NOL KOMA LIMA Written by Ahmad Mufid
(Copyright ahmadmufid 2011)
Sinopsis Noval, mahasiswa S1 di sebuah Universitas di Jakarta. Meskipun baru S1, tapi usianya sudah cocok jika masuk kuliah jenjang Doktor. 28? Ya, itu usia Noval. Kalau ditanya orang, “ngapain aja loe, sampai sekarang kagag lulus-lulus?” jawabnya selalu sama, “kerja.” Padahal emang sebenernya dia masuk kuliah dalam usia yang sudah terlanjur uzur. Bukan karena kerja, tapi karena kebadungannya sejak jaman masih sekolah. Sampai-sampai, hampir tiap tahun harus ada guru yang terpaksa menyukainya, sehingga dia selalu diminta untuk menemani setahun lagi. Kuliah pun penuh ketidakjelasan, antara Mahasiswa aktif dan cuti. Karena saking seringnya gag masuk. Sebetulnya dia ingin menentang sebuah form yang memberi pertanyaan “status Mahasiswa.” Noval pengen ada tambahan pilihan form lagi, bukan “aktif” dan “tidak aktif,” tapi “nol koma lima.” Ya, “nol koma lima” karena itu adalah kata lain dari setengah. Beni adalah tetangga kostnya. Beni adalah orang yang setia kepada galon yang ada di kamar Noval. Kebiasaannya setiap hari adalah bertanya kepada Noval, “ada air Val?” Lalu mengajak ngobrol Noval ngalor-ngidul, untuk menghilangkan jejak. Beni termasuk Mahasiswa cerdas dalam bidang akademiknya. Dandanannya yang freak, membuat Noval bersedia bergaul karena iming-iming contekan tugas. Usia uzur Noval, ketidakenakannya kepada orangtuanya, desakan lulus, desakan segera menikah, bergabung menjadi satu mengenakan sarung tinju nonjokin otaknya Noval-beban psikis. Sampai pada akhirnya, Novan berkomitmen bahwa ia harus menjadi pengusaha. Bukan apa-apa, itu terjadi karena ia paling benci dengan setiap tulisan “lowongan kerja.” Disana selalu tertulis “usia maksimal 27, kadang 25 dan kadang 26, tapi tidak pernah 29 ataupun 30.” Hingga suatu hari, Beni menawarkan sesuatu kepada Noval. Sesuatu itulah yang membuat wajah Noval kembali berbinar, hatinya girang, namun wajahnya tetap saja kusut, karena memang tidak pernah di seterika. Sesuatu itulah membuat Noval lebih mantap untuk menyelesaikan jenjang S1 nya lebih cepat, bersedia menata diri untuk kemudian segera menikah, tapi bukan dengan Beni, karena Noval bukan kaum yang pernah hidup di jaman Nabi Luth. Sesuatu itulah yang membuatnya merasa memiliki hidup yang lebih berarti, karena masa kebadungannya adalah masa dimana dia hanya mengenal 2 macam warna saja: merah dan hitam, sesuai hidupnya dulu. Kini, hidupnya mulai berwarna-warni, hijau, kuning, oranye, kadang hijau semu tua, kadang kuning gag jelas, kadang juga bening, tapi dari semua warna hidupnya, dia berkomitmen bahwa apapun warna hidupku, yang penting semuanya untuk Allah semata. Apakah sesuatu itu?
Fade In
Int. KAMAR KOST – PAGI “Treeek…” suara Noval memencet tombol “Enter” pada keyboardnya. Tiba-tiba Google mendamparkannya kepada sebuah situs kuliner. CU Noval (memencet tombol keyboard, keras) Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI Sambil sejenak berfikir tentang masa aktifnya di bangku kuliah, cap “Mahasiswa Uzur”, usia yang semakin banyak berkurang dari jatahnya dan keinginan untuk segera membangun rumah tangga, fikiran yang pertama menggelayuti Noval adalah “Buka Usaha.” (menyentuh perut dengan telunjuk, kemudian dipindah ke kepala-menyadari bahwa orang berfikir biasanya megang kepala) Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI Pas ngeliat dompet, “beeuuhhh,” ironis dan tragis. Hanya ada selembar uang 50.000, selembar 20.000, tiga lembar 5000, dua lembar 1000, sekoin 200 dan dua koin 100 rupiah. Usaha apa duit segini? Batinnya melemas. (mengucek dompet lusuh dengan muka rusuh) Cut to Ext. DEPAN KAMAR KOST – PAGI BENI “Dok…dok…dok,” suara orang mengetuk pintu kostnya. Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI NOVAL “Masuk,” kata Noval. (sambil melongo ke monitor)
Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI BENI “Ada air gag loe Bro, gallon gue kosong nih.” Alibi Beni. (berdiri cengar-cengir) Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI BENI “Ngapain loe,” kata Beni. (meramaikan suasana) Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI NOVAL “Gue pengen buka usaha Bro, tapi kok gue kanker (kantong kering) ya?” Timpal Noval. (berharap iba) Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI BENI “Emm,, ada bisnis keren Bro, tapi loe mau kagag,” tawar Beni. (menyodorkan muka ceria) Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI NOVAL “Bisnis semacam apa itu?” (bingung)
Cut to Int. KAMAR KOST – PAGI BENI Beni menjelaskan dengan tulus, “bla…bla…bla… Dissolve to Int. KAMAR KOST – SORE BENI “Ada air gag loe Bro, gallon gue kosong nih.” Tradisi Beni. Gimana usaha Google Adsensenya? “Itu bisa loe jadiin modal juga, kalau besok loe pengen bisnis real.” (basa-basi Beni, meng-enkripsi pesan pertanyaan awal, sambil menuangkan air) Cut Away Ext. KANTOR POST – PAGI NOVAL “Mbak, mau ngambil kiriman via Western Union.” (muka segar binar) Cut to Int. KANTOR POST – PAGI PETUGAS KANTOR POS “Ini Mas, di isi ya.” (menyodorkan kertas dan muka senyum) Dissolve to Int. KAMAR KOST – MALAM NOVAL Gajian pertama=75% keuntungan dan 25% mengembalikan modal. (monolog tak terdengar)
Cut Away Int. KAMAR KOST – PAGI GOOGLE “Your account has been disabled.” (Noval-menganga) Cut Int. KAMAR KOST – PAGI Setengah sakit dan mulai mencari solusi baru, untuk memutar uang dan menggandakannya dengan cara yang halal. Cut Ext. ALUN-ALUN KOTA JAKARTA – DINI HARI Noval menenangkan diri dan berpura-pura sedih. Karena hal yang paling Noval benci adalah menyesal. Noval menyadari, bahwa menyesal tak sedikitpun memberi kontribusi dalam penyelesaian masalah. Jadi yang dilakukan Noval biasanya adalah bersepi diri di tempat sepi untuk mencari inspirasi dan mengenkripsi hati sedih dengan muka berbinar seolah tak terjadi apapun. Dissolve to Ext. TOKO PERALATAN MESIN – SIANG HARI NOVAL “Mas, ada alat untuk mengeratkan plastic pada makanan camilan.” (Tanya Noval antusias) Cut to Int. KAMAR KOST – SIANG HARI “Noval mulai sibuk berbisnis kuliner, lebih tepatnya makanan camilan. Tendangan dari Google tidak menyurutkan langkahnya untuk bekerjasama dengan Google lagi. Kini, Noval mulai menekuni bisnis kuliner, percetakan dan kerjasama dengan google pun kembali dibangunnnya, karena dia juga mulai kembali mendaftar ke Google Adsense. Bukan sebagai pekerjaan utama, hanya sambilan. Namun sambilan yang menggiurkan.