NILAI EKONOMI DAN POTENSI PENGEMBANGAN WISATA DI TWAL PULAU POMBO KECAMATAN SALAHUTU KABUPATEN MALUKU TENGAH
KESYA PATTIMUKAY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 14
SUMMARY KESYA PATTIMUKAY. Economic Value and Potential Development of the District Salahutu TWAL Pombo Island Central Maluku. Supervised by AHYAR ISMAIL and SAHAT SIMANJUNTAK. The region of the small islands has a high potential both in the natural resources and the environmental services . In the natural resources, this area provides the productive natural resources such as coral reefs , seagrass beds ( seagrass ) , mangrove forests , fisheries and conservation areas . In the environmental services, the small islands provide the beauty of nature that encourages the development of marine tourism industries. On the other hand , the utilization of the potential of the small islands is still not optimal due to the concern and government policy are still oriented to the land ( Bappenas 2012) . TWAL Pombo Island is a nature conservation area. It is used for tourism and outdoor recreation beacause it has a nature beauty and the location is reached easly from the capital city. But, there is still a limited data that shows the potential of Pombo Island. So, there is no maintenance and management to govern this island .. Under these conditions, this study has 3 purposes, there are ( 1 ) to identify of the potential of the Pombo Island as tourism area, it is based on traveler perception , ( 2 ) to estimate of the economic value that can be generated from the tourist island of Pombo , ( 3 ) to analyze a strategy development policy for the Pombo island as tourism area . Descriptive qualtitative method of I the perception of the travelers who are interested in Pombo Island is used to answer the first goal.. calculate the economic value of Pombo Island from the tourist demand side approach by using Travel Cost Method ( TCM ) is used to answer the second goal. . The third objective is done by Identifythe strengths , opportunities , weaknesses and threats that are based on internal and external factors Pombo Island management using SWOT analysis is used to answer the third goal. . The results show that the Marine Park Nature Pombo Island has the potential to be developed . Based on, the perception of the travelers , the Pombo Island has a high tourism potential with the natural attractions and the tourists expressed very satisfaction with the beauty, and the access road is very adequate and circumstances so easy to achieve . But there is still not supporting facilities, so many travelers advice to build the more facilities for supporting the development of tourism in Pombo Island. . An aggregate value of economic benefits or the sum of WTP can be obtained by multiplying the decree which has been obtained by total visits for the year. So the value of benefits obtained Pombo Island is Rp 33,709,084,750 . visits per year . This value indicates the value or price of ecosystems perceived by visitors . Meanwhile, the results of the SWOT analysis, show that it needs to increase the strengths of the Pombo Island to develop and to attract more visitors/tourists. Key words : Pulau Pombo, travel cost method, surplus consumen, SWOT.
RINGKASAN Kesya Pattimukay. Nilai Ekonomi dan Potensi Pengembangan TWAL Pulau Pombo Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL sebagai ketua dan SAHAT SIMANJUNTAK sebagai anggota komisi pembimbing. Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Pulau-pulau kecil juga memberi jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dipihak lain, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan pemerintah selama ini lebih berorientasi ke darat (Bappenas 2012). TWAL Pulau Pombo adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan salah satunya untuk pariwisata dan rekreasi alam. Dari tabel diatas terlihat bahwa kawasan Pulau Pombo yang memiliki potensi untuk pariwisata ini belum terinventaris potensi yang ada dan pengelolaannya baru bersifat rencana, sehingga belum ada penanganan dan pengelolaann kawasan tersebut. Pengembangan pariwisata di kawasan ini perlu untuk dilakukan sebagai pemasukan devisa bagi daerah mengingat keindahan alam pulau dan letaknya yang sangat strategis karena lebih mudah dicapai dari pusat kota. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan (1) Identifikasi potensi wisata di Pulau Pombo berdasarkan persepsi wisatawan, (2) Estimasi nilai ekonomi wisata yang dapat dihasilkan dari Pulau Pombo, (3) Strategi kebijakan pengembangan potensi sebagai daya tarik wisata di kawasan Pulau Pombo. Tujuan pertama dilakukan dengan identifikasi potensi Pulau Pombo berdasarkan persepsi wisatawan dengan menggunakan metode deskritif kualitatif. Tujuan kedua dijawab dengan menghitung nilai ekonomi Pulau Pombo dari sisi permintaan wisatawan atau dengan menggunakan pendekatan Travel Cost Method (TCM). Tujuan ketiga dilakukan dengan mengidentifikasi kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman berdasarkan faktor internal dan eksternal pengelolaan Pulau Pombo dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo sangat berpotensi untuk dikembangkan. Berdasarkan persepsi wisatawan, Pulau Pombo memiliki potensi wisata yang lebih kepada atraksi alam dan wistawan menyatakan sangat puas terhadap keindahan tersebut. Ditambahkan juga bahwa akses dan keadaan jalan sangat memadai sehingga mudah untuk dicapai. Akan tetapi, semua hal tersebut tidak diduung dengan fasilitas penunjang sehingga disarankan oleh wisatawan terhadap pengelolah untuk pengadaan fasilitas pendukung sebagai penunjang daya tarik Pulau Pombo. Nilai manfaat ekonomi merupakan agregat atau penjumlahan WTP. Untuk itu, nilai tersebut dapat diperoleh dengan mengalikan SK yang telah didapat dengan total kunjungan tahun tersebut. Maka diperoleh nilai manfaat Pulau Pombo adalah sebesar Rp 33.709.084.750. per tahun kunjungan. Nilai ini mengindikasikan nilai atau harga ekosistem yang dirasakan oleh pengunjung. Sementara itu berdasarkan hasil
analisis SWOT dalam pengembangan Pulau Pombo terlihat bahwa wisatawan sangat mendukung pengelolaan Pulau Pombo dalam pengembangan pulau tersebut agar menarik lebih banyak lagi wisatawan dengan memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada di kawasan Pulau Pombo.
ii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulsan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB.
1
1. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2 atau 62 % dari luas teritorialnya dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000 km. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan jasa–jasa lingkungan (enviromental services) yang sangat potensial untuk pembangunan ekonomi (Dahuri, 2001). Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Pulau-pulau kecil juga memberi jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dipihak lain, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan pemerintah selama ini lebih berorientasi ke darat (Bappenas 2012). Pada era otonomi daerah saat ini, pemerintah daerah memiliki kesempatan dan peluang untuk tidak hanya mengembangkan potensi-potensi yang ada di daerahnya tetapi potensi-potensi tersebut harus punya value added sehingga mampu menarik pedagang, wisatawan dan investor. Sudah saatnya daerah membangun keunggulan bersaing dengan daerah lain yaitu dengan membuat strategi untuk memasarkan potensi yang ada di wilayahnya baik potensi sumber daya alam, potensi wisata, potensi kelautan dan lain sebagainya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan menaikkan kualitas dan standar hidup masyarakat dalam jangka panjang dengan menarik sumber daya terbaik dari dalam maupun luar daerah sebagai landasan untuk memacu produktivitasnya. Kabupaten Maluku Tengah memiliki luas wilayah secara keseluruhan 11.595,57 km2 terbagi menjadi 11 Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Laut Seram di sebelah Utara, Laut Banda di sebalah Selatan, Kabupaten Buru di sebelah Barat, serta Provinsi Papua di sebelah Timur. Daerah ini juga memiliki potensi wisata yang bisa dikembangkan dan dapat memberikan pemasukan bagi kas daerah tersebut, obyek wisata yang beragam mulai dari pantai, goa, danau, air panas, taman laut, wisata budaya, hingga wisata sejarah berupa rumah yang dahulu pernah ditempati oleh para pahlawan nasional dapat dikunjungi, tetapi yang paling menonjol adalah wisata alam. Salah satu pulau yang memiliki potensi wisata alam di kabupaten ini adalah Pulau Pombo. Pulau Pombo terletak di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku dan berada di Selat Haruku, diantara Pulau Ambon dan Pulau Haruku dengan koordinat 128°22'09" BT dan 3°31'35" LS. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tahun 1996, kawasan Pulau Pombo memiliki fungsi Suaka Alam (SA) dan Taman Wisata Alam Laut (TWAL). SA memberi arti bahwa Pulau Pombo mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
2
berlangsung secara alami. TWAL memiliki arti bahwa Pulau Pombo juga sangat berpotensi sebagai daerah wisata yang berbasiskan alam. Adapun Munasef (1995) memberikan pengertian TWAL sebagai wilayah laut yang memiliki ciri khas berupa keindahan atau keunikan yang diperuntukkan secara khusus sebagai kawasan konservasi laut, untuk dibina dan dipelihara yang berguna bagi perlindungan plasma nutfah, rekreasi, pariwisata, pendidikan, dan kebudayaan. Tabel 1 di bawah ini, terlihat bahwa kawasan Pulau Pombo merupakan taman pulau yang mempunyai kekhasan flora dan fauna beserta ekosistemnya yang perlu dilindungi dan perkembangan kawasan konservasi sumber daya alam dengan kategori kawasan SA. Penetapan kawasan SA dilakukan melalui SK. Menteri Pertanian Nomor : 327/Kpts/Um/7/1973 tanggal 25 Juli 1973 dengan luas 1.000 ha, termasuk daratan, terumbu karang (coral reef) dan lagun. Berdasarkan pasal konservasi suaka alam inilah maka terbentuk Keputusan Menhut No 392/Kpts-VI/1996 30 Juli 1999 yang menetapkan Pulau Pombo sebagai kawasan TWAL. Terlihat juga pada tabel bahwa selain SA dan TWAL, Pulau Pombo saat ini dimanfaatkan juga sebagai sarana penelitian dan laboratorium lapangan studi kelautan, dan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa kawasan Pulau Pombo yang memiliki potensi untuk pariwisata ini belum terinventaris potensi yang ada dan pengelolaannya baru bersifat rencana, sehingga belum ada penanganan dan pengelolaan kawasan tersebut. Kawasan Pulau Pombo, adalah sumber daya laut yang perlu dikembangkan menjadi asset Nasional dan dapat mendorong percepatan tercapainya sasaran Pembangunan Nasional pada umumnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pengembangan pariwisata di kawasan Pulau Pombo perlu untuk dilakukan sebagai pemasukan devisa bagi daerah mengingat keindahan alam pulaunya dan letak yang sangat strategis karena merupakan satu-satunya pulau kecil yang berada dekat dengan pusat Ibu Kota. Menurut Tahwin (2003), pemerintah dalam hal ini para stakholders kepariwisataan yang menyadari besarnya potensi kepariwisataan di daerah dan berusaha menggali, mengembangkan serta membangun aset obyek dan daya tarik wisata, yang merupakan modal awal untuk bangkitnya kegiatan pariwisata. Ditambahkan olehnya bahwa keputusan ini harus juga ditindaklanjuti dengan memikirkan dan mengusahakan serta membenahi potensi obyek dan daya tarik wisata. Terkait pemanfaatan untuk pariwisata dan rekreasi alam yang diperuntukkan untuk Pulau Pombo sebagai TWAL, kenyataan di lapangan membuktikan bahwa tidak adanya pengelolaan untuk arah pengembangan dan pemberdayaan Pulau Pombo yang dilakukan oleh pemerintah setempat melalui instansi.
3
Tabel 1. Profil Taman Wisata Alam Pulau Pombo Status hukum
Ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 327/Kpts/7/1973 tanggal 26 Juli 1973 dan ditetapkan dengan Keputusan Menhut No 392/Kpts-VI/1996 30 Juli 1999. Luas kawasan TWA Pulau Pombo 998,00 Ha
Luas kawasan Iklim
Iklim Pulau Pombo dipengaruhi kawasan perairan di sekitarnya yaitu Laut Banda dan Samudera Indonesia. Musim kemarau terjadi apabila bertiup angin timur yaitu Bulan Mei sampai dengan Bulan September. Musim hujan terjadi pada Bulan November sampai Bulan Maret pada saat bertiup angin barat. Musim pancaroba terjadi pada Bulan April dan Bulan Oktober. Curah hujan rata-rata 30,2 -31,8 mm dengan suhu maksimum 32 oC dan suhu minimum 27 oC dengan kelembaban udara rata-rata 64,7 %.
Tata batas Jumlah desa/penduduk di dalam dan sekitar kawasan Kondisi fisik
Belum di tata batas Terdapat 7 desa yaitu Desa Waai, Haruku, Jailolo, Samet, Horomoi, Pelau, Oma (Data 2006)
Potensi fauna
Potensi fauna di kawasan konservasi ini adalah ikan puri (Stolephorus sp.), momar (Decapterus sp.), komu (Auxis thzard), lema (Rastreliger kanagurta), jenis-jenis lolasi (caesionidae) serta moluska seperti kima (Tridacnidae), bia jalang (Strombus luhuanus), lola (Trochus niloticus), bia kambing (Lambis sp.), bia gengge (Nautilus pompilius), japing-japing (Pinctada margaritifera) dan jenis lain dari Cypreanidae, Strombidae, dan Connidae. Dari jenis-jenis moluska tersebut ada beberapa jenis yang langka atau sudah dilindungi berdasarkan SK. Menhut No. 12/Kpts-II/1987 seperti Kima (Tridacnidae), Lola (Trochus niloticus), Bia gengge (Nautilus pompilius) dan Triton trompet (Charonnia tritonis). Selain itu di pulau Pombo juga pernah ditemukan tempat mendarat Penyu yang diduga jenis Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata).
flora
Terletak di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku. Letak Geografis Pulau Pombo adalah 128° 22‟ 29” BT dan 3° 31‟ 35” LS. Keadaan topografi pada umumnya datar dengan kelerengan berkisar 0,5% dengan titik tertinggi mencapai 0-4 m dpl. Daratan TWA P. Pombo tersusun dan terbentuk dari tanah podsolik, berpasir, dan berbatu karang dan barus.
dan:
Potensi wisata dan: jasa lingkungan
Snorkeling dan Diving.
Aksesibilitas
Dari Ambon – Tulehu – Waai – Liang melalui jalan darat dengan jarak tempuh sekitar 30-45 menit. Kemudian dilanjutkan melalui laut dari Tulehu – P. Pombo atau Waai – P. Pombo atau Liang – P. Pombo dengan menggunakan speed boat memakan waktu sekitar 15 menit, pada musim barat. Pada musim timur, biasanya cuacanya buruk sehingga diperlukan waktu lebih lama yaitu antara 20 – 30 menit.
Potensi kawasan
:
masalah
Masih ada nelayan yang menggunakan bom untuk menangkap ikan yang mengakibatkan banyak terumbu karang yang rusak.
Inventarisasi potensi kawasan Rencana pengelolaan Kegiatan yang pernah dilakukan
Belum ada
Pos jaga Personil Polhut
Ada Tidak ada
Ada Transplantasi karang, patroli rutin kawasan
Sumber : Data Balai Konservasi Sumberdaya Alam Maluku 2012
Di sisi lain, pada Tabel 1 di atas terlihat bahwa saat ini Pulau Pombo terancam akan aktivitas perikanan yang dilakukan oleh nelayan lokal dengan cara
4
tidak ramah lingkungan, maupun adanya pencemaran laut (sampah kiriman) yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas jasa lingkungan (keindahan alam) yang ada di Pulau Pombo atau dengan kata lain sumberdaya yang merupakan potensi pulau tersebut terancam rusak dan bahkan punah akibat aktivitas pemanfaatan bersifat eksploitasi. Dengan demikian beberapa faktor yang menghambat pengembangan pariwisata kawasan Pulau Pombo adalah seperti; a) kurangnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap pengelolaan pulau, b) pertahanan dan keamanan, (c) terbatasnya sarana dan prasarana dasar, dan (d) degradasi lingkungan hidup. Untuk itu, upaya pengembangan potensi kawasan Pulau Pombo diharapkan dapat dilakukan dengan cara memanfaatan potensi yang ada dikawasan pulau tersebut dan membenahi kekurangan-kekurangan yang ada, serta memanfaatkan berbagai peluang dan mengatasi berbagai kelemahan. Manfaat dari pengembangan potensi wisata sebagai daya tarik pengunjung adalah berkaitan erat dengan pembangunan perekonomian daerah Kabupaten Maluku Tengah pada umumnya dan masyarakat sekitar Pulau Pombo pada khususnya, serta dapat meningkatkan lapangan pekerjaan. Untuk memasarkan potensi sumber daya yang ada di Kawasan Pulau Pombo, diperlukan dukungan semua pihak baik pemerintah sebagai decision maker, maupun stakeholder terkait yaitu masyarakat, instansi terkait serta pihak swasta, juga pemasaran potensi kelautan dan wisata, terutama wisata alam diperlukan model pemasaran yang tepat sehingga hasilnya bisa optimal. Berdasarkan hal tersebut di atas, sangatlah diperlukan adanya upaya-upaya pengelolaan guna mendukung status Kawasan Pulau Pombo sebagai TWAL yang juga diperuntukkan sebagai daerah pariwisata. Namun diharapkan pengelolaan dan pembangunan yang dilakukan minimal harus memperhatikan aspek ekologi (kualitas lingkungan tetap terjaga) dan aspek sosial (manfaat yang diperoleh masyarakat setempat). Secara lebih khusus, kajian ekonomi terhadap Pulau Pombo dititik beratkan pada nilai ekonomi berdasarkan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata tersebut. Hal ini dibatasi untuk menghindari kesalahpahaman dalam mempersepsikan arti dari nilai ekonomi total yang ada di Pulau Pombo tersebut. Selanjutnya, juga akan dilihat bagaimana rumusan kebijakan yang tepat dalam rangka pengelolaan Pulau Pombo agar lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan pada masa mendatang dan dapat meningkatkan kontribusi dalam perekonomian daerah serta menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya. Perumusan Masalah Penelitian Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam menggerakkan perekonomian Indonesia dan menjadi bagian dari perekonomian global. Berlangsungnya revolusi 3T, transport, telecomunication, tourism, menunjukkan bahwa kegiatan pariwasata telah menjadi salah satu kekuatan yang mampu mempercepat penyatuan dunia dalam integrasi ekonomi dan pergerakan manusia lintas daerah dan bahkan lintas negara. Dunia kepariwisataan merupakan kegiatan multisektor artinya bahwa kegiatan pariwisata terkait dengan sektorsektor lain seperti perhotelan, perdagangan, transportasi, jasa dan lain sebagainya dan berkaitan pula dengan bidang politik dan keamanan, kebudayaan, sumber 1.2.
5
daya alam, hukum, sosial dan ekonomi sehingga dengan tumbuh dan berkembangnya sektor pariwisata secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan sektor-sektor lain yang terkait akan tumbuh dan berkembang pula. Sektor pariwisata di Indonesia dalam perkembangan dewasa ini telah menjadi salah satu titik fokus yang dilakukan oleh pemerintah karena sektor pariwisata memiliki andil yang sangat signifikan dalam pembangunan perekonomian baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Nasional. Hasil survei Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia menyatakan bahwa dalam 5 tahun terakhir ini, jenis pariwisata di Indonesia yang sedang digemari adalah pariwisata yang berbasis lingkungan (alam) dan pariwisata yang berbasis sejarah. Akan tetapi pengelolaan dan pengembangannya di Indonesia masih sangat kurang memperoleh perhatian. Kawasan Pulau Pombo, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah merupakan kawasan pulau seperti karang Atol di tengah laut yang ukurannya 2-3 ha dan berpotensi untuk dikembangkan objek wisata alam yang memiliki daya tarik tinggi. Pulau Pombo sebagai salah satu objek wisata sangatlah mendukung adanya pembukaan lapangan usaha, yang juga menjadi penggerak pemasukan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Maluku Tengah, seperti dari perdagangan, restoran dan hotel atau penginapan. Hal ini didukung dengan keindahan panorama alam yang mengelilingi pulau tersebut dimulai dari daratan yang memiliki keindahan flora dan fauna serta jenis burung yang merupakan endemik di daerah tersebut sampai pesisir lautnya yang sangat indah terlihat dengan pasir putih halus sepanjang pesisir serta terumbu karang indah yang terlihat dengan kejernian airnya. Obyek wisata yang berbasis alam ini di Kabupaten Maluku Tengah sangat potensial untuk dikembangkan menjadi obyek wisata unggulan dan daya tarik wisata ke Kabupaten Maluku Tengah. Pulau Pombo yang berpotensi untuk pariwisata di Kabupaten Maluku Tengah apabila dikembangkan secara profesional akan sangat mungkin jika Kabupaten Maluku Tengah menjadi primadona kunjungan wisatawan baik secara lokal, regional, nasional maupun internasional dengan melihat pada potensi yang ada. Didukung oleh letak geografis Pulau Pombo yang sangat strategis dan kondisi alam yang sangat indah sangat memungkinkan pariwisata untuk berkembang pesat. Namun potensi tersebut masih kurang didukung oleh berbagai faktor yang ada seperti masih lemahnya pemahaman masyarakat pulau sekitar tentang pariwisata, potensi yang melimpah belum di kelola dengan baik, infrastruktur yang belum terkordinasi dan jumlah serta frekuensi transportasinya masih sangat rendah, seperti menyediakan transportasi untuk kemudahan akses ke Pulau Pombo, tidak tersedianya listrik di Pulau Pombo, kurangnya teknologi informasi seperti internet dan jaringan telepon di Pulau Pombo, serta belum optimalnya pengembangan objek wisata baik sarana maupun prasarana. Oleh karena itu perlu adanya penerapan sistem pengelolaan yang lebih baik dan menentukan prioritas strategi pengembangan objek wisata tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan peneliti yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana presepsi wisatawan terhadap potensi wisata di Kawasan Pulau Pombo? 2. Berapakah besarnya nilai ekonomi wisata dari Kawasan Pulau Pombo?
6
3.
Bagaimana strategi dan program pengembangan wisata yang tepat di Kawasan Pulau Pombo dalam upaya pemberdayaan pulau yang berkelanjutan?
1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan permasalahanya tersebut maka dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu: 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk merancang kebijakan pengembangan potensi sebagai daya tarik wisata yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di kawasan Pulau Pombo, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi potensi wisata di kawasan Pulau Pombo berdasarkan presepsi wisatawan. 2. Mengestimasi nilai ekonomi wisata kawasan Pulau Pombo. 3. Merumuskan strategi dan program pengembangan wisata yang tepat di kawasan Pulau Pombo. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Sebagai suatu referensi bagi penelitian yang berkaitan dengan pengembangan potensi wisata di daerah lainnya. 2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dalam mengembangkan daya tarik wisata di kawasan Pulau Pombo. 3. Sebagai sumber informasi bagi wisatawan dan masyarakat terhadap jenisjenis daya tarik wisata di kawasan Pulau Pombo. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Studi ini berupaya untuk mendeskripsikan potensi yang ada di Pulau Pombo, menghitung nilai ekonomi Pulau Pombo dengan melihat hanya pada surplus konsumen, dan memformulasikan kebijakan pengembangan yang berkelanjutan di Pulau Pombo.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kepariwisataan Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah (Undang-Undang No.10 tahun 2009). Menurut Direktorat Jenderal Pariwisata (2005), wisata diartikan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sedangkan menurut Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, pariwisata didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan
7
dengan objek wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang wisata. Lahirnya kegiatan pariwisata berawal dari faktor manusia dan perilaku itu sendiri. Secara periodik, manusia senantiasa membutuhkan aktifitas-aktifitas baru diluar aktifitas rutinnya yang dapat menumbuhkan kembali kesegaran dan gairah dalam hidupnya. Selanjutnya menurut Yoeti (1996) merumuskan pengertian pariwisata dengan memberikan batasan yakni “Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan fenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan”. Keberhasilan pengembangan pariwisata ditentukan oleh 3 faktor, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yoeti (1996), sebagai berikut : 1. Tersedianya objek dan daya tarik wisata. 2. Adanya fasilitas accessibility yaitu sarana dan prasarana, sehingga memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau kawasan wisata. 3. Terjadinya fasilitas amenities yaitu sasaran kepariwisataan yang dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakat. Demand pariwisata sangat berkaitan dengan pengguna atau konsumen (wisatawan). Wisatawan diistilahkan sebagai pasar, karena wisatawan merupakan target atau sasaran yang hendak dituju dalam suatu penawaran pariwisata. Faktor permintaan yang datang dari para wisatawan tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan pariwisata. 2.1.1. Kawasan Wisata Bahari /Ekowisata Kawasan diartikan sebagai suatu wilayah yang mempunyai fungsi atau aspek fungsional tertentu. Penerapan pendekatan pembangunan kawasan diharapkan pembangunan dapat lebih interaktif dan responsif secara fungsional sehingga manfaat pembangunan yang akan dikembangkan itu memiliki sektor atau usaha yang potensial dan strategis untuk menunjang pembangunan. Kawasan yang dimaksud menurut Adisasmita (2005) disebut kawasan andalan dan sektornya adalah sektor unggulan. Menurut Razak (2008) Konsep wisata yang berbasis ekologi atau yang lebih dikenal dengan Ekowisata, dilatarbelakangi dengan perubahan pasar global yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada negara-negara asal wisatawan dan memiliki ekspektasi yang lebih mendalam dan lebih berkualitas dalam melakukan perjalanan wisata. Konsep wisata ini disebut wisata minat khusus. Wisatawan minat khusus umumnya memiliki intelektual yang lebih tinggi dan pemahaman serta kepekaan terhadap etika, moralitas dan nilai-nilai tertentu, sehingga bentuk wisata ini adalah pencarian pengalaman baru. Wisatawan cenderung beralih kepada alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang mereka rasakan telah jenuh dan kurang menantang. Selanjutnya menurut Razak bahwa wisata pesisir dan bahari adalah proses ekonomi yang memasarkan ekosistem dan merupakan pasar khusus yang menarik dan langka untuk orang yang sadar akan lingkungan
8
dan tertarik untuk mengamati alam. Lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata yaitu : 1. Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang belum tercemar. 2. Masyarakat; ekowisata bermanfaat ekologi, sosial dan ekonomi pada masyarakat. 3. Pendidikan dan pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki. 4. Berkelanjutan; ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi baik jangka pendek maupun jangka panjang. 5. Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasi mendatang. Konsep ekowisata telah dikembangkan sejak era tahun 80-an, sebagai pencarian jawaban dari upaya meminimalkan dampak negatif untuk kelestarian keanekaragaman hayati, yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata. Konsep ekowisata sebenarnya bermaksud untuk menyatukan dan menyeimbangkan beberapa konflik secara objektif yaitu dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata, melindungi sumberdaya alam dan budaya serta menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal (Razak, 2008). Dampak positifnya dari kegiatan ekowisata antara lain menambah sumber penghasilan dan devisa negara, menyediakan kesempatan kerja dan usaha, mendorong perkembangan usaha-usaha baru serta diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat maupun wisatawan tentang konservasi sumber daya alam (Dephut, 2008). Selain itu dampak sosial bagi masyarakat sekitar juga berdampak seperti yang dikemukakan Suhandi (2003), bahwa konsep ekowisata yang terdiri dari komponen pelestarian lingkungan (alam dan budaya), peningkatan partisipasi masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, telah diperkenalkan dan dikembangkan dengan sukses di banyak negara berkembang. Pengembangan ini selalu konsisten dengan dua prinsip dasar yaitu memberi keuntungan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal serta turut andil dalam pelestarian alam. Selanjutnya Suhandi (2003) menambahkan bahwa ada enam keuntungan dalam implementasi kegiatan ekowisata yaitu: 1. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan yang dijadikan sebagai objek wisata; 2. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan; 3. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para stakeholders; 4. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional; 5. Mempromosikan penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan; dan 6. Mengurangi ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang ada di objek wisata tersebut.
9
2.1.2. Sifat atau Karakter Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Alam Menurut Razak (2008), sifat dan karakter kepariwisataan alam terkait dengan ODTW Alam antara lain : 1. In-situ ; ODTW alam hanya dapat dinikmati secara utuh dan sempurna di ekosistemnya. Pemindahan objek ke ex-situ akan menyebabkan terjadinya perubahan objek dan atraksinya. Pada umumnya wisatawan kurang puas apabila tidak mendapatkan sesuatu secara utuh dan apa adanya. 2. Perishable ; suatu gejala atau proses ekosistem hanya terjadi pada waktu tertentu. Gejala atau proses alam ini berulang dalam kurun waktu tertentu, kadang siklusnya beberapa tahun bahkan ada puluhan tahun atau ratusan tahun. ODTW alam yang demikian membutuhkan pengkajian dan pencermatan secara mendalam untuk dipasarkan. 3. Non Recoverable ; suatu ekosistem alam mempunyai sifat dan perilaku pemulihan yang tidak sama. Pemulihan secara alami sangat tergantung dari faktor dalam (genotype) dan faktor luar (phenotype). Pemulihan secara alami terjadi dalam waktu panjang, bahkan ada sesuatu objek yang hampir tak terpulihkan, bila ada perubahan. Untuk mempercepat pemulihan biasanya dibutuhkan tenaga dan dana yang sangat besar, apabila upaya ini berhasil tetapi tidak akan sama dengan kondisi semula. 4. Non Substitutable ; di dalam suatu daerah atau mungkin kawasan terdapat banyak objek alam, jarang sekali yang memiliki kemiripan yang sama. 2.1.3. Potensi ODTW Alam Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah atau budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat (Dephut, 2008). ODTW alam yang menarik salah satunya adalah keragaman tipe ekosistem hutan yang membentuk suatu tipe flora dan fauna serta bentangan alam (topografi) yang unik (Razak, 2008). Keseluruhan potensi ODTW alam yang ada merupakan sumberdaya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media pendidikan dan pelestarian lingkungan. 2.1.4. Industri Pariwisata Secara umum masyarakat melihat bahwa industri adalah identik dengan bangunan pabrik secara kontinuitas melakukan proses produksi dengan menggunakan mesin-mesin dan berbagai teknologi. Dipihak lain, sangat jauh berbeda ketika mengenal industri pariwisata. G. A. Schmool memberi batasan tentang industri pariwisata sebagai “Tourist is a highly decentralized industry consisting of enterprises different in size, location, function, type organization, range of service provided and method used to market and sell them” (industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan, tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi tempat kedudukan, bentuk organisasi yang mengelola dan metode atau cara pemasarannya (Tahwin, 2003).
10
Badrudin (2001) mengemukakan batasan pariwisata sebagai suatu industri diberikan secara terbatas, hanya untuk sekedar menggambarkan apa sebenarnya pariwisata itu. Dengan demikian dapat memberikan pengertian yang lebih luas. Jadi sebenarnya, ide memberikan istilah industri pariwisata lebih banyak bertujuan memberikan daya tarik supaya pariwisata dapat dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu Negara, terutama pada Negaranegara sedang berkembang. Industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian dari usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan wisatawan, selama ia melakukan perjalanan wisata sampai kembali ke tempat asalnya. Menurut Badrudin (2001), ada lima unsur industri pariwisata yang sangat penting, yaitu: a. Attractions (daya tarik) Attractions dapat digolongkan menjadi site attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap yaitu tempat-tempat wisata yang ada di daerah tujuan wisata seperti kebun binatang, keratin, dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat diubah atau dipindah dengan mudah seperti festival-festival, pameran, atau pertunjukan-pertunjukan kesenian daerah. b. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan) Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan pasarnya. Selama tinggal di tempat tujuan wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan Support Industries yaitu toko souvenir, took cuci pakaian, pemandu, daerah festival, dan fasilitas rekreasi (untuk kegiatan). c. Infrastructure (infrastruktur) Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur dari suatu daerah sebenarnya dinikmati baik oleh wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal di sana, maka ada keuntungan bagi penduduk yang bukan wisatawan. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata. d. Transportations (transportasi) Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau pengangkutan sangat dibutuhkan karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan pariwisata. Transportasi baik transportasi darat, udara, maupun laut merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata. e. Hospitality (keramahtamahan) Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.
11
2.2. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) Travel Cost Methode (TCM) dapat dikatakan sebagai metode yang tertua untuk pengukuran nilai ekonomi tidak langsung terhadap sumberdaya alam. Metode ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaaan terhadap rekreasi di alam terbuka, seperti memancing, berburu, dan hiking (Fauzi 2004). Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat rekreasi, misalnya untuk menyalurkan hobi memancing atau berekreasi di pantai, seseorang akan mengorbankan biaya dalam bentuk waktu dan uang untuk mendatangi tempat tersebut. Dengan mengetahui pola ekspenditure dari konsumen ini, maka akan dapat dikaji barapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumberdaya alam dan lingkungan. Pendekatan ini juga mencerminkan kesediaan masyarakat untuk membayar barang dan jasa yang diberikan lingkungan dibanding dengan jasa lingkungan dimana mereka berada pada saat tersebut. Banyak contoh sumber daya lingkungan yang dinilai dengan pendekatan ini berkaitan dengan jasa-jasa lingkungan untuk rekreasi di luar rumah yang seringkali tidak diberikan nilai yang pasti. Untuk tempat wisata, pada umumnya hanya dipungut harga karcis yang tidak cukup untuk mencerminkan nilai jasa lingkungan dan juga tidak mencerminkan kesediaan membayar oleh para wisatawan yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Untuk lebih sempurnanya perlu diperhitungkan pula nilai kepuasan yang diperoleh para wisatawan yang bersangkutan (Suparmoko, 2000). Dalam memperkirakan nilai tempat wisata tersebut tentu menyangkut waktu dan biaya yang dikorbankan oleh para wisatawan dalam menuju dan meninggalkan tempat wisata tersebut. Semakin jauh jarak wisatawan ke tempat wisata tersebut, akan semakin rendah permintaannya terhadap tempat wisata tersebut. Permintaan yang dimaksud tersebut adalah permintaan efektifnya yang dibarengi dengan kemampuan untuk membeli. Para wisatawan yang lebih dekat dengan lokasi wisata tentu akan lebih sering berkunjung ke tempat wisata tersebut dengan adanya biaya yang lebih murah yang tercermin pada biaya perjalanan yang dikeluarkannya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa wisatawan mendapatkan surplus konsumen. Surplus konsumen merupakan kelebihan kesediaan membayar atas harga yang telah ditentukan. Oleh karena itu surplus konsumen yang dimiliki oleh wisatawan yang jauh tempat tinggalnya dari tempat wisata akan lebih rendah dari pada mereka yang lebih dekat tempat tinggalnya dari tempat wisata tersebut (Suparmoko, 2000). Pendekatan travel cost banyak digunakan dalam perkiraan nilai suatu tempat wisata dengan menggunakan berbagai variabel. Pertama kali dikumpulkan data mengenai jumlah pengunjung, biaya perjalanan yang dikeluarkan, serta faktor lain seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan mungkin juga agama dan kebudayaan serta kelompok etnik dan sebagainya. Data atau informasi tersebut diperoleh dengan cara mewawancarai para pengunjung tempat wisata untuk mendapatkan data yang diperlukan (Suparmoko, 2000). Garrod dan Willis (1999) mengemukakan konsep dasar dari metode travel cost adalah waktu dan pengeluaran biaya perjalanan (travel cost expenses) yang harus dibayarkan oleh para pengunjung untuk mengunjungi tempat wisata tersebut yang merupakan harga untuk akses ke tempat wisata. Itulah yang disebut dengan willingness to pay (WTP) yang diukur berdasarkan perbedaan biaya perjalanan.
12
Mereka juga menambahkan beberapa pendekatan yang di gunakan untuk memecahkan permasalahan melalui metode travel cost, yaitu: 1. Pendekatan Zona Biaya Perjalanan (A simple zonal travel cost approach). Pendekatan TCM melalui zonasi adalah pendekatan yang relatif simpel dan murah karena data yang diperlukan relatif lebih banyak mengandalkan data sekunder dan beberapa data sederhana dari responden pada saat survai. Dalam teknik ini, tempat rekreasi pantai dibagi dalam beberapa zona kunjungan dan diperlukan data jumlah pengunjung per tahun untuk memperoleh data kunjungan per seribu penduduk. Diterapkan dengan mengumpulkan informasi pada jumlah kunjungan ke suatu tempat dari jarak yang berbeda. Karena biaya perjalanan dan waktu akan bertambah sesuai dengan bertambahnya jarak, informasi ini memperkenankan peneliti untuk menghitung jumlah kunjungan “yang dibeli” pada “harga” yang berbeda. Informasi ini digunakan untuk membangun fungsi permintaan terhadap suatu tempat dan memperkirakan surplus konsumen atau manfaat ekonomi layanan rekreasi suatu tempat. 2. Pendekatan Biaya Perjalanan Individu (An individual travel cost approach). Penelitian dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (individual travel cost method) biasanya dilaksanakan melalui survey kuisioner pengunjung mengenai biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke lokasi wisata lain (substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi (Suparmoko, 1997). Data tersebut kemudian digunakan untuk menurunkan kurva permintaan dimana surplus konsumen dihitung. Metode ini telah banyak dipakai dalam perkiraan nilai suatu taman rekreasi dengan menggunakan berbagai variable (Suparmoko, 2000). Pertama kali dikumpulkan data, mengenai jumlah pengunjung taman, biaya perjalanan yang dikeluarkan, serta faktor-faktor lain seperti tingkat pendapatan, pendidikan, dan mungkin juga agama dan kebudayaan serta kelompok etnik dan sebagainya. Data atau informasi tersebut mengenai jarak tempuh mereka ke lokasi taman rekreasi tersebut, biaya perjalanan yang dikeluarkan, lamanya waktu yang digunakan, tujuan perjalanam, tingkat pendapatan rata-rata, dan faktor sosial ekonomi lainnya. TCM berdasarkan pendekatan individual menggunakan data yang sebagian besarnya berasal dari kegiatan survai di lapangan. Metodologi pendekatan individual TCM secara prinsip sama dengan sistem zonasi, namun pada pendekatan ini analisis lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survai dan teknik statistika yang relatif kompleks. Kelebihan dari metode TCM dengan pendekatan individu adalah hasil yang diperoleh relatif akurat daripada metode zonasi (Fauzi 2004). Beberapa asumsi dasar yang harus dibangun agar penilaian terhadap sumberdaya alam tidak bias melalui TCM sebagaimana dikemukakan oleh Haab dan McConnel (2002) diacu dari Fauzi (2004), antara lain : (i) biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga rekreasi; (ii) waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas; dan (iv) biaya perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multiple travel). Selain itu, menurut Fauzi (2004), TCM harus dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju sehingga tidak menganalisis aspek kunjungan ganda (multipurpose visit). Selanjutnya, para pengunjung atau individu juga harus dibedakan tempat mereka
13
berasal untuk memilah pengunjung yang datang dari wilayah setempat (penduduk di sekitar lokasi wisata). Untuk melihat total biaya yang dikeluarkan wisatawan dan selanjutnya untuk digunakan sebagai proxy dalam menentukan harga dari sumberdaya alam, dilakukan melalui penetapan fungsi permintaan. Fungsi permintaan ditentukan dengan menggunakan teknik ekonometrik, yaitu regresi sederhana (Ordinary Least Square/OLS). Hipotesis yang dibangun adalah bahwa kunjungan ke tempat wisata akan sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan dan diasumsikan berkorelasi negatif, sehingga diperoleh kurva permintaan yang memiliki kemiringan negatif (Fauzi 2004). Secara sederhana, fungsi permintaan di atas dapat ditulis sebagai beriku : ....................................................................................(1) dimana : Vij = jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j cij = biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasij Tij = biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j Qij = persepsi responden terhadap kualitas lingkungan lokasi yang dikunjungi Sij = karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain M = pendapatan dari individu i Dari persamaan (1), dapat disimpulkan bahwa jumlah kunjungan ke suatu lokasi wisata dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi : (i) biaya perjalanan; (ii) biaya waktu; (iii) persepsi terhadap kualitas lingkungan; (iii) karakteristik substitusi; dan (iv) pendapatan. Persamaan (1) merupakan model umum yang dipakai untuk menentukan jumlah kunjungan ke suatu lokasi wisata tertentu. Dalam aplikasinya, tidak semua faktor-faktor atau variabel perubah tersebut sesuai dengan lokasi yang diteliti. 2.2.1. Surplus Konsumen Setelah mengetahui fungsi permintaan, selanjutnya dapat diukur surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi. Surplus konsumen tersebut dapat diukur melalui formula : (untuk fungsi permintaan linear).................................(2) Dan (untuk fungsi permintaan logaritma)...........................(3) dimana : CS = Consumer Surplus atau surplus konsumen N = jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individu i Beberapa asumsi dasar yang harus dibangun agar penilaian terhadap sumberdaya alam tidak bias melalui TCM sebagaimana dikemukakan oleh Haad
14
dan McConnel (2002) diacu dari Fauzi (2004), yaitu : (i) biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga rekreasi; (ii) waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas; dan (iv) biaya perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multiple travel). Selain itu, Fauzi (2004) juga mengemukakan bahwa oleh karena TCM harus dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju sehingga tidak menganalisis aspek kunjungan ganda (multipurpose visit). Selanjutnya, para pengunjung atau individu juga harus dibedakan tempat mereka berasal untuk memilah pengunjung yang datang dari wilayah setempat (penduduk di sekitar lokasi wisata). 2.3. Perencanaan Strategis Perencanaan strategis merupakan proses penyusunan perencanaan jangka panjang (Rangkuti, 2006 :8). Menurut Olsen dan Edie (Bryson 2007:4) perencanaan strategis sebagai upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi mengerjakan hal seperti itu. Menurut John Bryson (Hessel, 2003 : 3) terdapat sepuluh langkah proses perencanaan strategis yaitu : 1. Memprakarsai dan menyetujui proses perencanaan strategis. Hal ini bertujuan untuk mencapai persetujuan diantara pihak pengambil keputusan utama baik internal maupun eksternal tentang keseluruhan proses perencanaan strategis. 2. Mengidentifikasi mandat organisasi. Mengidentifikasi mandat bertujuan organisasi untuk mengidentifikasi dan memperjelas sifat dan arti mandat yang diberikan oleh otoritas eksternal, baik formal maupun informal. 3. Memperjelas visi, misi, tujuan dan nilai-nilai organisasi. Tahap ini adalah langkah untuk memperjelas apa yang memperjelas apa yang menjadi keinginan organisasi yang akan menghasilkan analisis stakeholders dan pernyataan misi organisasi. 4. Menilai lingkungan internal dan eksternal organisasi. Menilai lingkungan internal dan eksternal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kekuatan, peluang, kelemahan dan kekuatan organisasi. 5. Mengidentifikasi isu-isu strategis yang dihadapi organisasi. Isu strategis merupakan pertanyaan mendasar tentang kebijakan atau tantangan kritis yang mempengaruhi mandat, misi, dan nilai-nilai. Identfikasi isu strategis bertujuan untuk mengidentifikasi pertanyaanpertanyaan kebijakan dasar yang dihadapi oleh organisasi. 6. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu tersebut. Merupakan langkah untuk menciptakan atau menghasilkan seperangakat strategi yang secara efektif menghubungkan organiasasi dengan lingkungannya. 7. Mereview dan menyetujui strategi dan rencana. 8. Menyusun suatu visi sukses organisasi. 9. Mengembangkan proses implementasi yang efektif. 10. Menilai kembali strategi dan proses perencanaan strategis.
15
2.3.1. Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Tujuan pengembangan pariwisata menurut Soekadijo (1996) diantaranya adalah untuk mendorong perkembangan beberapa sektor ekonomi, yaitu antara lain : 1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan, perkembangan serta perbaikan fasilitas pariwisata. 2. Mengubah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata. Misalnya, usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok wisata, perkemahan, dan lain-lain) yang memerlukan perluasan beberapa industri kecil seperti kerajinan tangan. 3. Memperluas pasar barang-barang lokal. 4. Memberi dampak positif pada tenaga kerja, karena pariwisata dapat memperluas lapangan kerja baru (tugas baru di hotel atau tempat penginapan, usaha perjalanan, industri kerajinan tangan dan cendera mata, serta tempattempat penjualan lainnya). Menurut Marpaung (2002) perkembangan kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Dalam perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata. Hal tersebut dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan, sejarah dan taraf perkembangan ekonomi dan suatu tempat tujuan wisata yang masuk dalam pendapatan untuk wisatawan akibatnya akan menjadikan pengalaman yang unik dari tempat wisata. Pada waktu yang sama, ada nilai-nilai yang membawa serta dalam perkembangan kepariwisataan. Sesuai dengan panduan, maka perkembangan pariwisata dapat memperbesar keuntungan sambil memperkecil masalah-masalah yang ada. 2.3.2. Pengelolaan dan Pengembangan ODTW Alam Azas kemanfaatan dari ODTW Alam dapat tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang benar dan terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan dengan pengembangan kegiatan ekowisata, misalnya kepariwisataan, biro perjalanan, pemerintah daerah, lingkungan hidup, dan lembaga swadaya masyarakat (Dephut, 2008). Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pelaku ekowisata yaitu industri pariwisata, wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah dan akademisi. Para pelaku ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu (Suhandi, 2003) : 1. Industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan keberlanjutan pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata yang berhubungan dengan flora, fauna dan alam. 2. Wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan. 3. Masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan, pembangunan dan pengevaluasian pembangunan.
16
4.
Pemerintah berperan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi terhadap lingkungan yang berlebihan. 5. Akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsip yang dituangkan dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya. Dalam pengelolaan ODTW alam, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesuksesan pengelolaannya diantaranya finansial, pemasaran produk serta aspek koordinasi. Razak (2008) menyebutkan faktor utama yang menjadi persoalan dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata pada umumnya terkendala pada aspek finansial. Biasanya investor bersedia menginvestasikan modalnya untuk pengembangan objek dan daya tarik wisata yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Tantangan yang umum dihadapi dalam bidang ekowisata antara lain: pertama, soal pemasaran yang tentunya terkait dengan jejaring atau kemitraan dengan pelaku wisata lain; kedua, kualitas SDM dalam pengelolaan kegiatan ekowisata di tingkat desa atau akar rumput (grassroot); ketiga, yang tak kalah penting adalah menjaga keselarasan antara misi peningkatan taraf sosial-ekonomi masyarakat lokal dengan pelestarian sumberdaya hayati, (Santoso, 2003). Sementara itu, Dephut (2008) menambahkan bahwa kendala dalam pengembangan ODTW alam berkaitan dengan Instrumen kebijaksanaan dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi ODTW alam. Efektifitas fungsi dan peran ODTW alam ditinjau dari aspek koordinasi instansi terkait, kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan ODTW alam di kawasan hutan, serta mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam. Strategi pengembangan ODTW alam meliputi pengembangan (Dephut, 2008): Aspek perencanaan pembangunan ODTW alam yang antara lain mencakup 1. sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan dan sistem informasi ODTW alam. 2. Aspek kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi. 3. Aspek sarana dan prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal. 4. Aspek pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari. 5. Aspek pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat. 6. Aspek pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri.
17
7.
Aspek peran serta masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 8. Aspek penelitian dan pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan ODTWA. Pengelolaan ODTW alam dengan sifat dan karakteristik yang khas dan cukup rentan terhadap perubahan, maka didalam pengelolaannya harus sangat dipertimbangkan aspek lingkungan, disamping sarana pendukung. Kemasan ODTW yang hendaknya diciptakan adalah perpaduan kondisi alami dan teknologi sebagai sarana pendukung untuk pelestarian kondisi alami tersebut. Suhandi (2003) menyatakan pengembangan ekowisata juga tidak bisa terlepas dari dampak-dampak negatif seperti tertekannya ekosistem yang ada di objek ekowisata apabila dikunjungi wisatawan dalam jumlah yang banyak dan konflik kepentingan antara pengelola atau operator ekowisata dengan masyarakat lokal terutama mengenai pembagian keuntungan dan aksesbilitas. Untuk mengantisipasi dampak negatif dari pengembangan wisata, perlu pendekatan daya dukung dalam pengelolaan ekowisata sesuai dengan batas-batas kewajaran. Pengertian obyek wisata adalah sumber daya alam, buatan dan budaya yang berpotensi dan berdaya tarik bagi yang pada umumnya daya tarik wisata menurut Suwontoro (2001) dipengaruhi oleh : 1) Adanya sumber/obyek yang dapat menimbulkan rasa senang, nyaman, dan bersih, 2) Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjungi, 3) Adanya arti khusus yang bersifat langka, 4) Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir. Obyek wisata alam mempunyai daya tarik yang tinggi karena keindahannya, seperti keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan dan sebagainya. Menurut Mariotto (Yoeti, 1996) yang merupakan objek dan atraksi wisata adalah : Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang istilah 1. pariwisata disebut dengan natural amenities 2. Hasil cipta manusia (man made supply) 3. Tata cara hidup (the way of life) Tersedianya objek wisata dan daya tarik wisata merupakan salah satu syarat yang harus tersedia dalam pengembangan pariwisata. Karena objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk datang berkunjung. Jadi, dalam pengembangan potensi pariwisata di Kecamatan Pantai Cermin harus memperhatikan potensi objek wisata yang ada serta daya tarik wisata yang tersedia. 2.4. Konsep Pembagunan Pariwisata Berkelanjutan Sejak dilakukan langkah-langkah untuk pengembangan pariwisata di Indonesia, maka kegiatan - kegiatan terencana dan terprogram yang dilakukan oleh pemerintah pada hakeketnya memang bertujuan untuk „berkelanjutan‟ khususnya di bidang pariwisata misalnya, apa yang dimaksud dengan pembagunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkelanjutan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembagunan pariwisata agar dilestarikan untuk generasi mendatang (Ardika,
18
2003). Pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) adalah pariwisata yang dikelola mengacu pada pertumbuhan kualitatif, maksudnya adalah meningkatkan kesejahteraan, perekonomian dan kesehatan masyarakat. Peningkatan kulitas hidup dapat dicapai dengan meminimalkan dampak negatif sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Lima hal yang harus diperhatikan dalam pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi yang sehat, 2) kesejahteraan masyarakat lokal, 3) tidak merubah struktur alam, dan melindungi sumber daya alam, 4) kebudayaan masyarakat yang tumbuh secara sehat, 5) memaksimalkan kepuasan wisatawan dengan memberikan pelayanan yang baik karena wisatawan pada umumnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) pembangunan pariwisata yang menekankan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. WTO (1999:42), menekankan ada tiga hal penting dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu: 1. Quality. Sustainable tourism provides a quality experience for visitor, while improving the quality of the host community and protecting the quality of environment. 2. Continuity. Sustainable tourism ensures the continuity of the natural resources upon which it based and the continuity of the cultural of the host community with satisfying experience for visitors. Balance. Sustainable tourism balances the need of the tourism industry, 3. supporters of environment, and the local community. Konsep pembagunan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Natori (2001) menekankan yakni: 1) terpeliharanya mutu dan berkelanjutan sumber daya alam dan budaya, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, 3) terwujudnya keseimbangan antara sumber daya alam dan budaya, 4) kesejahteraan masyarakat lokal serta kepuasan wisatawan. Berdasarkan pengertian tersebut konsep pengembangan pariwisata di kawasan Pulau Pombo Kecamatan Salaluhutu Kabupaten Maluku Tengah harus memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan aspek ekonomi agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang ada dapat dimanfaatkan untuk generasi mendatang. 2.5. Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, Threats) SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strenght), kelemahan (Weaknes), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats). Menurut Jogiyanto (2005), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiki perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang dihadapi. Menurut David (2008), semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam areal fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya dalam semua areal bisnis. David menambahkan bahwa kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan. David menjabarkan pengertian SWOT sebagai berikut :
19
Kekuatan (Strenght) Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keinggulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar. Kelemahan (Weakness) Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan, kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat merupakan sumber dari kelemahan perusahaan. Peluang (Opportunities) Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahan teknologi, dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasok merupakan gambaran peluang dari perusahaan. Ancaman (Threats) Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan. 2.5.1. Fungsi SWOT Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau minimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka/panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi alternatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan. 2.5.2. Matriks SWOT Menurut Rangkuti (2006), matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi.
20
Gambar 1. Matriks SWOT Keterangan : 1. Strategi SO (Strength and Opportunity) Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut atau memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2. Strategi ST (Strength and Threats) Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi WO (Weakness and Opportinity) Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4. Strategi WT (Weakness and Threats) Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
3.KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Pemikiran Pengembagan suatu kawasan harus berdasarkan potensi yang ada, seperti potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan potensi dalam bentuk daya tarik wisata baik berupa daya tarik wisata alam dan budaya yang dimiliki oleh suatu kawasan. Pengembangan suatu kawasan juga berkaitan erat dengan ilmu ekonomi lingkungan. Ilmu ekonomi lingkungan menerangkan bahwa kerusakan lingkungan merupakan masalah eksternal yang akan mengarah pada kegagalan pasar karena tidak mungkin untuk membeli dan menjual aset lingkungan dalam pasar karena tidak adanya harga pasar, sehingga barang dan jasa lingkungan tidak diperdagangkan dalam pasar. Dengan demikian produsen dan konsumen mengesampingkan masalah lingkungan dalam membuat keputusannya. Pengenyampingan aset lingkungan ini dalam keputusan mereka menyebabkan terjadinya penggunaan sumberdaya yang bersifat eksploitasi dan tidak efisien,
21
sehingga menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Kegagalan pasar menjelaskan bahwa kebanyakan barang-barang lingkungan tidak ada harganya. Kabupaten Maluku Tengah Kecamatan Salahutu adalah salah satu kawasan kecamatan yang berada di Provinsi Maluku dan memiliki beragam pariwisata. Sebagian besar dari potensi wisata tersebut masih banyak yang belum dikelolah secara baik sehingga tidak dapat memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan masyarakatnya dan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten Maluku Tengah. Salah satu pariwisata yang belum dimanfaatkan dan dikelolah dengan baik sehingga berdampak pada biota alam, masyarakat dan pemerintah daerahnya adalah Pulau Pombo. Pulau Pombo adalah taman wisata alam laut yang merupakan salah satu objek wisata yang sangat diminati oleh masyarakat daerah sekitarnya karena keindahan alam yang dimiliki. Pulau Pombo merupakan tidak diketahui secara baik harga pasarnya dan tidak diperhatikan oleh pemerintah sehingga keindahan biota yang dimiliki oleh Pulau Pombo terancam rusak dan punah akbat aktivitas masyarakat yang bersifat open acces. Untuk hal ini maka perlu adanya ketenggasan potensi yang dimiliki dan pemberian nilai moneter, sehingga memiliki basis dalam membandingkan antara perlindungan dan pemanfaatan lingkungan. Nilai ini merupakan persepsi seseorang tentang harga yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu tempat rekreasi atau barang lingkungan. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memilih atau menggunakan barang dan jasa yang diinginkannya (Djijono, 2002). Penelitian Pengembangan Potensi Wisata kawasan Pulau Pombo sebagai TWAL dapat memberikan suatu solusi untuk memecahan permasalahan atas ketimpangan pengembangan potensi sebagai daya tarik wisata dan menghindari kerusakan potensi yang terjadi akibat aktivitas masyarakat sekitar pulau tersebut, baik sebagai nelayan dalam aktivitas penangkapan biota laut maupun berburuh flora dan fauna yang menjadi daya tarik khas pulau tersebut. Untuk melakukan kajian terhadap masalah ini, maka indentifikasi potensi yang ada pada kawasan Pulau Pombo bedasarkan presepsi wisatawan dengan mendeskripsikan sesuai observasi lapangan perlu untuk dilakukan dengan baik, dan juga dalam penelitian ini di gunakan variabel biaya perjalanan (Travel Cost Metod) sebagai nilai pengganti pasar untuk kawasan Pulau Pombo dari para pengunjung yang terdiri dari biaya transportasi menuju dan meninggalkan kawasan Pulau Pombo, variabel umur pengunjung, variabel pendidikan pengunjung, variabel penghasilan rata-rata perbulan pengunjung, serta beberpa variabel lainya yang dianggap mempengaruhi jumlah pengunjung Pulau Pombo, serta aspek-aspek yang menjadi kendala perlu dikaji terhadap pengembangan potensi wisata yang ada di kawasan Pulau Pombo. Seperti halnya sebuah kawasan, tentunya memiliki lingkungan yang dapat dipisahkan menjadi lingkungan bagian dari kawasan yang disebut lingkungan internal dan lingkungan bagian luar kawasan yang disebut lingkungan eksternal yang secara terperinci dapat dilihat melalui aspek-aspek yang berkaitan dengan pengembangan kawasan Pulau Pombo tersebut seperti aspek kekuatan, aspek kelemahan, aspek peluang dan aspek ancaman. Masing-masing aspek tersebut akan membentuk berbagai kriteria dan alternatif kebijakan yang perlu diperhatikan. Selanjutnya dengan analisis SWOT maka dapat dibuatkan kombinasi aspek-aspek yang ada dalam bentuk matrik, dari
22
matrik ini dapat dirumuskan berbagai alternatif strategi pengembangan potensi wisata di kawasan Pulau Pombo. Kabupaten Maluku Tengah Potensi wisata: TWAL Pulau Pombo
Presepsi wisatawan terhadap potensi wisata TWAL Pulau Pombo
Masalah : - Tidak diperhatikan pemerintah - Potensi belum teridentifikasi - Open Acces : eksploitasi, degradasi lingkungan. Penilaian Ekonomi TWAL Pulau Pombo
Analisis SWOT Travel Cost Method (TCM)
Analisis Kualitatif Identifikasi Potensi wisata TWAL Pulau Pombo
Peningkatan dan Pengembangan Potensi
Faktor –faktor yang mempengaruhi kunjungan Analisis OLS
Surplus Konsumen
Nilai ekonomi manfaat wisata TWAL Pulau Pombo
Aspek –aspek : - Kekuatan - Kelemahan - Peluang - Ancaman
Penentuan Kriteria dan alternatif
Dasar Kebijkan Pengembangan Potensi TWAL Pulau Pombo
Gambar 2. Kerangka Pikir Ket : : Hubungan : Langkah Menurut Kottler (1996) dari alternatif strategi dapat dirumuskan programprogram yang merupakan operasionalisasi dari setiap strategi umum. Mengacu
23
kepada pendekatan pariwisata berkelanjutan akhirnya dari strategi umum atau pun program pengembangan dapat dibuat rekomendasi kepada instansi berwenang atau para stakeholder yang bergerak di bidang kepariwisataan dalam usaha menunjang pemerataan pembangunan kepariwisataan di Kawasan Pombo, seperti pada Gambar 2.
4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Pulau Pombo. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kawasan Pulau Pombo merupakan kawasan Taman Wisata Alam Laut yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengumpulan data ke lokasi penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013. (Gambar 3).
Sumber : BPS Kabupaten Maluku Tengah, 2012.
Gambar 3. Peta Pulau Pombo 4.2. Metode Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan lokal/domestik yang berkunjung ke kawasan Pulau Pombo saat penelitian, dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi responden. Menurut Supranto (1997) sampel penelitian meliputi sejumlah elemen (responden) yang lebih besar dari persyaratan minimal sebanyak 30 elemen/responden dan semakin besar sampel (semakin besar nilai n=banyaknya elemen sampel) akan memberikan nilai yang lebih akurat. Untuk menjawab tujuan satu dan dua, pengambilan sampel (responden) dilakukan dengan pertimbangan bahwa populasi yang ada tidak diketahui jumlahnya secara pasti, sehingga berdasarkan rule of thumb diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden karena dianggap mendekati kurva sebaran normal. Adapun teknik pengambilan sampel pengunjung yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yaitu sampel yang berada pada lokasi penelitian dan yang mempunyai penghasilan sendiri. Untuk analisis SWOT, yang menjadi responden adalah stakeholder yang terkait dengan pengelolaan kawasan Pulau Pombo. Pengambilan sampel akan dilakukan dengan bentuk judgment sampling, dimana responden akan dipilih dan disesuaikan berdasarkan kriteria tertentu, yakni pihak yang paham dan mengerti akan perkembangan kawasan Pulau Pombo. Diperlukan 3 responden yang terkait
24
dalam pengembangan kawasan Pulau Pombo yakni Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Maluku, dan Camat Kecamatan Salahutu. 4.3. Jenis dan Sumber Data 4.3.1. Jenis Data Jenis data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Data Kualitatif, terdiri atas persepsi dan penilaian responden (wisatawan) terhadap kawasan Pulau Pombo melalui kusioner yang diberikan. 2. Data Kuantitatif, terdiri atas data biaya perjalanan (termasuk biaya akomodasi dan lain-laiannya) serta data pendukung lainnya. 4.3.2. Sumber Data Data yang dikumpulkan berupa: Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik pengunjung, daerah 1. asal, banyaknya kunjungan rekreasi, seluruh biaya rekreasi yang dikeluarkan oleh tiaptiap individu, dan penilaian pengunjung terhadap potensi obyek wisata di Kawasan Pulau Pombo. 2. Data sekunder dikumpulkan dari Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tengah dan instansi lain yang terkait dengan penelitian ini. 4.4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam mengumpulan data primer dilakukan melalui observasi (pengamatan langsung) dan wawancara. Menurut Nazir (1983), pengamatan langsung merupakan cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar atau alat ukur lainnya dengan kriteria-kriteria tertentu. Adapun yang dimaksutkan dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan melalui tanya jawab dengan responden yang dilakukan dengan menggunakan panduan berupa daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan. 4.5. Matriks Penelitian Matriks penelitian bertujuan untuk melihat tujuan, alat dan karakteristik data penelitian secara sistematis. Adapun untuk melihat tujuan, alat analisis dan karakteristik data yang dilakukan pada penelitian “Nilai Ekonomi dan Potensi Pengembangan Wisata di Kawasan Pulau Pombo, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku”. Berikut ini adalah rancangan matriks penelitian.
25
Tabel 2. Matriks Penelitian No 1
Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi potensi wisata di kawasan Pulau Pombo berdasarkan persepsi wisatawan 2 Mengestimasi nilai ekonomi kawasan Pulau Pombo 3 Merumuskan strategi kebijakan dan program pengembangan kawasan Pulau Pombo Sumber : Olahan data, 2013.
Metode Analisis Analisis Kualitatif
Teknik Pengumpulan Data
Responden
Observasi, Wawancara
100
Wawancara
100
Wawancara
3
Travel Cost Method
Analysis SWOT
4.6. Metode Analisis Data Metode dan analisis data bertujuan untuk menyerderhanakan seluruh data yang terkumpul, menyajikan secara sistematik, kemudian mengolah, menafsirkan, dan memaknai data tersebut. Analisis data merupakan upaya pemecahan permasalahan penelitian untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang diteliti. Permasalahan dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif kualitatif, analisis biaya perjalanan (Travel Cost Method), analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) untuk merancang strategi pengembangannya. Dengan ketiga alat analisis tersebut diharapkan akan dapat memecahkan permasalahan yang akan diteliti. 4.6.1. Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis kualitatif adalah proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata dan laporan terinci secara deskriptif dari pandangan responden tentang potensi wisata kawasan Pulau Pombo. 4.6.2. Analisis Biaya Perjalanan Sebagaimana dikemukakan oleh Fauzi (2004), TCM dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat dari : (i) perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi; (ii)penambahan tempat rekreasi baru; (iii) perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi; dan (iv) penutupan tempat rekreasi yang ada. Untuk kasus pengukuran nilai ekonomi Kawasan Pulau Pombo, salah satu relevansi penggunaan TCM tercermin dari uraian pada butir (iii) di atas, yaitu perubahan kualitas tempat rekreasi. Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi ini, yaitu mencangkup seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mencapai suatu tempat rekreasi. Menurut Fauzi (2004), metode ITCM lebih akurat dibandingkan dengan pendekatan zonasi. Untuk itu dalam menilai kawasan Pulau Pombo secara ekonomi akan digunakan analisis ITCM. Dalam penelitian ini diteliti nilai ekonomi kawasan yang variabel penelitiannya terbatas pada nilai penggunaan tidak langsung berupa nilai wisata
26
alam dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan masyarakat membayar manfaat dari keberadaan Pulau Pombo. Variabel nilai wisata alam yang meliputi biaya perjalanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan, merupakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada pengunjung TWAL Pulau Pombo. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan fungsi permintaan untuk kunjungan ke TWAL Pulau Pombo dengan menggunakan teknik ekonometrika seperti regresi berganda (OLS). Secara sederhana fungsi permintaan dapat ditulis sebagai berikut: Q = f (X1, X2, X3, X4, X5 , X6 )............................................................................(1) Keterangan: Q : Jumlah kunjungan individu ke TWAL Pulau Pombo (kali/tahun) X1 : Biaya perjalanan yang dikeluarkan individu dari tempat tinggal ke tempat wisata (berupa biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya parkir dan biaya lain-lain) (Rp) X2 : Umur pengunjung (Tahun) X3 : Pendidikan dari para pengunjung (Tahun) X4 : Penghasilan rata-rata sebulan dari para pengunjung (Rp) X5 : Jenis Kelamin (Dummy) X6 : Pekerjaan (Dummy) Selain itu variabel waktu luang per minggu, anggaran rekreasi selama sebulan, kelompok kunjungan, tujuan kunjungan, dan lama perjalanan merupakan variabel yang tidak dimasukkan dalam model. Tabel 3. Defenisi Dan Skala Pengukuran Variabel Variabel Jumlah Kunjungan
Travel Cost (Biaya Perjalanan)
Umur Pendidikan Penghasilan per Bulan
Defenisi Banyaknya kunjungan yang dilakukan individu selama 12 bulan terakhir ke TWAL Pulau Pombo Biaya yang dikeluarkan pengunjung selama di TWAL Pulau Pombo (biaya transportasi, parkir, akomodasi, dll) Umur pengunjung Jenjang pendidikan terakhir pengunjung Penghasilan rata-rata per bulan pengunjung
Skala pengukuran Dalam frekuensi kekerapan
Variabel ini diukur dengan skala kontinyu (Rp)
Variabel ini diukur dengan skala kontinyu (tahun) Variabel ini diukur dengan skala kontinyu (tahun) Variabel ini diukur dengan skala kontinyu (Rp)
Sumber : Olahan data, 2013.
Dari variabel-variabel di atas lebih operasional, fungsi permintaan tersebut dibuat dalam bentuk linear yaitu sebagai berikut : Q = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 +
..............................................(2)
27
Keterangan; β0 : konstanta β1, β2, β3, β4, β5, β6 : koefisien regresi : error Langkah kedua adalah menghitung surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi. Surplus konsumen merupakan luar wilayah di bawah kurva permintaan. Surplus konsumen diukur melalui formula: ...........................................................................................................(3) Dimana : CS: Surplus Konsumen Q : Jumlah Kunjungan B : Koefisien Biaya Perjalanan Untuk mendapatkan nilai ekonomi Pulau Pombo maka SK dikalikan dengan 52 minggu berdasarkan pengunjung pada tahun tersebut. Agar didapatkan hasil Best Liniear Unbiased Estimator (BLUE), model analisis regresi berganda dilakukan evaluasi ekonometrika dengan asumsi klasik yaitu sebagai berikut: 1. Uji Kenormalan Uji kenormalan diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik dari sebaran t dapat dikatakan sah. Data atau observasi dalam penelitian ini jumlahnya lebih dari 30, oleh karena itu data telah mendekati sebaran normal sehingga diketahui bahwa statistik t dapat dikatakan sah. Uji Multikolinear 2. Multikolinear merupakan salah satu masalah yang sering timbul dalam OLS, yaitu terjadinya hubungan korelasi yang kuat antara peubah-peubah bebas. Masalah multikolinear dapat diketahui dengan melihat langsung melalui output regresi berganda yakni dengan melihat nilai VIF, dimana jika nilai VIF maka terdapat masalah multikolinear. 3. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisita maka dilakukan uji white heteroskedstisida dengan langkah-langkah sebagai berikut : H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada masalah heteroskedastisitas Tolak H0 jika obs* R2 4.6.3. Analisis SWOT Menurut Rangkuti (1999), untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik maka perusahaan/lembaga harus mempertimbangkan dua lingkungan yang dihadapi yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Analisi terhadap
28
faktor internal akan dapat mengidentifikasi aspek-aspek kekuatan (strengths) dan aspek-aspek kelemahan (weakness) yang dimliki oleh pengelola perusahaan/lembaga, sedangkan analisis terhadap faktor eksternal akan dapat mengidentifikasi aspek-aspek peluang (opportunity) dan tantangan (threat). Wheleen dan Hunger (1992) mengemukakan bahwa sebelum melakukan analisis SWOT, terlebih dahulu melakukan analisis matriks faktor eksternal (External Factor Evaluation) dan matriks faktor internal (Internal Factor Evaluation), setelah itu dilakukan analisis SWOT. Selanjutnya masing-masing aspek akan dikombinasikan untuk menghasilkan rumusan strategi kebijakan. 4.6.3.1. Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) Matriks dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks Tahap-tahap untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut: Menentukan matriks IFE dan EFE. Metode yang digunakan untuk 1. menentukan kedua matriks ini adalah dengan diskusi dan penelaan pustaka. Matriks IFE digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor lingkungan internal dan mengklasifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan, sedangkan matriks EFE digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor lingkungan eksternal dan mengklasifikasikannya menjadi peluang dan ancaman. 2. Memberi bobot masing-masing faktor dengan skala mulai 1,0 (sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). Total seluruh bobot harus sama dengan 1,0. 3. Menghitung ranting masing-masing faktor dengan memberikan skala antara 1-4 dimana : 4 = Respon sangat bagus 3 = Respon diatas rata-rata 2 = Respon rata-rata 1 = Respon dibawah rata-rata Mengalikan bobot (kolom 2) dengan ranting (kolom 3) untuk memperoleh 4. faktor pembobotan (kolom 4) 5. Menjumlahkan skor pembobotan (kolom 4) untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana organisasi bereaksi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal. 4.6.3.2. Kriteria Penilaian Total skor bobot IFE sebesar 1.0 hingga 1.99 yang menggambarkan posisi internal yang lemah, skor 2.0 hingga 2.99 merupakan pertimbangan rata-rata dan skor 3.0 hingga 4.0 adalah kuat. Begitu pula pada total skor EFE dari 1.0 hingga 1.99 menunjukkan pertimbangan yang rendah, skor 2.0 hingga 2.99 adalah merupakan pertimbangan rata-rata dan skor 3.0 hingga 4.0 adalah tinggi. Berikut digambarkan pemetaan masing-masing total skor faktor internal dan eksternal :
29
Sumber :David, 2006
Gambar 4. Pemetaan Total Skor Eksternal dan Internal Matriks IE yang mempunyai sembilan sel strategi utama seperti pada gambar 4 di atas, dapat dikelompokkan menjadi tiga sel strategi utama yaitu: 1. Growth and Build (tumbuh dan bina) berada dalam sel I, II, atau IV. Strategi yang cocok adalah intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integrative (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). 2. Hold and Maintain (pertahanan dan pelihara) dilakukan untuk sel III, V, atau VII. Strategi umum yang dipakai adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. 3. Harvest or Divest (panen atau divestasi) dipakai untuk sel VI, VIII, atau IX. Strategi yang dipakai adalah strategi devestasi, strategi diversifikasi konglomerat, dan strategi likuidasi. 4.6.3.3. Matriks SWOT Tahap berikutnya setelah mengidentifikasi faktor internal dan eksternal maka dapat disusun alternatif strategi pengelolaan Pulau Pombo dalam matriks SWOT. Penyusunan strategi dilakukan berdasarkan nilai (bobot x rating) yang paling tinggi atau yang paling dianggap utama dalam pengelolaan. Berdasarkan matriks SWOT tersebut dapat disusun empat kemungkinan strategi pengelolaan Pulau Pombo seperti tabel berikut :
30
Tabel 4. Matriks SWOT/Strategi Pengelolaan STRENGH (S)
WEAKNESS (W)
Faktor-faktor kekuatan internal
Faktor-faktor kelemahan internal
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Faktor-faktor peluang eksternal
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
TREATH (H)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Faktor-faktor hambatan eksternal
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
INTERNAL
EKSTERNAL OPPORTUNITIES (O)
Sumber : David, 2006.
5. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1
Risalah Kawasan
5.1.1. Sejarah Kawasan Pulau Pombo telah dikenal masyarakat, baik nasional maupun internasional. Kawasan ini dinamakan Pulau Pombo karena banyaknya jenis Burung Pombo yang menjadikan pulau ini sebagai tempat bersarang. Nama pombo itu sendiri berasal dari bahasa Portugis yang berarti putih. Hal ini terkait dengan luasnya pantai Pulau Pombo yang berpasir putih, sehingga tampak dari kejauhan seperti pulau yang berwarna putih. Dasar penetapan Pulau Pombo sebagai kawasan suaka alam pada awalnya dikarenakan Pulau Pombo merupakan tempat singgah dan bersarang salah satu jenis burung khas/endemik Maluku yaitu Burung Pombo (Ducula bicolor) dan Burung Gosong Maluku (Megapodius reinwardii). Habitat Burung Gosong Maluku sebagai fauna endemik Maluku dapat dijumpai di 3 (tiga) tempat yaitu Pulau Kassa, Desa Kailolo (Pulau Haruku) dan Pulau Pombo. Dari ketiga lokasi tersebut Pulau Kassa dan Pulau Pombo telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi yaitu Suaka Margasatwa Pulau Kassa dan SA/TWAL Pulau Pombo. Sedangkan di desa Kailolo, burung Gosong dimanfaatkan dengan menerapkan kearifan tradisional sistem sasi. Selanjutnya dengan adanya pemanfaatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terkendali menyebabkan kerusakan habitat Burung Gosong Maluku di Pulau Pombo, sehingga satwa ini tidak dapat ditemukan lagi di Pulau Pombo. Demikian halnya dengan keberadaan pantai Pulau Pombo yang menjadi salah satu tempat pendaratan Penyu Sisik untuk meletakkan telurnya.
31
Pada musim bertelur masih dapat dijumpai penyu sisik yang mendarat di pantai Pulau Pombo untuk bertelur. Namun keberadaan telur-telur penyu ini tidak aman dan selalu diambil oleh masyarakat. Selain itu pada musim tertentu, di kawasan Pulau Pombo sering diketemukan burung migran seperti Pelikan dan Belibis. Kondisi saat ini sudah jarang menjumpai lagi beberapa jenis satwa langka pada kawasan Pulau Pombo. Selain disebabkan kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat, juga disebabkan aktivitas yang berkaitan dengan kunjungan wisata ke kawasan ini yang memang memiliki daya tarik wisata alam khususnya untuk wisata bahari. Guna menunjang kegiatan wisata di kawasan Pulau Pombo, pengelola membangun sarana prasarana penunjang kegiatan wisata di Pulau Pombo antara lain 1 (satu) buah pondok kerja, 1 (satu) buah pondok jaga, 2 (dua) buah pos jaga, sarana MCK 1 (satu) unit, shelter 3 (tiga) buah dan menara pengamat. Selain itu dibangun pula 1 (satu) unit dermaga speed boat dan garasinya, 1 (satu) buah pondok kerja serta penyediaan 3 unit speed boat di Liang untuk menunjang pengelolaan kawasan Pulau Pombo. Namun demikian, sarana dan prasarana ini telah rusak pada waktu terjadinya konflik sosial di Maluku yang terjadi pada Tahun 1999. Disamping pembangunan sarana dan prasarana untuk pengembangan wisata, di kawasan Pulau Pombo dalam rangka pengelolaan keanekaragaman hayati juga pernah digunakan sebagai laboratorium penelitian biota laut berupa pengembangan budidaya Lola Merah dan Kima. Kegiatan ini merupakan kerja sama dengan LON-LIPI dan Universitas Pattimura. Demikian halnya kegiatan penanaman hutan pantai yang dilaksanakan dalam upaya mempertahankan keberadaan daratan Pulau Pombo yang terkena abrasi gelombang laut. 5.1.2. Letak, Luas dan Batas Secara geografis Pulau Pombo ini terletak di antara Pulau Ambon dan Pulau Haruku dengan koordinat 128°22'09" BT dan 3°31'35" LS, sedangkan secara administratif pemerintahan kawasan ini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Posisi Pulau Pombo berada di perairan Selat Pulau Haruku yaitu antara Pulau Ambon dan Pulau Haruku. Batas-batas administratif Pulau Pombo adalah sebagai berikut : Barat : dibatasi oleh Kecamatan Salahutu Timur : dibatasi oleh Kecamatan Haruku Selatan : dibatasi oleh Kecamatan Salahutu (Desa Tulehu) Utara : dibatasi oleh Pulau Seram 5.1.3. Topografi Topografi kawasan pada umumnya datar dengan ketinggian rata-rata 0-2 m dpl. Kondisi tanah Pulau Pombo tersusun dari tanah podsolik, berpasir, berbatu karang dan berbarus. Keadaan pantainya merupakan sebuah atol atau circular reef yang melingkari sebuah lagun tetapi tidak mengurung pulau. 5.1.4. Iklim a. Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Curah hujan rata-rata di sekitar Pulau Pombo adalah 190,1 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 19 hari per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu berkisar 385 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni
32
sebesar 48 mm. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan April yaitu sebanyak 26 hari dan jumlah hari hujan terendah pada bulan November sebanyak 14 hari. Data mengenai curah hujan dan jumlah hari hujan tersaji dalam Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5. Data Keadaan Curah Hujan dan Hari Hujan di Sekitar Pulau Pombo Curah Hujan Jumlah Hari Hujan (mm) (Hari) 1 Januari 250 20 2 Pebruari 209 19 3 Maret 201 23 4 April 385 26 5 Mei 236 21 6 Juni 328 22 7 Juli 48 17 8 Agustus 59 17 9 September 104 15 10 Oktober 134 15 11 November 125 14 12 Desember 202 19 Rata-rata 190,1 19,0 Sumber : Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar (2007) No.
Bulan
b. Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Pulau Pombo Suhu udara rata-rata di sekitar Pulau Pombo sebesar 27,4 C dimana suhu maksimum 28,5 C pada bulan Januari dan suhu minimum 25,9 C pada bulan Juli dan Agustus. Kelembaban udara rata-rata 82,8% dengan kelembaban tertinggi 86% pada bulan April dan kelembaban terendah 80% pada bulan Januari dan Juli. Data suhu dan kelembaban secara lengkap tersaji pada Tabel6. Tabel 6. Data Keadaan Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Pulau Pombo Bulan Suhu Rata-rata (oC) Kelembaban Nisbi (%) Januari 28,5 80 Pebruari 27,9 82 Maret 27,8 83 April 27,4 86 Mei 27,7 83 Juni 27,1 85 Juli 25,9 80 Agustus 25,9 84 September 26,3 83 Oktober 27,7 83 November 28,1 84 Desember 28,1 84 Rata-rata 27,4 82,8 Sumber : Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar (2007) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
c. Penyinaran Matahari dan Tekanan Udara Penyinaran matahari di sekitar Pulau Pombo rata-rata 35,3% dengan tekanan udara rata-rata 1008,2 milibar. Penyinaran matahari tertinggi 57% pada bulan Oktober dan yang terendah 17% pada bulan Juli, sedangkan tekanan udara
33
tertinggi 1010,0 milibar pada bulan Juli dan Agustus dan tekanan udara terendah 1006,0 milibar pada bulan Desember. Data keadaan penyinaran matahari dan tekanan udara secara lengkap tersaji pada Tabel 7. Tabel 7. Data Keadaan Penyinaran Matahari dan Tekanan Udara di Sekitar Pulau Pombo No.
Penyinaran Matahari Rata-rata (%)
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tekanan Udara Rata-rata (Milibar)
Januari 56 Pebruari 39 Maret April 21 Mei 47 Juni 41 Juli 17 Agustus 40 September 48 Oktober 57 November 37 Desember 21 Rata-rata 35,3 Sumber : Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar (2007)
1007,7 1007,9 1007,8 1008,5 1008,9 1007,0 1010,0 1010,0 1009,1 1008,6 4006,7 1006,0 1008,2
d. Angin Di sekitar Pulau Pombo kecepatan angin rata-rata 5,1 knot dengan kecepatan yang terbesar pada bulan Juli dan Agustus sebesar 7 knot dan yang terendah pada bulan November sebesar 3 knot. Data kecepatan angin lebih lengkap tersaji pada Tabel 8. Tabel 8. Data Keadaan Kecepatan Angin di Sekitar Pulau Pombo Kecepatan Rata-rata (Knot) 1 Januari 6 2 Pebruari 6 3 Maret 4 4 April 4 5 Mei 4 6 Juni 6 7 Juli 7 8 Agustus 7 9 September 5 10 Oktober 4 11 November 3 12 Desember 5 Rata-rata 5,1 Sumber : Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar (2007) No.
Bulan
5.1.5. Aksesibilitas Untuk mencapai kawasan Pulau Pombo dari ibu kota Provinsi Maluku di Kota Ambon, dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut : Dari Ambon ke Tulehu atau ke Waai atau ke Liang melalui jalan darat dengan waktu tempuh ± 30-45 menit.
34
Kemudian dilanjutkan melalui laut dari Tulehu ke Pulau Pombo atau dari Waai ke Pulau Pombo atau dari Liang ke Pulau Pombo (15 menit) dengan menggunakan speed-boat pada cuaca baik dan pada cuaca buruk atau kurang baik, diperlukan waktu yang lebih lama yaitu antara 20-30 menit. Keadaan jalan dari pusat kota Ambon melalui jalan raya umum sangat baik dan sangat mudah baik untuk kendaraan umum maupun pripadi. Jika memakai kendaraan umum, maka hanya memerlukan satu kali naik angkot dan sampai pada pelabuhan di ketiga desa akses ke Pulau Pombo. Letak pelabuhan pada ketiga desa sangat dekat dengan jalan raya umum sehingga dapat langsung melanjutkan perjalanan dengan speed-boat ke Pulau Pombo. 5.2. Potensi Kawasan 5.2.1. Potensi Flora dan Fauna Kawasan konservasi Pulau Pombo baik daratan yang ditunjuk sebagai cagar alam maupun perairan yang mengelilinginya sebagai taman wisata alam laut, memiliki keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang cukup tinggi. Kawasan perairan Pulau Pombo memiliki pemandangan laut berupa batu-batu karang yang sangat indah yang tersusun rapi sangat alamiah, dipadukan dengan kehidupan sebagai jenis ikan hias, zoo-plankton dan kerang-kerangan. Kawasan konservasi ini juga merupakan tempat singgah dan bersarang salah satu jenis burung khas/endemik Maluku yaitu Burung Pombo (Ducula bicolor) dan berbagai jenis burung lainnya. Selain itu juga ditemukan beberapa jenis burung laut antara lain Raja Udang (Alcedinidae), Gangsa Batu Muka Biru (Sula dactylatra), Kuntul Karang (Egretta sacra). Jenis mamalia yang ditemukan, antara lain : Tikus Hutan (Pogonomelomys), sedangkan jenis reptil yang ditemukan adalah Ular Sanca (Phyton morulus), Kadal Panana (Triliqua gigas) dan Biawak Coklat (Varanus gouldi). Selanjutnya dengan kondisi perairan Pulau Pombo yaitu adanya arus berputar (up-welling) dan ketersediaan pakan makanan, memungkinkan keanekaragaman keberadaan satwa laut di kawasan konservasi ini, antara lain Ikan Teri (Stolephorus sp.), Ikan Layang (Decapterus sp.), Ikan Tongkol (Auxis thzard), Ikan Kembung (Rastreliger kanagurta), jenis-jenis Ikan Ekor Kuning (Caesionidae) serta moluska seperti Kima (Tridacnidae), Bia jalang (Strombus luhuanus), Lola (Trochus niloticus), Bia kambing (Lambis sp.), Bia Cumi Bercangkang (Nautilus pompilius), Kerang Mutiara (Pinctada margaritifera) dan jenis lain dari Cypreanidae, Strombidae, dan Connidae. Dari jenis-jenis moluska tersebut ada beberapa jenis yang langka atau sudah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 7 Tahun 1999 seperti Kima (Tridacnidae), Lola (Trochus niloticus), Bia Cumi Bercangkang (Nautilus pompilius) dan Triton trompet (Charonnia tritonis). Berbagai jenis flora di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pulau Pombo di antaranya adalah : Kayu Gempol (Nauclea orientalis), Croton sp., Purnamarsada (Cordia subcordata), Gumira Pantai (Premna corymbosa), Sayur Putih (Pisonia alba), Kayu Mata Ikan (Hernandia peltata), Hutung (Barringtonia asiatica), Beringin (Ficus benjamina), Ketapang (Terminalia catappa) dan Dadap (Erythrina variegata).
35
Berdasarkan tipe vegetasi, Pulau Pombo termasuk tipe hutan vegetasi pantai dengan jenis pohon dan flora yang bervariasi dengan strata yang tidak sempurna. Strata teratas membentuk tajuk hutan terdiri atas pohon-pohon yang dapat mencapai ketinggian 30 m, strata terbawah terdiri dari perdu/anakan pohon. Jenis yang banyak dijumpai antara lain Kayu Besi (Intsia bijuga), Cemara Laut (Casuarina sp.), Pule (Alstonia scholaris), Bakau (Rhizoporasp.), Kira-kira (Xylocarpus granatum), Ketapang (Terminalia cattapa), Linggua Pantai (Pterocarpus indicus), Galala dan lain-lain. 5.2.2. Potensi Wisata Pulau Pombo memiliki keaneka ragaman flora dan fauna serta pemandangan alam yang indah dengan udara yang sejuk. Di samping itu bentuknya yang berupa karang Atol yang sangat indah menjadikan tempat itu sebagai atraksi alam yang menarik. Dengan pemandangan bawah laut yang begitu indah, menyebabkan kawasan perairan Pulau Pombo sangat cocok dikembangkan wisata air seperti snorkling, diving, fishing, camping, dan lain-lain. Pulau Pombo memiliki salah satu jenis burung khas/endemik pulau ini yaitu Burung Pombo (Ducula bicolor). Selain itu juga ditemukan berbagai jenis burung perairan lainnya. Wisata pengamatan burung (birdwatching) dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan perilaku burung di secara alami. a.
Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Beberapa desa yang berdekatan dengan kawasan tersebut adalah desa Kailolo, Pelauw, dan Desa Ori berada pada bagian barat Pulau Haruku, sedangkan Desa Tulehu, Waai, dan Liang di bagian Utara Pulau Ambon atau sering disebut Jazirah Leitimur. Pertumbuhan penduduk dapat terjadi akibat 4 (empat) komponen yaitu, tingkat kelahiran (natalitas), tingkat kematian (mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Pertumbuhan penduduk adalah keseimbangan yang dinamis antara kelahiran, kematian, datang dan pergi. Penduduk Kabupaten Maluku Tengah berdasarkan hasil sensus Tahun 2000 berjumlah 317.476 jiwa. Dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,03 % bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Maluku Tengah tahun 1990 yaitu sebesar 295.059 jiwa. Sementara itu berdasarkan perkiraan, penduduk Maluku Tengah tahun 2007 mencapai 368.136 jiwa atau mengalami pertumbuhan 1,42 % dibandingkan jumlah penduduk tahun 2006. Dengan luas wilayah 11.595,57 km2 maka pada tahun 2007 tingkat kepadatan penduduk di Maluku Tengah mencapai 31 jiwa per km2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Maluku Tengah konstan mengalami peningkatan selama periode 2009-2011dari 60,89 persen menjadi 69,28 persen. TPAK menggambarkan persentase angkatan kerja yang bekerja. Pasar tenaga kerja Maluku Tengah juga ditandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat pada tingginya persentase penduduk usia kerja yang bekerja dan besarnya mencapai lebih dari 90 persen pada tahun 2011. Tingkat pengangguran terlihat semakin menurun selama kurun waktu 2009-2011. Pada tahun 2009 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat sebesar 12,41 persen. Angka ini menurun menjadi 6,45 persen pada tahun 2011.
36
Tabel 9. Statistik Ketenagakerja Maluku Tengah Uraian 2009 TPAK (%) 60,89 TPT (%) 12,41 Bekerja (%) 87,59 UMP(000 Rp) 775 Bekerja di Sektor A (%) 50,92 Bekerja di Sektor B (%) 7,13 Bekerja di Sektor C (%) 16,66 Bekerja di Sektor D (%) 12,04 Bekerja di Sektor E (%) 13,29 Sumber : Maluku Tengah Dalam Angka, BPS 2012
2010 62,90 12,17 87,83 840 53,55 3,49 17,65 15,07 10,24
2011 69,28 6,45 93,55 840 57,33 9,02 10,18 13,01 10,47
Berdasarkan perbandingan menurut lima sektor utama, pilihan bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perkebunan perinanan dan peternakan (A) masih mendominasi dengan persentase terbesar 57,32 persen pada tahun 2011, yang diikuti dengan sektor jasa kemasyarakatan (D) dengan 13,01. Sektor lainnya (E) sebesar 10,47 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran (C) dengan persentase sebesar 10,18 persen dan sementara pekerja di sektor manufaktur (B) sebanyak 9,02 persen. Komposisi tersebut tidak banyak mengalami perubahan selama kurun waktu 2009-2011. Upah Minimum Provinsi (UMP) terus mengalami peningkatan. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani, pedagang, dan nelayan. Sedangkan sebagian kecil lainnya (25%) adalah pegawai negeri sipil. Baik itu masyarakat dari Kecamatan Haruku maupun masyarakat di Kecamatan Salahutu, khususnya desa yang sangat berdekatan yang selalu menggantungkan hidup di laut sebagai nelayan menjadikan Pulau Pombo sebagai tempat istirahat selama mencari ikan di laut. b.
Posisi Kawasan dalam Perspektif Tata Ruang dan Pembangunan Daerah Peruntukan Pulau Pombo sebagai sebuah kawasan konservasi dengan fungsi wisata alam sesuai dengan kriteria dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Maluku Tengah yaitu : 1. Kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas. 2. Mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekargaman jenis biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat di dalamnya. Pengelolaan kawasan dengan kriteria tersebut di atas, dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Melindungi keanekaragamnan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas kehidupan. 2. Menetapkan daerah yang berbatasan dengan kawasan suaka alam sebagai daerah penyangga. Sehubungan dengan penunjukannya sebagai taman wisata alam, maka kawasan Pulau Pombo peruntukan utamanya adalah untuk kegiatan wisata alam. Maka ketentuan pengembangannya adalah sebagai berikut : 1. Memanfaatkan potensi keindahan alam dan budaya di kawasan pariwisata guna mendorong pengembangan pariwisata.
37
2. Memperhatikan kelestarian nilai budaya, adat-istiadat, serta mutu dan keindahan lingkungan alam. 3. Menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kawasan Pulau Pombo dan perairan di sekitarnya berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Maluku Tengah termasuk dalam Wilayah Pengembangan (WP) – IV dengan Pusat Pengembangan di Kota Tulehu. Di wilayah pengembangan ini, kegiatan pariwisata merupakan salah satu kegiatan yang dikembangkan. Pulau Pombo dan perairan disekitarnya dalam RTRW Kabupaten Maluku Tengah termasuk dalam Rencana Pemantapan Kawasan Lindung yang secara umum pemanfaatan ruangnya akan diarahkan sebagai kawasan suaka alam yang meliputi kawasan terumbu karang dan taman wisata alam. Selanjutnya dalam Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya termasuk dalam kawasan yang direncanakan sebagai lokasi pengembangan wisata bahari. Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Maluku dan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Maluku Tengah, kawasan Pulau Pombo termasuk dalam salah satu obyek wisata alam untuk kegiatan wisata alam minat khusus. Pulau Pombo dalam pembangunan pariwisata daerah berdasarkan RIPPDA Kabupaten Maluku Tengah, termasuk dalam Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) V atau Cluster V dengan basis pengembangan wisata, yaitu pengembangan produk wisata berbasis alam pantai dan wisata tirta dalam satu kesatuan tema pengembangan wisata.
6. GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN 6.1. Karakteristik Responden Pengunjung Pulau Pombo Pengunjung Pulau Pombo yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang dibedakan berdasarkan faktor demografi yang terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Karakteristik responden juga dapat dibedakan berdasarkan frekuensi kunjungan, cara kedatangan, dan lamanya kunjungan ke Pulau Pombo. 6.1.1. Faktor Demografi Pengunjung Pulau Pombo yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 100 orang, yang terdiri dari 55% laki-laki dan 45% perempuan. Umur responden pengunjung dikelompokkan menjadi 6 kategori berdasarkan rataan kelas interval dan berturut-turut persentase pengunjung berdasarkan tikat umur yaitu sebanyak 65% (26-28 tahun), sebanyak 12% (23-25 tahun), sebanyak 10% di atas 31 tahun, sebanyak 7% kisaran umurnya 29-30 tahun, sebanyak 3% kisaran umurnya 20-22 tahun dan kurang dari 20 tahun sebanyak 2%. Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa Pulau Pombo lebih banyak diminati oleh laki-laki dan umumnya dikunjungi oleh kalangan muda-mudi katagori dewasa, hal ini dikarenakan kaum pemuda lebih menyukai kumpul bersama di tempat yang tenang dan menantang. Tingkat pendidikan menunjukan pendidikan formal yang pernah ditempuh seseorang dan sangat berpengaruh terhadap pemahaman seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi kesadaran untuk melalukan kegiatan wisata. Tingkat pendidikan responden pengunjung Pulau Pombo
38
sebagian besar merupakan lulusan Strata satu (S1) yaitu sebanyak 45%, diikuti lulusan SMA/sederajat sebanyak 36%, kemudian lulusan Diploma sebanyak 13%, dan lulusan pascasarjana (S2) sebanyak 6%. Dari identifikasi respoden, terlihat bahwa responden pada penelitian ini umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pengjung, diharapkan akan semakin tinggi pula tingkat pemahaman mereka akan pentingnya menjaga kelestarian dan keberlanjutan dari suatu sumberdaya alam serta meminimalisir kerusakan akibat eksploitasi alam yang terjadi sehingga keberadaan Pulau Pombo dapat terus dijaga. Tingginya pendidikan pengunjung Pulau Pombo juga akan meningkatkan rasa ingin tahu tentang objek wisata yang ada di Pulau Pombo, meningkatkan kesadaran pengunjung tentang suatu perjalanan wisata, serta kesadaran merekadalam memberikan persepsi tentang nilai sumberdaya alam suatu obyek wisata yang secara tidak langsung persepsi ini akan mendorong mereka melakukan perjalanan wisata atau kunjungan ke Pulau Pombo. Terkait dengan karakteristik tingkat pendidikan, pengelola diharapkan dapat melakukan pengadaan fasilitas penunjang, sehingga akan lebih menarik untuk dikunjungi. Berdasarkan kategori pekerjaan responden, sebagian besar pengunjung bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 51%, sedangkan latar belakang responden yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil/BUMN sebanyak 45%, dan 4% sisanya merupakan wiraswasta seperti montir dan memiliki pertokoan. Hal ini mengindikasikan bahwa yang menjadi pengunjung Pulau Pombu adalah mereka yang umumnya bekerja sebagai pegawai dan ini dapat menjadi penyebab Pulau Pombo lebih ramai didatangi pada hari libur, dimana para pengunjung memanfaatkan waktu luang mereka untuk melakukan rekreasi. Oleh karena itu, perlu untuk pengembangan dan pengadaan fasilitas pendukung Pulau Pombo. Tingkat pendapatan individu akan mempengaruhi kegiatan konsumsinya terhadap konsumsi wisata. Sebanyak 86% responden pengunjung Pulau Pombo memiliki tingkat pendapatan antara Rp 2.500.000,00 – Rp 5.500.000,00 per bulan, 11% memiliki tiangat pendapatan < Rp 2.500.000,00 per bulan, dan 3% sisanya memiliki tingkat pendapatan > Rp 5.500.000,00 per bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengunjung umumnya memiliki pendapatan yang cukup untuk berkunjung, sehingga dapat disimpulakan bahwa semakin tinggi penghasilan pengunjung, maka alokasi terhadap kegiatan wisata akan semakin meningkat sehingga nilai kesediaan membayar pengunjung dapat bertambah. Dengan demikian karakteristik pengunjung bisa dijadikan dasar pertimbangan bagi pengelola dalam menentukan harga tiket yang berlaku demi perbaikkan dan mengadaan sarana dan prasarana sebagai fasilitas penunjang Pulau Pombo. Karakteristik responden pengunjung berdasarkan faktor demografi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah.
39
Tabel 10. Karakteristik Pengunjung Pulau Pombo Berdasarkan Faktor Demografi 1
Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Presentasi
Jumlah 2
3
4
5
Umur (Tahun) < 20 20-22 23-25 26-28 29-31 >31 Jumlah Pendidikan Terakhir S2 S1 Akademik/Diploma SMA(sederajat) Jumlah Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil/BUMN Pegawai Swasta Wiraswasta Jumlah
Tingkat Pendapatan (per bulan) < 2.500.000 2.500.000 – 5.500.000 > 5.500.000 Jumlah Sumber : Data yang diolah 2013
55 45 100 2 3 12 65 7 10 100 6 45 13 36 100 45 51 4 100 11 86 3 100
6.1.2. Motivasi Kunjungan Motivasi kunjungan adalah hal-hal yang menjadi faktor pendorong seseorang untuk datang berkunjung ke Pulau Pombo. Motivasi kunjungan responden untuk melakukan kunjungan ke Pulau Pombo, didorong oleh tujuan kunjungan mereka ke Pulau Pombo. Responden pengunjung Pulau Pombo melakukan kunjungan ke pulau tersebut dengan tujuan untuk berekreasi, menghadiri acara organisasi persekutuan, atau tujuan lain. Responden yang berkunjung ke Pulau Pombo sebagian besar melakukan kunjungan dengan motivasi rekreasi yaitu sebanyak 83% responden dan sebanyak 17% responden melakukan kunjungan dengan tujuan menghadiri acara organisasi pemuda Gereja dalam rapat kerja ranting persekutuan Gereja. Hal ini berarti umumnya responden pengunjung melakukan kunjungan untuk refreshing ditengah kesibukan mereka, untuk itu perlu pengadaan fasilitas pendukung dan penunjang untuk pengunjung agar lebih terhibur dan santai sehingga dapat manjadi nilai tambah disamping atraksi alam yang indah. Karakteristik responden pengunjung berdasarkan motivasi kunjungan disajikan pada Tabel 11.
40
Tabel 11. Karakteristik Responden Pengunjung Berdasarkan Motivasi Kunjungan Motivasi Kunjungan Rekreasi Acara Pemuda Organisasi Kerohanian Jumlah Sumber: Data yang diolah, 2013
Presentase (%) 83 17 100
1. 2.
6.1.3. Kedatangan Kedatangan pengunjung ke Pulau Pombo sebagian besar dilakukan bersama teman (kelompok) yaitu sebanyak 80% dan ini berarti Pulau Pombo sebagai tempat wisata banyak diminati pengunjung untuk berkumpul bersama teman. Sisanya merupakan rombongan yaitu sebanyak 20% baik rombongan dari sekolah, kampus, maupun organisasi. Hal ini perlu menjadi pertimbangan untuk pihak pengelola dalam penyediaan paket wisata sebagai bentuk alternatif tawaran bagi pengunjung Pulau Pombo yang umumnya datang secara berkelompok atau rombongan, sehingga aktivitas wisata dapat lebih terorganisir. Karakteristik responden pengunjung berdasarkan kedatangan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Responden Pengunjung Berdasarkan Kedatangan Kedatangan Kelompok Rombongan Organisasi Jumlah Sumber : Data yang diolah, 2013
Presentase (%) 80 20 100
6.1.4. Lama Kunjungan Lama kunjungan adalah banyaknya waktu yang dihabiskan selama melakukan kunjungan di Pulau Pombo. Sebagian besar pengunjung yang melakukan kunjungan ke Pulau Pombo sebanyak 90% menghabiskan waktu sekitar 6-10 jam di Pulau tersebut dengan melakukan berbagai kegiatan yang disenangi dan menurut mereka lebih menyenangkan bila pulang saat matahari terbenam. Sebanyak 10% responden pengunjung menghabiskan waktu lebih dari 12 jam di pulau tersebut dengan mengadakan kemping bersama selama semalam dan akan pulang pada pagi harinya. Berdasarkan informasi ini, penyediaan penginapan seperti rumah gantung atau rumah panggung bagi pengunjung yang memilih tinggal sampai pagi harinya menjadi masukan bagi pengelola untuk pengadaan agar lebih nyaman dalam melakukan aktivitas wisata. Tabel 13 merupakan presentase karakteristik responden pengunjung berdasarkan lama kunjungan. Tabel 13. Karakteristik Responden Pengunjung Berdasarkan Lama Kunjungan Lama Kunjungan (Jam) = 10 >10
Presentasi (%) 90 10
Jumlah
100
Sumber : Data yang diolah, 2013
41
6.1.5. Daerah Asal Berdasarkan karakteristik daerah asal, pengunjung Pulau Pombo didominasi oleh mereka yang berasal dari luar kecamatan Salahutu sebanyak 53% seperti desa Ahuru, Dasa Waiheru, Karam Panjang, Batu Gong, Halong, Poka, Batu Meja, Hunut, Kuda Mati, Taman Makmur, Lateri, Batu Gajah, Wayame, Latta, Berebere, Passo, Tanah Tinggi, PHB, Negeri Lama, dan Eri. Sisanya responden merupakan mereka yang berasal dari kecamatan Salahutu sebanyak 47% seperti Desa Waai, Tulehu, Suli, dan Waitatiri. Hal ini mengindikasikan bahwa pengelola perlu untuk meningkatkan sumber informasi atau memuat liflet sebagai bagian dari periklanan Pulau Pombo sehingga Pulau Pombo semakin dikenal. Berikut tabel karakteristik pengunjung berdasarkan daerah asal. Tabel 14. Karakteristik Responden Pengunjung Berdasarkan Daerah Asal Daerah Asal Dalam Kecamatan Salahutu Diluar Kecamatan Salahutu Jumlah Sumber : data yang diolah, 2013
Presentasi (%) 47 53 100
7. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1. Persepsi Masyarakat Tentang Pulau Pombo Dengan mengetahui persepsi pengunjung terhadap Pulau Pombo, maka akan teridentifikasi potensi wisata yang menjadi daya tarik dari Pulau Pombo yang perlu untuk ditingkatkan dan juga akan teridentifikasi faktor-faktor apa saja yang perlu diperbaiki. Hal ini menjadi informasi bagi pengelola dalam membuat kebijakan pengembangan untuk Pulau Pombo. Adapun penilaian tersebut meliputi persepsi pengunjung akan daya tarik dari obyek wisata, tingkat kepuasan terhadap obyek wisata, keamanan obyek wisata, penyediaan fasilitas rekreasi, penyediaan informasi, kemudahan mencapai lokasi atau aksesibilitas dan dilihat pengelolaan kawasan berdasarkan persepsi pihak pengelola atau penanggungjawab Pulau Pombo. 7.1.1. Tingkat Kepuasan Daya tarik TWAL adalah segala sesuatu yang mempunyai keunikan dan memiliki nilai yang tinggi serta menjadi tujuan wisatawan datang ke daerah tersebut. Dari daya tarik inilah yang menimbulkan rasa puas seseorang terhadap objek wisata yang dikunjunginya. Hasil wawancara dan pengisian kuisioner diketahui berdasarkan persepsi pengunjung, umumnya pengunjung setuju bahwa Pulau Pombo memiliki daya tarik wisata yang tinggi sehingga mereka tertarik untuk melakukn kunjungan wisata ke Pulau Pombo. Tingkat kepuasan yang dimaksutkan adalah kepuasan pengunjung terhadap pemandangan alam Pulau Pombo yang menjadi daya tarik menurut persepsi pengunjung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, sebanyak 100% respoden menyatakan bahwa sangat puas dengan keindahan alam Pulau Pombo dan keindahan pemandangan tersebut dikemukakan sangat sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk sampai ke Pulau Pombo. Namun, wisatawan yang merupakan responden pada penelitian ini juga menyarankan untuk pengadaan
42
fasilitas pendukung Pulau Pombo seperti pengadaan MCK, rumah panggung atau jembatan apung di pesisir pantai agar Pulau Pombo semakin menarik dan diminati lebih banyak lagi mengingat letaknya yang mudah dijangkau dari ibu kota provinsi. Berikut adalah tabel tabulasi tingkat kepuasan responden terhadap pemandangan alam Pulau Pombo. Tabel 15. Penilaian Responden Akan Tingkat Kepuasan Responden Terhadap Pemandangan Alam Pulau Pombo No 1 2 3
Persepsi Responden Sangat Puas Puas Tidak Puas Total Sumber : Data yang diolah, 2013
Jumlah 100 100
Presentase % 100 100
Umumnya pengunjung menyatakan persepsi mereka bahwa Pulau Pombo memiliki daya tarik pantai. Pengunjung berpendapat, daya tarik Pulau Pombo dititik beratkan pada keindahan alam yang ada. Ada beberapa daya tarik Pulau Pombo yaitu pemandangan yang sangat indah seperti pemandangan pasir putih yang terbentang sepanjang pantai, keindahan karang Atolnya, keindahan terumbu karang dan ekosistem Pulau Pombo yang masih alami, namun daya tarik Pulau Pombo ini tidak didukung dengan fasilitas yang memadai sehingga diperlukan kebijakan yang mendukung untuk pengadaan fasilitas yang baik dalam upaya meningkatkan pegembangan Pulau Pombo. Dengan pemandangan bawah laut yang begitu indah dan atraksi alam, menyebabkan kawasan perairan Pulau Pombo sangat cocok dikembangkan wisata air seperti snorkling, diving, fishing dan lain-lain. Dari hasil wawancara terhadap pengunjung, aktivitas utama yang dilakukan oleh pengunjung adalah rekreasi yakni snorkling, diving dan canving. Aktivitas berenang dilakukan dengan menggunakan alat menyelam jika pengunjung ingin melihat keindahan terumbu karang lebih dalam lagi dan alat renang ini telah dipersiapkan sendiri. Namun, ada banyak pengunjung juga yang berenang tanpa harus memakai alat pendukung untuk berenang. Aktivitas berkemah lebih banyak diminati oleh kalangan pemuda. Para pemuda yang memilih untuk bermalam bersama teman-teman, umumnya suka membuat api unggun dan menikmati ikan bakar yang dibakar mereka pada saat itu. Dari aktivitas yang dilakukan ini oleh pengunjung di kawasan ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap Pulau Pombo, dimana pengunjung yang berekreasi biasanya membuang sampah disekitar kawasan Pulau. Hal ini sangat mengurangi nilai estetika dari Pulau tersebut, untuk itu perlu ada perhatian yang baik dari penanggungjawab Pulau Pombo dalam pengontrolan aktivitas yang terjadi di Pulau Pombo sehingga Pulau Pombo tetap terjaga kebersihannya. Keberadaan Pulau Pombo apabila dikembangkan, dibenahi dengan pengadaan fasilitas yang mendukung maka akan membawa dampak positif bukan hanya pada pengembangan Pulau Pombo saja tetapi juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar pulau, yang menjadi akses transportasi ke Pulau tersebut dimana masyarakat memiliki peluang untuk membuka usaha dalam meningkatkan pendapatan keluarga dan Pulau Pombo juga dapat menjadi salah satu sumber pemasukan bagi pemerintah daerah.
43
7.1.2. Keamanaan Dari segi keamanan yang dimaksut dari penelitian ini adalah aman baik dari segi fisik yang dapat disebabkan oleh kawasan Pulau Pombo yang bagian daratannya merupakan hutan kecil sehingga ditakutkan adanya serangan hewan serta pesisir yang terdapat karang sebelah Timur Pulau Pombo, dan keamanan dari segi materi seperti pencurian barang berharga. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pengunjung Pulau Pombo mengenai tingkat keamanan di tempat wisata tersebut umumnya (100%) menyatakan sangat aman. Hal ini dikarenakan kedatangan pengunjung umumnya berkelompok atau merupakan rombongan sehingga rasa aman secara alami tercipta di Pulau Pombo. Akan tetapi untuk lebih terkontrol para pengunjung menambahkan perlu juga untuk pengadaan petugas pengelola di Pulau Pombo. Berikut adalah tabel penilaian pengunjung mengenai keamanan Pulau Pombo. Tabel 16. Penilaian Responden Terhadap Keamanan Kawasan Pulau Pombo N o 1 2 3
Persepsi Responden Sangat Aman Aman Kurang Aman
Total Sumber : Data yang diolah, 2013
Jumlah
Presentase %
100 100
100 100
7.1.3. Penyediaan Fasilitas Berdasarkan sarana dan prasarana wisata di Pulau Pombo, 100% responden menyatakan bahwa fasilitas ditempat wisata tersebut tidak memadai. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu untuk pengadaan fasilitas penunjang di Pulau Pombo. Beberapa fasiitas yang umumnya dikemukakan oleh responden dan menjadi representatif dari pengunjung yang lain adalah perlu diadakan kembali 1 MCK, rumah panggung atau rumah gantung, jembatan gantung, papan intepretasi, sebuah rumah gantung penjual makanan cemilan dan penyewan alat renang. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka perhatian pengelola akan perbaikan dan penambahan fasilitas sangat diperlukan dalam pengembangan Pulau Pombo sehingga dapat meninkatkan jumlah kunjungan dan kualitas dari tempat Pulau Pombo. Tabel 17 menunjukan penilaian responden terhadap penyediaan fasilitas rekreasi di Pulau Pombo. Tabel 17. Penilaian Responden Terhadap Fasilitas Pulau Pombo No 1 2 3
Persepsi Responden Memadai Kurang Memadai Tidak Memadai Total Sumber : Data yang diolah, 2013
Jumlah 100 100
Presentase % 100 100
7.1.4. Penyediaan Sarana Informasi Sarana informasi yang dimaksutkan dalam penelitian ini adalah mengenai buku petunjuk, peta ataupun fasilitas lainnya yang digunakan untuk memenuhi segala bentuk informasi pengunjung mengenai Pulau Pombo. Hasil penelitian menunjukan bahwa umumnya penyediaan fasilitas informasi seperti yang
44
dimaksutkan itu tidak memadai sama sekali atau dengan kata lain tidak ada informasi dalam bentuk buku petunjuk atau peta. Umumnya pengunjung mengetahui informasi tentang keberadaan TWAL Pulau Pombo dari teman-teman mereka yang tinggal dekat dengan Pulau Pombo. Berdasarkan informasi inilah maka pihak pengelola perlu untuk pengadaan sarana informasi agar lebih memperkenalkan Pulau Pombo dan memperluas periklanannya sehingga dapat meningkatkan pengunjung Pulau Pombo. Berikut adalah tabel penilaian responden terhadap penyediaan sarana informasi Pulau Pombo. Tabel 18. Penilaian Responden Terhadap Penyediaan Sarana Informasi Pulau Pombo No 1 2 3
Persepsi Responden Memadai Kurang Memadai Tidak Memadai Total Sumber : Data yang diolah, 2013
Jumlah 100 100
Presentase % 100 100
7.1.5. Aksesibilitas Aksesibilitas meliputi kondisi jalan, mudah atau tidaknya alur jalan yang dilalui untuk mencapai Pulau Pombo. Hasil wawancara terlihat bahwa semua responden menyatakan bahwa sangat mudah dan terjangkau untuk sampai ke Pulau Pombo. Hal ini dikarenakan TWAL Pulau Pombo memiliki letak yang sangat strategis dari pusat ibu kota sehingga sangat mudah untuk dijangkau dengan kendaraan baik pribadi maupun angkutan umum. Jalur jalan yang ditempuh juga sangat baik karena jalur yang dilalui merupakan jalur pusat aktivitas masyarakat sehingga baik sarana transportasi maupun jalur jalan menuju Pulau Pombo sangat memadai. Untuk menuju Pulau Pombo dari pusat kota Ambon dapat menggunakan kendaraan umum (angkutan luar kota) dengan jalan darat yang menuju Desa Tulehu, Desa Waai atau Desa Liang yang berada dalam satu kecamatan Salahutu. Kemudian perjalanan dapat dilanjutkan dengan jalan laut menggunakan speed-boat atau motor kayu ke Pulau Pombo. Speed-boat sendiri dapat menampung 5 orang penumpang dan motor kayu dapat menampung 25-50 orang. Tabel 19. Penilaian Responden Terhadap Aksesibilitas ke Pulau Pombo N o 1 2 3 4
Persepsi Responden Sangat Mudah Mudah Sulit Sangat Sulit
Total Sumber : Data yang diolah, 2013
Jumlah
Presentase %
100 -
100 -
100
100
7.1.6. Pengelolaan Kawasan Pulau Pombo Kawasan Pulau Pombo saat ini di bawah tanggung jawab Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Maluku. Dari hasil wawancara dengan kepala bagian BKSA propinsi Maluku yang memiliki kewenangan dalam penanganan kawasan Pulau Pombo terdapat rencana untuk pengarahan pengembangan Pulau Pombo
45
sebagai wisata yang mampu menarik pengunjung, akan tetapi perencanaan tersebut belum terealisasi. Aspek Kerja Sama Hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner diketahui bahwa kurangnya kerja sama antara BKSA Provinsi Maluku dengan sektor Pariwisata kabupaten Maluku Tengah sebagai wilayah bagian dari Pulau Pombo sehingga pengembangan kawasan ini sebagai kawasan wisata terkesan lamban, oleh karena itu perlu adanya kerja sama yang baik agar kawasan wisata ini dapat dimanfaatkan dan dapat meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat sekitar pulau tersebut. Dengan adanya kerja sama yang baik antara semua lapisan penanggungjawab Pulau Pombo, maka dapat membantu mempublikasikan kawasan Pulau Pombo ke masyarakat luas. Aspek Organisasi Pengelolaan Keamanan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : P.02/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam maka Pulau Pombo termasuk dalam wilaya kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku, Seksi Konservasi Wilayah II Masohi, Resort Konservasi Wilayah Pulau Ambon. Sehubungan dengan pembagian wilayah tersebut, maka untuk meningkatkan intensitas dan efektifitas pengelolaan kawasan perlu penyempurnaan tatanan organisasi yang sudah ada. Penyempurnaan organisasi didasarkan pada kedudukan dan lokasi Pulau Pombo, maka pengelolaan dapat disesuaikan sebagai berikut : i) Kepala Resort, merupakan seorang Pejabat Fungsional (POLHUT atau PEH atau fungsional umum lainnya) dengan pangkat dan golongan ruang tertentu, dan resort berkedudukan di Kecamatan Salahutu. ii) Pembantu Kepala Resort paling sedikit 5 (lima) orang tenaga fungsional (POLHUT dan PEH) mengingat areal Pulau Pombo berbatasan dengan pemukiman masyarakat, sehingga keamanan kawasan dapat terjamin. Sehubungan dengan pengelolaan Pulau Pombo yang menyangkut aspek-aspek keamanan kawasan, harus lebih erat melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak keamanan yang berada di tingkat kecamatan seperti POLSEK, KORAMIL serta pranata adat yang ada di desa sekitar kawasan Pulau Pombo. Sedangkan dalam hubungannya dengan kebijakan pengusahaan untuk mengembangkan Pulau Pombo tersebut dapat dikerjakan bersama-sama dengan pihak ketiga/investor. Dengan demikian akan tercipta keamanan baik bagi pengunjung maupun bagi keberadaan sumberdaya alam yang ada agar tetap lestari dan terjaga. Sarana dan Prasarana Dari hasil wawancara diketahui bahwa guna menunjang kegiatan wisata di kawasan Pulau Pombo, pengelola pernah membangun sarana prasarana penunjang kegiatan wisata di Pulau Pombo seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, akan tetapi sarana dan prasarana ini telah rusak pada waktu terjadinya konflik sosial di Maluku yang terjadi pada Tahun 1999.
46
Aspek ini dianggap sangat penting dalam pengelolaan dan pengembangan Pulau Pombo. Pengelola perlu untuk pengadaan kembali fasilitas-fasilitas yang pernah ada dan menambah fasilitas lain yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya sebagai sarana dan prasarana pendukung guna menambah pengunjung Pulau Pombo. 7.2. Nilai Ekonomi Wisata Alam Untuk mengetahui nilai ekonomi sumberdaya alam yang atraktif bagi rekreasi digunakan pendekatan proxy yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam tersebut, dalam hal ini ditunjukan oleh besarnya biaya perjalanan atau Travel Cost. Metode ini digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi dari sisi permintaan atau dari wisatawan. 7.2.1. Travel Cost Method (TCM) Terdapat dua teknik sederhana yang biasa digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, yaitu penentuan dengan menggunakan pendekatan zonasi dan individu. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi Pulau Pombo berdasarkan TCM adalah pendekatan individu berdasarkan data hasil survey. a.
Jumlah Kunjungan Bagi masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Pombo merupakan tempat wisata yang sangat dikenal dan sering dikunjungi oleh mereka. Mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di Pulau Ambon seperti Universitas Darusalam, Universitas Pattimura, dan Politeknik Akuntansi menjadikan Pulau Pombo sebagai pilihan tempat wisata yang sering dikunjungi ketika datangnya liburan atau untuk mengadakan acara organisasi kampus. Masyarakat yang tinggal di desa sekitar Pulau Pombo juga menjadikan Pulau Pombo sebagai tempat wisata yang sering dikunjungi untuk berekreasi ataupun pengadaan acara organisasi keagamaan. Cukup seringnya masyarakat melakukan kunjungan ke Pulau Pombo, terlihat dari frekuensi kunjungan satu tahun terakhir oleh responden yang sebagian besar melakukan kunjungan ≥5 kali adalah sebesar 35% pengunjung, kemudian sebanyak 2 kali sebesar 29%, 4 kali kunjungan sebesar 19%, 3 kali kunjungan sebesar 12% dan 5 % sisanya menyatakan baru pertama kali berkunjung ke Pulau Pombo. Hal ini mengindikasikan bahwa pengunjung umumnya merasa sangat puas pada kunjungan sebelumnya sehingga tertarik untuk kembali melakukan kunjungan berulang-ulang ke Pulau Pombo. Untuk itu perlu menjadi masukan untuk pengelola sebagai dasar kebijakan untuk pengembangan dan pengadaan fasilitas pendukung Pulau Pombo agar pengunjung merasa lebih puas lagi dan meningkatkan frekuensi berkunjung. Di samping itu juga pengelola dapat pengadaan karcis masuk atau tiket untuk peningkatan dan pengembangan Pulau Pombo. Banyaknya frekuensi kunjungan responden dalam satu tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 19.
47
Tabel 19. Karakteristik Responden Pengunjung Berdasarkan Jumlah Kunjungan Kunjungan (kali) 1 2 3 4 5 Jumlah Sumber : Data yang diolah, 2013
Persentase (%) 5 29 12 19 35 100
b.
Biaya Perjalanan (Travel Cost) Biaya perjalanan merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan untuk sampai ke Pulau Pombo hingga kembali ke tempat tinggal. Jumlah total biaya perjalanan dapat dilihat pada gambar berikut.
27.08% Biaya Konsumsi 72.92%
Biaya Transportasi
Sumber : data yang diolah, 2013.
Gambar 5. Distribusi Biaya Perjalanan berdasarkan Penggunaanya
Gambar 5 menunjukan sebagian besar biaya perjalanan ke Pulau Pombo itu berasal dari biaya konsumsi sebesar 72,92% dan biaya transportasi sebesar 27,08%. Biaya akomodasi, pemandu wisata, biaya komunikasi, dan biaya sewa tidak ada dikarenakan Pulau Pombu merupakan obyek wisata yang benar-benar masih alami dan belum tersentuh dengan kebijakan pengelolaan atau pemanfaatan apapun sehingga tidak menimbulkan adanya biaya-biaya tersebut. Penggunaan untuk biaya transportasi lebih kecil dari biaya konsumsi umunya dikarenakan pengunjung atau wisatawan melakukan wisata ke Pulau Pombo dalam bentuk kelompok atau rombongan sehingga makin banyak anggota dalam suatu kelompok atau rombongan, makin kecil biaya transportasi yang dikeluarkan per individu. Disamping itu, biaya konsumsi lebih besar dari biaya transportasi disebabkan oleh waktu atau lamanya wisatawan berkunjung ke pulau tersebut, dimana semakin lama pengunjung berada di Pulau Pombo, maka biaya konsumsi
48
akan semakin besar. Hal ini memberikan informasi penting bagi pengelola agar membuat alternatif paket wisata ke Pulau Pombo untuk kelompok atau rombongan dan juga pengadaan tempat penjualan makanan atau cemilan dan minuman, guna meminimalisir persiapan wisata sehingga wisata lebih terjamin. c.
Fungsi Permintaan Pulau Pombo Dalam menentukan fungsi permintaan untuk kunjungan ke tempat wisata dengan menggunakan biaya perjalanan dengan teknik pendekatan individual, dianalisis dengan ekonometrika seperti regresi berganda, dimana hipotesis yang dibangun adalah bahwa kunjungan ke tempat wisata akan sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan dan diasumsikan berkorelasi negatif, sehingga diperoleh kurva permintaan yang berkorelasi negatif (Fauzi, 2004). Selain biaya perjalanan, kunjungan ke tempat wisata diduga juga dipengaruhi oleh variabel-variabel lain seperti umur, pendidikan, pendapatan, jenis kelamin, dan pekerjaan. Adapun fungsi permintaan terhadap TWAL Pulau Pombo sebagai berikut : Q = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6 ) .............................................................................(4) Keterangan: Q : Jumlah kunjungan TWAL Pulau Pombo (Kali/Tahun) X1 : Biaya perjalanan tempat wisata berupa biaya transportasi, biaya konsumsi, dan biaya lain-lain (Rp) X2 : Umur pengunjung (Tahun) X3 : Pendidikan dari para pengunjung (Tahun) X4 : Penghasilan rata-rata sebulan dari para pengunjung (Rp) X5 : Pekerjaan (Dummy) X6 : Jenis kelamin (Dummy) Persamaan di atas merupakan persamaan fungsi permintaan yang sering digunakan untuk melakukan studi TCM. Agar lebih operasional, fungsi permintaan tersebut dibuat dalam bentuk linear berganda seperti berikut : Q = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 +
..........................(5)
Keterangan; β0 : konstanta β1, β2, β3, β4, β5, β6 : koefisien regresi : error Dari hasil wawancara dengan 100 responden (wisatawan) di objek wisata ini maka diperoleh estimasi model fungsi permintaan rekreasi, adalah sebagai berikut: Q = 6,004 – 1,497 X1 + 0,047 X2 + 0,108 X3 + 3,494 X4 + 0,757 X5 + 0,127X6 + ...................................................................................................................(6) Tingkat signifikasi dari persamaan diatas ditunjukkan dengan nilai pseudo R-square sebesar 19,40% (lampiran 2), artinya sebesar 19,40% variabel penjelas
49
yang ada di dalam model dapat menjelaskan model permintaan rekreasi di Pulau Pombo, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang tidak dimasukkan dalam persamaan seperti variabel lamanya kunjungan, jarak, hobi, preferensi seseorang maupun musim kunjungan. Mitchell dan Carson (1989) (Hanley dan Spash) berpendapat bahwa hasil R-square pada penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat ditolelir sampai 15%. Hal ini dikarenakan penelitian tentang lingkungan berkaitan dengan perilaku manusia sehingga nilai R-square tidak harus besar. Dari model permintaan rekreasi di atas, juga terlihat bahwa hanya biaya total perjalanan yang berpengaruh negatif terhadap permintaan rekreasi. Artinya bahwa semakin tinggi biaya total perjalanan maka frekuensi berkunjung semakin kecil. Sementara itu, umur, pendidikan, pendapatan, jenis kelamin dan pekerjaan berpengaruh positif terhadap permintaan rekreasi yang artinya bahwa kelima variabel tersebut memiliki hubungan searah dengan jumlah kunjungan. Dari sejumlah variabel penjelas tersebut juga berpengaruh nyata secara statistik, yaitu biaya total perjalanan, pendapatan dan jenis kelamin. Berdasarkan persamaan model di atas, diperoleh hasil regresi dari variabelvariabel tersebut, untuk mengetahui pengaruh terhadap jumlah kunjungan yang tampilkan pada tabel dibawah ini : Tabel 20. Hasil Regresi Linear terhadap Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Pulau Pombo Variabel (Constant) Biaya Total Perjalanan Umur Pendidikan Pendapatan Jenis Kelamin (Laki-laki) Pekerjaan R2 dan Adj R2 Fhitung Durbin Watson Sumber : Data yang diolah, 2013
Koefisien 6,004 -1,497 0,047 0,108 3,494 0,757 0,127
Sig 0,001 0,000 0,417 0,557 0,031 0,048 0,671
VIF
Tingkat Pengaruh
1,691 1,378 1,514 1,352 1,578 1,275
Nyata * Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata ** Nyata ** Tidak Nyata
24,30% dan 19,40% 4,976 (Sig 0,000) 1,534 : du (n=100, k=3) : 1,513
Ket : * nyata pada taraf uji 1% ** nyata pada taraf uji 5%
Dari tabel di atas terlihat bahwa variabel biaya total perjalanan memiliki signifikan sebesar 0,000 yang berarti bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf ( 1%. Sedangkan nilai koefisien biaya perjalanan terhadap jumlah kunjungan sebesar -1,497 yang berarti bahwa jika terjadi perubahan biaya perjalanan sebesar 1 rupiah makan tingkat kunjungan wisatawan akan berubah sebesar 1,497%. Tanda negatif (-) dari nilai elastisitas tersebut menunjukan hubungan terbalik antara biaya perjalanan dengan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Pombo, dimana jika terjadi kenaikan biaya perjalanan maka akan menyebabkan turunnya jumlah kunjungan wisata dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan bahwa semakin tinggi harga (biaya perjalanan), maka jumlah permintaan (kunjungan) akan berkurang dan sebaliknya.
50
Variabel pendapatan memiliki nilai signifikan sebesar 0,031 yang berarti variabel ini berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf ( 5%. Nilai koefisien atau elastisitas pendapatan terhadap jumlah kunjungan sebesar 3,494 yang mengindikasikan bahwa jika terjadi perubahan pendapatan sebesar 1 rupiah, maka akan terjadi perubahan jumlah kunjungan sebanyak 3,494%. Sementara itu, tanda positif (+) mengindikasikan bahwa variabel pendapatan memiliki hubungan yang searah dengan jumlah kunjungan, dimana semakin tinggi pendapatan maka alokasi waktu untuk kunjungan tempat wisata juga meningkat dan sebaliknya. Variabel jenis kelamin (lebih ke laki-laki) memiliki signifikan sebesar 0,048 yang berarti bahwa variabel ini berpengaruh nyata pada taraf ( 5%. Nilai koefisien jenis kelamin terhadap jumlah kunjungan sebesar 0,757 yang memiliki pengertian bahwa pengunjung laki-laki sangat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan. Tanda negatif (+) memberi pengertian bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan searah dengan jumlah kunjungan, dimana jika pengunjung yang melakukan kunjungan didominasi oleh laki-laki dalam suatu rombongan/kelompok, maka akan mempengaruhi jumlah pengunjung dalam berwisata ke Pulau Pombo. Hal ini dikarenakan pengunjung wanita akan merasa aman dan mau melakukan wisata ke Pulau Pombo jika pada rombongan/kelompok terdapat laki-laki. Dengan demikian jumlah pengunjung meningkat. Dari Tabel 20 terihat bahwa tidak terdapat multikorelasi antara variabel, hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF < 10. Hasil analisis juga terlihat melalui gambar normal PP Plot dalam Lampiran 2, bahwa data mendekati sebaran normal dengan data mengikuti diagonal garis. Kemudian hasil olah data juga terlihat bahawa tidak terjadi heterosidas sebab pada scatterplot (Lampiran 2), titik menyebar diatas dan dibawah sumbu y. 7.2.2. Penilaian Surplus Konsumen Berdasarkan persamaan permintaan rekreasi diatas, maka dapat dihitung besarnya nilai jasa lingkungan dari keberadaan Pulau Pombo. Dari fungsi permintaan linear sebelumnya, maka nilai Surplus Konsumen (SK) per kunjungan per individu wisatawan diperoleh dengan rumus (Grafton et al, 2004) : ..........................................................................................................(7) Sedangkan nilai SK total kunjungan per individu, adalah sebagai berikut : ..............................................................................................................(8) Dimana : V : Jumlah Kunjungan β : Koefisien Biaya Perjalanan Berdasarkan rumus tersebut, dan berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dengan pendekatan biaya perjalanan dengan jumlah kunjungan dibagi dengan dua kali koefisien biaya perjalanan maka didapat surplus konsumen atau nilai WTP pengunjung sebesar Rp 12.257.849 per individu per tahun. Nilai SK yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang sebenarnya masih mau membayar lebih mahal untuk berekreasi atau menikmati pemandangan
51
alam laut Pulau Pombo. Hal ini tentu harus disertai dengan peningkatan kualitas dari tempat tesebut sehingga manfaat yang dididapat baik bagi pengelolah dan pengunjung Pulau Pombo tersebut dapat mencapai optimum. Nilai ekonomi wisata merupakan agregat atau penjumlahan WTP. Untuk itu, nilai tersebut dapat diperoleh dengan mengalikan SK yang telah didapat dengan total kunjungan tahun tersebut. Untuk mendapatkan total kunjungan tahun tersebut maka jumlah pengunjung yang berkunjung selama seminggu yakni 50 orang dikalikan dengan 49 minggu dan kemudian ditambah dengan rata-rata 300 pengunjung pada puncak liburan hari raya Lebaran, Natal dan Tahun Baru dalam setahun kemudian hasilnya dikalikan dengan SK. Maka diperoleh nilai manfaat Pulau Pombo adalah sebesar Rp 33.709.084.750. Nilai ini mengindikasikan nilai atau harga ekosistem yang dirasakan oleh pengunjung. Nilai ekonomi dari manfaat wisata tersebut menunjukan bahwa Pulau Pombo memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Upaya pencapian nilai ekonomi Pulau Pombo salah satunya dapat dilakukan dengan pengadaan harga tiket sesuai dengan hasil regresi yang ada dan dengan mengadakan fasilitasfasilitas penunjang berdasarkan presepsi pengunjung yang telah dibahas. 7.3. Strategi Kebijakan Pengelolaan Pulau Pombo Taman Wisata Alam Laut (TWAL) merupakan salah satu bentuk ekowisata yang saat ini sangat diminati oleh wisatawan lokal yang ada di Provinsi Maluku dan merupakan salah satu pendukung pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Secara geografis jarak TWAL di provinsi Maluku yang banyak jumlahnya sangat jauh dari pusat ibu kota provinsi sehingga dibutuhkan biaya yang besar untuk sampai ke sana. Namun, terdapat satu pulau kecil yang lebih efektif dan efisien dengan ketersediaan pemandangan yang begitu indah serta letaknya sangat strategis dan mudah dijangkau dari pusat kota dengan hanya memerlukan waktu satu jam untuk sampai ke pulau tersebut. Pulau ini dikenal dengan nama Pulau Pombo yang statusnya sebagai Taman Wisata Alam Laut. Pasca terjadinya konflik sosial di Provinsi Maluku tahun 1999, tempat ini kehilangan sarana dan prasarana penunjang keberadaan tempat wisata ini sehingga sampai saat ini tempat ini bersifat open acces bagi pengunjung yang berkunjung ke tempat ini. Berdasarkan hal tersebut maka penyusunan strategi pengelolaan Pulau Pombo merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan oleh pengelolanya. Faktor-faktor tersebut diperoleh dari data sekunder maupun data primer serta wawancara dengan responden. Pemilihan prioritas strategi pengelolaan Pulau Pombo dilakukan dengan menggunakan teknik SWOT. Model SWOT Strategi Pengelolaan Pulau Pombo dapat dilihat di lampiran. Penentuan prioritas strategi merupakan pendapat gabungan dari 3 responden yang terdiri dari: Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam Propinsi Maluku, Kepala Seksi Program Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tengah dan Kepala Kecamatan Salahuttu. Responden dianggap sebagai pihak yang memahami dan berkepentingan dalam pengelolaan objek wisata ini. 7.3.1. Evaluasi Faktor Internal Berdasarkan hasil wawancara gabungan melalui kusioner terhadap para aktor pengelola dan pengunjung dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan
52
kelemahan maka diperoleh informasi yang memberi gambaran umum tentang kondisi internal Pulau Pombo. a.
Evaluasi Kekuatan (Strength) Faktor Internal Kekuatan merupakan faktor pendukung dari dalam yang dapat mendukung pengelolan kawasan Pulau Pombo. Adanya dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan kawasan Pulau Pombo, letak Pulau Pombo yang strategis dan potensi wisata Pulau Pombo yang beragam merupakan modal dasar dalam pengembangan wisata alam di Pulau Pombo. Sementara itu, keunikan Pulau Pombo sebagai pulau dengan karang Atol yang melingkar tidak sempurna mengurung pulau dengan lagun di tengah-tengahnya dengan potensi biota laut yang beragam di dalamnya merupakan daya tarik wisata yang dapat memberikan kepuasan bagi wisatwan yang datang ke Pulau Pombo. Kekuatan-kekuatan tersebut di atas apabila dimanfaatkan dengan optimal dapat dihasilkan pengelolaan Pulau Pombo yang mantap. Adapun faktor-faktor internal yang teridentifikasi sebagai kekuatan dari Pulau Pombo adalah sebagai berikut: 1. Dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan kawasan Pulau Pombo 2. Letak Pulau Pombo yang strategis 3. Potensi wisata Pulau Pombo yang beragam 4. Kekhasan Pulau Pombo sebagai pulau dengan karang Atol yang melingkar tidak sempurna dengan lagun di tengah-tengahnya. b.
Evaluasi Kelemahan (Weakness) Faktor Internal Kelemahan yang ada dalam pengelolaan Pulau Pombo merupakan kelemahan-kelemahan dari dalam dikarenakan pengelolaan yang belum optimal. Belum tersedianya rencana pengelolaan kawasan dan pendanaan dari pemerintah pusat (Departemen Kehutanan) yang masih sangat terbatas, minimnya sarana prasarana pengelolaan, kurangnya tenaga pengelola baik kuantitas maupun kualitas serta belum terlibatnya pemerintah kabupaten dan provinsi dalam pengelolaan kawasan dan pembinaan daerah penyangga menyebabkan minimnya upaya-upaya yang mengarah kepada peningkatan kualitas pengelolaan kawasan. Demikian halnya dengan lembaga pengelolaan yang masih sentralistis di Ambon dengan wilayah kerja yang luas (meliputi dua provinsi) dan terbatasnya transportasi ke kawasan menyebabkan pengelolaan kawasan tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Sosialisasi pengukuhan kawasan yang belum selesai/jelas kepada masyarakat sekitar pulau tersebut, dimana saat ini kawasan Pulau Pombo masih memiliki status penunjukan menjadi suatu kelemahan tersendiri dalam pengelolaan lebih lanjut. Selain itu sistem data dan informasi Pulau Pombo yang belum optimal juga merupakan kelemahan yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Pada akhirnya kelemahan-kelemahan tersebut apabila tidak secepatnya diselesaikan dapat menghambat proses pengelolaan Pulau Pombo sebagai taman wisata alam laut. Adapun faktor-faktor internal yang teridentifikasi sebagai kelemahan dari Pulau Pombo adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan Pulau Pombo yang belum optimal
53
2. Kuantitas dan kualitas SDM pengelola Pulau Pombo masih terbatas 3. Sarana dan prasarana pendukung pariwisata belum memadai 4. Sosialisasi pengukuhan kawasan yang belum mantap kepada masyarakat sekitar Pulau Pombo 5. Data dan informasi potensi kawasan yang belum optimal c.
Hasil Evaluasi Faktor Internal Setelah melakukan analisis lingkungan internal Pulau Pombo sehingga teridentifikasi beberapa kekuatan dan kelemahan Pulau Pombo, maka faktorfaktor tersebut dapat dimasukkan ke dalam tabel IFAS dan dihitung nilainya. Nilai tersebut diperoleh dengan melakukan pembobotan setiap faktor sesuai dengan kepentingan Pulau Pombo. Dengan perincian bobot 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting), kemudian untuk setiap faktor akan dinilai atau dirangking berdasarkan apakah faktor bersangkutan berupa: 4 = Respon sangat bagus 3 = Respon diatas rata-rata 2 = Respon rata-rata 1 = Respon dibawah rata-rata Dengan mengalikan bobot dan rangking maka akan diperoleh nilai masingmasing faktor yang keudian dijumlahkan untuk memperoleh hasil nilai total IFAS. Tabel 21 penilaian IFAS sebagai berikut. Tabel 21. Internal Factor Analysis 1
Strenghts Dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan kawasan Pulau Pombo
Bobot 0,23
Rangking 4
Nilai 0,92
2
Letak Pulau Pombo yang strategis
0,17
4
0,68
3
Potensi wisata Pulau Pombo yang beragam
0,08
3
0,24
4
Kekhasan Pulau Pombo sebagai pulau dengan karang atol yang melingkar tidak sempurna dengan lagun di tengah-tengahnya
0,15
4
0,60
Bobot 0,10
Rangking 2
2,44 Nilai 0,20
Total Strenghts 1
Weaknesses Pengelolaan Pulau Pombo yang belum optimal
2
Kuantitas dan kualitas SDM pengelola Pulau Pombo masih terbatas
0,06
1
0,06
3
Sarana dan prasarana pendukung pariwisata belum memadai
0,08
2
0,16
4
Sosialisasi pengukuhan kawasan yang belum mantap
0,06
1
0,06
5
Data dan informasi potensi kawasan yang belum optimal
0,07
2
0,14
Total Weaknesses Total
Sumber: Data yang diolah, 2013
1,00
0,62 3,06
54
7.3.2. Evaluasi Faktor Eksternal Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola dan dengan melakukan studi pustaka beberapa bukuyang membahas tentang kondisi lingkungan Pulau Pombo, maka diperoleh informasi yang memberi gambaran umum tentang kondisi eksternal Pulau Pombo. Evaluasi Peluang (Opportunities) Faktor Eksternal Peluang merupakan faktor pendukung pengelolaan kawasan yang berasal dari luar. Keberagaman potensi wisata dan budaya di sekitar kawasan Pulau Pombo merupakan suatu peluang dalam pengembangan ekowisata, hal ini terkait dengan penyusunan paket-paket wisata yang melibatkan potensi wisata disekitarnya. Ditambah dengan dukungan masyarakat setempat terhadap sektor pariwisata di Pulau Pombo merupakan suatu peluang yang baik dalam pengelolaan wisata. Dewasa ini keinginan masyarakat untuk berwisata semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya rutinitas pekerjaan masyarakat. Saat ini masyarakat bahkan menganggap wisata/rekreasi sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Selanjutnya dengan semakin berkembangnya paradigma kembali ke alam (back to nature) merupakan suatu peluang yang harus ditindaklanjuti dengan pengelolaan kawasan Pulau Pombo yang optimal. Pembangunan ekowisata di Pulau Pombo secara tidak langsung akan meningkatkan peluang investasi dalam bidang pariwisata baik bagi masyarakat setempat, pemerintah, swasta, LSM/NGO, lembaga pendidikan maupun para pihak yang lain. Dukungan dari berbagai pihak tersebut, khususnya dari LSM/NGO dan lembaga pendidikan merupakan peluang pembangunan ekowisata dalam hal penelitian dan pengembangan. Selain itu, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan turut berperan langsung dalam pengelolaan kawasan Pulau Pombo. Adapun faktor-faktor eksternal yang teridentifikasi sebagai peluang adalah sebagai berikut: 1. Keragaman potensi wisata dan budaya di sekitar Pulau Pombo 2. Keinginan masyarakat untuk berwisata meningkat 3. Dukungan masyarakat setempat terhadap sektor ekowisata di Pulau Pombo 4. Terbukanya peluang investasi bidang pariwisata di Pulau Pombo 5. Tersedianya sarana akomodasi dan transportasi yang memadai 6. Dukungan LSM/NGO dan Lembaga Pendidikan 7. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. a.
Evaluasi Ancaman (Threats) Faktor Eksternal Ancaman yang dimaksud dalam hal ini adalah ancaman-ancaman yang berasal dari faktor luar yang dapat menghambat proses pengelolaan kawasan. Ancaman dapat berasal dari masyarakat sekitar kawasan atau dari masyarakat dunia secara secara umum. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang bersifat eksploitatif destruktif (merusak), tingkat ekonomi masyarakat sekitar kawasan yang relatif masih rendah, ketergantungan masyarakat yang masih tinggi terhadap sumberdaya alam dalam kawasan, serta klaim beberapa desa di sekitar kawasan bahwa Pulau Pombo sebagai daerah pertuanan mereka merupakan ancaman yang dapat menghambat proses pengelolaan yang merasal b.
55
dari masyarakat sekitar kawasan. Aksesibilitas kawasan yang sangat terbuka merupakan ancaman serius, terutama dalam segi perlindungan dan pengamanan kawasan. Banyaknya pintu masuk kawasan akan meningkatkan kunjungan masyarakat ke dalam kawasan secara ilegal dengan berbagai kepentingan, yang secara tidak langsung dapat mengancam kelestarian sumberdaya alam hayati di dalam kawasan. Ancaman yang berasal dari masyarakat dunia internasional yang dapat mempengaruhi pengelolaan kawasan Pulau Pombo secara tidak langsung adalah adanya krisis ekonomi global yang saat ini melanda dunia internasional. Dengan adanya krisis ekonomi global ini secara tidak langsung dapat menurunkan minat wisatawan baik domestik maupun asing untuk melakukan perjalanan wisata dikarenakan terjadinya inflasi harga pada barang dan jasa di semua bidang. Kondisi tersebut menyebabkan mereka cenderung lebih mengutamakan kebutuhan hidup pokok dibandingkan melakukan perjalanan wisata. Adapun faktor-faktor eksternal yang teridentifikasi sebagai ancaman adalah sebagai berikut: 1. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang bersifat eksploitatif destruktif (merusak) 2. Tingkat ekonomi masyarakat sekitar kawasan yang relatif masih rendah 3. Ketergantungan masyarakat yang masih tinggi terhadap sumberdaya alam dalam kawasan 4. Klaim beberapa desa di sekitar kawasan bahwa Pulau Pombo sebagai daerah pertuanan 5. Aksesibilitas Pulau Pombo yang terbuka 6. Krisis ekonomi global c.
Hasil Evaluasi Faktor Eksternal Setelah melakukan analisis lingkungan eksternal Pulau Pombo sehingga teridentifikasi beberapa peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Pulau Pombo, maka faktor-faktor tersebut dapat dimasukkan dalam tabel EFAS dan dihitung nilai-nilainya. Nilai tersebut diperoleh dengan melakukan pembobotan setiap faktor sesuai dengan kepentingan relatif bagi Pulau Pombo. Dengan perincian bobot 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting), kemudian untuk setiap faktor akan dinilai atau dirangking berdasarkan apakah faktor bersangkutan berupa: 4 = Respon sangat bagus 3 = Respon diatas rata-rata 2 = Respon rata-rata 1 = Respon dibawah rata-rata Dengan mengalikan bobot dan rangking maka akan diperoleh nilai masingmasing faktor yang kemudian dijumlahkan untuk memperoleh hasil nilai total EFAS. Tabel 22 penilaian EFAS dapat dilihat sebagai berikut:
56
Tabel 22. External Factor Analysis Opportunities Keragaman potensi wisata dan budaya di sekitar Pulau Pombo 2 Keinginan masyarakat untuk berwisata meningkat 3 Dukungan masyarakat setempat terhadap sektor ekowisata di Pulau Pombo 4 Terbukanya peluang investasi bidang pariwisata di Pulau Pombo 5 Tersedianya sarana akomodasi dan transportasi yang memadai 6 Dukungan LSM/NGO dan Lembaga Pendidikan 7 Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan Total Opportunities
Bobot 0,10
Rangking 4
Nilai 0,40
0,18 0,05
4 4
0,72 0,20
0,06
4
0,24
0,09
4
0,36
0,05 0,07
4 3
0,20 0,21 2,33
Threats 1
Bobot 0,09
Rangking 2
Nilai 0,18
0,05
1
0,05
0,05
2
0,10
0,09
2
0,18
0,07 0,05
2 1
0,14 0,05 0,70 3,03
1
Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang bersifat eksploitatif destruktif (merusak) 2 Tingkat ekonomi masyarakat sekitar kawasan yang relatif masih rendah 3 Ketergantungan masyarakat yang masih tinggi terhadap sumberdaya alam dalam kawasan 4 Klaim beberapa desa di sekitar kawasan bahwa Pulau Pombo sebagai daerah pertuanan 5 Aksesibilitas Pulau Pombo yang terbuka 6 Krisis ekonomi global Total Threats Total
1,00
Sumber: Data yang diolah, 2013
7.3.3. Matriks Internal Eksternal Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal dan faktor eksternal, maka dapat diproyeksikan hasilnya ke dalam matriks internal eksternal sebagai tahap pencocokkan strategi Pulau Pombo. Tabel 23. Matriks Permasalahan dan Faktor Pendukung Pengelolaan Pulau Pombo PERMASALAHAN ANCAMAN KELEMAHAN 1. Perilaku masyarakat 1. Pengelolaan TWAL dalam memanfaatkan Pulau Pombo yang sumberdaya alam yang belum optimal bersifat eksploitatif 2. Kuantitas dan kualitas destruktif (merusak) SDM pengelola TWAL 2. Tingkat ekonomi Pulau Pombo masih masyarakat sekitar terbatas kawasan yangrelatif 3. Sarana dan prasarana masih rendah pendukung pariwisata 3. Ketergantungan belum memadai masyarakat yang masih 4. Pengukuhan kawasan tinggi terhadap yang belum mantap sumberdaya alam 5. Data dan informasi dalam kawasan potensi kawasan yang 4. Klaim beberapa desa di belum optimal sekitar kawasan bahwa Pulau Pombo sebagai daerah pertuanan 5. Aksesibilitas Pulau Pombo yang terbuka
FAKTOR PENDUKUNG KEKUATAN PELUANG 1. Dukungan kebijakan 1. Keragaman pemerintah pusat dan potensi wisata daerah dalam dan budaya di pengembangan sekitar TWAL kawasan Pulau Pulau Pombo Pombo 2. Keinginan 2. Letak TWAL Pulau masyarakat untuk Pombo yang strategis berwisata 3. Potensi wisata meningkat TWAL Pulau Pombo 3. Dukungan yang beragam masyarakat 4. Kekhasan TWAL setempat terhadap Pulau Pombo sebagai sektor ekowisata pulau dengan karang di Pulau Pombo atol yang melingkar 4. Terbukanya tidak sempurna peluang investasi dengan lagun di bidang pariwisata tengah-tengahnya di Pulau Pombo 5. Tersedianya sarana akomodasi
57
6. Krisis ekonomi global
dan transportasi yang memadai 6. Dukungan LSM/NGO dan Lembaga Pendidikan 7. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
Sumber : data primer yang diolah, 2013.
Dari pembahasan sebelumnya telah didapat nilai IFAS adalah 3,06 dan nilai EFAS adalah 3,03. Pada gambar berikut posisi Pulau Pombo dapat dilihat dengan menggunakan Matriks IE.
Growth
Sumber : data yang diolah, 2013.
Gambar 6. Matriks IE Daerah yang menonjol merupakan posisi Pulau Pombo yang menunjukkan tindakan strategis yang perlu untuk dilakukan yakni strategi pertumbuhan. Dalam melakukan strategi pertumbuhan dapat dilakukan dengan menumbuhkan dan membina jenis usaha yang telah dilakukan dengan melaksanakan strategi intensif. Strategi intensif yang dapat dilakukan antara lain memberikan infomasi lebih luas dalam promosi Pulau Pombo, pengembangan Pulau Pombo dalam layanan, dan lain sebagainya. 7.3.4. Analisis SWOT Dari perhitungan nilai IFAS dan EFAS diperoleh hasil yaitu untuk nilai IFAS adalah 3,06 dan nilai EFAS adalah 3,03. Setelah mengetahui kedua nilai tersebut maka dapat disusun diagram analisis SWOT untuk mengetahui posisi relatif dari Pulau Pombo berada di kuadran pertama, kedua, ketiga atau keempat. Perhitungan analisis SWOT adalah sebagai berikut: 1. Jumlah dari hasil perkalian bobot dan ranting pada Opportunities dan Threats diselisihkan untuk mendapatkan nilai titik Y. Titik Y = Opportunities – Threats = 2,33 – 0,70 = 1,63 2. Jumlah hasil bobot dan ranting pada Strenghts dan Weaknesses diselisihkan untuk mendapat titik X. Titik X = Strenghts - Weaknesses
58
= 2,44 – 0,62 = 1,82 Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan posisi relatif Pulau Pombo terletak pada koordinat (1,82 ; 1,63) yaitu pada kuadran pertama. Hal ini berarti Pulau Pombo memiliki strenghts dan opportunities sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh Pulau Pombo.
1,63
1,8 2
Sumber : Data yang diolah, 2013.
Gambar 7. Posisi Relatif Pulau Pombo
Dari gambar di atas yang merupakan matriks strategic pstiton and action evaluation (SPACE) terlihat bahwa rekomendasi strategi yang diberikan adalah agresif. Artinya keberadaan Pulau Pombo dalam kondisi yang prima dan mantap untuk memanfaatkan berbagai kekuatan internal untuk menarik keuntungan dari peluang-peluang eksternal, mengatasi kelemahan internal dan menghindari beragam ancaman. Sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan, dan meraih kemajuan secara maksimal. 7.3.5. Matriks SWOT Dari hasil evaluasi penggunaan matriks SWOT, dapat dilihat pada gambar berikut. Dengan demikian teridentifikasi beberapa strategi yang dapat dijalankan. 1. Strategi memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang a) Meningkatkan promosi Pulau Pombo dengan menggunakan fasilitas pemerintah b) Menyusun suatu paket wisata dalam bentuk produk wisata yang memadukan ekowisata di Pulau Pombo dengan kegiatan wisata di sekitarnya c) Meningkatkan kualitas pelayanan wisata di Pulau Pombo d) Mempermudah dan menyederhanakan proses perijinan IPPA bagi investor e) Menjalin kerjasama dengan stakeholder dalam meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan dan pengembangan wisata f) Pengembangan SDM masyarakat di sekitar Pulau Pombo sebagai pelaku pariwisata 2. Strategi menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang a) Identifikasi dan inventarisasi potensi kawasan Pulau Pombo dan memanfaatkannya secara optimal untuk meningkatkan kunjungan wisata b) Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM pengelola wisata Pulau Pombo c) Bekerjasama dengan tour & travel agent untuk meningkatkan kunjungan wisata d) Memanfaatkan keberadaan sarana prasarana pendukung pariwisata di sekitar Pulau Pombo
59
e) Membuka peluang dan memberi kemudahan bagi investor dan masyarakat untuk melakukan usaha wisata di Pulau Pombo f) Pemantapan pengukuhan kawasan secara kolaboratif g) Pelibatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan h) Kerjasama penelitian dan pengembangan kawasan Pulau Pombo 3. Strategi memakai kekuatan untuk menghadapi ancaman a) Pendidikan konservasi dan pengembangan bina cinta alam bagi masyarakat sekitar Pulau Pombo b) Membuka peluang usaha yang mendukung sektor wisata bagi masyarakat sekitar c) Menyusun rencana pengelolaan Pulau Pombo d) Menjaga kelestarian dan keanekaragaman hayati di Pulau Pombo e) Pengembangan usaha ekonomi produktif dan insentif bagi masyarakat 4. Strategi memperkecil kelemahan dan menghadapi ancaman a) Penegakan hukum secara optimal b) Kerjasama kolaboratif pengelolaan kawasan c) Peningkatan sosialisasi status dan fungsi Pulau Pombo kepada masyarakat sekitar d) Pembangunan sarana prasarana pengelolaan dan alokasi pendanaan (anggaran) secara kontinyu dalam rangka pengelolaan kawasan Pulau Pombo
60
Gambar 8. Matriks SWOT Strenght/Kekuatan 1. Dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan kawasan Pulau Pombo 2. Letak TWAL Pulau Pombo yang strategis 3. Potensi wisata TWAL Pulau Pombo yang beragam 4. Kekhasan TWAL Pulau Pombo sebagai pulau dengan karang atol yang melingkar tidak sempurna dengan lagun di tengahtengahnya
Weakness/Kelemahan 1. Pengelolaan TWAL Pulau Pombo yang belum optimal 2. Kuantitas dan kualitas SDM pengelola TWAL Pulau Pombo masih terbatas 3. Sarana dan prasarana pendukung pariwisata belum memadai 4. Pengukuhan kawasan yang belum mantap 5. Data dan informasi potensi kawasan yang belum optimal
Opportunity/Peluang 1. Keragaman potensi wisata dan budaya di sekitar TWAL Pulau Pombo 2. Keinginan masyarakat untuk berwisata meningkat 3. Dukungan masyarakat setempat terhadap sektor ekowisata di Pulau Pombo 4. Terbukanya peluang investasi bidang pariwisata di Pulau Pombo 5. Tersedianya sarana akomodasi dan transportasi yang memadai 6. Dukungan LSM/NGO dan Lembaga Pendidikan 7. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
Strategi memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang 1. Meningkatkan promosi TWAL Pulau Pombo dengan menggunakan fasilitas pemerintah 2. Menyusun suatu paket wisata dalam bentuk produk wisata yang memadukan ekowisata di TWAL Pulau Pombo dengan kegiatan wisata di sekitarnya 3. Meningkatkan kualitas pelayanan wisata di TWAL Pulau Pombo 4. Mempermudah dan menyederhanakan proses perijinan IPPA bagi investor 5. Menjalin kerjasama dengan stakeholder dalam meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan dan pengembangan wisata 6. Pengembangan SDM masyarakat di sekitar TWAL Pulau Pombo sebagai pelaku pariwisata 7. Pengelolaan database kawasan dengan mengembangkan Sistem Informasi Geografis (spatial dan non spatial)
Strategi menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang 1. Identifikasi dan inventarisasi potensi kawasan Pulau Pombo dan memanfaatkannya secara optimal untuk meningkatkan kunjungan wisata 2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM pengelola wisata TWAL Pulau Pombo 3. Bekerjasama dengan tour & travel agent untuk meningkatkan kunjungan wisata 4. Memanfaatkan keberadaan sarana prasarana pendukung pariwisata di sekitar Pulau Pombo 5. Membuka peluang dan memberi kemudahan bagi investor dan masyarakat untuk melakukan usaha wisata di TWAL Pulau Pombo 6. Pemantapan pengukuhan kawasan secara kolaboratif 7. Pelibatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan 8. Kerjasama penelitian dan pengembangan kawasan TWAL Pulau Pombo
Threat/Ancaman 1. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam yang bersifat eksploitatif destruktif (merusak) 2. Tingkat ekonomi masyarakat sekitar kawasan yangrelatif masih rendah 3. Ketergantungan masyarakat yang masih tinggi terhadap sumberdaya alam dalam kawasan 4. Klaim beberapa desa di sekitar kawasan bahwa Pulau Pombo sebagai daerah pertuanan 5. Akses ke Pulau Pombo yang terbuka 6. Krisis ekonomi global
Strategi memakai kekuatan untuk menghadapi ancaman 1. Pendidikan konservasi dan pengembangan bina cinta alam bagi masyarakat sekitar TWAL Pulau Pombo 2. Membuka peluang usaha yang mendukung sektor wisata bagi masyarakat sekitar 3. Menyusun rencana pengelolaan TWAL Pulau Pombo 4. Menjaga kelestarian dan keanekaragaman hayati di TWAL Pulau Pombo 5. Pengembangan usaha ekonomi produktif dan insentif bagi masyarakat
Strategi memperkecil kelemahan dan mengatasi ancaman 1. Penegakan hukum secara optimal 2. Kerjasama kolaboratif pengelolaan kawasan 3. Peningkatan sosialisasi status dan fungsi TWAL Pulau Pombo kepada masyarakat sekitar 4. Pembangunan sarana prasarana pengelolaan dan alokasi pendanaan (anggaran) secara kontinyu dalam rangka pengelolaan kawasan TWAL Pulau Pombo
INTERNAL
EKSTERNAL
Sumber : data yang diolah, 2014
61
7.3.6. Proyeksi Kegiatan Berdasarkan Alternatif Berdasarkan alternatif strategi-strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT, maka ditentukan proyeksi kegiatan-kegiatan yang dapat diterapkan dalam rangka pengelolaan Pulau Pombo, yaitu sebagai berikut : Tabel 24. Strategi memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang No 1 1.
2.
Strategi 2 Meningkatkan promosi TWAL Pulau Pombo dengan menggunakan fasilitas pemerintah Menyusun suatu paket wisata dalam bentuk produk wisata yang memadukan ekowisata di TWAL Pulau Pombo dengan kegiatan wisata di sekitarnya
a.
b. a.
b.
c.
3.
Meningkatkan kualitas pelayanan wisata di TWAL Pulau Pombo
a.
b. c. 4.
Mempermudah dan menyederhanakan proses perijinan IPPA bagi investor
a.
b.
5.
Menjalin kerjasama dengan stakeholder dalam meningkatkan kualitas pengelolaan wisata
a. b. c.
Kegiatan 3 Penayangan TWAL Pulau Pombo pada media televisi dan website pemerintah Mengikuti pameran pariwisata di dalam dan luar negeri Penyusunan paket wisata dengan mengembangkan brand image ekowisata Pulau Pombo sebagai iconnya Penyusunan paket kunjungan wisata : paket sehari, paket dua hari, paket seminggu, dll Pengembangan atraksi wisata kearifan tradisional di sekitar kawasan menjadi produk wisata di TWAL Pulau Pombo Pembuatan brosur, booklet, leaflet, papan informasi, papan interpretasi, peta, dll Penyediaan jasa interpreter dan pemandu wisata Pelayanan Rescue di TWAL P. Pombo Penyusunan strategi dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan ijin usaha wisata alam (IPPA) yang efektif dan efisien Pendelegasian sebagian wewenang perijinan IPPA ke daerah Kerjasama kemitraan secara sinergis antar stakeholder Koordinasi dengan pemerintah daerah Penyusunan MoU kerjasama dengan para pihak dalam pengelolaan TWAL Pulau Pombo
Proyeksi 4 Data dan informasi TWAL Pulau Pombo tersebar luas di masyarakat
Tersusunnya paket wisata TWAL Pulau Pombo yang lengkap dan terpadu
Terciptanya kondisi ideal pelayanan wisata yang didukung dengan fasilitas yang lengkap
Adanya investor pariwisata yang mendukung kegiatan ekowisata di TWAL Pulau Pombo
Pengelolaan serta kerjasama dalam bidang ekowisata yang jelas dan terpadu
62
1 6.
2 Pengembangan SDM masyarakat di sekitar TWAL Pulau Pombo sebagai pelaku pariwisata
7.
Pengembangan Sistem Informasi Geografis (spasial dan non spasial)
3 Pelatihan ketrampilan yang mendukung kegiatan pariwisata bagi masyarakat sekitar (bahasa asing, pemandu wisata, pembuatan cinderamata, dll) b. Pembinaan dan pendampingan usaha pariwisata masyarakat sekitar (kelompok sadar wisata, koperasi, dll) a. Penyediaan sarana dan prasarana Sistem Informasi Geografis dan operatornya b. Pengembangan SDM untuk pengumpulan dan penyajian data Sistem Informasi Geografis a.
4 Terciptanya SDM masyarakat sekitar kawasan yang berkualitas dan mandiri
Tersedianya data potesi kawasan meliputi data spasial maupun non spasial yang tersaji dalam bentuk Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sumber: Data yang diolah, 2013
Tabel 25. Strategi menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang No 1 1.
Strategi 2 Identifikasi dan inventarisasi potensi kawasan serta menyediakan,melengkapi dan memperbaiki infrastruktur dan fasilitas wisata TWAL Pulau Pombo dan memanfaatkannya secara optimal untuk meningkatkan kunjungan wisata
2.
Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM pengelola wisata TWAL Pulau Pombo
3.
Bekerjasama dengan tour & travel agent untuk meningkatkan kunjungan wisata
1 4.
2 Memanfaatkan keberadaan sarana prasarana pendukung pariwisata di sekitar Pulau Pombo Membuka peluang dan memberi kemudahan bagi investor dan masyarakat untuk melakukan usaha wisata di TWAL Pulau Pombo
5.
Kegiatan 3 a. Inventarisasi potensi kawasan TWAL Pulau Pombo b. Identifikasi potensi wisata di TWAL Pulau Pombo c. Mengadakan fasilitas pendukung seperti rumah panggung, MCK, dan jembatan gantung serta fasilitas untuk snorkling d. Pengembangan sistem database dan sistem informasi TWAL Pulau Pombo e. Penyebarluasan dan penyediaan pelayanan terhadap data dan informasi TWAL Pulau Pombo a. Penambahan jumlah personil pengelola TWAL Pulau Pombo b. Pelatihan manajemen pengelolaan wisata alam bagi personil pengelola a. Pembuatan MoU kerjasama dengan tour & travel agent b. Kerjasama dengan agen wisata dalam rangka penyusunan paket wisata dan promosi wisata TWAL Pulau Pombo 3 Mengkoordinir pelaku usaha wisata di sekitar TWAL Pulau Pombo
a.
b.
Pembinaan masyarakat dalam rangka usaha pariwisata di sekitar TWAL Pulau Pombo Pengembangan kerjasama dengan sektor swasta untuk berinvestasi di TWAL Pulau Pombo
Proyeksi 4 Tersusunnya sistem database dan informasi yang mantap serata fasilitas yang memadai yang dapat mendukung pengelolaan
SDM pengelola yang semakin berkualitas dan mandiri
Tour & travel agent menjadikan TWAL Pulau Pombo menjadi paket wisata prioritas bagi kunjungan wisatawan 4 Tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap dan mendukung kepentingan pengunjung Tercipta iklim investasi dan usaha wisata yang kondusif sehingga mendukung kesejahteraan masyarakat sekitar
63
6.
Pemantapan pengukuhan kawasan secara kolaboratif
a. b. c. d.
7.
Pelibatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan
a.
b.
c.
8.
Kerjasama penelitian dan pengembangan kawasan TWAL Pulau Pombo
a. b.
Evaluasi fungsi CA Pulau Pombo Penataan batas kawasan secara kolaboratif Penataan Blok (Blocking) kawasan TWAL Pulau Pombo Sosialisasi penataan batas kawasan Optimalisasi peran serta Sentra Penyuluh Kehutanan Pedesaan (SPKP) Pembentukan forum yang beranggotakan desa-desa sekitar kawasan TWAL Pulau Pombo Mengakomodir kepentingan masyarakat dalam pengelolaan kawasan Kerjasama penelitian dengan Lembaga Pendidikan Kerjasama pengembangan kawasan dengan LSM/NGO
Pengukuhan kawasan yang mantap dari segi legalitas hukum positif dan hukium sosial masyarakat
Masyarakat sekitar turut berperan dalam pengelolaan kawasan serta terpenuhinya kebutuhan masyarakat
Terwujudnya kawasan TWAL Pulau Pombo sebagai pusat penelitian dan pengembangan TWA
Sumber: Data yang diolah, 2013.
Tabel 26. Strategi memakai kekuatan untuk menghadapi ancaman No 1 1.
Strategi 2 Pendidikan konservasi dan pengembangan bina cinta alam bagi masyarakat sekitar TWAL Pulau Pombo
a.
b. c.
2.
Membuka peluang usaha yang mendukung sektor wisata bagi masyarakat sekitar
a.
b. c.
3.
4.
Menyusun rencana pengelolaan TWAL Pulau Pombo
Menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di TWAL Pulau Pombo
a. b. c. a. b. c.
5.
Pengembangan usaha ekonomi produktif dan insentif bagi masyarakat sekitar kawasan
a. b.
c.
Sumber: Data yang diolah, 2013
Kegiatan 3 Pembentukan dan pembinaan Kader Konservasi tingkat pemula, madya dan utama bagi masyrakat sekitar TWAL Pulau Pombo Pembinaan Kelompok Pecinta Alam di sekitar TWAL Pulau Pombo Pendidikan konservasi dalam muatan lokal (mulok) pada SD, SMP, dan SMA di sekitar kawasan Pemberian bantuan modal bagi masyarakat sekitar dalam rangka usaha pariwisata Pembuatan blok pemanfaatan khusus bagi usaha masyarakat sekitar Pembinaan usaha wisata yang dikembangkan masyarakat Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (5 tahunan) Penyusunan Rencana Pengelolaan Tahunan Penyusunan Rencana Teknis Kegiatan Pembuatan stasiun penetasan penyu semi alami Rehabilitasi (transplantasi) karang yang rusak akibat pengeboman ikan Perlindungan dan pengamanan kawasan TWAL Pulau Pombo Identifikasi usaha-usaha produktif di masyarakat Pemberian bantuan usaha ekonomi produktif bagi masyarakat sekitar kawasan Pemberian insentif dan penghargaan bagi masyarakat pelestari lingkungan di sekitar kawasan
Proyeksi 4 Masyarakat dapat memahami dan mengaplikasikan prinsipprinsip konservasi
Terwujudnya kesejahteraan masyarakat sekitar meningkat
Terwujudnya pengelolaan TWAL Pulau Pombo yang mantap Terjaganya kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di TWAL Pulau Pombo Tekanan masyarakat terhadap kawasan TWAL Pulau Pombo menurun
64
Tabel 27. Strategi memperkecil kelemahan dan menghadapi ancaman No 1 1.
Strategi
Kegiatan
2 Penegakan hukum secara optimal
a. b.
2.
Kerjasama kalaboratif pengelolaan kawasan
a.
b.
c. 3.
4.
Peningkatan sosialisasi status dan fungsi TWAL Pulau Pombo kepada masyarakat sekitar Pembangunan sarana prasarana pengelolaan dan alokasi pendanaan (anggaran) secara kontinyu dalam rangka pengelolaan kawasan TWAL Pulau Pombo
a. b.
a.
b. c. d.
e.
3 Penindakan terhadap pelaku pelanggaran hukum bidang KSDA Kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya penyelesaian kasus pelanggaran tindak pidana KSDAHE Penyusunan Rencana Pengelolaan secara kolaboratif melibatkan masyarakat, Pemda dan para pihak lainnya Sinkronisasi program pengelolaan TWAL Pulau Pombo dengan program pembangunan daerah Pembentukan forum kolaboratif pengelolaan TWAL Pulau Pombo Sosialisasi status dan fungsi TWAL Pulau Pombo Sosialisasi peraturan perundangundangan konservasi sumberdaya alam
Proyeksi 4 Terciptanya penegakan hukum dan efek jera bagi pelaku
Terwujudnya kolaborasi yang harmonis dan saling menguntungkan antara berbagai pihak yang terkait
Masyarakat memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip KSDAHE
Pembangunan pos jaga, pondok a. Tersedia fasilitas kerja/pusat informasi, dan menara kegiatan ekowisata yang pengamatan lengkap di TWAL Pulau Pembangunan darmaga labuh, shelter, Pombo fasilitas MCK dan sanitasi. Koordinasi perencanaan dan sinkronisasi b. Tersedia anggaran yang cukup dalam program dan anggaran ke pusat pengelolaan kawasan Mencari donatur dan atau dana hibah untuk pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan Pengembangan organisasi pengelolaan kawasan TWAL Pulau Pombo menjadi BLU
Sumber: Data yang diolah, 2013
8. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan 1. Daya tarik utama bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pombo adalah atraksi alam (pemandangan pantai yang indah, terumbu karang, kejerdian air, bentuk yang seperti arang Atol). Persepsi wisatawan terhadap Pulau Pombo menunjukkan bahwa upaya konservasi alam merupakan hal penting dan pembangunan saran dan prasaran pendukung Pulau Pombo yang lengkap harus menjadi prioritas. Hal ini terlihat pada tingkat kepuasan pengunjung terhadap keindahan Pulau Pombo tetapi tidak didukung dengan fasilitas yang memadai. 2. Dari hasil penelitian, terdapat tiga faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap fungsi permintaan rekreasi ke TWAL Pulau Pombo. Ketiga faktor sosial ekonomi tersebut adalah baiaya total perjalanan, pendapatan, dan jenis kelamin. Berdasarkan hasil analisis, maka diketahui surplus konsumen berdasarkan metode biaya perjalanan individual sebesar Rp 12.257.849 per individu per tahun kunjungan dan selanjutnya bisa didapatkan nilai ekonomi TWAL Pulau Pombo tersebut dengan mengalikan surplus konsumen dengan jumlah pengunjung pada tahun itu yaitu Rp 33.709.084.750. per tahun kunjungan.
65
3. Dari sejumlah alternatif strategi pengelolaan TWAL Pulau Pombo, bagi para stakeholder strategi yang perlu untuk diterapkan dalam pengelolaan TWAL Pulau Pombo adalah dengan memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang yakni meningkatkan promosi TWAL Pulau Pombo dengan menggunakan fasilitas pemerintah, menyusun suatu paket wisata dalam bentuk produk wisata yang memadukan ekowisata di TWAL Pulau Pombo dengan kegiatan wisata disekitar, meningkatkan kualitas pelayanan wisata di TWAL Pulau Pombo, mempermudah dan menyederhanakan proses perijinan IPPA bagi investor, menjalin kerjasama dengan stakeholder dalam meningkatkan kulitas pengelolaan dan pengembangan wisata, pengembangan SDM masyarakat di sekitar TWAL Pulau Pombo sebagai pelaku pariwisata, dan pengelolaan database kawasan dengan mengembangkan sistem informasi geografis. 8.2. Saran 1. Pihak pemerintah dan pengelolah disarankan untuk membuat dermaga jembatan apung, penginapan rumah apung, menjaga kebersihan di lingkungan objek wisata, pengadaan keamanan atau POLHUT, melakukan promosi wisata dan paket wisata ke Pulau Pombo serta membangun sarana dan prasarana baru guna untuk kenyamanan pengunjung dalam berwisata yang tentunya semua pembangunan tersebut ramah terhadap lingkungan alami objek wisata Pulau Pombo. 2. Nilai ekonomi yang diperoleh mengindikasikan bahwa Pulau Pombo sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dijadikan taman wisata alam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dan dapat disarankan pada pihak pengelolah untuk pengadaan karcis masuk agar teradministrasi dengan baik. 3. Disarankan pada peneliti yang tertarik pada penelitian biodiversitas objek wisata, supaya melakukan penelitian biodiversitas flora dan fauna endemik di Pulau Pombo sebagai bahan pertimbangan pembangunan objek wisata yang menjadi prioritas.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 9 Maret 1987 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Dominggus Pattimukay dan Maria Manuputty (Almh). Pada tahun 2005 penulis menamatkan pendidikan menengah di SMA Negeri 4 Ambon. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Pattimura dan mendapat gelar sarjana pada tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi oleh DIKTI pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan No
Nama
Umur (Tahun)
Pekerjaan
Pendidikan
Pendapatan (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)
Biaya Konsumsi (Rp)
Biaya Perjalanan Total (Rp)
Daerah Asal
JK
Jenis Kelamin
1
Vita
24
2
1
2.500.000
56.500
100.000
156.500
Ahuru
1
2
2
Metsy
26
1
3
2.300.000
56.500
150.000
206.500
Suli
5
2
3
Tyas
26
2
3
2.350.000
57.500
200.000
257.500
Waiheru
3
2
4
Desmon
28
1
1
3.400.000
106.500
200.000
306.500
Suli
2
1
5
Glen
27
1
1
3.300.000
106.500
200.000
306.500
Tantui
2
1
6
Ningsy
25
2
2
2.500.000
60.000
200.000
260.000
OSM
3
2
7
Astri
25
2
3
2.600.000
25.000
100.000
125.000
Waai
6
2
8
Alna
26
2
3
2.250.000
25.000
150.000
175.000
Waai
7
2
9
Anel
28
2
1
2.500.000
60.000
200.000
260.000
OSM
4
1
10
Klefy
26
3
1
2.500.000
25.000
50.000
75.000
Waai
8
1
11
Lin
28
1
3
3.200.000
50.000
250.000
300.000
Tana Tinggi
4
2
12
Nessy
29
1
4
3.750.000
50.000
200.000
250.000
Amahusu
4
2
13
Remon
25
1
3
2.500.000
25.000
100.000
125.000
Waai
8
1
14
Selly
23
2
1
2.300.000
25.000
50.000
75.000
Waai
5
2
15
Ake
35
1
3
2.600.000
100.000
200.000
300.000
Waai
7
2
16
Ria
26
2
2
3.100.000
25.000
200.000
225.000
Dobo
3
2
17
Marson
26
1
1
3.250.000
50.000
200.000
250.000
Waai
9
1
18
Atyka
25
2
2
3.100.000
25.000
200.000
225.000
Waai
6
2
19
Echa
25
2
3
3.000.000
92.000
200.000
292.000
Masohi
4
2
20
Jhosua
26
1
2
2.800.000
92.000
200.000
292.000
Masohi
5
1
21
Nona
24
3
3
3.000.000
25.000
100.000
125.000
Waai
5
2
22
Naldo
28
2
1
4.000.000
50.000
250.000
300.000
Waai
5
1
23
Geirda
26
2
3
3.500.000
100.000
200.000
300.000
Suli
2
2
68
Lampiran...(Lanjutan) No
Nama
Umur (Tahun)
Pekerjaan
Pendidikan
Pendapatan (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)
Biaya Konsumsi (Rp)
Biaya Perjalanan Total (Rp)
Daerah Asal
JK
Jenis Kelamin
24
Yuli
26
2
3
3.100.000
60.000
200.000
260.000
Karam Panjang
2
2
25
Esty
26
2
3
3.100.000
57.000
200.000
257.000
Batu Gong
2
2
26
Boney
26
2
3
3.500.000
105.000
250.000
355.000
Halong
3
1
27
Christia
27
1
3
3.250.000
108.000
200.000
308.000
Poka
2
1
28
Rano
28
1
1
2.500.000
56.500
150.000
206.500
Ahuru
3
1
29
Stin
26
2
3
3.200.000
25.000
100.000
125.000
Waai
5
2
30
Nelson
26
2
4
3.500.000
50.000
200.000
250.000
Waai
5
1
31
Echi K
25
2
3
2.550.000
50.000
100.000
150.000
Waai
5
2
32
Tommy
25
2
3
2.500.000
56.500
200.000
256.500
Waiheru
2
1
33
Titin
25
2
3
2.600.000
60.000
200.000
260.000
Kuda Mati
2
2
34
Vino
26
1
1
3.400.000
56.500
250.000
306.500
Hative Kecil
2
1
35
Haloan
26
1
1
3.100.000
50.000
250.000
300.000
Tulehu
5
1
36
Alon
27
1
1
3.100.000
56.500
200.000
256.500
Halong
2
1
37
Lisa
29
1
3
2.300.000
56.500
150.000
206.500
Batu Meja
5
2
38
Na
30
1
3
2.300.000
56.500
200.000
256.500
Batu Meja
2
2
39
Lela
26
2
2
2.900.000
25.000
50.000
75.000
Tulehu
4
2
40
Farida
26
2
1
4.000.000
50.000
100.000
150.000
Liang
5
2
41
Glen de
22
2
1
2.950.000
25.000
175.000
200.000
Waai
3
1
42
Gerry
20
2
1
2.300.000
25.000
125.000
150.000
Waai
3
1
43
Sally
35
1
4
3.900.000
25.000
250.000
275.000
Hunut
2
2
44
Hendra
27
1
1
3.250.000
56.500
200.000
256.500
Hunut
2
1
45
Netty
26
1
2
3.150.000
50.000
200.000
250.000
Waai
5
2
46
Emo
26
3
1
3.000.000
25.000
75.000
100.000
Waai
5
1
47
Icha
22
2
3
2.600.000
25.000
100.000
125.000
Waai
2
2
69
Lampiran...(Lanjutan) No
Nama
Umur (Tahun)
Pekerjaan
Pendidikan
Pendapatan (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)
Biaya Konsumsi (Rp)
Biaya Perjalanan Total (Rp)
Daerah Asal
JK
Jenis Kelamin
48
Mei
23
2
3
3.150.000
25.000
125.000
150.000
Waai
5
2
49
Unes
28
2
2
4.000.000
100.000
200.000
300.000
OSM
2
1
50
Novita
27
1
3
2.800.000
60.500
189.500
250.000
Wayame
2
2
51
James
28
2
3
4.500.000
100.000
200.000
300.000
Kuda Mati
3
1
52
Dodi
29
2
4
5.000.000
150.000
200.000
350.000
Taman Makmur
4
1
53
Acel
27
1
1
3.500.000
100.000
200.000
300.000
Lateri
3
1
54
Nova
26
2
3
3.100.000
100.000
150.000
250.000
Lateri
2
2
55
Maya
26
1
3
2.900.000
100.000
100.000
200.000
Waai
5
2
56
Vide
29
2
3
3.800.000
100.000
150.000
250.000
Batu Meja
4
1
57
Ulis
29
1
3
2.500.000
50.000
150.000
200.000
Waai
5
1
58
Nobert
27
2
3
4.500.000
100.000
150.000
250.000
Amahusu
4
1
59
Geral
33
2
3
5.000.000
100.000
200.000
300.000
Amahusu
5
1
60
Ead
28
1
3
3.500.000
100.000
200.000
300.000
Batu Gajah
5
1
61
Fenty
27
2
1
3.300.000
100.000
150.000
250.000
Waai
5
1
62
Berry
38
2
3
4.200.000
100.000
200.000
300.000
Wayame
4
1
63
Yongki
36
2
3
4.000.000
100.000
200.000
300.000
Latta
5
1
64
Reky
27
1
1
3.250.000
50.000
150.000
200.000
Waai
4
1
65
Orvil
28
1
1
3.350.000
50.000
150.000
200.000
Waai
5
1
66
Maya Tit
27
2
2
2.500.000
50.000
150.000
200.000
Waai
4
2
67
Liska
27
2
3
2.300.000
60.500
189.500
250.000
Bere-bere
2
2
68
Deni
32
1
3
3.200.000
100.000
200.000
300.000
Waai
3
1
70
Lampiran...(Lanjutan) No
Nama
Umur (Tahun)
Pekerjaan
Pendidikan
Pendapatan (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)
Biaya Konsumsi (Rp)
Biaya Perjalanan Total (Rp)
Daerah Asal
JK
Jenis Kelamin
69
Yan
29
1
1
3.550.000
100.000
200.000
300.000
Lateri
2
1
70
Degen
34
1
4
3.800.000
100.000
200.000
300.000
Passo
3
1
71
Riri
33
1
4
3.900.000
100.000
150.000
250.000
Passo
1
2
72
Une
28
2
2
3.500.000
56.500
143.500
200.000
Tana Tinggi
2
2
73
Mia
35
2
2
2.500.000
58.000
242.000
300.000
PHB
2
2
74
Kace
28
1
1
3.400.000
100.000
200.000
300.000
Waai
4
1
75
Doldy
28
2
1
6.500.000
100.000
200.000
300.000
Waai
5
1
76
Nofi
28
2
1
4.500.000
100.000
200.000
300.000
Waai
5
1
77
Welfy
19
1
1
3.150.000
100.000
150.000
250.000
Waai
5
1
78
Iman
19
1
1
3.150.000
100.000
150.000
250.000
Waai
4
1
79
Anit
27
1
3
2.500.000
56.500
243.500
300.000
Passo
2
2
80
Augie
27
1
3
2.500.000
56.500
243.500
300.000
Passo
2
2
81
Santo
27
2
3
2.500.000
56.500
243.500
300.000
Lateri
2
1
82
Agnes
27
1
3
2.500.000
100.000
200.000
300.000
Negri Lama
2
2
83
Ino
27
1
3
2.500.000
100.000
150.000
250.000
Kuda Mati
2
1
84
Fanny
27
1
3
2.500.000
100.000
200.000
300.000
Lateri
2
2
85
Sanny
27
1
3
2.250.000
50.000
200.000
250.000
Waai
4
2
86
Rian
27
3
1
3.000.000
50.000
150.000
200.000
Waitatiri
3
1
87
Heady
26
2
1
2.250.000
50.000
150.000
200.000
Waai
4
2
88
Steny
28
2
2
8.000.000
100.000
200.000
300.000
Waai
4
1
89
Elvin
27
1
3
2.500.000
60.500
189.500
250.000
OSM
2
2
90
Reny
27
2
3
2.500.000
60.500
239.500
300.000
Kuda Mati
2
2
91
Melan
27
2
3
2.500.000
50.000
200.000
250.000
Waai
4
2
71
Lampiran...(Lanjutan) No
Nama
Umur (Tahun)
Pekerjaan
Pendidikan
Pendapatan (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)
Biaya Konsumsi (Rp)
Biaya Perjalanan Total (Rp)
Daerah Asal
JK
Jenis Kelamin
92
Jhoni
27
2
1
2.400.000
50.000
150.000
200.000
Waai
4
1
93
Hasan
28
1
1
3.500.000
50.000
200.000
250.000
Tulehu
5
1
94
Aldy
28
1
1
3.500.000
100.000
200.000
300.000
Waai
5
1
95
Donny
28
2
1
10.000.000
100.000
200.000
300.000
Waai
6
1
96
Remon Ri
29
2
2
2.550.000
50.000
200.000
250.000
Waai
4
1
97
Alfian
27
1
1
3.250.000
56.500
243.500
300.000
Passo
1
1
98
Harold
28
1
1
3.450.000
56.500
243.500
300.000
OSM
1
1
99
Maikel
27
2
2
2.600.000
50.000
200.000
250.000
Waai
5
1
100
Nanuru
26
1
1
3.150.000
56.500
243.500
300.000
Eri
1
1
6.668.500
17.954.500
24.623.000
TOTAL Rata-rata
246.230
Ket : -
Pekerjaan
: 1 = PNS; 2 = Swasta; 3 = Wiraswasta
-
Pendidikan
: 1 = SMA/sederajat; 2 = Diploma; 3 = S1; 4 = S2
-
JK
: Jumlah Kunjungan
-
Jenis Kelamin : 1 = Pria; 2 = Wanita
72
73
Lampiran 3. Perhitungan Surplus Konsumen (SK) Individu
Jumlah Kunjungan (V)
SK/Individu
SK/Individu/ Kunjungan
1
1
0,334001336
0,334001336
2
5
8,3500334
1,67000668
3
3
3,006012024
1,002004008
4
2
1,336005344
0,668002672
5
2
1,336005344
0,668002672
6
3
3,006012024
1,002004008
7
6
12,0240481
2,004008016
8
7
16,36606546
2,338009352
9
4
5,344021376
1,336005344
10
8
21,3760855
2,672010688
11
4
5,344021376
1,336005344
12
4
5,344021376
1,336005344
13
8
21,3760855
2,672010688
14
5
8,3500334
1,67000668
15
7
16,36606546
2,338009352
16
3
3,006012024
1,002004008
17
9
27,05410822
3,006012024
18
6
12,0240481
2,004008016
19
4
5,344021376
1,336005344
20
5
8,3500334
1,67000668
21
5
8,3500334
1,67000668
22
5
8,3500334
1,67000668
23
2
1,336005344
0,668002672
24
2
1,336005344
0,668002672
25
2
1,336005344
0,668002672
26
3
3,006012024
1,002004008
27
2
1,336005344
0,668002672
28
3
3,006012024
1,002004008
29
5
8,3500334
1,67000668
30
5
8,3500334
1,67000668
31
5
8,3500334
1,67000668
32
2
1,336005344
0,668002672
33
2
1,336005344
0,668002672
34
2
1,336005344
0,668002672
35
5
8,3500334
1,67000668
36
2
1,336005344
0,668002672
37
5
8,3500334
1,67000668
38
2
1,336005344
0,668002672
39
4
5,344021376
1,336005344
54
Lampiran...(Lanjutan) Individu
Jumlah Kunjungan (V)
SK/Individu
SK/Individu/ Kunjungan
40
5
8,3500334
1,67000668
41
3
3,006012024
1,002004008
42
3
3,006012024
1,002004008
43
2
1,336005344
0,668002672
44
2
1,336005344
0,668002672
45
5
8,3500334
1,67000668
46
5
8,3500334
1,67000668
47
2
1,336005344
0,668002672
48
5
8,3500334
1,67000668
49
2
1,336005344
0,668002672
50
2
1,336005344
0,668002672
51
3
3,006012024
1,002004008
52
4
5,344021376
1,336005344
53
3
3,006012024
1,002004008
54
2
1,336005344
0,668002672
55
5
8,3500334
1,67000668
56
4
5,344021376
1,336005344
57
5
8,3500334
1,67000668
58
4
5,344021376
1,336005344
59
5
8,3500334
1,67000668
60
5
8,3500334
1,67000668
61
5
8,3500334
1,67000668
62
4
5,344021376
1,336005344
63
5
8,3500334
1,67000668
64
4
5,344021376
1,336005344
65
5
8,3500334
1,67000668
66
4
5,344021376
1,336005344
67
2
1,336005344
0,668002672
68
3
3,006012024
1,002004008
69
2
1,336005344
0,668002672
70
3
3,006012024
1,002004008
71
1
0,334001336
0,334001336
72
2
1,336005344
0,668002672
73
2
1,336005344
0,668002672
74
4
5,344021376
1,336005344
75
5
8,3500334
1,67000668
76
5
8,3500334
1,67000668
77
5
8,3500334
1,67000668
78
4
5,344021376
1,336005344
54
Lampiran...(Lanjutan) Individu
Jumlah Kunjungan (V)
SK/Individu
SK/Individu/ Kunjungan
79
2
1,336005344
0,668002672
80
2
1,336005344
0,668002672
81
2
1,336005344
0,668002672
82
2
1,336005344
0,668002672
83
2
1,336005344
0,668002672
84
2
1,336005344
0,668002672
85
4
5,344021376
1,336005344
86
3
3,006012024
1,002004008
87
4
5,344021376
1,336005344
88
4
5,344021376
1,336005344
89
2
1,336005344
0,668002672
90
2
1,336005344
0,668002672
91
4
5,344021376
1,336005344
92
4
5,344021376
1,336005344
93
5
8,3500334
1,67000668
94
5
8,3500334
1,67000668
95
6
12,0240481
2,004008016
96
4
5,344021376
1,336005344
97
1
0,334001336
0,334001336
98
1
0,334001336
0,334001336
99
5
8,3500334
1,67000668
100
1
0,334001336
0,334001336
TOTAL (Rp)
5420841,683
1225784,903
Mean
54.208.416,83
12.257.849,03
55
54