ntak dan tangannya muncul kembali di meja “Aku mengatakan yang sebenamya,” katanya. “Orang Prancis itu tidak pemah menemuiku. Kalau ia menemuiku, aku pasti akan menceritakannya padamu. Begitu pula kau kalau jadi aku. Aku hanya melindungi diri sendiri.” “Siapa yang mengirimmu untuk mengadakan kontak? Siapa yang memberitahukan katakata yang harus kaugunakan?” “Sejujurnya, itu sudah di luar kemampuanku, kau hams percaya. Semua dilakukan dengan telepon melalui pihak kedua dan ketiga yang hanya mengetahui informasi yang mereka bawa. Bukti integritasnya adalah uang pembayaran jasaku.” “Bagaimana datangnya? Hams ada yang memberikannya padamu.” “Seseorang yang bukan siapa-siapa, yang juga disewa. Tuan rumah pesta makan malam mewah yang tak kukenal akan meminta bertemu manajer. Aku akan menerima pujiannya dan selama percakapan ada amplop yang diselipkan ke tanganku. Aku mendapat sepuluh ribu dolar Amerika untuk mengontak orang Prancis itu.” “Lalu apa? Bagaimana caramu menghubunginya?” “Ke Macao, ke kasino Kam Pek di kawasan tengah kota. Tempat itu sebagian besar untuk orang Cina, untuk permainan fan-tan dan dai sui. Lalu menuju Meja Lima dan meninggalkan nomor telepon sebuah hotel di Macaobukan nomor telepon pribadidan nama, nama apa saja, bukan namanya sendiri, tentu saja.” “Ia akan menghubungi kita di nomor itu?” “Mungkin menghubungi atau mungkin tidak. Kita menunggu dua puluh ‘ empat jam di Macao. Kalau ia tidak menghubungi hingga saat itu, kita sudah ditolak karena orang Prancis itu tidak mau meny isihkan waktu.” “Begitukah aturannya?’ ‘Ya. Aku ditolak dua kali, dan sekali-kalinya aku diterima >a tidak muncul di tangga Calcada.” “Menurutmu kenapa kau ditolak? Menurutmu kenapa ia tidak muncul?” “Aku tidak tahu. Mungkin ada terlalu banyak pekerjaan untuk pakar pembunuhnya. Mungkin ada kata-kataku yang kelim dalam dua kesempatan pertama. Mungkin dalam kesempatan ketiga ia merasa melihat orang-orang yang mencurigakan di Calcada, orang-orang yang dipercayainya datang bersamaku dan tidak bemiat baik padanya. Jelas tidak ada orang-orang seperti itu, tapi tidak ada naik banding kalau berurusan dengannya.” “Meja Lima. Pembagi kartu?” kata Bourne. “Pembagi kartunya selalu bembah. Perjanjian dengan mejanya. Upah bersama’^ kurasa. Untuk dibagi. Dan jelas ia tidak pergi ke Kam Pek sendiriia menyewa peiacur dari jalanan. Ia sangat hati-hati, sangat profesional.” “Kau tahu orang lain yang pemah mencoba menghubungi Bourne ini?” tanya Bourne. “Aku akan tahu kalau kau berbohong.” “Kupikir begitu. Kau terobsesidan itu bukan urusankudan kau menjebakku dengan penyangkalanku yang pertama. Tidak, aku tidak tahu, Sir. Itu yang sebenarnya, karena aku tidak ingin ususku terburai diiringi suara letupan tutup botol sampanye.” ‘Tidak ada yang lebih mendasar lagi. Dengan kata lain, kupikir aku percaya padamu.”
“Percayalah, Sir. Aku hanya kurirmungkin kurir yang mahaltapi tetap saja kurir.” “Aku diberitahu para pramusajimu sangat istimewa.” “Mereka bukan pengamat yang penuh perhatian.” ‘Tetap saja kau harus menemani aku ke pintu,” kata Bourne. Dan sekarang nama ketiga, orang ketiga, dalam derasnya hujan di Repulse Bay. Kontak itu bereaksi mendengar kata sandinya: “Ecoutez, Monsieur. ‘Cam untuk Delta dan Carlos untuk Cain. ”’. “Kita seharusnya bertemu di Macao!” jerit orang itu melalui telepon. “Ke mana saja kau?” “Sibuk,” kata Jason. 2f%-‘i “Kau mungkin terlambat. Klienku hanya memiliki sedikit waktu dan ia punya banyak informasi. Ia mendengar orangmu pindah ke tempat lain. Ia terganggu. Kau sudah berjanji padanya, orang Prancis.” “Dia pikir ke mana orangku pergi?” “Penugasan lain, tentu saja. Ia sudah mendengar rinciannya!” “Ia keliru. Orangku tersedia asal harganya sesuai.” “Hubungi aku beberapa menit lagi. Aku akan berbicara dengan klienku dan mencoba mencari tahu kelanjutannya.” Bourne menelepon lima menit kemudian. Persetujuan diberikan, tempat pertemuan ditentukan. Repulse Bay. Satu jam. Patung dewa perang di pantai, di sebelah kiri yang menuju dermaga. Kontak akan mengenakan syal hitam di Iehernya; sandinya tetap sama. Jason memandang arlojinya; saat itu sudah dua belas menit melewati janji temu. Kontaknya terlambat, dan hujan bukan masalahsebaliknya, hujan merupakan keuntungan, perlinduhgan alami. Bourne meneliti setiap meter persegi tempat pertemuan itu, radius dua belas meter dari segala arah patung dewa perang itu terlihat, dan ia telah melakukannya sesudah waktu pertemuan, menghabiskan menit demi menit sambil terus mengawasi jalan setapak ke patung. Sejauh ini tidak ada yang tidak biasa. Tidak ada jebakan yang dipasang. Zhongguo ren itu muncul, bahunya membungkuk saat melesat menuruni tangga dalam hujan, seakan-akan bentuk tubuhnya mampu mengusir air hujan. Ia berlari sepanjang jalan setapak menuju patung dewa perang dan berhenti saat mendekati patung raksasa yang menyeringai itu. la menghari siraman cahaya lampu sorot, tapi yang terlihat sekilas di wajahnya adalah kemarahan karena tidak melihat siapa pun. “Orang Prancis, orang Prancis/” Bourne berlari kembali menerobos sesemakan menuju tangga, memeriksa sekali lagi sebelum menepati janji temunya, mengurangi ke-rentanan posisinya. Ia merayap mengitari tiang batu yang membatasi tangga dan mengintip menerobos hujan ke bagian atas jalan setapak yang menuju hotel. Ia melihat yang diharapkan tidak akan dilihatnya! Seorang pria bermantel hujan dan topi keluar dari Colonial Hotel dan melangkah tergesa-gesa. Di tengah-tengah tangga ia berhenti, mengeluarkan sesuatu dari sakunya; ia berbalik; ada selarik cahaya suram… seketika dibalas oleh kilasan kecil yang sama di salah satu jendela lobi yang penuh sesak. Senter. Isyarat. Seorang pembuka jalan tengah dalam perjalanan ke pos depan, sementara penghubung atau pendukungnya mengkonfirmasi komunikasi. Jason berbalik dari menelusuri kembali jalur menerobos sesemakan yang lebat. “Orang Prancis, kau di mana?” “Di sini!” “Kenapa kau tadi tidak menjawab? Di mana?” “Lurus di depan. Sesemakan di depanmu. Cepatr
Kontak itu mendekati sesemakan; ia sejauh jangkauan tangan. Bourne menerkam dan mencengkeramnya, membalik tubuhnya dan mendorongnya ke sesemakan basah, membekap mulut pria itu dengan tangan kanannya. “Kalau kau mau hidup, jangan bersuara!” Lima belas meter di dalam hutan yang membatasi pantai, Jason mengempaskan kontak itu ke sebatang pohon. “Siapa yang bersamamu?” tanya Bourne dengan kasar, perlahan-lahan melepaskan tangan dari mulut orang itu. “Bersamaku? Tidak ada seorang pun yang bersamaku!” “Jangan bohong!” Bourne mencabut pistolnya dan menempelkannya ke leher kontak itu. Orang Cina itu tersentak hingga kepalanya membentur pohon, matanya membelalak, mulutnya lernganga. “Aku tidak punya waktu untuk jebakan!” lanjut Jason. “Aku tidak punya waktuF “Dan tak seorang pun bersamakul Kata-kataku ini senilai dengan nyawaku! Tanpa itu aku tidak memiliki profesi!” Bourne menatap pria itu. Ia mengembalikan pistol ke sabuknya, mencengkeram lengan kontak itu dan mendorongnya ke kanan. “Jangan bersuara. Dart aku.” Sembilan puluh detik kemudian Jason dan kontak itu merangkak menerobos sesemakan yang basah ke areal jalur setapak sekitar enam meter di sebelah barat patung raksasa. Hujan menutupi suara apa pun yang mungkin terdengar di malam yang cerah. Tiba-tiba Bourne menyambar bahu orang Oriental itu, menghentikannya. Di depan terlihat si pembuka jalan, berjongkok, merapat ke batas jalan setapak, menggenggam sepucuk pistol. Ia menyeberang melewati siraman cahaya lampu sorot yang menerangi patung sebelum menghilang; hanya sekejap, tapi sudah cukup. Bourne menatap kontaknya. Orang Cina itu tertegun. Ia tidak mampu mengalihkan pandangan dari lingkaran cahaya tempat si pembuka jalan tadi melintas. Berbagai pikiran melintas di benaknya dengan cepat, teror semakin hebat; hal itu terlihat dalam tatapannya. “Shi. ” bisiknya. “Jiagian!” “Dalam bahasa Inggris yang singkat,” kata Jason, berbicara mengatasi suara hujan. “Orang im algojo?” “Shi.L. Ya.” “Katakan, apa yang kaubawa untukku?” “Semuanya,” jawab kontak itu, masih shock. “Uang muka, instruksi… segalanya.” “Klien tidak akan mengirim uang kalau ia mau membunuh orang sewaannya.” “Aku tahu,” kata kontak itu pelan, sambil mengangguk dari memejamkan mata. “Mereka mengincarku.” Kata-katanya pada Liang di jalur pelabuhan seperti ramalan. “Ini bukan jebakan untukku…. Ini untukmu…. Kau sudah melakukan pekerjaanmu dan mereka tidak bisa membiarkan ada jejak,… Kau tidak lagi berguna bagi mereka.” “Ada satu lagi di hotel. Aku melihat mereka saling memberi isyarat dengan lampu senter. Itu sebabnya aku tidak bisa menjawabmu selama beberapa menit” Orang Oriental itu berpaling memandang Jason; tidak ada perasaan mengasihani diri di matanya. “Risiko protest” katanya. “Seperti yang dikatakan kaumku yang bodoh, aku akan bergabung dengan para leluhur-ku, dan kuharap mereka tidak sebodoh itu. Ini.” Kontak itu memasukkan tangan ke saku dalam dan mengeluarkan sehelai amplop. “Ini semuanya” “Kau sudah memeriksanya?” “Hanya uangnya. Semua ada di sana. Aku tidak akan menemui orang Prancis tanpa membawa sesuai permintaannya, dan sisanya aku tidak ingin tahu.” Tiba-tiba pria
itu menatap Bourne tajam, mengerjapkan matanya karena hujan yang turun. ‘Tapi kau bukan orang Prancis itu!” “Tenang,” kata Jason. “Situasi berjalan agak terlalu cepat bagimu malam ini.” “Kau siapa?” “Orang yang baru saja menunjukkan posisimu padamu. Berapa banyak uang yang kaubawa?” ‘Tiga puluh ribu dolar Amerika;” “Kalau itu pembayaran pertama, sasarannya pasti sangat mengesankan.” “Kuanggap begitu.” “Simpan saja.” “Apa? Apa Jcatamu?” “Aku bukan si orang Prancis, ingat?” “Aku tidak mengerti.” “Aku bahkan tidak menginginkan instrukskiya. Aku yakin orang berkaliber profesional seperti dirimu bisa mengubah instruksi itu demi keuntunganmu. Orang membayar mahal untuk informasi yang bisa mem-ban tunya; ia membayar jauh lebih banyak demi nyawanya.” “Kenapa kau mau melakukan ini?” “Karena tidak satu pun menarik bagiku. Aku hanya tertarik pada satu hal. Aku menginginkan orang yang mengaku bernama Bourne dan aku tidak bisa membuang-buang waktu. Kau mendapatkan apa yang baru saja kutawarkan ditambah dividenakan kukeluarkan kau dari sini dalam keadaan hidup sekalipun untuk itu aku harus meninggalkan dua mayat di Teluk ini, aku tidak peduli. Tapi kau hams menjawab pertanyaan yang kutanyakan padamu melalui telepon. Katamu, klienmu mengatakan pembunuh bayaran orang Prancis itu pergi ke tempat lain. Di mana? Di mana Bourne?” “Kau berbicara begitu cepat” “Sudah kukatakan, aku tidak punya waktu! Katakan! Kalau kau menolak, aku pergi dan klienmu akan membunuhmu. Silakan pilih.” “Shenzen,” kata kontak itu, seakanakan takut pada nama itu. “Cina? Ada sasaran di Shenzen?” “Bisa dianggap begitu: Klienku yang kaya memiliki sumber-sumber di Queen’s Road.” “Apa itu?” “Konsulat Republik Rakyat Cina. Ada visa sangat tidak biasa yang dikeluarkan. Tampaknya visa itu disetujui pihak berwenang tertinggi di Beijing. Sumbemya tidak mengetahui alasannya, dan sewaktu menanyakan keputusan itu seketika ia dipindah. Ia melaporkannya pada klienku. Tentu saja untuk uang.” “Kenapa visa itu tidak biasa?” “Karena tidak ada periode tunggu dan pemohon tidak datang sendiri ke Konsulat Belum pemah ada yang seperti itu.” “Sekalipun begitu, itu hanya visa.” “Di Republik Rakyat Cina tidak ada yang namanya ‘hanya visa’: Terutama bagi pria kulit putih yang bepergian seorang diri dengan paspor meragukan yang diterbitkan di Macao.” “Macao?” “Ya”
“Kapan tanggal masuknya?” Jason mengamati kontak itu dengan penuh selidik. “Katamu klienmu memiliki sumber-sumber di Konsulat Kau sendiri?” “Yang kaupikirkan itu membutuhkan uang yang tidak sedikit karena risikonya sangat besar.” Bourne mengangkat kepalanya dan memandang dari balik tirai hujan ke arah patung yang diterangi lampu sorot di belakangnya. Ada gerakan; pembuka jalan itu tengah mencari-cari sasarannya. “Tunggu di sini,” katanya. Kereta pagi dari Kowloon ke perbatasan Lo Wu makan waktu kurang dari satu jam. Kesadaran bahwa ia berada di Cina muncul dalam waktu kurang dari sepuluh detik. Panjang Umur Republik Rakyat Cina! Penggunaan tanda seru itu sebenarnya tidak perlu, para penjaga perbatasan menegakkan semboyannya. Mereka kaku, memperhatikan segalanya, dan kejam, menghantamkan stempel karet ke paspor seperti remaja yang marah. Tapi ada sistem pendukung pengoreksi. Di balik para penjaga berjajar para wanita muda berseragam, berdiri sambil tersenyum di belakang meja-meja panjang yang dipenuhi pamflet tentang keindahan dan kebaikan tanah serta sistem mereka. Kalau ada kemunafikan dalam postur mereka, kemunafikan itu tidak terlihat. Bourne telah membayar kontak yang dikhianati dan hendak dibunuh itu sejumlah tujuh ribu dolar untuk visanya. Masa berlakunya lima hari. Tujuan kunjungan dicatat sebagai “investasi bisnis di Zona Perekonomian”, dan bisa diperbarui di imigrasi Shenzen dengan bukti investasi bersama kehadiran bankir Cina pendukung yang mengalirkan uang investasi. Sebagai ucapan terima kasih, dan tanpa biaya tambahan, kontak itu memberikan nama bankir Shenzen yang bisa dengan mudah mengarahkan “Mr. Cruett” pada kemungkinah-kemungkinan investasi, Mr. Cruett yang masih terdaftar sebagai tamu di Regent Hotel di Hong Kong. Akhirnya, ada bonus dari orang yang nyawanya telah diselamatkan di Repulse Bay: deskripsi orang yang bepergian menggunakan paspor Macao melintasi perbatasan di Lo Wu. Tinggi 182,5 sentimeter, 92,5 kilogram, kulit putih, rambut cokelat muda.” Jason menatap informasi itu,. tanpa sadar teringat data di kartu identitas pemerintah miliknya sendiri. Bunyinya: “TG: 182,5 cm, BRT: 93,5 kg. Pria Kulit Putih. Rambut: Cklt. Md.” Perasaan takut yang aneh menyebar dalam dirinya. Bukan takut terhadap konfrontasi; ia menginginkan konfrontasi, di atas semuanya, karena ia ingin Marie kembali di atas segalanya. Sebaliknya, ketakutan itu akibat perasaan ngeri bahwa dirinya bertanggung jawab atas penciptaan monster. Pemburu maut yang berasal dari virus mematikan yang ia sempumakan dalam laboratorium mental dan fisiknya. Kereta itu merupakan kereta pertama yang berangkat dari Kowloon, terutama ditumpangi buruh terampil dan eksekutif yang diizinkan dibujukmemasuki Zona Perekonomian Bebas Shenzen oleh Republik Rakyat Cina dengan harapan menarik investasi asing. Di setiap perhentian dalam perjalanan ke perbatasan, dengan semakin bertambahnya penumpang, Bourne menyiisuri gerbong demi gerbong, pandangannya berhenti sejenak pada setiap pria kulit putih, yang jumlah totalnya adalah empat belas orang pada saat mereka tiba di Lo Wu. Tak satu pun mendekati deskripsi yang diberikan orang dari Macaodeskripsi dirinya sendiri. “Jason Bourne” yang baru ini menggunakan kereta berikut. Bourne yang asli akan menunggu di sisi seberang perbatasan. Ia sedang menunggu sekarang. Selama empat jam yang berlalu, ia telah enam belas kali menjelaskan pada petugas penjaga perbatasan bahwa ia sedang menunggu rekan bisnis; ia sendiri pasti salah jadwal dan menggunakan kereta yang terlalu awal. Seperti banyak orang di negara asing, tapi terutama di Timur, fakta bahwa orang Amerika yang sopan telah bersusah payah berbahasa setempat merupakan fakta yang menguntungkan. Ia ditawari empat cangkir kopi, tujuh cangkir teh panas, dan dua di antara para gadis berseragam itu tertawa kecil sambil menawarinya es krim Cina yang terlalu manis. Ia menerima semuamenolak adalah sikap yang kasar, dan karena sebagian besar Kelompok Empat bukan saja kehilangan muka tapi juga kepalanya, sikap kasar
tidak berlaku lagi, kecuali bagi para penjaga perbatasan. Saat itu pukul 11.10. Para penumpang muncul dari lorong panjang berpagar yang terbuka sesudah lewat imigrasisebagian besar wisatawan, sebagian besar kulit putih, sebagian besar kebingungan dan takjub karena berada di sana. Kebanyakan kelompok tur kecil, ditemani para pemandu satu dari Hong Kong dan satu dari Republik Rakyat Cinayang berbicara bahasa Inggris dengan cukup baik, atau Jerman, atau Prancis dan, dengan enggan, bahasa Jepang untuk pengunjung yang sangat tidak disukai tapi memiliki lebih banyak uang daripada yang pernah dimiliki Marx atau Konfusius. Jason mempelajari setiap pria kulit putih. Yang tingginya lebih dari 180 sentimeter, terlalu muda atau terlalu tua atau terlalu gendut atau terlalu kurus atau terlalu mencolok dengan celana panjang hijau limau, untuk menjadi orang dari Macao itu.. Tunggu! Di sana! Pria tua bersetelan gabardin cokelat muda, yang seperti wisatawan bertubuh sedang dengan kaki timpang tiba-tiba tampak lebih jangkungdan timpangnya hilang! Ia berjalan -cepat menyusuri anak tangga di tengah-tengah keramaian dan berlari ke areal parkir raksasa yang dipenuhi bus, van wisata, dan taksi, masing-masing deng tulisan ZHANistirahatditempelkan di jendela depannya. Bou berlari-lari mengejar orang itu, menghindari tubuhtubuh di hadapanny tak peduli siapa yang didorongnya ke samping. Itu orangnyaoran, dari Macao! “Hei, kau suiting apa? Ralph, ia mendorongku!” “Balas dorong. Kau mau aku melakukan apa?” “Bertindaklah!” “Ia sudah pergi.” Pria bersetelan gabardin itu melompat ke pintu van yang terbuka, sebuah van hijau tua dengan jendela berwarna yang menurut orang Cina itu milik depanemen Suaka Burung Chutang. Pintunya bergeser menutup dan kendaraan itu seketika meninggalkan areal parkir dan berbelok menghindari mobil-mobil Iain menuju pintu keluar. Bourne panik; ia tidak bisa membiarkan orang itu lolos! Sebuah taksi tua berada tepat di sebelah kanannya, mesinnya hidup. Ia membuka pintunya, dan disambut teriakan. “Zhanl” jerit sopirnya. “Shi ma?” raung Jason, sambil mencabut uang Amerika yang cukup banyak untuk menjamin hidup mewah selama lima tahun di Republik Rakyat Cina. “AiyaJ “ “Zou!” perintah Bourne sambil melompat ke kursi depan dan menunjuk van yang menukik di jalur setengah lingkaran. “Ikuti mobil itu dan kau bisa memulai bisnismu sendiri di zona,” katanya dalam bahasa Kanton. “Aku berjanjif* Marie, aku sudah begitu dekat! Aku yakin dia orangnya! Akan kutangkap dia! Dia milikku sekarang! Dialah penjamin kebebasan kita! Van itu melesat ke jalan keluar, menuju selatan di persimpangan pertama, menghindari lapangan luas yang penuh dengan bus wisata dan gerombolan wisatawan yang dengan hati-hati menghindari sepeda-sepeda di jalan yang bagai tak ada habisnya. Sopir taksi itu berhasil mengikuti van memasuki jalan primitif yang lebih banyak dilapisi tanah liat keras, bukan aspal. Mobil berkaca gelap itu bisa dilihat berbelok di tikungan panjang di depan truk terbuka, yang membawa mesin pertanian besar, jauh di depan. Sebuah bus wisata menunggu di ujung tikungan, meliuk ke jalan di belakang truk. Bourne memandang ke balik van itu; ada perbukitan di depan dan jalan mulai menanjak Lalu bus wisata lain muncul, yang satu ini di belakang mereka. “Shumchun,” kata sopirnya. $vU’ “Bin do?” tanya Jason.
“Cadangan air Shumchun,” jawab si sopir dalam bahasa Cina. “Reservoir yang sangat indah, salah satu danau terbaik di seluruh Cina. Danau itu memasok air ke Kowloon dan Hong Kong. Sangat ramai pengunjung pada waktu-waktu ini; Pemandangan musim gugur sangat indah.” Tiba-tiba van itu menambah kecepatan, mendaki jalan pegunungan, menjauhi truk dan bus wisata “Bisa lebih cepat? Salip bus itu, truk itu!” 192 “Banyak tikungan di depan.” “Cobalah!” Sopir menginjak pedal gas sampai rata dengan lantai dan meliukkan kendaraan mendului bus, nyaris menghantam bagian depan bus sewaktu terpaksa menepi lagi karena ada kendaraan Angkatan Darat dengan dua prajurit melaju dari arah berlawanan. Kedua prajurit dan pemandu wisata berteriak memaki mereka melalui jendela yang terbuka. ‘Tidur saja dengan ibumu yang jelek itu!” jerit sopirnya, penuh kemenangan, hanya untuk menghadapi truk lebar dengan muatan mesin pertanian yang menghalangi jalan. Mereka akan menikung tajam ke kanan. Bourne mencengkeram jendela dan menjulurkan tubuh keluar sejauh mungkin agar bisa melihat lebih jelas. ‘Tidak ada mobil!” teriaknya pada si sopir mengatasi angin yang bertiup kencang. “Maju! Kau bisa menduluinya. Sekarang!” Sopir itu mematuhinya, memaksa taksi tua itu sampai batas kemampuannya, rodarodanya berputar kencang di atas tanah liat keras, membuat taksi itu meliuk berbahaya di depan truk. Tikungan lain, sekarang menukik tajam ke kiri, dan mendaki. Di depan. jalan lurus dan mendaki di bukit tinggi. Van itu tidak terlihat lagi; sudah menghilang di balik puncak bukit. “Kuai!” teriak Bourne. “Bisa kaupaksa kendaraan ini lebih cepat lagi?” “Aku belum pemah berjalan secepat ini! Kupikir dewa-dewa akan meledakkan mesinnya! Lalu apa yang hams kulakukan? Aku perlu lima tahun untuk membeli mesin sialan ini, dan banyak suap untuk me-ngemudikannya di Zona!” Jason melemparkan setumpuk uang di lantai taksi dekat kaki si sopir. “Ada sepuluh kali lipat dari itu kalau kita bisa mengejar van itu! Nah, kebut.” Taksi itu melaju melewati puncak bukit, menurun dengan cepat ke tembah raksasa di tepi danau luas yang tampak membentang hingga bermil-mil. Di kejauhan Bourne bisa melihat puncak pegunungan tertutup salju dan pulau-pulau hijau menghiasi air bira kehijauan yang membentang sejauh mata memandang. Taksi berhenti di samping pagoda besar berwarna merah dan emas yang bisa dicapai melalui tangga beton panjang yang dipoles. Balkon-balkonnya terbuka menghadap danau. Kios-kios makanan dan minuman serta cendera mata bertebaran di perbatasan areal parkir, tempat empat bus wisata diparkir sementara para pemandu meneriakkan instruksi dan memohon para tanggungan mereka agar tidak naik kendaraan yang salah pada akhir acara. Van berjendela gelap. itu tidak terlihat di mana pun. Bourne memalingkan kepalanya, menoleh ke segala arah. Di mana mobil itu? “Jalan apt di sebelah sana itu?” tanyanya pada sopir. 193 “Rumah pompa. Tidak ada yang boleh melewati jalan itu, dijaga patroli Angkatan Darat. Di balik tikungan ada pagar tinggi dan pos jaga!” “Tunggu di sini.” Jason turun dari taksi dan berjalan ke arah jalan terlarang itu, berharap ia membawa kamera atau buku panduan wisata apa pun yang
membuatnya tampak seperti wisatawan. Namun ia hanya bisa melangkah ragu-ragu dan memasang ekspresi kagum ala pelancong. Tidak ada benda yang tak penting bagi observasinya. Ia mendekati tikungan di jalan berlapis aspal buruk itu; ia melihat pagar tinggi dan sebagian pos jagalalu semuanya. Palang logam panjang menghalangi jalan, dua prajurit tengah bercakap-cakap, memunggunginya, memandang ke sisi lainmemandang dua kendaraan yang diparkir berdampingan dekat bangunan beton persegi yang dicat cokelat. Salah satu kendaraan itu adalah van berjendela gelap, yang lainnya sedan cokelat. Van itu mulai bergerak. Kembali menuju gerbang! Bourne berpikir cepat. Ia tidak membawa senjata; tidak ada gunanya memikirkan kemungkinan membawa senjata menyeberangi perbatasan. Kalau ia mencoba menghentikan van itu dan menyeret pembunuhnya keluar, keributannya akan mengundang para penjaga, tembakan senapan mereka sigap dan akurat Oleh karena itu ia harus memancing orang dari Macao itu keluarberdasarkan keinginannya sendiri. Setelah itu Jason siap; ia akan menangkap penipu itu dengan satu atau lain cara. Membawanya kembali ke perbatasan dan menyeberang, dengan satu atau lain cara. Tidak ada orang yang sebanding dengannya; mata, leher, selangkangan tidak aman dari serangan, sigap dan menyakitkan. David Webb tidak pemah menyadari realita itu. Bourne menjalaninya. Ada cara! Jason berlari kembali ke ujung tikungan sepi di jalan, tak terlihat oleh para prajurit di gerbang. Ia kembali beraksi sebagai pelancong yang kagum dan mendengarkan. Mesin van berderum tapi tidak bergerak; suara berdecit itu berarti gerbang diangkat. Tinggal beberapa saat lagi sekarang. Bourne mempertahankan posisi di sesemakan di tepi jalan. Van berbelok di tikungan saat ia memperhitungkan waktu tindakannya. Tiba-tiba ia ada di sana, di depan kendaraan besar itu, ekspresinya ngeri ketika ia berputar ke samping, di bawah jendela sopir, dan menghantam pintu, menjerit kesakitan seakan-akan ia tertabrak, mungkin terbunuh, oleh van itu. Ia berbaring tak bergerak di tanah ketika kendaraan itu berhenti; sopirnya melompat ke luar, orang yang tak bersalah dan berniat memprotes ketidakbersalahannya. la tidak sempat melakukannya. Lengan Jason temlur; ia menarik pergelangan kaki orang itu hingga terangkat dari tanah, dan mengempaskan kepalanya ke sisi van. Sopir itu pingsan, dan Bourne menyeretnya ke bagian belakang van di bawah jendela gelap. Ia melihat tonjolan pada jaket pria itu; bisa ditebak 194 sepucuk pistol, mengingat barang yang diangkutnya. Jason mengambilnya dan menunggu orang dari Macao itu. Orang itu tidak muncul. Ini tidak logis. Bourne bergegas ke bagian depan van, mencengkeram tepi kursi sopir yang berlapis karet lalu naik, senjatanya siap ditembakkan, menyapu kursi belakang dari sisi ke sisi. Tidak ada orang. Kendaraan itu kosong. Bourne turun dan mendekati sopir itu, ia meludahinya dan menampar-nya sampai sopir itu sadar. “Nali? ” bisiknya kasar. “Di mana orang yang tadi ada di sini?” “Di dalam sana!” jawab sopir itu dalam bahasa Kanton sambil menggeleng. “Di mobil dinas bersama orang yang tak dikenal siapa pun. Tolong kasihani aku! Aku punya tujuh anak!” “Naiklah ke mobil,” kata Bourne sambil menarik pria itu berdiri dan mendorongnya ke pintu yang terbuka. “Pergi dari sini secepat mungkin.” Tidak perlu saran lain. Van itu melesat meninggalkan area reservoir Shumchun,
berdecit ketika berbelok di tikungan dan melewati pintu keluar utama dengan begitu cepat sehingga Jason mengira kendaraan itu akan keluar dari jalan. Orang yang tak dikenal Siapa pun. Apa artinya? Tidak penting, orang dari Macao terjebak. Ia ada di dalam sedan cokelat di balik gerbang di jalan terlarang. Bourne berlari kembali ke taksi dan naik ke kursi depan; uang yang tadi disebar di lantai mobil telah disingkirkan. “Kau puas?” kata sopir itu. “Aku akan mendapat sepuluh kali lipat uang yang kaulempar ke kakiku yang tak berharga ini?” “Hentikan, Charlie Chan! Ada mobil yang akan keluar dari jalan ke rumah pompa itu dan kau akan melakukan perintahku. Mengerti?” “Apa kau mengerti sepuluh kali jumlah uang yang kautinggalkan di taksiku yang tua dan tak mudah dibedakan dengan yang lain ini?” “Aku mengerti. Bisa jadi lima belas kali lipat kalau kau melakukan tugasmu. Ayo, bergerak. Pergilah ke tepi areal parkir. Aku tidak tahu berapa lama kita harus menunggu.” “Waktu adalah uang, Sir.” “Oh, tutup mulut!” Penantian itu berlangsung kurang-lebih dua puluh menit Sedan cokelat itu muncul, dan Bourne melihat apa yang tadi tidak dilihatnya. Jendela-jendelanya lebih gelap daripada jendela van tadi; siapa pun yang ada di dalamnya tak terlihat. Lalu Jason mendengar kata-kata yang tak ingin didengarnya. “Ambil uangmu kembali,” kata sopir itu pelan. “Akan kuantar kau kembali ke Lo Wu. Aku tidak pemah bertemu denganmu.” 195 “Kenapa?” “Itu mobil pemerintahsalah satu mobil dinas pemerintah kamidan aku tidak mau membuntutinya.” Tunggu sebentar! Tunggu. Dua puluh kali lipat dari apa yang sudah kuberikan padamu, ditambah bonus kalau semua berjalan lancar! Sebelum kuperintahkan, kau bisa berada jauh di belakang mobil itu. Aku hanya wisatawan yang ingin melihatlihat. Tidak, tunggu! Ini, akan kutunjukkan padamu! Visaku mengatakan aku menanamkan uang: Investor diizinkan hanya melihat-lihat!” “Dua puluh kali lipat?” ulang sopir itu sambil menatap Jason. “Apa jaminan kau akan memenuhi janjimu?” “Akan kuletakkan uangnya di antara kursi kita. Kau yang mengemudi; kau bisa melakukan banyak hal dengan mobil ini. Aku tidak akan mencoba mengambilnya kembali.” “Bagus! Tapi aku akan mengikuti dari jauh. Aku kenal jalan-jalan ini. Hanya ada satu tempat yang bisa dituju.” Tiga puluh lima menit kemudian, sementara sedan cokelat itu masih terlihat tapi berada jauh di depan, sopir kembali berbicara. “Mereka menuju lapangan terbang.” “Lapangan terbang apa?” “Lapangan terbang untuk pejabat pemerintah dan orang-orang beruang dari selatan.” “Orang-orang yang menanamkan modal di pabrik-pabrik, industri?” Tni Zona Perekonomian.”
“Aku investor,” kata Bourne. “Visaku mengatakan begitu. Cepat! Dekati mobil our “Ada lima kendaraan di antara kita, dan kita sudah setujuaku mengikuti dari jauh.” “Sampai kuperintahkan sebaliknya! Sekarang berbeda. Aku punya uang. Aku menanamkan modal di Cina!” “Kita akan dihentikan di gerbang. Akan ada yang menelepon.” “Aku punya nama bankir di Shenzen!” “Apakah ia memiliki namamu, Sir? Dan daftar perusahaan-perusahaan Cina dengan siapa kau berurusan? Kalau begitu, kau saja yang berbicara di gerbang. Tapi kalau bankir di Shenzen ini tidak kenal denganmu, kau akan ditahan karena memberi informasi palsu. Kau akan berada di Cina selama waktu yang diperlukan untuk menyelidikimu seteliti mungkin. Berminggu-minggu, berbulan-bulan.” “Aku harus mendekati mobil itu!” “Kaudekati mobil itu, kau akan ditembak.” “Terkutuk!” teriak Jason dalam bahasa Inggris, lalu kembali menggunakan bahasa Cina. “Dengar. Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan, tapi aku harus melihafayal” 196, “Itu bukan urusanku,” kata sopir itu dengan dingin, waspada. “Masukkan mobil ke dalam antrean dan bawa ke gerbang,” kata Bourne. “Aku penumpang yang kaujemput di Lo Wu, hanya itu. Aku yang akan berbicara.” “Kau meminta terlalu banyak! Aku tidak boleh terlihat bersama orang seperti dirimu.” “Lakukan saja,” kata Jason, mencabut pistol dari sabuknya. Debar di dadanya tak tertahankan saat Bourne berdiri di dekat jendela besar yang terbuka ke landasan. Terminal itu kecil dan hanya untuk pelancong khusus. Para pengusaha Barat membawa tas atase dan raket tenis, dan pemandangan itu menggelisahkan Jason karena sangat kontras dengan para penjaga berseragam, yang berdiri kaku di sekitarnya. Minyak dan air tampaknya bisa menyatu di sini. Ia berbicara bahasa Inggris pada penerjemahnya, yang menerjemahkan kata-katanya dengan akurat pada kepala penjaga. Ia menyatakan diri sebagai eksekutif yang kebingungan, diperintahkan Konsulat di Queen’s Road di Hong Kong untuk datang ke lapangan terbang dan menemui seorang pejabat yang terbang dari Beijing. Ia lupa nama pejabat tersebut, tapi mereka sempat bertemu di Kementerian Luar Negeri di Washington dan akan saling mengenali. Ia menyiratkan bahwa pertemuan itu sangat diharapkan oleh orang-orang penting dalam Komite Sentral. Ia mendapat kartu izin untuk berada di terminal, dan akhirnya, ia meminta taksinya diizinkan tetap tinggal kalau-kalau ia nanti membutuhkan alat transportasi. Permintaan itu disetujui. “Kalau kau menginginkan uangmu, tunggu di sini,” katanya pada sopir itu dalam bahasa Kanton sambil meraih uang terlipat di antara mereka. “Kau membawa pistol dan pandanganmu penuh kemarahan. Kau akan membunuh.” Jason menatap sopir itu. “Tindakan terakhir yang ingin kulakukan di muka bumi ini adalah membunuh orang di dalam mobil itu. Aku hanya akan membunuh untuk melindungi keselamatannya.”
Sedan cokelat berjendela gelap itu tidak terlihat di areal parkir. Bourne berjalan memasuki terminal dengan cepat, secepat yang menurutnya masih bisa diterima, menuju jendela tempat ia berdiri sekarang, kepalanya bagai meledak oleh kemarahan dan frustrasi, karena di landasan ia melihat mobil dinas itu. Mobil itu diparkir di landasan kurang dari lima puluh meter jauhnya dari tempatnya berdiri, tapi dinding kaca yang tak tertembus memisabkannya dari mobil itudari kebebasan. Tiba-tiba sedan ho melesat ke arah jet berukuran sedang yang diparkir beberapa ratus meter di sebelah utara landasan. Bourne menyipitkan mata, berharap 197 u berputar ke balik pesawat dan menghiiang dari pandangan. Y ‘ ni<*il Terkutuk! Dalam waktu beberapa detik jet itu bergulir ke ujung landasa sementara sedan cokelat itu berputar dan melesat kembali ke areal pa^ dan pintu keluar. Apa yang bisa dilakukannya? Aku tidak bisa ditinggalkan seperti la ada di sana! Ia adalah aku dan ia ada di sana! la melarikan di\ Bourne berlari ke loket pertama dan pura-pura kebingungan. “Pesawat yang akan lepas landas itu! Aku seharusnya menumpans pesawat itu. Pesawat itu akan ke Shanghai dan orang-orang di Beijing mengatakan aku harus menumpang pesawat itu! Hentikan pesawat itu!” Petugas di belakang meja meraih telepon. Ia menekan,nomor dengan cepat, lalu mengembuskan napas lega dari sela-sela bibirnya yang kaku. “Itu bukan pesawat Anda, Sir,” katanya. “Pesawat itu menuju Guangdong.” “Di mana itu?” “Perbatasan Macao, Sir.” ‘Tidak boleh! Tidak boleh di Macao!” jerit taipan itu pada waktu itu…. “Perintah akan turun segera, eksekusinya lebih cepat lagi. Istrimu akan mati!” Macao. Meja Lima. Kasino Kam Pek. “Kalau ia menuju Macao,” kata McAllister dengan suara pelan, “ia bisa menjadi ancaman yang mengerikan…” “Penghancuran?” “Aku tidak bisa menggunakan kata itu.” 14 “If W’ JVAU tidak akan, kau tidak bisa mengatakan begitu padaku!” teriak Edward Newington McAllister, sambil melompat bangkit dari kursinya. “Itu tidak bisa diterima! Aku tidak bisa menerimanya. Aku tidak mau mendengarnya!” “Sebaiknya kau mendengarkan, Edward,” kata Major Lin Wenzu. “Ini sudah terjadi.” “Itu kesalahanku,” tambah dokter Inggris itu, yang berdiri di depan meja di Victoria Peak, menghadap si orang Amerika. “Setiap gejala menunjukkan prognosis kerusakan saraf yang cepat. Hilangnya konsentrasi dan fokus pandangan; tidak ada selera makan dan turunnya berat badan yang paling penting, kejang-kejang akibat hilangnya kendali motor sepenuhnya. Aku sejujurnya mengira proses degeneratif itu sudah mencapai krisis negatif” “Apa artinyal” “Ia sekarat. Oh, bukan dalam beberapa jam atau beberapa hari atau beberapa
minggu, tapi fakta itu tidak bisa dibalik.” “Mungkinkah kau benar?” ‘Tidak ada yang lebih kusukai selain kesimpulan bahwa aku benar, bahwa diagnosisku sedikitnya masuk akal, tapi ternyata tidak. Sederhana saja, aku ditipu.” “Kau ditipuT “Kurang-lebih. Yang paling menyakitkan, Mr. Undersecretary. Kebanggaan profesionalku. Sundal itu menipuku dengan akting amatiran, dan ia mungkin tidak tahu perbedaan antara femurtulang pahadan fever demam. Segala sesuatu dilakukannya dengan perhitungan, dari selera makannya hingga perawat dan memukul serta merampok penjaga. Semua langkahnya terencana dan satu-satunya ketidakberesan hanyalah diriku.” “Astaga, aku harus menghubungi Havilland!” “Ambassador Havilland?”,tanya Lin, alisnya terangkat. McAllister memandangnya. “Lupakan kau pemah mendengarnya.” “Aku tidak akan mengulanginya, tapi aku tidak bisa melupakannya. 199 Situasinya menjadi lebih jelas, London menjadi lebih jelas. Kau membicarakan Staf Umum dan para Dewa dan sebagian besar Olympus.” “Jangan pemah menyinggung nama itu pada siapa pun, Dokter,” kata McAllister. “Aku sudah melupakannya. Aku bahkan tidak yakin aku tahu siapa orang itu.” “Apa yang bisa kukatakan? Apa yang kalian lakukan?” “Segala sesuatu yang mungkin dilakukan,” jawab mayor itu. “Kami membagi Hong Kong dan Kowloon menjadi seksiseksi. Kami menanyai setiap hotel, memeriksa dengan teliti buku tamu mereka. Kami menyiagakan polisi dan patroli laut; semua personel memiliki duplikat deskripsinya dan sudah diberi instruksi bahwa menemukan wanita itu merupakan prioritas wilayah ini” “Ya Tuhan, apa yang kaukatakan? Bagaimana kau menjelaskannya?” “Dalam hal ini aku bisa membantu,” kata doktemya. “Mengingat ke-bodohanku, sedikitnya ini yang bisa kulakukan. Aku menerbitkan siaga medis. Dengan begitu, lata bisa merekrut regu paramedis yang dikirim dari semua rumah sakit, sambil terns menjaga hubungan melalui radio untuk keadaan darurat lainnya, tentu saja. Mereka menyisir jalanan.” “Siaga medis macam apa?” tanya McAllister tajam. “Informasi minimum, tapi yang menciptakan kehebohan. Wanita ini diketahui pemah mengunjungi pulau tak bernama di Selat Luzon yang dilarang bagi pelancong internasional karena alasan wabah penyakit yang ditularkan melalui peralatan makan yang tidak bersih.” “Dikategorikan seperti itu,” sela Lin, “dokter kita yang baik ini menyingkirkan segala keraguan regu-regu pencari untuk mendekati dan menahannya. Bukannya mereka ragu-ragu, tapi di setiap keranjang ada buah yang kurang sempuma dan kita tidak bisa menanggung satu pun. Aku percaya kita akan menemukannya, Edward. Kita tahu ia tampak mencolok dalam keramaian. Jangkung, menarik, dan rambutnyadan lebih dari seribu orang mencarinya,” “Aku berharap pada Tuhan kau benar. Tapi aku khawatir. Ia menerima pelatihan pertama dari si bunglon,” kata McAllister. “Maaf?” “Bukan apa-apa, Dokter,” kata mayor itu. “fstilah teknis dalam bisnis kami.” “Oh?” “Aku harus mendapatkan seluruh arsipnya, semuanya!” “Apa, Edward?” “Mereka diburu bersama-sama di Eropa. Sekarang mereka terpisah. tapi masih tetap
diburu. Apa yang mereka lakukan dulu? Apa yang akan mereka lakukan sekarang?’ “Kesamaan? Pola?” “Selalu ada,” kata McAllister sambil menggosok pelipis kanannya. “Maafkan aku, gentlemen. Aku terpaksa mengusir kalian. Aku harus melakukan panggilan telepon yang menakutkan.” Marie membarter pakaiannya dan membayar beberapa dolar untuk pakaian yang lain. Hasilnya bisa diterima: dengan rambut disembunyikan di bawah topi matahari berlidah lebar, ia menjadi wanita yang tampak biasa-biasa saja, dengan rok kotak-kotak dan.bius kelabu yang menutupi bentuk tubuhnya. Sandal tanpa hak membuat tubuhnya tampak lebih rendah dan tas tangan Gucci palsu membuatnya kelihatan seperti wisatawan Hong Kong, kebalikan dari kenyataan. Ia menghubungi Konsulat Kanada dan diberitahu cara menuju tempat itu dengan bus. Kantomya terletak di Asian House, lantai empat belas, Hong Kong. Ia naik bus dari Chinese University melewati Kowloon dan terowongan menuju pulau; ia mengawasi jalan dengan hati-hati dan turun di halte. Ia naik dengan lift, puas karena tak ada pria yang berada di dalam lift bersamanya meliriknya dua kali; itu bukan reaksi yang biasa. Ia pemah belajar di Parisdiajari oleh bunglonbagaimana menggunakan hal-hal sederhana untuk mengubah penampilan. Pelajaran itu mulai diingatnya. “Aku sadar ini kedengaran konyol,” katanya pada resepsionis dengan santai, humoris, namun juga bingung, “tapi sepupu kedua dari pihak ibuku ditugaskan di sini dan aku berianji menemuinya.” “Itu tidak konyol menurutku.” “Konyol kalau kukatakan aku lupa namanya.” Kedua wanita itu tertawa. “Tentu saja, kami tidak pemah bertemu dengannya dan ia mungkin lebih suka begitu, tapi aku hams memberi pertanggungjawaban pada keluarga di rumah.” “Kau tahu di seksi mana ia bertugas?” “Ada hubungannya dengan ekonomi, kalau tidak salah.” “Berarti kemungkinan besar Divisi Perdagangan.” Resepsionis itu membuka laci dan mengeluarkan buklet putih kecil bergambar bendera Kanada di sampulnya. “Ini direktori kami. Sebaiknya kau duduk saja sambil melihat-lihat isinya.” ‘Terima kasih banyak,” kata Marie, melangkah ke kursi kulit berlengan dan duduk. “Aku merasa sangat bodoh,” tambahnya sambil membuka direktori. “Maksudku, aku seharusnya tahu namanya. Aku yakin kau tahu nama sepupu keduamu dari pihak ibumu.” “Sayang, aku sama sekali tidak tahu.” Telepon resepsionis itu bordering; ia menjawabnya. Sambil membalik-balik halaman, Marie membaca dengan cepat, mengamati kolomkolom, mencari nama yang memunculkan wajah. Ia menemukan tiga, tapi wajahnya samar. Tidak jelas. Lalu di halaman dua 201 belas, wajah dan suara melompat kepadanya saat ia membaca namanya. Catherine Staples. “Cool” Catherine, “Ice-cold” Catherine, “Stick” Catherine. Jululcan-julukan itu tidak adil dan tidak memberi gambaran yang akurat tentang wanita itu. Marie mengenai Catherine Staples sewaktu masih bekerja di Dewan Keuangan di Ottawa, sewaktu Marie dan rekan-rekan seseksinya memberikan pengarahan pada korps diplomatik sebelum penugasan luar negeri mereka. Staples menjalani pengarahan im dua kali, sekali untuk kursus penyegaran mengenai Pasar Bersama Eropa… yang
kedua, tentu saja, untuk Hong Kong! Itu tiga belas atau empat belas bulan yang lalu, dan sekalipun mereka tidak bersahabat dekatempat atau lima kali makan siang, makan malam yang disiapkan Catherine, dan sekali dibalas MarieMarie telah belajar cukup banyak tentang wanita yang bekerja lebih baik daripada sebagian besar pria. Pertama-tama, peningkatan karier yang cepat di Departemen Urusan Eksternal telah menghancurkan rumah tangganya dalam waktu singkat, Catherine Staples bersumpah tidak akan menikah seumur hidupnya, ia menyatakan keharusan bepergian dan jam kerjanya yang gila tidak akan bisa diterima para pria yang layak. Di usia pertengahan lima puluhan, Staples adalah wanita dinamis bertubuh ramping dengan tinggi sedang, mengenakan pakaian modis tapi sederhana. Ia profesional yang bijaksana dengan lidah tajam yang menunjukkan ketidaksukaannya pada kemunafikan, yang bisa dilihatnya seketika; dan pembenaran diri, yang memang tidak bisa ditolerirnya. Ia bisa bersikap ramah, bahkan lembut, pada pria dan wanita yang tidak memenuhi syarat untuk penugasan yang rhereka terima tapi bukan karena kesalahan mereka sendiri. Tapi ia bisa bersikap brutal terhadap orang-orang yang menerbitkan penugasan seperti itu, tidak peduli jabatan mereka. Kalau ada istilah yang bisa menggambarkan Senior Foreign Service Officer Catherine Staples, istilah itu adalah “tangguh tapi adil”; selain itu, ia sering kali humoris dengan mengejek dirinya sendiri. Marie berharap Catherine juga adil di Hong Kong. “Rasanya tidak ada yang mirip,” kata Marie sambil bangkit dari kursi dan mengembalikan direktori itu pada resepsionis. “Aku merasa tolol.” “Kau sama sekali tidak tahu rupanya?’ “Aku tidak pemah terpikir untuk bertanya.” “Maaf.” “Aku lebih lagi. Aku hams menelepon ke Vancouver…. Oh, tapi aku sempat melihat satu nama. Tidak ada hubungannya dengan sepupuku, tapi kupikir ia teman dari temanku. Wanita bernama Staples.” “‘Catherine the Great’? Ia memang ada di sini, sekalipun beberapa staf tidak akan keberatan kalau ia mendapat promosi dan ditugaskan di Eropa Timur. Ia membuat mereka gugup. la termasuk kelas atas.” “Oh, maksudmu ia ada di sini sekarang?” ‘Tidak sampai lima belas meter jauhnya. Kau mgin aku menyampaikan nama temanmu dan melihat apakah ia punya waktu?” Marie tergoda untuk mengatakan ya, tapi tanggung jawab resmi mencegahnya mengambil jalan pintas itu. Kalau situasi berjalan seperti dugaan Marie dan tanda bahaya dikirim ke konsulat-konsulat negara sahabat, Staples mungkin akan terpaksa bekerja sama. Ia mungkin tidak bersedia, tapi ia harus menegakkan integritas institusinya. Kedutaan dan Konsulat saling meminta bantuan secara kontinu. Ia membutuhkan waktu bersama Catherine, tapi bukan dalam lingkungan resmi. “Kau baik sekali,” kata Marie pada resepsionis itu. “Temanku akan senang sekali…. Tunggu sebentar. Katamu tadi ”Catherine’?” “Ya, Catherine Staples. Percayalah, hanya ada satu.” “Aku yakin begitu, tapi temannya temanku itu bernama Christine. Oh, Tuhan, ini memang bukan hari mujurku. Kau baik sekali, jadi aku tidak akan mengganggu lagi.” “Kau juga menyenangkan, Sayang. Kau seharusnya melihat orang-orang yang datang kemari, mengira mereka membeli arloji Carrier dengan harga sangat murah, sampai arlojinya mati dan tukang arloji memberitahu mereka bahwa bagian dalamnya hanya berisi dua karet gelang dan yoyo mini.” Pandangan resepsionis itu jatuh ke tas tangan Gucci dengan huruf G terbalik. “Oh, oh,” katanya pelan; \ “Apa?” ‘Tidak apa-apa. Semoga beruntung.” Marie menunggu di lobi Asian House selama yang ia rasa wajar, lalu keluar dan mondar-mandir di depan pintu masuk selama hampir sejam di jalan yang ramai itu. Saat itu lewat tengah hari, dan ia ingin tahu apakah Catherine akan repot-repot keluar makan siangmakan siang gagasan yang bagus. Selain im ada kemungkinan
lain, barangkali hanya kemungkinan yang agak mustahil, tapi yang terns didoakannyakalau ia masih tahu cara berdoa. David mungkin akan muncul, tapi bukan sebagai David, sebagai Jason Bourne, dan itu bisa berarti siapa saja. Suaminya yang menyamar sebagai Jason Bourne akan jauh lebih pandai; ia pemah melihat kecerdikannya di Paris dan itu dari dunia lain, dunia mematikan di mana satu langkah kelim dan nyawa bisa melayang. Setiap langkah diperhitungkan dalam tiga atau empat dimensi. Bagaimana kalau aku…? Bagaimana kalau ia…? Kaum intelektual memainkan peran yang jauh lebih besar dalam dunia penuh kekerasan daripada yang bersedia diakui dunia kaum intelektual anti kekerasan ituotak mereka akan meledak dalam dunia yang mereka sebut biadab karena mereka tidak bisa berpikir cukup cepat atau cukup dalam. Cogito ergo nol. Kenapa ia memikirkan hal-hal ini? Ia berada di dunia yang anti kekerasan, begitu pula David! Lalu jawabannya terlihat sangat jelas. Mereka dilemparkan kembali; mereka hams bertahan hidup dan saling mencari. Itu dia! Catherine Staples berjalanberderapkeluar dari Asian House dan berbelok ke kanan. Kurang-lebih dua belas meter jauhnya dari Marie; Marie berlari, menabrak orang-orang yang menghalangi jalannya saat ia berusaha mengejar. Usahakan tidak berlari, tindakan itu hanya membongkar posisimu. Aku tak peduli! Aku harus berbicara dengannya! Staples menyeberangi trotoar. Ada mobil Konsulat, dengan lencana daun maple di pintu, menunggu Staples di tepi jalan. Staples masuk ke sana. ‘Tidak! Tunggu.1” teriak Marie, menerobos keramaian, menyambar pintu saat Catherine hendak menutupnya. “Maaf?” seru Staples, sementara sopirnya berbalik di tempat, sepucuk pistol muncul entah dari mana. “Please! Ini aku! Ottawa. Pengarahan.” “Marie? Ini benar-benar kau?” “Ya Aku punya masalah dan membutuhkan bantuanmu.” “Masuklah,” kata Catherine Staples sambil menggeser duduknya. “Singkirkan benda bodoh itu,” katanya pada sopir. “Ini temanku.” Setelah membatalkan makan siang terjadwalnya dengan alasan panggilan tiba-tiba dari delegasi Inggriskejadian yang biasa selama konferensi dengan Republik Rakyat Cina atas perjanjian tahun 1997Foreign Service Officer Staples memerintahkan sopir menurunkan mereka di ujung Food Street di Causeway Bay. Food Street adalah pemandangan sekitar tiga puluh restoran yang memenuhi dua blok. Kendaraan dilarang masuk jalan ini, bahkan kalaupun boleh, tidak mungkin kendaraan bermotor mampu menerobos lautan manusia yang mencari kursi di antara empat ribu meja yang ada. Catherine mengajak Marie ke pintu masuk karyawan sebuah restoran. Ia membunyikan bel, dan lima belas detik kemudian pintu terbuka, diikuti aroma ratusan macam hidangan Cina. “Miss Staples, senang bertemu dengan Anda,” kata orang Cina bercelemek putihsalah satu dari sekian banyak koki. ”Please-please. Seperti biasa, meja tersedia untuk Anda.” Saat mereka berjalan melewati dapur besar yang ribut, Catherine berpaling kepada Marie. “Syukurlah ada beberapa keuntungan dalam profesi bergaji rendah ini: Pemiliknya punya saudara di Quebecrestoran yang nyaman di St. John Streetdan kupastikan visanya diproses, seperti istilah mereka, ‘secepat kilat’.” Catherine mengangguk ke salah satu dari sedikit meja kosong di bagian belakang; meja itu dekat pintu dapur. Mereka duduk, sama sekali tersembunyi oleh puluhan pramusaji yang lalu-lalang dengan tergesa-gesa melalui pintu ayun, juga keriuhan yang berlangsung di puluhan meja di restoran yang penuh sesak itu. ‘Terima kasih karena memikirkan tempat seperti ini,” kata Marie.
“Sayang,” jawab Staples dengan suaranya yang berat dan tegas. “Orang yang tampangnya seperti kau sekarang, mengenakan pakaian seperti caramu berpakaian sekarang, dan merias diri seperti riasanmu sekarang, pasti sedang tidak ingin menarik perhatian.” “Seperti istilah orang, gampangnya begitu. Apakah kencan makan siangmu percaya cerita tentang delegasi Inggris itu?” ‘Tanpa berpikir panjang. Negara kita sedang mengumpulkan segenap kekuatan untuk membujuk. Beijing membeli sejumlah besar gandum yang sangat dibutuhkan dari kitatapi kau juga tahu, bahkan mungkin lebih tahu menyangkut dolar dan sen yang terlibat.” “Aku tidak terlalu mengikuti perkembangan akhir-akhir ini.” “Ya, aku mengerti.” Staples mengangguk, menatap Marie dengan tajam tapi ramah, pandangannya bertanya-tanya. “Aku ada di sini pada waktu itu, tapi kami mendengar isu dan rhembaca koran Eropa. Shock saja tidak bisa menggambarkan perasaan kami .yang mengenalmu. Selama berminggu-minggu sewaktu mengikuti perkembangan, kami semua berusaha mendapat jawaban, tapi kami disuruh tidak mengganggu, dan melupakannyademi keselamatanmu. ‘Jangan diburu,’ kata mereka selalu. ‘Lebih baik baginya untuk menghilang.’ Tentu saja, kami akhirnya mendengar bahwa kau dibebaskan dari semua tuduhanastaga, benar-benar istilah yang menghina sesudah semua yang kaualami! Lalu kau menghilang begitu saja, dan tidak ada yang mendengar kabar mengenai dirimu.” “Mereka mengatakan yang sebenarnya padamu, Catherine. Memang lebih baik bagikobagi kamiuntuk menghilang. Selama berbulan-bulan kami bersembunyi, dan sewaktu kami menjalani kehidupan beradab lagi, kami melakukarmya di tempat yang cukup terpencil dan menggunakan nama yang hanya diketahui sedikit orang. Tapi para pengawal masih ada.” “Kami?” “Aku menikah dengan pria yang kaubaca di koran. Tentu saja, ia bukan orang yang digambarkan di koran; ia melakukan penyamaran yang dalam untuk pemerintah Amerika. Ia mengorbankan sebagian besar hidupnya untuk komitmen yang luar biasa aneh itu.” “Dan sekarang kau ada di Hong Kong dan kau mengatakan punya masalah.” ‘ŚAku di Hong Kong dan aku punya masalah.” “Boleh kuanggap kejadian setahun yang lalu berkaitan dengan kesulitanmu hari Ini?” “Aku yakin begitu.” “Apa yang bisa kaukatakan padaku?” “Segala sesuatu yang kuketahui karena aku mengharapkan bantuanmu. Aku tidak berhak memintanya kecuali kau tahu segala yang kuketahui.” “Aku menyukai bahasa yang tegas. Bukan saja untuk kejelasannya tapi juga karena biasanya menggambarkan orang yang menyampaikannya. Kau juga mengatakan kecuali aku mengetahui segalanya, aku mungkin tidak bisa melakukan apa-apa.” “Aku tidak berpikir begitu, tapi kau mungkin benar.” “Bagus, aku tadi mengujimu. Dalam nouvelle berlebihan menjadi samaran sekaligus alat. kebohongan, juga untuk melucuti musuh. Aku terbaru negara barumubaru sebagai istri,
diplomatic, kesederhanaan yang Sering kali digunakan untuk menutupi meng-ingatkanmu pada proklamasi tentu saja.”
“Aku ahli ekonomi, Catherine, bukan diplomat.” “Kombinasikan bakatbakat yang aku tahu kaumiliki, dan kau akan melesat ke jajaran atas Washington sebagaimana yang bisa kaulakukan di Ottawa. Tapi dengan begitu kau akan kehilangan keanoniman yang begitu kauinginkan dalam kehidupan beradab yang baru kauperoleh kembali itu.”
“Kami harus memilikinya Hanya itu yang penting. Aku tidak.” “Menguji lagi. Kau bukannya tanpa ambisi. Kau sangat mencintai suamimu.” “Sangat. Aku ingin menemukannya. Aku ingin ia kembali.” Kepala Staples tersentak sementara ia mengerjapkan mata. “Ia di sini?” “Di suatu tempat. Itu bagian dari ceritanya.” “Rumit?” “Sangat.” “Bisa tunggu duhidan aku serius, Mariehingga kita berada di tempat yang lebih tenang?” “Aku diajar bersabar oleh orang yang nyawanya tergantung pada kesabaran dua puluh empat jam sehari selama tiga tahun.” “Astaga. Kau lapar?” “Kelaparan. Itu juga bagian dari ceritanya. Mumpung kau di sini dan mendengarkan ceritaku, bisa kita memesan makanan?” “Hindari dim sum, rebusannya terlalu matang dan gorengannya juga. Tapi bebeknya yang terbaik di Hong Kong…. Kau bisa menunggu, Marie? Atau kau lebih suka pergi?” “Aku bisa menunggu, Catherine. Seluruh hidupku sedang menunggu. Setengah jam tidak akan berpengaruh. Dan kalau tidak makan, aku tidak akan bisa bercerita dengan jelas.” “Aku tahu. Itu bagian dari ceritanya.” Mereka duduk berhadapan di apartemen Staples, meja kopi di antara mereka, berbagi sepoci teh. “Kurasa,” kata Catherine, “aku baru saja mendengar apa yang bisa dibilang penyalahgunaan posisi paling berani dalam tiga puluh tahun dinas luar negeridi pihak kita, tentu saja. Kecuali ada salah tafsir yang sangat serius.” “Maksudmu kau tidak mempercayai ceritaku.” “Sebaliknya, Sayang, kau tidak mungkin bisa mengarangnya.. Kau benar. Seluruh kejadian ini penuh logika yang tidak logis.” “Aku tidak bilang begitu.” ‘Tidak perlu, fakta itu ada di sana. Suamimu disiapkan, kemungkinankemungkinannya ditanamkan, lalu ditembakkan seperti roket nuklir. Kenapa?” “Sudah kukatakan. Ada orang yang membunuhi orang-orang dan mengaku sebagai Jason Bourneperan yang dimainkan David selama tiga tahun.” ‘Tembunuh tetap pembunuh, tak peduli nama yang digunakannya, entah Genghis Khan atau Jack the Ripper, atau, kalau kau mau, Carlos the Jackalbahkan pembunuh bayaran Jason Bourne. Jebakan untuk orang-orang seperti itu direncanakan dengan persetujuan penjebaknya.” “Aku tidak mengerti, Catherine.” “Kalau begitu dengarkan aku, Sayang. Ini benak tua yang bicara. Ingat waktu aku menemuimu untuk kursus penyegaran Pasar Bersama dengan penekanan pada
perdagangan Timur?” “Ya. Kita saling memasakkan makan malam. Masakanmu lebih baik daripada masakanku.” ‘Ya, memang. Tapi sebenarnya aku ke sana untuk mempelajari cara meyakinkan kontak-kontakku di blok Timur bahwa aku bisa menggunakan fluktuasi nilai mata uang agar pembelian kita jauh lebih menguntungkan bagi mereka. Aku berhasil. Moskow marah besar.” “Catherine, apa hubungannya denganku?” Staples memandang Marie, sikap lembutnya dihiasi ketegasan. “Biar kuperjelas. Kalau kau pernah memikirkannya, kau pasti mengira aku datang ke Ottawa untuk lebih memahami perekonomian Eropa agar bisa melakukan pekerjaanku dengan lebih baik. Dalam satu segi itu benar, tapi bukan itu alasan sebenarnya. Aku berada di sana untuk belajar cara menggunakan fluktuasi mata uang berbagai negara dan menawarkan kontrak-kontrak dengan keuntungan terbesar bagi calon klien kita. Sewaktu deutsche mark menanjak, kita menjual berdasarkan franc atau gulden atau mata uang lainnya. Itu sudah ada ‘dalam kontrak.” “Itu tidak menguntungkan bagi kita.” “Kita memang tidak mencari laba, kita membuka pasar yang sebelumnya tertutup bagi kita. Keuntungannya akan datang nanti, Kau sangat jelas mengenai spekulasi nilai tukar mata uang. Kau mengajarkau ke-jahatannya, dan aku harus belajar menjadi setanuntuk tujuan baik, tentu saja” “Baiklah, kau mencuri ilmuku untuk tujuan yang tidak kuketahui sama sekali” “Jelas sekali, hal itu harus dirahasiakan sepenuhnya.” “Tapi apa hubungan kejadian itu dengan semua yang barusan kuceritakan padamu?” “Aku mencium kebusukan di sini, dan hidung ini sangat berpengalaman. Sama seperti aku memiliki motif yang lebih tinggi untuk menemuimu di Ottawa, siapa pun yang melakukan tindakan ini padamu memiliki alasan yang lebih dalam dari sekadar menangkap peniru suamimu.” “Kenapa kau berkata begitu?” “Suarnimu yang mengatakannya lebih dulu. Ini terutama dan sudah selayaknya merupakan urusan polisi, bahkan. jaringan intelijen Interpol yang sangat dihormati. Mereka jauh lebih memenuhi syarat untuk menangani masalah seperti ini daripada Kementerian Luar Negeri atau Foreign Office, CIA atau MI-Six. Cabang intemasional intelijen tidak menangani kejahatan non politispembunuhan sehariharitidak bisa. Ya Tuhan, mereka justru akan mengungkap samaran yang berhasil mereka bangun dengan mencampuri pekerjaan polisi seperti itu.” “McAllister berpendapat lain. Ia mengklaim orang-orang terbaik di kalangan intelijen AS dan Inggris sedang menanganinya. Ia mengatakan alasannya adalah: kalau sampai pembunuh yang menyamar sebagai suamikudi mata orangorangmembunuh tokoh politik penting di salah satu pihak, atau memulai perang kelompok bawah tanah, status Hong Kong akan segera terancam. Peking akan bergerak cepat dan mengambil alih; menggunakan perjanjian ‘97 sebagai alasan. ‘Oriental tidak menolerir anak yang tidak patuh’itu kata-katanya.” Tidak bisa diterima dan tidak bisa dipercaya!” sembur Catherine Staples. “Entah menteri mudamu pembohong .atau ia goblok setengah mati! Ia justru memberimu semua alasan bagi dinas intelijen kita untuk tidak mencampuri, untuk lepas tangan sama sekali! Bahkan isyarat adanya operasi rahasia akan menimbulkan bencana. Hal itu bisa memicu bocah-bocah liar di Komite Sentral. Terlepas dari itu, aku tidak percaya sedikit pun dengan apa yang dikatakannya. London tidak akan pernah mengizinkannya; bahkan menyinggung nama Cabang Khusus pun tidak akan diizinkan.”
“Catherine, kau keliru. Kau tidak mendengarkan. Orang yang terbang ke Washington untuk mengambil arsip Treadstone adalah orang Inggris, dan ia memang anggota MiSix. Astaga, ia terbunuh karena arsip itu.” “Aku mendengarmu. Aku hanya tidak percaya. Di atas segalanya, Foreign Office akan berkcras seluruh kekacauan ini tetap ditangani polisi dan hanya oleh polisi. Mereka tidak akan membiarkan Ml-Six berada di restoran yang sama dengan detektif kelas tiga, bahkan di Food Street. Percayalah, Sayang, aku tahu yang kubicarakan. Sekarang ini masa-masa yang rumit dan bukan waktunya untuk aneh-aneh, terutama seperti organisasi intelijen resmi yang mencari perkara dengan pembunuh bayaran. Tidak, kau dibawa kemari dan suamimu dipaksa mengikuti untuk alasan yang berbeda.” “Demi Tuhan, apa?” sera Marie, tersentak maju di kursinya. “Aku tidak tahu. Mungkin ada orang lain.” “Siapa?” “Itu di luar jangkauanku.” Kebisuan menyelimuti. Dua benak yang sangat cerdas sedang me-nimbang-nimbang kata-kata yang diucapkan yang lain. “Catherine,” kata Marie pada akhirnya. “Aku menerima logika dan segala yang kaukatakan, tapi kau juga mengatakan segalanya penuh logika yang tidak logis. Katakan saja aku benar, bahwa orang-orang yang menahanku bukan pembunuh atau penjahat, tapi birokrat yang mengikuti perintah yang tidak mereka pahami, bahwa sikap dan penjelasan mereka yang berbelit-belit menurijukkan bahwa mereka berasal dari pemerintah, bahkan keprihatinan mereka mengenai kenyamanan dan kesejahteraanku. Aku tahu kau mengira McAllister yang kujabarkan adalah pembohong atau bodoh, tapi seandainya ia pembohong tapi tidak bodoh? Dengan anggapan masalah inidan aku percaya masalah ini memang adakita membicarakan dua pemerintahan yang bertindak bersama-sama dalam waktu yang rumit ini. Lalu apa?” “Lalu ada bencana yang sedang dipersiapkan,” kata Foreign Service Officer Staples dengan suara pelan. “Dan itu berkisar pada suamiku?” “Kalau kau benar, ya.” “Itu mungkin, bukan?” “Aku bahkan tidak ingin memikirkannya.” 15 EmPAT puluh mil di sebelah barat daya Hong Kong, di balik pulau terluar di Laut Cina Selatan, terdapat semenanjung Macao, koloni Portugal hanya dalam nama saja. Asal sejarahnya dari Portugal, tapi daya tarik modemnya bagi jajaran internasional, dengan Grand Prix tahunan dan perjudian serta yacht, disesuaikan dengan kemewahan dan gaya hidup yang dituntut kaum kaya Eropa. Sekalipun begitu, jangan salah. Negara itu milik Cina. Kendali atas negara itu berada di Peking. Tidak boleh! Tidak boleh ke Macao! Perintahnya akan turun segera, eksekusinya lebih cepat lagi! Istrimu akan tewas! Tapi pembunuh bayaran itu ada di Macao, dan bunglon harus memasuki hutan yang lain.
Sambil mengamati wajah-wajah dan meneliti sudut-sudut gelap di terminal kecil yang penuh sesak itu, Bourne bergerak bersama kerumunan keluar ke dermaga hidrofoil Macao, perjalanan yang makan waktu kurang-lebih satu jam. Penumpang terbagi menjadi tiga kategori yang mencolok: penduduk koloni Portugal yang pulang ke rumahnyakebanyakan orang Cina yang pendiam; penjudi profesionalcampuran ras yang berbicara dengan suara pelan kalaupun mereka berbicara, terus-menerus memandang sekitamya untuk menilai persaingan; dan pelancong larut malamserta wisatawan, seluruhnya kulit putih, banyak di antaranya mabuk, mengenakan topi berbentuk aneh dan pakaian tropis yang mencolok. Bourne meninggalkan Shenzen dan menumpang kereta pukul tiga dari Lo Wu ke Kowloon. Perjalanan itu melelahkan, akal sehatnya terhenti, emosinya terkuras. Pembunuh-penipu itu begitu dekat! Kalau saja ia bisa mengisolir orang dari Macao itu selama kurang dari semenit, ia bisa mengeluarkannya dari sana! Ada banyak cara. Visa mereka beres; orang yang terbungkuk kesakitan, tenggorokannya luka hingga tidak bisa berbicara, bisa dianggap orang sakit, mungkin berpenyakit, tamu tak diundang yang dengan senang hati mereka biarkan pergi. Tapi kenyataannya tidak begitu, kali ini tidak begitu, Kalau saja ia bisa melihatnya! Lalu ada penemuan mengejutkan bahwa pembunuh bayaran bam ini, 210 mitos yang bukan mitos tapi pembunuh brutal ini, memiliki koneksi di Republik Rakyat Cina. Hal itu sangat mengganggu, karena pejabat Cina hanya mengakui orang seperti itu untuk dimanfaatkan. Itu menjadi kerumitan tambahan yang tidak diinginkan David. Tidak ada hubungannya dengan Marie dan dirinya, padahal ia hanya peduli pada mereka berdua. Hanya mereka berdua yang dipedulikannya! Jason Bourne: Bawa orang dari Macao itu! Ia telah kembali ke Peninsula, mampir di New World Centre untuk membeli jaket nilon gelap sepinggang dan sepatu sneaker biru tua dengan sol tebal. Kegelisahan David Webb luar biasa. Jason Bourne membuat rencana tanpa sungguh-sungguh punya rencana. Ia memesan makanan ringan sambil duduk di ranjang menatap program berita televisi. Lalu David bersandar ke bantal, memejamkan mata sejenak, penasaran dari mana kata-kata ini berasal: Istirahat adalah senjata. Jangan lupa. Bourne terjaga lima belas menit kemudian. Jason telah membeli tiket untuk pelayaran pukul 08.30 di loket peron Mass Transit di Tsim Sha Tsui pada jam sibuk. Untuk memastikan ia tidak diikutidan ia harus benar-benar yakinJason menggunakan tiga taksi yang berbeda sampai seperempat mil dari dermaga feri Macao satu jam sebelum keberangkatan dan menempuh sisa perjalanan dengan berjalan kaki. Lalu ia memulai ritual yang telah dilatihnya dulu. Kenangan akan pelatihan itu samar-samar, tapi praktiknya amat jelas. Ia bergabung dengan keramaian di depan terminal, merunduk, meliuk, berjalan dari satu kelompok ke kelompok yang lain, lalu tiba-tiba berdiri tak bergerak di tepi, memusatkan perhatian pada pola gerakan di belakangnya, mencari-cari orang yang telah dilihatnya beberapa saat lalu, wajah atau pandangan gelisah yang terarah kepadanya. Sejauh ini tidak ada seorang pun. Tapi keselamatan Marie tergantung pada kepastian itu, jadi ia mengulangi ritual itu dua kali lagi, berakhir di dalam terminal remang-remang dengan bangku menghadap dermaga dan laut lepas. Ia terus mencari wajah panik, mencari kepala yang terus berpaling, orang yang berputar-putar di tempat, berniat menemukan seseorang. Sekali lagi, ia tidak melihat satu pun. Ia bebas pergi ke Macao. Ia tengah dalam perjalanan ke sana sekarang. Ia duduk di kursi belakang dekat jendela dan mengawasi lampu-lampu Hong Kong dan Kowloon memudar menjadi cahaya suram di langit Asia Lampu-lampu baru muncul dan menghilang saat kapal hidrofoil itu menambah kecepatan dan melewati pulau-pulau luar, pulau-pulau milik Cina Ia membayangkan orang-orang berseragam tengah mengintip melalui teleskop dan teropong inframerah, tidak yakin akan apa yang mereka cari tapi diperintahkan untuk mengamati segalanya. Pegunungan Wilayah Baru menjulang tinggi, cahaya bulan memantul di puncak-puncaknya dan mempertegas
keindahannya, tapi juga mengatakan: Di sinilah kau 211 berhenti. Di balik ini, kami berbeda. Sebenarnya tidak tepat begitu. Orang-orang menjajakan barang dagangan mereka di lapangan-lapangan Shenzen. Pekerja ahli hidup makmur, para petani menjagal hewan-hewan mereka dan menjalani kehidupan sebaik kelas berpendidikan di Beijing dan Shanghaibiasanya dengan tempat tinggal yang lebih baik. Cina sedang berubah, tidak cukup cepat bagi Baratdan masih berapa raksasa paranoid, tapi, pikir David Webb, tanpa perut anak-anak yang lapar, yang begitu mencolok di Cina bertahun-tahun yang lalu. Di jajaran puncak politik banyak yang bertubuh gendut, tapi di lapangan sedikit yang kelaparan. Ada kemajuan, pikir David, entah dunia setuju atau tidak dengan metode mereka. Kapal hidrofoil-itu menambah kecepatan, lunasnya turun ke air. Kapal itu melintasi celah di antara bungkahan karang buatan manusia yang diterangi lampu sorot. Mereka ada di Macao, dan Bourne tahu apa yang. harus dilakukannya Ia bangkit berdiri, meminta maaf saat melewati orang yang duduk di bangku dekatnya, menyusuri lorong menuju sekelompok orang Amerika; beberapa berdiri, sisanya duduk, yang bergerombol di sekitar kursi mereka, menyanyikan Mr. Sandman yang jelas telah dilatih sebelumnya. “Boom boom boom boom… Mr. Sandman, sing me a song Boom boom boom boom Oh, Mr. Sandman…” Mereka teler. tapi tidak mabuk, dan masih terkendali. Sekelompok wisatawan lain, dari cara bicara mereka tampaknya dari Jerman, tengah memberi semangat pada orang-orang Amerika itu, dan di akhir lagu bertepuk tangan. “Gut!” “Sehr gut!” “Wunderbar! “ . “Danke, meine Herren.” Orang Amerika yang berdiri paling dekat dengan Jason membungkuk kepada orang-orang Jerman itu. Kemudian ada percakapan singkat dan bersahabat, orang-orang Jerman itu berbicara bahasa Inggris dan orang Amerika itu menjawab dalam bahasa Jerman. “Jadi ingat rumah,” kata Bourne pada orang Amerika itu. “Hei, seorang Landsmamft Lagu itu cukup kuno untukmu, pal. Beberapa lagu lama memang luar biasa, bukan? Omong-omong, kau termasuk kelompok?” TKelompok apa?” -.“Honeywell-Porter,” jawab pria itu, menyebutkan agen periklanan New York yang diketahui Jason memiliki cabang di seluruh dunia. ‘Tidak, sayangnya bukan.” ** “Sudah kuduga. Kami hanya sekitar tiga puluh orang, termasuk orang-orang Australia itu, dan kukira aku cukup kenal setiap orang. Kau dari mana? Namaku Ted Mather. Aku dari kantor Honeywell-Porter L.A.” “Namaku Howard Cruett. Tidak dari kantor mana pun. Aku mengajar, tapi dari Boston.” “Beanburg! Biar kukenalkan pada Landsmann-mu, atau Stadtsmannl Howard, perkenalkan Beantown Bemie.” Mather kembali membungkuk, kali ini pada pria yang duduk merosot di kursi dekat jendela; mulutnya terbuka, matanya terpejam. Ia jelas mabuk dan mengenakan topi bisbol Red Sox. “Tidak perlu repot-repot
menyapa, ia tidak bisa dengar. Bernard the Brain ini dari kantor Boston kami. Seharusnya kau.melihat dia tiga jam yang lalu. Setelan J. Press, dasi garisgaris, dan tongkat penunjuk di tangan serta selusin tabel yang hanya dipahaminya sendiri. Tapi harus kuakuiia membuat kami tetap terjaga. Kupikir itu sebabnya kami mendapat sedikitia terlalu banyak. Persetan, ini malam terakhir kami.” “Pulang besok?” “Penerbangan larat malam. Dengan begitu ada waktu untuk memulihkan diri.” “Kenapa Macao?” “Keinginan bersama untuk main. Kau juga?” “Sekadar mencoba-coba. Astaga, topi itu membuatku rindu rumah! Red Sox sudah di atas angin, dan aku belum melewatkan satu pertandingan pun sampai perjalanan ini!” “Dan Bemie tidak akan kehilangan topinya!” Orang iklan itu tertawa, mencondongkan tubuh dan mencabut topi bisbol dari kepala Bernard the Brain. “Nih, Howard, pakai saja. Kau layak mendapatkannya!” Hidrofoil itu merapat. Bourne turun dan melewati imigrasi bersama orang-orang Honeywell-Porter sebagai salah satu dari mereka Saat mereka menuruni tangga semen curam ke terminal yang dindingnya dipenuhi poster, Jasondengan topi Red Sox yang lidahnya miring ke bawah dan langkah tidak mantapmelihat seorang pria dekat dinding kiri mengamati orang-orang yang bam tiba. Di tangan orang itu terdapat sehelai foto, dan Bourne tahu wajah di foto itu adalah wajahnya. Ia tertawa mendengar salah satu komentar Ted Mather sambil berpegangan pada lengan Beantown Bemie yang sudah sempoyongan. - Kesempatan akan datang sendiri Kenalilah, bertindaklah berdasarkan kesempatan itu. Jalanan di Macao hampir sama terang benderangnya seperti di Hong Kong; yang kurang adalah perasaan adanya terlalu banyak orang di tempat yang terlalu kecil. Dan yang berbedaberbeda dan berlawanan adalah banyaknya gedung dengan billboard-billboard modern yang terang benderang dengan huruf-huruf Cina berkedip-kedip. Gedung-gedung itu bergaya arsitektur Spanyol kun’olebih akuratnya, Portugis-tapi karakternya Spanyol ala buku teks, Mediterania. Seolah-olah kebudayaan awal telah tersapu serbuan budaya lain, tapi menolak menyerahkan ciri khasnya, memproklarnirkan kekuatannya dengan tegas mengatasi tabung-tabung kaca berwarnawarni yang hanya sementara. Sejarah sengaja diingkari; gereja-gereja kosong dan reruntuhan katedral yang terbakar berdiri dalam keharmonisan aneh dengan kasinokasino tempat para petugasnya berbahasa Kanton dan keturunan para penakluk jarang terlihat Semuanya memesona dan amat mengancam. Ini Macao. Jason menyelinap pergi meninggalkan kelompok Honeywell-Porter dan menemukan taksi yang sopirnya pasti berlatih dengan menonton Grand Prix tahun an Macao. Ia diantar ke kasino Kam Pekdengan prates hebat dari sopirnya. “Untukmu Lisboa, bukan Kam Pek! Kam Pek untuk orang Cina! Dai sui! Fan-tan!” “Kam Pek, cheng nei,” kata Bourne, menambahkan kata tolong dalam bahasa Kanton, tapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Kasino itu gelap. Udaranya lembap dan berbau busuk, dan asap yang bergulunggulung di sekitar lampu temaram di atas meja-mejanya berbau manis, pekat, dan menusuk. Ada bar di bagian belakang, agak jauh dari arena permainan; ia melangkah ke sana dan duduk di bangku bulat, merendahkan tubuh untuk mengurangi tinggi badannya. Ia berbicara dalam bahasa Cina, topi bisbolnya agak menutupi wajahnya, -yang mungkin tidak perlu, karena ia hampir tidak bisa membaca label botol-botol di meja. Ia memesan minuman, dan sewaktu pesanannya tiba ia
memberikan tip yang dermawan pada bartendernya dengan mata uang Hong Kong. “Mgoi,” pria bercelemek itu mengucapkan terima kasih. “Hon,” kata Jason sambil melambaikan tangan. Ada/can kontak bersahabat secepat mungkin. Terutama di tempat yang tidak kaukenali, yang bisa jadi amat bermusuhan. Kontak itu akan menyediakan kesempatan atau waktu yang kaubutuhkan. Dari Medusa atau Treadstone? Tidak penting kalau ia tidak ingat. Perlahan-lahan ia berbalik di kursinya dan memandang meja-meja; ia menemukan pelat yang tergantung dengan karakter Cina untuk “lima”. Ia kembali menghadap bar dan mengeluarkan. buku catatan