Supriyadi, Nilai Didaktik Nyanyian Permainan Anak-anak Sapeken Kabupaten Sumenep
15
NILAI DIDAKTIK NYANYIAN PERMAINAN ANAK-ANAK SAPEKEN KECAMATAN SAPEKEN KABUPATEN SUMENEP (ANALISIS FOLKLOR)
Supriyadi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Malang e-mail:
[email protected]
Abstract: Sapeken children game song didactic value contain of social education such as unity of life and human equity. Embodiment of unity of life is put into a rule that people are forbidden to harm others and delibaration for solving the problems. Related to human equity, people get their freedom to vote for their leaders. Embodiment of courage can be put into a rule that people must struggle. Furthermore, people have to be realistic by working hard and saving. The last, honesty value can be shown by the relation between uttarance and action, responsible, and doing respibility before right. Keywords: children game song, didactic value, folklore.
Masyarakat Sapeken banyak memiliki folklor, baik yang berupa folklor lisan (bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, cerita prosa rakyat, puisi rakyat, nyanyian rakyat); folklor sebagian lisan (kepercayaan rakyat, permainan rakyat, adatistiadat, upacara, pesta rakyat dan lain-lain); dan folklor bukan lisan (arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh rakyat, makanan dan obat-obatan tradisional). Gerak pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Sapeken begitu cepat dan kompleks, sehingga sebagian folklor ada yang sudah dilupakan atau punah dan ada sebagian folklor yang masih tetap bertahan di tengah kompleksitas perkembangan itu. Nyanyian permainan anak-anak Sapeken merupakan salah satu folklor lisan yang masih tetap bertahan di lingkungan masyarakat Sapeken sampai saat ini. Nyanyian permainan anak-anak Sapeken tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan memakai bahasa daerah setempat yaitu bahasa Bajo, sehingga mudah diterima oleh semua kalangan masya-
rakat. Cara penyampaiannya yang humoris, diiringi oleh gerakan tubuh yang sederhana dan tidak diiringi oleh alat musik apapun menyebabkan nyanyian permainan anak-anak Sapeken semakin mudah untuk dipahami, diingat dan dipraktikkan. Nyanyian permainan merupakan pancaran dari kehidupan masyarakat. Dikatakan demikian sebab nyanyian permainan dihasilkan oleh masyarakat ber-dasarkan pengalaman atau kehidupannya. Manusia mengkristalisasikan dan mengintegrasikan pengalaman, penghayatannya mengenai hal-hal yang berharga bagi kehidupannya menjadi suatu pandangan hidup, sehingga tersusun dalam suatu kesatuan yang hirarkis yang disebut sistem nilai (Tanlain dalam Utami, 1995:5). Sistem nilailah yang mengikat, mengatur dan mengarahkan kebebasan manusia di dalam hidup bermasyarakat. Pendidikan dilaksanakan di dalam suatu kesatuan hidup bersama (masyarakat). Dengan demikian makna kehidupan ditentukan oleh nilai-nilai hidup yang mendasari persatuan hidup bersama. Bagi masyarakat Sapeken, pendidikan
16
Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011
memiliki arti yang sangat penting sebab pendidikan merupakan jembatan bagi masyarakat untuk mentransfer nilai etika, moral dan keindahan kepada masyarakat baru (generasi muda), sehingga hidup dan kehidupan menjadi lebih indah, harmonis dan lebih baik di masa kini dan di masa depan. Beberapa hal itulah yang menarik perhatian penulis untuk menyelusuri lebih jauh nilai-nilai didatik dalam bentuk pendidikan sosial, kepribadian, dan kerealistisan hidup pada nyanyian permainan anak-anak di pulau Sapeken. Hakikat Folklore Folklor secara keseluruhan ialah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak, isyarat atau pembantu pengingat (Danandjaya, 1994: 2). Banyak orang dalam kehidupan sehari-hari menyamakan atau mengidentikkan folklor dengan cerita rakyat yang hakikatnya adalah salah satu bagian dari folklor. Berkembangnya pemahaman yang keliru tersebut di dalam masyarakat, akhirnya mendapat respon dari para ahli folklor. Salah satu cara mereka adalah dengan cara membuat batasan dan bagianbagian yang jelas tentang folklor. Brunvand (dalam Danandjaya, 1994:21) seorang ahli folklor dari Amerika Serikat menggolongkan folklor ke dalam t iga kelompok besar berdasarkan tipe, yaitu: (1) folklor lisan (verbal folklore); (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore); dan (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore). Nyanyian rakyat merupakan salah satu sumber dan media dalam mengaktualisasikan diri sekaligus merupakan perwujudan dan pancaran dari sifat manusia yang senang bermain dan berkesenian. Lebih rinci dan terfokus Brunvand (dalam Danandjaya, 1994: 141) menyatakan bahwa nyanyian rakyat adalah salah satu bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian.
Nyanyian rakyat terbagi menjadi dua golongan yaitu: (1) nyanyian rakyat yang salah satu unsurnya (lirik atau lagu) lebih menonjol atau lebih kuat, golongan ini disebut nyanyian rakyat yang tidak sesungguhnya. (2) nyanyian rakyat yang kedua unsurnya (lirik dan lagu) sama-sama kuat atau seimbang di dalam perkembangannya, golongan ini disebut nyanyian rakyat yang sesungguhnya. Nyanyian rakyat yang sesungguhnya dibagi lagi menjadi tiga golongan yaitu: (1) nyanyian rakyat yang berfungsi, (2) nyanyian rakyat yang bersifat liris, (3) nyanyian rakyat yang bersifat berkisah (narrative folksong). Selanjutnya, nyanyian rakyat yang berfungsi dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu: (a) nyanyian kelonan, (b) nyanyian kerja dan (c) nyanyian permainan. Sama halnya dengan nyanyian rakyat yang berfungsi, nyanyian rakyat yang bersifat liris juga terbagi menjadi dua bagian yaitu: (a) nyanyian raktyat liris yang sesungguhnya, dan (b) nyanyian rakyat liris yang bukan sesungguhnya (Brunvand dalam Danandjaja, 1994: 146). Nyanyian rakyat tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat atau sekolompok orang yang mempunyai kebudayaan yang sama atau setidaknya mempunyai sebuah kebudayaan bersama yang dapat dibedakan dari kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok lainnya. Mereka tinggal satu daerah wilayah tertentu, mempuanyai perasaan akan adanya persatuan terhadap anggota-anggotanya dan menganggap dirinya sebagai satu kesatuan yang berbeda dengan yang lainnya. Dalam arti lain, nyanyian rakyat merupakan salah satu bagian dari kebudayaan. Sejalan dengan hal itu, Dayakisni & Yuniardi (2004:10) menjelaskan bahwa budaya dapat diartikan sebagai seperangkat sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh sekelompok orang, namun ada derajat perbedaan pada setiap individu dan dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selanjutnya, Koentjoroningrat (1979:12) menjelaskan bahwa kebudayaan yang ada ini memliki tujuh unsur kebudayaan yang universal, dan sekaligus merupakan isi kebudayaan yang ada di dunia. Ketujuh unsur
Supriyadi, Nilai Didaktik Nyanyian Permainan Anak-anak Sapeken Kabupaten Sumenep
tersebut meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Hakikat Nilai dan Konsep Didaktik Nilai itu sesuatu yang abstrak, sesuatu yang tidak terlihat karena itulah nilai tidak bisa didefinisikan dengan jelas. Nilai itu ada tetapi tidak bisa dijelas-kan keberadaanya, namun hanya bisa dirasakan manfaatnya. Nilai itu merupakan kualitas empiris yang tidak bisa didefinisikan (Kattsoff, 1996:333). Hal tersebut menunjukkan, bahwa nilai merupakan bagian terpenting dalam sisi kehidupan manusia di dalam melakukan interaksi dengan manusia lainnya maupun dengan alam dan Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat membentuk pribadi seseorang dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat. Salah satu hal yang terpenting untuk menginternalisasikan nilai-nilai tersebut ke dalam pribadi muda (anak-anak) adalah pendidikan. Dalam pengertian umum, pendidikan atau didaktik diartikan sebagai suatu proses yang bertujuan mengubah atau membentuk mental atau watak, sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang menjadi leih baik dan lebih dewasa serta mampu membangun diri sendiri dan alam sekitar. Didaktik memberi aturan yang konkrit dan harus dilaksanakan dengan memperhatikan segala macam keadaan (Pasaribu & Simanjuntak, 1986:4). Anak berkembang tidak hanya oleh segi baktinya tetapi hasil kerjasama antara perseorangan dan sesama juga turut mempengaruhi. Berpijak dari hal ini, maka pendidikan juga berkaitan dengan fungsi yang luas dari pembinaan dan perbaikan kehidupan masyarakat terutama membawa masyarakat yang baru (generasi baru) pada penunaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam bermasyarakat (Syam dalam Tim Dosen FIP-IKIP, 1988:4). Dengan demikian, maka pendidikan dalam konsep ini mengarah pada dua hal yaitu pendidikan sosial dan pendidikan kepribadian.
17
Kershensteiner (dalam Purwanto 1997: 171) mengatakan bahwa pendidikan sosial adalah pengaruh yang sengaja datang dari pendidik berguna untuk menjadikan anak anggota yang baik dalam golongannya. Pendidikan kepribadian adalah pendidikan yang membentuk watak anak dengan cara mendidik keempat unsur wataknya seperti berkemauan keras terhadap yang baik, berperasaan halus, mencintai segala yang baik dan indah, jernih atau adil dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan pribadi maupun persoalan orang lain, memiliki simpati dan empati terhadap nasib orang lain. Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis data sehingga diperoleh deskripsi yang relatif lengkap (komprehensif) tentang nilai didaktik nyanyian permainan anak-anak Sapeken di pulau Sapeken Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi objektif tentang perwujudan nilai didaktik dalam nyanyian permainan anak-anak Sapeken yang meliputi: Nilai pendidikan sosial yang berupa kebersatuan hidup; nilai pendidikan sosial yang berupa adil terhadap orang lain; nilai pendidikan kepribadian yang berupa keberanian hidup; nilai pendidikan kepribadian yang berupa kerealistisan hidup; nilai pendidikan kepribadian yang berupa kejujuran. Perwujudan Nilai Pendidikan Sosial Kebersatuan Hidup Masyarakat merupakan sekumpulan individu dengan kepentingan dan cita-cita heterogen, membutuhkan satu pegangan atau patokan yang mengatur mekanisme dan tata cara berinteraksi dengan orang lain, sehingga tidak terjadi perpecahan di antara anggota masyarakat. Kebersatuan hidup adalah salah satu elemen terpenting untuk mewujudkan tata hidup yang harmonis dalam keheterogenan dan dinamisme masyarakat. Seperti pada nyanyian Kedo-kedo Bakke berikut ini. “Kedo-kedo bakke/ Penje si Bakke/ Pore ngala bowe/ Appo lembaranne Tasundit buyohne”
18
Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011
(Bergerak-gerak bangkai/ (kemana si Bangkai/ kesana mengambil air/ patah pikulannya/tertusuk buah zakarnya//) (NPAS. 1) Memperhatikan esensi nyanyian Kedokedo Bakke, maka perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa kebersatuan hidup dalam nyanyian Kedo-kedo Bakke adalah larangan untuk melakukan perbuatan buruk yang dapat merugikan dan meresahkan orang lain dalam bentuk apapun. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kebersatuan hidup yang terdapat dalam nyanyian Kedo-kedo Bakke yaitu, (a) apapun bentuk dan jenis kejahatan tetap merupakan perilaku yang tidak terpuji dan tidak mendapat tempat di masyarakat serta nilainya sama dengan sebuah bangkai, (b) semua perbuatan buruk akan mendapat balasan yang sangat menyakitkan, (c) pengaitan hukuman dengan buah zakar sangat tepat karena hal yang paling menakutkan bagi laki-laki adalah kehilangan buah zakarnya. “Ai iru/ Pisah beke tebbu/ Enneku dappo/ Marebe nenek/ Enje nenek/ Ma buli ruma/ Ai pugaine/ Sarah cucuwi/ Batenje ellehne/Tacuit cuit cuit//” (Apakah gerangan itu/ Pisang dan tebu/ mintaku sepotong/ Marah nenek/ Dimanakah nenek/ Di belakang rumah/ Apakah yang dikerjakannya/ Sarang burung pipit/ Bagaimana bunyinya/ (Tacuit cuit cuit..//) (NPAS. 2) Berdasarkan isi nyanyian Pisah beke Tebu, maka perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa kebersatuan hidup dalam nyanyian Pisah beke Tebbu adalah musyawarah dalam memecahkan suatu masalah. Hal tersebut didasarkan atas beberapa unsur kebersatuan hidup yang terdapat dalam nyanyian Pisah beke Tebbu yaitu: (a) harus membatasi sifat keingintahuan dan sifat selalu ingin memiliki, (b) manusia adalah makhluk sosial yang tidak
bisa hidup hidup sendiri, (c) setiap individu memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam menyelesaikan masalahnya, (d) musyawarah adalah cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah, karena terdapat banyak pemikiran yang dapat dijadikan solusi, dan (e) belajar menerima dan menghormati perbedaan. “O, Popotean/ Pabaranu tennenu/ Tennenu matte bunge/ Matte bunge lalipan/ Lalipan goen-goen/ Goen-goen si Micci/ Si Micci ombak-ombak/ Ombak-ombak burige/ Toppa payau toppa capi//” (O, Bintang/ Beritahu dinginmu/ Dinginmu pucuk bunga/ Pucuk bunga kelabang/Kelabang bergoyang-goyang/ Goyang–goyang si Micci/ Si Micci yang ombak-ombak/ Ombak-ombak rumput liar/ Potongan daging rusa, daging sapi/) (NPAS.6) Perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa kebersatuan hidup dalam nyanyian O, Popotean adalah tolong menolong dalam kebaikan. Hal tersebut didasarkan atas beberapa unsur kebersatuan hidup yang terdapat dalam nyanyian O, Popotean yaitu: (a) bersikap baik dan bijaksana, (b) hati-hati dalam memilih bahasa agar tidak menyinggung perasaan, (c) memasukkan unsur humor agar bisa menghibur, (d) menumbuhkan harapan dan semangat, (e) menyakinkan bahwa setiap musibah pasti akan berakhir dengan indah. Cabi toho intahan bulohdare/Ruma Balande didindeh essen/ Peddi tatoho aha sinsare/ Adak na ende missa essenne (Cabai kering makanan burung dara/ rumah belanda berdinding uang/ sakit sugguh nasib orang miskin/ mau kawin tidak ada uangnya//) (NPAS. 10) Perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa kebersatuan hidup dalam nyanyian Cabi
Supriyadi, Nilai Didaktik Nyanyian Permainan Anak-anak Sapeken Kabupaten Sumenep
Toho adalah peka terhadap lingkungan dan empati terhadap penderitaan orang lain. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kebersatuan hidup yang teradapat dala nyanyian Cabi Toho yaitu: (a) peka terhadap lingkungan sekitar bisa menciptakan kerukunan hidup dalam masyarakat, (b) ikut merasakan penderitaan orang lain seperti penderitaan sendiri, dan (c) pentingnya kemapanan hidup dan perkawinan bagi stabilitas sosial dan kelangsungan hidup manusia di dunia. Perwujudan Nilai Pendidikan Sosial yang Berupa Adil terhadap Orang Lain Adil terhadap orang lain adalah representatif dari kejujuran dalam hati yang terimplementasi melalui sikap yang baik, tegas dan bijaksana terhadap orang lain dalam hidup bermasyarakat. Seperti dalam kutipan-kutipan nyanyian di bawah ini. “Bente-bente nai/ Nai lukat/ Simambulo/ Simambulo/ Pela iye/ Pela iye/ Tak eem tak eem tak eem…// Dayah aiko?// Dayah hias//Bente-bente nai/ Nai lukat/ Simambulo/ Simambulo/ Pela iye/ Pela iye/ Tak eem tak eem tak eem…// Dayah aiko?// Dayah Tonda// dst... (Benturkan-benturkan kaki/ Kaki terkelupas/ Kena bambu/ Kena bambu/ Semakin jadi/ Semakin jadi/ Tak eem tak eem tak eem ….// Ikan apa kamu?/ Ikan Hias/Benturkan-benturkan kaki/ Kaki terkelupas/ Kena bambu/ Kena bambu/ Semakin jadi/ Semakin jadi/ Tak eem tak eem tak eem ….// Ikan apa kamu?//Ikan Tongkol// dst...) (NPAS. 10) Perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa adil terhadap orang lain dalam nyanyian Bente-bente Nai adalah kebebasan untuk memilih pemimpin. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur adil terhadap orang lain yang terdapat dalam nyanyian Bente-bente Nai yaitu: (a) kebebasan untuk memilih merupakan wujud keadilan dari seorang calon ketua dan anggota,
19
karena bisa memberikan rasa puas kepada kedua belah pihak, (b) keadilan tercipta dari kerjasama yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin, dan (c) keadilan itu dinamis, berulangulang dan tahan uji. “O, Kondo nginaiko nggai metok dayah kondo?// Rebban samo/ O, Samo, nginaiko bone rebban Samo? Missa diyoh nginta aku// O, Diyoh, nginaiko gai nginta samo diyoh?// Peddi bettahku/ / O, Bettah, nginaiko bone peddi bettah?/ / Le nginta sinakan mata// O, Sinakan, nginaiko bone mata sinakan// Kayu base/ O, Kayu, nginaiko bone base kayu?// Uran bangat/, Uran, nginaiko bone bangat uran?// Belle Malangkau mamalaku/ Na pamandine anak ampahne// (O, Bangau mengapa kamu tidak makan ikan bangau?// Lebat rumput laut (O, Rumput laut, mengapa- kamu tebal rumput laut?// Tidak ada ikan duyungmakan aku/ O, Ikan Duyung, mengapakamu tidak makan rumput- laut ikan duyung?// (Sakit perutku/ O, Perut, mengapa kamu- sakit perut?// (Karena makan nasi mentah/ O, Nasi, mengapa kamu- mentah nasi?//Kayu basah/ O, Kayu, mengapa kamu- basah kayu// Hujan lebat/ O, Hujan, Mengapa kamulebat hujan?// Elang laut memohon/ buat memandikan anak jadahnya//) (NPAS. 32) Perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa adil terhadap orang lain dalam nyanyian O, Kondo adalah mendahulukan kepentingan umum dari kepntingan pribadi. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur adil terhadap orang lain yang terdapat dalam nyanyian O, Kondo yaitu: (a) unsur adil terhadap orang lain dicitrakan secara negatif. Artinya, secara konkrit tidak ada perintah atau larangan untuk berbuat adil terhadap orang lain, (b) pencitraan melalui pengisahan memiliki fungsi untuk memperjelas dampak negatif perilaku menyimpang seorang pemimpin, (c) pemimpin yang baik
20
Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011
adalah pemimpin yang tidak egois dan bisa berlaku adil terhadap orang lain. “Unjat-unjat badi/ Badi panginai/ Badi panettak Loar/ loar diinai/ Loar dinta mata/ Sai da pinggan/ Mbak Uung dapinggan/ Mbak Lia dapariok/ Ma Yoyok dapanombongan/ Mbak yadah datase/Nia lebbine/ Tagune ma papan tanggene/ Sowetne le belle malangkau/ Kuliccak, kuliccer...// kuliccer….) (Loncat-loncat badik/ Badik buat apa/ Badik penetak daging/ Daging diapakan/ Daging dimakan mentah/ Siapa satu piring/ Mbak Uung satu piring/ Si Lia satu periuk/ Ibu Yoyok satu tempat nasi/ Mbak Yadah satu panci/ Ada sisanya/ Ditaruhnya di papan tangganya/ Disambar oleh elang laut/ Kuliccak, kuliccer….//) (NPAS. 33) Perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa berlaku adil terhadap orang lain dalam nyanyian Unjat-unjat Badi adalah berlaku adil terhadap keluarga sebelum kepada masyarakat luas. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur adil terhadap orang lain yang terdapat dalam nyanyian Unjat-unjat Badi yaitu: (a) berlaku adil terhadap orang lain harus dimulai dari diri sendiri dan terhadap anggota keluarga, (b) pada hakikatnya anggota keluarga adalah orang lain tetapi hubugan fisik dan psikisnya lebih dekat dari pada orang lain sehingga lebih peka dan lebih teliti terhadap dinamisme perilaku setiap anggota keluarganya, (c) unsur berlaku adil terhadap orang lain adalah sikap disiplin, tegas, kerja keras dan bijaksana. Perwujudan Nilai Pendidikan Kepribadian Keberanian Hidup Pribadi dalam kehidupan bermasyarakat dikenal sebagai wujud yang memiliki nama, dipegang dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki, sedangkan kepribadian dikenal gerak aktivitas atau perilaku dari peribadi, seperti keberanian hidup, kerealistisan hidup,
kejujuran dan lain-lain. Keberanian hidup adalah aktivitas manusia yang bertujuan untuk mempertahankan hidup dari ancaman bahaya yang datang dari makhluk lain termasuk manusia sendiri maupun ancaman dari alam. Selain itu, keberanian hidup juga merupakan aktivitas manusia yang bertujuan untuk mengolah dan mengembangkan kehidupan. Seperti dalam kutipan-kutipan nyanyian berikut. “Caccalelleko dolo mondo ore/ Nginta bua malake embbo ne// Daruwe iyeko dolo ditanaman/ Pongkat penjeko dolo si Mangalle/ Pongkat ka Tana Lampoge/ Aiko dolo pugaine bidok?//Tongko panut/ Aiko dolo pugaine lamak// Bomboh pisah/ Aiko dolo pugaine sowa?// Sowa dikokonjoan/ Dayah aiko dolo ellene?// Kime base/ Tunune ma diya tangge Puah/ Intane le Puah Datu/ Peddi bettah Puah Datu/ Dilalenan peddi kasambangan/ Dangaiko dolo panungkatne?// Due ringgit datengnge/ Nginaiko pare-pare battiru?// Aha duangan/ bengkokko bua cambe/ lantasko bua tongke//” (Alangkah sombong dan bertingkahnya monyet itu/ Makan buah malage mbahku/ Seperti dialah yang ditanam/ Melaut kemanakah si Mangalle/ Melaut ke tanah Lampoge/Apakah gerangan yang dibuatnya perahu?// Batang kayu yang hanyut/ Apakah gerangan yang dibuatnya layar?/ / Pucuk daun pisang/ Apakah gerangan yang dibuatnya dayung?// Dayung yang dilompat-lompatkan/ Ikan apakah gerangan yang didapat-nya?// Kerang basah/ Dibakarnya di bawah tangga Paman Raja/ Dimakan oleh Paman Raja/ Sakit perut Paman Raja/ Komplikasi dengan sakit batuk/Ditusuk dari bawah sakit percintaan/Berapakah gerangan maharnya/Mengapa banyak sekali/ Orang berdua/Melengkunglah buah asam/ Luruslah buah bakau//) (NPAS.4)
Supriyadi, Nilai Didaktik Nyanyian Permainan Anak-anak Sapeken Kabupaten Sumenep
21
Memperhatikan esensi nyanyian Caccalelle, maka perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa keberanian hidup dalam nyanyian Caccalelle adalah sikap berani karena benar. Hal ini didasarkan pada beberapa unsur keberanian hidup yang terdapat dalam nyanyian Caccalle yaitu: (1) kebenaran melahirkan kebenaran, (2) orang yang sombong pada hakikatnya adalah orang yang lemah dan tidak memiliki apa-apa, (3) manusia mudah tergoda oleh harta dan wanita, dan (4) Kebenaran itu pasti menang melawan kebatilan.
yang telah dialami.bentuk penghargaan itu berupa kesanggupan untuk menerima dan menjalani hidup tanpa adanya suatu penyesalan dan penen-tangan terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, walaupun ketentuan tersebut berupa suatu penderitaan. Seperti dalam kutipan-kutipan nyanyian berikut.
“Reah-reah sumangat/ Mennundapat ka bulan api/ Si Ettet cannit celan/ Sapulu arene kayu bau/ Bagai sampan ma tengnga bangkau/ Jaritit jale pinggawe // Mak genggoh/ Mak buyaten buaye ngebbon//”
(Jinjit-jinjitan pedati/ Pedati bambu/ Petipeti celengan/ Dinding-dindingan papan/ Rumah-rumahan gedung//)
(Bergemerincing semangat/ Untuk mendapat ke bulan api/ Si Ettet lagi berjalan/ Sepuluh harinya kayu baru/ Bagai sampan di tengah bakau/ Berobekan jala nahkoda/ Mak kumbang/ Mak buyarlah buaya mengebom//) (NPAS.28) Memperhatikan esensi nyanyian Reahreah sumangat, maka perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa keberanian hidup dalam nyanyian Reah-reah Sumangat adalah pantang menyerah dalam mewujudkan cita-cita atau menghadapi permasalahan hidupa. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur keberanian hidup yang terdapat dalam nyanyian Reah-reah Sumangat yaitu: (1) tidak ada keberhasilan tanpa suatu usaha, (2) setiap citacita atau keinginan memiliki hambatan tersendiri, (3) setiap manusia harus memiliki tujuan hidup atau cita-cita, dan (4) sikap pantang menyerah merupakan sikap terbaik dalam mengnhadapi permasalahan hidup. Perwujudan Nilai Pendidikan Kepribadian Realitas Hidup Realitas hidup adalah suatu sikap menghargai kehidupan yang sedang dijalani maupun
“Kekengkean galadak/ Galadak bolo/ Pepetti celeh/ Didindeh papan/ Ruruma batu//”
(NPAS.7) Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kerealistisan hidup dalam nyanyian Kekengkean Galadak adalah rajin bekerja dan hemat. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kerealistisan hidup yang terdapat dalam nyanyian Kekengkean Galadak yaitu: (1) kunci suatu keberhasilan terletak pada sikap menghargai suatu pekerjaan, dalam arti rajin bekerja dan rajin menabung, (2) manusia adalah makhluk yang kreatif, hemat dan selalu waspada, (3) kehidupan itu suatu proses yang berkelanjutan, dan (4) nasib manusia ditentukan oleh dirinya sendiri bukan oleh orang lain. “Timbakol dade/ dade pitu kannuku/ Kannuku naun-naun/ Naun-naun na anjongak/ Anjongak palle bunge/ Palle bunge kasuru/ Kasuru naun-naun/ Naun-naun burekbe/ Burekbe tanni cokka/ Mak baru kende/ Saburai-saburai allalipak pause//” (Tebaklah lambaian/ Lambaian tujuh bukuku/ Bukuku bernaung-naung/ Bernaung-naung mau mendongak/ Mendongak memilih bunga/ Memilih bunga kasurku/ Kasurku bernaung-naung/ Bernaung-naung bercaknya/ Bercaknya banyak lobang/ Mak, baru berangkat/ Terburai-terburai Berhenti sejenak berlipat puasa//) (NPAS.5)
22
Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011
Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kerealistisan hidup dalam nyanyian Timbakol Dade adalah selalu mengintrospeksi diri dan berhati-hati dalam bertindak. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kerealistisan hidup yang terdapat dalam nyanyian Timbakol Dade yaitu: (1) perjalanan nasib tidak dapat diketahui oleh siapa pun termasuk oleh orang yang menjalani nasib tersebut, (2) usaha mencari pasangan hidup adalah wujud dari ketidaktahuan manusia terhadapa nasibnya, (3) keinginan manusia yang utama adalah kebahagiaan lahir dan batin, (4) hakikat kebahagian adalah mampu memberikan manfaat kepada diri sendiri dan kepada orang lain. “Timbakol nyampu/ Laganak illa cukka/ Dedemmak Dedempol//” (Tebaklah pembungkus/ Yang masak sebab cuka/ Yang kena ditutup rapat//) (NPAS.16) Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kerealistisan hidup dalam nyanyian Timbakol Nyampul adalah sikap besar hati dalam menerima kekalahan. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kerealistisan hidup dalam nyanyian Timbakol Nyampul yaitu: (1) manusia tidak dapat menghidari atau menolak nasib buruk, (2) manusia tidak boleh bersifat putus asa, (3) manusia harus berbesar hati menerima kekalahan, dan (4) tawakal adalah kemampuan manusia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan kemampuan untuk memandang baik suatu musibah. “O, Gajo//Gajo langgaule/ Mamario anakkode/ Anakkode penno banten/ Banten gai susuran/ Banten bellon bisare/Kayu Jawe lolo/ Andan ma buanden/Lolo baressune/ Pattole gajanne/ Turun mindak/ Kukkut tai Mbo Endan//” (O, Gajah/ Gajah yang ditopang/ Susah payah nahkoda/ Nahkoda penuh pangkal jala/ Pangkal jala tidak bicara/ Pangkal jala belum cerita/ Kayu Jawa pucuknya/
Berkait-kait dibuangnya/Pucuk kelahirannya/ Pattole imbalannya/ Siapa mau turun/ Kerut habis tai Mbah Endan//) (NPAS.15) Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kerealistisan hidup dalam nyanyian Gajo Langgaule adalah hidup mandiri. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kerealistisan hidup yang terdapat dalam nyanyian Gajo Langgaule yaitu: (1) orang yang hidup bergantung kepada orang lain akan mendapat hinaan dan julukan yang jelek,(2) manusia memiliki tanggung jawab terhadap hidupnya sendiri, (3) orang yang menggantungkan hidup kepada orang lain sama dengan orang yang bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Perwujudan Nilai Pendidikan Kepribadian Kejujuran Kejujuran adalah suatu sifat yang dapat memanajemen sikap, ucapan dan perbuatan sehingga tidak menimbulkan kerugian kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Seperti dalam kutipan-kutipan nyanyian berikut. “Popotean taberroh ma diya kuboh/ Tabaraku dende alat boborokan buline/” (Bintang ikan di bawah pelangi/ Sangkaku wanita baik penuh borok pantatnya/) (NPAS. 14) Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kejujuran dalam nyanyian Popotean Taberroh adalah kesesuaian ucapan dengan perbuatan. Hal tersebut didasarkan pada beberapa uncur kejujuran yang terdapat dalam nyanyian Popotean Taberroh yaitu: (1) pencitraan secara negatif bertujuan untuk menghadirkan efek satire, (2) hakikat perkataan manusia terletak pada aplikasi yang benar dari ucapan itu, (3) kebanyakan manusia hanya melihat kesalahan orang lain dan menganggap benar dirinya sendiri, dan (4) orang yang baik adalah orang yang selalu mengoreksi kessalahan dirinya sendiri.
Supriyadi, Nilai Didaktik Nyanyian Permainan Anak-anak Sapeken Kabupaten Sumenep
“Janggarengan/ Tapettok pulau dilaut/ Dimana ruma kappedon/ Pattagulu agoh” (Seperti Diayak/ Terpatuk pulau laut/ Dimana rumak pemimpin/ Bertalu-talu bunyi gong//) (NPAS. 20) Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kejujuran dalam nyanyian Janggarengan adalah tidak lari dari tanggung jawab. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kejujuran yang terdapat dalam nyanyian Janggarengan yaitu: (1) seorang pemimpin mempunyai tanggumng jawab moral terhadap tugas yang diembannya dan kepada orang yang dipimpinnya, (2) seorang pemimpin yang meninggalkan tugasnya secara tidak langsung sudah menganiaya orang yang dipimpinnya, (3) setiap orang adalah pemimpin dan bertanggung jawab apa yang dipimpinnya. “ Lepat-lepat cinde/ Cinde maiko gangah boyolabbe dipatongko/ Apa na bojan/ Tapirit ma lonjo/ Tajongketjongket ajon kelloh boko//” (Lipat-lipat cindai/ Cindai kemarilah kau kuah labu cina diletakkan di atas sesuatu/ Apa boleh buat/ Berserakan di rak piring/ Terjungkal-jungkal leher penyu//) (NPAS.20) Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kejujuran dalam nyanyian Leppatleppat Cinde adalah mendahulukan kewajiban dari pada hak. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kejujuran yang terdapat dalam nyanyian Leppat-leppat Cinde yaitu (1) setiap orang lebih suka mengerjakan kepentingan dirinya sendiri walaupun merugikan orang lain, (2) setiap orang lebih menuntut hak dari pada menunaikan kewajiban, (3) wanita karier lebih mementingkan urusan kariernya dari pada urusan rumah tangganya, dan (4) setiap orang ingin menjadi yang terbaik tanpa harus bekerja atau berusaha.
23
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan paparan pembahasan di atas terdapat lima rumusan yang dapat dikemukakan pada akhir tulisan ini. 1. Perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa kebersatuan hidup adalah: (a) larangan untuk melakukan perbuatan buruk yang dapat merugikan dan meresahkan orang lain dalam bentuk apapun. (b) musyawarah dalam memecahkan suatu masalah. (c) tolong menolong dalam kebaikan. (d) peka terhadap lingkungan dan empati terhadap penderitaan orang lain. 2. Perwujudan nilai pendidikan sosial yang berupa adil terhadap orang adalah: (a) kebebasan untuk memilih pemimpin. (b) mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan pribadi (c) berlaku adil terhadap keluarga sebelum kepada masyarakat luas. 3. Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa keberanian hidup adalah: (a) sikap berani karena benar. (b) pantang menyerah dalam mewujudkan cita-cita atau menghadapi permasalahan hidup. 4. Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kerealistisan hidup adalah: (a) rajin bekerja dan hemat. (b) selalu mengintrospeksi diri dan berhati-hati dalam bertindak. (c) sikap besar hati dalam menerima kekalahan. (d) hidup mandiri. Hal tersebut didasarkan pada beberapa unsur kerealistisan hidup yang terdapat dalam nyanyian Gajo Langgaule yaitu orang yang hidup bergantung kepada orang lain akan mendapat hinaan dan julukan yang jelek, manusia memiliki tanggung jawab terhadap hidupnya sendiri, orang yang menggantungkan hidup kepada orang lain sama dengan orang yang bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. 5. Perwujudan nilai pendidikan kepribadian yang berupa kejujuran dalam nyanyian permainan anak-anak Sapeken adalah: (a) kesesuaian ucapan dengan perbuatan.; (b)
24
Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011
tidak lari dari tanggung jawab. (c) mendahulukan kewajiban dari pada hak. DAFTAR RUJUKAN Danandjaja, J. 1994. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. ————. 2003. Folklor Amerika: Cermin multikultural yang Manunggal. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Dayakisni, T; Yuniardi; S. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang UMM Press. Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Malang: Univesitas Negeri Malang. Eriyanti, R. W. 2001. Identifikasi Permasalahan yang Dihadipi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP Swasta Kota Madya Malang dalam Melaksanakan Kurikulum
1994. Usulan Penelitian Dosen Muda FKIP-Universitas Muhammadiyah Malang. Garang, P. J. 1989. Memasuki Masa Depan Bersama: Tugas dan Tanggung Jawab Bersama Agama-agama di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. Kattsoff, L. O. 1996. Pengantar Filsafat. Alih Bahasa oleh Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana. Koentjaraningrat. 1979. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakart a: Gramedia. Purwanto, M. N. 1997. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 1988. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Utami, M. S. 1995. Tembang Dolanan Jawa (Sebuah Tinjauan Folklor). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FKIP-UMM.