadaan panas dengan cara mencampurkan agregat dan aspal yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih dahulu, kemudian diaduk supaya aspal merata dalam campuran. Proses pemanasan harus dikontrol secara cermat agar tidak terjadi perbedaan temperatur antara aspal dan agregat.
2.2.6. Karakteristik Campuran
Lapis perkerasan harus memenuhi karakteristik tertentu sehingga didapat suatu lapisan yang kuat menahan beban, aman dan dapat dilalui kendaraan dengan nyaman. Karakteristik perkerasan antara lain: 42
a.
Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang (deformasi permanen), alur ataupun bleeding (keluarnya aspal ke permukaan). Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar agregat, penguncian butir partikel (interlock) dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Sehingga stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan : 1) Agregat dengan gradasi yang rapat. 2) Agregat dengan permukaan kasar. 3) Agregat berbentuk kubikal. 4) Aspal dengan penetrasi rendah. 5) Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir.
Angka-angka stabilitas benda uji didapat dari pembacaan alat uji Marshall. Angka stabilitas ini masih harus dikoreksi lagi dengan kalibrasi alat dan ketebalan benda uji. Nilai stabilitas yang dipakai dihitung dengan rumus 2.1.
S = q × k × H × 0,454 ......………..............………..………….......(Rumus 2.1)
Keterangan : S
= Stabilitas (kg)
q
= Pembacaan stabilitas alat (lb)
k
= Faktor kalibrasi alat
H
= Koreksi tebal benda uji
0,454 = Konversi satuan dari (lb) ke (kg)
43
b.
Flow (kelelahan plastis) Flow adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur, dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow mengindikasikan campuran bersifat elastis dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat beban. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal, gradasi, suhu, dan jumlah pemadatan. Semakin tinggi nilai flow, maka campuran akan semakin elastis. Sedangkan apabila nilai flow rendah, maka campuran sangat potensial terhadap retak. Angka flow diperoleh dari hasil pembacaan arloji flow yang menyatakan deformasi benda uji.
Hasil bagi dari stabilitas dan flow, yang besarnya merupakan indikator dari kelenturan yang potensial terhadap keretakan disebut Marshall Quotient. Nilai Marshall Quotient dihitung dengan rumus 2.2. MQ =
S f
……………………………………...………………(Rumus 2.2)
Keterangan:
c.
MQ
= Marshall Quotient
(kg/mm)
S
= Stabilitas
(kg)
f
= Nilai flow
(mm)
Durability (daya tahan) Daya tahan lapis perkerasan menunjukkan kemampuan lapis perkerasan untuk mempertahankan dari kerusakan yang terjadi selama masa pelayanan
44
jalan. Kerusakan tersebut terjadi karena pengaruh buruk lingkungan dan iklim (udara, air, dan temperatur). Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapisan aspal beton adalah: 1) Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding menjadi tinggi. 2) Void In Mix (VIM) kecil, sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh/getas. 3) Void in Material (VMA) besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadi bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi senjang.
d.
Skid Resistance (tahanan geser/kekesatan) Skid resistance adalah kemampuan lapis permukaan pada lapis perkerasan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya roda selip atau tergelincir pada waktu permukaan basah. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi hujan kekesatan pada lapis permukaan akan berkurang. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dan ban kendaraan. Untuk mendapatkan ketahanan geser yang tinggi dapat dilakukan dengan cara: 1) Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding. 2) Penggunaan agregat dengan permukaan kasar. 3) Penggunaan agregat yang cukup. 4) Penggunaan agregat berbentuk kubikal.
e.
Fleksibilitas
45
Fleksibilitas pada lapis perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan : 1) Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar. 2) Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi tinggi ). 3) Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil.
f.
Porositas Porositas adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan. Berfungsi untuk mengalirkan air permukaan secara sempurna bersamaan dengan kemiringan perkerasan sehingga dapat mengurangi beban drainase yang terjadi di permukaan. Porositas dipengaruhi oleh densitas dan spesific gravity campuran.
Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada campuran Asphalt Concrete. Besarnya densitas diperoleh dengan rumus 2.3. D=
Wdry (Ws - Ww) …..….………………………………………...…(Rumus 2.3)
Keterangan : D = Densitas/berat isi Wdry
= Berat kering/berat di udara
(gr)
Ws
= Berat SSD
(gr)
Ww
= Berat di dalam air
(gr) 46
Spesific gravity campuran menunjukkan berat jenis pada campuran (SGmix) diperoleh dengan rumus 2.4. SGmix =
Wag
100 ………………………(Rumus 2.4) %Wak %Wah %Wf %Wb + + + SGak SGah SGf SGb
= Vag ´ SGag
…....……………………………..……..(Rumus 2.5)
Waspal = Vaspal ´ SGaspal ………………………….…..…..…...(Rumus 2.6) Wfiller = Vfiller ´ SGfiller ……………………….………..……....(Rumus 2.7)
Keterangan : Wak
=
berat agregat kasar
(gram)
Wah
=
berat agregat halus
(gram)
Wf
=
berat filler
(gram)
Wb
=
berat aspal
(gram)
Vak
=
volume agregat kasar
(cm3)
Vah
=
volume agregat halus
(cm3)
Vf
=
volume filler
(cm3)
Vb
=
volume aspal
(cm3)
SGak
=
Specific Gravity Agregat Kasar
(gr/cm3)
SGah
=
Specific Gravity Agregat Halus
(gr/cm3)
SGf
=
Specific Gravity Filler
(gr/cm3)
SGb
=
Specific Gravity Aspal
(gr/cm3)
SGmix
=
Specific Gravity Campuran
(gr/cm3) 47
%Wx
=
% berat tiap komponen
(%)
SG
=
Spesific gravity tiap komponen
(gr/cm3)
(ak = agregat kasar, ah = agregat halus, f = filler, b = bitumen)
Dari nilai densitas dan specific gravity campuran dapat dihitung besarnya porositas dengan rumus 2.8. D ù é P = ê1 ú ´ 100 …..……………………………................(Rumus 2.8) ë SGmix û
Keterangan : P
= Porositas benda uji
(%)
D
= Densitas benda uji yang dipadatkan
(gr/cm3)
SGmix = Spesific gravity campuran
(gr/cm3)
2.2.7. Pengujian Campuran
2.2.7.1. Marshall Test
Uji Marshall dilakukan untuk menentukan stabilitas, flow, dan Marshall Quotient. Selanjutnya hasil tersebut digunakan untuk menentukan kadar aspal optimum.
2.2.7.2. Kuat Tarik Tidak Langsung
Kuat tarik adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada secara horisontal. Gaya tarik terkadang digunakan untuk mengevaluasi potensi
48
retakan pada campuran aspal. Untuk mendapatkan pembebanan gaya tarik aspal yang terjadi di lapangan masih sulit, sehingga metode yang paling memungkinkan untuk mengetahui gaya tarik dari aspal beton adalah dengan menggunakan metode Indirect Tensille Strenght Test. Nilai kuat tarik tidak langsung diperoleh dari pembacaan dial alat Indirect Tensile Strenght Test.
Gaya tarik tidak langsung menggunakan benda uji yang berbentuk silindris yang mengalami pembebanan tekan dengan dua pelat penekan yang menciptakan tegangan tarik yang tegak lurus sepanjang diameter benda uji sehingga menyebabkan pecahnya benda uji. Pengujian gaya tarik tidak langsung secara normal dilaksanakan menggunakan alat Marshall test yang telah dimodifikasi dengan pelat berbentuk cekung dengan lebar 12,5 mm pada bagian penekan Marshall. Pengukuran kekuatan tarik dihentikan apabila jarum pengukur pembebanan telah berbalik arah atau berlawanan dengan arah jarum jam. Besarnya kuat tarik dapat dihitung dengan rumus 2.9.
ITS =
2 xP ...….……………………………………………...…(Rumus 2.9) pxdxh
Keterangan : ITS : nilai kuat tarik secara tidak langsung (KPa) P
: beban pengujian maksimum (Kg)
h
: tinggi benda uji (cm)
d
: diameter benda uji (cm)
dengan ukuran semula. Besarnya nilai regangan dapat dihitung dengan rumus 2.10.
e=
Dl ..............….………………………………………..……....(Rumus 2.10) L
Keterangan : : regangan : perubahan panjang atau deformasi horisontal (mm)
49
L
: panjang mula-mula atau diameter benda uji (mm)
Dengan didapatnya nilai regangan dan tegangan dari campuran, maka dapat dihitung pula nilai modulus elastisitas (E) dari campuran. Modulus elastisitas (E) merupakan perbandingan antara nilai tegangan dan regangan campuran yang dapat dicari dengan rumus 2.11.
E=
s e
..............….…………………………………………..…….(Rumus 2.11)
Keterangan : E
: modulus elastisitas (Kpa) : tegangan (Kpa) : regangan
2.2.7.3. Kuat Tekan Bebas
Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada secara vertikal yang dinyatakan dalam kg atau lb. Besarnya muatan kendaraan yang disalurkan melalui roda kendaraan merupakan beban tekan yang diterima perkerasan. Nilai kuat tekan suatu campuran aspal beton dapat diketahui dengan Uji Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength Test). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kuat desak yang mampu diterima oleh benda uji. Pengujian ini menggunakan alat uji marshall yang telah dimodifikasi. Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban P pada saat benda uji hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda uji tersebut dihitung dengan rumus 2.12. UCS =
P …………………………………………………………..(Rumus 2.12) A
Keterangan : UCS = nilai Unconfined Compressive Strength (KPa) P
= beban maksimum (Kg)
A
= luas permukaan benda uji tertekan (cm2)
50
2.2.7.4. Permeabilitas
Permeabilitas yaitu kemampuan suatu sampel untuk dapat mengalirkan zat alir (fluida) baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas campuran aspal. Ukuran permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas sebagai K (cm²) dan koefisien permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai K dan koefisien k adalah : ……………………………………………....(Rumus 2.13) Keterangan : = berat jenis zat alir (gr/cm³) µ
= viskositas zat alir (gr.detik/cm²)
K
= permeabilitas (cm²)
k
= koefisien permeabilitas (cm/detik)
Permeabilitas campuran AC dapat diukur dengan nilai yang menunjukkan nilai permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k), (cm/dt). Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang sudah banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan dari hukum Darcy dalam Suparma (1997) adalah sebagai berikut : …………...……………………………………………....(Rumus 2.14) Rumus di atas diturunkan menjadi : ……………...……………………………………….…….(Rumus 2.15)
…………………………………………………………...(Rumus 2.16)
…………….……………………………………………..(Rumus 2.17) 51
Keterangan : q=
= debit rembesan (cm³/detik)
V = volume rembesan (cm³) T = lama waktu rembesan terukur (detik) i= h=
= gradient hidrolik, parameter tak berdimensi = selisih tinggi tekanan total, (cm)
P = tekanan air pengujian, (kg/cm²) g = berat unit, (0,001 kg/cm3) A = luas penampang benda uji yang dilalui q, (cm²)
Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran AC dapat diklasifikasikan menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) dalam Suparma (1997) menetapkan pembagian campuran berdasarkan permeabilitas seperti yang tersaji pada tabel 2.10. Table 2.10. Klasifikasi campuran aspal berdasarkan angka permeabilitas k (cm/detik)
Permeabilitas
1.10-8
Impervious
1.10-6
Practically impervious
1.10-4
Poor drainage
1.10-2
Fair drainage
1.10-1
Good drainage
Sumber : Mullen, 1967
Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas AF-16 yang menggunakan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk
52
membantu mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji.
2.3. Kerangka Pemikiran
Mulai
Latar Belakang Masalah : 1. Perlunya perbaikan segera pada lapis permukaan jalan yang rusak dengan skala yang tidak cukup besar. 2. Cold mix lebih praktis, lebih ramah lingkungan, dapat dikerjakan secara manual, bentuk cair, dingin, dan siap pakai. 3. Penggunaan cutback asphalt dengan campuran dingin masih terus dikembangkan untuk menghasilkan perkerasan jalan yang baik. Rumusan Masalah: Bagaimanakah marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC apabila digunakan Tujuan Penelitian: cutback asphalt RC-70 sebagai binder. 1. Mengetahui nilai Marshall properties campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-70 sebagai binder berdasarkan perbandingan berat dan kelayakan campuran tersebut dibandingkan terhadap standar spesifikasi SNI mengenai nilai marshall properties. 2. Mengetahui nilai kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC dengan pemakaian kadar aspal optimum terhadap penggunaan cutback asphalt RC-70 berdasarkan perbandingan berat. Pembuatan benda uji dengan komposisi 3. Mengetahui perbandingan nilai Marshall properties, kuat tarik tidak gradasi spek VI langsung, kuat tekan bebas, danAC permeabilitas antara campuran dingin A AC dengan campuran panas AC pada penelitian sebelumnya. A Pengujian Marshall Properties Penentuan kadar aspal optimum 53
Pengujian: · ITS (Indirect Tensile Strenght) · UCS (Unconfined Compressive Strenght) · Permeabilitas Analisis Data Kesimpulan Selesai Gambar 2.2. Diagram kerangka pikir penelitian
54
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data, kemudian data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil analisis dan perbandingan terhadap syarat-syarat yang ada. Data ini dapat menggambarkan bagaimanakah kedudukan variabel-variabel yang diamati. Data pengujian Marshall Test untuk menunjukkan kadar aspal optimum campuran.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini berjalan dari tanggal 31 Agustus 2009 sampai dengan tanggal 6 Desember 2009.
3.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimental terhadap beberapa benda uji yang diuji di laboratorium. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.
3.3.1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk
55
manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian / pengujian secara langsung.
Data yang termasuk ke dalam data primer adalah sebagai berikut: 1.
Data pemeriksaan aspal
2.
Data Pengujian Marshall Properties
3.
Data Pengujian kuat tarik tidak langsung (ITST).
4.
Data Pengujian kuat tekan bebas (UCST).
5.
Data Pengujian permeabilitas.
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (didapat dari penelitian atau sumber lain) untuk bahan / jenis yang sama. Dalam banyak hal peneliti harus menerima data sekunder menurut apa adanya. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Data pemeriksaan agregat.
2.
Data koreksi tebal.
3.
Pengujian ITST campuran panas AC pada penelitian sebelumnya.
4.
Pengujian UCST campuran panas AC pada penelitian sebelumnya.
5.
Pengujian permeabilitas campuran panas AC pada penelitian sebelumnya.
3.4. Peralatan dan Bahan Penelitian
56
3.4.1. Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a.
Oven dan pengatur suhu.
b.
Timbangan triple beam.
c.
Satu set ayakan beserta sieve shaker.
d.
Alat pembuat briket campuran aspal, terdiri dari: 1) Satu set cetakan (mould) berbentuk silinder dengan diameter 101,45 mm, tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher sambung. 2) Satu set alat pemadat (compactor) yang terdiri dari alat penumbuk dan landasan pemadat. 3) Dongkrak hidrolis (hydraulic jack).
e.
Alat pemeriksaan Density, Specific Gravity, dan Porosity, terdiri dari: 1) Jangka Sorong. 2) Timbangan Triple Beam.
f.
Satu set water bath.
g.
Satu set alat uji marshall, terdiri dari: 1) Kepala penekan yang berbentuk lengkung (breaking head). 2) Cincin penguji berkapasitas 2500 kg dengan arloji tekan. 3) Arloji penunjuk kelelahan (flow meter).
h.
Satu set alat uji kuat tarik tidak langsung, terdiri dari: 1) Kepala penekan yang berbentuk balok. 2) Arloji tekan.
i.
Satu set alat uji kuat tekan bebas, terdiri dari:
57
1) Kepala penekan yang berbentuk pelat silinder. 2) Arloji tekan. j.
Satu set alat uji Permeabilitas Tipe AF-16, terdiri dari: 1) Alat ukur tekanan: 35 kg/cm² (tekanan tinggi) dan 10 kg/cm² (tekanan rendah). 2) Tekanan normal: 3-10 kg/cm² (dengan katup pengatur tekanan) 3) Tabung gas Nitrogen (N2). 4) Tangki air pengumpul tekanan. 5) Bejana rembesan. 6) Tabung pengukur 1000cc.
k.
Peralatan bantu lainnya: 1) Spatula. 2) Wajan lengkap dengan alat pangaduk. 3) Kertas.
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a.
Aspal Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70 dengan sifat-sifat telah diteliti di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik UNS.
b.
Agregat
58
Agregat yang digunakan berasal dari PT. Pancadharma, (ex: Sentolo). c.
Filler Filler yang digunakan adalah abu batu dari PT. Pancadharma, (ex: Sentolo).
d.
Premium Premium atau bensin digunakan untuk mencairkan aspal keras dengan perbandingan berat tertentu sesuai kebutuhan dalam penelitian.
3.5. Pemeriksaan Bahan 3.5.1. Pemeriksaan agregat
Pemeriksaan agregat telah dilakukan di Workshop Laboratorium Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang.
Pemeriksaan agregat meliputi: a.
Pemeriksaan abrasi agregat.
b.
Pemeriksaan berat jenis agregat kasar.
c.
Pemeriksaan berat jenis agregat halus.
3.5.2. Pemeriksaan aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70. Pemeriksaan aspal meliputi: a. Pemeriksaan penetrasi aspal sesuai SNI 06-2456-1991, yaitu : 1) Meletakkan benda uji dalam tempat air bak perendam pada suhu 25oC selama 1 - 1,5 jam.
59
2) Memasang jarum penetrasi pada pemegang jarum yang telah dibersihkan dengan toluena dan mengeringkan dengan lap bersih. 3) Meletakkan pemberat 50 gr di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar (100 ± 0,1) gr. 4) Memindahkan benda uji dari bak perendam ke bawah alat penetrasi. 5) Menyetel alat agar skala menunjukkan pada angka nol, kemudian menurunkan jarum perlahan-lahan hingga menyentuh pada permukaan benda uji. 6) Menekan pemegang jarum bersamaan dengan menjalankan stop watch selama (5 ± 0,1) detik. 7) Membaca angka penetrasi dari benda uji dan menyiapkan percobaan pada sampel yang sama tetapi pada tempat penetrasi yang berbeda. 8) Melakukan percobaan sebanyak 5 kali pada tiap sampel uji dengan ketentuan tiap titik pemeriksaaan, tempat satu sama lain berjarak 1 cm dari tepi.
Pemeriksaan titik lembek aspal sesuai SNI 06-2434-1991, yaitu : 1) Memeriksa dan mengatur jarak antara permukaan plat dasar dengan dasar benda uji sehingga menjadi 25,4 mm. 2) Mengisi bejana dengan air suling baru dengan temperatur (5±1)oC, sehingga tinggi permukaan air berkisar 101,6 mm sampai 108 mm. 3) Memasang dan mengatur kedua benda uji di atas dudukan dan meletakkan pengarah bola di atasnya, memasukkan seluruh peralatan ke dalam bejana gelas. 4) Meletakkan bola-bola baja di atas dan di tengah permukaan masingmasing benda uji menggunakan penjepit dan memasang kembali pengarah bola. 5) Meletakkan termometer di antara kedua benda uji. 6) Memanaskan bejana sehingga temperatur naik 5o C /menit, Untuk 3 menit pertama beda kecepatan tidak boleh lebih dari 0,5oC sampai bola baja jatuh di atas permukaan plat. 7) Mencatat temperatur saat bola jatuh menyentuh plat dasar.
60
c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar aspal sesuai SNI 06-2433-1991, yaitu : 1) Meletakkan cawan di atas plat pemanas dan mengatur sumber pemanas sehingga terletak di bawah titik tengah cawan. 2) Meletakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah cawan. 3) Menempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4 mm di atas dasar cawan dan terletak pada suatu garis yang menghubungkan titik tengah cawan
dan titik poros tengah penguji.
Kemudian mengatur termometer sehingga termometer terletak pada jarak ¼ diameter cawan dari tepi. 4) Menempatkan penahan angin di depan nyala penguji. 5) Menyalakan sumber pemanas dan mengatur pemanasan sehingga kenaikan suhu menjadi (15 ± 1)o C per menit. 6) Mengatur kecepatan pemanasan 5oC – 6oC permenit pada pemanasan selanjutnya. 7) Menyalakan nyala penguji dan mengatur agar diameter nyala penguji tersebut menjadi 3,2 – 4,8 mm. 8) Memutar nyala penguji pada as sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2oC. 9) Melanjutkan pekerjaan 6 dan 8 sampai terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan benda uji. Membaca suhu pada termometer dan mencatatnya. 10) Melanjutkan langkah sampai terlihat nyala api yang agak lama sekurangkurangnya 5 detik di atas permukaan benda uji. Membaca suhu pada termometer dan mencatatnya.
d. Pemeriksaan daktilitas aspal sesuai SNI 06-2432-1991, yaitu :
61
1) Air dalam bak perendam diberi garam (NaCl) agar berat jenis larutan air dan garam tadi sama dengan berat jenis bitumen sehingga benda uji tersebut melayang. 2) Mendiamkan benda uji pada suhu 25oC pada bak perendam selama 30 menit, kemudian melepaskan benda uji dari pelat dasar dan sisi-sisi cetakannya. 3) Memasang benda uji pada alat uji dan menarik benda uji secara teratur dengan kecepatan 5 cm per menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan ± 5% masih diijinkan. 4) Membaca jarak antara pemegang cetakan pada saat benda uji putus (dalam cm). 5) Selama percobaan berlangsung suhu air pada bak perendam harus tetap dijaga sebesar (25 ± 0,5)oC.
e. Pemeriksaan berat jenis aspal sesuai SNI 06-2441-1991, yaitu : 1) Mengisi bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer yang tidak terendam 40 mm. 2) Merendam dan menjepit bejana tersebut dengan bak peredam sampai terendam sekurang – kurangnya 100 mm. Mengatur suhu ruang tetap 25°C 3) Membersihkan, mengeringkan, dan menimbang piknometer dengan ketelitian 0,1 mg (A). 4) Mengangkat bejana dari bak perendam 5) Mengisi piknometer dengan air suling kemudian menutup piknometer tanpa ditekan. 6) Meletakkan piknometer ke dalam bak perendam dan mendiamkannya selama sekurang-kurangnya 30 menit. 7) Mengangkat
piknometer
dan
mengeringkannya
dengan
lap
lalu
menimbang piknometer dengan ketelitin 0,1 mg (B). 8) Menuangkan benda uji ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi ¾ bagian. 9) Mendinginkan
piknometer
dengan
mendiamkannya
dalam
bak
perendaman dalam waktu ± 30 menit. Setelah itu mengangkat,
62
mengeringkan dan menimbang dengan penutupnya dengan ketelitian 0,1 mg (C). 10) Mengisi piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan menutupnya tanpa menekan. Lalu mendiamkan agar gelembunggelembung udaranya keluar. 11) Mengangkat bejana dari bak perendam dan meletakkan piknometer di dalam nya dan kemudian menekan tutupnya rapat-rapat. 12) Memasukkan dan mendiamkan bejana ke dalam bak perendam selama ± 30 menit. Setelah itu mengangkat, mengeringkan dan menimbang piknometer dengan ketelitian 0,1 mg (D). 13) Menghitung berat jenis.
f. Pemeriksaan kelekatan aspal terhadap agregat sesuai SNI 03-2439-1991, yaitu : 1) Memasukkan
campuran
batuan
dengan
bitumen
dalam
toples,
menutupnya, dan mendiamkannya selama 30 menit. 2) Mengisi toples dengan aquades sampai benda uji terendam seluruhnya. 3) Mendiamkan toples pada suhu ruang selama 2 jam. 4) Mengamati dan memperkirakan luas permukaan agregat yang masih dilekati bitumen secara visual. g. Pemeriksaan kekentalan aspal cair sesuai SNI 03-6721-2002, yaitu: 1) Mengaduk contoh uji hingga merata. 2) Menyaring contoh uji melalui saringan langsung memasukkan ke tabung viskometer sampai pinggir atas tabung viskometer. 3) Mengaduk contoh uji dalam viskometer dengan termometer viskometer yang telah dilengkapi penyanggah dengan kecepatan 30-50 putaran per menit, apabila suhu konstan dari suhu pengujian maka mengaduk selama 1 menit kemudian mengangkat termometernya. 4) Mengambil contoh uji yang berlebihan dengan penyedot sampai batas peluapan. 5) Mencabut gabus/penyumbat dari viskometer dan mulai menjalankan pencatat waktu saat contoh uji menyentuh dasar labu.
63
6) Menghentikan pencatat waktu apabila contoh uji tepat pada batas 60 ml labu viskometer. 7) Mencatat waktu alir (t) dalam detik. 8) Menutup lubang viskometer dengan alat penyumbat.
3.6. Pembuatan Benda Uji
Penelitian ini menggunakan jenis gradasi dari Standar Nasional Indonesia (SNI). Jenis pengujian pada penelitian ini adalah pengujian Marshall, pengujian kuat tarik (ITST), pengujian kuat tekan bebas (UCST) dan pengujian permeabilitas. Adapun jumlah benda uji yang dibuat sebagai berikut: Tabel 3.1. Jumlah benda uji untuk menentukan kadar aspal cair optimum Kadar aspal cair
10%
10,5%
11%
11,5%
12%
Jumlah benda uji
3
3
3
3
3
Tabel 3.2. Jumlah benda uji untuk UCST, ITST, dan Permeabilitas dengan kadar aspal cair optimum Pengujian
Jumlah benda uji
UCST ITST Permeabilitas
5 5 5
Sehingga jumlah benda uji adalah 30 benda uji.
Pembuatan benda uji dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: a.
Tahap I Tahap persiapan, yaitu mempersiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian.
64
b.
Tahap II Tahap pemeriksaan bahan: Pemeriksaan aspal, meliputi penetrasi, titik lembek, titik nyala, titik bakar, daktilitas, berat jenis, kelekatan aspal pada agregat dan viskositas. Pemeriksaan agregat dan filler, telah diperiksa di Workshop Laboratorium Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang.
c.
Tahap III Tahap Perencanaan Rancang Campuran (Job Mix Design): - Perhitungan jumlah agregat yang digunakan pada tiap campuran. - Perhitungan kadar aspal yang digunakan pada tiap campuran. Adapun gradasi yang digunakan adalah gradasi Standar Nasional Indonesia ( SNI ) seperti yang tersaji pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Gradasi rencana campuran AC spec VI SNI 03-1737-1989 Spesifikasi
Ukuran Saringan
Rencana Campuran (diambil nilai median)
Prosentase Lolos
Prosentase Lolos
(mm)
BS
(%)
(%)
38,1 25,4 19,1 12,7 4,76 2,38 0,59 0,279 0,149
11/2" 1" 3/4" 1/2" #4 #8 #30 #50 #100
100 90 – 100 82 – 100 72 – 90 52 – 70 40 – 56 24 – 36 16 – 26 10 – 18
100 95 91 81 61 48 30 21 14
0,074
#200
6 – 12
9 65
Sumber: SNI 03-1737-1989
Gambar 3.1. Grafik spesifikasi gradasi AC spec VI SNI 03-1737-1989
d.
Tahap IV Tahap pencairan aspal: Mencairkan aspal keras menggunakan premium berdasarkan perbandingan berat tertentu untuk mendapatkan viskositas RC-70 menggunakan alat Saybolt Furol. Pencairan ini dilakukan secara manual pada suhu ruang. Dalam penelitian diperoleh perbandingan berat 35% bensin dan 65% aspal pen-60/70 sehingga mencapai viskositas yang diharapkan dalam cutback asphalt kelas RC-70, yaitu 100.5 detik dengan syarat 60 – 120 detik.
e.
Tahap V Tahap pembuatan benda uji untuk Marshall Test: 1) Pra pemadatan:
66
- Mencampur agregat dan cutback asphalt RC-70 sesuai dengan hasil job mix design. - Mengaduk campuran sampai merata pada suhu ruang. Kemudian mendiamkan campuran tersebut selama 1 hari sebagai curing. Diambil 1 hari karena belum ada standar yang tetap untuk curing pra pemadatan ini. Telah dicoba sebelumnya tanpa curing dan curing antara 1-4 jam hasilnya mengalami binder drainage. Maka, peneliti mengambil waktu curing pra pemadatan selama 1 hari. - Memasukkan campuran ke dalam mold yang telah disiapkan dengan melapisi bagian bawah mold dengan kertas. 2) Pemadatan: - Campuran dipadatkan dengan alat pemadat manual sebanyak 75 kali untuk masing-masing sisinya. - Memberi penomoran pada masing-masing benda uji. - Selanjutnya benda uji didiamkan pada suhu ruang selama 1 hari. Hal ini dilakukan agar campuran benar-benar menyatu di dalam mold. 3) Pasca pemadatan: - Benda uji dikeluarkan dari mold dengan menggunakan dongkrak. - Mendiamkan benda uji (curing) pada suhu ruang selama 7 hari. Belum ada standar yang tetap untuk curing pasca pemadatan ini. Diambil 7 hari berdasarkan pemeriksaan secara visual permukaan benda uji telah kering dan mengeras. Tahap pembuatan benda uji untuk ITST, UCST, dan uji Permeabilitas: 1) Pra pemadatan: - Job mix design, meliputi perhitungan jumlah agregat dan kadar aspal optimum yang digunakan pada campuran. - Mencampur agregat dan cutback asphalt RC-70 sesuai dengan hasil job mix design.
67
- Mengaduk campuran sampai merata pada suhu ruang. Kemudian mendiamkan campuran tersebut selama 1 hari sebagai curing. Diambil 1 hari karena belum ada standar yang tetap untuk curing pra pemadatan ini. Telah dicoba sebelumnya tanpa curing dan curing antara 1-4 jam hasilnya mengalami binder drainage. Maka, peneliti mengambil waktu curing pra pemadatan selama 1 hari. - Memasukkan campuran ke dalam mold yang telah disiapkan dengan melapisi bagian bawah mold dengan kertas. 2) Pemadatan: - Campuran dipadatkan dengan alat pemadat manual sebanyak 75 kali untuk masing-masing sisinya. - Memberi penomoran pada masing-masing benda uji. - Selanjutnya benda uji didiamkan pada suhu ruang selama 1 hari. Hal ini dilakukan agar campuran benar-benar menyatu di dalam mold. 3) Pasca pemadatan: - Benda uji dikeluarkan dari mold dengan menggunakan dongkrak. - Mendiamkan benda uji (curing) pada suhu ruang selama 7 hari. Belum ada standar yang tetap untuk curing pasca pemadatan ini. Diambil 7 hari berdasarkan pemeriksaan secara visual permukaan benda uji telah kering dan mengeras.
3.7. Pengujian
Tahapan pengujian benda uji melalui Volumetric Test selanjutnya dilakukan pengujian Marshall, pengujian kuat tarik tidak langsung (ITST), pengujian kuat tekan bebas (UCST), dan pengujian permeabilitas.
68
3.7.1. Volumetric Test
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui VIM (Voids in Mix) dari masingmasing benda uji. Adapun tahap pengujiannya adalah sebagai berikut : a.
Tahap I Benda uji yang telah diberi kode tertentu diukur ketebalannya pada empat sisi yang berbeda dengan menggunakan jangka sorong. Setelah diukur ketebalannya, benda uji tersebut ditimbang untuk mendapatkan berat benda uji (berat di udara).
b.
Tahap II Benda uji kemudian direndam selama ± 24 jam dalam suhu ruang, kemudian benda uji ditimbang di dalam air untuk mendapatkan berat dalam air dan ditimbang dalam keadaan kering permukaan (SSD) dengan cara benda uji dilap bagian sisi permukaan dengan kain.
c.
Tahap III Dari hasil pengukuran berat di udara, berat dalam air dan berat SSD, dihitung besarnya nilai densitas dengan menggunakan rumus 2.3.
d.
Tahap IV Pada tahap keempat ini dihitung berat jenis (Specific Gravity) dari masingmasing benda uji dengan menggunakan rumus 2.4.
e.
Tahap V Dari nilai densitas dan GSmix dapat dihitung besar VIM dengan menggunakan rumus porositas yaitu rumus 2.8.
69
3.7.2. Uji Marshall (Marshall Test)
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : a.
Memasukkan benda uji dalam oven selama minimal 2 jam dengan suhu 25°C.
b.
Membersihkan kepala penekan Marshall dan melapisi permukaanya dengan oli agar benda uji mudah dilepas.
c.
Mengeluarkan benda uji dari oven setelah minimal 2 jam dan segera meletakkannya pada alat uji Marshall yang dilengkapi dengan arloji kelelahan (flow meter) dan arloji pembebanan (stabilitas).
d.
Pembebanan dilakukan hingga mencapai maksimum yaitu pada saat jarum penunjuk arloji pembebanan berhenti dan berbalik arah. Pada saat itu dilakukan pencatatan nilai stabilitas. Pada saat yang bersamaan dilakukan pembacaan dan pencatatan nilai flow.
e.
Mengeluarkan benda uji dari alat uji Marshall dan dilakukan pengujian benda uji yang lain dengan mengikuti langkah a. – e.
3.7.3. Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (ITST)
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : a.
Meletakkan benda uji pada alat uji Indirect Tensile Strength untuk dilakukan pengujian.
b.
Dari hasil pengujian ini didapat nilai dial.
Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 2.9.
70
3.7.4. Uji Kuat Tekan Bebas (UCST)
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : a.
Meletakkan benda uji pada alat uji Unconfined Compressive Strength untuk dilakukan pengujian.
b.
Dari hasil pengujian ini didapat nilai dial.
Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 2.12.
3.7.5. Uji Permeabilitas
Dalam
penelitian
Permeabilitas,
prosedur
pengujian
dilakukan
dengan
menggunakan AF-16 secara manual berdasarkan “Buku Pedoman Manual Penggunaan Alat Permeabilitas Tipe AF-16.” Dalam pengujian permeabilitas mencakup 4 (empat) hal yaitu pemasangan bejana rembesan, pengaliran air, pengujian, dan penyelesaian.
a.
Pemasangan bejana rembesan 1) Melepaskan sekrup dan baut pada 8 posisinya, yang mengencangkan bejana penyerap dan penutup, kemudian melepaskan penutupnya. 2) Memasang cincin O pada permukaan bawah penutup, hati-hati jangan sampai rusak. 3) Memasukkan plat berlubang dan batu pori ke dalam bejana penyerap (lihat gambar 3.2).
71
4) Mengatur letak benda uji yang telah dipersiapkan sehingga terletak ditengah batu pori. 5) Mengisi celah antara benda uji dan permukaan dalam bejana dengan lilin/paraffin. 6) Memasang tutup bejana penyerap pada bejana (periksa apakah cincin O sudah terpasang), kemudian mengencangkan dengan sekrup dan baut pada 8 posisinya.
b.
Suplai Air (gambar 3.2) 1) Membuka katup suplai air (4) dan ventilasi udara (5), menghubungkan pipa karet pensuplai air pada ujung atas katup (4), kemudian mengalirkan air. 2) Chek ketinggian air dalam tangki dengan ketinggian tabung skala akumulasi tekanan tangki air (7). Untuk menurunkan konsumsi gas, mengisi air sebanyak mungkin ke dalam tangki. 3) Bila air diisi penuh, jangan lupa menutup katup suplai air (4) dan ventilasi udara (5). 4) Memutar katup pengatur tekanan (2) berlawanan arah jarum jam, kemudian membuka lubang suplai tekanan pada bagian atas silinder nitrogen (1), tekanan tertingginya akan ditunjukkan pada (skala) alat ukur tekanan (150 kg/cm²). 5) Membuka katup supla tekanan (3), memutar katup pengatur tekanan (2) untuk menghimpun tekanan 2-3 kg/cm² (petunjuk 50 kg/cm² pada alat ukur tekanan). 6) Membuka ventilasi udara dari bejana penyerap (10), kemudian membuka katup sumber suplai (8) dan katup suplai (11) untuk mensuplai air.
72
7) Periksa apakah udara ikut keluar bersama air saat air meluap melalui ventilasi udara, kemudian Menutup katup suplai (11) dan menutup ventilasi udara. 8) Segera memasang silinder pengukur (13) di bawah pipa pengumpul air.
c.
Pengujian (gambar 3.2) 1) Periksa apakah katup suplai (11) tertutup. Bila uji tekanan menunjukkan 10 kg/cm² atau lebih, biarkan keadaan katup penghenti tertutup (12). 2) Mengatur pengujian tekanan yang dikehendaki dengan memutar katup pengatur tekanan (2) searah jarum jam. Catatan : Terdapat selisih waktu antara kerja katup pengatur tekanan (2) dan gerakan jarum jam penunjuk skala tekanan. Oleh karenanya satu kali operasi katup pengatur tekanan dianggap selisih setelah mencapai tekanan yang dikehendaki, dan saat mengamati gerakan jarum penunjuk setelah posisinya tetap perlahan-lahan putar lagi katup pengatur tekanan searah jarum jam untuk mengatur tekanan uji. 3) Apabila penentuan tekanan lebih besar dari tekanan uji yang dikehendaki, maka menutup katup pengatur samping (2), membuka ventilasi udara (5) akumulasi tekanan tangki air untuk menurunkan tekanan menjadi lebih rendah dari tekanan uji, kemudian menutup ventilasi udara. Membuka lagi katup dan periksa katup pengatur tekanan (2) untuk menentukan tekanan uji dengan benar. 4) Membuka katup suplai (11) untuk memberikan tekanan pada benda uji. 5) Apabila air yang menetes dari pipa pengumpul sudah konstan, kemudian mengukur waktu yang diperlukan air terkumpul pada tabung pengukur sebanyak 1000 cm³.
73
d.
Penyelesaian 1) Menutup katup suplay (11), menutup katup pengatur tekanan ke samping (2) berlawanan arah jarum jam untuk mengembalikan pada posisi 0. 2) Membuka ventilasi udara (5) untuk melepaskan tekanan, setelah jarum penunjuk kembali ke 0, menutup semua katup. 3) Membuka ventilasi udara bejana penyerap (10), melepas bejananya, mengambil benda uji, kemudian membersihkan peralatanya.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 2.14 dengan memasukkan data-data yang diperoleh dari percobaan dengan alat permeabilitas AF-16.
1. Apabila air yang
e.
Penyelesaian 1. Tutuplah katup suplay (11), tutuplah katup pengatur tekanan ke samping (2) berlawanan arah jarum jam untuk mengembalikan pada posisi 0. 2. Buka ventilasi udara (5) untuk melepaskan tekanan, setelah jarum penunjuk kembali ke 0, tutuplah semua katup.
3.
Buka ventilasi udara bejana penyerap (10), lepas bejananya, ambil benda Gambar 3.2. Detail alat uji permeabilitas tipe AF-16
74
3.8. Analisis Data Data dari hasil pengujian Marshall kemudian diproses dengan analisis regresi dan korelasi yang mana persamaan regresi ini dapat menggambarkan perilaku dari hasil pengujian. Regresi merupakan suatu garis yang membentuk suatu fungsi yang menghubungkan antara titik-titik dengan kedekatan semaksimal mungkin. Korelasi merupakan ukuran kecocokan suatu model regresi yang digunakan sebagai data. Besarnya korelasi dilambangkan dengan huruf R, yang mana jika R=0 berarti tidak ada hubungan sama sekali antara dua variabel data yang dianalisis. Sebaliknya jika R= ±1
maka kedua variabel data yang dianalisis
terdapat hubungan yang kuat. Setelah analisis regresi dilakukan maka dapat dilakukan pembahasan dan pengambilan kesimpulan nilai karateristik Marshall dari campuran.
Sedangkan data yang didapat dari pengujian kuat tekan, kuat tarik tidak langsung dan permeabilitas dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus yang ada untuk kemudian dilakukan perbandingan nilai yang dihasilkan dalam pengujian tersebut.
75
3.9. Diagram Alir Tahapan Penelitian
Mulai Persiapan alat dan bahan Data sekunder pemeriksaan agregat
Data primer pemeriksaan aspal, viskositas aspal cair Penentuan gradasi Asphalt Concrete spec VI Revisi SNI 03-1737-1989 Pembuatan benda uji Penentuan kadar aspal cair optimum Metode Marshall Test Pembuatan benda uji dengan kadar aspal cair optimum
5 benda uji untuk Indirect Tensile Strength Test
5 benda uji untuk Unconfined Compressive Strength Test
5 benda uji untuk Permeabilitas
Analisis Data dan Pembahasan
Gambar 3.3. Diagram alir tahap penelitian Kesimpulan
Selesai 76
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pemeriksaan Bahan Penelitian Penelitian dan pengujian benda uji yang dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret telah memperoleh hasil yang berupa data awal. Kemudian data tersebut diolah untuk mengetahui nilai Marshall Properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin Asphalt Concrete dengan cutback asphalt RC-70 sebagai binder.
4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari PT. Pancadharma, (ex: Sentolo) yang telah diperiksa oleh penyedia jasa PT. Agung Darma Intra di Workshop Laboratorium Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang. Sehingga data spesifikasi agregat merupakan data sekunder yang tersaji pada tabel 4.1. berikut ini. Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan agregat
Sumber : *) Divisi VI Perkerasan Aspal **) PT. Agung Darma Intra, 2009
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Lampiran A (pemeriksaan agregat). 77
Sedangkan pemeriksaan agregat secara visual dapat dilihat dari bentuk butiran dan tekstur permukaan agregat kasar. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa agregat yang digunakan memiliki tekstur permukaan yang kasar dan bersudut serta berbentuk pipih dan ada yang tak beraturan. Gambar agregat kasar dan agregat halus tersaji pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Agregat Kasar dan Halus
4.1.2. Hasil Pemeriksaan Filler Penelitian ini menggunakan filler abu batu dari PT. Pancadharma, (ex: Sentolo) yang telah diperiksa di Workshop Laboratorium Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang. Pemeriksaan filler abu batu yang dilakukan yaitu pengujian nilai specific gravity. Pemeriksaan yang telah dilakukan menghasilkan nilai specific gravity dari filler abu batu adalah sebesar 2.669 gr/cc.
4.1.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Aspal Pemeriksaan sifat aspal bertujuan untuk mengetahui apakah aspal yang akan digunakan telah memenuhi standar spesifikasi yang ada. Adapun sifat yang diperiksa yaitu penetrasi aspal, titik lembek, titik nyala, titik bakar, daktilitas, berat jenis aspal, dan viskositas aspal cair RC-70. Dalam penelitian ini, data hasil pemeriksaan karakteristik aspal penetrasi 60/70 merupakan data primer yang diperoleh dari hasil penelitian di Laboratorium Jalan Raya UNS. Hasil pemeriksaan nilai karakteristik aspal tersaji pada tabel 4.2. dan tabel 4.3.
78
Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan karakteristik aspal pen-60/70 No 1 2 3 4 5
Syarat *)
Jenis Pemeriksaan Penetrasi, 100gr; 25ºC; 5detik, (mm) Titik Lembek, (ºC) Titik Nyala, (ºC) Titik Bakar, (ºC) Daktilitas, 25ºC; 5cm/menit, (cm) Kelekatan Aspal terhadap Agregat, (%) Specific Gravity, (gr/cc)
6 6
Sumber: *) **)
Hasil Pemeriksaan
Min 60 48 200 200 100
Max 79 58 -
70 48.25 350 370 > 150
95
100
98
1
-
1.039
Revisi SNI 03-1737-1989 Revisi SNI 03-4800-1998
Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan viskositas cutback asphalt RC-70 No 1
Syarat *)
Jenis Pemeriksaan Viskositas Cutback Asphalt RC-70, 50ºC, (detik)
Min
Max
60**)
120**)
Hasil Pemeriksaan 100.5
Selengkapnya mengenai hasil pemeriksaan aspal dapat dilihat pada Lampiran B (pemeriksaan aspal).
4.2. Hasil Perencanaan Campuran Untuk mendapatkan benda uji sesuai dengan kebutuhan maka sebelumnya dibuat Job Mix Design (JMD) terlebih dahulu. Penelitian ini menggunakan spesifikasi gradasi AC spec VI SNI 03-1737-1989 dalam menentukan JMD. Cara untuk menentukan kebutuhan agregat akan dijelaskan sebagai berikut: a. Menentukan % berat lolos tiap ukuran saringan pada gradasi campuran AC spec VI yang akan diaplikasikan. Dalam penelitian ini diambil nilai median dari syarat % berat lolos tiap ukuran saringan. b. Melakukan perhitungan sehingga diperoleh % tertahan tiap saringan dan komulatifnya. c. Menentukan Pb sementara untuk memperoleh nilai kadar aspal cair yang mendekati optimum dengan rumus:
79
Pb = 0,05 (A) + 0,10 (B) + 0,50 (C) Pb = 0,05 (52) + 0,10 (39) + 0,50 (9) Pb = 11 % (aspal cair à aspal 7,15% + bensin 3,85%) di mana:
A : % agregat tertahan #8 B : % agregat lolos #8, tertahan #200 C : % agregat lolos #200
d. Menentukan interval kadar aspal cair yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan variasi kadar aspal cair 10%, 10.5%, 11%, 11.5%, dan 12%. e. Menentukan berat total benda uji (agregat + aspal cair). Dalam penelitian ini berat total yang direncanakan 1100 gram, ini dimaksudkan agar campuran dapat masuk ke dalam mold semuanya. f. Menghitung kebutuhan agregat tiap mold untuk masing-masing kadar aspal cair. Untuk memperjelas perhitungan, berikut ini adalah contoh perhitungan membuat JMD untuk kadar aspal cair 10% dari total berat campuran. - Berat 1 mold
= aspal cair + agregat
= 1100 gram (100%)
- Berat aspal cair
= 10% x 1100
= 110 gram
- Berat agregat
= 1100 – 110
= 990 gram
Berat agregat yang diperhitungkan dengan % tertahan tiap saringan: 38,1 mm (11/2”)
= 0% x 990
=
25,4 mm (1”)
= 5% x 990
= 49.5 gram
19,1 mm (3/4”)
= 4% x 990
= 39.6 gram
12,7 mm (1/2”)
= 10% x 990
= 99.0 gram
4,76 mm (#4)
= 20% x 990
= 198.0 gram
2,38 mm (#8)
= 13% x 990
= 128.7 gram
0,59 mm (#30)
= 18% x 990
= 178.2 gram
0,279 mm (#50)
= 9% x 990
= 89.1 gram
0,149 mm (#100)
= 7% x 990
= 69.3 gram
0,074 mm (#200)
= 5% x 990
= 49.5 gram
PAN
= 9% x 990
= 89.1 gram
0.0 gram
80
Untuk lebih jelasnya, perhitungan kebutuhan agregat tiap saringan dengan masing-masing kadar aspal cair tersaji pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 10% Nomor Saringan
% lolos blend
11/2" 1" 3/4" 1/2" #4 #8 # 30 # 50 # 100 # 200 PAN
100 95 91 81 61 48 30 21 14 9 0
% Tertahan Tiap Saringan Komulatif
0.00 5.00 4.00 10.00 20.00 13.00 18.00 9.00 7.00 5.00 9.00 100.00 dalam % berat :
Aspal
0.00 5.00 9.00 19.00 39.00 52.00 70.00 79.00 86.00 91.00 100.00
Berat Agregat Tiap Kumulatif Saringan Saringan (gram) (gram) 0.00 0.00 49.50 49.50 39.60 89.10 99.00 188.10 198.00 386.10 128.70 514.80 178.20 693.00 89.10 782.10 69.30 851.40 49.50 900.90 89.10 990.00
10
110
1100
Tabel 4.5. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 10.5% Nomor Saringan
% lolos blend
11/2" 1" 3/4" 1/2" #4 #8 # 30 # 50 # 100 # 200 PAN
100 95 91 81 61 48 30 21 14 9 0
% Tertahan Tiap Saringan Komulatif
Berat Agregat Tiap Kumulatif Saringan Saringan (gram) (gram) 0.00 0.00 49.23 49.23 39.38 88.61 98.45 187.06 196.90 383.96 127.99 511.94 177.21 689.15 88.61 777.76 68.92 846.67 49.23 895.90 88.61 984.50
0.00 5.00 4.00 10.00 20.00 13.00 18.00 9.00 7.00 5.00 9.00 100.00 dalam % berat :
0.00 5.00 9.00 19.00 39.00 52.00 70.00 79.00 86.00 91.00 100.00
- Berat 1 mold
= aspal cair + agregat
= 1100
- Berat aspal cair
= 10.5% x 1100
= 115.5 gram
- Berat agregat
= 1100 – 115.5
= 984.5 gram
Aspal
10.5
115.5
1100
gram (100%)
81
Tabel 4.6. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 11% Nomor Saringan
% lolos blend
11/2" 1" 3/4" 1/2" #4 #8 # 30 # 50 # 100 # 200 PAN
100 95 91 81 61 48 30 21 14 9 0
% Tertahan Tiap Komulatif Saringan
Berat Agregat Tiap Kumulatif Saringan Saringan (gram) (gram) 0.00 0.00 48.95 48.95 39.16 88.11 97.90 186.01 195.80 381.81 127.27 509.08 176.22 685.30 88.11 773.41 68.53 841.94 48.95 890.89 88.11 979.00
0.00 5.00 4.00 10.00 20.00 13.00 18.00 9.00 7.00 5.00 9.00 100.00 dalam % berat :
0.00 5.00 9.00 19.00 39.00 52.00 70.00 79.00 86.00 91.00 100.00
- Berat 1 mold
= aspal cair + agregat
= 1100 gram (100%)
- Berat aspal cair
= 11% x 1100
= 121 gram
- Berat agregat
= 1100 – 121
= 979 gram
Aspal
11
121
1100
Tabel 4.7. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 11.5% Nomor Saringan
% lolos blend
11/2" 1" 3/4" 1/2" #4 #8 # 30 # 50 # 100 # 200 PAN
100 95 91 81 61 48 30 21 14 9 0
% Tertahan Tiap Komulatif Saringan
Berat Agregat Tiap Kumulatif Saringan Saringan (gram) (gram) 0.00 0.00 48.68 48.68 38.94 87.62 97.35 184.97 194.70 379.67 126.56 506.22 175.23 681.45 87.62 769.07 68.15 837.21 48.68 885.89 87.62 973.50
0.00 5.00 4.00 10.00 20.00 13.00 18.00 9.00 7.00 5.00 9.00 100.00 dalam % berat :
0.00 5.00 9.00 19.00 39.00 52.00 70.00 79.00 86.00 91.00 100.00
- Berat 1 mold
= aspal cair + agregat
= 1100
- Berat aspal cair
= 11.5% x 1100
= 126.5 gram
- Berat agregat
= 1100 – 126.5
= 973.5 gram
Aspal
11.5
126.5
1100
gram (100%)
82
Tabel 4.8. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 12% Nomor Saringan
% lolos blend
11/2" 1" 3/4" 1/2" #4 #8 # 30 # 50 # 100 # 200 PAN
100 95 91 81 61 48 30 21 14 9 0
% Tertahan Tiap Komulatif Saringan
Berat Agregat Tiap Kumulatif Saringan Saringan (gram) (gram) 0.00 0.00 48.40 48.40 38.72 87.12 96.80 183.92 193.60 377.52 125.84 503.36 174.24 677.60 87.12 764.72 67.76 832.48 48.40 880.88 87.12 968.00
0.00 5.00 4.00 10.00 20.00 13.00 18.00 9.00 7.00 5.00 9.00 100.00 dalam % berat :
0.00 5.00 9.00 19.00 39.00 52.00 70.00 79.00 86.00 91.00 100.00
- Berat 1 mold
= aspal cair + agregat
= 1100 gram (100%)
- Berat aspal cair
= 12% x 1100
= 132 gram
- Berat agregat
= 1100 – 132
= 968 gram
Aspal
12
132
1100
4.3. Analisis Hasil Penelitian 4.3.1. Hasil Pengujian Volumetrik Marshall Test,
specific gravity,
Kode benda uji
= 10.1 (benda uji dengan kadar aspal cair 10% atau kadar aspal residu 6.5%)
Berat benda uji di udara (Wdry) = 1063.6 gram Berat benda uji dalam air (Ww) = 601.5 gram Berat SSD (Ws)
= 1073.2 gram
83
Berdasarkan rumus 2.3, rumus 2.4, dan rumus 2.8 maka nilai densitas, nilai SGmix dan nilai porositas adalah :
Densitas
=
Wdry (Ws - Ww)
=
1063.6 (1073.2 - 601.5)
= 2.255 gr/cm3
SGmix
=
=
100 %Wak %Wah %Wf %Wb + + + SGak SGah SGf SGb 100 46.80 35.10 8.10 6.50 + + + 2,525 2.661 2.669 1.039
= 2.438 gr/cm3
Porositas
é D ù = ê1 ú *100% ë GS mix û é 2,255 ù = ê1 ú *100% ë 2,438 û
= 7.516 %
Perhitungan nilai densitas, nilai SGmix dan nilai porositas dengan asumsi bensin dalam campuran telah menguap habis secara sempurna setelah curing 7 hari pasca pemadatan. Sehingga yang tersisa hanya campuran agregat dan aspal murni.
Perhitungan volumetrik untuk tiap kadar aspal cair tersaji pada tabel 4.9.
84
Tabel 4.9. Hasil perhitungan volumetrik campuran dingin AC spec VI Kode Benda Uji
Kadar Aspal Cair
10 . 1 10 . 2 10 . 3
Berat Benda Uji Density
Di udara Di Air
Kering
SSD
(%)
(gram)
(gram)
(gram)
10 10 10
1063.6 1075.8 1064.2
1073.2 1079.2 1066.3
601.5 606.5 601.9
Nilai rata-rata
Specific Gravity
(gram/cm3) (gram/cm3)
Porositas
(%)
2.255 2.276 2.292
2.438 2.438 2.438
7.516 6.653 6.009
2.274
2.438
6.726
10,5 . 1 10,5 . 2
10,5 10,5
1075.5 1061.3
1077.1 1066.3
608.9 602.1
2.297 2.286
2.431 2.431
5.507 5.951
10,5 . 3
10,5
1067.2
1072.3
607.0
2.294
2.431
5.652
2.292
2.431
5.704
2.325 2.317 2.334
2.424 2.424 2.424
4.072 4.410 3.698
2.326
2.424
4.060
Nilai rata-rata 11 . 1 11 . 2 11 . 3
11 11 11
1061 1066.3 1063.5
1062.8 1067.6 1065.5
606.5 607.4 609.9
Nilai rata-rata 11,5 . 1
11,5
1077
1078.9
615.6
2.325
2.417
3.818
11,5 . 2 11,5 . 3
11,5 11,5
1038 1034
1038.4 1040.7
595.1 597.3
2.342 2.332
2.417 2.417
3.119 3.514
2.333
2.417
3.484
2.290 2.337 2.313
2.410 2.410 2.410 2.410
4.984 3.018 4.035
Nilai rata-rata 12 . 1 12 . 2 12 . 3
12 12 12
1056.3 1026.5 1061.3
1059.2 1027.0 1061.4
597.9 587.8 602.5
Nilai rata-rata
2.313
4.012
4.3.2. Hasil Pengujian Marshall Pengujian Marshall dilakukan untuk mendapatkan data dial stabilitas dan flow. Untuk perhitungan stabilitas terkoreksi menggunakan rumus 2.1. Setelah stabilitas terkoreksi diperoleh, maka Marshall Quatient dapat dicari dengan menggunakan rumus 2.2.
Sebagai contoh perhitungan pada campuran dingin AC dengan kadar aspal cair 10% (6.5% aspal residu) adalah sebagai berikut:
85
Kode benda uji
= 10.1 (benda uji dengan kadar aspal cair 10% atau kadar aspal residu 6.5%)
Dial stabilitas (q)
= 20 lb
Stabilitas (S)
= q x k x H x 0,454 = 20 x 30.272 x 1.052 x 0.454 = 289.163 kg
Flow
= 3.4 mm
Marshall Quotient
=
S f
=
289 .163 = 85.048 kg/mm 3 .4
Hasil pengujian Marshall untuk tiap kadar aspal cair tersaji pada tabel 4.10. Tabel 4.10. Hasil pengujian Marshall campuran dingin AC spec VI Kode Benda Uji 10 . 1 10 . 2 10 . 3
Kadar Aspal Cair (%) 10 10 10
10,5 . 1 10,5 . 2 10,5 . 3
10,5 10,5 10,5
11 . 1 11 . 2 11 . 3
11 11 11
11,5 . 1 11,5 . 2 11,5 . 3
11,5 11,5 11,5
12 . 1 12 . 2 12 . 3
12 12 12
Stabilitas koreksi dial kalibrasi tebal (lb) (kg) 20 274.870 1.052 22 302.357 1.108 15.5 213.024 1.106 Nilai rata-rata 21 288.613 1.075 22 302.357 1.083 21 288.613 1.125 Nilai rata-rata 23 316.100 1.118 22 302.357 1.126 22 302.357 1.157 Nilai rata-rata 22 302.357 1.096 20 274.870 1.206 15 206.152 1.218 Nilai rata-rata 17.5 240.511 1.111 17 233.639 1.258 14 192.409 1.157 Nilai rata-rata
koreksi (kg) 289.163 335.011 235.605 286.593 310.259 327.452 324.690 320.800 353.400 340.454 349.827 347.893 331.383 331.493 251.094 304.656 267.208 293.918 222.617 261.248
Flow
Marshall Quotient
(mm) 3.4 3.5 3.7 3.53 3.5 3.7 3.6 3.60 3.5 3.7 3.6 3.60 3.3 3.3 4.2 3.60 3.9 4.1 3.9 3.97
(kg/mm) 85.048 95.718 63.677 81.481 88.645 88.501 90.192 89.113 100.971 92.015 97.174 96.720 100.419 100.452 59.784 86.885 68.515 71.687 57.081 65.761
86
Perbandingan benda uji sebelum dan setelah pengujian Marshall tersaji pada gambar 4.2.
Sebelum Pengujian
Setelah Pengujian
Gambar 4.2. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah pengujian Marshall
Tabel 4.11. Rekapitulasi perhitungan volumetrik dan Marshall Kadar Aspal Cair (%) 10 10.5 11 11.5 12
Density
Porositas
Stabilitas
Flow
(gram/cm3) 2.274 2.292 2.326 2.333 2.313
(%) 6.726 5.704 4.060 3.484 4.012
(kg) 286.593 320.800 347.893 304.656 261.248
(mm) 3.53 3.60 3.60 3.60 3.97
Mashall Quotient (kg/mm) 81.481 89.113 96.720 86.885 65.761
Dari hasil rekapitulasi untuk masing-masing prosentase kadar aspal cair dapat dibuat suatu hubungan untuk mendapatkan kadar aspal cair yang optimum (KAO) seperti yang terlihat pada Gambar 4.3a. s/d Gambar 4.3e.
87
Gambar 4.3a. Grafik hubungan density bulk dengan kadar aspal cair
Gambar 4.3b. Grafik hubungan porositas dengan kadar aspal cair
Gambar 4.3c. Grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal cair
88
Gambar 4.3d. Grafik hubungan flow dengan kadar aspal cair
Gambar 4.3e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan kadar aspal cair
Dari Gambar 4.3a. s/d Gambar 4.3e. di atas, dapat diketahui bahwa kadar aspal cair pencampuran yang dimulai dari 10% hingga 12% dengan interval kenaikan 0,5% mengalami suatu titik puncak di mana pada titik tersebut kadar aspal mencapai titik optimum.
4.3.3. Penentuan Kadar Aspal Optimum Kadar aspal optimum adalah kadar aspal yang akan menghasilkan sifat karakteristik terbaik pada suatu campuran aspal. Kadar aspal optimum ini akan digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kadar aspal untuk pembuatan benda uji berikutnya. Kadar aspal optimum ditentukan berdasarkan nilai penurunan / diferensial (y’ = 0) persamaan regresi polinomial dari grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal cair.
89
Dari grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal cair (Gambar 4.3c.) diperoleh persamaan kuadrat: y
= -64.446 X2 + 1404.5 X - 7314 .5
y’ = 0 0
= -128.892 X + 1404.5
128.892 X = 1404.5 X
= 10.89 %
Kadar aspal residu = 65 % x 10.89 = 7.08 % Jadi, kadar aspal cair optimum adalah 10.89 % dari berat total campuran. Sedangkan kadar aspal residu 7.08 % dari berat campuran aspal dengan bensin.
Setelah mendapatkan kadar aspal optimum, selanjutnya dibuat benda uji sebanyak 15 benda uji, masing-masing 5 benda uji untuk pengujian kuat tarik tidak langsung (ITS), 5 benda uji untuk pengujian kuat tekan bebas (UCS), dan 5 benda uji untuk pengujian permeabilitas.
4.3.4. Karakteristik Campuran Saat Kadar Aspal Optimum Setelah mendapatkan nilai kadar aspal optimum, kemudian dapat dicari besarnya densitas, porositas, stabilitas, flow dan marshall quotient dengan cara menganalisis data dari kadar aspal optimum yang telah didapatkan sebelumnya ke dalam persamaan regresi untuk tiap-tiap hubungan karakteristik aspal dengan kadar aspal cair.
Tabel 4.12. Nilai karakteristik Marshall untuk benda uji dengan kadar aspal optimum KAO 10.89 %
Karakteristik Campuran Density (gram/cm3)
Nilai 2.316
Syarat -
2 – 3 **)
90
( 7.08 % aspal, 3.81 % bensin)
Sumber: *) **)
Porositas (%)
4.966
3.5 – 5.5 *)
3 – 5 **)
Stabilitas (kg)
337.718
³ 800 *)
³ 550 **)
Flow (mm)
3.640
3 – 5 *)
2 – 4 **)
Marshall Quotient (kg/mm)
95.275
³ 250 *)
200 – 350 **)
Revisi SNI 03-1737-1989 Persyaratan Tes Marshall Bina Marga (1987)
4.3.5. Hasil Pengujian Indirect Tensile Strength ( ITST ) Pengujian kuat tarik tidak langsung (indirect tensile strength test) merupakan suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari suatu campuran. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui indikasi terjadinya retak di lapangan, yaitu retak pada bagian buttom lapisan wearing surface. Sama seperti pengujian UCS, dalam pengujian ITS juga didapat nilai kuat tarik tidak langsung dalam satuan pound (lb). Kemudian dari hasil pengujian tersebut dilakukan perhitungan nilai kuat tarik tidak langsung dalam satuan KPa. Berikut ini contoh perhitungan ITS: Kode benda uji
= I.1 (benda uji dengan kadar aspal cair 10.89% atau kadar aspal residu 7.08%)
Hasil pembacaan dial
= 5 lb
Konversi satuan dial
= 5 x 0.454 = 2.27 kg
Faktor kalibrasi
= 30.272
Beban maksimum (P)
= 2.27 x 30.272 = 68.717 kg
Diameter benda uji (d)
= 10.145 cm
Tinggi rata-rata benda uji (h)
= 6.220 cm
Besarnya kuat tarik tidak langsung terkoreksi sesuai rumus 2.9 adalah sebagai berikut :
ITS = =
2 xP pxdxh 2 x68.717 3.14 x10.145x6.220
91
= 0.694 kg/cm2 Konversi kg/cm2 à kPa
= 0.694 x 9.81 x 10 = 68.045 Kpa
Untuk perhitungan ITST selanjutnya tersaji pada tabel 4.13. dan perbandingan benda uji sebelum dan setelah diuji pada gambar 4.4. Tabel 4.13. Hasil perhitungan ITST campuran dingin AC spec VI Kode Benda Uji
Kadar Aspal Opt.
d
(%)
(cm)
I.1 I.2 I.3 I.4 I.5
10.89 10.89 10.89 10.89 10.89
h
Dial
(cm) (lb) 10.145 6.220 5.0 10.145 6.164 4.0 10.145 6.049 5.0 10.145 6.095 3.5 10.145 6.185 3.5 Nilai rata-rata
Sebelum Pengujian
Beban Maksimum ITS (P) (kg) (kg/cm2) (KPa) 68.717 54.974 68.717 48.102 48.102
0.694 0.560 0.713 0.495 0.488
68.045 54.930 69.968 48.608 47.901 57.890
Setelah Pengujian
Gambar 4.4. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji ITS
4.3.5.1. Hasil Perhitungan Regangan Pengujian kuat tarik tidak langsung juga menghasilkan nilai regangan suatu campuran. Data yang diperlukan untuk mendapatkan nilai regangan adalah
92
diameter benda uji dan deformasi horisontal yang diperoleh dengan mengalikan deformasi vertikal yang didapatkan dari pengujian dengan angka poisson ratio dari campuran. Dengan Rumus 2.10 maka nilai regangan dapat dihitung. Berikut contoh perhitungan regangan campuran: Kode benda uji
= I.1 (Benda uji dengan kadar aspal cair 10.89% atau kadar aspal residu 7.08%)
Diameter benda uji (L)
= 101.45 mm
Deformasi vertikal
= 2.1 mm = 0.35
Deformasi horisontal (
= 0.35 x 2.1 = 0.74 mm
Regangan ( )
=
DL L
=
0.74 101.45
= 0.00724 Untuk perhitungan regangan selanjutnya tersaji pada tabel 4.14.
Tabel 4.14. Hasil perhitungan regangan campuran dingin AC spec VI Kode Benda Uji
Diameter (mm)
I.1 I.2 I.3 I.4 I.5
101.45 101.45 101.45 101.45 101.45
ITS (KPa)
Deformasi Vertikal (mm)
68.045 54.930 69.968 48.608 47.901 Nilai rata-rata
2.1 1.4 1.9 1.5 1.6
Deformasi Horisontal (mm) 0.74 0.49 0.67 0.53 0.56
Regangan 0.00724 0.00483 0.00655 0.00517 0.00552 0.00586
4.3.5.2. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Modulus elastisitas didapatkan dengan membagi regangan dengan tegangan. Dalam penelitian ini tegangan didapatkan dari pengujian kuat tarik tidak langsung.
93
Dengan rumus 2.11 maka nilai modulus elastisitas dapat dihitung. Berikut contoh perhitungan modulus elastisitas campuran: Kode benda uji
= I.1 (Benda uji dengan kadar aspal cair 10.89% atau kadar aspal residu 7.08%) = 68.045 KPa = 0.00724
Modulus elastisitas (E)
=
s e
=
68.045 0.00724
= 9392.011 KPa
Untuk perhitungan modulus elastisitas selanjutnya tersaji pada tabel 4.15. Tabel 4.15. Hasil perhitungan modulus elastisitas campuran dingin AC spec VI Kode Benda Uji I.1 I.2 I.3 I.4 I.5
ITS (KPa)
Regangan (ε)
68.045 54.930 69.968 48.608 47.901 Nilai rata-rata
0.00724 0.00483 0.00655 0.00517 0.00552
Modulus Elastisitas (E) (KPa) 9392.011 11372.805 10674.096 9392.936 8677.740 9901.918
4.3.6. Hasil Pengujian Unconfined Compressive Strength ( UCST ) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan benda uji terhadap pembebanan dalam arah vertikal. Besarnya kuat tekan dapat dijadikan indikasi langsung untuk mengetahui berapa besar beban yang mampu ditumpu perkerasan di lapangan. Dalam pengujian ini diperoleh kuat desak dengan satuan pound (lb), kemudian dilakukan penghitungan nilai kuat desak dalam satuan KPa. Dengan rumus 2.12 maka nilai UCS dapat dihitung. Berikut ini contoh perhitungan UCS: Kode benda uji
= U.1 (Benda uji dengan kadar aspal cair 10.89% atau kadar aspal residu 7.08%)
Diameter benda uji
= 10.145 cm
94
Hasil pembacaan dial
= 68 lb
Konversi satuan dial
= 68 x 0.454 = 30.872 kg
Faktor kalibrasi
= 30.272
Beban maksimum (P)
= 30.872 x 30.272 = 934.557 kg
Luas benda uji (A)
=
1 4
145 2
= 80.793 cm2 Besarnya kuat desak terkoreksi sesuai Rumus 2.12 adalah sebagai berikut: UCS
=
P A
=
934.557 80.79
= 11.567 kg/cm2 Konversi kg/cm2 à KPa
= 11.567 x 9.81 x 10 = 1134.752 KPa
Untuk perhitungan UCST selanjutnya tersaji pada tabel 4.16. dan perbandingan benda uji sebelum dan setelah diuji pada gambar 4.5. Tabel 4.16. Hasil perhitungan UCST campuran dingin AC spec VI Kode Benda Uji
Diameter
U.1 U.2 U.3 U.4 U.5
10.145 10.145 10.145 10.145 10.145
(cm)
Luas (A) (cm2)
Dial (lb)
Beban Maksimum (P) (kg)
80.793 68 80.793 79 80.793 75 80.793 93 80.793 84 Nilai rata-rata
934.557 1085.736 1030.762 1278.144 1154.453
UCS (kg/cm2)
Kpa
11.567 13.438 12.758 15.820 14.289
1134.752 1318.315 1251.565 1551.941 1401.753 1331.665
Deformasi Vertikal 4.9 5.7 5.4 6.8 6.5 5.9
95
Sebelum Pengujian
Setelah Pengujian
Gambar 4.5. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji UCS Dalam penelitian ini hasil uji UCS dianggap sudah cukup kuat sehingga tidak diperhitungkan besarnya nilai regangan dan modulus elastisitasnya.
4.3.7. Hasil Pengujian Permeabilitas
(fluida).
Kode benda uji
= P.1 (Benda uji dengan kadar aspal cair 10.89% atau kadar aspal residu 7.08%))
Tebal banda uji (L)
= 5,870 cm
Diameter benda uji (d)
= 10,145 cm
Luas benda uji (A)
=
2
= 0,25 x 3,14 x 10,1452 = 80,793 cm2 Volume rembesan (V)
= 1000 ml
Waktu rembesan terukur (T) = 146 detik Berat jenis air ( )
= 0,001 kg/cm3
Tekanan air pengujian (P)
= 2 kg/cm²
Besarnya nilai permeabilitas sesuai rumus 2.17 adalah sebagai berikut:
k=
V ´ L ´g A´ P ´T 96
=
1000 x5,870 x0,001 80,793 x 2 x146
= 0.000249 = 2.49 E-04 cm/detik Untuk perhitungan permeabilitas selanjutnya tersaji pada tabel 4.17. dan perbandingan benda uji sebelum dan setelah diuji pada gambar 4.6. Tabel 4.17. Hasil perhitungan permeabilitas campuran dingin AC spec VI Kode Benda Uji
Tebal Benda Uji L (cm)
P.1 P.2 P.3 P.4 P.5
5.870 6.038 6.154 6.101 6.210
Volume Air γ Air V (ml) (kg/cm3) 1000 0.001 1000 0.001 1000 0.001 1000 0.001 1000 0.001 Nilai rata-rata
Sebelum Pengujian
A
P
T
k
(cm2)
(kg/cm2)
(dtk)
(cm/dtk)
80.793 80.793 80.793 80.793 80.793
2 2 2 2 2
146 129 117 134 125
2.49E-04 2.90E-04 3.25E-04 2.82E-04 3.07E-04 2.91E-04
Setelah Pengujian
Gambar 4.6. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji permeabilitas
Selengkapnya mengenai data pengujian dan hasil pengujian dari Marshall hingga permeabilitas dapat dilihat pada Lampiran C dan Lampiran D.
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian ini akan dibandingkan mengenai hasil dari karakteristik campuran dingin AC dengan gradasi SNI no. campuran VI yang
97
menggunakan cutback asphalt RC-70 serta KAO residu sebesar 7,08% dibanding dengan karakteristik campuran panas AC dengan gradasi AC-WC serta KAO 4,8% yang telah diteliti sebelumnya oleh Fajar Nugroho.
4.4.1. Perbandingan Hasil Perhitungan Volumetrik Berdasarkan Kadar Aspal Optimum
4.4.1.1. Perbandingan Nilai Kepadatan (Density) Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai kepadatan dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC mempunyai tingkat kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai densitas dari benda uji dengan campuran dingin AC sebesar 2.316 gr/cm3, sedangkan nilai densitas dari benda uji dengan campuran panas AC sebesar 2.300 gr/cm3. Terjadi perbedaan sebesar 0,69 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai densitas yang lebih tinggi daripada campuran panas AC.
Tingkat kepadatan yang lebih tinggi pada campuran dingin AC disebabkan karena bensin yang masih terdapat di dalam benda uji dan tidak bisa menguap sempurna memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap berat benda uji di udara daripada berat benda uji di air. Sehingga nilai densitas yang dihasilkan lebih besar.
Adapun syarat nilai densitas yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) adalah 2 – 3 gr/cm3. Maka, nilai densitas dari campuran dingin AC tersebut telah memenuhi syarat untuk lapis perkerasan jalan.
98
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.7. Diagram perbandingan nilai densitas
4.4.1.2. Perbandingan Nilai Porositas Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai porositas dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan rongga udara yang lebih sedikit dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai porositas sebesar 4,966 % untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 7,101 % untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 30,07 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai porositas yang lebih rendah daripada campuran panas AC.
Porositas yang rendah pada campuran dingin AC terjadi karena pada saat pencampuran, viskositas aspal yang telah terukur cukup dan mampu menyelimuti seluruh permukaan agregat serta memberikan ikatan yang baik antar agregat, tetapi bensin di dalam campuran tidak dapat menguap habis secara sempurna dan masih mengisi pori di dalam campuran yang mengakibatkan porositas berkurang.
99
Adapun syarat nilai porositas yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) adalah 3 – 5 % dan 3,5 – 5,5 % dalam Revisi SNI 03-1737-1989. Maka, nilai porositas dari campuran dingin AC tersebut telah memenuhi syarat untuk lapis perkerasan jalan.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.8. Diagram perbandingan nilai porositas
4.4.2. Perbandingan Hasil Marshall Properties Berdasarkan Kadar Aspal Optimum 4.4.2.1. Perbandingan Nilai Stabilitas Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai stabilitas dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan stabilitas yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai stabilitas sebesar 337,718 kg untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 1264,112 kg untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 73,28 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai stabilitas yang lebih rendah daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena bensin yang tidak bisa menguap seluruhnya dalam benda uji pada campuran dingin AC sehingga mengakibatkan bagian dalam benda
100
uji masih basah dan gaya kohesi aspal menjadi tidak kuat serta mengurangi interlock antar agregat. Sehingga pada saat terjadi pembebanan, agregat akan mudah bergeser dan hancur. Terlihat setelah pengujian Marshall, benda uji bagian dalam masih lunak dan berbau bensin yang menyengat.
Adapun syarat nilai stabilitas yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) untuk lalu lintas berat adalah
550 kg dan min 800 kg dalam Revisi SNI 03-1737-1989.
Maka, nilai stabilitas dari campuran dingin AC tersebut belum memenuhi syarat untuk lapis perkerasan permukaan jalan dengan lalu lintas berat. Tetapi masih bisa digunakan untuk lapis base course atau sub base course.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.9. Diagram perbandingan nilai stabilitas
4.4.2.2. Perbandingan Nilai Flow Nilai flow menunjukkan tingkat kelenturan atau kekakuan campuran. Flow yang tinggi menunjukkan tingkat kelenturan yang tinggi, sehingga retakan yang timbul karena pembebanan dapat terhindari. Sebaliknya flow yang rendah menunjukkan tingkat kelenturan lapisan rendah dan bersifat getas, sehingga mudah mengalami pecah akibat terjadinya pemisahan antar partikel butiran.
101
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai flow dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan flow yang lebih besar dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai flow sebesar 3,64 mm untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 3,52 mm untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 3,41 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai flow yang lebih besar daripada campuran panas AC. Hal ini disebabkan karena pada campuran dingin AC, bensin yang tidak bisa menguap seluruhnya dalam benda uji mengakibatkan benda uji tidak bisa mengeras sempurna sehingga menjadikan benda uji tidak getas dan mampu menahan kelelahan lebih besar daripada campuran panas AC. Adapun syarat nilai flow yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) untuk lalu lintas berat adalah 2 – 4 mm dan min 3 mm dalam Revisi SNI 03-1737-1989. Maka, nilai flow dari campuran dingin AC tersebut telah memenuhi syarat untuk lapis perkerasan jalan.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.10. Diagram perbandingan nilai flow 4.4.2.3. Perbandingan Nilai Marshall Quotient
102
Marshall Quotient merupakan hasil bagi dari stabilitas dan flow, yang besarnya merupakan indikator dari kelenturan yang potensial terhadap keretakan. Perhitungan yang telah dilakukan terhadap nilai Marshall Quotient dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai Marshall Quotient yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai Marshall Quotient sebesar 95,275 kg/mm untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 377,155 kg/mm untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 74,74 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai Marshall Quotient yang lebih kecil daripada campuran panas AC. Hal ini disebabkan karena pada campuran dingin AC terjadi penurunan nilai stabilitas campuran disertai dengan kenaikan nilai kelelahan yang dimilikinya. Adapun syarat nilai Marshall Quotient yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) untuk lalu lintas berat adalah 200 – 350 kg/mm dan min 250 kg/mm dalam Revisi SNI 03-1737-1989. Maka, nilai Marshall Quotient dari campuran dingin AC tersebut belum memenuhi syarat untuk lapis perkerasan jalan.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.11. Diagram perbandingan nilai Marshall Quotient 4.4.3. Perbandingan Hasil ITST Berdasarkan Kadar Aspal Optimum
103
Pengujian kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength Test) merupakan suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari suatu campuran. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya retak dilapangan.
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai ITS dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai ITS yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai ITS sebesar 57,89 KPa untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 637,132 KPa untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 90,91 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai ITS yang jauh lebih kecil daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena bensin tidak bisa menguap sempurna dalam benda uji pada campuran dingin AC sehingga berpengaruh mengurangi gaya kohesi maupun adhesi aspal dengan agregat. Semakin lemah kohesi dan adhesi aspal terhadap agregat maka akan semakin mudah agregat melepaskan diri dari agregat yang lain sehingga campuran aspal menjadi mudah retak.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.12. Diagram perbandingan nilai ITS 4.4.3.1. Perbandingan Nilai Regangan
104
Perhitungan yang telah dilakukan terhadap nilai regangan dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai regangan yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai regangan sebesar 5,86E-03 untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 8,28E-03 untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 29,23 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai regangan yang lebih kecil daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena nilai deformasi horisontal yang lebih kecil pada campuran dingin AC sehingga dengan diameter yang sama menghasilkan nilai regangan yang lebih kecil pula.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.13. Diagram perbandingan nilai regangan
4.4.3.2. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas Perhitungan yang telah dilakukan terhadap nilai modulus elastisitas dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai modulus elastisitas yang jauh lebih kecil dari benda uji yang menggunakan
105
campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai modulus elastisitas sebesar 9901,918 KPa untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 76955,2 KPa untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 87,13 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai modulus elastisitas yang jauh lebih kecil daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena pada campuran dingin AC memiliki kuat tarik yang jauh lebih kecil dibanding kuat tarik pada campuran panas AC.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.14. Diagram perbandingan nilai modulus elastisitas
4.4.4. Perbandingan Hasil UCST Berdasarkan Kadar Aspal Optimum Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada secara vertikal. Kuat tekan dapat dijadikan indikasi langsung untuk mengetahui berapa besar beban yang mampu ditumpu perkerasan di lapangan.
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai UCS dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai UCS yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai UCS sebesar 1331,665 KPa untuk benda
106
uji dengan campuran dingin AC dan 4508,650 KPa untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 70,46 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai UCS yang jauh lebih kecil daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena masih adanya bensin yang terdapat dalam benda uji pada campuran dingin AC sehingga bagian dalam benda uji masih basah dan tidak bisa mengeras dengan sempurna mengakibatkan nilai kuat tekannya menjadi kecil.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.15. Diagram perbandingan nilai UCS
4.4.5. Perbandingan
Hasil
Permeabilitas
Berdasarkan
Kadar
Aspal
Optimum Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai permeabilitas dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai permeabilitas yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai permeabilitas sebesar 2,91E-04 cm/dtk untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 6,85E04 untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 57,52
107
% di mana campuran dingin AC memiliki nilai permeabilitas yang lebih kecil daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena masih adanya bensin yang terdapat dalam benda uji pada campuran dingin AC sehingga rongga udara bagian dalam benda uji yang seharusnya cukup tersedia menjadi tertutup yang mengakibatkan benda uji kurang permeabel. Namun, semakin kecil nilai permeabilitas maka campuran tersebut semakin kedap terhadap air sesuai yang diharapkan untuk perkerasan AC.
Berdasarkan klasifikasi angka permeabilitas pada campuran beraspal yang dikemukakan oleh Mullen (1967), maka koefisien permeabilitas campuran dingin AC tersebut termasuk dalam kategori Poor Drainage.
*)
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.16. Diagram perbandingan nilai permeabilitas
4.4.6. Perbedaan Hasil Penelitian Campuran Dingin AC dan Campuran Panas AC 108
Perbedaan yang terjadi antara campuran dingin AC dengan campuran panas AC tersaji pada table 4.18. Tabel 4.18. Perbedaan hasil penelitian campuran dingin AC dan campuran panas AC
No
Jenis Pengujian
Campuran Dingin AC
Campuran Panas AC *)
Perbedaan (%)
1
Densitas (gr/cm3)
2.316
2.300
0.69
2
Porositas (%)
4.966
7.101
30.07
3
Stabilitas (kg)
337.718
1264.112
73.28
4
Flow (mm)
3.64
3.52
3.41
5
Marshall Quotient (kg/mm)
95.275
377.155
74.74
6
ITS (KPa)
57.890
637.132
90.91
7
Regangan
5.86E-03
8.28E-03
29.23
8
Modulus elastisitas (KPa)
9901,918
76955.200
87.13
9
UCS (KPa)
1331.665
4508.650
70.46
10
Permeabilitas (cm/detik)
2.91E-04
6.85E-04
57.52
Sumber:
*)
Fajar Nugroho (2009)
Secara umum dari hasil penelitian yang telah dilakukan, campuran dingin AC dengan cutback asphalt RC-70 memiliki karakteristik yang masih di bawah standar sehingga belum bisa digunakan untuk lapis perkerasan permukaan jalan khususnya lalu lintas berat di Indonesia. Tetapi masih bisa digunakan untuk lapis base course atau sub base course dengan lalu lintas sedang atau ringan.
109
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Marshall Properties untuk campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-70 sebagai binder menghasilkan nilai stabilitas sebesar 337.718 kg, flow 3.64 mm, MQ 95.275 kg/mm, densitas 2.316 gr/cm3, dan porositas 4.966 %. Hanya nilai flow, densitas, dan porositas yang memenuhi syarat terhadap nilai yang telah ditetapkan dalam Revisi SNI 03-1737-1989 dan oleh Bina Marga (1987). Sehingga secara keseluruhan campuran dingin AC dengan cutback asphalt RC-70 tersebut belum memenuhi syarat untuk lapis perkerasan permukaan jalan. Tetapi masih bisa digunakan pada lapis perkerasan yang lain seperti base course atau sub base course. b. Pengujian ITS, UCS, dan permeabilitas terhadap campuran dingin AC dengan cutback asphalt RC-70 dalam kadar aspal optimum berturut-turut sebesar 57.890 KPa, 1331.665 KPa, dan 2.91E-04 cm/dtk. c. Dibandingkan dengan campuran panas AC yang telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, terjadi perbedaan sebesar 0.69% pada nilai densitas, 3.41% pada nilai flow, 30.07% pada nilai porositas, 73.28% pada nilai stabilitas, 74.74% pada nilai MQ, 90.91% pada nilai ITS, 70.46% pada nilai UCS, dan 57.52% pada nilai permeabilitas.
5.2. Saran Saran yang dapat dikemukakan sehubungan dengan penelitian ini adalah: a.
Campuran dingin AC seperti ini belum bisa diaplikasikan dalam pembuatan lapis perkerasan jalan baru khususnya lapis permukaan atau wearing surface,
110
tetapi bisa digunakan untuk lapis base course atau sub base course maupun untuk penambalan pada kerusakan permukaan jalan dengan skala kecil b.
Perlu adanya penelitian lain yang sejenis dengan menggunakan bahan pengencer yang bisa menguap sempurna dengan lebih cepat, misalnya tinner serta memperhatikan perlakuan curing pada campuran dingin AC baik pada saat pra pemadatan maupun pasca pemadatan.
111
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Fuk, Wie. 2002. Penelitian Pelaburan Lapis Ikat Optimum yang Menggunakan Aspal Cair RC-250 dan Aspal Emulsi CRS-1 dengan Pengujian Kuat Geser. Universitas Katolik Parahyangan. Skripsi. Bandung. Hanief, M.A. 2007. Fly Ash Sebagai Pengganti Filler Pada Asphalt Concrete Campuran Dingin. Universitas Sebelas Maret. Skripsi. Surakarta. Miller, Timothy D., and Hussain U. Bahia. 2009. Sustainable Asphalt Pavement: Technologies, Knowledge Gaps and Opportunities. University of Wisconsin. Modified Asphalt Research Center. Tersedia di: http://uwmarc.org/files/MARC-Sustainable-Asphalt-Pavements-white-paper .pdf Nugroho, Fajar. 2009. Tinjauan Permeabilitas, Kuat Tekan Dan Kuat Tarik Tidak Langsung Aspal Beton Dengan Limbah Ban Sebagai Pengganti Sebagian Agregat Medium. Universitas Sebelas Maret. Skripsi. Surakarta. Olutaiwo, A.O., A.S. Adedimila, and Umar Sidiq. 2008. An Examination of The Use of Liquid Asphalt Binders in Road Works in Nigeria. Journal of Engineering and Applied Sciences 3(1). 134-142. Tersedia di: http://medwelljournals.com/fulltext/jeas/2008/134-142.pdf Sarwono D., Setyawan A. 2005. Handout Mata Kuliah Teknologi Bahan Perkerasan Jalan. Surakarta. Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova. Totomihardjo, Soeprapto. 1995. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Biro Penerbit. Widjaja, Ratna. 2002. Hubungan Kuat Tarik Tidak Langsung dengan Parameter Marshall Beton Aspal. Universitas Katolik Parahyangan. Skripsi. Bandung.
112