NILAI BUDAYA, PENGASUHAN PENERIMAAN-PENOLAKAN, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA 3-5 TAHUN PADA KELUARGA KAMPUNG ADAT URUG, BOGOR
CEFTI LIA PERMATASARI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT CEFTI LIA PERMATASARI. Cultural Values, Parental Acceptance-Rejection, and Social Development of 3-5 Years Old Childrenat Kampung Adat Urug Families, Bogor. Suvervised By DWI HASTUTI. The aim of the research was to determine the cultural values, parental acceptance-rejection, and social development of 3-5 years old children at Kampung Adat Urug families, Bogor.This research involved 60 samples that were selected with propotional random sampling.The samples were chosen from intact families with fathers as the head of the family and mother as primary caregiver at Kampung Adat Urug families who had children aged 3-5 years. Data collected by interview and observation. Some cultural values associated with parenting among which are suggestions and the prohibition in parenting, relationships between parents and children, and parenting by genderrelated task. Parental Acceptance-Rejection consist of affection, aggression, neglect, and rejection. Parental Acceptance-Rejection instrument was modified from Rohner (1986). Children’s social development were measured by Vineland Social Maturity Scale (VSMS). Data was analyzed by descriptive and statistically analysis. The results showed that mostly parents in this research applied Parental Acceptance which indicated that they were affection need and warm. Girlsmore accepted and parents more likely to be warm than to boys. More than a half samples had social development in moderate categorize. Girls have better social development than boys. There was no significant correlation between parental accepatance-rejection and social development of children ages 3-5 years. Keywords:PAR, 3-5 years old children, social development, Kampung Adat Urug, cultural values.
ABSTRAK CEFTI LIA PERMATASARI. Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor. Dibawah Bimbingan DWI HASTUTI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai budaya, pengasuhan penerimaanpenolakan, dan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug, Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu dan anak masing-masing sebanyak 60 contoh yang dipilih secara proportional random sampling. Responden dari penelitian ini adalah ibu yang merupakan pengasuh utama dari anak yang berusia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada ibu dan pengamatan kepada ibu dan anak. Beberapa nilai budaya yang berkaitan dengan pengasuhan anak diantaranya adalah larangan dan anjuran dalam pengasuhan, hubungan antara orang tua dan anak, serta pengasuhan berdasarkan gender yang terkait pembagian tugas. Instrumen pengasuhan penerimaan-penolakan dimodifikasi dari instrumen Rohner (1986). Perkembangan sosial anak diukur dengan menggunakan instrumen Vineland Social Maturity Scale (VSMS). Data dianalisis secara deskriptif dan analisis inferensia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh ibu dalam penelitian ini menerapkan pengasuhan penerimaan yang diindikasikan dari pemberian kehangatan. Orang tua lebih memberikan kehangatan kepada anak perempuan dibandingkan kepada anak laki-laki. Lebih dari separuh anak terkategori cukup baik dalam perkembangan sosial. Perkembangan sosial anak perempuan lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun. Kata kunci: pengasuhan penerimaan-penolakan, anak usia 3-5 tahun, perkembangan sosial, Kampung Adat Urug, nilai budaya
RINGKASAN CEFTI LIA PERMATASARI. Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor. Dibimbing oleh DWI HASTUTI. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai budaya, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun pada keluarga Kampung Adat Urug, Bogor.Adapun tujuan khususnya adalah (1) menganalisis nilai budaya yang terkait dengan kebiasaan dalam pengasuhan di Kampung Adat Urug; (2) menganalisis pengasuhan penerimaanpenolakan yang dilakukan ibu di Kampung Adat Urug; (3) menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan; (4) menganalisis perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug; (5) menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan perkembangan sosial; (6) menganalisis hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial di Kampung Adat Urug. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross-Sectional Study. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu di Kampung Adat Urug, Desa Kiarapandak, Kabupaten Bogor dengan pertimbangan Kampung Adat Urug merupakan salah satu kampung adat yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya Sunda. Pengambilan data dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Populasi penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 3-5 tahun,dengan contoh adalah ibu dan anak. Responden dari penelitian ini adalah ibu yang merupakan pengasuh utama dari anak yang berusia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada ibu dan pengamatan kepada ibu dan anak.Cara pemilihan sampel pada penelitian ini adalah proportional random sampling, yaitu teknik penarikan contoh dengan melakukan pengacakan sesuai dengan perbandingan populasi di setiap wilayah. Total sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang. Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik contoh (usia dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (usia orangtua, lama pendidikan, status pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, besar keluarga, dan aktivitas sosial ibu), pengasuhan penerimaan (afeksi) dan penolakan (agresif, pengabaian, dan perasaan tidak sayang) orangtua, dan nilai-nilai budaya. Kuesioner nilai budaya didapat dari wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat, sesepuh Kampung Adat Urug, kader Posyandu, dan beberapa sumber lainnya. Instrumen pengasuhan penerimaan-penolakan dimodifikasi dari Rohner (1986) dengan nilai reliabilitas masing-masing adalah 0.913, 0.632, 0.861, dan 0.735. Perkembangan sosial anak diukur dengan menggunakan instrumen Vineland Social Maturity Scale (VSMS) dengan nilai reliabilitas 0.630. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum lokasi penelitian. Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara statistik dengan analisis statistika deskriptif dan inferensia (uji Korelasi Spearman) dengan menggunakan program Statistic Programs for Social Science 16 (SPSS 16). Beberapa budaya yang terkait dengan pengasuhan adalah bayi yang baru lahir harus dimandikan dengan menggunakan air dingin agar bayi kuat dan tidak gampang sakit. Ketika bayi, biasanya nama anak belum tetap, masih
berganti-ganti. Ketika anak sering menangis saat bayi, maka orang tua akan segera mengganti nama bayinya. Begitupun ketika anak sakit-sakitan maka nama anak harus diganti karena berdasarkan hitungan kokolot, nama tersebut terlalu berat dan menimbulkan anak mudah sakit. Mengasuh anak laki-laki dan perempuan berbeda setelah anak mencapai usia 15 tahun, anak perempuan harus selalu dijaga harga diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik, namun pada saat anak balita tidak ada perbedaan yang signifikan dalam mengasuh anak. Orang tua boleh memukul anak tetapi hanya di bagian kaki.Tidak ada perbedaan antara perlakukan kasar antara anak laki-laki dan perempuan.Hanya saja anak laki-laki diharapkan untuk bisa bekerja, sedangkan anak perempuan diharapkan mampu berbakti dan mengurus orang tua ketika sudah tua.Anak perempuan usia tujuh tahun sudah diajari pekerjaan domestik seperti memasak, menyapu, mencuci baju, mencuci piring, menumbuk padi dan sebagainya sementara anak laki-laki pada usia tujuh tahun sudah diajari untuk mengambil kayu. Dilihat dari harapan terhadap anak, tidak ada harapan yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Pengasuhan orang tuacenderung pada pengasuhan penerimaan yang diindikasikan daripemberian kehangatan kepada anak.Anak perempuan mendapatkan kehangatan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Pengasuhan penolakan meliputi perilaku agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang.Baik anak laki-laki maupun perempuan terkategori rendah dalam tiga dimensi pengasuhan penolakan. Perkembangan sosial baik anak usia 3-4 tahun, 4-5 tahun, dan lima tahun tingkat ketercapaian terbesarnya ada pada dimensi locomotiondengan persentase masing-masing adalah 79,3 persen, 75,0 persen, dan 80,0 persen.Perkembangan sosial yang paling rendah masing-masing adalah self help dressing(50,3%), self help general(45,8%), dan socialization(36,6%). Secara keseluruhan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun berada pada kategori cukup baik. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dan aktivitas sosial ibu dengan pengasuhan penerimaanpenolakan.Anak perempuan lebih diasuh dengan pengasuhan dimensi kehangatan atau penerimaan dibandingkan anak laki-laki.Semakin tinggi aktivitas sosial ibu maka semkain hangat pengasuhan yang diberikan ibu.Perkembangan sosial berhubungan signifikan dengan lama pendidikan ibu dan aktivitas sosial ibu.Semakin lama pendidikan ibu dan semakin tinggi aktivitas sosial ibu, maka semakin baik perkembangan sosial anak.Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan pengasuhan penerimaan dari orang tua, separuhnya terkategori tinggi dalam perkembangan sosial anak. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengasuhan penerimaan dan penolakan dengan perkembangan sosial anak usia 3-5 di Kampung Adat Urug. Kata Kunci: Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, Anak Usia 3-5 Tahun, Perkembangan Sosial, Kampung Adat Urug, Nilai budaya.
NILAI BUDAYA, PENGASUHAN PENERIMAAN-PENOLAKAN, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA 3-5 TAHUN PADA KELUARGA KAMPUNG ADAT URUG, BOGOR
CEFTI LIA PERMATASARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
(C) Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak usia 3-5 tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian terakhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Cefti Lia Permatasari NIM I24070010
Judul
:
Nama
:
Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor Cefti Lia Permatasari
NIM
:
I24070010
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Pembimbing 1
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT.atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah berjasa dalam mendukung, memotivasi, dan memberi semangat sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, waktu, motivasi, tenaga, dan contoh yang baik kepada penulis sejak pemilihan topik hingga selesainya skripsi ini. 2. Alfiasari, SP, M.Si dan Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen penguji ujian skripsi. 3. Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar, serta Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen pembimbing akademik selama peneliti menjadi mahasiswi IKK. 4. Seluruh Dosen dan staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas curahan kasih sayang, ilmu, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 5. Abroni Ajitemat, SE dan Lismawati S.Pd yang telah menjadi lentera jiwa bagi penulis, yang menjadi penyemangat sejati ketika penulis terjatuh dan selalu memberikan senyuman diatas semua kesulitan. Serta Rangga Eka Juliansyah, SH dan Chindy Dinda Lestari, kalian adalah saudara terhebat yang pernah penulis miliki. 6. Rekan penelitian satu payung Anggy Nurmalasari dan Mustika Dewanggi atas pengalaman yang kita lalui bersama baik suka maupun duka. 7. Pemerintah Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya atas semua bantuan dan kerjasamanya. Abah Ukat, Abah Amat, dan Abah Rajaya selaku kepala adat di Kampung Adat Urug, Ibu Euis dan keluarga, masyarakat Kampung Adat Urug, serta kepada seluruh responden atas kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian penulis. 8. Agus Surachman, Anita Saufika, Dini Aprilia, Husfani A. Putri, Nadia Nandana Lestari, Restystika Dianeswari, Ruri Setianti, Restu Dwi Prihatina, Nadia Naomi, Elmanora, dan teman-teman IKK 44 atas persahabatan indah yang diukir selama ada di IKK. Terima Kasih. 9. Kristina W, Siti Halimatusadiah, pak Supriyanto dan Ibu Murdiyani serta temanteman di Pondok Ginastri. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua. Bogor, September 2011
penulis
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...................................................................................xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv PENDAHULUAN............................................................................................. 1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 Perumusan Masalah............................................................................... 3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 6 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 7 Perkembangan Sosial ............................................................................ 7 Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Orang Tua terhadap Anak .......... 10 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengasuhan Penerimaan dan Penolakan........................................................................................ 11 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Sosial Anak 13 KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................... 17 METODE PENELITIAN .................................................................................. 21 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .................................................. 23 Cara Pemilihan Contoh .......................................................................... 23 Jenis dan Cara Pengumpulan Data........................................................ 22 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 23 Definisi Operasional ............................................................................... 27 HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 29 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 29 Karakteristik Budaya Kampung Adat Urug ............................................. 30 Karakteristik Anak................................................................................... 35 Karakteristik Orang Tua.......................................................................... 35 Pengasuhan Penerimaan-Penolakan ..................................................... 39 Hubungan Karakteristik Anak dan Ibu Dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan .......................................................................... 41 Perkembangan Sosial ............................................................................ 45 Hubungan karakteristik anak dan keluarga dengan perkembangan sosial ...................................................................................................... 50 Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Perkembangan Sosial ............................................................................ 55 PEMBAHASAN ............................................................................................... 57 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 65 Simpulan................................................................................................. 65 Saran ..................................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 69 LAMPIRAN ..................................................................................................... 72 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 82
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Jenis dan cara pengumpulan data................................................... Sebaran luas wilayah penggunaan tanah........................................ Nilai budaya di Kampung Adat Urug................................................ Sebaran anak menurut usia............................................................. Sebaran anak berdasarkan urutan kelahiran................................... Sebaran anak berdasarkan aktivitas ibu.......................................... Total sebaran anak berdasarkan aktivitas ibu ................................. Sebaran anak berdasarkan usia orangtua....................................... Sebaran anak berdasarkan besar keluarga contoh ......................... Sebaran anak berdasarkan lama pendidikan orangtua ................... Sebaran anak berdasarkan pekerjaan orangtua ............................. Sebaran pendapatan orangtua ........................................................ Sebaran anak berdasarkan skor rata-rata pengasuhan penerimaan-penolakan secara keseluruhan.................................... Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan pengasuhan penerimaan-penolakan .................................................................... Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaanpenolakan danjenis kelamin ............................................................ Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaanpenolakan danusia contoh................................................ Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaanpenolakan dan usia ibu..................................................... Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaanpenolakan dan lama pendidikan orang tua .................................... Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaanpenolakandan status pekerjaan ibu ............................................. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaanpenolakandan pendapatan orang tua.................................. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaanpenolakan dan aktivitas sosial ibu...................................... Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaanpenolakan danbesar keluarga........................................... Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia 3-4 tahun ........................................................................ Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia 4-5 tahun ......................................................................... Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia5 tahun ............................................................................. Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial menurut jenis kelamin ..................................................................... Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial menurut usia anak............................................................ Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial menurut usia ibu................................................................ Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial menurut lama pendidikan ibu.......................................................... Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial menurut pekerjaan ibu ..................................................................... Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial
Halaman 23 29 33 35 35 36 36 37 37 38 38 39 40 41 42 42 43 43 44 44 45 45 46 48 49 51 51 52 53 53
32 33 34
menurut pendapatan orang tua....................................................... Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial menurut aktivitas sosial ibu ............................................................. Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial menurut besar keluarga .................................................................. Hasil uji hubungan pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial anak .............................................................
54 55 55 56
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Halaman Kerangka Berpikir Penelitian........................................................... 19 Cara Penarikan Contoh .................................................................. 22 Sebaran pendidikan masyarakat Desa Kiarakpandak .................... Leuit atau tempat menyimpan padi ................................................. Gedung Ageung .............................................................................. Kalung yang digunakan oleh balita di Kampung Adat Urug ............ Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan sosial usia 3-4 tahun .................................................................................
30 31 32 33 47
Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan sosial usia 4-5 tahun ................................................................................ 48 Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan sosial usia 5 tahun....................................................................... 50 Sebaran contoh usia 3-5 tahun berdasarkan kategori perkembangan Sosial .......................................................... 50 DAFTAR BOX
1 2
Halaman Pernyataan Kader Posyandu .......................................................... 31 Pernyataan Kokolot Kampung Adat Urug ....................................... 33 DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 2 3 4 5 6
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Pengasuhan PenerimaanPenolakan Orang Tua Terhadap Anak ........................................... Sebaran pengasuhan penerimaan-penolakan berdasarkan total keseluruhan contoh............................................................. Sebaran total rata-rata pengasuhan penerimaan-penolakan berdasarkan total keseluruhan contoh ............................................ Sebaran anak usia 3-4 tahun berdasarkan dimensi perkembangan sosial ...................................................................... Sebaran anak usia 4-5 tahun berdasarkan dimensi perkembangan sosial ..................................................................... Sebaran anak usia 5 tahun berdasarkan dimensi perkembangan sosial ...............................................................................................
79 80 84 85 86 87
PENDAHULUAN Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dibentuk oleh adanya keragaman suku, budaya, ras, dan agama yang menjadikan Indonesia menjadi negara yang kaya akan budaya. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), Indonesia memiliki 1.128 suku yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Beragam suku dan ras yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia membuat Indonesia memiliki keragaman budaya dengan kekhasan masing-masing.Keragaman budaya adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya (Prasetijo 2009). Indonesia yang terdiri dari lima pulau besar dan ribuan pulau kecil lainnya, mulai dari ujung Sumatera hingga kepulauan terujung dari Indonesia yaitu Papua, memiliki kekhasan masing-masing. Kekhasan ini membangun peradaban yang berbeda-beda di daerah tersebut.Begitu pun dengan Kampung Adat Urug yang terletak di Desa Kiarapandak, Kabupaten Bogor.Kampung Adat Urug merupakan salah satu kampung adat yang bercirikan kebudayaan Sunda. Menurut Hastuti (2008), pengasuhan dapat diartikan sebagai proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran hingga anak memasuki usia dewasa. Proses-proses dalam pengasuhan anak akan membentuk gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Gaya pengasuhan yang diterapkan dapat berupa gaya pengasuhan dimensi kehangatan. Rohner (1986) menyatakan gaya pengasuhan dimensi kehangatan, yang dibagi menjadi dua kategori yaitu gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Gaya pengasuhan penerimaan dicirikan dengan curahan kasih sayang orang tua kepada anak baik secara fisik maupun secara verbal. Pengasuhan penolakan dikategorikan menjadi tiga, yaitu gaya pengasuhan pengabaian, gaya pengasuhan penolakan, dan gaya pengasuhan permusuhan. Gaya pengasuhan ini dipengaruhi oleh bagaimana budaya mengajarkan kepada orang-orang terdahulu, sehingga anak sebagai obyek mendapatkan perilaku
pengasuhan
yang
telah
turun
temurun
dilakukan
oleh
para
pendahulunya. Unsur-unsur yang terdapat dalam keragaman budaya, seperti sistem
kemasyarakatan,
sistem
pengetahuan,
kepercayaan,
kesenian,
pekerjaan, serta perlengkapan dan bahasa akan membentuk anak sehingga memiliki orientasi yang sesuai dengan budayanya (Hastuti 2008).
Pada
umumnya orang tua belajar dari budaya setempat tentang peran yang harus dilakukannya dalam mengasuh anak.Budaya yang ada, jika mengandung seperangkat keyakinan yang dapat melindungi perkembangan anak, maka nilainilai pengasuhan yang diperoleh orang tua memiliki kecenderungan yang berdampak positif terhadap perkembangan anak. Sebaliknya, jika keyakinan yang ada dalam budaya masyarakat setempat justru memperbesar munculnya faktor resiko, maka nilai-nilai pengasuhan yang diperoleh orang tua pun akan menyebabkan perkembangan yang negatif pada anak (Brooks, 2001). Perkembangan pada dasarnya adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock 1980). Pemberian stimulus yang kurang akan berpengaruh terhadap pencapaian tahap perkembangan anak. Perkembangan seorang anak tidak hanya berfokus pada perkembangan kognitif, tetapi juga pada perkembangan sosial anak atau kematangan sosial. Perkembangan sosial anak merupakan kemampuan untuk memahami orang lain serta bertindak secara bijaksana dalam hubungan antar manusia (Goleman 1996). Menurut Hastuti (2008), perkembangan sosial adalah kemampuan anak untuk berhubungan sosial dengan orang lain. Perkembangan sosial dibutuhkan oleh individu untuk menjalin hubungan dengan orang-orang disekitarnya. Perkembangan sosial sangat penting untuk ditanamkan sejak usia dini. Usia emas anak yang berada pada usia 0-5 tahun adalah masa-masa dimana pertumbuhan otak anak sangat pesat. Perkembangan sosial pada masa kanakkanak tumbuh dari hubungan mereka yang erat dengan orang tua atau pengasuh-pengasuh lain, termasuk anggota keluarga (Djiwandono 2006). Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal ini. Pemberian stimulus yang tepat sangat penting dilakukan pada masa ini, karena pemberian stimulus sejak dini yang dilakukan orang tua pada periode kritis anak akan mempengaruhi perkembangan anak pada tahap selanjutnya. Kehidupan pada masa kanak-kanak dengan berbagai pengaruhnya adalah masa kehidupan yang sangat penting khususnya berkaitan dengan diterimanya rangsangan (stimulasi) dan perlakuan dari lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, kehidupan pada masa kanak-kanak dianggap sebagai periode kritis, periode sensitif dimana kualitas stimulasi harus diatur sebaik-baiknya, tentunya oleh orang tuanya sendiri yang pada
hakikatnya
adalah
orang
yang
paling
bertanggungjawab
untuk
membesarkan dan membantu perkembangan anak menjadi pribadi yang
dewasa, matang dan aspek-aspek kepribadiannya terintegrasi dengan baik (Gunarsa 2001). Budaya yang beranekaragam akan menghasilkan sebuah tatanan masyarakat yang heterogen, yang dapat berpengaruh pada kehidupan keluarga dalam aktivitas perilaku pengasuhan anak dan akhirnya berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat, baik di lingkungan keluarga maupun di luar keluarga, akan dapat mempengaruhi seseorang untuk bersikap, yang selanjutnya mempengaruhi perilaku. Nilai-nilai budaya akan menegaskan perilaku mana yang penting dan perilaku mana yang harus dihindari (Porter & Samovar 1990). Singkatnya nilai-nilai budaya akan mempengaruhi perilaku seseorang (Kusrestuwardhani 2003). Berdasarkan hal yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk mengetahui Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor.
Perumusan Masalah Anak usia dini memiliki kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia yang berjalan cepat dan merupakan landasan perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun jika tidak tertangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumberdaya manusia di kemudian hari (Latifah 2007). Perkembangan sosial adalah salah satu aspek perkembangan yang penting bagi anak.Goleman (1996) menyatakan bahwa, hanya sekitar 20 persen kemampuan hardskill yang digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, sementara 80 persen sisanya adalah softskill yang termasuk di dalamnya kemampuan membina hubungan dengan orang lain (keterampilan sosial). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya stimulus yang diberikan oleh orang tua kepada anak untuk merangsang perkembangan sosial pada anak.Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya (Soetjiningsih 1995 diacu dalam Latifah 2007). Sejauh ini, orang tua lebih memiliki kecenderungan untuk berorientasi pada perkembangan kognitif anak daripada perkembangan sosial. Sehingga pengasuhan yang dilakukan pun lebih merujuk kepada output berupa kecerdasan kognitif dibandingkan kecerdasan sosial. Pengasuhan yang lebih menekankan pada kecerdasan kognitif atau dalam istilah pendidikan disebut era
headstart, yaitu kecenderungan anak untuk dipaksa belajar terlalu dini mengakibatkan kasus-kasus antisocial, personality disorder, learning disability dan masalah-masalah lainnya yang merujuk pada tingginya angka tawuran dan stress pada remaja (Megawangi 2004). Lebih lanjut Megawangi (2004) menyatakan bahwa, anggapan bahwa keberhasilan di sekolah ditentukan oleh kemampuan anak membaca dan berhitung pada usia dini, seperti yang banyak dipercaya oleh para orang tua dan guru, adalah tidak benar. Penelitian terakhir justru menunjukkan bahwa perkembangan sosial-emosi anak yang terbentuk sejak usia prasekolah yang akan menentukan kesuksesan anak pada usia selanjutnya. Pengasuhan
yang
diterapkan
orang
tua
perkembangan sosial anak. Gaya pengasuhan
pun
berdampak
pada
yang baik adalah gaya
pengasuhan yang menerima anak atau pengasuhan penerimaan, tetapi kadangkala orang tua secara tidak sadar menerapkan gaya pengasuhan penolakan, seperti pengabaian, penolakan, dan perasaan tidak sayang baik secara verbal maupun fisik. Secara verbal anak sering dicemooh dan dicaci, sedangkan secara fisik anak sering mengalami kekerasan seperti dipukul.Data menunjukkan bahwa sebagian besar kasus kekerasan terhadap anak dilakukan oleh
ibunya
sendiri
dengan
alibi
untuk
menegakkan
disiplin
kepada
anak.Sepanjang Tahun 2010, Komnas Perlindungan Anak menerima laporan sebanyak 2.355 kasus kekerasan terhadap anak.Angka ini meningkat dari 2009 yang mencapai 1.998 kasus (Komnas perlindungan anak, 2010). Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan orang tua mengenai gaya pengasuhan yang tepat bagi anak. Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan (pengabaian, penolakan, perasaan tidak sayang) baik secara verbal maupun fisik berdampak serius terhadap perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak
yang ditolak akan bermasalah dalam berhubungan
antarpersonal, yang menyebabkan anak sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati (Sunarti 2004). Berdasarkan paparan di atas, menjadi penting untuk mengetahui Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor. Dengan demikian yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana
nilai
budaya
yang
terkait
pengasuhan di Kampung Adat Urug?
dengan
kebiasaan
dalam
2. Bagaimana Pengasuhan Penerimaan-Penolakan yang dilakukan ibu dari anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug? 3. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan? 4. Bagaimana perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug? 5. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan perkembangan sosial? 6. Apakah terdapat hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial di Kampung Adat Urug? Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena melihat bagaimana hubungan pengasuhan penerimaan-penolakan dan nilai budaya yang ada dalam lingkungan masyarakat terhadap perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun. Oleh karena itu, dalam penelitian akan diperoleh informasi mengenai karakteristik anak, karakteristik keluarga, serta nilai budaya terkait pengasuhan dan pengasuhan penerimaan-penolakan yang diterapkan orang tua agar diketahui sejauh mana pengasuhan penerimaan-penolakan serta nilai budaya terkait pengasuhan berhubungan dengan perkembangan sosial.
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis nilai budaya yang terkait dengan kebiasaan dalam pengasuhan di Kampung Adat Urug. 2. Menganalisis Pengasuhan Penerimaan-Penolakan yang dilakukan ibu di Kampung Adat Urug. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan 4. Menganalisis perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug. 5. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga dengan perkembangan sosial anak di Kampung Adat Urug
6. Menganalisis hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial anak usia3-5 tahun di Kampung Adat Urug.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua mengenai perkembangan sosial anal usia 3-5 tahun dan hubungannya dengan pengasuhan penerimaan-penolakan yang diterapkan orang tua. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi orang tua untuk lebih memberikan kasih sayang, perhatian, serta tanggap akan kebutuhan anak. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi tambahan informasi untuk nantinya dijadikan referensi dalam pembuatan kebijakan yang ramah anak dan sosialisasi pentingnya memberikan pengasuhan yang tepat bagi anak, terutama untuk desa-desa yang berada jauh dari pusat kota. Bagi instansi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam sosialisasi kepada masyarakat yang berada di daerah yang jauh dari pusat kota mengenai pentingnya stimulasi kepada anak untuk perkembangan sosial anak yang optimal. Bagi bidang ilmu, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian, khususnya di bidang perkembangan anak. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat dijadikan sebagai latihan bagi peneliti dalam melakukan penelitian dan mengembangkan kompetensi di bidang perkembangan anak.Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah sensitifitas penulis dalam melihat fenomena dalam kehidupan masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sosial Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan bukan hanya sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks (Hurlock 1980). Lebih lanjut Hurlock menyatakan bahwa berbagai perubahan yang terjadi dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang atau individu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia hidup.Untuk mencapai tujuan ini, maka individu harus mengaktualisasikan dirinya atau realisasi diri. Salah
satu
perkembangan
yang
harus
dicapai
anak
adalah
perkembangan sosial.Perkembangan sosial berkaitan dengan keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak.Perkembangan sosial adalah kemampuan anak dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosial.Sebagaimana dikatakan oleh ilmuwan, frase “otak sosial” tidak merujuk pada benjolan otak tertentu. Melainkan istilah tersebut merujuk pada suatu rangkaian sirkuit tertentu yang terorkestrasi ketika seseorang berhubungan dengan orang lain. Meskipun struktur-struktur tertentu otak memainkan peran yang besar dalam menangani relasi dengan orang lain, namun tidak ada satu zona utamapun yang kelihatannya diperuntukkan secara eksklusif bagi kehidupan sosial (Goleman 2007). Riset menyatakan bahwa, manusia membangun kerangka kerja mental yang kompleks dan skema sosial ini menentukan sikap, keyakinan, dan tanggapan
seseorang
terhadap
orang-orang
yang
dia
temui
dalam
kehidupannya.Peta kognitif ini terdiri dari berbagai stereotipe sosial, sifat pribadi, serta perilaku khas dalam situasi sosial (Armstrong 2005). Ada beberapa teori dasar yang membahas mengenai perkembangan sosial anak, diantaranya adalah teori ekologi Bronfenbrenner dan teori perkembangan hidup (life-span) dari Erik Erikson.Kedua teori ini digunakan karena cukup komprehensif dalam membahas konteks sosial anak dimana dia berkembang (Teori Bronfenbrenner) dan perubahan utama dalam perkembangan sosial anak yang dibahas dalam Teori Erik Erikson (Santrock, 2003). Teori ekologi Bronfenbrenner berfokus pada konteks sosial dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan anak. Teori Ekologi
Bronfenbrenner dibagi menjadi lima sistem lingkungan yang merentang dari interaksi interpersonal hingga ke pengaruh kultur yang lebih luas. Sistem-sistem tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, eksositem, makrosistem, dan kronosistem. Erikson (1902-1994) mengemukakan teori mengenai perkembangan seseorang melalui tahapan.Erikson membagi tahapan dalam perkembangan manusia kedalam delapan tahapan.Masing-masing tahapan terdiri dari tugas perkembangan
yang
dihadapi
oleh
individu
yang
mengalami
krisis.
Perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun berada pada tahapan Inisiatif vs rasa bersalah. Tahap ini berhubungan dengan masa kanak-kanak awal, sekitar usia tiga hingga lima tahun. Pada usia ini, anak merasakan dunia sosial yang lebih luas dan mereka mendapatkan tantangan yang lebih banyak dibandigkan pada saat masa bayi. Untuk mengatasi tantangan ini, mereka harus aktif dan mempunyai tujuan dalam setiap tindakannya.Pada tahap ini, orang dewasa memiliki harapan kepada anak untuk lebih bertanggung jawab. Dengan memunculkan tanggung jawab kepada anak, maka anak akan memiliki inisiatif. Tetapi anak akan mengembangkan rasa bersalah ketika anak tidak bertanggung jawab. Banyak
ahli
psikologi
menyatakan
bahwa
tahun-tahun
pertama
prasekolah, pada usia sekitar dua hingga lima tahun, adalah salah satu tahapan yang penting dalam seluruh tahapan perkembangan dan analisis fungsional. Pada periode ini, diletakkan dasar struktur perilaku yang kompleks yang dibentuk di dalam kehidupan seorang anak (Hurlock, 1980).Lebih lanjut, White dalam Hurlock (1980) berpendapat bahwa dasar-dasar yang diletakkan selama dua tahun pertama dari kehidupan merupakan dasar yang paling kritis. Pengalamanpengalaman yang dialami anak pada rentang usia ini akan menentukan kemampuan anak dikemudian hari. Sangat penting bagi orang tua untuk memberikan stimulus kepada anak sejak usia dini, sehingga perkembangan anak, khususnya perkembangan sosial yang berkaitan dengan kematangan sosial anak dapat terpenuhi secara optimal. Salah satu cara untuk mengukur dan mengetahui
perkembangan
sosial
anak
adalah
dengan
mengukur
kemandiriannya. Doll (1965) mengukur perkembangan sosial-emosi anak dengan menggunakan instrumen Vineland Social Maturity Scale yang terdiri dari delapan aspek perkembangan, yaitu:
1.
Self Help General (SHG) Pada aspek ini yang diukur adalah kemandirian anak secara umum, seperti kemampuan anak menangani diri sendiri ketika di toilet.
2.
Self Help Eating (SHE) Pada perkembangan ini yang diukur adalah kemampuan menangani diri sendiri pada saat makan.
3.
Self Help Dressing (SHD) Aspek yang diukur dalam perkembangan ini adalah kemampuan dalam hal berpakaian, seperti mengancingkan baju sendiri.
4.
Self Direction (SD) Tugas kemandirian yang diukur pada aspek ini adalah kemandirian dalam mengatur diri.
5.
Occupation (O) Dalam aspek ini, yang diukur adalah aktivitas atau jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh anak dan kemampuan anak untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
6.
Communication (C) Komunikasi yang dimaksudkan pada aspek ini adalah kemampuan anak menggunakan
simbol-simbol
sederhana,
seperti
tersenyum
dan
menghubungkan pensil untuk menulis. 7.
Locomotion (L) Aspek ini mengukur kemandirian dalam bergerak. Anak mampu bergerak dengan motorik kasarnya tanpa dihalangi atau dibatasi oleh orang lain.
8.
Socialization (S) Aspek perkembangan ini mengukur kemampuan anak untuk bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Keluarga adalah tempat dimana anak memperoleh dasar dalam
membentuk kemampuannya agar menjadi orang yang berhasil di masyarakat. Sejak dini anak perlu belajar disiplin waktu dan diri karena kebiasaan disiplin yang sudah terbentuk sejak dini akan memudahkan anak dalam pergaulan dan hubungan sosial (Gunarsa & Gunarsa 2004). Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyebutkan bahwa peranan orang tua dalam lingkungan keluarga yang terpenting adalah memberi pengalaman belajar pada anak-anak dari usia dini, sebab pengalaman belajar merupakan faktor penting dalam pengembangan pribadi anak. Pengalaman yang diperoleh anak dalam hidupnya berbeda-beda
dari satu keluarga dengan keluarga lainnya.Anak yang kesulitan menjalin hubungan
persahabatan,
hubungan
kekeluargaan,
serta
kenalan
dapat
menyebabkan berbagai masalah emosi dan jasmani (Armstrong 2005).
Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Orang Tua Terhadap Anak Pengasuhan secara sederhana dapat diartikan sebagai impelementasi serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua atau orang dewasa kepada anak, sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggung jawab, menjadi anggota masyarakat yang baik, memiliki karakter-karakter baik (Sunarti 2004). Pengasuhan dapat pula diartikan sebagai proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran hingga anak memasuki usia dewasa (Hastuti 2008). Houghughi (2000) mengartikan pengasuhan sebagai suatu aktivitas yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak.Kata pengasuhan lebih berfokus pada kegiatan pendidikan dan pengembangan yang dilakukan oleh pengasuh. Karena pengasuhan merupakan proses yang panjang, maka proses pengasuhan akan mencakup 1) interaksi antara anak, orang tua, dan
masyarakat
lingkungannya,
2)
penyesuaian
kebutuhan
hidup
dan
temperamen anak dengan orang tuanya, 3) pemenuhan tanggung jawab untuk membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak, 4) proses mendukung dan menolak keberadaan anak dan orang tua, serta 5) proses mengurangi resiko dan perlindungan tehadap individu dan lingkungan sosialnya (Berns 1997). Prosesproses tersebut akan membentuk gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anak. Gaya pengasuhan adalah pola perilaku orang tua yang paling menonjol atau dominan dalam menangani anaknya sehari-hari.Pola orang tua dalam mendisiplinkan anak, menanamkan nilai-nilai hidup, mengajarkan keterampilan hidup, dan mengelola emosi anak (sunarti 2004). Rohner (1987) menyatakan gaya pengasuhan dimensi kehangatan, yang dibagi menjadi dua kategori yaitu gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Gaya pengasuhan penerimaan dicirikan dengan curahan kasih sayang orang tua kepada anak baik secara fisik maupun secara verbal.Secara verbal orang tua senantiasa mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya melalui pujian, penghargaan, dan dukungan untuk maju. Sedangkan pengasuhan penolakan dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) gaya pengasuhan pengabaian, ciri dari gaya pengasuhan ini adalah ketiadaan perhatian orang tua terhadap
kebutuhan anak. orang tua bisa saja secara fisik berada didekat anak, tetapi tidak secara psikologis, sehingga anak tidak merasakan kehadiran orang tua; (2) gaya pengasuhan penolakan, dicirikan dengan perkataan dan perilaku orang tua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua; dan (3) gaya pengasuhan permusuhan, yang dicirikan dengan penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengasuhan PenerimaanPenolakan Pengasuhan merupakan suatu proses, yang dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Ada beberapa hal yang mempengaruhi pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak, diantaranya: Usia Anak Masa kanak-kanak merupakan masa terpanjang dalam kehidupan, saat dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Hurlock (1980) menyatakan bahwa, masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni pada usia dua tahun hingga anak matang secara seksual. Usia anak akan mempengaruhi interaksi antara orang tua dan anak. Semakin dewasa anak, maka interaksi antara orang tua dengan anak akan berubah. Praktek-praktek pengasuhan akan berubah seiring semakin dewasanya
usia
anak,
tetapi
nilai-nilai
dasar
orang
tua
masih
tetap
dipertahankan (McNally, Eisenberg dan Harris 1991 diacu dalam Berns 1997). Orang
tua
lebih
memberikan
dukungan
dan
dapat
menerima
sikap
ketergantungan anak usia pra sekolah daripada usia remaja (Wahini 2001).
Jenis Kelamin Jenis kelamin akan mempengaruhi cara pengasuhan orang tua terhadap anak. Dalam menghadapi anak laki-laki dan perempuan orang tua akan memiliki praktek pengasuhan yang berbeda karena perbedaan pertumbuhan fisik serta perkembangan mental dan sosial anak (Nurrohmaningtyas 2008). Riset WitkinLanoil di acu dalam Puspitawati (2009) menunjukkan bahwa, pada pengasuhan menunjukkan orang tua mempunyai ekspektasi untuk anak laki-lakinya agar kuat dan agresif dalam mencapai cita-cita, sedangkan anak perempuan lebih sensitif
dan sopan serta hormat. Anak perempuan diperlakukan dengan lembut, sering dipeluk dan dijaga, sedangkan anak laki-laki diperlakukan lebih agresif.
Besar Keluarga Besar keluarga yang dicerminkan dari kuantitas anggota keluarga akan mempengaruhi pola dan corak komunikasi antar anggota keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2004). Semakin besar jumlah anggota keluarga, maka jumlah interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin banyak dan kompleks. Keluarga besar yang terdiri dari banyak orang akan membentuk hubungan yang semakin majemuk dan kemungkinan ketegangan yang terjadi antar anggota keluarga juga menjadi lebih besar.
Usia Orang Tua Usia orang tua akan mempengaruhi kualitas pengasuhan yang diberikan kepada anak yang terkait dengan kesiapan dalam menjalankan peranannya, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan anak untuk menunjang tumbuh kembang anak yang optimal. Pasangan
yag
menikah
muda
relatif
rentan
terhadap adanya tantangan dalam keluarga yang berhubungan dengan kestabilan emosi dan ekonomi yang berdampak pada pengasuhan yang diberikan kepada anak.
Pendidikan Orang Tua Menurut Guhardja et al (1992) dalam Setiawati (2007), tingkat pendidikan orang tua merupakan aspek yang mempengaruhi keefektifan komunikasi dalam keluarga. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara dan pola pikir seseorang. Hurlock (1980) menyatakan bahwa, orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi akan membantu orang tua memahami kebutuhan anak dan seringkali akan mampengaruhi bagaimana pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua.
Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan orang tua berpengaruh terhadap perkembangan anak.Orang tua yang bekerja, pada umumnya memiliki waktu yang lebih sedikit untuk anaknya.Apalagi ditambah oleh tren ibu yang juga ikut bekerja pada sektor publik
membuat waktu kebersamaan yang dicurahkan kepada anak menjadi masalah yang dapat memepengaruhi pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua.
Pendapatan Orang Tua Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan keluarga.Kondisi ekonomi suatu keluarga berpengaruh terhadap kondisi mental dan fisik individu yang hidup dalam keluarga dan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga.Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara barat, praktik pengasuhan anak ternyata berbeda-beda di antara kelompok status sosial ekonomi yang berlainan.Orang tua yang berpendapatan rendah seringkali lebih menekankan pada karakteristik eksternal seperti kepatuhan dan kerapian.Sebaliknya, keluarga dengan status sosial ekonomi menengah lebih menekankan pada nilai karakter internal, seperti kontrol diri dan penundaan rasa puas.Orang tua dalam golongan status sosial ekonomi menengah lebih mungkin untuk menerangkan, memuji, melengkapi disiplin dengan penalaran, dan mengajukan pertanyaan kepada anaknya.Orang tua berpendapatan rendah lebih mungkin untuk menggunakan hukuman fisik dan mengkritik anaknya (Santrock 2008).
Keluarga berpendapatan rendah lebih
menerapkan hukuman fisik dan mengkritik anaknya yang termasuk ke dalam gaya pengasuhan penolakan.
Nilai Budaya Perbedaan
budaya
menunjukkan
perbedaan
orang
tua
dalam
mengekspresikan cinta kepada anaknya. Di Amerika, penggunaan komunikasi verbal seperti penyampaian pujian, sanjungan, atau ungkapan cinta kasih melalui bahasa merupakan hal yang biasa, tetapi tidak biasa bagi sebagian masyarakat di negara timur. Masyarakat di jepang atau india lebih menekankan penggunaan pesan-pesan simbolik seperti bahasa tubuh, mimik muka, raut wajah, bahkan manik mata memeberi pesan yang lebih mendalam dibandingkan dengan penggunaan bahasa verbal (Sunarti 2004).
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Sosial Anak Menurut Teori Ekologi Bronfenbrenner yang
berfokus pada konteks
sosial dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan
anak, perkembangan sosial anak sangat ditentukan oleh aktivitas pengasuhan yang diterapkan orang tua dalam lingkungan keluarga (santrock, 2003). Ada beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, diantaranya: Usia Anak Awal masa kanak-kanak seringkali dianggap sebagai usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Masalah perilaku lebih sering terjadi di awal masa kanak-kanak dikarenakan anak-anak sedang dalam proses pengembangan kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan yang pada umunya kurang berhasil. Perkembangan sosial pada anak usia kanak-kanak awal diawali dengan bermain secara paralel, dimana terlihat anak bermain seolah-olah
bermain
dengan
temannya
namun
ternyata
asyik
dengan
permainannya sendiri (Hawadi 2001). Anak menjalani tahapan perkembangan secara beurutan dan setiap tahap selanjutnya lebih majemuk dibandingkan tahap sebelumnya. Tahap-tahap ini berkaitan dengan usia anak. Anak yang lebih tua diharapkan berada pada tahap yang lebih tinggi. Kecepatan anak dalam menjalani dan melalui tahaptahap perkembangan ini tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain, tergantung dari intelegensi dan pengaruh sosial.
Jenis Kelamin Tanen dalam Santrock (2003) menyatakan bahwa, anak laki-laki dan perempuan tumbuh dalam dunia berbicara yang berbeda. Anak laki-laki cenderung bermain dalam kelompok besar yang terstruktur secara hirarkies dan memiliki pemimpin yang mengatur apa yang akan mereka perbuat dan bagaimana melakukannya. Sebaliknya, anak perempuan lebih mungkin bermain dalam kelompok kecil atau berdua dan dalam hubungan pertemanan dan kelompok sebaya anak perempuan lebih intim.Sehingga Tanen menyimpulkan bahwa anak perempuan lebih memiliki orientasi hubungan interpersonal dibandingkan anak laki-laki.
Usia Orang Tua Semakin bertambahnya umur seseorang, maka semakin besar pula kemungkinan individu untuk lebih mudah dalam mengasumsikan suatu keadaan sebagai suatu situasi yang penuh tekanan (Afriani 2010).Tekanan yang berupa ketidakstabilan emosi dan ekonomi dapat menentukan kualitas pengasuhan yang
diberikan kepada anak. Pengasuhan yang tidak berkualitas akan membentuk anak menjadi anak yang anti sosial (Hastuti 2008).
Pendidikan Orang Tua Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak.Melalui pendidikan yang baik orang tua dapat menerima segala informasi dari luar mengenai aspek-aspek perkembangan anak, sehingga orang tua dapat memberikan stimulus bagi perkembangan anak yang optimal.
Status Pekerjaan Orang Tua Latar belakang pekerjaan orang tua akan mempengruhi status keluarga. Anak dengan status sosial yang sama atau lebih tinggi dari temannya akan membuat anak bangga kepada ayahnya sebagai pencari nafkah (Hurlock 1980). Keluarga yang dapat memenuhi sandang, pangan, dan papan yang dibutuhkan anak secara mental berarti memenuhi kebutuhan perlindungan sosial dan emosi anak, sehingga aspek sosial dan emosi anak dapat stabil.
Pendapatan Orang Tua Pendapatan orang tua berkaitan dengan status sosial orang tua. Orang tua dengan status sosial ekonomi yang rendah cenderung menginginkan anaknya menyesuaikan diri dengan keinginan masyarakat, menciptakan suasana rumah yang lebih menekankan otoritas orang tua, lebih sering menggunakan hukuman fisik kepada anak, serta lebih suka mengatur anak dan kurang suka mengadakan percakapan dengan anak. Sebaliknya, orang tua dengan status sosial ekonomi tinggi lebih memperhatikan pembentukkan inisiatif anak, jarang menggunakan hukuman fisik kepada anak serta lebih sering membuka percakapan dengan anak.
Gaya Pengasuhan Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua akan mempengaruhi bagaimana stimulus yang akan diberikan kepada anak. Menurut Rohner (1975), anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan akan lebih tergantung dan sangat posesif dibandingkan anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penerimaan. Sunarti (2004) menyatakan bahwa, anak yang
diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan
berdampak serius terhadap
perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak yang ditolak akan bermasalah dalam berhubungan antarpersonal, yang menyebabkan anak sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati.
Nilai Budaya Hurlock (1999) menyatakan bahwa perkembangan dipengaruhi oleh budaya. Karena perkembangan individu dibentuk untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar budaya dan segala hal yang ideal, maka perubahanperubahan
dalam
standar-standar
tersebut
akan
mempengaruhi
pola
perkembangan. Brooks (2001) menyatakan bahwa budaya menyediakan satu set keyakinan diantaranya (1) pentingnya orang tua (2) peran anggota keluarga dan komunitas (3) tujuan pengasuhan (4) metode disiplin dan (5) peran anak dalam masyarakat. Etnisitas mengacu pada keanggotaan individu dalam kelompok berbagi warisan leluhur bersama berdasar atas kebangsaan, bahasa, dan budaya. Pertumbuhan keragaman etnis Negara yang beragam membuat orang tua mengambil berbagai tradisi saat mereka membesarkan anak-anak mereka. Keluarga dari kelompok etnis yang sama mungkin memiliki nilai yang berbeda, tergantung pada lama mereka tinggal di negara tersebut.
KERANGKA PEMIKIRAN Perkembangan sosial adalah salah satu perkembangan yang harus dicapai oleh seorang anak. Perkembangan sosial anak yang berupa kemandirian anak, kemampuan menolong diri sendiri, kemampuan bergaul dan berteman dengan
teman
serta
kemampuan
berkomunikasi
berhubungan
dengan
karakteristik anak yang terdiri dari usia anak, urutan anak, serta jenis kelamin disamping karakteristik keluarga itu sendiri yang meliputi besar keluarga, usia orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perkembangan sosial anak diperoleh dari lingkungan keluarga.Santrock (2003) menyatakan bahwa keluarga memiliki peran yang besar dalam mengembangkan sumberdaya manusia yang berkualitas.Keluarga adalah lingkungan utama dan yang pertama bagi anak untuk tumbuh dan berkembang mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya.Orang tua sebagai pengasuh utama memiliki tiga fungsi utama, yaitu perawatan, perlindungan, dan guiding for life (Brooks 2001). Pengasuhan orang tua akan berdampak pada perkembangan anak selama rentang kehidupannya (Santrock 2003). Gaya pengasuhan dimensi kehangatan yaitu pengasuhan penerimaan-penolakan berhubungan dengan karakteristik anak (usia anak, urutan anak, serta jenis kelamin) dan karakteristik orang tua (besar keluarga, usia orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua). Selain itu, nilai budaya juga mempengaruhi dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Budaya yang terdiri dari nilai, anjuran dan pantangan, serta ritual-ritual yang dijalankan, dan aktivitas ibupun turut memberikan andil dalam gaya pengasuhan orang tua kepada anak. Karakteristik orang tua, anak, dan budaya serta aktivitas ibu dalam kegiatan sosial akan menentukan aktivitas pengasuhan orang tua kepada anaknya, diantaranya adalah gaya pengasuhan yang cenderung akan diterapkan di lingkungan keluarga. Karakteristik orang tua yang terdiri dari besar keluarga, pekerjaan, usia, pendidikan serta pendapatan orang tua akan mempengaruhi gaya pengasuhan yang diterapkan. Hawadi (2001) menyatakan bahwa keluarga yang
berasal
dari
keluarga
dengan
status
ekonomi
rendah
memiliki
kecenderungan untuk menerapkan gaya pengasuhan otoriter. Karakteristik anakpun yang terdiri dari umur anak, jenis kelamin, serta urutan anak mempengaruhi bagaimana gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua. Jenis kelamin anak diduga mempengarui perilaku pengasuhan yang diterapkan orang
tua kepada anaknya.Hal ini terkait dengan adanya perbedaan pendekatan yang dilakukan orang tua kepada anak laki-laki dan perempuan. Budaya yang ada pada suatu daerah tertentu akan mempengaruhi bagaimana orang tua melakukan aktivitas pengasuhan. Budaya yang diturunkan secara turun temurun dari nenek moyang akan menghasilkan tatanan perilaku pengasuhan. Budaya akan berdampak baik jika tatanan perilaku mempunyai pengaruh dalam perkembangan positif dalam perkembangan anak, begitupun sebaliknya. Ada beberapa dimensi dari pengasuhan diantaranya adalah dimensi perawatan sosial. Dimensi perawatan sosial yang bertujuan untuk memastikan bahwa anak tidak terisolasi dari teman sebaya atau orang dewasa dalam proses pertumbuhan menuju remaja dan seterusnya, sehingga perilaku pengasuhan yang diterapkan kepada anak akan mempengaruhi kematangan sosial anak. Perkembangan sosial adalah salah satu perkembangan yang harus dicapai oleh individu atau seorang anak. Erik Erikson menyatakan bahwa perkembangan sosial tidak hanya terjadi pada saat anak-anak dan berhenti pada usia remaja, tetapi terus berlanjut hingga tua. Sehingga perkembangan sosial anak pada usia dini akan mempengaruhi kematangan
sosial pada tahapan
kehidupan selanjutnya. Anak yang diasuh gaya pengasuhan penolakan akan membuat anak menjadi sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi dengan teman sebayanya. Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua akan mempengaruhi bagaimana stimulus yang akan diberikan kepada anak. Menurut Rohner (1975), anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan akan lebih tergantung dan sangat posesif dibandingkan anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penerimaan. Sunarti (2004) menyatakan bahwa, anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan
berdampak serius terhadap
perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak yang ditolak akan bermasalah dalam berhubungan antarpersonal, yang menyebabkan anak sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati. Kerangka pemikiran nilai budaya, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan perkembangan sosial anak usi 3-5 tahun pada keluarga Kampung Adat Urug, Bogor tersaji pada gambar 1.
Nilai Budaya Terkait Pengasuhan
Karakteristik anak: ‐ Usia anak ‐ Jenis kelamin
Karakteristik Keluarga: ‐ Besar keluarga ‐ Usia ibu ‐ Pendidikan ibu ‐ Status Pekerjaan ibu ‐ Pendapatan orang tua
Gaya Pengasuhan Penerimaan-Penolakan
Perkembangan sosial: ‐ Self help general ‐ Self help dressing ‐ Self help eating ‐ Self direction ‐ Occupation ‐ Locomotion ‐ Communiation ‐ Socialitazion
Gambar 1 Nilai budaya, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun pada keluarga kampung adat urug, Bogor
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in time). Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu di Kampung Adat Urug, Desa Kiarapandak, Kabupaten Bogor dengan pertimbangan bahwa, Kampung Adat Urug merupakan salah satu kampung adat yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya Sunda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan april-Juli 2011 mencakup pengambilan dan pengolahan data, serta penulisan laporan.
Cara Pemilihan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 3-5 tahun yang berasal dari keluarga utuh dengan ayah sebagai kepala keluarga dan ibu sebagai pengasuh utama di Kampung Adat Urug, Desa Kiarapandak, Kabupaten Bogor. Contoh dari penelitian ini adalah anak dan ibu. Pemilihan usia contoh didasarkan pada pertimbangan bahwa pada usia 3-5 tahun atau disebut pula sebagai masa awal kanak-kanak dimana ketergantungan kepada orang lain berkurang dan diganti dengan tumbuhnya kemandirian anak (Hurlock, 1980). Menurut tahapan perkembangan psikososial rik Erikson usia ini berada pada tahapan perkembangan sosial inisiatif vs rasa bersalah.Tahapan ini berkaitan dengan kemampuan anak dalam menumbuhkan kemandiriannya.Responden dari penelitian ini adalah ibu yang merupakan pengasuh utama dari anak yang berusia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug.Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada ibu dan pengamatan kepada ibu dan anak. Cara pemilihan sampel pada penelitian ini adalah proportional random sampling, yaitu teknik penarikan contoh dengan melakukan pengacakan sesuai dengan perbandingan populasi di setiap wilayah. Desa Kiarapadak yang merupakan lokasi dimana Kampung Urug berada yang terdiri dari lima Dusun, 14 RW dan 50 RT dengan jumlah penduduk 10.294 jiwa dan 2.321 Kepala Keluarga. Kampung Adat Urug sendiri berada di Dusun 2 yang terdiri dari empat RW dan 15 RT yang terbagi menjadi tiga wilayah yaitu urug lebak, urug tengah, dan urug tonggoh. Jumlah anak usia dini (3-5 tahun) di Kampung Adat Urug adalah 124. Total sampel dari penelitian ini adalah 60 berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut:
n=
N (1+N.e2)
Keterangan n= Jumlah Sampel N= Jumlah Populasi
e= Persen Toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel. Sehingga : n=
124 (1+124.0,92)
n = 60 Jumlah contoh tersebut diharapkan cukup representative untuk merumuskan pengasuhan yang diterapkan, nilai budaya yang terkait dengan pengasuhan dan perkembangan anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug, Desa Kiarapandak, Kabupaten Bogor Purpossive
Kampung Adat Urug
Urug Lebak (N=56) L= 14 orang P= 13 orang
Urug Tengah (N=43) L= 11 orang P= 10 orang
Urug Tonggoh (N=25) L= 5 orang P= 7 orang
ProportionalR andom Sampling
Gambar 2. Cara pemilihan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder.Data primer
dikumpulkan
melalui
kuesioner
yang
telah
diuji
validitas
dan
reliabilitasnya.Hasil uji realibilitas dari instrumen penerimaan (afeksi) adalah 0.913.Reliabilitas instrumen pengasuhan penolakan yang meliputi agresif, pengabaian, dan perasaan tidak sayang masing-masing adalah 0,632, 0,861, dan 0,735.Hasil uji realibilitas untuk perkembangan sosial adalah 0,630. Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi terhadap contoh dengan alat bantu kuesioner yang meliputi data karakteristik anak (usia, jenis kelamin, urutan dalam keluarga), karakteristik keluarga (usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga), nilai budaya, aktivitas ibu, pengasuhan penerimaan-penolakan, serta perkembangan sosial (Self Help General, SelfHelp
Dressing, Self Help Eating, Self Direction, Communication, Locomotion, Socialization, Occupation). Data sekunder dalam penelitian meliputi jumlah penduduk Kampung Adat Urug dan berbagai literature yang berkaitan dengan penelitian. Rincian jenis dan cara pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1.
Jenis Data Primer Primer
Primer Primer
Primer
Sekunde r
Tabel 1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Variabel Alat Bantu dan Sumber Skala Data Karakteristik Contoh: • Usia • Jenis Kelamin Karakteristik Keluarga: • Usia Orang Tua • Pendidikan Orang Tua • Pekerjaan Orang Tua • Pendapatan • Besar Keluarga • Aktivitas ibu • Keadaan Fisiologis Nilai Budaya
Kuesioner Rasio Nominal Kuesioner
Pengasuhan PenerimaanPenolakan • Afeksi • Agresi • Pengabaian • Perasaan tidak sayang Perkembangan Sosial
Kuesioner
• Self Help General • Self Help Eating • Self Help Dressing • Self Direction • Communication • Locomotion • Socialization • Occupation Data monografi desa
Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal
Ibu
Cara Pengumpula n Data Wawancara
Ibu
Wawancara
Rasio Ordinal Nominal Interval Rasio Ordinal Nominal Kuesioner
Tokoh Wawancara masyara- mendalam kat Ibu Wawancara dan Observasi
Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Kuesioner
Anak
Kantor Desa
Pengamatan, wawancara
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entrydata ke komputer, cleaning data, dan analisis data. 1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan data, keterbacaan tulisan, kejelasan makna jawaban, relevansi jawaban serta keragaman suatu data. 2. Coding, penyusunan kode sebagai panduan entri dan pengolahan data. 3. Scoring, proses pemberian skor dari data yang telah diperoleh. 4. Entry Data, memasukkan data yang telah diperoleh ke komputer. 5. Cleaning data, menghapus data-data yang dianggap tidak benardan tidak sesuai. 6. Analisis data, data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Statistik dasar yang digunakan pada analisis deskriptif mencakup rata-rata, nilai maksimum dan minimum yang digunakan untuk semua data kuantitatif. Sedangkan analisis inferensia dengan korelasi Spearman untuk menganalisis hubungan antar variable pada data ordinal dan rasio. Analisis data secara deskriptif, yaitu menggunakan rangkuman statistik dalam bentuk tabel maupun grafik. Sistem skoring dibuat secara konsisten yaitu semakin tinggi skor maka semakin tinggi pula kategorinya. Setelah itu dijumlahkan dan selanjutnya dikategorikan dengan menggunakan teknik scoring secara normatif. Interval kelas dihitung dengan menggunakan rumus:
Interval Kelas (A) = Skor Maksimum (NT) – Skor Minimum (NR) Jumlah kelas
Pengelompokkan kelas dengan formulasi sebagai berikut: Rendah (Kurang)
: NR sampai (NR + A)
Sedang (Cukup)
: (NR + A) sampai ((NR + A) + A)
Tinggi (Baik)
: ((NR + A) + A) sampai NT
Pengelompokkan dengan menggunakan interval kelas digunakan untuk data lama pendidikan orang tua dan aktivitas sosial ibu.kemudian untuk data perkembangan sosial anak menggunakan cut off rendah (<60%), sedang (60%80%), dan tinggi (>80%).
Pengolahan data Data Karakteristik Anak meliputi usia, jenis kelamin, dan urutan anak dalam keluarga. Usia anak dikelompokkan menjadi tiga tahun, empat tahun, dan lima tahun. Jenis kelamin dikelompokkan atas laki-laki dan perempuan, dan urutan anak dikelompokkan menjadi anak sulung, tengah, bungsu, dan tunggal. Data karakteristik Keluarga meliputi, usia orang tua, tingkat pendidikan dan lama pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga. Usia orang tua dikelompokkan menjadi 18-40 tahun, 41-60 tahun, dan > 60 tahun. Pendidikan orang tua dikelompokkan berdasarkan lama pendidikan, dan ditanyakan dengan pertanyaan terbuka yang kemudian dikategorikan oleh peneliti menggunakan interval kelas 0-3 tahun, 4-8 tahun, dan 8-12 tahun. Jenis pekerjaan orang tua merupakan pekerjaan utama yang dilakukan orang tua untuk menghidupi keluarga,yaitu dikelompokkan menjadi (1) Petani (2)Buruh tani (3) Swasta (4) Wiraswasta (5)PNS/ABRI (6) Lainnya dengan menyebutkan pekerjaan orang tua yang tidak terdapat dalam daftar kuesioner. Pendapatan orang tua dikelompokkan dengan interval, yaitu (1) Rp 0-Rp100.000; (1) Rp100.001-Rp500.000;
(3)
Rp500.001-Rp1.000.000;
(4)
Rp1.000.001-
Rp2.000.000; (5) Rp2.000.001-Rp3.000.000; (6) ≥ Rp3.000.001. Data besar keluarga dikelompokan berdasarkan data BKKBN (1998) yaitu keluarga kecil (≤4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥8 orang). Data nilai budaya yang terkait pengasuhan terdiri dari 16 pertanyaan terbuka yang diperoleh melalui wawancara mendalam kepada narasumber atau tokoh masyarakat. Kemudian data aktivitas ibu terdiri dari lima pertanyaan tertutup dengan skor menggunakan skala likert 0 sampai 3 (tidak pernah sampai sering). Data Pengasuhan Penerimaan-Penolakanterdiri dari 60 pertanyaan, yang diacu dari Rohner (1986) terbagi kedalam penerimaan dengan perilaku afeksi yang terdiri dari 20 pertanyaan dan penolakan dengan perilaku agresi terdiri dari 15 pertanyaan, pengabaian terdiri dari 15 pertanyaan, dan perasaan tidak sayang yang terdiri dari 10 pertanyaan. Masing-masing jawaban diberi nilai 3 untuk jawaban hampir selalu benar, 2 untuk jawaban kadang-kadang benar, 1 untuk jawaban jarang benar, dan 0 untuk jawaban hampir tidak pernah benar. Skor minimum untuk perilaku afeksi adalah 0 dan skor maksimum 60, skor minimum perilaku agresi 0 dan skor maksimum 45, skor minimum pengabaian 0 dan skor maksimum 45, serta skor minimum perilaku tidak sayang 0 dan skor
maksimum
30.
Selanjutnya
data
pengasuhan
penerimaan-penolakan
diklasifikasikan menjadi empat kelompok, 1 untuk perilaku afeksi, 2 untuk perilaku agresi, 3 untuk pengabaian, dan 4 untuk perasaan tidak sayang. Kemudian hasil pengelompokkan dikategorikan kembali menjadi dua kategori yaitu, 1 untuk pengasuhan penerimaan yang terdiri atas dimensi perilaku afeksi dan 0 untuk pengasuhan penolakan yang terdiri dari perilaku afeksi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang. Data Perkembangan Sosial diperoleh dengan menggunakan instrumen Vineland Social Maturity Scale. Instrumen ini berisi enam pertanyaan untuk usia 3-4 tahun, enam pertanyaan untuk usia 4-5 tahun, dan lima pertanyaan untuk usia 5-6 tahun yang meliputi aspek Self Help General, Self Help Dressing, Self Help Eating, Self Direction, Communication, Locomotion, Socialization, Occupation. Pengolahan data ini terbagi menjadi tiga kelompok usia, yaitu 3-4 tahun, 4-5 tahun, dan 5-6 tahun. Selanjutnya, masing-masing pertanyaan diberi skor 0 untuk “tidak bisa melakukan”, 1 untuk “tidak bisa melakukan karena suatu hambatan”, 2 untuk “tidak bisa melakukan karena tidak ada kesempatan”, 3 untuk “bisa melakukan dengan bantuan”, dan 4 untuk “bisa melakukan tanpa bantuan”.
Analisis data Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui hubungan antara variabel karakteristik anak (usia anak, jenis kelamin, dan urutan anak), karakteristik keluarga (usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga, dan pendapatan), pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua terhadap anak, dan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun digunakan uji korelasi Spearman. uji korelasi Spearmandigunakan untuk data yang bersifat ordinal.
Definisi Operasional Besar Keluarga adalah banyaknya anggota keluarga (terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya) yang tinggal dalam satu rumah. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Keluarga Utuh adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak dengan ayah sebagai kepala keluarga. Perkembangan sosial adalah kemampuan anak dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosial. Pendidikan orang tua adalah jenjang dan lama pendidikan yang ditempuh oleh orang tua, yang dikelompokkan menjaditidak tamat SD, SD/ sederajat, SMP/sederajat, SMA/ sederajat, dan perguruan tinggi. Pengasuhan adalah semua aktivitas yang dilakukan orang tua yang berkaitan dengan pengembangan dan pendidikan bagi anak. Pengasuhan Penerimaan adalah pengasuhan yang diukur dari bentuk perhatian, cinta kasih sayang, tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan anak serta sikap pengertian yang diberikan orang tua kepada anak. Pengasuhan Penolakan adalah pengasuhan yang diukur dari bentuk kekerasan dan agresi, sikap tidak peduli, melalaikan, tidak dicintai dan tidak diinginkan yang diberikan orang tua kepada anak. Afeksi adalah pengasuhan penerimaan yang dicirikan dengan curahan kasih sayang orang tua kepada anak baik secara fisik maupun secara verbal. Agresi adalah pengasuhan penolakan yang dicirkan dengan penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif. Pengabaian adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan ketiadaan perhatian orang tua terhadap kebutuhan anak. Perasaan Tidak Sayang adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan perkataan dan perilaku orang tua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua. Aktivitas Sosial Ibu adalah segala aktivitas sosial ibu di luar rumah, meliputi kegiatan keagamaan (pengajian), posyandu, dan arisan pertetanggan.
HASIL PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Bogor, yaitu di Kampung Adat Urug, Cigudeg, Jasinga.Kampung Adat Urug merupakan Kampung yang terletak di Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya.Secara geografis, Desa Kiarapandak memiliki wilayah yang berbatasan dengan beberapa desa sekitarnya. Sebelah utara berbatasan Desa Harkatjaya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kiarasari dan Desa Cisarua, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Nanggung, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Pasir Madang. Jumlah penduduk Desa Kiarakpandak yaitu sebanyak 10.307 jiwa, yang terdiri dari 5.419 jiwa laki-laki dan 4 888 jiwa perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga 2.321 jiwa. Desa Kiarapandak terdiri dari lima dusun, 14 RW, dan 50 RT dengan jumlah keluarga miskin sebanyak 558 jiwa. Ditinjau dari segi agama, mayoritas penduduk Desa Kiarapandak beragama Islam dan sisanya beragama Katolik dengan jumlah Masjid dan Mushola masing-masing 15 dan 14 buah. Dari segi pekerjaan, sebagian besar masyarakat Desa Kiarapandak bermata pencaharian sebagai Petani, hal ini sesuai dengan luas wilayah penggunaan tanah sebagian besar digunakan untuk sawah yaitu sebanyak 259.570 Ha.Secara umum keadaan topografi Desa Kiarakpandak merupakan daerah dataran dan perbukitan dengan iklim kemarau dan penghujan.Hal ini berpengaruh terhadap pola tanam yang ada di Desa Kiarapandak.
No 1 2 3 4 5 6
Tabel 2 Sebaran luas wilayah penggunaan tanah Penggunaan Tanah Luas (Ha) Sawah 259.570 Kebun 235 Pekarangan 15.130 Tegal 253.474 Hutan 2,0 Lainnya 3,5 Total 528.414, 5 Ditinjau dari segi pendidikan, baik berdasarkan penyediaan sarana dan
prasarana maupun berdasarkan tingkat pendidikan masyarakatnya di Desa Kiarapandak masih cukup rendah.Sebaran pendidikan masyarakat Desa Kiarakpandak dapat dilihat pada gambar 3.
80.00% persentase
60.97%
Tidak tamat SD
60.00%
Tamat SD
40.00% 20.00%
Tamat SMP
25.10% 5.24%
8.19%
Tamat SMA 1.49%
Perguruan Tinggi
0.00%
Gambar 3 Sebaran pendidikan masyarakat Desa Kiarakpandak Kampung Adat Urug yang merupakan bagian dari Desa Kiarapandak merupakan sisa peradaban masa silam yang sampai saat ini nilai–nilai ketradisiannya masih dipertahankan. Urug bukan terucap nama dengan begitu saja, dibalik kata itu tersembunyi kata “GURU“. Menurut pikukuh adat kepercayaan Kampung Urug, sudah berdiri sejak 450 tahun yang lalu, adanya sebuah mandala urug dengan masyarakatnya yang berpegang teguh kepada adat istiadat akan memegang suatu keteladanan kesundaan. Menurut cerita Kampung Urug sejaman dengan masa pemerintahan Prabu Nilakendra (1551– 1569 M) beliau seorang raja alim dan bijaksana dan banyak mengabdi pada hal– hal kegaiban, konon sisa–sisa pengabdiannya diantaranya patilasan raja masih ada di Kampung Urug, umumnya patilasan disebut Kabuyutan atau mandala yaitu suatu tempat yang jauh dari keramaian yang dijadikan tempat berkhalwat atau memuja sang maha pencipta adalah mungkin hal ihwal mula adanya mandala urug dimulai dari Gedong Ageung. Menurut data yang ada Kampung Adat Urug mempunyai tingkat kunjungan wisata rata–rata 80–100 orang setiap bulan dan jika pada hari–hari besar bisa mencapai 600–800 orang per hari.
Nilai Budaya Kampung Adat Urug Kampung Adat Urug berlokasi di Kampung Urug Desa Kiara Pandak Kecamatan Sukajaya.Jarak tempuh dari Cibinong sekitar 42 km, arahnya menuju wilayah barat pada pertigaan Kecamatan Cigudeg.Arah barat daya menuju Kecamatan Sukajaya ±15 km dan dari Kecamatan ini ditempuh lagi jarak ±9 km untuk menuju lokasi tersebut.Kampung adat urug merupakan kampung adat yang masih memegang teguh adat istiadat memiliki nilai-nilai budaya dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan sehari-hari.Tali tradisi budaya lama yang masih dipegang kokoh oleh masyarakat itu adalah :
1.
Pola Pemukiman a.
Seni Bangunan Merupakan perumahan yang mencirikan rumah adat dengan persamaan bahan yang dipakai serta bentuk rumah yang mempunyai kolong serta lumbung padi yang bernama leuit.
Gambar 4 Leuit atau tempat penyimpanan padi b.
Arsitektur bangunan Bentuk rumah yang bercirikan pada tradisi kesundaan (julang ngapak dan jago anjing).
2.
Kekerabatan Yang menempati tempat tinggal di Kampung Urug, satu sama lain adalah
masih saudara, di kampung ini dikenal dengan sebutan Tatali Kahuripan. Hubungan bermasyarakat di kampung adat sangat dekat, ketika terdapat salah satu warga yang melangsungkan hajatan,maka warga yang lain harus mengirimi makanan kepada orang yang hajatan tersebut. Hal ini dilakukan secara bergiliran.Makanan yang biasa diberikan adalah asoy, rengginang, dan renggining.Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari masyarakat setempat (Box 1). Box 1 Bu E, kader Posyandu “Tradisi disini adalah ketika warga kampung adat yang mengadakan hajatan, maka warga yang lainnya mengirimkan makanan ke warga yang sedang hajatan.Makanan yang kita kirim biasanya adalah rengginang, renggining, dan asoy. Banyaknya makanan yang kita kirim tergantung dari kita sendiri akan memberikan berapa banyak. Semakin banyak kita memberikan kepada orang yang sedang hajat,maka nanti ketika kita hajat kitapun akan mendapatkan kiriman kue yang banyak juga. Karena masyarakat kampung adat yang hajatan akan mencatat kue-kue kiriman dari para tetangganya.”
3.
Kepemimpinan Di Kampung Adat Urug dibangun sebuah rumah besar/Gedung Ageung yang merupakan sentral/pusat kewenangan kepemimpinan adat, disamping itu terdapat pula Gedong Alit dan Gedong Pangkaleran. Kepemimpinan adat dipegang oleh Ki Kolot Ukat, yang merupakan keturunan kesembilan dari turunan terdahulunya.
Gambar 5 Gedung ageung Ada tiga kepemimpinan yang mengendalikan keberadaan kampung adat ini antara lain: a)
Kikolot Ukat atau disebut juga Kokolot Leubak, mempunyai tugas mengendalikan dan mempertahankan adat istiadat yang sudah turun temurun antar lain :Acara seren taun, ruwatan, hari–hari besar kaum muslimin dan memimpin kegiatan yang dianggap sakral.
b)
Kikolot Amat atau disebut juga Kokolot Tengah, bertugas mengatur masyarakat,
pengerahan
masa
dan
memberikan
petunjuk
bagi
kesepakatan adat yang sedang dijalankan. c)
Kikolot Tengah bernama Rajaya disamping menjalankan petunjuk untuk penanaman padi secara turun temurun dalam kesempatan ini beliau juga mempertahankan adat istiadat urug, selalu berperan sebagai “pencerita“. Sejarah Kampung Urug, silsilah, riwayat yang berhubungan dengan nilai–nilai tradisional Kampung Urug serta cerita yang mengaitkan raja–raja Pajajaran dengan Kampung Urug. Nilai-nilai budaya yang juga masih dianut diantaranya adalah dalam
bidang pertanian atau bercocok tanam, perumahan, persalinan dan kehamilan, pengasuhan
anak,
hubungan
antara
orang
tua
dan
anak,
kehidupan
bermasyarakat, dan kehidupan sehari-hari.Dalam kehidupan sehari-hari terdapat larangan-larangan yang dipercaya oleh masyarakat dikampung adat seperti, tidak boleh ngebutkeun kain dimalam hari, tidak boleh jemur pakaian malam hari serta tidak boleh menggunting kuku di malam hari. Pengasuhan anak laki-laki dan perempuan pada usia Balita tidak terdapat perbedaan, tetapi akan mulai berbeda pada usia sekolah. Tidak ada harapan yang berbeda antara anak lakilaki dan perempuan, berbeda sesuai dengan pendapat subjektif orang tua.Hal ini sesuai dengan pernyataan dari abah Ukat yang merupakan kokolot di Kampung Adat Urug (Box 2).
Box 2 Abah U, Kokolot Kampung Adat Urug “Anak laki-laki diharapkan untuk bisa bekerja, sedangkan anak perempuan diharapkan mampu mengasuh orangtua ketika sudah tua. Anak perempuan usia 7 tahun sudah diajari pekerjaan domestik seperti memasak, menyapu, mencuci baju, mencuci piring, menumbuk padi dan sebagainya. Semua ini terdapat ilmu yang diturunkan dari nenek moyang seperti bagaimana ilmu untuk mencuci perabotan dapur. Anak laki-laki usia 12 tahun, sudah diajari pekerjaan publik dibidang pertanian seperti mencangkul, ngarit dan lain-lain.”
Nilai budaya yang juga terkait dengan pengasuhan adalah penggunaan kalung yang terbuat dari jalinan benang berwarna hitam, yang dipakai anak sejak lahir hingga berusia lima tahun. Kalung ini dipercaya dapat menghindarkan anak dari gangguan setan.
Gambar 6 kalung yang digunakan oleh balita di Kampung Adat Urug Di dalam pengasuhan ibu khusus untuk perilaku hidup sehat, ibu memiliki pantangan untuk tidak memotong kuku anaknya ketika mereka sakit. Beberapa budaya lain yang terdapat di Kampung Adat Urug dalam berbagai aspek tersaji dalam tabel 3. No 1
2
Tabel 3 Nilai budaya pada kampung adat urug Aspek Nilai budaya Terdapat banyak pantangan atau larangan umum Pantangan atau larangan larangan yang sampaikan secara turun temurun yaitu: - Tidak boleh makan saat magrib dan makan sambil di Kampung berdiri Adat Urug - Tidak boleh makan sambil minum - Tidak boleh menyisakan makanan nanti suaminya brewokan - Saat ingin tambah makanan, tidak boleh membersihkan piring dari makanan. - Apabila ayah meninggal atau bercerai dari ibu, anak dibawa ke atas para atau atap rumah agar tidak ingat lagi dengan ayahnya. - Tidak boleh ngebutkeun kain dan menjemur pakaian di malam hari Kehidupan Hubungan bermasyarakat di kampung adat sangat dekat, bermasyarakat ketika terdapat salah satu warga yang melangsungkan hajatan,maka warga yang lain harus mengirimi makanan kepada orang yang hajatan tersebut. Hal ini dilakukan secara bergiliran. Makanan yang biasa diberikan adalah asoy, rengginang, dan renggining.
Lanjutan Tabel 3 3
Perumahan
Tidak boleh membuat rumah tingkat karena rumah tidak boleh melebihi tinggi rumah adat kediaman kokolot. Pembuatan kamar mandi harus sesuai dengan izin dari kokolot, karena kamar mandi tidak boleh berada lebih atas dari rumah kokolot. 4 Kehamilan dan - Ibu hamil dilarang untuk mengantri ketika ke kamar mandi pemberian ASI umum. Menurut kepercayaan warga Kampung Adat Urug, jika ibu hamil ikut mengantri, maka nanti ketika melahirkan prosesnya akan lama. - Tidak boleh makan di piring besar, nanti bayinya besar. Ibu hamil biasanya makan dengan menggunakan piring kecil. - Ketika kehamilan terdapat larangan untuk mempersiapkan perlengkapan bayi sebelum melahirkan, apabila ibu ingin mempersiapkan kebutuhan bayi maka harus disimpan dirumah tetangga. - Ketika memasak, ibu harus mengetahui mana ujung kayu atas dan bawah, apabila ujungnya bawah dimasukan ke kompor maka terdapat kepercayaan bahwa akan mengalami kehamilan sungsang. - Anak yang baru lahir harus dipuasakan terlebih dahulu sebelum diberi air susu, paling tidak satu malam sampai 3 hari. - Masyarakat adat memiliki kepercayaan bahwa anak yang baru lahir harus diberikan madu terlebih dahulu sebagai prelaktal. Hal ini dipercaya akan mengurangi sakit pada mulut bayi sebelum ia mendapatkan ASI. 5 Kelahiran bayi - Setelah bayi lahir, maka paraji akan memberikan kalung yang dibuat dari jalinan benang berwarna hitam. Kalung ini dipakai sampai anak berusia 5 tahun untuk menjaga anak dari gangguan setan. - Pada setiap maulud saat pembacaan asrakal kalung ini diganti. Hampir semua orang tua di kampung adat urug melakukan tradisi ini dan percaya dengan keampuhan kalung ini dalam menghindarkan anak dari gangguan setan. - Bayi yang baru lahir harus dimandikan dengan menggunakan air dingin agar bayi kuat dan tidak gampang sakit. Akan tetapi anjuran ini tidak sepenuhnya diikuti oleh orang tua, karena kebanyakan dari orang tua merasa tidak tega memandikan anaknya dengan air dingin. - Ketika bayi, biasanya nama anak belum tetap, masih bergantiganti. Ketika anak sering menangis saat bayi, maka orang tua akan segera mengganti nama bayinya. - Begitupun ketika anak sakit-sakitan maka nama anak harus diganti karena berdasarkan hitungan kokolot, nama tersebut terlalu berat dan menimbulkan anak mudah sakit. 6 Pengasuhan - Anak perempuan usia 7 tahun sudah diajari pekerjaan Anak domestik seperti memasak, menyapu, mencuci baju, memcuci Perempuan piring, menumbuk padi dan sebagainya. Semua ini terdapat ilmu yang diturunkan dari nenek moyang seperti bagaimana ilmu untuk mencuci perabotan dapur. - Anak perempuan tidak boleh membuat dan melangkahi kolecer, karena hal ini dapat membuat kolecer tidak dapat berputar 7 Pengasuhan - Anak laki-laki usia 12 tahun, sudah diajari pekerjaan publik Anak Laki-laki dibidang pertanian seperti mencangkul, ngarit dan lain-lain. Sumber: tokoh masyarakat Kampung Adat Urug
Karakteristik Anak Usia Anak Anak pada penelitian ini sebanyak 60 orang yang berusia tiga sampai lima tahun. Menurut Hurlock (1980) usia tiga sampai lima tahun termasuk dalam kategori kanak-kanak. Proporsi jumlah laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini sama banyak, yaitu masing-masing 30 anak. Tabel 4 menunjukkan bahwa separuh dari anak (50,0%) yang berjenis kelamin laki-laki berusia tiga tahun, begitupun anak yang berjenis kelamin perempuan hampir separuhnya (43,3%) berusia tiga tahun. Tabel 4 Sebaran anak menurut usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 15 50,00 13 43,3 14 46,60 11 36,6 1 3,30 6 20,0 30 100 30 100
Sebaran usia (Tahun) 3 4 5 Total
Total n 28 25 7 60
% 46,6 41,6 11,6 100
Urutan Lahir Urutan kelahiran dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu tunggal, sulung, tengah, dan bungsu. Tabel 5 menunjukkan anak yang berjenis kelamin laki-laki separuhnya (50,0%) merupakan anak bungsu. Sedangkan untuk anak yang berjenis kelamin perempuan lebih dari separuhnya (56,6%) juga merupakan anak bungsu.
Urutan Kelahiran Tunggal Sulung Tengah Bungsu Total
Tabel 5 Sebaran anak berdasarkan urutan kelahiran Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total n % n % N 8 26,6 8 26,6 16 3 10,0 4 13,3 7 4 13,3 1 3,3 5 32 15 50,0 17 56,6 30 100 30 100 60
% 26,6 11,6 8,3 53,3 100
Karakteristik Orang tua Usia Orang Tua Pengelompokkan usia orang tua dalam penelitian ini mengacu pada Hurlock (1980). Menurut Hurlock (1980) usia dewasa dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu usia dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (> 60 tahun). Tabel 6 menunjukkan bahwa dua per tiga ayah contoh masuk pada kategori usia dewasa awal (83,0 % ). Sementara itu, hampir
seluruh ibu contoh berada dalam kategori usia dewasa awal (95,0%). Dalam penelitian ini, tidak ada contoh yang memiliki ibu maupun ayah yang berada pada kategori usia lanjut. Tabel 6 Sebaran anak berdasarkan usia orang tua Sebaran Usia Ayah Ibu (Tahun) n % n Dewasa Awal (18-40) 50 83,0 57 Dewasa Madya (41-60) 10 16,6 3 Dewasa Tua (> 60) 0 0,0 0 Total 60 100 60 Min-Max 22-60 20-47 Mean ± std 33,3±8,2 27,9±6,0
% 95,0 5,0 0,0 100
Besar Keluarga Besar keluarga menurut BKKN (1995) adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya. Besar keluarga terbagi tiga yaitu keluarga kecil (≤4orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar ( ≥ 8 orang). Tabel 7 menunujukkan bahwa lebih dari separuh contoh (53,3%) masuk dalam kategori keluarga kecil (≤4 orang). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Kategori Anak (Orang) n % Kecil (≤ 4) 32 53,3 Sedang (5-7) 20 33,3 Besar (≥ 8) 8 13,3 Total 60 100 Min-Max 3-12 Mean ± std 4,83±1,976 Pendidikan Orang Tua Menurut Guhardja et al (1992) dalam Setiawati (2007), tingkat pendidikan orang tua merupakan aspek yang mempengaruhi keefektifan komunikasi dalam keluarga. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara dan pola pikir seseorang. Pendidikan orang tua contoh berkisar antara tidak tamat SD sampai dengan tamat SMA dengan lama pendidikan berkisar antara 012 tahun.Lebih dari separuh ayah contoh atau sebesar 70,0 persen memiliki lama pendidikan antara empat sampai delapan tahun. Tidak berbeda dengan ayah, pendidikan ibu contoh persentase terbesarnya termasuk ke dalam
kelompok dengan lama pendidikan empat sampai delapan tahun (61,6%). Ini artinya bahwa, sebagian besar orang tua contoh memiliki pendidikan antara tidak tamat SD sampai tidak tamat SMP. Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan lama pendidikan orang tua Lama Sekolah Ayah Ibu (Tahun) n % n % 0-3 (rendah) 14 23,.3 21 35,0 4-8 (sedang) 42 70,0 37 61,6 9-12 (tinggi) 4 6,6 2 3,3 Total 60 100 60 100 Min-Max 0-12 0-10 Mean ± std 5± 2,7 4,3±2,3 Status Pekerjaan Orang Tua Tabel 10 menunjukkan sebaran pekerjaan orang tua contoh. Berdasarkan tabel 9 persentase terbesar pekerjaan ayah contoh terletak pada kelompok wiraswasta (40,0%) dan persentase terbesar kedua terletak pada kelompok petani yaitu 18,3 persen. Pada penelitian ini, sebagian besar ibu contoh termasuk dalam kategori tidak bekerja (73,3%). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Jenis pekerjaan Ayah Ibu n % n Tidak bekerja 0 0,0 44 Petani 11 18,3 13 Buruh tani 3 5,0 1 Buruh tambang 8 13,3 0 Buruh bangunan 9 15,0 0 Wiraswasta 2 24 40,0 PNS/ABRI 1 1,7 0 Becak/Ojek/Sopir 4 6,7 0 Total 60 100 60
% 73,3 21,7 1,7 0,0 0,0 3,3 0,0 0,0 100
Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan keluarga.Kondisi ekonomi suatu keluarga berpengaruh terhadap kondisi mental dan fisik individu yang hidup dalam keluarga dan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga. Berdasarkan garis kemisikinan Kabupaten Bogor menurut BPS (2010), lebih dari separuh keluarga anak terkategori pada keluarga miskin (68,4%). Rata-rata pendapatan per kapita keluarga adalah sebesar Rp220.767,2 dengan nilai minimum Rp25.000 (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran pendapatan orang tua Pendapatan Total (Rupiah) n % Miskin (< Rp185.335) 41 68,4 Tidak miskin (> Rp 185.335) 19 31,6 Total 60 100 Min-Max 25.000-1.000.000 Mean ± std 220.767,2 + 211.558 Aktivitas Ibu Aktivitas ibu dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu keikutsertaan ibu dalam kegiatan keagamaan (pengajian), keikutsertaan ibu dalam kegiatan kemasyarakatan (Posyandu), serta keikutsertaan ibu dalam kegiatan pertetanggaan (arisan). Sebanyak 33,3 persen ibu contoh sering mengikuti pengajian yang dilakukan di lingkungan rumahnya (Tabel 11). Pengajian ini biasanya dilaksanakan setiap satu minggu sekali dan biasanya dilaksanakan pada hari minggu.Pengajian ini biasanya dilakukan per wilayah kampung, yaitu urug lebak, tengah, dan tonggoh.Setiap satu bulan sekali diadakan pengajian gabungan di masjid desa yang diadakan oleh pihak desa. Tabel 11 Sebaran anak berdasarkan aktivitas ibu Aktivitas Ibu Ibu contoh n % Keikutsertaan dalam pengajian Tidak pernah 6 10,0 Jarang 13 21,6 Kadang-kadang 21 35,0 Sering 20 33,3 Total 60 100 keikutsertaan ibu dalam kegiatan kemasyarakatan (Posyandu) Tidak pernah 5 8,3 Jarang 6 10,0 Kadang-kadang 7 11,6 Sering (selalu datang setiap bulan) 42 70,0 Total 60 100 Keikutsertaan ibu dalam kegiatan arisan pertetanggaan Tidak pernah 36 60,0 Jarang 5 8,3 Kadang-kadang 12 20,0 Sering 7 11,6 Total 60 100 Posyandu merupakan salah satu aktivitas sosial ibu. Kegiatan posyandu ini dijadikan sebagai salah satu indikator aktivitas sosial ibu karena dalam
kegiatan posyandu ibu akan bertemu dengan ibu-ibu lainya dan dapat dijadikan senagai ajang untuk bertukar informasi. Selain itu, kegiatan posyandu dapat pula dijadikan wadah bagi ibu untuk memperkenalkan anaknya kepada dunia sosial.Posyandu dilakukan setiap satu bulan sekali dan seperti halnya pengajian, posyandu pun diadakan per wilayah kampung adat lebak, tengah, dan tonggoh. Lebih dari separuh ibu contoh (70,0%) sering mengikuti kegiatan posyandu (Tabel 6). Lebih dari separuh ibu contoh (60,0%) tidak pernah mengikuti arisan yang diadakan di lingkungan pertetanggaan (tabel 6). Hal ini dikarenakan, di kampung adat urug jarang diadakan arisan pertetanggaan. Secara keseluruhan dari ketiga aktivitas sosial ibu, sebanyak 50,0 persen ibu contoh terkategori sedang dalam kegiatan sosial (tabel 12). Tabel 12 Total sebaran anak berdasarkan aktivitas ibu Aktivitas Ibu Ibu contoh n % Rendah (0-3) 14 23,3 Sedang (4-6) 30 50,0 Tinggi (7-9) 16 26,6 Total 60 100 Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Rohner
(1987)
menyatakan
bahwa
gaya
pengasuhan
dimensi
kehangatan dibagi menjadi dua kategori, yaitu gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Gaya pengasuhan penerimaan dicirikan dengan curahan kasih sayang orang tua kepada anak baik secara fisik maupun secara verbal.Secara verbal orang tua senantiasa mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya melalui pujian, penghargaan, dan dukungan untuk maju. Sedangkan pengasuhan penolakan dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) gaya pengasuhan pengabaian, ciri dari gaya pengasuhan ini adalah ketiadaan perhatian orang tua terhadap kebutuhan anak. orang tua bisa saja secara fisik berada didekat anak, tetapi tidak secara psikologis, sehingga anak tidak merasakan kehadiran orang tua; (2) gaya pengasuhan penolakan,
dicirikan
dengan
perkataan
dan
perilaku
orang
tua
yang
menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua; dan (3) gaya
pengasuhan permusuhan, yang dicirikan dengan penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif. Tabel 13 memperlihatkan bahwa secara umum orang tua melakukan pengasuhan penerimaan (perilaku afektif) kepada anaknya sebesar 57,8 persen. Sementara itu, perilaku agresif yang diberikan orang tua kepada anak sebesar 42,5 persen, pengabaian sebesar 28,7 persen, dan perasaan tidak sayang sebesar 34,6 persen (Tabel 13). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata skor pengasuhan penerimaan (afeksi) dan penolakan secara keseluruhan Total Rata-Rata skor 34,70 25,50 17,70 20,70
Pola Asuh Penerimaan-Penolakan Afektif Agresi Pengabaian Perasaan Tidak Sayang
Persen Skor 57,8 42,5 28,7 34,6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari segi penerimaan (afeksi) proporsi terbesar untuk contoh adalah ibu berbincang dengan anak dan secara bergantian mendengarkan ketika anak berbicara (80,0%), ibu berusaha membantu anak bila anak sakit (70,0%), dan ibu berusaha membuat anak bahagia (65,0%). Sedangkan proporsi terendahnya yaitu ibu mengatakan hal baik tentang anak (33,3%), ibu membuat anak merasa bangga (36,7%), dan ibu tertarik dengan yang dikerjakan anak sebesar 30,0 persen (lampiran 2). Pengasuhan penolakan (rejection) dikategorikan menjadi tiga, yaitu gaya pengasuhan
permusuhan
pengasuhan penolakan.
atau
agresi,
pengasuhan
pengabaian,
dan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari segi
perilaku permusuhan atau agresi proporsi terbesar untuk contoh adalah ibu mengomeli anak jika anak bertingkah tidak baik (61,7%), ibu mengatakan kepada anak
mengenai
kecemasan
yang
dirasakan
ibu
(51,7%),
dan
Ibu
mengancam/menakut-nakuti bila anak salah (63,3%). Sedangkan proporsi terendahnya yaitu ibu mengejek/menertawakan anak (8,3 persen), ibu merasa tidak sabar mengahadapi anak (13,3%)dan ibu melukain perasaan anak dengan masing-masing persentase 10,0 persen (lampiran 2). Gaya pengasuhan pengabaian dicirikan dengan ketiadaan perhatian orang tua terhadap kebutuhan anak.Orang tua bisa saja secara fisik berada didekat anak, tetapi tidak secara psikologis, sehingga anak tidak merasakan kehadiran orang tua. Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbesar pada
dimensi pengabaian pada contoh adalahibu tidak mau tahu tentang anak selama anak tidak mengganggu ibu (35,0%), ibu mengacuhkan anak ketika anak meminta tolong (23,3%), dan ibu menyuruh orang lain untuk menjaga anak (26,7%). Proporsi terendahnya adalah ibu melupakan hal penting mengenai anak, ibu terlalu sibuk untuk menjawab pertanyaan anak, dan ibu menghindari teman bermain anaknya dengan masing-masing persentasenya 8,3 persen (lampiran 2). Gaya pengasuhan penolakan dicirikan dengan perkataan dan perilaku orang tua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua. Berdasarkan penelitian, proporsi terbesar pada dimensi penolakan contoh yaitu, ibu berteriak kepada anak pada saat marah (55,0%), ibu tidak simpatik dengan masalah anak dan menganggap bahwa itu adalah kesalahan anak (58,3%), dan ibu mengatakan kepada anak jika dia malu ketika anak berbuat salah sebesar 28,3 persen. (lampiran 2). Berdasarkan kecenderungan pengasuhan yang diberikan oleh ibu kepada anak, hampir seluruh contoh diasuh dengan perilaku afeksi (90,0%). Sebanyak 6,7 persen diasuh dengan perilaku agresi dan 3,3 persen diasuh dengan perasaan tidak sayang (Tabel 14). Tabel 14 Sebaran anak berdasarkan kecenderungan pengasuhan penerimaanpenolakan Pola Asuh Penerimaan-Penolakan n % Afeksi 48 90,0 Agresi 8 6,7 Perasaan Tidak Sayang 4 3,3 Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Jenis Kelamin Tabel 15 memperlihatkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada anak yang berjenis kelamin perempuan (56,2 %) dibandingkan anak yang berjenis kelamin laki-laki (43,8%). Sementara itu, anak yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase agresi dan perasaan tidak sayang yang lebih tinggi (75,00 %) dibandingkan anak yang berjenis kelamin perempuan (25,00 %). Hal ini menunjukkan bahwa anak yang berjenis kelamin laki-laki mendapatkan pengasuhan yang tidak hangat lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.
Berdasarkan uji hubungan Spearmanmenunjukkan bahwa terdapat hubunganantara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan jenis kelamin (p=0,055). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan jenis kelamin Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Jenis Kelamin Total Afeksi Agresi Perasaan tidak sayang n % n % n % n % Laki-laki 21 43,8 50,0 6 75,0 3 75,00 30 Perempuan 2 25,0 1 25,00 30 50,0 27 56,2 r-koefisien (p0,249*(p=0,055) value) * Siginifikan pada p< 0,1 Usia Anak Tabel 16 menjelaskan bahwa persentase afeksi terbesar terdapat pada anak yang berusia empat tahunyaitu sebesar 45,8 persen, sedangkan persentase terendah terdapat pada kelompok anak dengan usia lima tahun (14,6 %). Persentase agresi dan perasaan tidak sayang terbesar terdapat pada kelompok anak dengan usia tiga tahun (50,0% dan 75,0 %). Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmanmenjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan (p=0,448) antara usia anak dengan pengasuhan penerimaanpenolakan. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan usia contoh Usia Contoh Pengasuhan Penerimaan-Penolakan (Tahun) Total Afeksi Agresi Perasaan tidak sayang n % n % n % n % 3 19 39,6 26 43,3 4 50,0 3 75,0 4 2 25,0 1 25,0 25 41,7 25 45,8 5 9 14,6 2 25,0 0 0,00 9 15,0 r-koefisien (p0,100 (p=0,448) value) Usia Ibu Tabel 17 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada kelompok anak dengan usia ibu tergolong pada usia dewasa awal, yaitu sebesar 95,83 persen. Begitupun dengan agresi dan perasaan tidak sayang, persentase terbesarnya terdapat pada kelompok anak dengan usia ibu tergolong dewasa awal (18,3 % dan 100,00%).
Berdasarkan hasil uji hubungan spearmanmenjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan (p=0,338) antara usia ibu dengan pengasuhan penerimaanpenolakan. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan usia ibu Usia Ibu Pengasuhan Penerimaan-Penolakan (Tahun) Total Afeksi Agresi Perasaan tidak sayang n % n % n % n % 57 95,0 Dewasa Awal (1846 95,8 7 87,5 4 100,0 40) Dewasa Madya 2 4,12 1 12,5 0 0,0 3 5,0 (41-60) r-koefisien (p0,126 (P=0,338) value) Lama Pendidikan Ibu Tabel 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada kelompok anak dengan lama pendidikan ibu berkisar antara 4-8 tahun, yaitu masing-masing sebesar 64,6 persen. Begitupun dengan agresi dan perasaan tidak sayang persentase terbesarnya terdapat pada kelompok anak dengan lama pendidikan ibu berkisar antara 4-8 tahun (50,0% dan 75,0%). Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmanmenjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama pendidikan ibu dengan pengasuhan penerimaanpenolakan (p=0,563). Tabel 18Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan lama pendidikan orang tua Lama Pendidikan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Ibu (Tahun) Total Afeksi Agresi Perasaan tidak sayang n % n % n % n % 15 31,3 4 50,0 1 25,0 20 33,3 0-3 (rendah) 4-8 (sedang) 38 63,4 31 64,6 4 50,0 3 75,0 2 4,1 0 0,0 0 0,0 2 3,3 9-12 (tinggi) r-koefisien (p-value) 0,076 (P=0,563) Status Pekerjaan Ibu Tabel 19 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada kelompok anak dengan ibu yang tidak bekerja, yaitu sebesar 77,1 persen, sedangkan pada ibu yang bekerja persentasenya sebesar 22,9 persen. Pada
agresi dan perasaan tidak sayang, ibu yang tidak bekerja memiliki persentase masing-masing 50,0 persen dan 75,0 persen. Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmantidak terdapat hubungan (p=0,233) antara pekerjaan ibu dengan pengasuhan penerimaan-penolakan. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan status pekerjaan ibu Status Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Pekerjaan Ibu Total Afeksi Agresi Perasaan tidak sayang n % n % n % n % Bekerja 11 22,9 4 50,0 1 25,0 16 26,7 Tidak Bekerja 4 50,0 3 75,0 44 73,3 37 77,1 r-koefisien (p-0,156 (p=0,233) value) Pendapatan Keluarga Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi, agresi, dan perasaan tidak sayang terdapat pada kelompok anak dengan pendapatan per kapita keluarga terkategori miskin (< Rp185.335). Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmantidak terdapat hubungan (p=0,161) antara pendapatan orang tua dengan pengasuhan penerimaanpenolakan. Tabel 20 Sebaran anak berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan pendapatan orang tua Pengasuhan PenerimaanPenolakan Total Pendapatan Orang Tua Afeksi Agresi Perasaan tidak sayang n % n % n % n % 68,3 30 62,5 7 87,5 4 100,0 41 < Rp 185.335 18 37,5 1 12,5 0 0,0 19 31,7 >Rp 185.335 r-koefisien (p-value) 0,183(p=0,161)
Aktivitas Sosial Ibu Tabel 21 menunjukkan bahwa persentase terbesar afeksi terdapat pada kelompok anak dengan ibu yang memiliki aktivitas sosial tergolong sedang, yaitu sebesar 50,0 persen, sedangkan pada ibu yang aktivitas sosialnya rendah persentasenya sebesar 18,8 persen. Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmanterdapat hubungan (p=0,041) antara aktivitas sosial ibu dengan pengasuhan penerimaan-penolakan.
Tabel 21Sebaran anak berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan aktivitas sosial ibu Aktivitas Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Sosial Ibu Total Afeksi Agresi Perasaan tidak sayang n % n % n % n % Rendah 9 18,8 4 50,0 1 25,0 14 23,3 Sedang 4 50,0 2 50,0 30 50,0 24 50,0 Tinggi 15 31,2 0 0,0 1 25,0 16 26,7 r-koefisien 0,265(p=0,041) (p-value) * Siginifikan pada p< 0,1 Besar Keluarga Tabel 22 menunjukkan bahwa sebanyak 47,9 persen keluarga yang tergolong kecil persentase afeksi lebih tinggi, sedangkan pada keluarga yang tergolong besar persentasenya sebesar 12,5 persen. Berdasarkan hasil uji hubungan Spearmantidak terdapat hubungan (p=0,277) antara besar keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan dan besar keluarga Besar Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Keluarga Total Afeksi Agresi Perasaan tidak sayang n % n % n % n % Kecil (≤ 4) 5 62,5 4 100,0 32 53,3 23 47,9 Sedang (619 39,6 1 12,5 0 0,0 20 33,3 7) Besar (≥ 8) 6 12,5 2 25,0 0 0,0 8 13,3 0,143 (p=0,277) Chi-square Salah
satu
PERKEMBANGAN SOSIAL perkembangan yang harus dicapai
anak
adalah
perkembangan sosial.Perkembangan sosial berkaitan dengan keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak.Perkembangan sosial adalah kemampuan anak dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosial (Goleman 2007). Salah satu cara untuk mengukur dan mengetahui perkembangan sosial anak adalah dengan mengukur kemandiriannya. Doll (1965) mengukur perkembangan sosial-emosi anak dengan menggunakan instrumen Vineland Social Maturity Scale yang terdiri dari delapan aspek perkembangan, yaitu Self Help General (SHG) atau kemandirian umum, Self Help Eating (SHE) atau kemandirian makan, Self Help Dressing (SHD) atau kemandirian berpakaian, Self Direction (SD) atau kemandirian mengatur diri, Occupation (O) atau kemandirian beraktivitas,
Communication (C) atau berkomunikasi, Locomotion (L) atau bergerak, dan Socialization (S) atau sosialisasi.
Perkembangan Sosial Anak Usia 3-4 Tahun Perkembangan sosial yang harus dicapai anak usia tiga sampai empat tahun meliputi tiga dimensi yaitu, Locomotion (L), Socialization (S) dan Self Help Dressing (SHD). Persentase terbesar dari ketiga dimensi pada perkembangan sosial anak usia tiga sampai empat tahun adalah pada dimensi locomotion (79,3%). Dimensi locomotion Aspek ini mengukur kemandirian dalam bergerak, meliputi kemampuan anak dalam berjalan menuruni tangga.Hampir seluruh contoh mampu menuruni tangga tanpa bantuan dari orang dewasa. Untuk dimensi socialization persentase rata-rata ketercapaiannya adalah sebesar 52,0 persen. Dimensi socialization yaitu aspek perkembangan yang mengukur kemampuan anak untuk bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungannya, meliputi
kemampuan
anak
untuk
bermain
kooperatif
dan
memberikan
penampilan dihadapan orang lain. Kemampuan anak untuk bermain kooperatif memiliki persentase yang lebih besar (20,6%) dibanding dengan kemampuan anak untuk memberikan penampilan dihadapan orang lain (10,6%). Dimensi terakhir pada aspek perkembangan sosial anak usia tiga sampai empat tahun adalah Self Help Dressing.Self Help Dressing merupakan aspek yang
mengukur
kemampuan
anak
dalam
hal
berpakaian,
meliputi
mengancingkan baju sendiri dan mencuci tangan tanpa bantuan. Persentase rata-rata terbesar ada pada kemampuan anak dalam mencuci tangan (22,4%), sedangkan
kemampuan
anak
untuk
mengancingkan
baju
atau
mantel
persentase rata-ratanya hanya 7,8 persen (Tabel 23). Tabel 23 Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia 3-4 tahun Skala Perkembangan Locomotion Socialization Self Help Dressing
Total Rata-rata 23,8 15,6 15,1
Persen Rata-rata 79,3 52,0 50,3
Hampir seluruh anak (96,6%) terkategorikan tinggi pada dimensi locomotion, sedangkan pada dimensi socialization lebih dari separuh contoh (63,3%) terkategori rendah. Pada dimensi Self Help Dressing, sebanyak 43,3
persen contoh terkategori rendah. Secara keseluruhan, perkembangan sosial anak usia tiga sampai empat tahun tergolong rendah (Gambar 7).
persentase
150 96.6
100
66.6
63.3 33.3
50 0
3.3
43.3 24.4 32.2
36.6
0
0
0 locomotion
socialization
SHD
total rata-rata
Dimensi Perkembangan rendah sedang tinggiSosial
Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan sosial usia 3-4 tahun Perkembangan Sosial Anak Usia 4-5 Tahun Perkembangan sosial yang harus dicapai anak usia empat sampai lima tahun meliputi lima dimensi yaitu, Self Help General (SHG), Self Help Dressing (SHD, Locomotion (L), Occupation (O), dan Socialization (S). Persentase ratarata terbesar dari kelima dimensi pada perkembangan sosial anak usia empat sampai lima tahun adalah dimensi locomotion (75,0%). Dimensi locomotion meliputi kemampuan anak untuk berjalan-jalan ke lingkungan sekitar. Lebih dari dua per tiga contoh (79,17%) mampu untuk berjalan-jalan ke lingkungan sekitar tanpa didampingi oleh ibu atau orang dewasa lainnya. Dimensi socialization ratarata persentase ketercapaiannya yaitu sebesar 60,8 persen. Dimensi ini meliputi kemampuan anak bermain kompetitif melalui permainan dan lebih dari separuh contoh (62,50%) mampu melakukannya tanpa arahan dari ibu atau orang dewasa lainnya. Pada dimensi occupation yang meliputi kemampuan anak menggunakan pensil atau crayon untuk menggambar, rata-rata persentasenya adalah sebesar 54,1 persen. Sebanyak 50,0 persen contoh mampu menggunakan pensil atau crayon tanpa bantuan dari ibu atau orang dewasa lainnya. Dimensi yang selanjutnya adalah dimensi self help dressing
dengan persentase rata-rata
sebesar 52,1 persen. Terdapat dua kemandirian yang dilihat dari dimensi ini, yaitu kemampuan mencuci muka dan memakai baju sendiri. Lebih dari separuh contoh (62,5%) mampu mencuci muka tanpa bantuan dari ibu atau orang dewasa lainnya, sedangkan separuh contoh (50,0%) tidak mampu menggunakan baju sendiri. Dimensi terakhir pada aspek perkembangan sosial anak usia empat sampai lima tahun adalah dimensi self help general. Rata-rata persentase pada
dimensi ini adalah sebesar 45,8 persen. Dimensi terakhir ini meliputi kemandirian anak dalam memberikan perhatian terhadap aktivitas yang berhubungan dengan toilet. Lebih dari separuh contoh (54,2%) tidak memberikan perhatian terhadap aktivitas toileting karena tidak ada kesempatan. Tabel 24 Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia 4-5 tahun Total
Skala Perkembangan
Rata-rata
Self Help General Self Help Dressing Locomotion Occupation Socialization
Persen Rata-rata 45,8 52,1 75,0 54,1 60,8
11,0 12,5 18,0 13,0 14,6
Berdasarkan sebarannya. Jumlah terbesar (79,2%) anak usia empat sampai lima tahun dengan kategori perkembangan sosial tinggi terdapat pada skala perkembangan dalam aktivitas bergerak. Selanjutnya, jumlah terbesar contoh dengan kategori perkembangan sosial rendah terdapat pada skala kemadirian umum atau self help general (SHG) dengan jumlah proporsi sebanyak 66,7 persen. Proporsi terbesar (50,8%) sebaran contoh berdasarkan nilai rata-rata perkembangan sosial yang dicapai anak usia empat sampai lima
persentase
tahun berada pada kategori tinggi (Gambar 9). 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
66.7 20.8 12.5
79.2 54.2
4.2
62.5
50.0
41.7 16.7 4.2
33.3 16.7
29.2 8.3
37.5
50.8
11.7
rendah sedang tinggi
Dimensi Perkembangan Sosial
Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan sosial usia 4-5 tahun Perkembangan Sosial Anak Usia 5 Tahun Pada usia lima sampai enam tahun terdapat lima skala yang diukur, yaitu occupation (O), communication (C), socialization (S), self direction (SD), dan locomotion (L). Dalam penelitian ini, mayoritas perkembangan anak dalam kemandirian mengatur diri sendiri atau self direction (SD) cukup tinggi dengan
skor 76,6 persen. Kemandirian anak dalam mengatur diri sendiri atau self direction (SD) ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk dapat menggunakan uang dengan baik tanpa arahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Lebih dari dua per tiga contoh (83,3%) mampu menggunakan uang tanpa bantuan atau arahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Akan tetapi kemandirian anak dalam socialization (S) menunjukkan proporsi terendah (36,6%). Dimensi ini ditunjukkan dengan kemampuan anak bermain permain sederhana, seperti congklak atau monopoli. Hal ini dikarenakan lebih separuh dari contoh (66,7%) tidak mampu memainkan ular tangga karena tidak ada kesempatan, sehingga ketika peneliti meminta anak untuk bermain, anak tidak mampu (Tabel 25). Tabel 25 Rata-rata persentase skor perkembangan sosial yang diukur pada usia 5 tahun Skala Perkembangan
Total Rata-rata
Occupation Communication Socialization Self Direction Locomotion
4,4 3,6 2,2 4,6 4,8
Persen Rata-rata 73,3 60,0 36,6 76,6 80,0
Gambar 10 menunjukkan sebaran anak usia lima tahun berdasarkan kategori perkembangan sosial yang dicapai. Sebaran anak usia lima tahun terbesar (66,7 %) dalam kategori rendah berada pada aspek perkembangan socialization (S). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh belum mampu memainkan permainan sederhana seperti congklak atau monopoli karena tidak ada kesempatan.Pada skala perkembangan locomotion (L) seluruh anak mampu melakukannya tugas kemandiriannya, sehingga terkategori tinggi. Secara keseluruhan, lebih dari separuh contoh (60.00%) yang berusia lima tahun berada pada kategori tinggi (Gambar 9).
120.0
100.0
persentase
100.0
83.3
80.0
66.7
60.0 33.3
40.0 20.0
66.7 50.0 33.3
60.0
33.3
16.7 0.0
16.7 0.0
0.0
3.3 23 7 16.7 0..00.0
0.0
rendaah sedan ng tinggii
Dim mensi Perkembangan Sosiaal
Gambarr 9 Sebaran n contoh be erdasarkan kategori perkembanga an sosial usia 5 tahun Se ecara keselluruhan perkembanga an sosial an nak usia tiga sampai lima tahun dike elompokkan n menjadi tiga katego ori, yaitu re endah, sedang, dan tinggi. t Proporsi terbesar anak usia tiga t sampa ai lima tahu un (60,0%)) berada dalam d kategori perkembang p gan sosial yang sedang, sedan ngkan yang g masuk dalam d kategori tinggi hanya a 20,0 perse en dari seba aran anak usia u tiga sam mpai lima ta ahun. a usia tiga sampai lima tahun n berdasarkkan kategorri perkemba angan Sebaran anak sosial disa ajikan pada gambar 11.
20.0
20 0.0 r rendah s sedang t tinggi
60.0
Gambar 10 Sebaran S con ntoh usia 3-5 3 tahun be erdasarkan kategori pe erkembanga an sosial H Hubungan Antara Karrakteristik Anak dan Keluarga d dengan Perkembanga an Sosial Jenis Kelamin Ta abel 26 men nunjukkan bahwa b lebih h dari separruh contoh laki-laki (66 6,7%) terkategorri rendah dalam d perke embangan sosial, sed dangkan leb bih dari sep paruh contoh pe erempuan (56,8%) te erkategori sedang s dalam perkem mbangan sosial. s
Rata-rata persentase skor perkembangan sosial anak perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan sosial contoh perempuan lebih baik dibandingkan dengan contoh laki-laki. Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin anak dengan perkembangan sosial (p=0,153). Tabel 26 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut jenis kelamin Perkembangan Sosial Jenis Kelamin
Rendah
Laki-laki Perempuan Total
Sedang
Tinggi
n
%
n
%
n
8 4
66,7 33,3 100, 0
16 21
43,2 56,8
6 5
12
Total
%
n
54,5 30 45,5 30 100, 100,0 11 0 60 0,187 (p=0,153)
37
r-koefisien (p-value)
Rata-Rata Persentase Skor
% 50,0 50,0 100, 0
68,7 72,8 70,8
Usia Anak Tabel 27 menunjukkan bahwa anak usia tiga tahun terkategori tinggi dalam pencapaian perkembangan sosial, sedangkan anak usia lima tahun terkategori rendah. Hasil penelitian pada tabel 29 menunjukkan bahwa tidak terdapat kecenderungan yang menunjukkan semakin tinggi usia anak maka perkembangannya semakin baik. Lebih dari separuh contoh (54,5%) pada anak usia tiga tahun terkategori tinggi dalam perkembangan sosialnya. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia anak dengan perkembangan sosial (p=0,870). Tabel 27 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut usia anak Perkembangan Sosial Usia Anak (Tahun) 3
Rendah
Sedang
Total
Tinggi
n
%
n
%
n
%
n
%
Rata-Rata Persentase Skor
5
41,7
15
40,5
6
54,5
26
43,3
70,3
4
6
50,0
15
40,5
4
36,4
25
41,7
70,1
5
1
8,3
7
18,9
1
9,1
9
15,0
73,9
Total
12
100,0
37
100,0
11
100,0
60
100,0
70,8
r-koefisien (p-value)
0,022 (p=0,870)
Usia ibu Tekanan yang berupa ketidakstabilan emosi dan ekonomi dapat menentukan kualitas pengasuhan yang diberikan kepada anak. Pengasuhan yang tidak berkualitas akan membentuk anak menjadi anak yang anti sosial (Hastuti
2008).
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
tidak
terdapat
kecenderungan bahwa semakin tinggi usia ibu maka akan semakin tinggi pula perkembangan sosial yang dicapai anak. Berdasarkan sebarannya, propoporsi terbesar contoh (100,0%) berada pada kategori perkembangan sosial sedang dengan ibu berada pada kelompok usia 18-40 tahun (Tabel 28). Hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia ibu dengan perkembangan sosial anak (p=0,036) (Tabel 28). Tabel 28 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut usia ibu Perkembangan Sosial Usia Ibu (Tahun)
Rendah
Dewasa awal (18-40) Dewasa madya (41-60) Dewasa tua (>60) Total r-koefisien (p-value)
Sedang
Total
Tinggi
Rata-Rata Persentase Skor
n
%
n
%
n
%
n
%
12
92,3
35
100,0
11
91,7
58
96,7
70,8
1 0
7,7 0,0
0 0
0,0 0,0
1 0
8,3 0,0
2 0
3,3 0,0
71,9 0,0
13
100,0
35
100,0
100,0
70,8
12 100,0 60 -0,129 (p=0,326)
Lama pendidikan ibu Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak.Melalui pendidikan yang baik orang tua dapat menerima segala informasi dari luar mengenai aspek-aspek perkembangan anak, sehingga orang tua dapat memberikan stimulus bagi perkembangan anak yang optimal. Hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan bahwa
terdapat hubungan
antara lama pendidikan ibu dengan perkembangan sosial anak (p=0,026) (Tabel 30). Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 29 dapat diketahui jika lama pendidikan ibu rendah (0-3 tahun) maka perkembangan sosial anak juga rendah. Jika lama pendidikan ibu tinggi (4-8 tahun) maka perkembangan sosial anak juga tinggi .Hal ini senada dengan hasil penelitian Fiernanti (2010) yang menyatakan bahwa
semakin
lama
pendidikan
ibu,
maka
semakin
terkategori
baik
perkembangan sosial yang dicapai anak.Hal ini diperkuat oleh Hartoyo dan
Hastuti (2004) yang menyatakan bahwa orang tua yang berpendidikan lebih tinggi memiliki kecenderungan untuk dapat memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya rendah. Tabel 29 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut lama pendidikan orang tua Lama Pendidikan Ibu (Tahun)
Perkembangan Sosial Rendah n
Sedang
%
n
%
8 3 1
66,7 25,0 8,3
10 27 0
27,0 73,0 0,0
Total 12 r-koefisien (p-value) * signifikan pada p<0,1
100,0
37
100,0
0-3 (rendah) 4-8 (sedang) 9-12 (tinggi)
Tinggi n
Rata-Rata Persentase Skor
Total
%
n
%
27,3 63,6 9,1
21 37 2
35,0 61,7 3,3
67,3 73,0 67,5
11 100,0 60 0,287* (p=0,026)
100.0
70,8
3 7 1
Status Pekerjaan ibu Keluarga yang dapat memenuhi sandang, pangan, dan papan yang dibutuhkan anak secara mental berarti memenuhi kebutuhan perlindungan sosial dan emosi anak, sehingga aspek sosial dan emosi anak dapat stabil. Sebanyak 81,8 persen ibu yang tidak bekerja memiliki anak dengan perkembangan sosial terkategori tinggi, sedangkan sebanyak 25,0 persen ibu yang bekerja memiliki anak yang terkategori rendah dalam perkembangan sosial (Tabel 30). Hasil uji hubungan Spearmanmenunjukkan tidak terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan perkembangan sosial anak. Tabel 30 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut pekerjaan ibu Perkembangan Sosial Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja Bekerja Total r-koefisien (p-value)
Rendah
Sedang
Total
Tinggi
Rata-Rata Persentase Skor
n
%
n
%
n
%
n
%
9 3 12
75,0 25,0 100,0
26 11
70,3 29,7
9 2
81,8 18,2
44 16
73,3 26,7
72,1 67,1
37
100,0
11
100,0
60
100,0
70,8
-0,170 (p=0,195)
Pendapatan Orang Tua Hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan tidak terdapat hubungan antara pendapatan
orang
tua
dengan
perkembangan
sosial
anak
(p=0,981).
Berdasarkan sebarannya, proporsi terbesar contoh (83,3%) berada pada kategori perkembangan sosial yang rendah dan terletak pada kelompok keluarga dengan pendapatan < Rp185.335 (tabel 31). Tabel 31 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut pendapatan orang tua Pendapatan Orang Tua (Rupiah)
Perkembangan Sosial Rendah
Sedang
Rata-Rata Persentase Skor
Total
Tinggi
n
%
n
%
n
%
n
%
10
83,3
24
64,8
7
63,6
41
68,3
70,3
>Rp185.335
2
16,7
35,2
4
36,4
19
31,7
71,9
Total r-koefisien (pvalue)
12
100.0
100.0
11
100.0
60
100.0
70,8
37
0.003 (p=0.981)
Aktivitas Sosial Ibu Hasil
penelitian
pada
tabel
32
menunjukkan
bahwa
terdapat
kecenderungan yang memperlihatkan bahwa semakin tinggi aktivitas sosial ibu, maka semakin tinggi pula perkembangan sosial anak. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan sosial tertinggi berdasarkan aktivitas sosial ibu berada pada kelompok ibu dengan aktivitas sosial tinggi. Berdasarkan sebarannya, proporsi terendah anak (50,0%) berada pada kategori perkembangan sosial rendah pada kategori ibu dengan aktivitas sosial rendah. Hasil uji korelasi Spearmanmemperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas sosial ibu dengan perkembangan sosial anak (0,017) (Tabel 32).
Tabel 32 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut aktivitas sosial ibu Rata-Rata Perkembangan Sosial Total Persentase Aktivitas Sosial Rendah Sedang Tinggi Skor Ibu n % n % n % n % Rendah
6
50,0
5
13,5
3
27,3
14
23,3
64,8
Sedang
5
41,7
21
56,8
4
36,4
30
50.0
71,1
Tinggi
1
8,3
11
29,7
4
36,4
16
26,7
75,5
100,0
37
100,0
11
100,0
60
100,0
70,8
Total 12 r-koefisien (pvalue) * Siginifikan pada p< 0,1
0,307 (p=0,017*)
Besar Keluarga Hasil penelitian pada tabel 33 menunjukkan bahwa rata-rata persentase perkembangan sosial anak tertinggi berdasarkan besar keluarga terdapat pada keluarga kecil (≤ 4 orang) dengan nilai rata-rata 71,5 persen. Akan tetapi nilai rata-rata perkembangan sosial tersebut tidak berbeda jauh pada kelompok keluarga sedang (5-7 orang). Setelah dilakukan uji korelasi Spearman, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara besar keluarga dan perkembangan sosial anak (p=0,950) (Tabel 33). Tabel 33 Sebaran kategori pencapaian skor perkembangan sosial dan rata-rata pencapaian skor perkembangan sosial menurut besar keluarga Perkembangan Sosial Besar Keluarga
Rendah n
Sedang
%
n
%
Total
Tinggi n
%
n
%
Rata-Rata Persentase Skor
Kecil (≤ 4)
5
41,7
20
54,1
7
63,6
32
53,3
71,5
Sedang ( 5-7)
5
41,7
11
29,7
4
36,4
20
33,3
71,3
Besar ( ≥ 8)
2 1 2
16.7
6
16,2
0
0,0
8
13,3
67,1
100,0
37
100,0
11
100,0
60
100,0
70,8
Total r-koefisien (pvalue)
0,008 (p=0,950)
Hubungan Antara Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Perkembangan Sosial Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua akan mempengaruhi bagaimana stimulus yang akan diberikan kepada anak. Menurut Rohner (1975), anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan akan
lebih tergantung dan sangat posesif dibandingkan anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penerimaan. Sunarti (2004) menyatakan bahwa, anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan
berdampak serius terhadap
perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak yang ditolak akan bermasalah dalam berhubungan antar personal, yang menyebabkan anak sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati. Tabel 34 menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan afeksi dari orang tua,
lebih
dari
separuhnya
terkategori
tinggi
dalam
perkembangan
sosial.beberapa anak yang menerima pengasuhan penerimaan dan terkategori rendah dalam perkembangan sosial memperoleh skor yang rendah untuk dimensi kemampuan mengancingkan baju, memberikan penampilan di hadapan orang lain, memakai baju sendiri, memberikan perhatian dalam aktivitas yang berhubungan dengan toilet, dan pergi sekolah tanpa diantar. Anak yang menerima agresi dari orang tua, sebanyak 16,7 persen terkategori rendah dalam perkembangan sosial. Anak yang menerima agresi dan terkategori sedang dalam perkembangan sosial memperoleh skor yang tinggi untuk dimensi kemampuan bermain kooperatif dalam kelompok dan memakai baju. Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara
pengasuhan
penerimaan
dan
penolakan
dengan
perkembangan sosial anak usia 3-5 di Kampung Adat Urug (p=0,916). Tabel 34 Hasil uji hubungan pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial anak Perkembangan Sosial Total Pengasuhan Penerimaan dan Penolakan
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
%
n
%
n
%
Afeksi
9
75,0
30
78,9
9
81,8
48
80,0
Agresi
2
16,7
5
13,1
1
9,1
8
13,3
1
8,3
2
5,0
1
9,1
4
6,7
Perasaan
tidak
sayang r-koefisien (p-value)
0, 014 (p=0,916)
PEMBAHASAN Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat-istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni (Priyono 2009).Brooks (2001) menyatakan bahwa budaya menyediakan satu set keyakinan diantaranya (1) pentingnya orang tua, (2) peran anggota keluarga dan komunitas (3), tujuan pengasuhan, (4) metode disiplin dan (5) peran anak dalam masyarakat. Sebagai daerah yang masih memegang adat istiadat, masyarakat Kampung Adat Urug pun tidak lepas dari budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu.Budaya yang ada tidak hanya berupa anjuran, tetapi juga larangan atau pantangan-pantangan.Dalam
kehidupan
bermasyarakat,
hubungan
bermasyarakat di kampung adat sangat dekat, ketika terdapat salah satu warga yang melangsungkan hajatan, maka warga yang lain harus mengirim makanan kepada orang yang hajatan tersebut. Kegiatan dilakukan secara bergantian. Budaya yang juga masih diterapkan pada masyarakat Kampung Adat Urug adalah dalam bidang pengasuhan anak.Ketika bayi lahir, maka paraji akan memberikan kalung yang dibuat dari jalinan benang berwarna hitam. Kalung ini dipakai sampai anak berusia 5 tahun untuk menjaga anak dari gangguan setan.Pada setiap maulud saat pembacaan asrakal kalung ini diganti.Hampir semua orang tua di kampung adat urug melakukan tradisi ini dan percaya dengan keampuhan kalung ini dalam menghindarkan anak dari gangguan setan.Bayi yang baru lahir dimandikan dengan menggunakan air dingin agar bayi kuat dan tidak mudah sakit. Akan tetapi anjuran ini tidak sepenuhnya diikuti oleh orang tua, karena kebanyakan dari orang tua merasa tidak tega memandikan anaknya dengan air dingin. Bayi yang berusia 3 hari dipotong tali pusarnya dan dilakukan syukuran, begitupun setelah 40 hari kelahirandilakukan syukuran. Ketika bayi, biasanya nama anak belum tetap, masih berganti-ganti. Ketika anak sering menangis saat bayi, maka orang tua akan segera mengganti nama bayinya. Begitupun ketika anak sakit-sakitan maka nama anak harus diganti karena berdasarkan hitungan kokolot, nama tersebut terlalu berat dan membuat anak mudah sakit. Budaya lain yang berkaitan dengan pengasuhan adalah hubungan antara orang tua dan anak, anak laki-laki maupun anak perempuan lebih dekat dengan ibu karena ibu yang menjadi pengasuh utama. Ayah yang bekerja di sawah
setiap hari sangat sedikit intensitas bertemu dengan anak, sehingga anak akan cenderung lebih dekat dengan ibu. Apabila ayah meninggal atau bercerai dari ibu, anak dibawa ke atas para atau atap rumah agar tidak ingat lagi dengan ayahnya. Anak yang menjadi korban cerai biasanya akan lebih sering sakit. Menurut kepercayaan masyarakat kampung adat urug, anak tersebut mudah sakit karena ingat dengan ayahnya, sehingga harus dibawa ke atas para agar tidak ingat lagi dengan ayahnya. Dalam praktek pengasuhan, orang tua tidak hanya mengasuh, tetapi juga mendidik anak untuk memelihara budaya yang ada di Kampung Adat Urug. Orang tua mentransfer segala nilai-nilai dari kokolot serta menjaga anak untuk tidak melanggar semua aturan leluhur. Mengasuh anak laki-laki dan perempuan akan berbeda setelah anak mencapai usia 15 tahun, anak perempuan harus selalu dijaga harga diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik. Namun pada saat anak balita tidak ada perbedaan yang signifikan dalam mengasuh anak.terdapat pantangan bagi anak perempuan di Kampung Adat Urug, yaitu anak perempuan dilarang membuat atau melangkahi kolecer karena nanti kolecernya tidak bisa berputar. Hal ini membuat orang tua di Kampung Adat urug tidak membolehkan anak perempuannya untuk mendekati anak laki-laki yang sedang membuat kolecer. Perbedaan
budaya
menunjukkan
perbedaan
orang
tua
dalam
mengekspresikan cinta kepada anaknya. Di Amerika, penggunaan komunikasi verbal seperti penyampaian pujian, sanjungan, atau ungkapan cinta kasih melalui bahasa merupakan hal yang biasa, tetapi tidak biasa bagi sebagian masyarakat di negara timur. Masyarakat di jepang atau india lebih menekankan penggunaan pesan-pesan simbolik seperti bahasa tubuh, mimik muka, raut wajah, bahkan manik mata memberi pesan yang lebih mendalam dibandingkan dengan penggunaan bahasa verbal (Sunarti 2004). Pada keluarga Kampung Adat Urug, lebih dari separuh keluarga menerapkan pengasuhan yang lebih memberikan kehangatan atau penerimaan, yang dicirikan dengan curahan kasih sayang orang tua kepada anak baik secara fisik maupun secara verbal.Secara verbal orang tua senantiasa mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya melalui pujian, penghargaan, dan dukungan untuk maju.Persentase pengasuhan kehangatan ini tidak jauh berbeda dengan perilaku agresi, yang merupakan salah satu dimensi pengasuhan penolakan yang diberikan.Perilaku agresi dicirikan dengan penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif. Menurut
Abah Ukat dan beberapa responden, pada masyarakat Kampung Adat Urug orang tua boleh memukul anak tetapi hanya di bagian kaki.Anak perempuan
diasuh dengan pengasuhan kehangatan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.Hal ini diduga karena ada beberapa keluarga di Kampung Adat Urug yang
berpandangan
subjektif
bahwa
anak
perempuan
lebih
berharga
dibandingkan dengan anak laki-laki.Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua.Nurrohmaningtyas (2008) menyatakan bahwa, jenis kelamin akan mempengaruhi cara pengasuhan orang tua terhadap anak. Dalam menghadapi anak laki-laki dan perempuan orang tua akan memiliki praktek pengasuhan yang berbeda karena perbedaan pertumbuhan fisik serta perkembangan mental dan sosial anak. Riset Witkin-Lanoil di acu dalam Puspitawati (2009) menunjukkan bahwa, dalam pengasuhan orang tua mempunyai ekspektasi untuk anak lakilakinya agar kuat dan agresif dalam mencapai cita-cita, sedangkan anak perempuan lebih sensitif dan sopan serta hormat. Anak perempuan diperlakukan dengan lembut, sering dipeluk dan dijaga, sedangkan anak laki-laki diperlakukan lebih agresif. Keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan menerapkan pengasuhan penerimaan kepada anaknya dibandingkan keluarga dengan pendapatan yang lebih rendah. Kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang cukup menyebabkan orang tua lebih mempunyai waktu untuk membimbing anak karena orang tua tidak lagi memikirkan mengenai keadaan ekonomi yang kurang. Sebaliknya, adanya kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan orang tua memperlakukan anaknya dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik yang mengikuti peraturan, dan penanaman nilai moral (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Baik pengasuhan penerimaan maupun penolakan dilakukan oleh keluarga dengan lama pendidikan rata-rata untuk ayah adalah lima tahun dan ibu 4.3 tahun. Pengasuhan penerimaan cenderung terlihat pada keluarga yang tergolong kecil (≤4). Besar keluarga yang dicerminkan dari kuantitas anggota keluarga akan mempengaruhi pola dan corak komunikasi antar anggota keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2004 diacu dalam Afriani 2010). Semakin besar jumlah anggota keluarga, maka jumlah interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin banyak dan kompleks. Selain itu, aktivitas sosial ibu juga berhubungan dengan pengasuhan penerimaan-penolakan.Ibu yang memiliki aktivitas sosial yang
terkategori
sedang
cenderung
lebih
banyak
memberikan
pengasuhan
kehangatan atau penerimaan. Perkembangan sosial adalah adalah kemampuan anak dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosial. Proses sosial meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan orang lain, perubahan pada emosi, dan perubahan dalam kepribadian (King, 2010). Salah satu aspek perkembangan sosial anak usia 3-4 tahun adalah dimensi locomotion. Aspek ini mengukur kemandirian dalam
bergerak,
meliputi
kemampuan
anak
dalam
berjalan
menuruni
tangga.Hampir seluruh contoh mampu menuruni tangga tanpa bantuan dari orang dewasa.Hal ini diduga disebabkan karena keadaan demografis kampung adat yang berbukit-bukit, sehingga membuat anak terbiasa berjalan menuruni tangga. Hal ini, didukung dengan pernyataan Hurlock (1980) ketika anak sudah mampu berjalan, maka anak akan mengalihkan perhatian untuk mempelajari gerakan-gerakan yang menggunakan kaki, seperti naik dan turun tangga, melompat, berlari, bermain sepatu roda, dan menari. Aspek perkembangan sosial anak usia empat sampai lima tahun salah satunya adalah dimensiself help general. Dimensi ini meliputi kemandirian anak dalam memberikan perhatian terhadap aktivitas yang berhubungan dengan toilet.Lebih dari separuh contoh tidak memberikan perhatian terhadap aktivitas toileting karena tidak ada kesempatan.Hal ini disebabkan karena, hampir separuh contoh di rumahnya tidak memiliki kamar mandi dan akses menuju kamar mandi umum, baik pancuran maupun kali cukup jauh.Untuk menuju kamar mandi umum (pancuran) atau kali harus berjalan sekitar hampir 5 sampai 30 meter dari rumah contoh.Hal ini membuat anak tidak memberikan perhatian terhadap aktivitas toileting dan mereka lebih sering buang air kecil di samping rumah.Orang tua juga tidak terlalu melatih anak untuk memperhatikan aktivitas toileting dengan alasan jarak yang jauh. Aspek perkembangan sosial pada anak usia lima tahun salah satunya adalah kemandirian anak dalam mengatur diri sendiri atau self direction (SD) ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk dapat menggunakan uang dengan baik tanpa arahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Hampir seluruh contoh mampu menggunakan uang tanpa bantuan atau arahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya.Hal ini diduga karena anak-anak di kampung adat urug cukup tinggi intensitas dalam kegiatan yang menggunakan uang, seperti jajan.Anak-anak di kampung adat biasanya menghabiskan hampir Rp10.000
setiap harinya untuk jajan dan bisanya mereka jajan sendiri tabpa didampingi oleh orang tua atau orang dewasa lainnya.Akan tetapi kemandirian anak dalam socializatin (S) menunjukkan proporsi terendah.Dimensi ini ditunjukkan dengan kemampuan anak bermain permain sederhana, seperti ular tangga.Hal ini dikarenakan lebih separuh dari contoh tidak mampu memainkan ular tangga karena tidak ada kesempatan, sehingga ketika peneliti meminta anak untuk bermain, anak tidak mampu. Secara keseluruhan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun di Kampung Adat Urug terkategori cukup baik. Perkembangan sosial anak perempuan lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.Tanen dalam Santrock (2003) menyatakan bahwa, anak laki-laki dan perempuan tumbuh dalam dunia berbicara yang berbeda.Sehingga Tanen menyimpulkan bahwa anak perempuan lebih memiliki orientasi hubungan interpersonal dibandingkan anak laki-laki.Hal ini senada dengan hasil penelitian Fiernanti (2010) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perkembangan sosial anak.Anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan lebih tinggi, memiliki perkembangan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan contoh yang berasal dari keluarga dengan pendapatan yang rendah.Pendapatan orang tua berkaitan dengan status sosial orang tua. Orang tua dengan status sosial ekonomi yang rendah cenderung menginginkan anaknya menyesuaikan diri dengan keinginan masyarakat, menciptakan suasana rumah yang lebih menekankan otoritas orang tua, lebih sering menggunakan hukuman fisik kepada anak, serta lebih suka mengatur anak dan kurang suka mengadakan percakapan dengan anak. Sulistyani (2006) dalam Fiernanti (2010) menyatakan bahwa kondisi ekonomi keluarga yang memadai akan dapat menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua akan dapat menyediakan kebutuhan anak, baik yang primer maupun sekunder. Semakin tingginya tuntutan kehidupan masa kini membuat tidak hanya ayah yang bekerja, tetapi juga ibu.Ibu yang biasanya hanya bekerja pada sektor domestik juga diharuskan bekerja pada sektor publik membuat waktu ibu semakin sedikit untuk memberikan stimulus kepada anak.Anak dari ibu yang bekerja memiliki perkembangan sosial yang lebih rendah dibandingkan contoh yang ibunya tidak bekerja. Perkembangan sosial cenderung lebih tinggi pada contoh yang besar keluarganya tergolong kecil (≤4). Hal ini diduga, keluarga yang tergolong kecil akan lebih fokus dalam memberikan stimulasi kepada anaknya dan lebih sering
berinteraksi dengan anak. Semakin besar jumlah anggota keluarga, maka jumlah interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin banyak dan kompleks. Hasil peneiltian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lama pendidikan ibu dengan perkembangan sosial anak.semakin lama penididkan ibu, maka semakin baik perkembangan sosial anak. Hal ini senada dengan hasil penelitian Fiernanti (2010) yang menyatakan bahwa semakin lama pendidikan ibu, maka semakin terkategori baik perkembangan sosial yang dicapai anak.Hal ini diperkuat oleh Hartoyo dan Hastuti (2004) yang menyatakan bahwa orang tua yang berpendidikan lebih tinggi memiliki kecenderungan untuk dapat memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya rendah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tedapat hubungan yang siginifikan antara perkembangan sosial anak dengan aktivitas sosial ibu.Semakin tinggi aktivitas sosial ibu maka perkembangan sosial anak semakin baik, begitupun sebaliknya. Menurut Hurlock (1980) keterampilan yang dipelajari anak usia dini bergantung pada kesiapan kematangan terutama kesempatan yang diberikan untuk mempelajari dan bimbingan yang diperoleh dalam menguasai keterampilan secara cepat dan efisien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga kelompok umur, aspek perkembangan sosial yang persentasenya paling tinggi adalah
locomotion.Aspek
locomotion
adalah
kemampuan
anak
dalam
bergerak.Anak yang berasal dari lingkungan yang buruk umumnya lebih cepat dan lebih banyak menguasai keterampilan dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari lingkungan yang lebih baik.Hal ini tidak disebabkan karena anak lebih cepat matang melainkan karena orang tuanya terlampau sibuk sehingga tidak sempa menjaganya terus menerus (Hurlock 1980).Hal inilah yang diduga menyebabkan persentase aspek locomotion pada ketiga kelompok umur terkategori baik. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengasuhan penerimaan-penolakan tidak berhubungan signifikan dengan perkembangan sosial.Berdasarkan
hasil
penelitian,
terdapat
dua
orang
anak
yang
pengasuhannya cenderung kepada pengasuhan penolakan, tetapi memiliki perkembangan sosial yang baik.Karakteristik keluarga dari kedua anak ini adalah berasal dari keluarga dengan lama pendidikan ibu enam tahun.Status pekerjaan ibu, besar keluarga dan, pendapatan per kapita tidak terlalu berhubungan karena pada kasus ini, anak ada yang berasal dari keluarga besar dan kecil.Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa, terdapat sembilan anak yang mendapatkan pengasuhan kehangatan atau penerimaan memiliki perkembangan sosial yang rendah.Karakteristik keluarga untuk anak tersebut adalah berasal dari keluarga dengan besar keluarga antara sedang dan besar. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan perkembangan sosial anak. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang diterapkan oleh
orang
tua.
Gaya
pengasuhan
yang
diterapkan
orang
tua
akan
mempengaruhi bagaimana stimulus yang akan diberikan kepada anak. Menurut Rohner (1975), anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan akanlebihtergantung dan sangatposesif dibandingkan anakyang diasuh dengan gaya pengasuhan penerimaan. Sunarti (2004) menyatakan bahwa, anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan
berdampak serius terhadap
perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak yang ditolak akan bermasalah dalam berhubungan antarpersonal, yang menyebabkan anak sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati. Ketidaksesuaian hasil penelitian
dengan
literatur
diduga
karena
adanya
keseragaman
gaya
pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua di Kampung Adat Urug kepada anak.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Beberapa budaya yang terkait dengan pengasuhan adalah bayi yang baru lahir harus dimandikan dengan menggunakan air dingin agar bayi kuat dan tidak gampang sakit. Ketika bayi, biasanya nama anak belum tetap, masih berganti-ganti. Ketika anak sering menangis saat bayi, maka orang tua akan segera mengganti nama bayinya. Begitupun ketika anak sakit-sakitan maka nama anak harus diganti karena berdasarkan hitungan kokolot, nama tersebut terlalu berat dan menimbulkan anak mudah sakit. Mengasuh anak laki-laki dan perempuan berbeda setelah anak mencapai usia 15 tahun, anak perempuan harus selalu dijaga harga diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik, namun pada saat anak balita tidak ada perbedaan yang signifikan dalam mengasuh anak.
Orang tua boleh memukul anak tetapi hanya di bagian
kaki.Tidak ada perbedaan antara perlakukan kasar antara anak laki-laki dan perempuan.Hanya saja anak laki-laki diharapkan untuk bisa bekerja, sedangkan anak perempuan diharapkan mampu berbakti dan mengurus orang tua ketika sudah tua.Anak perempuan usia tujuh tahun sudah diajari pekerjaan domestik seperti memasak, menyapu, mencuci baju, mencuci piring, menumbuk padi dan sebagainya sementara anak laki-laki pada usia tujuh tahun sudah diajari untuk mengambil kayu. Dilihat dari harapan terhadap anak, tidak ada harapan yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Pengasuhan
orang tuacenderung pada pengasuhan yangmemberi
kehangatan kepada anak.Anak perempuan mendapatkan kehangatan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.Pengasuhan penolakan meliputi perilaku agresi, pengabaian, dan perasaan tidak sayang.Baik anak laki-laki maupun perempuan terkategori rendah dalam tiga dimensi pengasuhan penolakan. Perkembangan sosial anak usia 3-4 tahun terdiri dari tiga dimensi, yaitu locomotion, socialization, dan self help dressing. Masing-masing rata-rata persentase skor untuk locomotion, socialization, dan self help dressing adalah 79,3, 52,0, dan 50,3. Dimensi self help dressing merupakan dimensi dengan ratarata persentasi terendah. Secara keseluruhan perkembangan sosial anak usia 34 tahun tergolong rendah dengan rata-rata persentase sebesar 43,3. Perkembangan sosial anak 4-5 tahun yang terdiri dari lima dimensi yaitu, Self Help General, Self Help Dressing, Locomotion, Occupation, dan Socialization. Persentase rata-rata untuk Self Help General, Self Help Dressing, Locomotion,
Occupation, dan Socialization masing-masing adalah 45,8, 52,1, 75,0, 54,1, dan 60,8. Secara keseluruhan, perkembangan sosial anak usia 4-5 tahun terkategori tinggi dengan rata-rata persentase sebesar 50,8. Perkembangan sosial anak usia 5-6 tahun terdiri dari occupation, communication, socialization, self direction, dan locomotion. Rata-rata persentase untuk occupation sebesar 73,3, communication sebesar 60,0, socialization sebesar 36,6, self direction sebesar 76,6, dan locomotion sebesar 80,0. Secara keseluruhan perkembangan sosial anak usia 56
tahun
tergolong
tinggi
dengan
rata-rata
persentase
sebesar
60,0.
Perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun secara keseluruhan terkategori cukup baik. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin
dan
penolakan.Anak
aktivitas
sosial
perempuan
ibu
lebih
dengan
diasuh
pengasuhan
dengan
penerimaan-
pengasuhan
dimensi
kehangatan atau penerimaan dibandingkan anak laki-laki.Semakin tinggi aktivitas sosial ibu maka semkain hangat pengasuhan yang diberikan ibu.Perkembangan sosial berhubungan signifikan dengan lama pendidikan ibu dan aktivitas sosial ibu.Semakin lama pendidikan ibu dan semakin tinggi aktivitas sosial ibu, maka semakin baik perkembangan sosial anak.Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan pengasuhan penerimaan dari orang tua, separuhnya terkategori tinggi dalam perkembangan sosial anak.Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengasuhan penerimaan dan penolakan dengan perkembangan sosial anak usia 3-5 di Kampung Adat Urug.
Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata skor pengasuhan kehangatan atau penerimaan lebih tinggi dibandingkan dengan pengasuhan penolakan.Akan tetapi, mengingat masih banyak ibu yang jarang memberikan pujian kepada anak dan sering mengomeli anak serta mengancam anak, serta perkembangan sosial anak di Kampung Adat Urug terkategori sedang. Maka saran yang diberikan adalah: 1. Dibutuhkan upaya meningkatkan pengetahuan ibu dalam hal pengasuhan kepada anak melalui penyuluhan. Penyuluhan ini dapat menggunakan Posyandu sebagai media.
2. Sosialisasi akan pentingnya pemberian stimulus yang tepat bagi anak mengingat usia tiga tahun adalah usia emas pada masa pertumbuhan maupun perkembangan anak. 3. Perlunya didirikan POS PAUD yang terintergrasi dengan posyandu sebagai sarana untuk membantu tumbuh kembang anak melalui program Bina Keluarga Balita (BKB). Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dalam penggalian data, sehingga dianjurkan kepada peneliti selanjutnya dalam penggalian data sebaiknya dilakukan secara lebih mendalam lagi agar data yang dihasilkan lebih menggambarkan bagaimana nilai budaya berhubungan dengan pengasuhan penerimaan-penolakan yang diberikan oleh ibu di Kampung Adat Urug. Keterbatasan
lain
dalam
penelitian
ini
adalah
instrumen
pengasuhan
penerimaan-penolakan ditanyakan kepada ibu, yang seharusnya ditanyakan kepada anak untu melihat bagaimana persepsi anak terhadap pengasuhan yang diberikan ibu kepada dirinya.
DAFTAR PUSTAKA Agustina. 2009. Keberagaman budaya. [Internet]. [diacu 2010 Oktober 17]. Tersedia dari http : // luwesagustina. blogspot. Com/ 2009/ 07/ keberagaman-budaya.html. Armstrong, T. 2005. 7 Kinds Of Smart: Menemukan Dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi 2010. [Internet]. [diacu 2011 April
2].
Tersedia
dari:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&n otab=4/ Berns, R.M. 1997. Child, Family, School, Community: Socialization And Support. USA (US): Rinehart and Winston, Inc. Brooks, J.B. 2001.Parenting.Third Edition. California (US): Mayfield Publishing Company. Edwards, C.P., & Liu, W. 2002.Parenting Toddlers.University of Nebraska-Lincoln (US). Fiernanti, D.Y.I. 2010. Alokasi sumberdaya keluarga, stimulasi psikososial dan perkembangan sosial emosi anak pada usia 2-5 tahun di daerah rawan pangan di kabupaten banjarnegara [skripsi]. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Goleman, D. 1996. Emotional Intelligence: Why It can Matter More Than IQ. USA (US): Bantam Books. _________. 2007. Social Intelligence: Ilmu Baru Tentang Hubungan AntarManusia. Jakarta (ID): Pt Gramedia Pustaka Utama. Grusec, J.E. 2002.Parental Socialization And Children’s Acquisition Of Values. Bornstein MH, editor. London (GB): Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Guhardja
S,
Puspitawati,
Sumberdaya
Hartoyo,
Keluarga.Jurusan
Saharia. Gizi
1989.
Masyarakat
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Diktat
Manajemen
Dan
Sumberdaya
Gunarsa, S.D. 2001. Menyikapi Periode Kritis Pada Anak Dan Dampaknya Pada Profil Kepribadian. Di dalam: Munandar U, editor. Psikologi Perkembangan Pribadi Dari Bayi Sampai Lanjut Usia. Jakarta (ID): UI Press. Gunarsa, S.D&Gunarsa, Y.S. 2004. Psikologi Praktis: Anak. Remaja. dan Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hastuti, D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia IPB. Hawadi, R.A. 2001. Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Hoghughi, M. 2000. Parenting-An Introduction.Hoghughi M dan Nicholas L, editor.Sage. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan, Edisi kelima. Jakarta (ID) : PT Erlangga. King, A.L. 2010.Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta (ID): Salemba Humanika. Kusrestuwardhani. 2003. Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Jawa Yang Mendukung Kemampuan Beradaptasi. Di dalam: Margaret P. Gautama Et Al, editing. Budaya Jawa Dan Masyarakat Modern. Jakarta (ID): Grha Info Kreasi. Latifah, E. 2007.Pengaruh pemberian ASI dan stimulasi psikososial terhadap perkembangan sosial-emosi anak balita pada keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Lemonda, C.S et al. 2002. Play In Parent-Child Interactions. Bornstein MH, editor. London (GB): Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Megawangi, R. 2004. Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Jakarta (ID): Indonesia Heritage Foundation. Nuraini, A.S. 2004.Pengaruh kualitas pengasuhan, lingkungan, pengasuhan anak dan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar anak [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Potter,. Richard E,. Larry A. Samovar. 1990. Suatu Pendekatan Terhadap Komunikasi Antarbudaya: Komunikasi Antarbudaya. Di dalam: Mulyana D, editing. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya. Prasetijo, A. 2009. Keragaman budaya indonesia. [Internet]. [diacuNovember 2010].Tersedia dari:http://prasetijo.wordpress.com/2009/07/24/keragamanbudaya-indonesia/
Puspitawati, H. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi Oleh Sistem Sekolah Dan Keluarga. Bogor (ID): IPB Press. Rohner, R.P. 1975. They Love Me, They Love Me Not. Printed In The United States Of America (US). ________ . 1986. The Warmth Dimension Of Parenting: The Parental AcceptionRejection Theory. Beverly Hills, California (US): Sage Publication. Santrock, J.W. 2003. Psikologi Pendidikan. Edisi kedua. Jakarta (ID): Kencana. __________. 2008. Child Development. Twelfth Edition. New York (ID): Mc Graw Hill Companies Inc. Setiawati, E.H. 2007. Analisis gaya pengasuhan, kecerdasan emosional, aktivitas ekstrakurikuler, dan prestasi belajar siswa di SMA Muhammadyah Cirebon [skripsi]. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sunarti, E. 2004.Mengasuh Dengan Hati Tantangan Yang Menyenangkan. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo. Sulistyani, W. 2006. Pengaruh stimulasi psikososial di kelompok bermain dan pengasuhan terhadap perkembangan sosial anak usia 2-4 tahun di kota bogor [skripsi]. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Wahini, M. 2001. Hubungan pola asuh penerimaan-penolakan dengan kepribadian anak pada keluarga perkotaan dan pedesaan [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
73 Lampiran 1 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Orang Tua Terhadap Anak Variabel
Item Pertanyaan
Reliabilitas (α cronbach)
Afeksi
20 pertanyaan
0.
913
Agresi
15 pertanyaan
0.
632
Pengabaian
15 pertanyaan
0.
861
Perasaan tidak sayang
10 pertanyaan
0.
735
Lampiran 2 Sebaran pengasuhan penerimaan-penolakan berdasarkan total keseluruhan contoh
No
Dimensi
Hampir Tidak Pernah Benar n
%
Jarang Benar n % PERILAKU AFEKTIF
Kadang-Kadang Benar n
%
Hampir Selalu Benar n
Jumlah
%
RataRata
1
Ibu mengatakan hal baik mengenai anak (misal: anaknya adalah anak yang pintar, suka menolong)
1
1,67
13
21,67
26
43,33
20
33,33
125
31,25
2
Ibu berbincang dengan anak dan secara bergantian mendengarkan ketika anak berbicara
0
0,00
1
1,67
17
28,33
42
70,00
161
40,25
3
5,00
10
16,67
16
26,67
31
51,67
135
33,75
Ibu mendorong anak untuk mengajak temannya main ke rumah
3 4
Ibu membantu anak untuk berterus terang atau berkata jujur
4
6,67
8
13,33
21
35,00
27
45,00
131
32,75
5
Ibu membuat anak merasa bangga bila dia mengerjakan hal baik
0
0,00
15
25,00
23
38,33
22
36,67
127
31,75
6
Ibu memuji anak dengan membicarakan kebaikan anak pada orang lain
1
1,67
11
18,33
21
35,00
27
45,00
134
33,5
7
Ibu berbicara kepada anak dengan penuh kehangatan dan kasih sayang
0
0,00
5
8,33
26
43,33
29
48,33
144
36
8
Ibu akan memuji anak bila anak memang layak menerimanya
0
0,00
10
16,67
26
43,33
24
40,00
134
33,5
2
3,33
6
10,00
21
35,00
31
51,67
141
35,25
4
6,67
11
18,33
12
20,00
33
55,00
134
33,5
0
0,00
11
18,33
25
41,67
24
40,00
133
33,25
9 10 11
Ibu memperhatikan urusan anak (seperti: waktu sekolah, mengerjakan PR) Ibu membuat anak merasa diperlukan dan dibutuhkan Ibu mengatakan bangga pada anak ketika anak melakukan hal yang baik
75
12
Ibu membuat anak merasa bahwa apa yang dikerjakan anak adalah penting
3
5,00
5
8,33
20
33,33
32
53,33
141
35,25
13
Ibu berusaha membantu anak bila anak sakit
0
0,00
0
0,00
9
15,00
51
85,00
171
42,75
14
Ibu menghargai pendapat anak
1
1,67
13
21,67
19
31,67
27
45,00
132
33
15
Ibu membiarkan anak melakukan sesuatu yang dianggap penting
1
1,67
5
8,33
18
30,00
36
60,00
149
37,25
3
5,00
20
33,33
19
31,67
18
30,00
112
28
6
10,00
5
8,33
18
30,00
31
51,67
134
33,5
16 17
Ibu ikut tertarik dengan seseuatu yang dikerjakan anak Ibu berusaha membuat anak merasa lebih baik ketika anak jatuh/luka
18
Ibu memberitahukan kepada bahwa ibu menyayanginya
anak 0
0,00
5
8,33
26
43,33
29
48,33
144
36
19
Ibu memperlakukan anak dengan baik dan lembut
0
0,00
8
13,33
25
41,67
27
45,00
139
34,75
20
Ibu berusaha membuat anak bahagia
0
0,00
4
6,67
17
28,33
39
65,00
155
38,75
1,45
2,42
8,3
13,83
20,25
33,75
30
50,00
138,8
34,7
Rata-Rata
PERILAKU AGRESI 1 2
Ibu mengomeli anak jika anak bertingkah tidak baik Ibu mengeluhkan tentang anak yang tidak mau mendengar perkataan orang tua kepada orang lain
1
1,67
4
6,67
18
30,00
37
61,67
151
37,75
24
40,00
7
11,67
12
20,00
17
28,33
82
20,5
19
31,67
25
41,67
11
18,33
5
8,33
62
15,5
3
Ibu mengejek/menertawakan anak
4
Ibu kasar kepada anak baik secara verbal maupun fisik
1
1,67
8
13,33
35
58,33
16
26,67
126
31,5
5
Ibu memukul anak
9
15,00
7
11,67
24
40,00
20
33,33
115
28,75
6
Ibu menghukum anak bila marah pada anak
28
46,67
15
25,00
6
10,00
11
18,33
60
15
Ibu merasa tidak sabar mengahadapi anak
7 8 9 10 11
Ibu mudah marah kepada anak Ibu mengatakan hal yang tidak baik kepada anak Ibu mengatakan kepada anak mengenai kecemasan yang dirasakan ibu Ibu melukain perasaan anak
16
26,67
13
21,67
23
38,33
8
13,33
83
20,75
2
3,33
9
15,00
30
50,00
19
31,67
126
31,5
12
20,00
16
26,67
17
28,33
15
25,00
95
23,75
0
0,00
3
5,00
26
43,33
31
51,67
148
37
13
21,67
20
33,33
18
30,00
9
15,00
83
20,75
12
Ibu mengancam/menakut-nakuti bila anak salah
5
8,33
1
1,67
16
26,67
38
63,33
147
36,75
13
Ibu mempermalukan anak yang melakukan kesalahan di depan temannya
23
38,33
13
21,67
14
23,33
10
16,67
71
17,75
18
30,00
9
15,00
14
23,33
19
31,67
94
23,5
19
31,67
12
20,00
9
15,00
20
33,33
90
22,5
12,67
21,11
10,8 18,00 PENGABAIAN
18,2
30,33
18,33
30,56
102,2
25,55
14 15
Ibu membandingkan ketidaksukaan anak dengan orang lain Ketika anak salah, ibu membandingkannya dengan anak lain Rata-Rata
1
Ibu mengabaikan anak
11
18,33
26
43,33
20
33,33
3
5,00
75
18,75
2
Ibu tertarik untuk memperhatikan anak*
18
30,00
27
45,00
14
23,33
1
1,67
58
14,5
3
Ibu tidak mau tahu tentang anak selama anak tidak mengganggu ibu
2
3,33
16
26,67
21
35,00
21
35,00
121
30,25
4
Ibu merasa senang ketika anak berada disekitarnya*
25
41,67
14
23,33
18
30,00
3
5,00
59
14,75
14
23,33
25
41,67
16
26,67
5
8,33
72
18
20
33,33
32
53,33
6
10,00
2
3,33
50
12,5
16
26,67
18
30,00
21
35,00
5
8,33
75
18,75
47
78,33
12
20,00
1
1,67
0
0,00
14
3,5
Melupakan hal penting anak yang seharusnya diingat oleh ibu Ibu memastikan bahwa anak memperoleh makanan yang memadai* Ibu terlalu sibuk untuk menjawab pertanyaan anak Ibu perhatian dengan siapa anak bermain*
5 6 7 8
77
9 10 11 12 13 14 15
Ibu mengacuhkan anak ketika anak meminta tolong Ibu memberikan banyak perhatian kepada anak* Ibu melupakan hal penting mengenai anak Ibu meluangkan waktu untuk bersama dengan anak* Ibu menghindari teman bermain anaknya Ibu memperhatikan apa yang disukai anak ketika ibu membuat suatu perencanaan* Ibu menyuruh orang lain untuk menjaga anak Rata-Rata Ibu merasa ragu-ragu untuk mencintai anak Ibu berteriak kepada anak pada saat marah Ibu menganggap anak adalah beban baginya Ibu kesal kepada anak Ibu tidak simpatik dengan masalah anak dan menganggap bahwa itu adalah kesalahan anak Ibu membangun perasaan kesal ketika anak berbuat salah Ibu mengeluh tentang anak
8
1
16
26,67
20
33,33
10
16,67
14
23,33
82
20,5
23
38,33
28
46,67
8
13,33
1
1,67
47
11,75
13
21,67
25
41,67
15
25,00
7
11,67
76
19
12
20,00
28
46,67
13
21,67
7
11,67
75
18,75
33
55,00
11
18,33
11
18,33
5
8,33
48
12
18
30,00
15
25,00
13
21,67
14
23,33
83
20,75
10
16,67
15
25,00
19
31,67
16
26,67
101
25,25
30,89 20,8 34,67 13,73 PERASAAN TIDAK SAYANG
22,89
6,93
11,56
69,07
17,27
18,53
41
68,33
13
21,67
5
8,33
1
1,67
26
6,5
6
10,00
8
13,33
13
21,67
33
55,00
133
33,25
29
48,33
7
11,67
19
31,67
5
8,33
60
15
7
11,67
12
20,00
28
46,67
13
21,67
107
26,75
2
3,33
11
18,33
12
20,00
35
58,33
140
35
11 9
18,33 15,00
17 15
28,33 25,00
24 21
40,00 35,00
8 15
13,33 25,00
89 102
22,25 25,5
Ibu memberitahu anak bahwa anak tidak diinginkan
57
95,00
3
5,00
0
0,00
0
0,00
3
0,75
9
Ibu mengatakan kepada anak jika dia malu ketika anak berbuat salah
18
30,00
7
11,67
18
30,00
17
28,33
94
23,5
10
Ibu membuat anak merasa malu ketika anak berbuat salah
18
30,00
20
33,33
9
15,00
13
21,67
77
19,25
19,8
33,00
11,3
18,83
14,9
24,83
14
23,33
83,1
20,78
2 3 4 5 6 7
Rata-Rata
Lampiran 3 Sebaran total rata-rata pengasuhan penerimaan-penolakan berdasarkan total keseluruhan contoh Hampir Tidak Kadang-Kadang Jarang Benar Pernah Benar Benar No Dimensi n
%
n
%
n
%
n
Rata-Rata Per Dimensi
%
n
%
1
Perilaku Afektif
1,45
2,42
8,3
13,83
20,25
33,75
30
50
34,7
57,83
2
Perilaku Agresi
12,67
21,11
10,8
18
18,2
30,33
18,33
30,56
25,5
42,58
3
Pengabaian
18,53
30,89
20,8
34,67
13,73
22,89
6,93
11,56
17,27
28,78
4
Perasaan Tidak Sayang
19,8
33
11,3
18,83
14,9
24,83
14
23,33
20,78
34,63
Lampiran 4 Sebaran anak usia 3-4 tahun berdasarkan dimensi perkembangan sosial Tidak mampu Tidak mampu karena tidak Mampu dimensi karena suatu ada dengan Tidak mampu hambatan kesempatan bantuan n % n % n % n % Locomotion 0 0 0 0 0 0 1 3,33 Socialization Socialization1 2 6,67 2 6,67 1 3,33 1 3,33 socialization2 Rata-rata
Hampir Selalu Benar
8 5
26, 67 16,67
11 6,5
36, 67 21,67
SHD1 SHD2
18 1
60 3,33
0 0
0 0
Rata-rata
9,5
31, 67
0
0
0 0 2 6,67 0,5 1,67 1,5 5,00 Selp Help Dressing 2 6,67 5 16,67 0 0 4 13,33 1
3, 33
4,5
15,00
Mampu tanpa bantuan n % 29 96,67
jumlah
ratarata
119
23,8
24
80,00
103
20,6
9 16,5
30,00 55,00
53
10,6
5 25
16,67 83,33
39 112
7,8 22,4
15
50,00
rata-rata per dimensi n 23,8
% 79,33
15,6
52
15,1
50,33
79 Lampiran 5 Sebaran anak usia 4-5 tahun berdasarkan dimensi perkembangan sosial Tidak Tidak mampu mampu karena karena tidak Mampu Dimensi Tidak suatu ada dengan mampu hambatan kesempatan bantuan n Selp Help General
%
3
12,50
n
%
0
n 0
%
13
54,17
n
Mampu tanpa bantuan
% 3
n
Rata-rata per dimensi
Ratarata
Jumlah
%
n
12,50
5
20,83
55
11
%
11
45,83
12,5
52,08
18
75
Selp Help Dressing SHD1
1
4,17
0
0,00
0
0,00
8
33,33
15
62,50
84
16,8
SHD2
12
50,00
1
4,17
1
4,17
2
8,33
8
33,33
41
8,2
Rata-rata
6,5
27,08
0,5
2,08
0,5
2,08
5
20,83
11,5
47,92
Locomotion
0
0,00
0
0,00
1
4,17
4
16,67
19
79,17
90
18
Occupation
3
12,50
5
20,83
0
0,00
4
16,67
12
50,00
65
13
13
54,17
14,6
14,6
60,83
Socialization
1
4,17
5
20,83
1
4,17
2
8,33
Lampiran 6 Sebaran anak usia 5 tahun berdasarkan dimensi perkembangan sosial Tidak Tidak mampu mampu karena karena tidak Mampu Tidak suatu ada dengan Mampu tanpa Dimensi mampu hambatan kesempatan bantuan bantuan n
%
n
%
n
%
n
%
n
15
62,50
Jumlah
73
RataRata
Rata-Rata Per Dimensi
%
n
%
Occupation
0
0,00
0
0,00
0
0,00
2
33,33
4
66,67
22
4,4
4,4
73,33
Communication
1
16,67
0
0,00
0
0,00
2
33,33
3
50,00
18
3,6
3,6
60,00
Socialization
1
16,67
1
16,67
2
33,33
2
33,33
0
0,00
11
2,2
2,2
36,67
Self direction
0
0,00
0
0,00
0
0,00
1
16,67
5
83,33
23
4,6
4,6
76,67
Locomotion
2
33,33
0
0,00
3
50,00
0
0,00
1
16,67
10
2
2
33,33
Peta Lokasi Penelitian
RIWAYAT PENULIS Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Abroni Ajitemat, SE dan Lismawati, S.Pd yang dilahirkan di Pagaralam pada tanggal 29 Juli 1989. Penulis menamatkan pendidikannya pada Taman kanakkanak Dharma Wanita pada tahun 1995, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SD Negeri 7 pagaralam, SMP Negeri 1 Pagaralam, dan SMA Negeri 1 Pagaralam. Pada tahun 2007 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Selama
berkuliah,
penulis
aktif
dalam
berbagai
organisasi
dan
kepanitiaan, diantaranya Bendahara 2 BEM FEMA periode 2008/2009, Bendahara Consumer Club HIMAIKO 2010, dan sekretaris OMDA IKAMUSI tahun 2009. Beberapa kepanitian yang pernah penulis ikuti diantaranya ketua pelaksana Consumer Club Goes To Company
2010, Bendahara COHESI
(Conference Human Ecology Student Of Indonesia)2009, divisi acara INDEX (Indonesian Ecology Expo) 2010, dan lainnya. Selain itu, penulis juga menjadi asisten untuk Mata Kuliah Dasar-dasar Komunikasi dan Riset Konsumen.