NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB ‘AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD AL – MARZUKI
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh: SYARIFATUN NURUL MAGHFIROH NIM: 111 – 12 – 092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA 2016
MOTTO
﴾ ه١﴿ ٌ ٱَّللُ أ َ َدذ لُ ًْ ُه َى ه ﴾٣﴿ ْ﴾ ٌَ ُْ ََ ٍِذْ َوٌَ ُْ َُىٌَذ٢﴿ ُ ص َّذ ٱَّللُ ٱٌ ه ٤﴿ ٌ َوٌَ ُْ ََ ُىٓ ٌه ۥه ُ ُوفُ ًىا أ َ َد ٌۢذ “ Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara denganNya” (QS. Al-Ikhlash: 1-4)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada: Kedua orang tuaku yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, do‟a serta uang saku yang lebih sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan. Adikku tersayang Abdillah Khoiri Nafi‟ yang selalu memberikan semangat. Abah Cholid Ulfi Fatkhurrohman, Abah As‟ad Haris N.F., Abah Taufiqurrohman, Ibunda Fatichah Ulfah dan Ummah Chusnul Halimah serta segenap keluarga besar kepengasuhan Yayasan Al-Manar yang senantiasa memberikan tempat bagi saya untuk menimba ilmu. Jajaran kepengurusan pondok pesantren Al-Manar. Almamaterku tercinta, IAIN Salatiga, tempatku menimba pengetahuan, teman-teman PACISTA (PAI C IAIN Salatiga angkatan 2012) kalian luar biasa. Seluruh teman-teman curhatku (curahan hati) yakni ifa, aulia, elfa, maslikhah, faid, luluk serta teman-teman lain yang tak bisa ku sebutkan satu per satu. Tak lupa kepada kang Fatwa yang selalu memberikan semangat, motivasi dan perjuangannya dalam mengajariku banyak ilmu pengetahuan dan selalu kurepotkan. Someone yang masih jauh di mata. Seluruh Umat Islam di belahan dunia manapun yang bersedia membaca karya kecil ini.
KATA PENGANTAR
ُُاٌشد ّ ّٓاٌشد ّ تغُ هللا غالَ ػًٍ عُّذٔا ّ ٌصٍىج وا ّ ٌ وا.َاٌذّذ ُ هللِ اٌّزي هذأا ٌإلَّاْ واإلعال ِذ ّّذ ٔثُّه اٌّزي اعرٕمزٔا ته ِٓ ػثادج االوثاْ واالصٕاَ وػًٍ اٌه .َواصذاته إٌّجثاء اٌثشسج اٌىشا Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah „Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW). Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak, Ibuku dan seluruh keluargaku yang telah mendo‟akan dan membantuku dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. 2. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 3. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag. Selaku pembimbing yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak H. Mohammad Ali Zamroni, MA. Selaku Pembimbing akademik.
ABSTRAK Nurul, Syarifatun.2016. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab „Aqidatul Awam Karya Sayid Ahmad Al-Marzuki. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Machfudz, M.Ag. Kata kunci: Nilai, Pendidikan Tauhid. Sayid Ahmad Al-Marzuki adalah seorang ulama yang terkenal. Salah satu kitabnya adalah „Aqidatul Awam, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan tauhid menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki dalam kitab „Aqidatul Awam. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki (2) Apa nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki (3) Bagaimanakah signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer adalah kitab „Aqidatul Awam, sumber sekundernya adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode deduktif dan metode induktif. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kitab „Aqidatul awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki masih relevan dari pendidikan dahulu sampai pendidikan sekarang, sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab ini adalah tematik, yang penulisannya dari satu pasal ke pasal lain berdasarkan jumlah aqoid nadhom dan pokok masalah yang terkandung didalamnya. karena terdapat banyak sekali keterangan yang membahas tentang pendidikan tauhid yang tidak diragukan jika dijadikan rujukan pokok ajaran dalam Islam. Tanpa mengetahui pendidikan tauhid, kita tidak akan menemukan tujuan hidup sebenarnya.Adapun nilai pendidikan tauhid yaitu pendidikan keimanan dimana keimanan sendiri terdiri dari keimanan kepada Allah, kepada Malaikat, kepada kitab-kitab, kepada Rasul, kepada hari Akhir serta keimanan kepada qadha dan qadar. Adapun signifikansi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan sehari-hari dari sifat-sifat Allah SWT merupakan pintu menuju kesuksesan hidup di dunia maupun akhirat, dan sebagai acuan dalam menciptakan akhlakul karimah, disamping itu dengan mengimplementasikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan sehari-hari dapat mempermudah hubungan sosial baik dalam urusan agama
maupun antar masyarakat, serta sesuai syar‟i dan norma-norma yang berlaku di masyarakat itu sendiri. DAFTAR ISI
1. HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
2. LOGO IAIN .........................................................................................
ii
3. NOTA PEMBIMBING .......................................................................
iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN .........................................................
iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................... v 6. MOTTO................................................................................................
vi
7. PERSEMBAHAN...............................................................................
vii
8. KATA
PENGANTAR.........................................................................
viii 9. ABSTRAK ...........................................................................................
x
10. DAFTAR ISI .......................................................................................
xi
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................
6
C. Tujuan Penelilitian ...........................................................
7
D. Kegunaan Penelitian ........................................................
7
E. Penegasan Istilah .............................................................. 9 F. Metode Penelitian ............................................................ 14 G. Sistematika Penulisan ..................................................... 16
BAB II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid ................................ 18 B. Materi Pendidikan Tauhid .............................................. 22 C.
D asar dan Tujuan Pendidikan Tauhid ...……………….. 29
D.
M etode Pendidikan Tauhid ............................................. 33
BAB III. DESKRIPSI
PEMIKIRAN
SAYID
AHMAD
AL-
MARZUKI A.
Bi ografi Pengaran Kitab „Aqidatul Awam ...................... 37 1.
La tar Belakang Penulisan Kitab Aqidatul Awam ...... 37
2.
Bi ografi Sayid Ahmad Al-Marzuki ........................... 41
3. Guru-guru Sayid Ahmad Al-Marzuki ....................... 43 4. Karya-karya Sayid Ahmad Al-Marzuki .................... 44 B. Sistematika Penulisan Kitab Aqidatul Awam ....................... 47 C. Isi Pokok Kitab „Aqidatul Awam .......................................... 48
BAB IV. ANALISIS
NILAI
PENDIDIKAN
TAUHID
DALAM
KITAB ‘AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD ALMARZUKI A.
Ni lai Tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki ......................................................... 69
B. Signifikansi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan sehari-hari ........................................................................ 79
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................
85
B. Saran ..............................................................................
86
C. Kata Penutup ..................................................................
87
11. DAFTAR PUSTAKA 12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tauhid merupakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia yang percaya dengan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa merasa dekat dan dilindungi oleh Tuhannya (Musa, 1999: 43). Karena di alam ini pemimpin dan pengatur semua tatanan sistem peredaran kehidupan hanya Allah SWT. Hidup dan mati merupakan kuasa sang pencipta yaitu Allah SWT. Kepercayaan terhadap Allah adalah sang pencipta dan Yang Maha Esa, merupakan landasan bagi setiap muslim. Seorang muslim tidak dapat dikatakan sebagai umat muslim jika tidak menerima suatu ajaran tauhid. Seorang muslim dapat menjalani
kehidupannya wajib memegang
tauhid dalam hati dan fikiran. Tauhid adalah prinsip ajaran agama
Islam yang menegaskan bahwa Tuhan itu hanya satu dan menjadi satu-satunya sumber kehidupan (Zainuddin, 1992: 3). Manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, karena seluruh makhluk hidup termasuk manusia pada hakikatnya akan kembali kepada Allah SWT. Beribadah kepada Allah dengan landasan keyakinan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan semesta alam (Hanafi, 1988: 67). Objek kajian dari tauhid adalah tindakan manusia yang diperintahkan oleh Allah agar meng-Esa-kanNya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Perintah untuk men-tauhid-kan Allah dan pernyataan Allah itu Esa dalam Al-Qur‟an: Al-Baqarah ayat 163.
ُُ ُاٌش ِد ِ َو ِإ ٌََٰ ُه ُى ُْ ِإ ٌََٰهٌ َو اٌش ْد َٰ َّ ُٓ ه ادذٌ ۖ َال ِإ ٌََٰهَ ِإ هال ُه َى ه Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang (Q.S Al-Baqarah: 163). Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang caracara menetapkan „aqidah agama dengan mempergunakan dalil naqli maupun dalil aqli. Dengan menggunakan dalil aqli maupun naqli, seseorang akan lebih mudah memahami dan meyakini segala bentuk penjelasan yang ada dalam ilmu tauhid. Dapat dinamakan ilmu tauhid karena pembahasan-pembahasannya yang paling menonjol ialah pembahasan tentang ke-Esaan Allah yang menjadi asasi agama Islam (Ash Shiddieqy, 1990:1).
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membahas tentang Allah SWT, sifat-sifat wajib yang ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh kepada-Nya (Sifat jaiz Allah) dan sifat-sifat yang sama sekali harus di tiadakan daripada-Nya serta tentang Rasul-rasul Allah SWT untuk menetapkan kerasulan mereka. Dapat dinamakan ilmu tauhid karena pokok
pembahasannya
yang
paling
penting
adalah
menetapkan
keesaan Allah SWT dalam dzat-Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali, satusatunya tujuan ( Maslikhah, 2003:90). Pokok-pokok pembahasan ilmu tauhid meliputi tiga hal, yaitu: a) mempercayai dengan sepenuh hati tentang pencipta alam, Allah Yang Maha Esa, b) mempercayai dengan penuh keyakinan tentang para utusan Allah SWT dan perantara Allah SWT kepada para utusannya untuk disampaikan kepada
umat manusia untuk
menyampaikan ajaran-ajaran-Nya, tentang kitab-kitab Allah SWT yang dibawa oleh para utusan-Nya, dan tentang para malaikat-Nya, c) mempercayai dengan sepenuh hati akan adanya kehidupan abadi setelah mati di alam akhirat dengan segala hal-ihwal yang ada di dalamnya. Berdasarkan jenis dan sifatnya, ilmu tauhid dapat dibagi dalam tiga tingkatan atau tahapan. 1) Tauhid Rububiyyah yaitu: mengesakan Allah dalam segala perbuatanNya dan meyakini bahwa Allah menciptakan segala makhluk.
2) Tauhid Uluhiyah yaitu:
mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba, misalnya: tawakal, beribadah, memohon pertolongan. 3) Tauhid asma‟ wa sifat yaitu: beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifatNya yang diterangkan dalam Al-Qur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang pantas ditiru oleh umat-Nya ( Ilyas, 1993 :23) Sumber utama ilmu tauhid ialah Al-Qur‟an dan Hadis yang banyak berisi penjelasan tentang wujud Allah SWT, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan persoalan ilmu tauhid lainnya. Maka dari itu ilmu tauhid selalu didasarkan pada dua hal, yaitu dalil aqli dan dalil naqli. Dengan menggunakan dalil aqli maupun naqli tersebut, maka seseorang akan lebih mudah untuk memahami dan meyakini segala bentuk penjelasan yang ada di dalam ilmu tauhid. Terutama untuk memahami dan meyakini penjelasan tentang sifat-sifat Allah SWT baik yang wajib maupun yang mustahil, ataupun yang jaiz pada-Nya, sehingga seseorang akan lebih mudah mengenal dzat Allah SWT secara mendalam (Maslikhah, 2003:90). Ilmu tauhid bertujuan untuk memantapkan keyakinan dan kepercayaan agama melalui akal pikiran, selain itu ilmu tauhid juga digunakan
untuk membela
kepercayaan
dan
keimanan
dengan
menghilangkan keraguan seseorang, serta ilmu tauhid bertujuan untuk meluruskan aqidah-aqidah yang menyeleweng, serta membimbing manusia untuk melakukan ke jalan yang benar serta dapat melakukan ibadah dengan keikhlasan. Selain tujuan, ada juga manfaat ilmu
tauhid yaitu: mengetahui tentang Allah dengan segala hal yang ada pada-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya, semakin meningkatkan dan memperteguh keimanannya. Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu „ain bagi setiap
muslim
dan
muslimah
sampai
ia
betul-betul
memiliki
keyakinan dan kepuasan hati serta akal bahwa ia berada diatas agama yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain tidak berdosa ( Maslikhah, 2003: 90). Dari uraian di atas, penulis berusaha mengkaji lebih mendalam tentang nilai pendidikan tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam, yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan tauhid. Untuk itu, maka penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB „AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD AL-MARZUKI”, alasan penulis mengambil judul di atas karena melihat perkembangan zaman yang terjadi pada saat ini. Banyak masyarakat yang mengaku beragama Islam dan beriman kepada Allah SWT. Akan tetapi, sikap dan
perilaku
mereka
tidak
mencerminkan
keimanan
tersebut.
Sebagian besar dari mereka sering melakukan ke onaran, berbuat dzalim, seperti halnya: mabuk-mabukan, berjudi, anak sekolah tawuran serta anak yang menganalisis
dan
melawan
orang
mengemukakan
tuanya. Oleh sebab itu, penulis salah
satu
penyebabnya
ialah
kurangnya keimanan pada diri mereka, jika keimanan benar-benar sudah tertancap pada diri seseorang, niscaya ia akan benar-benar takut kepada Allah, siksa Allah dan takut akan adzab Allah yakni balasan di neraka. Bila seseorang takut kepada Allah, sungguh ia akan melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan apa yang dilarangNya. Kemudian setelah ia menyadari pentingnya keimanan maka perbuatan-perbuatan dzalim yang disebutkan di atas sungguh akan bisa dihindari. Penulis merujuk pada kitab „Aqidatul Awam ini, karena di dalam kitab tersebut membahas tentang ketauhidan yang menerapkan dasar pokok bagi umat Islam, selain kata-katanya mudah dipahami oleh orang awam kitab tersebut memiliki lafadz-lafadz yang relatif sedikit
karena
memang
kitabnya
tipis, akan
tetapi
mempunyai
kandungan makna yang banyak dan cakupannya luas. Selain itu, karena pendidikan tauhid suatu perbuatan manusia untuk meng-Esa-kan Allah SWT sebagai suatu landasan umat muslim dalam menjalankan semua ibadah. Tauhid yang dimaksud penulis adalah Tauhid yang memiliki pengertian percaya kepada Allah yang Satu. Pendidikan Tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam yang sampai sekarang masih digunakan dalam pembelajaran pendidikan Agama khususnya di pondok pesantren Al-Manar dan TPA/TPQ Al-Mubarok, pringapus. Harapan penulis, semoga
dapat
memberikan
kontribusi
dan
manfaat
dalam
meningkatkan
pengetahuan
dan
pemahaman
tentang
pendidikan
tauhid, terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki? 2. Apa nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad AlMarzuki? 3. Bagaimana signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan seharihari? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dalam mendalami jenis penelitian literature serta
dapat mengembangkan
berbagai
media
sebagai
sumber
pengetahuan khususnya dalam bentuk naskah, adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki. 2. Mengetahui nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki. 3. Mengetahui signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan seharihari. D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: (1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki serta dapat bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran dalam upaya peningkatan pengetahuan tentang kajian mengenal sifat-sifat Allah SWT dan juga pengetahuan tentang ilmu tauhid Islam, sehingga dapat diketahui bagaimana seseorang untuk mengenal sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah SWT. (2) Kegunaan Praktis a. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan serta pemahaman penulis tentang kajian nilai pendidikan tauhid sehingga dapat dijadikan pedoman dan dapat diterapkan dalam menjalankan aktifitas seharihari. b. Bagi Lembaga Pendidikan Dapat menjadi masukan serta sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam sehari-hari dalam dunia pendidikan Islam pada lembaga-lembaga pendidikan. Seperti: Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah, di TPA maupun TPQ, sebagai pedoman dalam melangkah
untuk
mencapai
keselamatan
dalam
perilaku
kehidupan manusia untuk menuju kebahagiaan didunia sampai akhirat. c. Bagi Ilmu Pengetahuan 1. Menambah pengetahuan mengenai nilai pendidikan tauhid yang terdapat
dalam
kitab
„Aqidatul
Awam
sehingga
mengetahui betapa pentingnya pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari. 2. Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan dibidang tersebut khususnya dan bidang ilmu pengetahuan lain pada umumnya. E. Penegasan Istilah Untuk memperjelas judul serta menghindari kekeliruan, maka penulis membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalan tersebut. Sehingga dapat mengemukakan uraian kajian tersebut sesuai yang dikehendaki oleh penulis, sebagai berikut: 1. Nilai Pendidikan Tauhid Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya
tercermin
dalam
perilaku,
sikap
dan
perbuatan-
perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai adalah tentang apa yang baik, benar, bijaksana dan apa yang berguna.
Nilai adalah sesuatu yang bersifat ideal dan tidak dapat disentuh oleh panca indera (Sidi, 1978: 93). Maka nilai yang kita rasakan dalam diri kita masing-masing sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan. Dari beberapa pernyataan tersebut, nilai adakan ukuran memilih tindakan atau tujuan tertentu. Koasih Djahiri dan Aziz Wahab (1996: 23) memberikan batasan nilai sebagai sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benar dan salah), estetika (baik dan buruk), etika (adil dan tidak adil), agama (dosa/ haram dan halal), dan hukum (sah dan tidak sah) serta menjadi keyakinan diri maupun hidupnya. Berarti, nilai akan selalu berkaitan dengan kebaikan, kebajikan dan keluhuran, yang menjadi sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi serta dikejar oleh manusia. Melalui nilai, seseorang akan merasakan adanya sesuatu kepuasan dan ia menjadi manusia sebenarnya. Bahkan dengan nilai seseorang secara penuh menyadari kebermaknaannya dan menganggapnya sebagai pendorong dan pedoman, penuntun dan prinsip untuk menentukan sesuatu dalam kehidupan manusia seharihari. Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan perbuatan mendidik (Yunahar, 2007: 263).
Menurut Maslikhah (2009: 130) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara. Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar dari kata ذ َْى ِد ُْذ ًا-ُ َ َُى ِّدذ-َ دذ َو هyang berarti percaya kepada Allah SWT yang Maha Esa. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan mengikhlaskan peribadahan kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang baik) dan shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan. Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid itu adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Jadi pendidikan tauhid itu merupakan usaha sadar untuk mengembangkan diri sesuai kebutuhan, yang diyakini benar oleh setiap orang atau kelompok sehingga dapat menetapkan keyakinan yang berkaitan dengan ketuhanan, kenabian dan hal yang ghaib. Pendidikan Tauhid adalah pengembangan ke arah keyakinan seseorang terhadap Allah SWT. Pendidikan tauhid ini dimulai sejak lahir ke bumi karena keyakinan merupakan hal yang pertama dan
utama. Pendidikan tauhid sejak dini terlihat pada bayi yang baru lahir kemudian dikumandangkan adzan oleh orang tuanya. Pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam mengenal keesaan Allah. Pendidikan tauhid yang berarti membimbing atau mengembangkan potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah, menurut pendapat Chabib Thoha, “Supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur (Thoha, 1996: 62)”. Pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku manusia
berdasarkan
ajaran
tauhid
dalam
kehidupan
melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata. Pendidikan tauhid, akan membentuk watak seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT serta mampu mengimplementasikan nilai-nilai keimanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga mampu menjadi orang yang berguna bagi masyarakat yang timbul saling mengasihi, menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka yang membutuhkan. Nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai ketauhidan (ke-Esaan), aplikasi dan implementasinya yang dapat diambil dari suatu kajian dan ditransformasikan sebagai bahan pengajaran dan pendidikan.
2. „Aqidatul Awam Adalah sebuah karya Sayid Ahmad Al-Marzuki yang disajikan untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan memantapkan keyakinan dan kepercayaan agama melalui akal pikiran, di samping kemantapan hati, yang didasarkan pada wahyu. Di dalamnya menjelaskan tentang ilmu tauhid. Ilmu tauhid ini menjelaskan tentang keesaan Allah dan pembuktiannya. Dalam kitab tersebut menjelaskan sifat-sifat Allah, atau yang disebut aqoid lima puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul. Semua
merupakan
isi
dari
ajaran
yang
terangkum
dalam
kitab Aqidatul Awam ( Nasar, 1995: 8-13). 3. Sayid Ahmad Al-Marzuki Nama lengkap beliau Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuki Al-Hasani. Beliau lahir di Mesir pada tahun 1205 H. Al-Marzuki dikenal sebagai penulis yang handal serta amat lincah dalam menuliskan qolam-nya (pena), terutama menyangkut puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah SAW. Salah satu karyanya yang terkenal dan fenomenal adalah Mandzumat 'Aqidah Al-Awwam, yaitu ringkasan ilmu kalam mengupas tentang tauhid untuk dijadikan acuan dalam aqidah bagi orang-orang
awam, dituangkan dalam sebuah nadzam (prosa) berisi sebanyak 57 bait. Al-Marzuki diangkat sebagai Mufti madzhab Maliki di Makkah menggantikan saudaranya pengganti saudara Sayid Muhammad yang telah mendahului wafat (1261 H ). Di masjid Makkah al-Mukaramah, Al-Marzuki mengajar Al-Qur‟an, Tafsir, Tauhid, dan Ilmu-ilmu lainnya. Syekh Ahmad marzuki juga terkenal sebagai seorang Pujangga dan dijuluki dengan panggilan Abu Alfauzi (Muhammad Syamsu, 1996: 253 ).
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library reseach), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka, dan yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran. 2. Sumber Data Karena jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah kitab „Aqidatul Awam karangan Sayid Ahmad Al-Marzuki. Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah Terjemah kitab „Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto, terjemah kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Thahir bin Saleh Al-Jazairi, buku
Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan al-Darary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I, Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku lain yang bersangkutan dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu kitab „Aqidatul Awam karangan Sayid Ahmad Al-Marzuki. Dan sumber data sekunder diantaranya adalah Terjemah kitab „Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto, terjemah kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Thahir bin Saleh AlJazairi, buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan alDarary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I,Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku dan kitab relevan yang lainnya. 4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya. Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut : 1. Metode Deduktif Yaitu apa saja yang dipandang benar pada suatu peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga pada hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa data tentang sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah SWT. 2. Metode Induktif Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi bersifat umum. Metode ini, penulis gunakan untuk menganalisa data ayat-ayat dan teks kitab „Aqidatul Awam sehingga dapat diketahui nilai pendidikan tauhid yang terkandung di dalamnya. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan untuk memberikan kesan runtutnya pembahasan dan memberikan yang penulis jabarkan dalam skripsi ini
adalah penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara lain: BAB I
: Pendahuluan, berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaaan Penenlitian, Penegasan Istilah, Metode dan Sistematika Penulisan sebagai
Penelitian,
gambaran awal
untuk memahami skripsi ini. BAB II
: Landasan Teori, berisi tentang: Nilai Pendidikan Tauhid, Materi
Pendidikan
Tauhid,
Dasar
dan
Tujuan
Pendidikan Tauhid, dan Metode Pendidikan Tauhid. BAB III
: Deskripsi pemikiran Sayid Ahmad Al-Marzuki tentang nilai pendidikan tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam, berisi tentang: Latar Belakang
penulisan kitab
„Aqidatul Awam, Isi pokok Kitab
„Aqidatul Awam,
Biografi Sayid Ahmad Al-Marzuki, menguraikan tentang: Biografi Sayid
Ahmad Al-Marzuki yang
meliputi riwayat kelahiran, karya-karyanya dan gurugurunya. BAB IV
: Signifikansi Pendidikan Tauhid dalam Kitab „Aqidatul Awam.
BAB V
: Penutup, menguraikan Kesimpulan dan Saran.
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya (Maslikhah, 2009: 106). Nilai adalah tentang apa yang baik, benar, bijaksana dan apa yang berguna. Nilai adalah sesuatu yang bersifat ideal dan tidak dapat disentuh oleh panca indera (Sidi, 1978: 93). Maka nilai yang kita rasakan dalam diri kita masing-masing sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan. Dari beberapa pernyataan tersebut, nilai adalah ukuran memilih tindakan atau tujuan tertentu. Berarti, nilai akan selalu berkaitan dengan kebaikan, kebajikan dan keluhuran, yang menjadi sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi serta dikejar oleh manusia.
Melalui nilai, seseorang akan merasakan adanya sesuatu kepuasan dan ia menjadi manusia sebenarnya. Bahkan dengan nilai seseorang secara penuh
menyadari
kebermaknaannya
dan
menganggapnya
sebagai
pendorong dan pedoman, penuntun dan prinsip untuk menentukan sesuatu dalam kehidupan manusia sehari-hari. Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan manusia. Dengan menggunakan pendidikan itulah manusia dapat maju dan berkembang dengan baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup mereka. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin
tinggi
pula
tingkat
kebudayaan
dan
peradaban. Kata
pendidikan berasal dari kata didik atau mendidik, yang secara harfiah berarti memelihara dan memberi latihan (Muhibin, 2000: 32). Dalam bahasa Arab kata pendidikan juga berasal dari kata rabba-yurabbi-tarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memelihara (Munawir, 1989: 504). Bahasa Arab pendidikan juga sering diambilkan dari
kata
„allama
dan
addaba. Kata
„allama
berarti
mengajar
(menyampaikan pengetahuan), mendidik. Sedang kata addaba lebih menekankan pada melatih, memperbaiki, penyempurnaan akhlak (sopan santun), dan berbudi baik. Dalam kamus pendidikan, kata pendidikan diartikan sebagai “Upaya
membantu
peserta
didik
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan pengetahuan, kecakapan, nilai, sikap dan pola tingkah
laku yang berguna bagi hidupannya”. Adapun arti pendidikan menurut Al-Ghazali yaitu proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna (Abidin, 1998: 56). Pendidikan adalah lembaga pendidikan yang yang dikelola, dilaksanakan, dan diperuntukkan bagi umat Islam. Pendidikan Islam sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah, dimulai dari mengubah sikap dan pola pikir masyarakat, menjadikan masyarakat Islam menjadi masyarakat belajar. Berkembang menjadi masyarakat ilmu yaitu masyarakat yang mau dan mampu menghargai nilai-nilai ilmiah (Thoha, 1996: 12). Dapat disimpulkan bahwa hakikatnya pendidikan adalah ikhtiar manusia
untuk
membantu
dan
mengarahkan
pertumbuhan
dan
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) atau potensi manusia agar berkembang sampai titik maksimal sesuai dengan tujuan yang dicitacitakan. Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar dari kata ذ َْى ِد ُْذ ًا-ُ َ َُى ِّدذ-َ دذ َو هyang berarti percaya kepada Allah SWT yang Maha Esa. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan mengikhlaskan peribadahan
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang baik) dan shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan. Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid itu adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya (Abduh, 2003: 3). Secara sederhana pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam mengenal Allah. Menurut Hamdani pendidikan tauhid yang dimaksud di sini adalah suatu upaya yang keras dan bersungguhsungguh dalam mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal pikiran, jiwa, qalbu, dan ruh kepada pengenalan (ma‟rifat) dan cinta (mahabbah) kepada Allah SWT. Pendidikan tauhid yang berarti membimbing atau mengembangkan potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah, menurut pendapat Chabib Thoha, “Supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur (Thoha, 1996: 62)”. Pendidikan manusia
tauhid
berdasarkan
adalah
ajaran
usaha
tauhid
mengubah dalam
tingkah
kehidupan
laku
melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata.
Pendidikan tauhid, akan membentuk watak seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT serta mampu mengimplementasikan nilai-nilai keimanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga mampu menjadi orang yang berguna bagi masyarakat yang timbul saling mengasihi, menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka yang membutuhkan. Pendidikan tauhid mempunyai makna yang dapat kita pahami supaya untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi laten yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dalam Islamnya potensi laten di sini disebut dengan fitrah beragam. Oleh sebab itu, pendidikan tauhid lebih diarahkan pengembangan firah keberagaman seseorang sebagai manusia tauhid. Pendapat lain pendidikan
tauhid
adalah
usaha
mengubah
tingkah laku manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah. Hal ini sesuai
dengan
karakteristik Islam sendiri
yaitu,
mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allahlah yang mengatur hidup dan kehidupan umat manusia serta seluruh alam. Dialah yang berhak ditaati dan dimintai pertolongan-Nya (Zaky, 1998: 80). Nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai ketauhidan (keEsaan), aplikasi dan implementasi yang dapat diambil dari suatu
kajian
dan
ditransformasikan
sebagai
bahan
pengajaran
dan
pendidikan. B. Materi Pendidikan Tauhid Islam agama
adalah
samawi.
agama
Islam
wahdaniyah, yang
meliputi
mendokumentasikan ajarannya
beberapa
dalam Al-
Qur‟an, dan tauhid merupakan dasar dari beberapa agama samawi (Muhammad, 1969: 18). Ajaran tauhid bukanlah monopoli ajaran Nabi Muhammad akan tetapi ajaran tauhid ini merupakan prinsip dasar dari semua ajaran agama samawi. Para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah untuk menyeru kepada pengesaan Allah dan meninggalkan dalam penyembahan selain Allah. Walaupun semua Nabi dan Rasul membawa ajaran tauhid, namun ada perbedaan dalam pemaparan tentang prinsip-prinsip tauhid. Hal ini dikarenakan tingkat kedewasaan berfikir masing-masing umat berbeda sehingga Allah menyesuaikan tuntunan yang dianugrahkan kepada para Nabi-Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berfikir umat tersebut (Quraish, 1996: 19). Ilmu-ilmu tauhid dapat diperoleh dari beberapa sumber, antara lain: 1. Adanya Wujud Allah Al-Qur‟ānul karim (al-Qur‟an yang mulia) adalah sumber utama ilmu tauhid yang paling fundamental, kita akan mendapatkan darinya penjelasan tentang wujud Allah SWT, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya,
dan persoalan ilmu tauhid lainnya. Banyak sekali dalil-dalil al-Qur‟an yang telah menjelaskan tentang keesaan Allah SWT, diantaranya Allah SWT berfirman dalam Al-qur‟an :
﴾ ه١﴿ ٌٱَّللُ أ َ َدذ لُ ًْ ُه َى ه ﴾٣﴿ ْ﴾ ٌَ ُْ ََ ٍِذْ َوٌَ ُْ َُىٌَذ٢﴿ ُص َّذ ٱَّللُ ٱٌ ه ٤﴿ ٌَوٌَ ُْ ََ ُىٓ ٌه ۥهُ ُوفُ ًىا أ َ َد ٌۢذ
Artinya: “ Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan-Nya” (QS. Al-Ikhlash: 1-4) (Departemen Agama, 2005: 604). Ayat-ayat di atas menegaskan tentang kemurnian keesaan Allah SWT dan menolak segala kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada sesuatu apapun di alam semesta ini yang menyamai-Nya. Al-Qur‟an juga memaparkan tentang wujud Allah SWT tidak menyerupai benda yang wujud, begitu pula benda yang wujud tidak menyerupai Allah SWT. Ukuran tidak akan bisa mencapai Allah SWT, dan arah tidak bisa memuat dan meliput-Nya. Begitu pula bumi dan langit tidak bisa memadai jika ditempati oleh Allah SWT. Dia-lah (Allah SWT) yang mengangkat derajat segala sesuatu dan lebih dekat dari urat nadi manusia. Dialah (Allah SWT) yang maha mengetahui atas segala sesuatu. Kedekatan Allah SWT tidak menyerupai kedekatan jisim. Dia Maha Luhur dari tempat yang meliputi-Nya, sebagaimana Dia Maha Bersih dari segala masa yang akan membatasi-Nya. Dia telah wujud sebelum masa dan tempat
diciptakan. Dia akan tetap berada di atas tempat yang ada. Selain itu al-Qur‟an juga memaparkan mengenai bukti sifat qudrat (kekuasaan) Allah SWT pada penciptaan alam semesta sebagai aplikasi dari sifat wujud, qidam, dan baqa‟ Allah SWT. Dengan sifat qudrat ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dengan seimbang, serasi, teratur dan rapi. Tidak ada satupun dari makhluk-Nya yang mampu menandingi keindahan ciptaan-Nya. Adapun alam semesta ini dari setiap bukti dari sekian banyak bukti yang selalu berulang, beriringan atau perubahan bentuk dari yang indah yang mengharubirukan kesan dalam jiwa kita, semuanya adalah yang patut dikagumi nilai seninya dari pada segala yang mengagumkan (Sa‟id Hawa, 2005: 112). Dari beberapa uraian di atas dapat dipahami, bahwa untuk meyakinkan adanya Tuhan (Wujud Allah), akal pikiran hendaknya diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan kasat mata, karena dalam jiwa manusia sudah tertanam fitrah untuk mengakui adanya Tuhan. Segala sesuatu itu pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah Zat Yang Maha Pencipta. 2. Keesaan Allah Ajaran mengenai keesaan Allah ini, sudah diterangkan oleh para Rasul Allah sebelum Nabi Muhammad. Keesaan Allah adalah Allah
itu Dzat yang pertama kali ada, Maha Awal, Maha Esa dan Maha Suci yang meliputi sifat, asma dan af‟al-Nya. Sementara menurut Quraish Shihab yang menganalisa kata ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan Allah menjadi empat yaitu: keesaan Dzat, keesaan sifat, keesaan perbuatan dan keesaan dalam beribadah kepada-Nya. Yang dimaksud dengan esa pada Dzat ialah Dzat Allah itu tidak tersusun dari beberapa bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk- Nya. Esa pada af‟al berarti tidak seorang pun yang memiliki perbuatan sebagaimana pebuatan Allah. Ia Maha Esa dan tidak ada sesembahan yang patut disembah kecuali Allah (Asmuni, 1993: 17). Dengan demikian dapat dipahami bahwa mulai Rasul pertama sampai generasi terakhir Nabi Muhammad hingga pewaris Nabi (ulama), telah mengajarkan tauhid yang seragam. Allah adalah Maha Esa, Dzat Yang Maha Suci yang meliputi nama, sifat dan af‟al-Nya, tidak ada Tuhan selain Allah. 3. Hadits Hadits Rasulullah SAW yang shahîh, yang dimuat oleh kitabkitab para ulama hadist yang di kenal dengan sifat keterpercayaan mereka dalam dunia Islam, seperti kitab sunnah yang enam, yaitu: kitab Shahîh Bukhāri, kitab Shahîh Muslim, kitab Abu Daud, kitab Tirmidzî, kitab an-Nasā‟i, dan kitab Ibnu Majah, serta kitab-kitab yang lainnya seperti: kitab al-Muwatha‟ oleh Imam Malik dan kitab Musnad
Imam Hanbal. Kitab-kitab ini, khususnya kitab Shahîh Bukhāri dan Muslim keduanya menempati posisi derajat paling shahîh (kuat), adapun kitab-kitab yang lain di dalamnya memuat hadits-hadits selain hadits-hadits shahîh, seperti hadits hasan dan juga dhoîf (lemah). Dari kitab-kitab ini yang memuat jumlah yang besar tentang tauhid, yaitu meliputi sifat-sifat, zat, asma dan af‟al Allah SWT. Dengan hal ini, semoga akan menambah keyakinan yang sempurna dalam diri kita terhadap aqidah ketuhanan dalam Islam, karena terkadang kita masih berada atas metode yang salah dalam memahami keesaan dan penyucian dzat Allah SWT, lalu menarik kesalahan ini pada pendapat dengan sempurna (absolut), seperti ketiadaan secara absolut pula dalam keesaan dalam praktik dan keesaan dalam kehendak. Oleh karena itu kitab-kitab ini disusun sebagai pedoman kedua setelah alQur‟an untuk menyempurnakan aqidah ketuhanan umat manusia di seluruh dunia ini. Diantara faktor yang menambah rasa kepercayaan kita kepada Allah SWT ialah hal-ihwal tentang-Nya diriwayatkan dengan sanad (istilah ilmu hadits) yang bersambung sampai kepada Sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Para sahabat adalah orang-orang yang senantiasa bergaul dan bersama Rasulullah SAW dalam memperjuangkan agama Allah SWT. Mereka telah dididik oleh Rasulullah SAW, maka mereka adalah generasi paling sempurna dalam sejarah, akhlaknya lurus, imannya kuat, jujur, berbudi pekerti yang luhur, dan berpikir matang, maka
setiap yang mereka riwayatkan kepada kita dari Rasulullah SAW adalah dengan sanad yang shahîh yang bersambung kepada Rasulullah SAW, oleh sebab itu, wajib bagi kita untuk menerimanya sebagai kebenaran, seperti kebenaran keesaan Allah SWT yang tidak diragukan keabsahanya. Demikianlah para ulama senantiasa menyusun kitab tentang ketauhidan dengan berbagai macam penjelasan yang mudah diterima oleh khalayak ramai. 4. Hikmah Mengenal Allah Seseorang yang mengenal sesuatu yang telah memberikan manfaat pada dirinya maka akan mempunyai kesan atau hikmah terhadap sesuatu itu, demikian juga apabila seseorang mengenal Tuhan melalui akal dan hatinya maka ia akan merasakan buah kenikmatan dan keindahan yang tercermin pada dirinya. Mengenal (Ma‟rifat) kepada Allah adalah ma‟rifat yang paling agung. Ma‟rifat ini menurut (Sayid, 1996: 41) adalah asas yang dijadikan standar dalam
kehidupan rohani
dan untuk
mengenal Allah melalui cara berfikir dan menganalisis makhluk Allah serta mengenal terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah. Sifat berkenalan dengan Tuhan menurut (Sutan Mansur, 1981: 14) yaitu seseorang merasa berhadapan dengan Tuhan. Keadaan itu merasa benar-benar dalam diri bukan kira-kira atau meraba-raba.
Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia disebabkan karena seseorang telah mengetahui dan menginsyafi kebenaran
kedudukan
Allah, menyadari
akan
keagungan
dan
kebesaran-Nya sehingga dari sini segala apa yang dilakukan akan mengarahkan tujuan pandangannya ke arah yang baik dan benar. Seseorang yang yakin akan keesaan Allah, akan mempunyai sikap hidup optimis yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan orang kafir
yang
menyekutukan
Allah, sebagai
satu-satunya
Rabb,
pencipta alam semesta beserta isinya ini. Keimanan apabila sudah menjadi kenyataan yang hebat maka akan dapat mengubah dan beralih, yang merupakan suatu tenaga dan kekuatan tanpa dicari akan
datang
dengan
sendirinya
dalam
kehidupan
sehingga
keimanan dapat manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap, kemauan, maupun keputan menjadi penuh harap dan harapan ini akan dibuktikan dengan perbuatan nyata. C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid 1. Dasar Pendidikan Tauhid Dasar merupakan fundamental dari suatu bangunan atau bagian yang menjadi sumber kekuatan. Ibarat pohon, dasarnya adalah
akar. Dasar
pendidikan
merupakan
pandangan
yang
mendasari seluruh aspek aktivitas pendidikan, karena pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan (Abidin, 1998: 21).
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan mapan. Pendidikan tauhid sebagai suatu usaha membentuk insan kamil harus mempunyai landasan ke mana semua kegiatan pendidikan dikaitkan dan diorientasikan. Dasar pendidikan tauhid adalah sama dengan pendidikan Islam, karena pendidikan tauhid merupakan salah satu aspek dari pendidikan Islam, sehingga dasar dari pendidikan ini tidak lain adalah
pandangan
hidup
yang Islami, yang
pada
hakikatnya
merupakan nilai-nilai luhur yaitu Al-Qur‟an dan Hadits. Adapun uraian dasar pendidikan Tauhid adalah sebagai berikut: a) Al-Qur‟an Di dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan tauhid. Misalnya dalam surat Luqman ayat 13, menerangkan kisah luqman yang mengajari anaknya tentang tauhid,
ُ ٌَ ش ِْش َن ُ اْ ِالَ ْتِٕ ِه َو ُه َى ََ ِؼ ّ ٌاَّلل ا هِْ ا ُ َّ َواِرْلَا َي ٌُ ْم ٌُ ٍْ ظ ِ ّ ٍ ال ذ ُ ْش ِش ْن ِت ظهُ ََا تَُٕ ه )31( ٌُ ُػ ِظ َ Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah.Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah aniaya yang besar”. (Q.S Luqman: 13)
Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya, merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat syirik, karena hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan yang berhubungan dengan kepercayaan akan adanya Allah dengan keesaan-Nya, sehingga timbul ketetapan dalam hati untuk tidak mempercayai selain Allah. Kepercayaan itu dianut karena kebutuhan (fitrah) dan harus merupakan kebenaran yang ditetapkan dalam hati sanubari. Manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali fitrah tauhid, yaitu fitrah untuk selalu mengakui dan meyakini bahwa Allah itu Maha Esa, yang menciptakan alam semesta beserta pengaturannya dan wajib untuk disembah. b) As-Sunnah As-Sunnah didefinisikan sebagai sesuatu yang didapatkan dari Nabi Muhammad SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi, atau biografi, baik pada masa sebelum kenabian ataupun sesudahnya. Didalam dunia pendidikan, As-Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, AsSunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep Al-Qur‟an, serta lebih merinci penjelasan Al-Qur‟an. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode penelitian dan sebagai petunjuk
untuk
kemaslahatan
hidup
manusia
dan
untuk
membina
umat menjadi
manusia
seutuhnya
atau
muslim
bertaqwa (Abdullah, 1999:34). c) Ijtihad Ijtihad merupakan istilah para fuqaha, yakni berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari‟at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syariat Islam. Ijtihad dalam hal ini meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada AlQur‟an dan Sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah yang di olah oleh akal yang sehat oleh para ahli pendidikan Islam. 2. Tujuan Pendidikan Tauhid Suatu usaha atau kegiatan dapat terarah dan mencapai sasaran sesuai yang diharapkan maka harus ada tujuannya, demikian
pula
dengan
pendidikan. Tujuan
menurut
(Zakiyah
Daradjat, 1996: 29) yaitu “suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai”. Apabila pendidikan dipandang sebagai suatu usaha melalui proses yang bertahap dan bertingkat, maka usaha atau proses itu akan berakhir apabila tujuan akhir pendidikan sudah tercapai. Tujuan pendidikan secara umum menurut (Hasan, 1986: 59) yaitu “maksud atau perubahan-perubahan yang dikehendaki dan diusahakan oleh pendidik untuk mencapainya”, sedangkan tujuan
pendidikan menurut UU pendidikan ialah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan
pendidikan
menurut
pendapat
Al-Ghazali
yang
dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn ialah pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani untuk mencapai tujuan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Secara khusus tujuan pendidikan tauhid menurut (Thoha, 1996: 72) untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Esa serta nilai ketuhanan sehingga dapat menjiwai lahirnya nilai etika insani. Tujuan pendidikan tauhid menurut beberapa pendapat di atas, pada dasarnya adalah tujuan hidup manusia dalam beribadah serta mendekatkan diri kepada-Nya bahwa satu-satunya pencipta alam semesta yaitu Allah SWT. Dapat disimpulkan, tujuan dari pendidikan tauhid yaitu tertanamnya aqidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat, keyakinan untuk mempercayai bahwa Allah itu satu, dan yang wajib disembah. D. Metode Pendidikan Tauhid
Tauhid merupakan masalah yang paling mendasar dan utama dalam Islam. Namun demikian masih banyak dari kalangan awam yang belum mengerti, memahami dan menghayati sebenarnya akan makna dan hakikat dari tauhid, sehingga tidak sedikit dari mereka secara tidak dasar telah terjerumus ke dalam pemahaman tentang keyakinan yang keliru. Dalam
pembahasan
metodologi
pengajaran,
yang
perlu
diperhatikan adalah pengertian metodologi pengajaran itu seniri. Metodologi pengajaran dapat diartikan sebagai ilmu yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan (Al-Khazin, 2009: 27) Dilihat dari jenis, ada beberapa metode pengajaran yang dapat diterapkan dalam pendidikan tauhid khususnya dalam kitab „Aqidatul Awam sesuai dengan materi dan tujuan yang akan dicapai. Beberapa metode antara lain: a.
Metode Ceramah Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik, dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alatalat bantu media
pembelajaran seperti gambar dan audio visual
lainnya Metode Ceramah yaitu penerapan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa. Metode ceramah ini sering kita jumpai pada proses-proses pembelajaran di
sekolah mulai dari tingkat yang rendah sampai ke tingkat perguruan tinggi, sehingga metode seperti ini sudah dianggap sebagai metode yang terbaik bagi guru untuk melakukan interaksi belajar mengajar (Supriawan Dedi, 1990: 95-96).
b. Metode Tanya jawab dan diskusi Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetpi dapat pula dari siswa kepada guru. Metode tanya jawab adalah yang tertua dan banyak digunakan dalam proses pendidikan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Metode ini dapat diklasifikasikan sebagai metode tradisional atau konvensional. Dalam metode tanya jawab, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa menjawabnya, atau sebaliknya siswa bertanya guru menjelaskan. Dalam proses tanya jawab, terjadilah interaksi dua arah. Guru yang demokratis tidak akan menjawabnya sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa atau kelompok lainnya tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Dengan metode tanya jawab tidak hanya terjadi interaksi dua arah tetapi juga banyak arah. c. Metode Menghafal Kata menghafal juga berasal dari kata
دفظا – َذفظ – دفظyang
berarti menjaga, memelihara dan melindungi. Dalam kamus Bahasa
Indonesia kata menghafal berasal dari kata hafal yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian mendapat awalan me- menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Kata menghafal dapat disebut juga sebagai memori. Dimana apabila mempelajarinya maka membawa seseorang pada psikologi kognitif, terutama bagi manusia sebagai pengolah informasi. Secara singkat memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan dan pemanggilan (Al-Khazin, 2009: 45) Metode hafalan (makhfudzat) adalah suatu teknik yang digunakan oleh seorang pendidik dengan menyerukan peserta didiknya untuk menghafalkan sejumlah kata-kata (mufradat) atau kalimat-kalimat maupun kaidah-kaidah. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode dapat diartikan sebagai cara yang tepat dan cepat dalam pengajaran. Faktor metode tidak boleh diabaikan begitu saja, karena metode di sini akan berpengaruh pada tujuan pengajaran. Jadi, metode menghafal adalah cara yang tepat dan cepat dalam melakukan kegiatan belajar mengajar pada
bidang pelajaran dengan
menerapkan menghafal
yakni
mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain dalam pengajaran pelajaran tersebut.
Tujuan metode ini adalah agar peserta didik mampu mengingat pelajaran yang diketahui serta melatih daya kognisi, ingatan, dan imajinasi.
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYID AHMAD AL-MARZUKI A. Biografi Pengarang Kitab ‘Aqidatul Awam 1. Latar Belakang Penulisan Kitab „Aqidatul Awam Sayid Ahmad Al-Marzuki, merasa penting sekali dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tauhid dalam menjalani kehidupan agar dapat menjadi manusia yang lebih baik, serta menetapkan keeasaan (wahdah) Allah SWT dalam zat-Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa
Dia-lah
tempat
kembali,
satu-satunya
tujuan.
Melihat
konteks kehidupan yang sangat dibutuhkannya ilmu ini, maka beliau menulis kitab yang dirasa cukup memuat pembahasannya yang paling penting adalah menetapkan keesaan (wahdah) Allah SWT.
Kitab „Aqidatul Awam telah beliau rincikan dalam sebuah kitab syarah yang diberi nama Tahshil Nail al-Maram Libayani Mandhumah „Aqidah al-Awam dan turut memberikan syarah atas kitab „Aqidatul Awam yaitu Syaikh al-Imam an-Nawawiy ats-Tsaniy al-Bantaniy alJawiy asy-Syafi‟i dengan nama kitab Nurudl Dlalam „alaa Mandhumah „Aqidah al-Awam. Dalam kitab Nurudl Dlalam, Imam an-Nawawiy atsTsaniy al-Jawiy menuturkan bahwa alasan Syaikh al-Marzuki menulis kitab tersebut adalah karena beliau mimpi berjumpa dengan Rasulullah dan
para
sahabatnya
(http://sufi-road-kitab-aqidatul-
awwam.30/10/2015). „Aqidatul Awwam yang berarti Aqidah Bagi Orang-Orang Awam ini merupakan satu kumpulan aqidah yang wajib diketahui oleh setiap individu muslim. Aqidah tersebut disusun dengan baik dan teratur dalam bentuk nadzom (syair) oleh As-Syeikh As-Sayyid Ahmad Al-Marzuqi. Disusun pada tahun 1258 Hijriyah, dan terdapat 57 bait. „Aqidatul Awam ini sangat penting karena dengan mengetahui nadzom ini, secara tidak langsung, kita akan dapat mengetahui aqidah yang wajib diketahui oleh setiap individu Muslim secara ringkas. Nadzom „Aqidatul Awam ini sangat terkenal di dunia Islam dan telah lama diamalkan, yakni dibaca dan dipelajari, termasuk di negara kita, Indonesia dan di negara-negara yang lain. Mimpi Allamah Al-Imam Syaikh Ahmad Al-Marzuki Al-Maliki Radiyallahu‟anhu bertemu Rasulullah SAW yang mengajar beliau Sifat
20. Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan empunya sekalian Alam, Tiada Ia berhajat kepada selain-Nya, malah selain-Nya lah yang berhajat kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah SWT atas junjungan kita Sayyidina Nabi Muhammad SAW (Ya Allah tempatkan baginda di tempat yang terpuji seperti yang Kau janjikan, Amin) Beserta pemilik rumah dan Para Sahabat yang mulia lagi mengerah keringat menyebarkan Islam yang tercinta. Dan kepada mereka yang mengikut mereka itu dari semasa ke semasa hingga ke hari kiamat. Ya Allah Ampuni kami, Rahmati Kami, Kasihani Kami, Amin (Sunarto, 2012: 3). Pada suatu malam yang sudah larut, tepatnya pada tanggal 6 Rajab 1258 H, Marzuki bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW yang disampingnya berjejer para sahabat-sahabat Nabi SAW. Marzuki menceritakan, dalam mimpi itu, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membacakan Manzhumah at-Tauhid (yaitu syair Aqidah al-Awwam). ''Bacalah, Manzhumah At-Tauhid yang akan menjamin surga dan tercapai
maksud
baiknya
bagi
yang
menghafalnya.''
Marzuki pun bertanya : Nadham apa gerangan Ya Rasulullah?'' Nabi kemudian
membacakan
nazam
tersebut.
''Abda'u
Bismillahi
warrahmani hingga kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fiha Kalam al-Hakam al-Alimi. Marzuki pun lantas menirukannya. Ketika bangun dari tidurnya, Marzuki mencoba mengingat dan membaca nadham tersebut. Atas kehendak Allah SWT, nadham itu mampu
dihafal Marzuki dengan baik. Ia pun kemudian mencatat nadham tersebut hingga bisa dinikmati oleh umat Islam di seluruh dunia sampai sekarang (http://kembaraimanku.blogspot.com/2010/10/mimpi-allamah-alimam-syaikh-ahmad-al.html).
Karya Marzuki ini, menjadi catatan penting dalam hidupnya. Sebab, beberapa bulan setalah peristiwa itu, Ia kemudian bermimpi berjumpa kembali dengan Rasulullah SAW. Tepatnya malam Jumat menjelang subuh, tanggal 28 Dzulqa'dah. Pada pertemuannya kali ini, Rasulullah SAW memintanya kembali untuk membacakan nazam „Aqidah Al-Awam tersebut. ''Bacalah apa yang telah kau hafal,'' kata Rasul (Al-Marzuki, 1958: 4). Marzuki kemudian membacakannya dari awal hingga akhir. Dan setiap kali Marzuki selesai membaca satu bait nadzam tersebut, para sahabat Nabi selalu mengitari (berputar mengelilingi) Marzuki dan meng-amini-nya. Setelah selesai, Rasulullah SAW pun berdoa untuknya. Semula, nadham „Aqidah Al-Awam ini berjumlah 26 bait, sebagaimana yang didapatkannya dalam mimpi. Kemudian, ia menambahkannya lagi sebanyak 31 bait, sehingga menjadi 57 bait. Menurut beberapa riwayat, penambahan yang dilakukan Marzuki dalam nadham Manzhumah At-Tauhid tersebut dikarenakan rasa cinta dan rindunya kepada Rasulullah SAW.
Kitab
tersebut
merupakan
syarah
yang
disusun
guna
mensyarahi sebuah kitab yang berisi aqidah dan ketauhidan, karya Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuki Al-Hasani, dan beliau beri nama kitab tersebut dengan „Aqidatul Awam yang berisikan sifat-sifat Allah, atau yang disebut aqoid lima puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1
sifat
jaiz
bagi
rasul
(http://
terjemah-jalaul-afham-syarah-
kitab.30/10/2015). 2. Biografi Sayid Ahmad Al-Marzuki Beliau adalah seorang yang memiliki nama lengkap Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuki Al-Hasani. Beliau lahir di Mesir pada tahun (1293 – 1353 H/1876 – 1934 M). Ulama terkemuka asal Betawi yang bermazhab Syafi‟i dan populer dengan sebutan Guru Marzuki ini lahir dan besar di Batavia (Betawi). Ayahnya bernama, Syekh Ahmad alMirshad, merupakan keturunan keempat dari kesultanan Melayu Patani di Thailand Selatan yang berhijrah ke Batavia, ibunya bernama AlMarhumah Hajjah Fathimah binti Al-Haj berasal dari Madura dari keturunan Ishaq yang makamnya di kota Gresik Jawa Timur (https://tofanmarzuki.wordpress.com/biografi-al-maghfurllah-assyaikh-k-h-ahmad-marzuki-bin-mirsod/).
Masa kecil Sayid Ahmad Al-Marzuki pada Usia 9 tahun ayahanda Al-Marhum berpulang ke Rohmatulloh dan diasuh oleh ibunda tercinta yang sholehah dan taqwa dalam suatu kehidupan rumah tangga yang sangat sederhana. Usia 12 tahun beliau diserahkan kepada sorang „alim al-ustadz al-hajj Anwar Rohimahulloh untuk mendapat pendidikan dan pengajaran Al-qur‟an dan berbagai disiplin ilmu agama Islam lainnya untuk bekal kehidupannya dimasa yang akan datang. Selanjutnya setelah berusia 16 tahun, untuk memperluas ilmu agamanya, maka ibundanya menyerahkan lagi kepada seorang „alaim ulama al-„allamah al-wali al-„arifbillah dari silsilah dzurriyah khoyrul bariyyah
SAW
Sayyid
„Utsman
bin
Muhammad
Banahsan
Rohimahullohu ta‟ala. Melihat kegeniusan serta ingatannya dalam menghafal, maka Sayid Ahmad Al-Marzuki dikirim ke Mekkah atas ijin Ibundanya untuk berkhidmat menuntut ilmu pada para Ulama‟ besar di Mekkah. Kesempatan menuntut ilmu tersebut digunakan dengan sebaik mungkin, sehingga dalam waktu 7 tahun dalam menuntut ilmu, apa yang dicita-citakan tercapai, yaitu memperdalam ilmu agama untuk selanjutnya diamalkan serta diajarkan dan juga dikembangkan. Beliau sepanjang waktu bertugas mengajar Masjid Mekkah karena kepandaian dan kecerdasannya Syekh Ahmad Marzuki diangkat menjadi Mufti Madzhab Al-Maliki di Mekkah menggantikan Sayyid Muhammad yang wafat sekitar tahun 1332 H, Syekh Ahmad Marzuki juga terkenal sebagai seorang Pujangga dan dijuluki dengan panggilan Abu Al-Fauzi.
Al-Marzuki dikenal sebagai penulis yang handal serta amat lincah dalam menuliskan qolam-nya (pena), terutama menyangkut puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah SAW. Salah satu karyanya yang terkenal dan fenomenal adalah Mandzumat 'Aqidah Al-Awwam, yaitu ringkasan ilmu kalam mengupas tentang tauhid untuk dijadikan acuan dalam aqidah bagi orang-orang awam, dituangkan dalam sebuah nadzam (prosa) berisi sebanyak 57 bait. Cara mengajar Sayid Ahmad Al-Marzuki kepada muridnya yaitu: para murid mengikutinya dalam formasi berkelompok, yang setiap kelompok berjumlah 4-5 orang yang belajar kitab yang sama, satu orang diantaranya bertindak sebagai juru baca. Sayid Ahmad AlMarzuki akan menjelaskan bacaan murid sambil berjalan. Marzuki wafat pada hari jum‟at. 25 Rajab 1353 H. Pemakaman beliau dihadiri oleh ribuan orang, baik dari kalangan habaib, ulama, dan masyarakat Betawi pada umumnya, dengan shalat jenazah yang diimami oleh Habib Sayyid Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (w. 1388 H). Di masa hidupnya, Marzuki dikenal sebagai seorang ulama yang dermawan, tawadhu‟, dan menghormati para ulama dan habaib. Beliau juga dikenal sebagai seorang sufi, da‟i dan pendidik yang sangat mencintai ilmu dan peduli pada pemberdayaan masyarakat lemah, harihari beliau tidak lepas dari mengajar, berdakwah, mengkaji kitab-kitab dan berzikir kepada Allah swt. Salah satu biografi beliau ditulis oleh
salah seorang puteranya, KH. Muhammad Baqir, dengan judul Fath Rabbil-Bâqî fî Manâqib al-Syaikh Ahmad al-Marzûqî. 3. Guru-guru Sayid Ahmad Al-Marzuki Adapun
diantara
guru-guru
Sayid
Ahmad
Al-Marzuki
diantaranya ialah: 1. Syekh al-Kabir Sayyid Ibrahim al-„Ubaidi ( yang pada masanya adalah sosok yang konsentrasi di bidang Qira‟ah al-„Asyarah/ Qira‟ah 10) (w. 1345 H). 2. As-Syaikh Muhammad „Ali Al-Maliki (w. 1367 H). 3. Syekh Muhammad Amin bin Ahmad Radhwan al-Madani (w. 1329 H). 4. Syekh Umar Bajunaid al-Hadhrami (w. 1354 H). 5. Syekh Mukhtar bin Atharid al-Bogori (w. 1349 H). 6. Syekh Sa‟id al-Yamani (w. 1352 H). 7. Syekh Shaleh Bafadhal (w. 1331 H). 8. Syekh Umar Syatta al-Bakri al-Dimyathi (w. 1331 H). 9. As-Syaikh „Umar Sumbawa (w. 1338 H). 10. As-Syaikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (Mufti Makkah) (w. 1304 H) Demikianlah, guru-guru Sayid Ahmad Al-Marzuki yang telah memberikan kontribusi serta pengajaran yang sangat besar bagi diri pribadi Sayid Ahmad Al-Marzuki, sehingga diri beliau lebih terbentuk dan termotivasi dengannya. (https://tofanmarzuki.wordpress.com/biografi-al-
maghfurllah-as-syaikh-k-h-ahmad-marzuki-bin-mirsod/)
Semoga
dapat
memberikan kefahaman dan pengetahuan kepada para pembaca. 4. Karya-karya Sayid Ahmad Al-Marzuki Selain sebagai seorang ulama serta tokoh pendidik yang menguasai berbagai disiplin ilmu keagamaan, Sayid Ahmad Al-Marzuki juga merupakan seorang pengarang yang paling produktif, beliau mempunyai pengaruh besar dikalangan sesama orang Nusantara dan generasi berikutnya melalui pengikut dan tulisannya. Sebagian dari karya-karya Sayid
Ahmad
Al-Marzuki
diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tahsil nail al-maram li Bayan Mandzumah „Aqidatul Awam (1326 H) Kitab ini menjelaskan tentang pokok-pokok agama dan hukum syari‟at Islam yaitu Ilmu Tauhid. 2. Bulugh al-Maram li Bayan Alfadz Maulid Sayid al-Anam Fi Syarh Maulid Ahmad Al-Bukhari (1282 H) Kitab ini menjelaskan tentang hadits yang dimana dalam hadits tersebut juga terdapat masalah hukum syari‟at menurut Al-Bukhari, kitab ini juga telah menjadi kurikulum pendidikan agama di beberapa pondok pesantren Indonesia, khususnya pondok pesantern Al-Manar, Bener, Tengaran. 3. Bayan Al-Ashli fi Lafadz bi Afdzal Kitab ini menjelaskan tentang asal suatu lafadz kemudian dibandingakan dengan lafadz yang lebih utama.
4. Tashil al-Adhan Ala Matan Taqwim al-Lisan fi Al-Nahwi Kitab ini menjelaskan tentang keterangan dalam isi kitab untuk menguatkan dalam pembahasan ilmu nahwu. 5. Al-Fawaid al-Marzuqiyah al-Zurmiyah Kitab yang berisikan mengenai Nashab (keturunan) dari AlMarzuki.
6. Mandzumah fi Qawaid al-Sharfi wa al-Nahwi Kitab yang menjelaskan tentang pembagian ilmu dalam aqoid yaitu ilmu shorof dan ilmu nahwu. 7. Matan Nazam fi Ilm al-Falak Kitab tersebut menjelaskan tentang suatu aqidah yang sudah baik (matang) serta penjelasan menuju dalam ilmu falak. 8. Jalaa‟ul-Afham syarah kitab „Aqidatul Awam Kitab ini merupakan syarah „Aqidatul Awam yang menjelaskan mengenai ilmu tauhid serta pokok-pokok dalam Islam. 9. „Aqidatul Awam Kitab ini ditulis pada tahun 1376 H dan diterbitkan oleh Al-Miftah Rembang dan kitab ini ditulis dengan menggunakan bahasa arab dan juga arab pegon, kemudian telah diterjemahkan oleh ustadz Ahcmad Sunarto ke dalam bahasa indonesia. Kitab ini juga menjelaskan tentang sifat-sifat wajib dan jaiz bagi Allah
SWT dan rasul-Nya. Ada ungkapan “tak kenal maka tak sayang”, kiranya tepat digambarkan jika seorang muslim ingin melakukan pendekatannya
kepada
Allah
SWT,
maka
kitab
ini
akan
menuntun orang muslim untuk mengenal Allah SWT. Di samping itu, kitab ini juga menjadi dasar pembelajaran tauhid diberbagai pesantren dan juga madrasah diniyah. Dalam kitab tersebut menjelaskan sifat-sifat Allah, atau yang disebut aqoid lima puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul. B. Sistematika Penulisan Kitab Aqidatul Awam Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab „Aqidatul Awam adalah tematik, yang penulisannya dari satu pasal ke pasal lain berdasarkan
jumlah
aqoid
nadhom
dan
pokok
terkandung didalamnya. Jumlah pembahasannya
ada
masalah
yang
4 pasal yang
didasarkan pada 57 nadhom. Adapun rincian pasal yang terdapat dalam kitab ini yaitu : 1. Pasal I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan dari penulis. 2. Pasal II, dalam pasal ini terdapat beberapa pembahasan mengenai Sifat-sifat Allah. Adapun urutannya adalah : a. Sifat Wajib bagi Allah SWT (terdapat 20 sifat)
b. Sifat Jaiz bagi Allah SWT (terdapat 1 sifat ) c. Sifat Mustahil bagi Allah SWT (terdapat 20 sifat ) 3. Pasal III, dalam pasal ini terdapat beberapa pembahasan mengenai sifat-sifat para Rasul. Adapun urutannya adalah : a. Sifat wajib Rasul (terdapat 4 sifat) b. Sifat Jaiz Rasul (terdapat 1 sifat ) c. Sifat Mustahil Rasul (terdapat 4 sifat ) 4. Pasal IV, dalam pasal ini terdapat pembahasan mengenai Malaikat dan Nabi. Adapun urutannya adalah : a. Pengertian Malaikat b. Nama-nama Malaikat dan tugasnya c. Nama-nama 25 Nabi C. Isi Pokok Kitab Aqidatul Awam Kitab „Aqidatul Awam menjelaskan tentang sifat-sifat wajib dan jaiz bagi Allah SWT dan rasul-Nya atau yang disebut aqoid lima puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul. Kitab ini berisi tentang ilmu ketauhidan yang akan menuntun kita untuk lebih mengenal Allah SWT lewat sifat-sifatnya. Kitab ini juga menjelaskan tentang sifat-sifat wajib, jaiz, mustahil bagi Allah SWT dan rasul-Nya. Disamping itu, kitab ini juga menjadi dasar pembelajaran tauhid diberbagai pondok pesantren seluruh Indonesia.
Dalam kitab „Aqidatul Awam terdapat 4 pasal/ bab pembahasan yaitu, pasal pertama berisi khutbatul kitab, Dalam pasal I terdapat nadhom yang diantaranya :
ْا ّٓ َوتَ ه هللا َو ه ِ َُْ ا َ ْتذَأ ُ ِتاع َ اٌش ِدُُْ دَائِ ُِ اْ ِأل ْد ِ غ ِ ْاٌشد فَ ْاٌ َذ ّْذُهللاِ ْاٌمَ ِذَ ُِْ اْأل َ هو ِي اَأل َ ِخ ِشاٌثَالًِ تِالَذ َ َذ ُّى ِي ً َخُ ِْش َِ ْٓ لَذْ َو هدذَا صالَج ُ َواٌ ه ث ُ هُ اٌ ه َ َع ْش َِذ َ َُ َغال ّ ػًٍَ إٌَ ِث ْ غُ َْش ُِ ْثر َ ِذ ع َ ك َ صذْ ِث ِه َو َِ ْٓ ذ َ ِث ْغ َ َوا ٌِ ِه َو ِ ّ َِٓ ْاٌ َذ ِ ع ِث ُْ ًَ د صفَح ِ اج ِ َوتَؼَذْ فَا ْػٍَ ُْ تِ ُى ُج ْى ِ ََْٓة هللِ ِػ ْش ِش ِ ب ْاٌ َّ ْؼ ِشفَ ْح ِِ ْٓ َو Nadhom di atas bahwasanya dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maka segala puji bagi Allah Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan. Apabila
seorang
mukallaf
setelah
selesai
membaca basmallah, hamdallah dan shalawat senantiasa tercurahkan pada
Nabi
sebaik-baiknya
orang
yang
mengEsakan Allah
Dan
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid‟ah. Dalam pasal II terdapat pembahasan sifat wajib bagi Allah, mustahil dan Jaiz Allah. Sifat wajib bagi Allah terkandung dalam nadzom :
ْ ك ِتا ْ ِإل ق ٌ ٌِ ُِخَـا# ٍفَـاهللُ َِ ْـى ُج ْـىدٌ لَـ ِذ َْ ٌُ تَا ِلـ ِ َطـال ِ ٍـف ٌِ ٍْـخ َْـ
ٍ َ ًِّ ػـا ٌِ ٌُ ِت ُى ِ َولَـائِ ٌُ غَـِٕـ ٍْ َو َو َ ٌ لَـاد ٌِس ُِ ِـشَـْذ# ٍ ْ ش ّ ادـذٌ َو َد ْ ْـش ُُ عـثْـؼَـحٌ ذ َـ ْٕـر َِظ ُ ُـص ِ ُ ٌَه# ُُ واٌ ُّر َ َى ٍِـ ِ َع ِـّـ ُْ ٌغ ْاٌث َ ٌصفَـاخ َ َدـَُـاج ٌ ْاٌـ ِؼ ٍْـ ُُ َوالَ ٌَ اعْـر َ َّ ْش# ـش ْ ص ْ ع َ ٌ فَـمُـذْ َسج ٌ ِإ َسادَج َ َـّـ ٌغ ت Nadhom
di
atas
merupakan
salah
satu
nadhom
yang
menyebutkan sifat wajib bagi Allah SWT. Sifat wajib bagi Allah SWT ialah sifat yang pasti dimiliki oleh Allah SWT yang ada 20, mustahil tidak dimiliki oleh-Nya. Adapun nilai pendidikan tauhid yang ada dalam kitab „Aqidatul Awam yang terdapat dalam pasal II menurut pemikiran Sayid Ahmad AlMarzuki yaitu: 1. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat wajib bagi Allah diantaranya: a) Sifat Wujud bagi Allah SWT. Allah SWT itu ada, tidak mungkin Allah SWT tidak ada. Dalil aqli yang membukti bahwa Allah SWT itu ada adalah penciptaan alam semesta beserta isinya. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam Q.S Ar-Ra‟du ayat 16:
لُ ًِ ه.... ُاَّلل ض لُ ًِ ه اَّللُ خَا ٌِ ُك ُو ًِّ ش ٍَْءٍ َو ُه َى ِ اوا لُ ًْ َِ ْٓ َسبُّ اٌ ه ْ خ َو ِ األس َ َّ غ اس ِ ْاٌ َى ُ ادذُ ْاٌمَ هه Artinya: katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi? Jawabnya: “Allah”...“Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha esa laig Maha Perkasa” (Q.S Ar-Ra‟du: 16) (Mahmud, 2005: 251).
Ayat di atas sudah jelas membuktikan bahwa Allah SWT itu ada, karena Allah SWT telah menciptakan alam semesta dan seisinya mulai dari ‟Arsy hingga bagian bumi yang paling bawah, semua itu merupakan perkara yang baru keberadaannya. Artinya, perkara yang ada (tercipta) setelah tidak ada. Dan setiap perkara yang baru pasti ada pencipta yang tetap wujudnya. Maka, alam jelas ada yang menciptakan. Keberadaan Sang Pencipta diperoleh dari dalil sifat keesaan dan dari ketetapan sifat wujud bagi Allah SWT. Dengan demikian, menjadai mustahil bila Allah SWT mempunyai sifat yang berlawanan dengan sifat wujud-Nya. Makna wujud menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki adalah sifat mengenai ketetapan yang mensifati (dengan wujud itu) untuk menunjukkan hakikat zat. Sedangkan makna wujud menurut Syaikh Muhammad alFudholi dalam kitab Kifāyah al-Awām adalah suatu keadaan yang harus dimiliki suatu zat , selama zat tersebut masih ada, dan keadaan seperti ini tidak bisa dibatasi suatu alasan (Achmad Sunarto, 2010: 28). Kedua makna diatas maksudnya adalah sama, hanya saja bahasa penyampainnya yang berbeda. b) Sifat Qidam bagi Allah SWT. Allah SWT adalah al-Awal, tidak ada permulaan bagi wujudNya, dan juga al-Akhir, artinya tidak ada akhir dari wujud-Nya.
Dalil aqli yang membuktikan bahwa Allah SWT bersifat qidam menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki adalah Seandainya Allah SWT hudust (ada awalnya) pasti Allah SWT membutuhkan yang menciptakan, dan itu mustahil bagi Allah SWT. Karena Allah SWT adalah zat yang Maha Awal dan yang Maha Akhir sebagaimana Firman Allah SWT:
ُه َى ْاأل َ هو ُي َو ْاِ ِخ ُش َو ه ٌُ ٍُِ ػ َ ًِّ اط ُٓ َۖو ُه َى ِت ُى ِ َاٌظاه ُِش َو ْاٌث َ ٍش ٍْء Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dzahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (AlHadid: 3) (Mahmud, 2005: 537) Dari pendapat diatas maksudnya adalah sama, bahwa Allah adalah zat Awal dan yang Akhir, tidak ada yang mengawali dan mengakhiri wujudnya Allah (Achmad Sunarto, 2010: 47). c) Sifat Baqa‟ bagi Allah SWT.
و َجة فٍ دمح ذؼا ٌٍ اٌثماء Sifat Baqā‟ wajib ada didalam zat Allah SWT, karena Allah SWT adalah zat yang kekal abadi. Allah SWT ada untuk selamalamanya, tidak mengalami kehancuran. Lawan dari sifat ini adalah sifat fana‟ (rusak) (Sayid Ahmad al-Marzuki: 9). Wajib bagi Allah SWT bersifat baqa‟, bukti bahwa Allah SWT bersifat baqa‟ adalah jika Allah SWT tidak memiliki sifat baqa‟ maka ada kemungkinan Allah SWT akan rusak. Dan adanya kemungkinan tersebut tidak akan pernah terjadi karena Allah SWT
adalah zat yang qadim dan kekal untuk selama-lamanya, sesuai bunyi firman Allah SWT:
َاإل ْو َش ِا ِ ْ َوََ ْثمَ ًَٰ َوجْ هُ َستِ َّه رُو ْاٌ َج َال ِي َو Artinya: Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan (ar-Rahman: 27) (Mahmud, 2005: 532). d) Sifat Mukholafatu lil hawaditsi bagi Allah SWT.
و َجة فٍ دمه ذؼا ًٌ اٌّخا ٌفح ٌٍذىاد ز Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat Mukhālafah lil Hawādits, lawan dari sifat ini adalah sifat mumatsalatu lil hawadits (Sayid Ahmad Al-Marzuki: 9). Wajib bagi Allah SWT memiliki sifat Mukhālafah lil Hawādits, karena Allah SWT berbeda dengan makhluk-Nya. Dijelaskan oleh Sayid ahmad Al-Marzuki Allah SWT itu tidak sama dengan makhluk baik itu manusia, jin, malaikat ataupun makhluk lainya. Dalam hal ini Allah SWT tidak mungkin mempunyai sifat yang dimiliki oleh semua makhluk seperti berjalan, duduk, atau mempunyai susunan anggota badan. Allah SWT terlepas dari susunan anggota tubuh seperti punya mulut, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya (Achmad Sunarto, 2012: 55). Dalil yang menunjukkan sifat mukhalafatul lil hawaditsinya Allah
SWT
adalah
Seandainya
Allah
SWT
Mumatsalah
(menyerupai makhluk) maka Allah SWT tidak ada bedanya dengan
makhluk,
dan
itu
mustahil.
Ditegaskan
dalam
al-Qur‟an
sebagaimana firman-Nya:
ُش َ ْظ و َِّثْ ٍِ ِه ش ٍْ ٌء ۖ َو ُه َى اٌ ه ُ ص ِ َغ ُِّ ُغ ْاٌث َ ٌَُ... Artinya: “ Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syura: 11) (Mahmud, 2005: 484). Jadi, sudah jelas Allah SWT itu berbeda dengan makhluknya karena tidak mungkin terjadi persamaan, antara Tuhan Sang Pencipta dengan makhluk yang diciptakan.
e) Sifat Qiyamuhu binafsihi bagi Allah SWT. Allah SWT berdiri dan berbuat dengan kekuatannya diriNya sendiri. Wujud Allah SWT ditentukan oleh diri-Nya sendiri, bukan oleh yang lain diluar diri-Nya. Dalil yang menunjukkan bahwa Allah SWT bersifat Qiyāmuhu Binafsihi:
ّ ِْ ا ه... َٓ ُْ ِّ ٍٍََ ػَ ِٓ اٌْؼ ُّ َِٕاَّللَ ٌَغ Artinya: “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (Al-Ankabut: 6) (Mahmud, 2005: 396). Allah SWT ada dan berdiri dengan kekuasaan dan kekuatannya sendiri, karena Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Kaya atas segala-galanya. f) Sifat Wahdaniyah bagi Allah SWT.
Makna Wahdāniyah menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki adalah bahwa Allah SWT tidak tersusun dari beberapa bagian, artinya bahwa Allah SWT itu satu. Adapun makna Wahdāniyah dalam sifat menurut pendapat Syaikh Muhammad al-Fudholi adalah tidak adanya banyak sifat, maksudnya Allah SWT tidak mempunyai banyak sebutan ataupun makna. (Achmad Sunarto, 2012: 64). Sedangkan makna Wahdāniyah dalam perbuatan adalah, bahwa tidak ada satupun perbuatan makhluk yang sama dengan perbuatan Allah SWT. Seperti; Allah SWT menciptakan makhluk, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain (Achmad Sunarto, 2010: 8). g) Sifat Qudroh bagi Allah SWT. Sifat qudroh ini merupakan aplikasi dari sifat wujud dan yang telah dahulu dan selalu menetap pada zat Allah SWT. Dengan sifat qudrat ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Adapun dalil qudrohnya Allah SWT adalah:
ّ ِْا ه ش ٍْءٍ لَ ِذَ ُْش َ ًِّ ٍٍ ُو َ َاَّلل َ ػ Artinya: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu” (AlBaqarah: 20) (Mahmud, 2005: 4) . Kekuasaan Allah SWT meliputi segala yang dilangit dan dibumi. Seluruh alam semesta beserta isinya diciptakan dengan
kekuasaan-Nya, maka mustahil jika Allah SWT mempunyai sifat „Ajzun ( lemah). h) Sifat Irodatun bagi Allah SWT. Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan atas kehendak-Nya. Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi. Dalil yang membuktikan sifat iradahnya Allah SWT adalah alam ini tercipta dengan jalan iradah dan ikhtiyarnya Allah SWT (Abdullah Zakiy, 1999: 31). Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ُ ا هِْ َست َهه فَؼه ًُ ٌِّا َ َ ُِش َْذ Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki” (Hud: 107 ) (Mahmud, 2005: 233) . i) Sifat „Ilmun bagi Allah SWT. Pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah ataupun yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana saja, di dalam gelap atau terang, lahir atau bathin. Mustahil Allah SWT tidak mengetahui, karena tidak mengetahui berarti bodoh. Kebodohan adalah sifat kekurangan, sedang Allah SWT Maha Suci dari sifat kekurangan.
untuk menciptakan alam ini Allah juga mengetahui apa yang ada dialam semesta ini. Allah SWT lah yang mengatur segala kejadian yang terjadi di alam ini dengan sifat iradah dan ilmunya Allah SWT. j) Sifat hayyatun bagi Allah SWT. Kehidupan Allah SWT itu kekal abadi, tidak ada waktu lahirnya dan tidak ada waktu matinya. Allah SWT hidup untuk selama-lamanya dengan tidak berkesudahan. k) Sifat Sama‟ bagi Allah SWT. Pendengaran Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang memiliki keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan memiliki sifat tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan tampak jelas oleh-Nya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad Sunarto, 2012:106). Dalilnya sifat Sama‟ adalah:
صُ ُْش َو ُه َى اٌ ه ِ َغ ِّ ُْ ُغ اٌْث Artinya: “Dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Asy-Syûrā: 11) (Mahmud, 2005: 42). l) Sifat Bashor bagi Allah SWT. Penglihatan Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang memiliki keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan memiliki sifat tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan tampak jelas oleh-
Nya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad Sunarto, 2012:106). Dalilnya sifat Bashar adalah:
صُ ُْش َو ُه َى اٌ ه ِ َغ ِّ ُْ ُغ اٌْث Artinya: “Dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Asy-Syûrā: 11) (Mahmud, 2005: 42). m) Sifat Kalam bagi Allah SWT. Berbicaranya Allah SWT berbeda dengan bicaranya makhluk, karena sesungguhnya bicaranya makhluk adalah sesuatu yang diciptakan pada diri makhluk dengan membutuhkan perantara, seperti mulut, lidah dan dua bibir. Sedangkan bicaranya Allah SWT adalah berupa firman atau kalāmullah. Adapun yang dimaksud dengan kalam Allah SWT menurut pendapat Syaikh Muhammad al-Fudhali bukanlah lafadz-lafadz syari‟fah (al-Qur‟an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw itu, karena al-Qur‟an tersebut baru saja di turunkan, sementara kalam yang ada pada Allah SWT itu qadim (sudah ada sejak dahulu kala) (Achmad Sunarto, 2012: 116). Sedangkan menurut pendapat Abdullah Zakiy (1999: 34) kalam adalah sifat Allah SWT yang qadim dan berdiri dengan zatnya sendiri yang dilakukan tidak menggunakan huruf dan tidak pula menggunakan suara. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kalam adalah sifat Allah SWT yang bukan berupa suara, huruf, atau
bukanlah lafadz-lafadz al-Qur‟an melainkan sifat Allah SWT yang ada karena zat-Nya sendiri sejak zaman dahulu kala (qadim). n) Sifat Qadiran bagi Allah SWT. Sifat Qadiran ini merupakan aplikasi dari sifat wujud dan yang telah dahulu dan selalu menetap pada zat Allah SWT. Dengan sifat qadiran ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Adapun dalil qadirannya Allah SWT adalah:
ّ ِْا ه ش ٍْءٍ لَ ِذَ ُْش َ ًِّ ٍٍ ُو َ َاَّلل َ ػ Artinya: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu” (Al-Baqarah: 20) (Mahmud, 2005: 4) . Kekuasaan Allah SWT meliputi segala yang dilangit dan dibumi. Seluruh alam semesta beserta isinya diciptakan dengan kekuasaan-Nya, maka mustahil jika Allah SWT mempunyai sifat „Ajzun (lemah). o) Sifat Muridan bagi Allah SWT. Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan atas kehendakNya. Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi. p) Sifat „Aliman bagi Allah SWT. Pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah ataupun yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana saja, di dalam gelap atau terang, lahir atau bathin. Mustahil Allah
SWT tidak mengetahui, karena tidak mengetahui berarti bodoh. Kebodohan adalah sifat kekurangan, sedang Allah SWT Maha Suci dari sifat kekurangan. q) Sifat Hayyan bagi Allah SWT. Kehidupan Allah SWT itu kekal abadi, tidak ada waktu lahirnya dan tidak ada waktu matinya. Allah SWT hidup untuk selama-lamanya dengan tidak berkesudahan. r) Sifat Sami‟an bagi Allah SWT. Pendengaran Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang memiliki keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan memiliki sifat tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan tampak jelas olehNya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad Sunarto, 2012:106). s) Sifat Bashiron bagi Allah SWT. Penglihatan Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang memiliki keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan memiliki sifat tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan tampak jelas olehNya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad Sunarto, 2012:106). t) Sifat Mutakaliman bagi Allah SWT. Berbicaranya
Allah
SWT
berbeda
dengan
bicaranya
makhluk, karena sesungguhnya bicaranya makhluk adalah sesuatu yang diciptakan pada diri makhluk dengan membutuhkan
perantara, seperti mulut, lidah dan dua bibir. Sedangkan bicaranya Allah SWT adalah berupa firman atau kalāmullah. 2. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat mustahil bagi Allah diantaranya: 1. Sifat „Adam mustahil bagi Allah SWT. 2. Sifat Huduts mustahil bagi Allah SWT. 3. Sifat Fana‟ mustahil bagi Allah SWT. 4. Sifat Mumatsalasu lil Hawaditsi mustahil bagi Allah SWT. 5. Sifat Ihtiyaju Li Ghairihi mustahil bagi Allah SWT. 6. Sifat Ta‟adud mustahil bagi Allah SWT. 7. Sifat Ajzun mustahil bagi Allah SWT. 8. Sifat Karahatun mustahil bagi Allah SWT. 9. Sifat Jahlun mustahil bagi Allah SWT. 10. Sifat Mautun mustahil bagi Allah SWT. 11. Sifat Sum‟un mustahil bagi Allah SWT. 12. Sifat „Umyun mustahil bagi Allah SWT. 13. Sifat Bukmun mustahil bagi Allah SWT. 14. Sifat „Ajizan mustahil bagi Allah SWT. 15. Sifat Karihan mustahil bagi Allah SWT. 16. Sifat Jahilan mustahil bagi Allah SWT. 17. Sifat Mayyitan mustahil bagi Allah SWT. 18. Sifat Ashoma mustahil bagi Allah SWT. 19. Sifat A‟ma mustahil bagi Allah SWT.
20. Sifat Abkama mustahil bagi Allah SWT. 3. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat jaiz bagi Allah yaitu: “ُ”فِ ْؼ ًُ ُو ًِّ ُِ ّْ ِى ٍٓ ا َ ْو ذ َْش ُوه. Sifat jaiz bagi Allah yang terkandung dalam nadhom :
ػذْ ٌِ ِه ذ َْـشنٌ ٌِـ ُىـ ًِّ ُِ ّْـ ِىـ ٍٓ َو ِف ْؼ ٍِ ِه َ َو َجـائـِ ٌض تِـفَـضْـ ٍِ ِه َو Adapun Sifat Jaiz Bagi Allah SWT adalah bahwa Allah berbuat apa yang dikehendaki, seperti dalam Al-Qur‟an disebutkan :
َاس َِاََشَا ُء ََ ْخٍُ ُك َو َست َُّه ُ َوََ ْخر “Dan Tuhanmu menjadikan dan memilih barang siapa apa yang dikehendaki-Nya.(Al-Qashash: 68)
Sifat Jaiz (kewenangan) bagi Allah SWT adalah sifat yang boleh ada pada Allah SWT. Hanya ada satu sifat yaitu:
(فِ ْؼ ًُ ُو ًِّ ُِ ّْ ِى ٍٓ ا َ ْو ذ َْش ُوهmenciptakan setiap yang mungkin wujudnya atau tidak menciptakanya). Yang disebut “mungkin” ialah sesuatu yang bisa wujud dan bisa pula tidak wujud, sekalipun itu berupa perkara yang jelek seperti; kufur atau maksiat, menciptakan makhluk, memberi rezeki, dan lain sebagainya. Harus kita ingat bahwa Allah SWT itu sempurna kekuasaannya, sempurna ilmunya dan sesuatu yang jaiz itu tentu boleh ada dan boleh tidak ada. Maka Allah SWT pun Maha Kuasa untuk mengadakan dan meniadakan. Jadi Allah SWT boleh berbuat sesuatu, boleh juga tidak berbuat sesuatu. Berbuat atau tidak berbuat, menjadi wewenang sepenuhnya
bagi Allah SWT. Dia bebas dan merdeka untuk menentukannya sendiri apa yang ingin diperbuat-Nya. Demikianlah penjelasan dari pasal II yaitu: 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan 1 sifat jaiz bagi Allah SWT yang wajib kita yakini dan kita ketahui secara terperinci. Kemudian wajib pula bagi kita meyakini bahwa Allah SWT bersih dari segala sifat kekurangan, karena Allah SWT mempunyai sifat sempurna yang tiada terhingga apabila dipandang dari segi bilangan. Dalam pasal III terdapat pembahasan sifat wajib bagi Rasul, mustahil dan Jaiz Rasul. Sifat wajib bagi Rasul terkandung dalam nadzom:
َ عـ ًَ أ َ ْٔـ ِثَُا رَ ِوٌ فَـ ق َواٌـرهـ ْث ٍِـُ ِْغ َواْأل َ َِأَ ْه ّ ِ ِطـأَـ ْه ت َ أ َ ْس ِ ْاٌصـذ ض ِ ُص َو َخ ِف ٍ ض تِغَـُ ِْـش َٔ ْم ِ ـش ِ ـش َ ْٓ ِِ ُْ َو َجـا ِئ ٌض فٍِ َد ِمّـ ِه َ َّ ٌْف ْا َ ػ غـائِ ِش ْ ضٍُىا ْاٌـ َّـالَئِ َى ْه ِػ َ اجـثَـحٌ َوفَـا َ صـ َّـر ُ ُه ُْ َو ِ ْاٌ َّالَئِـ َى ْه َو Sifat wajib bagi Rasul adalah sifat yang harus dimiliki oleh utusan Allah SWT (Rasul). Sedangkan sifat mustahil bagi Rasul adalah sifat yang mustahil dan tidak mungkin dimiliki oleh para Nabi dan Rasul, karena mereka semua maksum (terjaga dari dosa). Telah diyakini bahwa para rasul yang diutus Allah, mereka adalah laki laki merdeka yang telah dipilih dengan sempurna dan dilengkapi dengan keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk biasa. Begitu pula telah diberikan kepada mereka sifat-
sifat kesempurnaan dengan tujuan untuk menguatkan risalah yang dibawa. Adapun nilai pendidikan tauhid yang ada dalam kitab „Aqidatul Awam yang terdapat dalam pasal III menurut pemikiran Sayid Ahmad Al-Marzuki yaitu: 1. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat wajib bagi Rasul diantaranya: a. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Shiddiq (jujur). Setiap Rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa apa yang telah disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai dengan apa yang telah diterima dari Allah tidak boleh dilebihkan atau dikurangkan. Dalam arti lain apa yang disampaikan kepada manusia pasti benar adanya, karena memang bersumber dari Allah. Kita sebagai manusia harus percaya dan yakin bahwa semua yang datang dari Rasul baik perkataan atau perbuatan adalah benar. Mustahil Rasul memiliki sifat Kidzib (dusta), karena Rasul dalam menyampaikan ajaran-Nya selalu jujur. b. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Amanah (dapat dipercaya). Amanah berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Para Rasul akan terjaga secara dhahir atau bathin dari melakukan perbuatan yang
dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika. Mustahil Rasul memiliki sifat Khianat, karena sikap dan perilakunya tidak pernah melanggar larangan dan aturan-aturan Allah serta tidak menyimpang dari ajaran-Nya. c. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Tabligh (menyampaikan). Rasul memiliki sifat tabligh, yakni menyampaikan apa yang semestinya disampaikan. Wahyu yang diterima seluruhnya disampaikan kepada umatnya dan tidak ada satupun yang disembunyikan. Sehingga Nabi dan Rasul sangat mustahil memiliki sifat kitman atau menyembunyikan. d. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Fathanah (cerdas). Rasul dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan dan strategi khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya hukum hukum Allah dan risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh manusia. Karena itu, seorang Rasul wajib memiliki sifat cerdas, dan mustahil Rasul memiliki sifat Baladah (bodoh). Maka diharuskan bagi kita untuk meyakinkan bahwa para rasul itu adalah manusia yang paling sempurna dalam penampilan, akal, kekuatan berfikir, kecerdasan dan pembawaan wahyu yang diutus pada zamannya. Kalau saja para rasul itu tidak sesuai dengas sifat sifatnya maka mustahil manusia akan menerima dan mengakuinya.
2. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat mustahil bagi Rasul diantaranya: a. Seorang Rasul mustahil mempunyai sifat kidzib (dusta). b. Seorang
Rasul
mustahil
mempunyai
sifat
Khiyanah
(bohong/melanggar). c. Seorang
Rasul
mustahil
mempunyai
sifat
Kitman
(menyembunyikan). d. Seorang Rasul mustahil mempunyai sifat Baladah (bodoh). Dalam pasal IV terdapat pembahasan nama Malaikat dan nama Nabi yang terkandung dalam nadzom:
ْ َة فَـادْـف ة ِ اج ِ اج ِ ًُ ُْ َو ْاٌـ ُّغْـر َِذ ِ ظ ٌِ َخ ّْ ِغَُْٓ ِت ُذ ْى ٍُ َو ِ ضذُّ ُوـ ًِّ َو ُْ َِٕغ ٍح َو ِػ ْش ِشَْـَٓ ٌَ ِض َْ ُوـ هً ُِـىَـٍهـفٍ فَ َذ ِ ّم ْك َوا ْغـر ِ ذ َـ ْف َ ّْ صُْـ ًُ َخ ْظ ْ َِ ٌُٔ ْى ٌح ُه ْـىد ُ َصاٌِـخْ َو ِإت َْشاهِـُْـ ُُ ُوـ ًٌّ ُِـرهثَ ْغ ُه ُْ آدَ َُ اِدْ ِس َ ـغ ٌ ٌُ ْى ٌ ط َواِعْـ َّا ِػ ُْ ًُ اِ ْع َذ ب ادْ رَزَي ُ ف َوأََـُّ ْى ُ اق وَـزَا ََ ْؼـمُ ْى ُ ب َ ُْى ٌ ع ُ ُ ٍَُع ّْْا ُ َُشؼ ُ ُـغ دَ ُاود ْ غ ْغ رُو ْاٌ ِىـ ْف ًِ اذهـ َث ُ ْة ه َ َُ عً َو ْاٌـ َ َاس ْو ُْ َو ُِ ْى َ غـً َو ْ َطـهَ خَا ِذ ٌُ د ـاط ْ َُٔ ُْى ُ َُ ع غَـُها ْإٌـ َ ُْ ظ صَ و َِشَـها ََذْ ًَُ ِػـ ُصـالج ِ غـال َُ وآ ٌِ ِهـ ُْ ِـَـا دَا َِـ واٌ ه ػٍَـُْـ ِهـ ُُ اٌ ه َ َُ د اْألََـهـا ُب َوالَ ٔ َْى ََ ٌَ ُه ٍ َ َو ْاٌـ َّـٍَهُ اٌهـزٌِ ِتالَ أ َ ب َوأ ُ َْ الَ أ َ ْوـ ًَ الَ شـ ُ ْش ًُُْْـشافِ ُْ ًُ ِػ ْض َسائِـ ِ ذ َ ْف َ ًُ ُْ ـصـ َ ػ ْش ٍش ِِ ْٕ ُه ُُ ِجث ِْشَْـ ًُ ِِـُْـىَـا ُي اِع ُ ْة َٔـ ِىـُ ٌْش ُِـ ْٕـى َْش َِا ٌِهٌ َو ِسض َْى ػـرِـُْذ ٌ َُِو َوزَا َو َسل َ اْ ا ْدرـَزَي
Adapun nilai pendidikan tauhid yang ada dalam kitab Aqidatul Awam yang terdapat dalam pasal IV menurut pemikiran Sayid Ahmad Al-Marzuki yaitu: 1. Pendidikan tentang kewajiban seorang mukallaf untuk mengetahui nama-nama malaikat, diantaranya: a) Jibril, tugasnya menyampaikan wahyu. b) Mikail, tugasnya membagi rezeki. c) Israfil, tugasnya meniup sangkakala. d) Izrail, tugasnya mencabut nyawa. e) Munkar, tugasnya menanyai didalam kubur. f) Nakir, tugasnya menanyai didalam kubur. g) Raqib, tugasnya mencatat amal baik manusia. h) „Atid, tugasnya mencatat amal buruk manusia. i) Malik, tugasnya menjaga pintu neraka. j) Ridwan, tugasnya menjaga pintu surga. Malaikat adalah makhluk yang memiliki kekuatan- kekuatan yang patuh pada ketentuan dan perintah Allah, Malaikat diciptakan oleh Allah terbuat dari cahaya. 2. Pendidikan tentang kewajiban seorang mukallaf untuk mengetahui nama-nama dua puluh lima Nabi, diantaranya: 1)
Nabi Adam a.s
2)
Nabi Idris a.s
3)
Nabi Nuh a.s
4)
Nabi Hud a.s
5)
Nabi Shaleh a.s
6)
Nabi Ibrahim a.s
7)
Nabi Luth a.s
8)
Nabi Isma‟il a.s
9)
Nabi Ishaq a.s
10) Nabi Ya‟kub a.s 11) Nabi Yusuf a.s 12) Nabi Ayyub a.s 13) Nabi Syu‟aib a.s 14) Nabi Musa a.s 15) Nabi Harun a.s 16) Nabi Dzulkifli a.s 17) Nabi Daud a.s 18) Nabi Sulaiman a.s 19) Nabi Ilyas a.s 20) Nabi Ilyasa‟ a.s 21) Nabi Yunus a.s 22) Nabi Zakariya a.s 23) Nabi Yahya a.s 24) Nabi Isa a.s 25) Nabi Muhammad SAW
BAB IV ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB ‘AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD AL-MARZUKI A.
Nilai Tauhid dalam kitab ‘Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al –Marzuki Nabi Muhammad merupakan uswatun hasanah terbaik di dunia ini, beliau adalah sebaik-baik umat, sumber pendidik sepanjang zaman. Beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir yang tidak ada keraguan perihal keimanannya. Tetapi,
beliau tetap berusaha menambah keimanan setiap hari, walaupun kehidupan akhirat beliau telah dijamin masuk surga. Banyak para sahabat sampai ulama‟ yang mengikuti jejak beliau baik dalam hal keilmuan maupun ketauhidannya. Termasuk yang berusaha mengikuti jejak beliau adalah Sayid Ahmad Al-Marzuki. Seorang ulama‟ terkemuka asal Betawi. Kita sebagai umat Beliau tentu dengan semaksimal mungkin meniru perilaku beliau dalam hal keilmuan dan tauhid. Manusia diberi keutamaan lebih daripada makhluk lain. Manusia dilantik menjadi khalifah di bumi untuk memakmurkannya. Untuk itu dibebankan kepada manusia untuk memiliki sifat amanah. Diberikan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta memelihara nilai-nilai keutamaan. Keutamaan yang diberikan bukan karena bangsanya, bukan juga karena warna, harta, derajat, jenis profesi dan kasta sosialnya. Tetapi semata-mata karena iman, taqwa, amalnya dalam beribadah, serta memantapkan hati dalam dirinya (Al-Syaibani, 1983: 107). Nilai tauhid harus disampaikan kepada anak sejak usia dini melalui pendidikan, baik di keluarga, masyarakat, maupun sekolah pendidikan merupakan hal pokok yang harus diasuransi oleh setiap manusia, karena menganut pada alasan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan lemah fisik maupun psikis, tetapi walaupun dalam keadaan demikian, ia telah memiliki kemampuan bawaan. Dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki menjelaskan perihal nilai tauhid. Adapun nilai tauhid diantaranya: 1) Nilai Ilahiyah
Dalam bahasa Al-Qur‟an, dimensi hidup Ketuhanan ini juga disebut jiwa rabbaniyah atau ribbiyah. Dan jika dirinci apa saja wujud nyata atau substansi jiwa ketuhanan itu, maka kita dapatkan nilai-nilai tauhid pribadi yang penting dan harus ditanamkan pada setiap individu Muslim. Diantara nilai-nilai yang mendasar adalah: a. Iman Sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah. Jadi, tidak cukup hanya percaya adanya Allah, melainkan harus mengingat menjadi sikap mempercayai kepada Adanya Allah dan menaruh kepercayaan kepada-Nya. Aspek dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah Yang Maha Sempurna, Maha Kuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Keyakinan demikian membawa seseorang kepada kepercayaan akan adanya Malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, Nabi-nabi/Rasul-rasul, takdir kehidupan sesudah mati, dan melahirkan kesadaran akan kewajibannya kepada Khalik (Pencipta). Sebab semua yang disebut ini merupakan konsekuensi adanya Allah Swt. Iman ialah membenarkan secara sungguh-sungguh segala sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa oleh Nabi dari sisi Allah SWT juga dikatakan sebagai at-tasdiq bil-qalbi (membenarkan dengan hati), al-iqrar bil-lisan (pengakuan dengan ucapan), dan al„amal bil-arkan (mengamalkan dengan anggota tubuh). Rukun iman
ada enam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir serta takdir baik dan buruk yang datang dari Allah. 1. Iman kepada Allah. Menurut Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, yang dimaksud iman kepada Allah ialah “membenarkan adanya Allah SWT dengan cara menyakini dan mengetahui bahwa Allah wajib ada-Nya karena zatnya sendiri (Wajib Al-Wujud li Dzatihi), Tunggal dan Esa, Yang Maha Kuasa, Yang hidup dan Berdiri Sendiri, Yang Qadim dan Azali untuk selamanya. Keimanan sesorang kepada Allah ini sangat berpengaruh terhadap hidup dan kehidupannya, antara lain: a. Ketakwaannya akan selalu meningkat. b. Kekuatan batin, ketabahan, keberanian, dan harga dirinya akan timbul karena ia hanya mengabdi kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya, tidak kepada yang lain. c. Rasa aman, damai dan tentram akan bersemi dalam jiwanya karena ia telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. 2. Iman kepada Malaikat Rukun iman kedua ialah beriman kepada Malaikat. Kata Malaikat adalah kata jamak dari kata malak yang berasal dari kata alukah ( )اٌىڪحyang berarti risalah. Dalam al-Qur‟an banyak ayat yang mewajibkan setiap mukmin untuk beriman kepada adanya
Malaikat. Jika seseorang beriman kepada para Malaikat, maka yang dimaksudkan antara lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat pada Malaikat, seperti sifat jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang diperintahkan Allah. Percaya kepada Malaikat juga dimaksudkan agar manusia juga diperhatikan dan diawasi oleh para Malaikat sehingga ia tidak berani melanggar larangan Allah. Keimaman kepada Malaikat membawa pengaruh positif bagi seseorang, antara lain ia akan selalu berhati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan sebab Malaikat selalu di dekat-Nya, merekam apa yang ia katakan dan ia perbuat itu. Yuhanar Ilyas menjelaskan dalam bukunya kuliah aqidah Islam memaparkan dengan beriman kepada Malaikat seseorang akan: a. Lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah Swt yang menciptakan dan menugaskan para Malaikat tersebut. b. Lebih bersyukur kepada Allah atas perhatian dan perlindunganNya terhadap hamba-hamba-Nya dengan menugaskan para Malaikat untuk menjaga, membantu dan mendoakan hambahambanya. c. Berusaha berhubungan dengan para Malaikat dengan jalan mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan meningkatkan ibadah kepada Allah Swt, sehingga seseorang akan sangat beruntung
bila termasuk golongan yang didoakan oleh para Malaikat, sebab do‟a Malaikat tidak pernah ditolak oleh Tuhan. d. Berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala kemaksiatan serta ingat senantiasa kepada Allah, sebab para Malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia. 3. Iman kepada para Rasul Yang dimaksud kepada iman kepada Rasul-rasul Allah adalah meyakini bahwa Allah SWT mengutus Rasul-rasul kepada manusia
untuk
memberi
petunjuk
kepada
mereka
dan
menyempunakan kehidupan mereka di dunia dan di akhirat. Para rasul adalah manusia pilihan Allah yang mempunyai sifat jujur, terbebas dari cacat dan kurang, terlindungi (ma‟shum) dari dosadosa besar maupun kecil.
4. Iman kepada Hari Akhir Yang dimaksud dengan hari akhir adalah kehidupan yang kekal sesudah kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk semua proses dan peristiwa yang terjadi pada Hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta dan seluruh isinya serta berakhirnya seluruh kehidupan (Qiyamah).
Keimanan kepada hari kiamat memberikan pengaruh positif bagi kehidupan manusia: a. Ia akan senantiasa menjaga dan memelihara diri dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat serta akan selalu taat dan bakti kepada Allah karena segala amal, baik atau buruk akan ada balasannya di hari akhirat. b. Ia akan sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan hidup karena ia yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti. c. Ia memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai dalam setiap gerak dan tindakan yang dilakukannya, yaitu kebajikan yang dapat
membawanya
yang
dapat
membawanya
kepada
kebahagiaan hidup di akhirat. 5. Iman kepada Takdir Yang dimaksud dengan iman kepada takdir ialah meyakini bahwa Allah
telah menentukan kebaikan dan keburukan sejak
azali, sebelum manusia diciptakan. Karena itu, tidak ada suatupun yang baik dan buruk yang bermanfaat dan yang mudharat, yang diluar ketentuan Allah dan penetapan Allah (qadha‟ dan qadarNya), dari kehendak dan kemauan-Nya. Orang yang percaya pada qadha dan qadhar Allah itu senantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Allah dan rela menerima segala keputusan-Nya. Yang dapat bertahan dalam
menerima keputusan-keputusan Allah seperti itu hanyalah orangorang yang telah mempunyai sifat ridha artinya rela menerima dengan apa yang telah ditentukan dan ditakdirkan Tuhannya. Orang-orang yang telah memiliki sifat ridha itu tidak akan mudah bimbang atau kecewa atas pengorbanan yang dialaminya, tidak merasa menyesal dalam hidup kekurangan karena mereka kuat berpegang kepada aqidah Iman kepada qadha dan qadar yang semuanya datang dari Allah. b. Islam Sebagai kelanjutan iman, maka sikap pasrah kepada-Nya, dengan meyakini bahwa apapun yang datang dari Allah tentu mengandung hikmah kebaikan yang tidak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh kita yang dhaif. c. Ihsan Kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimanapun kita berada. Berkaitan dengan ini, karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhaiNya. d. Taqwa
Sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhaiNya. Taqwa dengan melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang-Nya, baik secara lahiriah maupun batiniah dengan cara mensyiarkan agama Allah SWT dan mencintaiNya dengan penuh keikhlasan (Sultoni, 2007: 153). Dengan perilaku taqwa harus ditanamkan dalam jiwa seseorang, agar ilmu yang diperoleh dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain dengan tidak melupakan Allah sebagai sumber seluruh ilmu pengetahuan. Seorang berilmu yang tertanam taqwa dalam dirinya akan merasa takut untuk melakukan laranganlarangan Allah serta senantiasa melaksanakan apa yang telah diperintah-Nya. Dalam Al-Qur‟an dijelaskan:
عذَِذًا ََا أََُّ َها اٌهزََِٓ آ َُِٕىا اذهمُىا ه (70) اَّللَ َولُىٌُىا لَ ْى ًال َ َ ُِط ِغ ه (71) ْٓ َِ صٍِخْ ٌَ ُى ُْ أ َ ْػ َّاٌَ ُى ُْ َوََ ْغ ِف ْش ٌَ ُى ُْ رُُٔىتَ ُى ُْ ۗ َو ْ َُ ػ ِظُ ًّا ُ اَّللَ َو َس َ عىٌَهُ فَمَذْ فَاصَ فَ ْى ًصا Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. e. Ikhlas
Sikap murni dalam tingkah laku atau perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridho Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin, tertutup maupun terbuka. f. Tawakal Sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa Allah akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu kemestian. g. Syukur Sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang jumlahnya, yang dianugrahkan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya sikap optimis kepada Allah, karena itu sikap bersyukur kepada Allah adalah sesungguhnya sikap bersyukur kepada diri sendiri. Dan perilaku ini harus ada dalam diri seorang pelajar. Karena setiap nafas yang kita hirup merupakan kuasa-Nya. h. Sabar Tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin. Menahan hawa nafsu agar tetap berada pada batas-batas yang telah ditentukan oleh agama. Sabar merupakan salah satu sifat keutamaan yang sangat dibutuhkan oleh seorang Muslim, baik dalam kehidupan dunianya maupun dalam kehidupan agamanya. Antara sabar
dan syukur ada keterkaitan, seperti keterkaitan yang ada antara nikmat dan cobaan dimana manusia tidak bisa terlepas dari keduanya. Karena syukur dengan amal perbuatan menurut adanya kesabaran dalam beramal. Oleh karena itu, sabar adalah separuh iman, sebab tidak satupun maqam iman kecuali disertai kesabaran (Hawa,2004: 370). Bahkan Allah akan memberikan derajat yang tinggi dan kebaikan, dan menjadikannya sebagai buah dari kesabaran. firman-Nya:
۟ ُٔغ ِٓ َِا وَا ٦٩﴿ َْىا ََ ْؼ ٍَُّى َ صثَ ُش ٓو ۟ا أَج َْش ُهُ تِأ َ ْد َ َََِٓجْضََ هٓ ٱٌهز ِ ٌََٕو Artinya: “Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada
orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S An-Nahl: 90) 2) Nilai Insaniyah Selain nilai Ilahiyah, niai Insaniyah juga termasuk dalam ilmu tauhid yang perlu diajarkan kepada setiap individu Muslim. Dengan nilai Insaniyah kita dapat mengetahui secara akal sehat dengan mengikuti hati nurani kita. Adapun diantara nilai-nilai yang termasuk dalam Insaniyah adalah: a. Silaturrahim: Pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, tetangga, kerabat dan lain-lain. Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahim, rahmah) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar Allah cinta kepadanya.
b. Al-Ukhuwah: Semangat persaudaraan, lebih-lebih kepada sesama orang yang beriman (biasa disebut Ukhuwah Islamiyah). c. Al-Muasawah: Pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan atau kesukuannya, adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendahnya manusi hanya dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaannya. d. Al-„Adalah: Wawasan yang seimbang dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang dan seterusnya. Al-Qur‟an menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah untuk menjadi golongan tengah agar dapat menjadi saksi untuk sekalian unat manusia, sebagai kekuatan menengah. e. At- Tawadhu‟:
rendah hati, sebuah sikap yang tumbuh karena
keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah. f. Amanah: dapat dipercaya, sebagai salah satu konsekuensi Iman adalah penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur. B.
Signifikansi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan sehari – hari Manusia harus mempunyai pendidikan tauhid dalam sehari-hari, karena dengan pendidikan tauhid itu sebagai pedoman pokok dasar pendidikan Islam. Pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari juga membuat masyarakat mampu memiliki keimanan berdasarkan kepada pengetahuan yang benar, sehingga anak tidak hanya mengikuti saja atau “taklid buta”. Dengan mengajarkan ketauhidan
yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, maka ketauhidan yang terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepada argumen-argumen
dan
bukti-bukti
yang
benar,
serta
dapat
dipertanggungjawabkan. Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku seorang muslim (Hunainin, 1983:57). Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang anak akan melahirkan perilaku yang positif baik ketika sendirian maupun ada orang lain, karena ada atau tidak ada yang melihat, anak yang memiliki ketuhidan yang benar akan merasakan bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga amal dan perilaku positif yang dilakukan benar-benar karena mencari ridho Allah SWT. Tauhid mempunyai arti penting dalam kehidupan umat muslim. Diantara arti penting sosial tauhid dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1. Membebaskan manusia dari perbudakan mental dan penyembahan kepada semua makhluk. Sampai sekarang masih banyak manusia, termasuk umat muslim yang cenderung mengikuti tradisi dan keyakinan nenek moyangnya. Tidak hanya itu, mereka juga banyak yang menyerah dan tunduk begitu saja kepada para pemimpin mereka, tanpa daya pikir kritis serta keberanian untuk mengkritik. Padahal Al- Qur‟an telah mengingatkan bahwa orang- orang yang tidak
bersikap kritis terhadap para pemimpin mereka akan kecewa dan mengeluh di hari akhir. Firman Allah SWT SWT :
َ َ اَّللَ َوأ َ َ اس ََمُىٌُىَْ ََا ٌَ ُْرََٕا أ َ ع ط ْؼَٕا ه ٣٣:٩٩[ ىال ُ ََ ْى ََ ذُمٍَه ُ اٌش ط ْؼَٕا ه ِ ة ُو ُجى ُه ُه ُْ فٍِ إٌه َ َ َولَاٌُىا َستهَٕا ِإٔها أ َ غ ِث ٣٣:٩٣[ ُال ضٍُّىَٔا اٌ ه َ َ عادَذََٕا َو ُوثَ َشا َءَٔا فَأ َ ط ْؼَٕا “Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”.( QS. Al- Ahzaab : 66-67). 2. Mengajarkan emansipasi manusia dari nilai-nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila kekuasaan, dan kesenangan- kesenangan sensual belaka. Suatu kehidupan yang didedikasikan pada kelezatan sensual, kekuasaan, dan penumpukan kekayaan dapat mengeruhkan akal sehat dan mendistorsi pikiran jernih. Sebenarnya telah dengan tajam Al- Qur‟an menyindir orang-orang seperti ini.
3. Sebagai frame of thought dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maksudnya ialah bahwa tauhid menjadi kerangka pemikiran dalam menemukan hakikat kebenaran mengenai segala yang ada di alam semesta ini pada seginya yang abstrak, potensial, maupun yang konkret. Namun kenyataannya umat muslim sekarang berada dalam suatu ironi (keterbalikan) dimana kemiskinan, kelaparan dan kebodohan belum juga teratasi, jarak antara si kaya dengan si miskin semakin tajam, keadilan dan kejujuran semakin
langka, seta kebenaran semakin mudah direkayasa di tengah–tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tujuan ilmu pengetahuan dan teknologi justru demi upaya pembebasan dan memudahkan manusia (umat muslim khususnya) dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah hidup mereka. 4. Menjadikan Islam tumbuh sebagai kekuatan peradaban dunia. Apabila tauhid direlasikan dengan ilmu pengetahuan maka dapat menjadikan islam tumbuh sebagai kekuatan peradaban dunia dan mampu menjembatani wilayah-wilayah peradaban lokal menjadi peradaban mondial karena tauhid merupakan paradigma dari metode ilmiah dalam seluruh wilayah ilmu pengetahuan umat islam. Sebagai bukti banyak ilmuan kelas dunia yang lahir dari dunia islam dan karya- karyanya telah menjadi bidan bagi kelahiran ilmu pengetahuan dan peradaban barat modern. 5. Sebagai pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup seluruh umat manusia, ketika seluruh ajaran-ajarannya dilaksanakan secara konsisten. Dengan menjadikan tauhid sebagai pegangan dalam hidup, serta merealisasikan perintah yang ada, maka akan terwujud suatu kebahagiaan serta kedamaian hidup yang tak terhingga. Karena telah di tanjapkan dalam hati bahwa tidak ada yang memiliki kekuatan maupun kekuasaan selain Allah (Husaini, 1999: 165). 6. Mengajarkan kepada umat islam supaya menjadikan Allah SWT sebagai pusat kesadaran intelektual mereka.
Dengan kata lain, bahwa semua aktivitas yang dilakukan maupun kejadian yang terjadi merupakan atas kehendak Allah SWT, semua itu telah diatur dengan sempurna oleh-Nya. Karena Dia lah pemilik seluruh isi alam ini. Dia mengetahui segala hal yang ghoib (abstrak) maupun yang dzohir, yang tersembunyi maupun yang tampak, Dia lah Tuhan yang patut untuk disembah dan tiada Tuhan selain Dia. 7. Agar manusia memperoleh kepuasan batin, keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicita- citakan. Dengan tertanamnya tauhid dalam jiwa manusia maka manusia akan mampu mengikuti petunjuk Allah yang tidak mungkin salah sehingga tujuan mencari kebahagiaan bisa tercapai. 8. Agar manusia terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah yang menyesatkan (musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata. Akhirnya, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting dan harus segera dilakukan oleh para masyarakat, karena fungsinya yang sangat besar dalam membentuk pribadi muslim yang benar, dan bertakwa kepada Allah SWT, yang dihiasai dengan akhlak dan perilaku positif, sehingga masyarakat serta anak-anak yang bertauhid juga akan melakukan hal-hal yang positif. Hal-hal yang dapat bermanfaat baik untuk dirinya, keluarganya, masyarakatnya, agamanya, bahkan dunia. Aktivitas yang timbul dari anak yang bertauhid hanyalah mencari ridho Allah SWT, bukan mencari sesuatu yang bersifat duniawi.
Dengan demikian, arti penting dari pendidikan tauhid adalah tertanamnya aqidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat, sehingga nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan tauhid pada hakikatnya adalah untuk membentuk manusia tauhid. Manusia tauhid diartikan sebgai manusia yang memiliki jiwa tauhid yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui perilaku yang sesuai dengan realitas kemanusianya dan realitas alam semesta, atau manusia yang dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah.
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam. Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab di atas adalah tematik, yang penulisannya dari satu pasal ke pasal yang lain berdasarkan jumlah aqoid nadham, yang jumlah nadhamnya terdapat 57 nadham, yang terdapat empat pasal pembahasan. 2. Apa nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam. Dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki menjelaskan perihal nilai tauhid. Adapun nilai tauhid diantaranya: 1) Nilai Ilahiyah: Iman yang di dalamnya terkandung beberapa keimanan: keimanan dimana keimanan sendiri terdiri dari keimanan kepada Allah, kepada Malaikat, kepada kitab-kitab, kepada Rasul, kepada hari Akhir serta keimanan kepada qadha dan qadar. Islam, Ihsan, taqwa, ikhlas, tawakal, syukur, sabar. 2) Nilai Insaniyah: Silaturrahim, Al-Ukhuwah, AlMuasawah, Al-„Adalah, At- Tawadhu‟ dan Amanah. 3. Bagaimana signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting dan harus segera dilakukan oleh para masyarakat, Sebagai pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup seluruh umat manusia, ketika seluruh ajaran-ajarannya dilaksanakan secara konsisten,
Agar manusia terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah yang menyesatkan (musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata. karena fungsinya yang sangat besar dalam membentuk pribadi muslim yang benar, dan bertakwa kepada Allah SWT, yang dihiasai dengan akhlak dan perilaku positif, sehingga masyarakat serta anak-anak yang bertauhid juga akan melakukan hal-hal yang positif. Pentingnya nilai tauhid sebagai bekal kehidupan pada zaman sekarang, baik kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Selain itu nilai tauhid juga sangat mempengaruhi terhadap perilaku keagamaan seseorang. Semakin dangkal aqidah seseorang, maka semakin rendah pula kadar perilaku keagamaannya. B. Saran 1. Untuk Lembaga Pendidikan Islam Pengajaran dan penanaman nilai pendidikan tauhid baik yang bersumber dari al-Qur‟an, as-Sunah maupun empiris harus terus dilakukan, dimana krisis aqidah dan moral yang sedang melanda negeri ini. Oleh karena itu, hendaknya para ulama dan para pendidik selalu memberikan pembelajaran tauhid kepada anak didiknya mulai sejak dini. Sehingga ketika nanti anak didik itu sudah dewasa dan sudah dikenai kewajiban untuk mengetahui sifat-sifat Allah SWT, mereka tidak akan merasa asing dengan ilmu tersebut. 2. Untuk Masyarakat Pada dasarnya pendidikan tauhid mengenai perintah untuk beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta larangan untuk
menyekutukan Allah SWT telah nyata dijelaskan oleh al-Qur‟an dan as-Sunah. Oleh karena itu penulis menyarankan agar penggalian dan penanaman ajaran tauhid tersebut terus dilakukan/disosialisasikan kepada masyarakat sebagai salah satu langkah perbaikan aqidah dalam jiwa manusia untuk menjalani kehidupan di dunia ini yang semata-mata untuk beribadah dan menggapai ridho Allah SWT, agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. C. Kata Penutup Sebagai
kata
terakhir,
penyusun
menegucapkan
syukur
alhamdulillah, skripsi ini dapat terselesaikan. Namun penyusun menyadari akan segala kekurangan dan kesalahan yang masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan minimnya pengalaman penyusun. Akhirnya, harapan penyusun atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada dalam penyusunan skripsi ini, penyusun mohon maaf dan menerima saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak demi perbaikan selanjutnya. Demikianlah kata penutup dari penyusun, dengan harapan semoga skripsi yang sangat sederhana ini dapat memberikan motivasi penyusun untuk melangkah lebih maju dan bermanfaat bagi penyusun serta pembaca pada umumnya. Amiin
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. 1989. Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang. Abu Zahra, Muhammad. 1969. Al „Aqidah Al-Islamiyyah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Al-Fauzan, Shalih Fauzan. 2014. Kitab Tauhid Jilid I Cetakan XXIII. Jakarta: Darul Haq. Al-Fudholi, Muhammad. 2012. Terjemah Kifayatul Awam Pembahasan Ajaran Tauhid Ahlus Sunnah. Surabaya: Mutiara Ilmu. Al-Kaaf, Abdullah Zakiy. 1999. Memperkokoh Aqidah Islamiyyah. Bandung: CV Pustaka Setia. Al-Khazin. 2009. Pengertian Strategi, Model, Pendekatan, Metode dan Teknik Pembelajaran. Bandung: Rineka Cipta Al-Marzuki, Ahmad. 1958. Kitab „Aqidatul Awam. Rembang: Menara Kudus. Assegaf, Rahman. 2005. Pendidikan Islam Integratif. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Asmuni, Yusran. 1993. Ilmu Tauhid. Jakarta: Grafindo Persada. Asy‟arie, Musa. 1999. Dimensi Tauhid dalam Perspektif Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Departemen Agama. 2005. Al-Qur‟an dan Terjemah. Bandung: CV Penerbit Jumanatul „Ali-Art (J. Art). Daradjat dkk, Zakiyah. 1996. Ilmu Pendidikan islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta. Andi Offset. Hasan, Hanafi. 1980. Minal „Aqidah ila al-Tsaurah. Mesir: Maktabah Madpoli Jilid I.
Hasbi, Ash Shiddieqy. 1990. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Jakarta: PT Bulan Bintang. Hunainin. 1983. Pendidikan Keimanan Bagi Anak menurut Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan. Surabaya: PT Bina Ilmu Ibnu Rusn, Abidin. 1998. Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Maslikhah. 2009. Ensiklopedi pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga. Mahmud, Junus. 1990. Tarjamah Al-Qur‟an Al Karim. Bandung: Al Ma‟arif. Mubarok, Zaky. 1998. Akidah Islam. Yogyakarta: UI Press. Nasrudin, Razak. 1996. Dienul Islam. Bandung: PT Al Ma‟arif. Nata, Abuddin. 2003. Pendidikan Spiritual Dalam Tradisi Keislaman. Bandung: Angkasa. Rasyied, Nasar. 1995. Rintisan Tauhid. Bandung: PT Al Ma‟arif. Sabiq, Sayid. 1996. Aqidah Islam: Suatu Kajian Yang Memposisikan Akal Sebagai Mitra Wahyu. Surabaya: Al Ikhlas. Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur‟an. Bandung: Mizan. Sultoni, Ahmad. 2007. Sang Maha-Segalanya Mencintai Sang Mahasiswa. Salatiga: STAIN Salatiga Press Sunarto, Achmad. 1989a. Terjemah Jawahirul Kalamiyah Jawa Pegon dan Terjemah Indonesia. Surabaya: Al-Miftah. ............................ 2010b. Terjemah Tijan Al-Darary. Semarang: Pustaka al „Alawiyah. Supriawan, Dedi. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: FPTK-IKIP Bandung. Sutan, Mansur. 1981. Tauhid Membentuk Pribadi Muslim. jakarta: Yayasan Nurul Islam. Syah, Muhibin. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syamsu, Muhammad. 1996. Ulama Pembawa Islamdi Indonesia dan Sekitarnya. Jakarta: Penerbit Lentera. Thaha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yunahar, Ilyas. 1993. Kuliah Akidah islam. Yogyakarta: LPPI (Lembaga Pengkajian dan pengalaman Ilmu). http://sufi-road-kitab-aqidatul-awwam.30/10/2015 di akses pada pukul 14:15, Rabu, 18 November 2015. https://tofanmarzuki.wordpress.com/biografi-al-maghfurllah-as-syaikh-k-hahmad-marzuki-bin-mirsod/ di akses pada pukul 09:45, Sabtu, 05 Desember 2015. http://kembaraimanku.blogspot.com/2010/10/mimpi-allamah-al-imam-syaikhahmad-al.html di akses pada pukul 20:05, Senin, 28 Desember 2015. http://masudillah.blogspot.co.id/2013/03/guru-marzuki-kh-ahmad-marzukialbetawi.html di akses pada pukul 14:30, Sabtu 02 Januari 2016.
DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721 Website : http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail :
[email protected]
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Syarifatun Nurul Maghfiroh
Fakultas
:FTIK
Nim
Jurusan
:PAI
No 1. 2.
: 111 - 12 - 092 Nama Kegiatan OPAK STAIN Salatiga
Opak Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga 3. Seminar Entrepreneurship dan Perkoperasian 4. Seminar Achievment Motivation Training 5. UPT Perpustakaan (Library User Education) 6. Seminar Nasional Mahasiswa tema: “Urgensi Media Dalam Pergulatan Politik” 7. Pra Youth Leadership Training, tema: “Surat Cinta Pembasmi Galau” 8. Seminar regional “Indonesia Satu” 9. Seminar Nasional “Peran Lembaga Perbankan Syariah dengan adanya OJK” 10. Tabligh Akbar Bertajuk: “Tafsir Tematik dalam Upaya Menjawab
Pelaksanaan
Keterangan
Nilai
5-7 September 2012 8-9 September 2012 11 September 2012
Peserta
3
Peserta
3
Peserta
2
12 September 2012
Peserta
2
13 September 2012
Peserta
2
29 September 2012
Peserta
8
03 Oktober 2012
Peserta
2
29 Oktober 2012
Peserta
4
29 November 2012
Peserta
8
1 Desember 2012
Peserta
2
11. 12.
13.
14. 15.
16.
17. 18.
19. 20.
21.
22.
Persoalan Israel dan Palestina” Bedah Buku: “24 Cara Mendongkrak IPK” Seminar Nasional dalam Rangka Pelantikan Pengurus HMI Cabang Salatiga Seminar Nasional “Ahlussunnah Waljamaah dalam Perspektif Islam Indonesia” Bedah buku: “Berhenti Kerja Semakin Kaya” Seminar Pendidikan HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga “Menimbang Mutu dan Kualitas Pendidikan”. Seminar Nasional “Pilarpilar penanggulangan Korupsi di Indonesia Perspektif Agama, Budaya dan Negara”. Gebyar Rebana yang keVII Pon-Pes Al-Manar S.K Madrasah Diniyah AlManar Tahun Ajaran 2012-2013 Jalan Sehat Pon-Pes AlManar dan Masyarakat Kilatan Ramadhan Pondok Pesantren Putra-Putri AlManar Sosialisasi dan Silaturahim Nasional “Peran Pemerintah Dalam Pengawasan LKM” Seminar Nasional tema: “Mendetakkan Jantung Bangsa dengan
5 Desember 2012
Peserta
2
23 Februari 2013
Peserta
8
25 Maret 2013
Peserta
8
05 April 2013
Peserta
2
02 Mei 2013
Peserta
2
22 Juni 2013
Peserta
8
30 Juni 2013
Panitia
3
02 Juli 2013
Guru
4
08 Juli 2013
Panitia
3
11 Juli 2013
Panitia
3
30 September 2013
Peserta
8
07 Oktober 2013
Peserta
8
23.
24.
25.
26
27.
28. 29.
30.
Jurnalisme” Musabaqah Tilawatil Qur‟an (MTQ) Mahasiswa V “Sahana Apresiasi Untuk Mencetak Insan Qur‟ani”. Dialog Inetraktif dan Edukatif “Diaspora Politik Indonesia di Tahun 2014 Memilih Untuk Salatiga Hati Beriman” Seminar Nasional “Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro Menghadapi Pasar Bebas Asean” Tafsir Tematik: “Konsep Pemimpin Ideal Menurut Al-Qur‟an” Haflah Akhirussanah Dan Haul KH. Djalal Suyuthi Ke-67 Pon-Pes Al-Manar Gebyar Rebana Yang KeVIII Pon-Pes Al-Manar S.K. Madrasah Diniyah Al-Manar Tahun Ajaran 2014-2015 Kilatan Ramadhan Pondok Pesantren Putra-Putri AlManar
31. “Mempertegas Peran Pendidikan dalam Mencerahkan Masa Depan Anak Bangsa” 32. Kajian Intensif Mahasiswa “Fenomena Islam di Salatiga”
23 Oktober 2013
Peserta
2
1 April 2014
Peserta
2
07 April 2014
Peserta
8
17 Mei 2014
Peserta
2
21 Juni 2014
Panitia
3
26 Juni 2014
Panitia
3
02 Juli 2014
Guru
4
11 Juli 2014
Panitia
3
19 November 2014
Peserta
2
21 November 2014
Peserta
2
33. Gebyar Rebana Yang KeXI Pon-Pes Al-Manar
13 Juni 2015
Panitia
3
34. Jalan Sehat dalam rangka Haflah Akhirussanah Dan Haul KH. Djalal Suyuthi Ke-68 Pon-Pes Al-Manar 35. Kilatan Ramadhan Pondok Pesantren Putra-Putri AlManar
08 Juni 2015
Panitia
3
11 Juli 2015
Panitia
3