No. 4 - Agustus 2008
Biopestisida Ramah Lingkungan untuk Pengendalian Penyakit Tanaman Hias dan Sayuran PENDAHULUAN Sejauh ini petani atau pengusaha tanaman hias dan sayuran kalangan industri sangat bergantung pada pestisida sintetik yang diimpor dari luar negeri. Tanpa pestisida ini, produk tanaman hias tidak akan berkualitas dan tidak laku dijual ke pasar domestik maupun pasar internasional. Anggapan tersebut terus berkembang, sehingga penggunaan pestisida pun terus meningkat. Berdasarkan data survei usahatani di berbagai sentra produksi menunjukkan bahwa penggunaan pestisida lebih 30% dari total biaya produksi tanaman hias. Pada komoditas-komoditas bernilai ekonomis tinggi, penggunaan pestisida ternyata melebihi nisbi yang dilaporkan oleh tim survei, misalnya pada krisan, biaya pembelian pestisida mencapai lebih 40% dari total biaya produksi. Di sisi lain krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 menyebabkan daya beli petani tanaman hias untuk pestisida menjadi rendah. Petani mulai membeli produk-produk pestisida 18
berharga murah, kefanatikan terhadap suatu merek pestisida yang harganya sangat mahal, merangsang tumbuhnya praktek-praktek pemalsuan. Hal ini menyebabkan kondisi petani lebih terpuruk, karena pestisida yang dibeli ternyata palsu dan tidak dapat diandalkan mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Terlepas dari efek pemalsuan pestisida sintetik, penggunaan pestisida sintetikpun sebenarnya sudah merugikan ditinjau dari pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Pestisida sintetik juga merangsang timbulnya resistensi dan resurgensi, di mana kondisi hama atau penyakit menjadi kebal dan lebih ganas karena pemunculan strain-strain baru. Faktor-faktor tersebut perlu dicermati dengan cara reorientasi usahatani tanaman hias dari yang bergantung pada pestisida sintetik menjadi usahatani yang ramah lingkungan. Penggunaan biopestisida yang berbahan aktif microbe antagonistic menjadi alternatif solusi yang paling prospektif.
iptek hortikultura
Keistimewaan Teknis Biopestisida kubisan serta dapat menekan intensitas infeksi F. Indonesia terletak di daerah tropis memiliki oxysporum f.sp. dianthi sebesar 60% pada tanaman anyelir. Viabilitas bahan aktif formulasi tersebut di atas dapat bertahan sampai 240 hari (8 bulan) dikembangkan sebagai agen pengendali hayati dalam larutan bahan pembawa. penyakit tanaman, yaitu Bacillus subtilis dan Mekanisme kerja setiap bagian dari formulasi Pseudomonas fluorescens, diformulasi dalam B. subtilis BHN 4 dan bentuk emulsi yang diberi nama dagang PrimaPf 18 efektif untuk mengendalikan BAPF. Karakeristik formulasi biopestisida ini penyakit tanaman dengan cara memproduksi berbentuk cair, berbahan aktif B. subtilis BHN 4 antibiotik dan mengkolonisasi jaringan tanaman, yang diisolasi dari biakan murni jamur B. bassiana sehingga terlindung dari infeksi patogen. isolat ulat jambu batu (Carea angulata F. atau C. Penambahan 0,01 M FeC 3 ke dalam media isolat no. 18 pertumbuhan subtilis Wlk.) dan (media King’S B) dapat memicu sintesis antibiotik. Berbagai jenis Segunung, Cianjur. , seperti antibiotik diproduksi oleh Zat pembawa yang berfungsi sebagai isolator pyuloteorin, oomycin, phenazine -1-carboxylic antarsel bakteri bahan aktifnya adalah parafin acid, atau 2,4-diphloroglucinol. Produksi cair dan parafin hidrokarbon yang berfungsi antibiotik ini telah dibuktikan sebagai faktor utama sebagai emulsiefer, perekat, dan perata (sticker), penghambat perkembangan populasi dan penyakit sehingga biopestisida ini dapat menempel dan yang ditimbulkan oleh Gaeumannomyces tritici, masuk ke dalam jaringan tanaman dengan kuat Thielaviopsis basicola dan Ralstonia solanacearum dan tidak mudah tercuci oleh air hujan (leaching). (Mulya et al. 1996). Di samping menekan Perbandingan komposisi antarbahan aktif (suspensi perkembangan populasi dan aktivitas patogen BHN 4 dan Pf tanaman, Pf dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit. Mulya et al. (1996) menemukan bahwa Pf strain G32R dapat menginduksi aktivitas Prima-BAPF efektif mengendalikan penyakit enzim phenil alanine amoliase, enzim yang terlibat tanaman hias dan tanaman lainnya. Seperti dalam ekspresi ketahanan tanaman tembakau. mengendalikan penyakit karat putih (Puccinia Defago et al. (1990) mengemukakan bahwa gen horiana) pada tanaman krisan dan mengendalikan Pf yang terlibat dalam produksi asam salisilat penyakit akar bengkak yang disebabkan oleh memegang peranan penting dalam menginduksi Plasmodiophora brassicae pada tanaman kubis- tembakau terhadap T. basicola.
Gambar 1. Kemasan Prima-BAPF biopestisida produk Balithi 19
No. 4 - Agustus 2008
Potensi Ekonomis Biopestisida
Aplikasi Secara Umum Biopestisida PrimaPenggunaan microbe antagonistic sebagai BAPF pada Tanaman Kubis-kubisan dan bahan aktif biopestisida dan diproduksi skala Krisan industri di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) sangat dimungkinkan, mengingat teknologi isolasi, 1. Aplikasi di Pesemaian Siapkan bedengan pesemaian yang telah perbanyakan, dan konservasi inokulum telah dicampur dengan pupuk kandang dan tanah, dikuasai. Sementara itu, larutan MgSO4, FeC3, kemudian biarkan 3-7 hari. pembawa biopestisida mudah didapat di toko Buatlah lubang tanam, kemudian masukkan kimia lokal, sehingga peluang industrialisasinya benih, siramlah dengan larutan Prima-BAPF sangat besar. 2 ), kemudian Pr ima-BAP F telah dipatenkan p ada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan Nomor Pendaftran P00200300467. Selain 4 hari kemudian penutup pesemaian dibuka, itu, Prima-BAPF pada tanggal 20 Agustus 2007 siramlah tanaman tersebut dengan Prima-BAPF telah di launching di Bogor oleh Menteri Pertanian pada dosis dan konsentrasi yang sama seperti Republik Indonesia betepatan dengan hari ulang di atas. tahun ke-33 Badan Penelitian dan Pengembangan Semprotlah tanaman dengan Prima-BAPF Pertanian (Badan Litbang Pertanian). Produk ini Badan Litbang Pertanian. Studi banding tentang penggunaan Prima- 2. Aplikasi di lapangan BAPF dan pestisida kimiawi sintetik telah Siapkan bibit yang berasal dari pesemaian yang dilakukan dalam skala terbatas. Hasil penelitian telah diberi Prima-BAPF. menunjukkan bahwa aplikasi 1 liter biopestisida yang mengandung Bacillus dan P. fluorescens siramlah lahan dan jaringan tanaman dengan ternyata ekivalen dengan hasil aplikasi 1 liter pestisida kimiawi. Harga jual biopestisida produk Prima-BAPF diaplikasikan kembali pada pestisida kimiawi sintetik (Bactocyn) dijual lahan dan jaringan tanaman saat berumur + 14 hari setelah tanam (HST) (pada saat tanaman perhitungan ekonomi tersebut dapat dinyatakan, lilir). bahwa penggunaan biopestisida dapat menekan Aplikasi Prima-BAPF selanjutnya pada lahan biaya pembelian pestisida kimiawi sintetik biopestisida tersebut, sangat menarik petani untuk mengalihkan penggunaan pestisida kimiawi sintetik ke penggunaan biopestisida. Disisi lain prospek yang cerah bagi pemasaran biopestisida, menarik minat para investor untuk memproduksi biopestisida dalam skala industri. Prima-BAPF berpeluang diproduksi dalam skala industri karena dukungan teknologi dari tim inventor dan dana dari pihak investor sudah disiapkan.
20
insektisida. Untuk mengendalikan penyakit karat putih (P. horiana) pada krisan, semprotlah daun dan jaringan tanaman dengan Prima-BAPF dengan aplikasi insektisida. Aplikasi Prima-BAPF dianjurkan dilakukan pada pagi atau sore hari.
iptek hortikultura
BAPF. Walaupun demikian, secara keseluruhan biopestisida Prima-BAPF lebih unggul dapat menekan P. horina sebesar 4,89%, bila dibanding Percobaan dilaksanakan di laboratorium fungisida Mancozeb 80%. Balithi, Segunung dan di Kebun Petani, Desa s Cihanjuang Rahayu, Kecamatan Parongpong, Kemangkusan B. Subtilis dan terhadap Penyakit Layu Fusarium pada Kabupaten Bandung (1.200 m dpl), bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Krisan (BPTP) Jawa Barat, Dinas Pertanian, Provinsi Jawa Pada umumnya s erangan F. o. f.sp. Barat, serta Kelompok Tani, dilaksanakan sejak tracheiphilum pada tanaman krisan menunjukkan bulan Maret sampai Desember 2006. Penelitian gejala luar berupa kelayuan sejumlah daun. Balio menggunakan perbandingan 2 harga rerata contoh (1981) melaporkan bahwa kelayuan tanaman yang yang berpasangan. Di dalam satu lahan percobaaan terinfeksi fusarium disebabkan oleh adanya asam diletakkan satu pasang perlakuan pestisida, yaitu fusarat. Senyawa kimia ini dapat mempengaruhi Prima-BAPF dan fungisida yang biasa digunakan fungsi mitokondria dan menghambat enzim petani (Mancozeb 80). katalase, serta mengganggu membran sel yang Penyakit karat daun pada tanaman krisan dapat mengakibatkan kebocoran ion. Selain itu, disebabkan oleh 2 spesies karat yang berbeda, asam fusarat yang dikeluarkan oleh patogen dapat yaitu karat putih (P. horiana) dan karat coklat (P. merusak jaringan phloem (Davis 1969). Serangan chrysanthemi). Penyakit karat putih mudah menular fusarium pada tanaman krisan dapat mengakibatkan dan lebih sulit ditanggulangi, karena sporanya terjadinya diskolorisasi phloem. Hal tersebut dapat menembus permukaan daun tanpa harus disebabkan oleh enzim pektinmetilesterase, melalui lubang alami (Rademaker dan Jong 1987). poligalakturonase, dan enzim penghancur phloem Serangan penyakit karat putih pada permukaan daun krisan menyebabkan timbulnya bintik-bintik berwarna kuning yang ditengahnya coklat tua. jumlah tanaman layu (JTL) akibat serangan F. o. Apabila dilihat dari bagian bawah daun, maka f.sp. tracheiphilum pada tanaman krisan bervariasi, terlihat pustul berwarna krem berubah menjadi bergeser antara 3,33 dan 26,67%. Berdasarkan merah muda, kemudian pustul ini membesar dan analisis statistik, kemangkusan BAPF dan warnanya berubah menjadi putih. Pada pengamatan fungisida Mancozeb 80% terhadap penyakit layu P. horiana fusarium pada krisan tampak tidak berbeda nyata. pada tanaman krisan bervariasi, bergeser antara Namun dalam kenyataannya, BAPF lebih mangkus Kemangkusan B. subtilis dan terhadap Penyakit Karat Putih ( pada Krisan
)
dapat menekan F. oxysporum f.sp. tracheiphilum Berdasarkan analisis statistik, biopestisida Prima-BAPF dan fungisida yang biasa digunakan dibudidayakan oleh semua petani kooperator oleh petani tanpak tidak berbeda nyata pada taraf (Ade, Ano, Dede, Tatang, dan Uje). Mekanisme penekanan mikroba antagonis BAPF terhadap Prima-BAPF tampak lebih mangkus dapat menekan suatu patogen dapat terjadi melalui antibiosis, P. horiana hiperparitisme, kompetisi ruang, dan hara (Baker yang dibudidayakan oleh petani (Ade, Ano, dan 1991, Sitepu 1993) atau kolonisasi (Shekhawat et Tatang). Sedang pada krisan yang dibudidayakan al. 1993). oleh petani (Dede dan Uje), justru fungisida Semua petani kooperator yang tanaman krisannya mendapat perlakuan BAPF, pada mankozeb 80% lebih mangkus menekan P. horina sebesar 10,16% bila dibanding biopestisida Prima- umumnya menunjukkan kolonisasi BAPF lebih
21
No. 4 - Agustus 2008
yang lain. Mulya et al. (1996) menemukan Pf mendapat perlakuan fungisida sintetik. Kecuali strain G 32 R dapat menginduksi aktivitas enzim petani Uje, populasi BAPF pada tanaman yang phenil alanine amoliase, enzim yang terlibat dalam mendapat perlakuan BAPF ataupun tidak, populasi ekspresi ketahanan tanaman tembakau terhadap Thielaiopsis basicola. Sedang Defago et al. (1990) Berdasarkan keterangan di atas, tampak bahwa melaporkan bahwa gen Pf yang terlibat dalam JTL pada krisan yang dibudidayakan oleh petani produksi asam salisilat memegang peranan penting Uje pada perlakuan BAPF, lebih rendah daripada dalam menginduksi ketahanan tembakau terhadap JTL krisan yang dibudidayakan oleh petani patogen tersebut di atas. Tatang. Jumlah tanaman layu krisan pada petani Kemangkusan Biopestisida terhadap dan perlakuan tersebut masing-masing adalah Penyakit Akar Bengkak pada Sawi 6,67 dan 13,33%. Sedang JTL pada perlakuan Penelitian dilakukan di Kebun Penelitian Mancozeb yang dibudidayakan oleh kedua petani tersebut sama-sama menunjukkan nilai 26,67%. dan Pengembangan PT. Primasid Andalan Utama, Hal ini berarti bahwa dinamika populasi BAPF pada rizosfer krisan yang dibudidayakan oleh Uje, sejak bulan Januari hingga Maret 2007. Percobaan tidak mengalami peningkatan, baik pada perlakuan ini terdiri atas tiga perlakuan (Biopestisida Prima BAPF maupun Mancozeb. Populasi BAPF pada BAPF, Biopestisida berbahan aktif Chitosan, dan perlakuan dan petani tersebut tetap sama, yaitu kontrol) dengan menggunakan 2 ulangan. Pada percobaan ini media pertumbuhan sawi campuran tanaman. Hal ini membuktikan bahwa BAPF dapat menekan patogen tanaman dengan mekanisme diinokulasi secara buatan. Inokulum diperoleh
Inokulum
Pengadukan campuran inokulum dan media semai
Inokulum diblender
Prima-BAF dan benih sawi yang digunakan
Penyaringan inokulum
Benih yang direndam dalam emulsi BAPF
Gambar 2. Langkah inokulasi dan aplikasi Prima-BAPF untuk pengendalian penyakit akar bengkak (P. brassicae) pada tanaman sawi.
22
iptek hortikultura
dari akar tanaman caisim yang terinfeksi penyakit akar bengkak berasal dari kebun petani di sekitar Gunung Puteri. Akar tanaman terinfeksi diblender, disaring ampasnya, kemudian air saringan yang mengandung spora P. brassicae dimasukkan ke dalam lemari pendingin suhu 10oC selama 24 jam. Inokulasi dilakukan dengan menyiramkan air saringan yang mengandung P. brassicae kerapatan Hasil percobaan menunjukkan bahwa, tanaman sawi yang terinfeksi P. brassicae menunjukkan pertumbuhan yang kerdil sedang gejala kelayuan pada daun tidak tampak. Hal ini disebabkan oleh tanaman disiram setiap hari, sehingga pasokan air dan hara berjalan lancar. Namun tanaman yang kerdil, akarnya menunjukkan gejala bengkak dengan rerata derajat serangan berkisar antara 6,30 dan 48,80% (Gambar 3).
Gambar 3. Tanaman sawi yang kerdil menunjukkan terinfeksi penyakit akar bengkak
A
Pengaruh aplikasi BAPF terhadap derajat serangan (DS) P. brassicae pada tanaman sawi tampak jelas. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya jumlah tanaman terinfeksi dan DS pada perlakuan tersebut. Perlakuan Prima-BAPF paling mangkus menekan patogenisitas P. brassicae di antara perlakuan lainnya. Jumlah tanaman terinfeksi Gambar 4. dan derajat serangan pada perlakuan tersebut masing-masing adalah 3 pohon dan 6,30% dengan penekanan sebesar 87,01% (Tabel 1, Gambar 4).
B A. Pengaruh perlakuan Prima-BAPF dan B. kontrol terhadap keganasan P. brassicae pada sawi umur 28 HST, Cipanas 2007.
Tabel 1. Pengaruh Prima-BAPF terhadap penyakit akar bengkak (P. brassicae) pada tanaman Pack coi Jumlah tanaman
Perlakuan Populasi asal Prima BAPF
Sehat
48
Terinfeksi
Intensitas serangan %
Penekanan %
3
06,30
87,01
Chitosan Kontrol
30,00 43
22
21
48,80
-
23
No. 4 - Agustus 2008
KESIMPULAN
1.
yang telah membantu pengamatan, pengumpulan data, dan pelaksanaan penelitian penulis ucapkan Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung terima kasih. telah menghasilkan biopestisida ramah lingkungan untuk mengendalikan penyakit tanaman hias dan sayuran. Karakteristik formulasi PUSTAKA biopestisida ini adalah berbentuk cair, berbahan aktif B. subtilis BHN 4, dan 1. Baker, C. J. 1991. Diversity in Biological Control. Crop Protection 2. Balio, A. 1981. Structure Activity Relationship.
dan hidrokarbon. Biopestisida ini diberi nama Prima-BAPF telah dipatenkan pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual 3. Davis, D. 1969. Fusaric Acid in Selective Pathogenicity of Fusarium oxysporum. Phytopat. dengan Nomor Pendaftran P00200300467. Selain itu, Prima-BAPF telah di launching di Bogor oleh Menteri Pertanian Republik 4. Defago, G., C.H. Berling, U. Burger, D. Haas, G. Kahr, C. Keel, C. Votsard, P. Wirthner, and B. Indonesia pada 20 Agustus 2007 bertepatan Withrich. 1990. Suppression of Black Root Rot of dengan HUT Badan Litbang Pertanian ke-33. 2.
3.
unggulan Badan Litbang Pertanian. Biopestisida Prima-BAPF tampak lebih mangkus karena dapat menekan P. horiana
dibudidayakan oleh petani. Secara keseluruhan The Presence of Homologous to Hrp Cluster in biopestisida Prima BAPF lebih unggul karena PfG32R. Annal.Phytopathol. Soc. dapat menekan P. horina sebesar 4,89%, bila Japan. dibanding fungisida Mancozeb 80%. 6. Rademaker, W. and J. de Jong. 1987. Type of Perlakuan Prima-BAPF paling mangkus Resistance to Puccinia Horiana in Chrysanthemum. menekan patogenisitas P. brassicae di anActa Horticulture. tara perlakuan Chitosan dan kontrol. Jumlah 7. Shekhawat, G.S., S.K. Chakrabati, V. Kishore, V. tanaman terinfeksi dan derajat serangan pada Sunaina, and A.V. Gadewar. 1993. Possibilities perlakuan tersebut masing-masing adalah 3 of Biological Management of Potato Bacterial pohon dan 6,30% dengan penekanan sebesar Wilt with Strains of Bacillus sp., B. subtilis, P. , and Actinomycetes. Bacterial wilt. 87,01%. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan penghargaan setinggitingginya kepada Ir.Ayub Darmanto, Ir. Mathius Rahardjo, Ir. Heri Kristanto, dan Asep dari P.T. Primasid Andalan Utama, yang telah bersedia memberikan saran, kritik, dan membantu dalam perencanaan, memberikan benih sawi, dan melaksanakan percobaan. Kepada Ir. Evy Silvia Yusuf, Endang Sutarya, Soma Mihardja, Dede Surachman, Muhidin, Ade Sulaeman, dan Dadang
24
Tobacco and Other Root Diseases by Strains of . Potential application and mechanisms. In. Homby, D. (Ed.) Biological Control of Soilborne Pathogens. C.A.B. International, England, 93-108p.
Proceeding of an International Conf. held at Kaohshiung, Taiwan, 28-31 Ockt, 1992. Australian Center for International Agricultural Research
and Role of extracellular dectic enzyme of F. oxysporum. Phytopat Hanudin Balai Penelitian Tanaman Hias Jl. Raya Ciherang, Pacet P.O. Box 8 Sindanglaya,