KEARIFAN LOKAL DALAM UPAYA KETAHANAN PANGAN DI KAMPUNG ADAT URUG BOGOR Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh HALIMI NIM: 109015000062
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
SURAT PERNYATAN KARYA SENDIRI Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Halimi
NIM
: 109015000155
Jurusan
: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi yang berjudul “Kearifan Lokal Dalam Upaya Ketahanan Pangan Di Kampung Adat Urug” merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syaif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.i 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Desember 2013
Penulis
Halimi NIM.109015000155
ii
ABSTRAK HALIMI. Kearifan Lokal Dalam Upaya Ketahanan Pangan Di Kampung Adat Urug Bogor, Skripsi. Jakarta: Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Hidayatullah. 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kearifan lokal dalam upaya menjaga ketahananan pangan di Kampung Adat Urug. Penelitian telah dilakasanakan pada bulan Agustus s/d Desember 2013 di Kampung Adat Urug, Desa Urug. Sukajaya. Bogor. Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan emik. Teknik pengumpulan data adalah wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal dalam menjaga ketahanan pangan di Kampung Adat Urug yaitu dengan tetap menjalankan konsep ajaran konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya Gotong-royong. konsep Ajaran Ngaji Diri adalah pandangan hidup Kampung Adat Urug yang tertuang dalam ungkapan Mipit kudu amit, Ngala kudu menta, Murah Bacot Murah concot, Ulah hareup teuing bisi tijongklok, ulah tukang teuing besi tijengkang, Nafsu kasasarnya lampah badan anu katempuhan. Budaya Pamali ialah beberapa aturan yang berkaitan dengan pertanian dan ketahanan pangan, aturan tersebut ialah larangan untuk menjual beras dan padi, larangan untuk memakai mesin dalam mengolah padi menjadi beras, Masa Tanam yang dibolehkan hanya satu kali dalam satu tahun yang mana waktu tanamnya selama 6-7 bulan, yang dilaksanakan secara serempak. Kata kunci: Kearifan Lokal, Kampung Adat Urug, Ketahanan Pangan
iii
ABSTRACT Halimi, The Local Wisdom in an effort to Keep the Food Endurance in Urug Village, Bogor, Thesis Jakarta: Social Science Department, Faculty of Tarbiyah and Education State Islamic University Syarif Hidayatullah. 2014. This research is aimed to describe local wisdom in an effort to keep the food endurance in Urug Village, the research had been done since august until December 2013 in Urug Vilage, Sukajaya, Bogor, West Java. The method used in this research is qualitative Method with Emik approach, the collecting data technique is in-depth interview, participant observation and documentation. The result of the research indicates that one of the local wisdom action in an effort to keep the food endurance in Urug Vilage is that by doing the concept of “ Ngaji Diri”, “Pamali” Culture and “ gotong-royong” culture. The concept of “NgajiDiri” is the life view of Urug Village that is describe in expressions of the “Mipit kudu amit, Ngala kudu menta, Murah Bacot Murah concot, Ulah hareup teuing bisi tijongklok, ulah tukang teuing besi tijengkang, Nafsu kasasarnya lampah badan anu katempuhan”. The “Pamali” culture is some of agricultural rules and the food endurance those rules are The Prohibition to sell rice and paddy, the prohibition to use machine in Processing Paddy into rice, the allowed Periode in planting rice plant is only in a year in which the period is lasting for 6-7 monthat is done synchronously. Keyword: Local Wisdom, Urug Village, The Food Endurance
iv
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur atas segala rahmat dan karunia Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan segala nikmat, kesabaran, dan kekuatan. Alhamdulillah, karena atas ridho-Nya skripsi ini dapat menyelesaikan dengan judul “Kearifan Lokal dalam upaya ketahanan pangan di Kampung Adat Urug”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Dalam penulisan skripsi ini tidak telepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mencurahkan segenap pikiran, memberikan dorongan, bantuan baik material maupun spiritual. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, mengucapkan terima kasih kepada: 1. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.d, Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., Ketua jurusan pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 3. Drs. H. Syaripulloh, M.Si., selaku sekretaris jurusan pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 4. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., Pembimbing Akademik dan dosen yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi 5. Dr. Ulfah Fajarini M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah meluangkan waktu memberikan arahanan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 6. Cut Dhien Nourwahida. MA,. selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah meluangkan waktu memberikan arahanan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 7. Seluruh dosen FITK yang telah memberikan ilmunya selama penulis menyelesaikan perkuliahan 8. Komunitas Kampung Adat Urug, sesepuh Abah Ukat Bapak Yayan, Tata Sukandar, Ade Eka Komara, Aditia, asep aspar, ambu dan ibu enas dan masyarakat Kampung Adat Urug, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian serta memberi banyak informasi dan juga nasehatnya.
v
9. Keluarga tercinta, Ayahanda Mad Soleh, Ibunda Nyi Saiyah, Andi Lesmana, Epah Syaripah, Whenih, M. Bibin Syahrudin. Nyi Selviyah. yang selalu mencurahkan kasih sayang, memberi dukungan berupa moril maupun spirituil dan mengajari penulis untuk selalu berusaha, berdoa, sabar dan tawakal 10. Rekan-rekan seperjuangan P.IPS angkatan 2009. Dengan tulus penulis berdo’a semoga kita semua mendapatkan kesuksesan dan kebahagian duniaakherat, amien 11. Sahabat-sahabatku: Alumni Madrasah Mualimin Muhammadiyah Lewiliang Bogor angkatan 2008 dengan tulus penulis berdo’a semoga kita mendapatkan kesuksesan, kebahagian dunia-akhirat dan menjadi Sang Pencerah bagi seluruh dunia. Amien Dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan baik teknis maupun isi materi penulisan karena keterbatasan ilmu. Untuk itu sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, sehingga berguna bagi perbaikan dan kemajuan dimasa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam dunia pendidikan.
Jakarta, 8 Desember 2013 Penulis
Halimi
vi
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ ii ABSTRAK .......................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ v DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
BAB I
PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................ 4 C. Pembatasan Masalah ............................................................... 5 D. Perumusan Masalah ................................................................ 5 E. Tujuan Penelitian .................................................................... 6 F. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
BAB II
KAJIAN TEORETIK A. Kearifan Lokal ....................................................................... 8 1. Pengertian kearifan lokal ................................................... 8 2. Potensi keungulan kearifan lokal ..................................... 10 3. Kearifan lokal sebagai sumber hukum ............................. 12 B. Adat Istiadat ............................................................................ 12 1. Pengertian Adat Istiadat ...................................................... 13 C. Perubahan Sosial ..................................................................... 13 1. Pengertian Perubahan Sosial ............................................... 13 2. Faktor- Faktor Perubahan Sosial ......................................... 15 D. Hasil Penelitian Relevan ......................................................... 16 E. Kerangka Berpikir................................................................... 18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN vii
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 18 B. Metode Penelitian ................................................................... 18 C. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ................ 20 D. Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................ 22 E. Analisis Data .......................................................................... 23 F. Refleksi Penelitian .................................................................. 24
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Kampung Adat Urug.................................... 28 1. Letak Geograpis Kampung Adat Urug ............................... 28 2. Penduduk dan Mata Pencaharian ....................................... 30 3. Pendidikan di Kampung Adat Urug ................................... 31 4. Kondisi Sarana dan Prasarana ............................................ 32 5. Organisasi Kemasyarakatan ................................................ 33 B. Sejarah, Upacara Adat, Sumber Hukum Biograpi Tokoh Di Kampung Adat Urug .............................................................. 34 1. Sejarah Kampung Adat Urug .............................................. 34 2. Upacara Adat Kampung Adat Urug .................................... 36 3. Sumber Hukum Kampung Adat Urug ................................ 38 4. Biograpi Tokoh Kampung Adat Urug ................................ 39 C. Kearifan Lokal Kampung Adat Urug ................................... 42 1. Konsep Ngaji Diri ............................................................... 42 2. Budaya Pamali ..................................................................... 47 3. Budaya Gotong royong........................................................ 51 D. Kearifan Dalam Lokal Dalam Upaya Ketahanan Pangan ....... 52 1. Sejarah Mitologi Dewi Sri ..................................................... 52 2. Tata Cara Pengelolaan Bahan Pangan.................................... 53 3.Kearifan Loka Upaya Ketahanan Pangan ............................... 56 4. Implikasi Kearifan Lokal ....................................................... 58 5. Dinamika Kearifan Lokal ....................................................... 60 E. Analisis dan Pembahasan ......................................................... 61 viii
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. 66 B. Saran ....................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 68 LAMPIRAN ........................................................................................................ 72
ix
DAFTAR LAMPIRAN Lampian 1
Daftar Wawancara dengan Abah Ukat Pimpinan Kampung Adat Urug
Lampiran 2
Daftar Wawancara dengah Bapak Ade Eka Komara Tokoh Kasepuhan Kampung Adat Urug
Lampiran 3
Daftar Wawancara dengan Bapak Yayan Pengurus Kasepuhan Kampung Adat Urug
Lampiran 4
Daftar Wawancara dengan Bapak Wawan Aparat Desa Urug
Lampiran 5
Daftar Wawancara dengan Bapak Aditia Guru SDN 02 Kiarapandak
Lempiran 6
Daftar Wawancara dengan Bapak Suganda Petani Kampung Adat Urug
Lampiran 7
Monografi Kampung Adat Urug
Lampiran 8
Poto Hasil Penelitian
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program pasar bebas yang merupakan program sistem ekonomi kapitalis memberikan kendala dalam upaya ketahanan pangan, karena sistem pasar bebas akan menyebabkan hilangnya peranan negara, seperti hilangnya peranan negara dalam mengatur ketersedian pangan, contohnya hilangnya peranan Bulog yang selama ini mempunyai tugas pokok melaksanakan ketersedian akan pangan melalui tugas pokok mengendalikan harga beras, gabah, gandum dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga baik produsen dan konsumen yang mempunyai tujuan ketahanan pangan. Dahulu berdasarkan Keppres No.39/1978, “Bulog mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum, dan bahan pokok lainnya guan menjaga kestabilan harga pokok bagi produsen dan konsumen.”1 Dan disempurnakan lagi melalui Keppres RI NO.50/1999, “Bulog ditugaskan mengendalikan harga dan mengelola persedian beras, gula, tepung terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya.”2 Memasuki reformasi peranan bulig sebagai pengatur dan pengendali keberadaan bahan pangan mulai dihilangkan akibat perjanjian dengan IMF dalam bentuk perjanjian Letter of Intent (Lol) antara pemerintah dan IMF pada 21 Oktober 1997. Salah satu poin pentig dalam perjanjian Lol adalah kebijakan dalam bidang pertanian, dimana Bulog harus menanggalkan, praktik monopoli beras dan peranan pengawasan terhadap harga-harga produk pertanian atau kebutuhan pokok seperti beras, gula, cengkih, kedelai, dan lain-lain, 1
Budi Sucahyo, “Bulog dari masa kemasa”, Media Komunikasi Petani, Tani Merdeka, Jakarta, 1 Desember 2013, h.15. 2 Bulog, Bulog Sebelum Menjadi Perum, 2013. 10, (tp://bulog.co.id/old_Website/sejarah.php).
1
2
“pemerintah tidak lagi mempunyai wewenang untuk melakukan kontrol langsung atas komoditas-komoditas utama pangan yang sejak tahun 1998 diterapkan liberalisasi di sektor pertanian.”3 Akibat dari perjanjian tersebut harga bahan pokok yang diserahkan kepada mekanisme pasar menyebabkan pemenuhan akan pangan mengalami gangguan akibat harga bahan pangan dan pupuk yang tidak mampu terjangkau masyarakat. Pangan merupakan kebutuhan paling dasar yang pemenuhannya menjadi hak bagi setiap bagi setia orang. Akan tetapi, memilki hak atas pangan pada keyataanya masih banyak orang yang mengalami kelaparan dan kekurangan pangan. Dibuktikan dengan data “FAO yang menyatakan populasi orang kelaparan dan kekurangan pangan, Edisi kedua bulan april 2008 ada sekitar 35 negara yang mengalami rawan pangan terutama di benua afrika.”4 Pangan sangat penting bagi sebuah bangsa dan negara, sejarah mencatat kelangsungan sebuah bangsa dan negara tergantung pada ketersedian pangan.bahkan pangan juga menentukan kejayaan dan kekuasaan sebuah bangsa. Seorang ekonom Syahrir, “pernah berujar, siapa (bangsa) yang menguasai pangan makan akan menguasai dunia.5 Lebih dari itu, “ketahanan pangan bagi pembangunan manusia yang merupakan tujuan akhir dari pembangunan nasional.”6 Kesadaran akan pentingnya menjaga ketahanan pangan sangat diperlukan tidak saja untuk kepentingan individu, Indonesia, melainkan untuk kepentingan masyarakat dunia secara keseluruhan dan diarahkan untuk kepentingan jangka panjang. Pengelolaan ketahanan pangan yang baik akan meningkatkan
3
Budi Sucahyo. “Bulog dari masa kemasa”, Media Komunikasi Petani, Tani Merdeka Jakarta, 1 Desember 2013, h.15. 4 Detik Finace, Negara-Negara Rawan Pangan, 2013, (http Finace Detik.com). 5 Budi Sucahyo, “ Memperkuat Peranan Bulog”, Media Komunikasi Petani, Tani Merdeka Jakarta, 1 Desember 2013, h.10. 6 Gatoet S. Hartono dkk, Libealisasi Perdagangan:Sisi Teori, Dampak Empiris dan Prespektif Ketahanan Pangan, (Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, 2004), h. 75.
3
kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumber daya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sumber daya alam yang baik agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberb daya alam dan lingkungan.. Sumber daya pangan merupakan salah satu unsur yang penting untuk keberlanjutan kehidupan makhluk hidup terutama manusia. Keberadaan pangan mempunyai manpaat banyak salah satunya ialah dapat digunakan sebagai sumber tenaga, lebih dari itu ketahanan pangan bagi pembangunan manusia yang merupakan tujuan akhir dari pembangunan nasional. Maka diperlukan adanya suatu pengelolaan terhadap sumber daya pangan yang baik agar keberadaannya tetap terjaga dan berkelanjutan untuk kepentingan jangka panjang. Didasari oleh semangat otonomi daerah Di mana setiap daerah diberikan kebebasan dalam pengelolaan bahan pangan seperti yang dikatakan oleh Ginanjar Kartasasmita, “Desentraliasi dan otonomi daerah membuka peluang manajemen pembanguan, termasuk program ketahanan pangan untuk dapat tumbuh atas prakarsa dan inovasi daerah masing-masing dengan berbagai kearifannya.”7 Pengelolaan sumber daya pangan harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan kearifan lokal pada setiap daerah, karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam memenuhi pangannya. Pada suatu komunitas tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang baik yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pangan, sebagai tata pengaturan lokal yang telah ada sejak masa lalu dengan sejarah dan adaptasi yang lama dalam upaya ketahanan pangan. Untuk itu Pengelolaan sumber daya pangan harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan kearifan lokal pada setiap daerah, karena setiap daerah 7
Ginanjar Kartasasmita, “Ketahanan Pangan dan ketahanan Bangsa,” Makalah disampakan pada Seminar Pengembangan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal, Universitas Pasundaan, Bandung, 26 November 2005.
4
memiliki karakteristik yang berbeda dalam memenuhi pangannya. Pada suatu komunitas tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang baik yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pangan, sebagai tata pengaturan lokal yang telah ada sejak masa lalu dengan sejarah dan adaptasi yang lama dalam upaya ketahanan pangan. Salah satu kampung adat yang menarik untuk dikaji lebih dalam adalah Kampung Adat Urug, terletak di Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung ini dikenal sangat menghormati warisan leluhurnya. Adat dan tradisi menjadi salah satu peninggalan leluhur yang tidak boleh dilanggar. “Kampung ini dikategorikan sebagai kampung adat karena sudah di resmikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.”8 Mempunyai ketua adat yaitu Abah kolot Ukat, Abah Amat dan Abah Sukardi dan adanya adat istiadat yang mengikat masyarakatnya dan seperti kampung-kampung adat yang masih mempunyai undang-undang atau peraturan. Kampung Adat Urug memiliki aturan khusus dalam pengelolaan sumber daya pangan dan ketahanan pangan. Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan kajian ilmiah tentang
“KEARIFAN
LOKAL
DALAM
UPAYA
KETAHANAN
PANGAN DI KAMPUNG ADAT URUG BOGOR”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan ruang lingkup masalah yang ditentukan, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pengaruh globalisasi dalam bentuk program pasar bebas telah membawa pengaruh terhadap ketahanan pangan daam sebuah negara.
8
Dinas kebudayaan Dan pariwisata Kabupaten Bogor, Situs Kampung Adat Urug, 2013. (www.disparbudjabarprov.go.id
5
2. Ketahan pangan bagi pembangunan manusia yang merupakan tujuan akhir dari pemangunan nasional. 3. Peranan penting ketahanan pangan untuk kehidupan salah satunya ialah sebagai sumber energi. 4. Otonomi daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah memberikan kesempatan nilai-nilai kearifan local untuk kembali diperkenankan dalam rangka membantu ketahanan nasional. 5. Pemenuhan akan pangan harus disesuaikan dengan kondisi local dan kearifan lokal pada setiap daerah, karena setiap daerah memilki karakteristik yang berbeda-beda 6. Kampung Adat Urug adalah kampung yang mempunyai adat-istiadat tentang ketahanan pangan yang telah berlangsung lama dan berlaku sampai sekarang.
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang, maka penelitian dibatasi sebagai berikut: 1. Kearifan lokal Kampung Adat Urug dalam upaya ketahan pangan 2. Implementasi kearifan lokal dalam upaya ketahanan pangan
D. Perumusan Masalah Perumusan masalah utama penelitian ini adalah bagaimanakah kearifan lokal Kampung Adat Urug dalam upaya ketahanan pangan? Berikut adalah perumusan masalah yang ada kaitannya dengan perumusan masalah utama; 1. Bagaimana kearifan lokal Kampung Adat Urug? 2. Bagaimana implementasi kearifan lokal Kampung Adat Urug dalam pengelolaan bahan pangan? 3. Bagaimana kearifan lokal dalam upaya ketahanan pangan kearifan lokal Kampung Adat Urug?
6
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk: 1. Mengetahui kearifan lokal kampung Adat Urug. 2. Mengetahui implementasi kearifan lokal dalam pengelolaan bahan pangan 3. Mengetahui kearifan dalam upaya ketahanan pangan lokal kampung Adat Urug
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Manfaat penyusunan penelitian bagi peneliti, adalah: 1. Mengetahui kearifan local sebagai upaya ketahanan pangan yang terdapat di Kampug Adat Urug 2. Untuk hasil temuannya supaya dikenal banyak pihak dan membuat hasil penelitian lebih bermakna. 3. Penyusunan penelitian ini sebagai syarat gelar sarjana pendidikan (S.Pd) b. Bagi pembaca, dengan adanya informasi dari penelitiian ini diharapkan bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasannya. c. Bagi peneliti lain diharapkan penelitian ini menjadi contoh dan lebih baik lagi untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis 1) Bagi masyarakat khususnya komunitas Kampung Adat Urug, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang keraifan lokal yang mereka miliki sehingga mereka senantiasa menjaga dan melestarikan kearifan lokal tersebut. 2) Bagi peneliti, dapat menganalisis kearifan lokal yang terdapat di Kampung Adat Urug yang berhubungan dengan pengeloalaan sumber daya pangan. 3) Bagi akademis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi atau referensi untuk penelitian selanjutnya.
7
4) Bagi UIN JKT, diharapkan penelitian ini ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kearifan Lokal 1. Pengertian kearifan lokal Istilah kearifan lokal mempunyai pengertian yang bermacam-macam menurut pemahaman dan prespektip masing-masing orang dari sudut pandang yang berbeda. diantara pengertian itu ada orang yang melihat pengertian kearifan lokal sebagai sebuah gagasanya konseptual yang mengandung nilai-nilai yang di miliki komunitas masyarakat tertentu. Ada juga cenderung melihat pengertian dari pengertian filosofis dan juga dari sudut bahasa. Berikut adalah pengertian mengenai kearifan lokal: Kearifan lokal adalah terdiri dari dua kata yaitu kearifan dan lokal, kearifan sepadan dengan kebijaksanaan, seperti halnya seorang filsuf yang mencintai kebijaksanaan, sedangkan istilah lokal berarti setempat, istilah menunjuk kepada kekhususan tempat atau kewilayahan karena itu kearifan lokal dapat dipahami sebagai kebijakan setempat dalam masyarakat multikultural, masing-masing kelompok mempunyai kebenaran masing-masing karena itu, kita lihat bahwa kearifan local itu akan bersipat relative terhadap keraifan lokal lainnya.1 Pengertian kearifan lokal didefinisikan sebagai suatu budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui melalui proses yang berulang ulang, melalui internalisasi dan interpretasi melalui ajaran agama dan budaya yang sosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat.2
1
Mikka Wildha Nurochsyam, “ Tradisi Pasola antara Kekerasan dan Kearifan Lokal”. Dalam Ade Makmur, (ed), Kearifan Lokal Di Tengah Modernisasi,, (Jakarta:Kementrian Kebudayaan Dan Pariwisata Republik Indonesia, 2011), h.86. 2 Haidlor sebagai landasan pembangunan bangsa, jurnal multicultural dan multireligius, Vol 9 2010, 5.Ali ahmad, kearifan lokal
8
9
Sedangkan menurut Caroline Nyamai-Kisia, “kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya”.3 Dari beberapa paparan di atas mengenai kearifan lokal maka dapat di pahami bahwa kearifan lokal adalah suatu budaya, yang di ciptakan melaui internalisasi dan interpretasi melalui agama dan budaya. Kearifan lokal juga adalah sumber pengetahuan ang dijadikan sebagai pedoman yang di ciptakan oleh aktor-aktor melalui proses yang berulang.. Perbincangan mengenai kearifan lokal dimulai ketika pada tahun 1980an, ketika, “nilai-nilai budaya lokal yang terdapat dalam masyarakat Indonesia sebagai warisan nenek moyang yang sudah hampir habis di gerus oleh modernisasi yang menjadi kebijakan dasar dalam pembangunan yang di laksanakan oleh Orde Baru.”4 Kearifan lokal juga adalah merupakan warisan nenek moyang dalam tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat istiadat. Kearifan lokal juga adalah proses adaptif keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan yang ada masyarakat yang diwariskan secara turun menurun dan menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkunganya, yang diketahui sebagai kearifan lokal, suatu masyarakat. Dan melalui, “keraifan lokal ini masyarakat bisa mampu bertahan mampu menghadapi berbagai krisis yang menimpanya.”5 Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa kearifan lokal menjadi bahan perbincangan di mulai pada tahun 1980, dan kearifan lokal 3
Pasopati Media Group Bondowoso, Kearifan Lokal dan Pembangunan Indonesia, 2013, (www.passopatifm.com). 4
Rosidi Ajip, kearifan lokal dalam perspektif budaya sunda, (Bandung: kiblat utama, 2011), h. 35-36. 5 Suhartini, “Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Penggelolan Sumber Alam dan Lingkungan,” Makalah disampaikan pada Seminar, Pendidikan dan Penerapan MIPA, FMIPA Universitas Negeri (Yogyakarta, Yogyakarta, 16 Mei 2009.
10
juga di sebut juga proses adaftip, terhadap lingkungan dan sekitarnya yang diwariskan secara turun menurun dan kearifan local juga adalah sarana yang bisa digunakan masyarkat dalam menghadapi berbagai tangtangan yang dihadapi masyarakat . 2. Potensi keungulan Kearifan Lokal Potensi keungulan kearifan lokal diinspirasi dari berbagai sumber potensi yang dimiliki setiap kelompok-kelompok masyarakat tertentu, hal-hal tersebutlah yang menjadi adanya sebauh keungulan yang dimiliki kelompok tertentu sesuai dengan daerah masing-masing. Menurut, “Akhmad Sudrajat, konsep pengembangan keunggulan lokal diinspirasi dari berbagai potensi, “yaitu potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), geografis, budaya, dan historis.”6 Berikut adalah penjelasn potensi-potensi tersebut: a. Potensi Sumber daya alam, adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan hidup, contohnya bidang pertanian ialah padi, jagung, dan buah buahan, sayuran sayuran, dan lain sebagainya; bidang perkebunan, seperti karet, tebu, tembakau, sawit, cokelat dan lain lain; bidang perternakan misalnya unggas, kambing, sapi, dan lain sebagainya. bidang perikanan, seperti ikan laut dan tawar, rumput laut, tambak, dan lain-lain. b. Potensi Sumber daya manusia. Sumber daya manusia, didefinsikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dapat dimanfaatkan dan di kembangkan menjadi mahluk sosial yang adaptif dan transformatif, serta mampu mendayagunakan potensi alam sekitarnya secara seimbangan dan berkesinambungan, pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK, dan perubahan sosial budaya, bangsa jepang, karena biasa di guncang 6
Jamal Ma’ mur Asmani, pendidikan Berbasis Keunggulan lokal, (Jakarta: DIVA Press, 2012), h. 32-39
11
gempa, sehigga cara hidup dan sistem arsitektur yang dipilih diadaptasikan dari resiko menghadapi gempa, keraifan lokal (indigenous wisdom) semacam ini juga dipunyai di berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan tranformatif artinya mampu memahami, menerjemahkan, serta dari kontak sosialnya dan dengan fenomena alam, bagi kemasalahatan dirinya di masa depan, sehingga yang bersangkutan
menjadi
mahluk
sosial
yang
berkembang
berkesinambungan. c. Potensi Geograpis. Tidak semua objek geografi menjadi dan penomena geografis berkaitan dengan konsep keunggulan kearifan lokal, sebab, keunggulan lokal dicirikan nilai guna penhomena geografis bagi penghidupan dan kehidupan yang memiliki, dampak ekonomis, dan pada giliranya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Misalnya angin yang merupakan cuaca dan iklim sebagai penomena geografis di atmosfer. d. Potensi budaya. budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi
dengan sikap baik,
masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme, yang pada hakikatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu(yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. e. Potensi Historis. Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi adat istiadat yang masih dilestarikan hingga saat ini.”7 Berdasarkan uraian tersebut kelima potensi tersebut menjadi sumber utama dalam menentukan keunggulan lokal yang di miliki setiap komunitaskomunitas tertentu sesuai dengan di daerah masing-masing.
7
Ibid. h. 32-39.
12
3. Kearifan lokal sebagai sumber hukum Sebelum adanya hukum negara dengan segala perangkatnya. Masyarakat melewati beberapa fase yang merupakan juga sebuah fase berlakunya hukum-hukum
sebelumnya,
baik
sebagai
sumber
hukum
dalam
bermasyarakat ataupun untuk pribadi. Menulusuri sejarah peradaban manusia membawa kita kepada empat era, “yang pertama merupakan zaman kebangkitan logos yang meninggalkan takhayul dan mistisme, Kedua zaman medieval yang di dominasi oleh gereja, dimana akal dijadikan budak perempuan keimanan, Ketiga era kebangkitan kembali rasionalisme dan empirisme dan kombinasinya. Keempat, adalah era kesadaran dimana kita merasa perlu untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran filosofis yang di harapkan akan memanusiakan manusia.”8 Sedangkan menurut auguste comte,
“Membagi
perkembangan
masyarakat
dalam
arti
lembaga
kemasyarakatan disesuaikan dengan tahap perkembangan manusia sesuai dengan tahap-tahap perkembangan pikiran manusia yaitu tahap teologis, tahap metafisis, tahap positivistis.” 9 Jadi sebelum adanya hukum formal masyarakat desa atau adat memakai hukum adat atau kebudayaan sebagai sumber hukum. keberadaan sumber daya alam dimaksud di yakini telah lahir mendahului negara, demikian pula masyarakat telah ada sebelum negara berdiri. Dengan demikian “potensi penggelolan sumber daya alam berdasarkan budaya lokal telah di lakukan oleh masyarakat sebelum negara berdiri.”10 B. Adat Istiadat Berkaitan dengan pembahasan yang penulis jadikan bahan rujukan penelitian, adat istiadat mempunyai keterkaitan dengan dengan pembahasan 8
A Mappadjantji Amien, Kemandirian Lokal konsepsi pembangunan, organisasi, dan pendidikan dalam prespektif Sains Baru, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2005), h. 2-3. 9 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo persas 2005), h. 349-350. 10 Ade Saptomo, Hukum dan Kearifan lokal Revatalisasi Hukum Adat Nusantara ,(Jakarta: Grasindo 2005), h. 2.
13
peneliti karena adat istiadat mempunyai keterkaitan dengan kearifan local yang mana kearifan local dapat berupa adat istiadat. Berikut adalah pengertian adat istiadat dari beberapa pandangan: 1. Pengertian Adat-Istiadat Adat istiadat termasuk ke dalam wujud kebudayaan yang bersipat abstrak, karena adat istiadat berisi gagasan, ide-ide atau peraturan yang dituangkan melalui tulisa, adat berfungsi untuk mengatur mengendalikan dan member arah kepad kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyaraka. Berikut beberapa pengertian tentang adat-istiadat dari beberapa sumber: Adat istiadat secara umum dapat di katakan bahwa kata adat itu berarti keseluruhan bentuk kelakuan (behavior) yang diwarisi turunmenurun (tradiotion) oleh satu kumpulan. Kata istiadat dapat di artikan sebagai kegunaan dan cara sesuatu adat itu dipakai. Jadi secara singkat dapatlah kita simpulkan pengertian adat istiadat itu sebagai bentuk keseluruhan bentuk kelakuan turun–menurun. cara dan kegunaanya pada satu kumpulan.11 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, adat istiadat diartikan sebagai aturan tentang perbuatan atau kelakuan yang lazim di ikuti atau di lakukan sejak dahulu kala, yang sudah menjadi kebiasaan turun menurun antar generasi sebagai warisan sehingga integrasinya dengan pola perilaku masyarakat. Adat termasuk wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dan yang lainya berkaitan menjadi satu sistem.12 Berdasarkan uraian di atas berkaitan dengan Adat istiadat adalah nilainilai yang abstrak yang didalamnya mengandung nilai-nilai yang merupakan sumber hukum atau tata kelakuan yang di jalani seseorang dalam sebuah kesatuan hidup dalam kelompok masyarakat sama seperti kearifan lokal yang merupakan tata-cara perilaku dalam sebuah kesatuan kelompok masyarkat. C. Perubahan Sosial 1. Pengertian Perubahan Sosial 11
Ikhtisar budaya ( Bandar Sri Begawan: Dewan bahasa dan kebudayan kementian kebudayaan, 1976), h. 7. 12 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed., kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 7.
14
Hasil studi Ajip Rosidi “menyebutkan bahwa seiring dengan perubahan zaman akan terjadi pergeseran atau pengikisan adat istiadat dan tradisi.”13 Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan, perubahan dapat berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat. Perubahan dapat mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern. Perubahan dalam masyarakat telah ada sejak zaman dahulu. Namun, sekarang perubahan-perubahan
berjalan
dengan
sangat
cepat
sehingga
dapat
membingungkan manusia yang menghadapinya. Berikut adalah pengertian mengenai perubahan sosial: a. William F.Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahanperubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsurunsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. b. Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahanperubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. c. MacIver mengatakan perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial. d. JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuanpenemuan baru dalam masyarakat. e. Samuel Koenig mengatakan bahwa perubahan sosial menunjukkan pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.14 Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola
13
Ajip Rosidi, Manusia Sunda, (Jakarta:Inti Idayu Press 1984), h.13. Ibid, Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo persas 2005), h. 262-263. 14
15
pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat.”15 Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian perubahan sosial dapat di simpulkan bahwa perubahan sosial akan di alami oleh setiap kelompok masyarakat, perubahan itu akan terjadi secara perlahan-lahan ataupun secara cepat. Perubahan itu akan meliputi perubahan unsur-unsur budaya baik yang material maupun immaterial, struktur dan juga fungsi masyarakat, perubahan dalam hubungan sosial dan juga perubahan dalam demografi yang terdiri dari, jumlah penduduk, angka kelahiran, dan angka kematian, dan juga perubahan idiologi maupun difusi dalam penemuan-penemuan baru. 2. Faktor-Faktor Perubahan Sosial Masyarakat adat dengan segala adat-istiadatnya yang dimilikinya tentu akan mengalami perkembangan baik secara cepat ataupun lambat. “Masyarakat berkembang bukan merupakan satu mayat yang terbujur kaku, melainkan sebagai satu organsime yang hidup.”16 Perubahan ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua katagori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal ini berasal dari dalam masyarakat itu sendiri seperti: 1. Bertambah/berkurangnya penduduk 2. Penemuan-penemuan baru 3. Pertentangan (conflict)Masyarakat 4. Terjadinya pemberontakan atau Revolusi. b. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat diantaranya adalah: 1. sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia. 2. Peperangan 3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.17 Berdasarkan uraian di atas masyarakat akan menggalami perubahan dan perubahan tersebut disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal
15
Hariyanto, pengertian perubahan sosial, 2013, 1, http://belajarpsikologi.com Anthoni Giddent, dkk,. Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikiranya, (Yogyakart:Kreasi Wacana, 2004), h. 4. 17 Ibid Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 275-282. 16
16
perubahan. Faktor tersebut ada yang berasal dari masyarakat sendiri yang terdiri dari Bertamabah/berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan (conflict). Masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau Revolusi, dan juga perubahan yang berasal dari luar masyarakat yang terdiri dari sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. D. Hasil Penelitian Yang Relevan Untuk mendukung penelahaan yang lebih mendetail, penulis berusaha melakukan kajian terhadap beberapa pustaka ataupun hasil penelitian yang relevan dengan topik penulisan ini. Buku-buku dan karya ilmiah yang sebelumnya pernah ditulis ditelusuri sebagai bahan perbandingan maupun rujukan dalam penulisan karya lmiah ini, yakni: 1. Dalam buku yang berjudul Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup karya Suharso dan tim Penelitian ini berlangsung di baturetno Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah, mendapat kesimpulan hubungan manusia dengan lingkungan sangat bergantung dengan pola pikir manusia. Pada masa lalu pola pikir yang irasional kiranya telah mendapat tempat yang layak. Karena besarnya dominasi sistem pengetahuan tradisional maka lingkungan mendapat perhatian yang begitu besar. Di masyarakat Baturetno sistem pengetahuan tradisional yang di sosialisasikan secara turun menurun masih mendapat tempat, sehingga perilaku pertanian masyarakat masih banyak yang mengandalkan pada pengetahuan tradisional
itu,
seperti
penggunaan
mangsa,
pengolahan
lahan,
pemanenan dan teknologi paska panen.18 2. Dalam buku yang berjudul kearifan tradisional masyarakat pedesaan dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup di daeah riau
hasil
penelitian yang di lakukan Winoto dan tim di daerah kecamatan lingga, 18
Gatot Suharso dkk: Kearifan Tradisional dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup di jawa tengah, (Jawa Tengah: Departemen Pendidikan dan kebudayaan), h. 94-95.
17
kabupaten lingga yang secara administratif termasuk wilayah kepulauan riau mendapat kesimpulan hubungan manusia dengan lingkungan dapat dilihat dari pandangan, pengetahuan, dan persepsi terhadap lingkungan. Pengetahuan terhadap alam dijadikan panduan dalam bercocok tanam dan juga pengetahuan terhadap lingkungan seperti metode melihat bintang.19 3. Dari hasil penelitian yang di lakukan sumarna dan Dharmawan didaerah Kampung Kuta yang secara administratip wilayah Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa barat dalam penelitian kearifan lokal dalam pengelolan sumber air di kampung kuta ciamis, mendapat kesimpulan bahwa terjaganya lingkungan dan sumber tidak terlepas dari budaya pamali yang mana budaya ini menjadi aturan main dalam berprilaku kehidupan sehari-hari sehingga keadaan lingkungan selalu terjaga rapih dan sumber air terjamin, selain manfaat tersebut ada juga manfaat yang lebih baik lagi yaitu terhindarnya dari permasalahan longsor dengan tidak di bolehkannya membuat sumbur dan juga tidak bolehkannya membuat makam atau kuburan.20 Persamaan dari tiga penelitian tersebut ialah membahas dan meneliti tentang kearifan lokal yaitu tentang pandangan hidup mengenai lingkungan hidup dan pertanian, sedangkan yang membedakan dari tiga penelitian tersebut ialah objek kajian penelitian seperti penelitian yang dilakukan di baturetno Wonogiri, Jawa Tengah oleh Suharso dan tim membah ialah membahas tentang pertanian dengan sistem mangsa, pengeloalan paska panen dalam melakukan pertanian demi menjaga lingkungan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh winoto yang melakukan penelitian di Lingga, Kabupaten Lingga Kepulauan Riau membahas tata-cara pertanian dengan melihat gejala
19
Gatot Winoto dkk: Kearifan Tradisional masyarakat pedesaan dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup di daerah riau, (Kepulauan Riau: Departemen Pendidikan dan kebudayaan), h. 108-112. 20 Tia Oktaviani Sumarna dan Arya Hadi Dharmawan, Kearifan Lokal dalam Pengelolan Sumber Daya Air Kampung Kuta, (Bogor: jurnal transdisiplin sosiologi, komunikasi dan ekolog manusia, 2010), h. 345.
18
alam sebagai pegangan dalam melakukan proses pertanian dan menjaga lingkungan hidup, gejala alam tersebut ialah melihat rasi bintang. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Kampung Kuta Ciamis, Jawa Barat, membahas tentang kearifan lokal dalam menjaga lingkungan hidup dengan menjalankan peraturan budaya Pamali, di dalam budaya pamali tersebut ada peraturan agar lingkungan tetap terjaga seperti tidak di bolehkanya membuat sumbur dan makam atau kuburan. E. Kerangka Berpikir Kearifan lokal dalam upaya ketahanan pangan Kampung Adat Urug Bogor. kearifan lokal adalah suatu budaya, yang diciptakan melaui internalisasi dan interpretasi melalui agama dan budaya, kearifan lokal adalah sumber pengetahuan dan budaya turun-menurun dari sejumlah generasi ke generasi lainya. Kearifan lokal yang terdiri dari pola-pikir tradisional pandangan, persepsi dan pengetahuan bisa dijadikan sumber pengetahuan, dan dijadikan panduan kaitanya dengan ketahanan pangan, dan kearifan lokal juga adalah sumber hukum pada masa lalu dan juga menjadi pembahasan kembali ketika sistem hukum atau sistem sekarang tak mampu menjawab kebutuhan masyarakat dihubungkan dengan ketahanan pangan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung
pada bulan September-Desember 2013.
Penelitian lapangan berlangsung dari tanggal 6-15 tahun September 2013. Sedangkan tempat yang dijadikan penelitian adalah Kampung Adat Urug. Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, kabupaten Bogor. B. Metode Penelitian Metodologi penelitian merupakan “ilmu yang mempelajari tentang metodemetode penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian.1 Berkaitan dengan hal itu, pada hakikatnya, “penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran”.2 Selain itu, Mahsun juga mendefinisikan penelitian sebagai suatu ikhtiar yang dilakukan manusia dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi.”3 Namun dalam praktiknya, upaya untuk mencari kebenaran atau pemecahan masalah seperti yang disebutkan di atas dalam dunia ilmiah tidak begitu saja bisa dikatakan sebagai penelitian. Hal ini sangat bergantung pada jenis masalah yang ingin dicari jawabannya serta prosedur atau cara apa yang digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.”4 Dalam sebuah penelitian yang ditempuh tentu terdapat tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan guna mempermudah penelitian.
Pendekatan
yang
digunakan
oleh
seorang
peneliti
akan
menuntunnya pada metode apa yang harus digunakan, tetapi dalam pemilihannya ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti jenis data yang
1
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
h.4. 2
Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 49. 3 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1. 4 Ibid
19
20
diteliti, serta paradigma yang menyertainya. Sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian dapat tercapai. Dalam hal penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu penelitian yang diarahkan untuk mengambil fakta berdasarkan fakta subjek penelitian mengetengahkan hasil penelitian secara rinci. Pendekatan yang digunakan disesuaikan dengan lapangan penelitian, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Emik dan alasaan digunakan pendekatan ini objek dan subjek yang berhubungan dengan penomena kebudayaan tentang keberadaan kearifan lokal dari kampung Adat Urug dan mengambarkan kearifan lokal berdasarkan pada sudut pandang partisipan (informan setempat).”5 Kerangka teori yang telah dibangun menjadi pengarah agar hasil penelitian dapat memenuhi hasil penelitian. Berdasarkan tujuan dalam memperoleh data, jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis yang tujuanya memberikan gambaran yang jelas tentang karakteristik dari phenomena yang sedang di teliti. Phenomena yang di teliti adalah kearifan lokal di kampung Adat Urug, Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Jawa Barat. Sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas tentang kearifan lokal dan adaat istiadat dikaitkan dalam hubunganya dengan ketahanan pangan. Dalam penyusunan Skripsi ini, peneliti mengacu pada buku,”Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013”. C. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut : 1. Teknik Observasi Partisipan Menurut S. Margono
(1997:158), observasi
diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. “Pengamatan dan pencatatan dilakukan 5
Suwardi Endraswara, Metode Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi, Epistemologi, dan aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widayatama, 2006). h. 56.
21
terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Selanjutnya penelitian ini juga termasuk ke dalam jenis teknik observasi langsung yaitu observasi yang dilakukan dimana observer berada bersama objek yang diselidiki.”6 Dalam penelitian kebudayaan observasi yang digunakan adalah observasi partisipan. Observasi partisipan adalah bagian dari kerja lapangan budaya, sepenuhnya kegiatan ini dilakukan di lapangan budaya, disertai perangkat yang telah dipersiapkan. Cara ini merupakan langkah penting dalam kajian budaya. Observasi partisipan melibatkan keikutsertaan peneliti dengan individu yang di observasi atau komunitas. “Peneliti budaya akan membuat mereka merasa nyaman dengan kehadiran peneliti sehingga observasi dan proses pencatatan informasi mengenai kehidupan mereka bisa dilakukan lebih baik.”7 Obervasi partisipan dilakukan dengan cara mengunjungi Kampung Adat Urug, kecamatan Sukajaya, bogor. diantaranya pengamatan terhadap keadaan Lingkungan, Petani, Masyarakat, dan insitusi-insitusi bersangkutan dan mengikuti beberapa acara adat yang dilaksanakan. Observasi digunakan antara lain : a. Untuk mendapatkan data yang lebih obyektif, jika dilakukan pengamatan secara langsung. b. Mengamati data secara langsung akan memudahkan dalam menganalisis data-data tersebut. 2. Teknik Wawancara Mendalam Teknik pengumpulan data selanjutnya yaitu wawancara.Wawancara adalah, “bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
berdasarkan
tujuan
tertentu.”8
Sedangkan
menurut pendapat lain wawancara, “adalah suatu proses memperoleh 6
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), h.47 7 Suwardi Endraswara, Metode Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi, Epistemologi, dan aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widayatama, 2006), h. 140. 8 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h. 180
22
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap muka antara si penanya dengan si penjawab (responden) dengan menggunakan
alat
yang
dinamakan
interview
guide
(panduan
wawancara).”9 Kegiatan wawancara dalam penelitian budaya bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyaratkat. wawancara merupakan suatu pembantu utama dari observasi
(pengamatan).
Melalui
wawancara
mendalam
(indept
interview) menurut Bogdan dan Taylor peneliti akan membentuk dua macam pertayaan, yaitu pertayaan substantif dan pertayanyaan teoritik. Pertayaan substantif berupa persoalan khas yang terkait dengan aktivitas budaya dan pertayaan teoritik berkaitan dengan makna dan fungsi. Selanjutnya peneliti melakukan pertemuan berulang-ulang setelah aktivitas budaya untuk melaksanakan wawan-cara guna memperoleh data aktivitas kultural, sosial, religious, dan lain-lain.”10dan yang di jadikan sumber wawancara adalah Abah Ukat, Bapak Suganda, Asep Aspar, Yayan, Adit, Ade Eka Komara
dan Ibu Enas, dan segenap warga
Kampung Adat Urug dan sekitarnya. 3. Teknik Dokumentasi Arikunto juga menjelaskan bahwa dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, jurnal dan sebagainya.”11 Teknik dokumentasi diperlukan untuk mengetahui arsip-arsip atau data-data Monografi Desa yang berhubungan erat dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini peneliti menggunakan data-data mengenai kependudukan, luas wilayah dan dan juga struktur pemerintahan dan juga sosial ekonomi Masyarakat Kampung Adat Urug, Desa Urug. D. Pemeriksaan Keabsahan Data
9
M. Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), h. 234 Suwardi Endraswara, Metode Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi, Epistemologi, dan aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widayatama, 2006). Hal. 152. 11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Untuk Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 236. 10
23
Pemeriksaan keabsahan data digunakan untuk menentukan beberapa kriteria yaitu
derajad
kepercayaan
(credibility),
keteralihan
(transferability),
kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability). Sedangkan tehnik pengecekan keabsahan data dapat dilakukan dengan delapan cara yaitu perpanjangan, keikutsertaan, ketekunan, keajegan pengamatan, tringulasi, pemeriksaan sejawat melakukan diskusi, analisis kasus negatif, pengecekan anggota, uraian rinci dan auditing. Berdasarkan teori diatas, penelitian ini menggunakan
triangulasi
sebagai
alat
pengecekan
keabsahan
data.12
Triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Secara singkat, macam-macam tehnik triangualsi adalah; 1.
Triangulasi sumber data, yaitu menggunakan multi sumber data untuk membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh.
2.
Triangulasi metode, yaitu menggunakan berbagai macam metode pengumpulan data untuk menggali data sejenis.
Maka sesuai dengan pengertian macam-macam triangulasi diatas, peneliti menggunakan triangulasi metode, yaitu menggunakan berbagai macam metode pengumpulan data seperti: wawancara, observasi dan dokumentasi untuk menggali data yang sejenis. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, data yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis deskriptif, melalui proses pengumpulan data secara keseluruhan yang diperoleh setelah penelitian, yang kemudian data tersebut diklasifikasikan sesuai dengan hasil pengumpulan data sesudah proses penelitian, selanjutnya data tersebut diverifikasi yaitu penyahihan atau pembuktian kebenaran dari data yang diperoleh tersebut.
E. Analisis Data Analsis data penelitian budaya ialah berupa hasil pengkajian, hasil wawancara, observasi dan dokument yang telah terkumpul. Data yang banyak 12
Lexy.J. Moleong, Metodelogi Psssenelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h.324.
24
jumlahnya tersebut dan yang kurang relevan patut direduksi. Reduksi data dilakukan dengan membuat pengelompokan dan abstraksi. Analisis bersipat terbuka, open-ended, dan induktif. Maksudnya, analisis bersipat longgar, tidak kaku, dan tidak statis. Analis boleh berubah, kemudian mengalami perbaikan, dan pengembangan sejalan dengan data yang masuk. Analisis juga tidak direncanakan terlebih dahulu. Tahap-tahap analisis data dalam penelitian budaya meliputi: open coding, axial coding, dan selective coding. Pada tahap open coding peneliti berusaha memperoleh sebanyak-banyaknya variasi data yang terkait dengan topic penelitian. Open coding meliputi proses memerinci (breaking down), memeriksa (examining), memperbandingkan (comparing), dan mengkonseptual sasikan (concept-tualizing), dan mengkatagorikan (categorizing) data pada tahap axial cading hasil data yang diperoleh dari open codin diorgansisir kembali berdasarkan katagori untuk dikembangkan kearah proposisi. Pada tahap ini dilakukan hubungan antar kategori. Hubungan tersebut dianalisis seperti model paradigma grounded theory menurut Straus dan Corbin yang meliputi kondisi penyebab fenomena-konsteks-kondisi intervening-strategi interaksi dan konsekuensi. Tahap selanjutnya ialah selective coding tahapan ini peneliti mengklasifikasikan proses pemeriksaan kategori inti kaitannya dengan kategori lainnya. Katagori inti ditemukan melalui perbandingan hubungan kategori dengan mengunakan model paradigma.
Selanjutnya
memeriksa
hubungan
kategori
dan
akhirnya
menghasilkan simpulan yang diangkat menjadi general design. Tahapan ini akan memudahkan peneliti untuk member makna pada setiap kategori. Tiap kategori dapat ditafsirkan dan disimpulkan, agar diperoleh kejelasan pemahaman.”13 F. Refleksi Penelitian Peneliti memulai penelitian dari tanggal 6-15september 2013, selama penelitian peneliti tinggal di Rumah Abah Ukat (Ketua adat Kampung Adat 13
Suwardi Endraswara, Metode Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi, Epistemologi, dan aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widayatama, 2006), h. 174-175.
25
Urug) untuk bisa meniliti di Kampung Adat Urug peneliti membuat surat penelitian dari fakultas sebagai surat keterangan untuk melakukan penelitian. Hari jumat peneliti berangkat ke lokasi penelitian dengan membawa kendaraan motor sendiri alasan peneliti membawa motor adalah agar bisa mudah mendatangi objek dan subjek penelitian di karenakan objek dan subjek penelitian jaraknya lumayan jauh dari rumah adat dan kondisi jalannya menanjak, sedangakan objek yang didatangi peneliti adalah situs batu tapak yang lokasinya sekitar 2 km dari rumah adat, situs pasir jambu yang lokasinya sekitar 10 km dari rumah adat, sampai ada beberapa objek penelitian tidak bisa dimasuki kendaraan karena kondisi jalannya becek dan berbatu dan sempit misalnya ke lokasi hutan lindung, persawahan dan gunung manapa. Sedangkan subjek penelitian yaitu para informan yang menjadi sumber penelitian antar satu informan dengan informan lainya jaraknya jauh. Sebelum ke rumah Abah Ukat peneliti ke rumah kepala desa dan diterima oleh sekertaris desa Bapak Jaya Karma untuk meminta ijin meneliti di Desa Urug dan akhirnya diperbolehkan, selanjutnya peneliti ke rumah Abah Ukat peneliti membicarakan tentang tujuan kedatangan peneliti, setelah bicara hampir dua jam akhirnya peneliti membuat perjanjian dengan Abah Ukat bahwa peneliti akan melakuakan penelitian selama tujuh hari dan diperkenankan untuk tinggal di Gedong Gede rumah adat. Di waktu malam peneliti membuat perencanaan tentang kegiatan penelitian yang dilakukan di waktu siang, objek atau subjek penelitian disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, untuk sejarah, adat-istiadat, seni budaya dan kegiatan pertanian dan pengelolaan bahan pangan peneliti melakukan wawancara terhadap Abah Ukat, Bapak Yayan, Ade Alek Komara, Suganda, asep, Asep aspar dan Ibu Enas. Sedangkan penelitian mengenai demografi dan kehidupan sosial budaya masyarakat peneliti melakukan wawancara dan meminta data yang dibutuhkan kepada pegawai desa Urug yaitu Bapak Wawan, dan Bapak Wardu.
26
Waktu wawancara dengan Abah Ukat biasanya dilakukan di waktu sore dan setelah solat magrib wawancara bisa dilakukan dengan memanpaatka diselasela waktu kosong ditengah kesibukan kegiatannya sebagai pimpinan adat, kegiatan Abah Ukat ialah melayani masyarakat seperti untuk kegiatan adat dan sosial, bertani dan juga melayani tamu yang datang dari luar dengan tujuan masing-masing. Waktu dan tempat wawancara dengan Bapak Suganda dilakukan di persawahan, ketika melakuan observasi partisipan ialah pada pagi hari ketika para petani mulai ke lahan persawahan. Waktu dan tempat wawancara dengan Bapak Yayan dilakukan di rumah beliau di Desa Kiarapandak wawancara dilakukan siang hari sampai menjelang magrib wawancara ini bisa dilakukan setelah beliau selesai mengajar disalah satu sekolah di daerah sekitar. Waktu dan tempat wawancara dengan Bapak Ade Alek Komara dilakukan di rumah beliau di Desa Kiarapandak dari siang sampai sore hari sedangkan wawancara dengan Bapak Asep dan Ibu enas yang merupakan pasangan suami istri waktu dan tempatnya dilakuakn di rumah beliau dan waktunya bisa kapan saja karena mereka banyak menghabiskan waktu untuk berdagang dan mempunyai anak didik santri. Selanjutnya waktu dan tempat wawancara dengan Bapak Wawan dan Wardu di lakukan di kantor Desa Urug dan dilakuakan pada waktu jam kerja. Wawancara dengan para informan berjalan secara alamiah ketika peneliti melakukan wawancara dengan salah-satu informan dan ketika sudah selesai wawancara, informan sebelumnya memberikan rekomendasi tentang informan yang layak diwawancarai. Misalnya ketika wawancara dengan Bapak Yayan, informan tersebut merupakan rekomendasi dari informan sebelumnya yaitu kang Asep. Selama peneliti melakukan penelitian baik itu wawancara, observasi, dan dokumentasi
alhamdulilah
banyak
mendapatkan
kemudahan
misalnya
wawancara dengan para informan sikapnya terbuka, santai dan kritis yang membuat peneliti merasa tidak jenuh dan nyaman, sedangkan hambatan yang didapatkan adalah ketika wawancara, masalahnya ialah jarak yang jauh antara
27
informan satu dengan informan yang lainnya, dan ketika peneliti kurang mampu menelaah secara sempurna hasil wawancara karena terkendala oleh alat, misalnya ketika alat rekam wawancara habis batrai maka peneliti harus wawancara tanpa alat rekam, hambatan-hambatan tersebut bisa diatasi dengan banyaknya informan yang memberikan keterangan yang sama ketika diwawancari sehingga memudahkan peneliti untuk melacak kekurangan data yang dibutuhkan. Untuk melengkapi informasi penelitian ini peneliti datang dan mengikuti beberapa acara adat di Kampung Adat Urug misalnya acara adat Seren Tahun, Sedekah Bumi dan Seren Patahun yang dilakukan sebelum dan sesudah penelitian.
BAB VI HASIL DAN PEMBAHSASAN
A. Keadaan Umum Kampung Adat Urug Keadaan umum Kampung Adat Urug akan menggambarkan kondisi nyata di Kampung Adat Urug yang terdiri dari kondisi geogarfis, jumlah penduduk dan mata pencaharian, tingkat pendidikan kondisi sarana-prasarana dan organisasi kemasyarakatan. 1. Letak Geograpis Kampung Adat Urug. Kampung Adat Urug terletak di kabupaten Bogor. Tepatnya di desa Urug kecamatan sukajaya. Kampunga Adat Urug terdiri dari 8 RW dan 24 RT. Secara administratif, “Kampung Adat Urug masuk dalam pemerintahan desa Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor.”1 Jarak tempuh Kampung Adat Urug dari ibukota provinsi jawa barat sekitar 165 Km kearah Barat, Sementara dari Ibukota Kabupaten Bogor kurang lebih 48 Km sedangkan dari kecamatan sukajaya 6 kilometer sedangkan dari kantor Desa Urug sekitar 1,2 Km”2. Kondisi jalan dari kecamatan ke Kampung Adat Urug berkelok-kelok naik gunung mengikuti lereng bukit dengan badan jalan yang sempit dengan kondisi jalan yang mulai bagus karena telah ada perbaikan jalan yang di lakukan pemerintah daerah setempat. “Untuk mencapai lokasi dapat mengunakan roda dua maupun roda empat. Jika menggunakan angkutan Umum, dari pertigaan Jasinga-Leuwiliang menuju ke Cipatat. Dipertigaan jalan bisa menggunakan ojeg atau mobil (sebagai
1
Monograpi Kampung Adat Urug (Bogor: Kantor
2013) 2
Ibid
28
Desa Urug Kecamatan Sukajaya,
29
angkutan umum) sampai ke kampung Adat Urug.”3 Secara Geograpis Desa Urug berbatasan dengan beberpa wilayah sebagai berikut: a. Kampung Adat Urug berbatasan Desa Nanggung Kecamatan Nanggung di sebelah timur dengan sungai Cidurian sebagai pembatas langsung. b. Sebelah Barat, kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa Cisarua dan Desa Pasir Madang kecamatan Sukajaya. c. Sebelah Selatan, Kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa Kiarasari kecamatan Sukajaya dan Desa Curug Bitung kecamatan Nanggung. d. Sebelah utara, Kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa Harkatjaya Kecamatan Sukajaya.”4 Topograpi tanah. terletak pada kordinat 6 34’ 42” Lintang selatan, dan 106 29’ 28’’ bujur timur,”5 dengan luas wilayah 10 Ha. Terletak pada sebuh lembah yang sangat subur menjadikan Kampung Adat Urug cocok untuk lahan pertanian khususnya tanaman padi. Luas lahan pertanian kampung adat Urug melebihi luas wilayah pemukimannya sendiri. Kampung Adat ini dikelilingi sungai-sungai diantaranya sungai Cidurian, Ciapus, dan Cipatat Leutik. Bentang alam kampung Adat Urug juga dilengkapi oleh pegunungan, Gunung Pongkor yang merupakan tempat eksplorasi pertambangan emas yang ada di sebelah timur kampung Adat Urug. Pertambangan Pongkor sendiri masuk wilayah Kecamatan Nanggung dan tidak sedikit warga dari kampung Adat Urug yang usaha di sini baik sebagai penambang Tradisional maupun sebagai buruh tambang ataupun pedagang khususnya anak muda.
3
Dinas kebudayaan Dan pariwisata Kabupaten Bogor, Situs Kampung Adat Urug, 2013. (www.disparbudjabarprov.go.id). 4 Ibid 5 Dinas kebudayaan Dan pariwisata Kabupaten Bogor, Situs Kampung Adat Urug, 2013,(www.disparbudjabarprov.go.id).
30
Sementara diarah selatan menjulang tinggi gunung Manapa dan perkebunan sawit yang di kelola oleh (PTPN) di sebelah kampung Adat Urug. Tabel 4.1 Wilayah Pemanfaatan Lahan Kampung Adat Urug No
Pemanfaatan Lahan
Luas Wilayah m2.
1.
Hutan Kramat
20. 000 m2
2.
Komplek Pemakaman
10.000 m2
3.
Lahan Pertanain
6.200 h2
4.
Luas Tanah darat.
3.800 Ha
Sumber: Data Topograpi Desa Urug. 2. Penduduk dan Mata pencaharian Menurut data monografi, Jumlah penduduk Kampung Adat Urug tercatat 5.125 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 2.874 jiwa dan penduduk perempuanya 2.250 jiwa yang berstatus warga negara Indonesia dan beragama islam dengan jumlah Seribu Delapan Ratus Dua Puluh satu Kepala Keluarga.,”6 mata pencaharian warga Urug adalah pertanian, berdagang, perternakan dan penambang Liar khususnya anak mudanya”. Tabel 4.2 Sumber Penghidupan Di Kampung Adat Urug. NO Sumber Penghidupan
Jumlah Jiwa
1.
Petani
4.320
2.
Pedagang
1.279
3.
Perternakan
6
Sumber: Data Monograpi Desa Urug.
6
Ibid.
31
3. Pendidikan di kampung Adat Urug Tingkat pendidikan di Kampung Adat Urug kebanyakan hanya sampai tingkat dasar ada sampai SLTP dan juga SLTA ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi, bahkan tak sedikit tidak lulus atau tamat SD dan ada yang tidak pernah sama sekali duduk di bangku sekolah, “pendidikan formal yang ada di desa Urug hanya ada satu pendidikan tingkat dasar yaitu SDN Kiarapandak 02 dan pendidikan non formalnya yaitu dua pesantren yang di pimpin KH Ujang dan KH Suri,”7 menurut, keterangan dari bapak Aditia, “penyebab tingkat pendidikan di Urug rendah disebabkan karena ada pandangan miring bahwa pendidikan itu tidak terlalu di anggap penting”.8 Namun semenjak Desa Urug lepas dari desa induknya yaitu Desa Kiarapandak, di barengi dengan pemilihan kepala Desa baru yang mana setiap calon kepala Desa diwajibkan mempunyai ijasah sekolah sebagai sarat administrasi yang harus di miliki setiap calon maka warga mulai terbuka dan perduli terhadap dunia pendidikan dengan menyekolahkan anaknya ke tingkat lanjutan. Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan Di Kampung Adat Urug No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa)
1.
Tamat Sekolah Dasar
3.780 Jiwa
2.
Tamat SLTP
235 Jiwa
3.
Tamat SLTA
30 Jiwa
4.
Perguruan Tinggi
2 Jiwa
Sumber: Monografi Kampung Adat Urug.
7
Aspar Asep. Wawancara. Rumah Pribadi Urug-bogor, 7 September 2013 Pukul 14:30. Adita. Wawancara. SDN 02 Urug-bogor, 15 September 2013 Pukul 14:30.
8
32
Table 4. 4 Data Siswa Sekolah Dasar Tiga Tahun Terakhir. Tahun
Jumlah
ajaran
Pendaftar
Kelas I
Kelas II Kelas III
Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
Jumlah Siswa
2011/2012
57
78
55
60
67
55
62
378
2012/2013
57
79
57
56
63
74
38
367
2013/2014
50
67
66
65
57
63
62
380
Sumber: Data SDN Kiarapandak 02. Menurut keterangan Bapak Aditia, “dari 35 siswa yang lulus sekolah dasar yang melanjutkan ke tingkat selanjutnya hanya lima siswa. Kebanyakan dari mereka setelah lulus sekolah dasar mereka lebih memilih membantu orang tuanya berjualan ikan basah dan menambang tradsional ke gunung Pongkor tempat eksplorasi emas PT Antam”.9 4. Kondisi Sarana Prasarana Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kampung Adat Urug diantaranya adalah sarana transportasi, komunikasi, sarana peribadatan. Sarana transportasi sudah cukup baik, jalan utama dapat dilalui oleh kendaraan darat apa saja meskipun kondisi jalan belum dalam kondisi baik seluruhnya, beberapa ruas jalan kondisinya masih berbolong. Jarak tempuh dari Kampung Adat Urug ke Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Ibukota Propinsi yaitu : a. Kampung Adat Urug ke Kantor Desa Urug: 1,2 km b. Kampung Adat Urug ke Kantor Camat Sukajaya: 6 km c. Kampung Adat Urug ke Ibukota Kabupaten Bogor : 45 Km d. Kampung Adat Urug ke ibukota Propinsi Jawa Barat : 165 Km
9
Ibid
33
Sarana komunikasi yang berkembang di Kampung Adat Urug yaitu handphone (telepon genggam) dan televisi (menggunakan parabola). Di Desa Urug mempunyai tempat yaitu Gedong Gede, Gedong Paniisan dan Gedong alit yang biasanya digunakan untuk keperluan acara adat, dan tempat tinggal bagi para tamu. Pemenuhan kebutuhan rohani terutama dalam peribadatan, di “Kampung Adat Urug sudah terdapat tiga mesjid dan empat mushola dan dua lembaga pendidikan yaitu pesantren. Pimpinan Kiyai Haji Suri dan Kiyai Haji Ujang dan ada pengajian malam selasa sebagai pemenuh kebutuhan rohani warga.”10 Terdapat enam warga yang membuka warung kecil di depan rumahnya di sekitar Rumah Adat. Sarana pemandian umum dan sungai di manfaatkan oleh mayoritas masyarakat Kampung Adat Urug untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti buat mandi, cuci dan masak. 5. Organisasi Kemasyarakatan Kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug tampaknya banyak mengalami kemajuan di beberapa bidang material dan imaterial. Kemajuankemajuan ini disadari oleh masyarakat Kampung Adat Urug sebagai hasil usaha yang mereka lakukan sendiri. Keberhasilan yang dicapai oleh masyarakat Kampung Adat Urug mengakibatkan kebutuhan di segala bidang terus meningkat. Keberhasilan masyarakat Kampung Adat Urug tidak terlepas dari kearifan pemimpin formal dan pemimpin informal, “pemimpin formal masyarakat adalah kepala Desa dibantu oleh 4 ketua RW, 15 ketua RT, 1 Kepala Dusun, 3 angota BPD, 6 guru ngaji dan 3 petugas P3N/Amil.”11 Pemimpin Informal adalah ketua-ketua adat yang memiliki peran besar dalam mengurus dan mempertahankan adat-istiadat di Kampung Adat Urug, dan membantu proses pembangunan sarana umum, dan terjadi di Kampung adat Urug yang Mana Abah Ukat dengan segala kemampuanya sebagai 10
Aspar Asep, Wawancara , Rumah Pribadi Urug-bogor, 7 September 2013 Pukul 14:30. Monograpi Kampung Adat Urug (Bogor: Kantor Desa Urug Kecamatan Sukajaya,
11
2013)
34
Ketua Adat telah berhasil membangun jalan Adat, begitu juga pemerintahan formalnya yang di wakili oleh Kepala Desa Bapak Tata Iskandar yang telah berhasil membangun jalan Desa, kendaraan roda empat ada 15 buah dan roda kendaraan dua 200 buah.12 Kepemimpinan di Kampung Adat Urug di bagi menjadi tiga wilayah yang masing-masing di kepalai oleh seorang Ketua Adat. “Abah Ukat sebagai Ketua Adat Urug Lebak (bawah) dan menjadi pusat pimpinan. Abah Amat sebagai Ketua Adat Tengah (Tengah) dan Abah sukardi sebagai Ketua Adat Urug Tonggoh (Atas) selain ketiga Ketua Adat yang ada di Urug”13. Menurut keterangan Bapak Wardu, “ada ketua adat yang merupakan masih satu lingkup dengan yang ada di Urug di desa lain, seperti di Cipatat Kolot yaitu Abah MamatSacim dan Abah Memed dan Abah Sihud dan Sahim di Desa Harkatjaya.”14 Pembagian ini hanya untuk mempermudah jalanya acara Adat, misalnya pada Upacara Adat Seren Taun (Sukuran hasil panen) warga Urug dan sekitarnya yang banyak itu tidak akan tertampung dalam satu rumah adat. Sejak tahun 2010 menurut keterangan Abah Ukat, “Kampung Adat Urug ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Bogor”.15 B. Sejarah, Upacara Adat, Sumber Hukum Dan Biografi Tokoh Di Kampung Adat Urug Sejarah Kampung Adat Urug mempunyai keterkaitan dengan dengan keberadaan Kerajaan Padjajaran dan juga keberadaan Raja Prabu Siliwangi. Dan juga terdapat upacara-upacara adat dan hokum yang berlaku di Kampung Adat Urug.
1. Sejarah Kampung Adat Urug
12
Ibid Ibid 14 Wardu. Wawancara. Kantor Desa Urug-bogor, 9 september 2013 Pukul 13:00. 15 Abah Ukat. Wawancara. Gedung Ageung Urug-bogor, 6 September 2013 Pukul 17:00 13
35
Berikut adalah sejarah mengenai Kampung Adat Urug dari Bapak Ade Eka Komara berikut adalah sejarahnya: Menurut keterangan yang diperoleh dari Bapak Ade Eka Komara, keberadaan kasepuhan Kampung Adat Urug berawal dari di utusnya Para Inohong (tokoh) di Pajajaran(1482-1579 M) yang ahli dalam bidang pertanian oleh untuk mencari daerah yang subur sebagai lahan pertanian. Para tokoh ini berangkar dari pusat, di kota Bogor sekarang, singgah di Kampung Panyaungan, di sinilah mereka mendirikan tempat untuk membuat perkakas pertanian yang di sebut Gosali atau tempat pandai besi. Dari panyaungan terus ke Parung Sapi kemudian menulusri sungai Cidurian dan sampai di Kampung Adat Urug, pada saat itu kampung Adat Urug masih hutan, ditemukanlah lahan yang cocok oleh mereka dan di kampung inilah mereka mengajarkan ilmuilmu pertanian, maka sebenarnya Kampung Adat Urug ini awalnya disebut kampung Guru.untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan maka para inohong atau tokoh tadi disembunyikan di muara sungai di Ciapus Leutik, dan kampung Guru dibalik namanya menjadi Kampung Urug dengan tujuan agar tidak diketahui, di Kampung Adat Urug inilah dikembangkan ilmu-ilmu pertanian oleh para tokoh tadi tadi sampai mereka memiliki keturunan yang sekarang menjadi para ketua Adat. Kemudian ada juga keturunanya di yang di Cipatat Kolot, Kecamatan Sukajaya Kemudian ada yang di Lewi Catang desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung dan cipta-gelar cisolok sukabumi.16 Sedangkan juga ada yang menyatakan asal muasal Kampung Adat Urug di mulai dari di utusnya para inohong atau tokoh dari wetan (sumedang) lalu singgah di panjaungan di sini mereka membuat perkakas pertanian yang di sebuat Gasali atau tempat pandai besi, dari panyaungan terus singgah ke cilame ciasahan kemudian ke parung sapi ka Urug ciapus ngolah tanah di sini membuat batas yabg sekarang terkenal dengan nama Batu Tapak yang merupakan situs yang ada hingga sekarang letaknya sebelum Kampung Adat Urug. Jadi asal mula adanya kampung Adat Urug atau kampung guru, hasil dari perintah Prabu Siliwangi untuk mengutus beberapa tokoh yang ahli dalam bidang pertanian yang subur untuk meningkatkan kesejahteraan negara dan masyarakatnya. Dari hasil penelusuran para tokoh yang ahli dalam bidang 16
Ade Eka Komara. Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 14 November 2013 Pukul 13:00.
36
pertanian tadi untuk daerah subur, maka singgah dan menjadikan kampung panyaungan tempat pembuatan perkakas pertanian seperti cangkul, arit, golok, kored dan sebagainya. Terus dari di Parung Sapi mereka menulusuri sungai Ciduriat yang sekarang menjadi Cidurian, kemudian mereka bermukim di Cipatat, di sini mereka kemudian sebuah tempat Guru, tempat memberikan petunjuk dalam tata-cara pertanian. Karena zaman dulu zaman peperangan maka untuk menghindarkan gangguan dari musuh tempat pemukiman tadi dipindahkan dari cipatat ke mura sungai Ciapus dan nama Guru di sembunyikan atau sandi asma menjadi Urug diberi tanda berupa Batu Gudang dan Batu Tapak (semacam padatala, cap telapak kaki pada batu) di kaki gunung Manapa, di tepi sungai Cidurian dan Pasir Jambu.itulah cirinya. 2. Upacara Adat Kampung Adat Urug Masyarakat Kampung Adat Urug hingga kini masih melaksanakan berbagai upacara/ritual adat yaitu diantaranya: a. muludan, memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW (tanggal 12 Rabbi’ul Awal). Dalam acara ini ketua Adat bersama warga khusus mengirim do’a untuk nabi Muhammad karena sudah berjasa membawa agam islam. Biasanya dalam acara tersebut dihidangkan makanan-makanan khas daerah dan olahan lauk-pauk yang akan di bagikan kepada warga setelah di doakan. b. seren taun (Sukuran hasil panen) dilaksanakan sebagai ungkapan rasa sukur dari petani yang dipimpin oleh ketua Adat, rasa sukur ini ditujukan kepada yang pertama telah memberikan bibit pokok dalam masalah pangan kepada manusia, yaitu yang maha kuasa pertama, karena pada hakekatnya bumi tempat tumbuh berbagai macam tanaman yang bermanfaat bagi manusia, maka ketika akan mengambilnya harus meminta izin kepada yang punya. Kegiatan ini dilakukan setelah setelah semua warga selesai panen, dalam proses
37
Seren Taun di tandai dengan peyembelihan kerbau yang dagingnya di masak dan dijadikan untuk selametan, selanjutnya warga dan ketua adat melakukan ziarah ke makam leluhur ketua adat, dan selanjutnya masyarakat pun melakukan ziarah ke makam kerabatnya. Sepulang ziarah mengadakan selametan lagi sebagai tanda telah mengadakan
ziarah
kemakam
leluhur
setelah
itu
warga
mempersiapkan hidangan buat warga dan juga tamu yang sengaja datang dari luar baik tamu dari instansi pemerintah, mahasiswa, dan juga pedagang. Selanjutnya mengadakan selametan yang d pimpin oleh ketua adat, setelah selesai selametan baru hiburan dimulai seperti jaipongan, golek dan sebagainya, dan kesokan harinya warga mengadakan selametan kembali dengan membawa pangang ayam dan nasi sebakul, ayam yang di pangang di sembelihnya dekat rumah adat. c. sedekah rowahan tanggal 12 bulan Rowah (Bulan sya’ ban), dilaksanakan pada bulan (sya’ban), pagi hari masyarakat membawa ayam satu ekor per-keluarga, dan disembelih dihalaman rumah adat, setelah selesai dimasak, dibawah lagi ke rumah adat, selametannya di lakukan bada dhuhur, acara ini dan doa yang dikirim sebagai wujud bakti kepada nabi adam alaihi salam karena menjadi induk semua umat manusia. d. sedekah bumi, lewat beberapa bulan setelah selesai bulan Rowah (syaban), puasa (Ramadhan), syawal. Acara ini diadakan sebelum menanam padi. Semua warga makan bersama di halaman rumah adat, sebelum makan bareng warga memanjat Doa agar ketika selama menanam padi selamat dari hama dan tanpa kendala, pada tahun ini sedekah bumi ini berlangsung pada tanggal 1-3 oktober .17 e. Seren pataunan. Adalah sebuah acara adat pentup tahun. acara ini bertujuan agar bisa di selamatkan tahun yang sudah dijalani, ritual
17
Herli. Wawancara. Urug-bogor, 11 September 2013 Pukul 15:30.
38
adat hampir sama dengan seren tahun, untuk tahun sekarang acara adat ini di lakukan pada tanggal 13-14 November 2013.”18 Demikianlah, lima upacara adat yang ada di Kampung Adat Urug, melalui lima upacara adat tersebut, nilai-nilai adat yang sudah turun menurun itu di lestarikan. Selain itu, Ketua Kampung Adat Urug juga menjalin kerjasama dengan pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata baik tingkat kabupaten Bogor maupun Provinsi jawa barat, hingga pada tahun 2010, “kampung Adat Urug di tetapkan sebagai cagar Budaya dan setiap tahun dianggarkan dana dalam rangka membantu acaraacara adat di Kampung Adat Urug”19. Selain masih mempertahankan berbagai upacara adat, masyarakat Kampung Adat Urug mengenal berbagai kesenian, baik kesenian tradisional maupun kesenian modern, diantaranya: angklung tagoni, dongdang krampak, jaipongan Wayang Golek, kesenian dangdut, kesenian tersebut dipertunjukkan pada saat hajatan perkawinan atau pada saat upacara-upacara adat, “kelompok kesenian yang terdapat di Kampung Adat Urug yaitu: Degung dan dongdang.”20 3. Sumber Hukum Kampung Adat Urug Berkaitan dengan hukum, warga Kampung Adat Urug memakai tiga hukum yaitu hukum kasepuhan, hukum agama dan hukum negara yang mereka lambangkan dalam tiga bangunan adat yaitu: a. Gedong Gede Gedong Gede adalah bangunan yang mempunyai pungsi sebagai tempat musyawarah dan juga balai pertemuan warga ketika ada permasalahan berkaitan dengan adat, pertanian dan tempat penerimaan tamu dan penginapan tamu. b. Gedong atas ( paniisan)
18
Abah Ukat, Wawancara, Gedong Gede Urug-bogor, 6 September 2013 Pukul 17:00. Ibid 20 Agus. Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul 13:00. 19
39
Depan gedung Gede terdapat sebuah bangunan pangung namun lebih tinggi dan jauh lebih kecil, hanya ada satu ruangan, disebut gedung luhur (gedung paniisan), panisan berarti tempat berteduh, tetapi bukan tempat berteduh warga. Tempat ini di pergunakan sebagai tempat bersemedi abah kolot. c. Gedong Alit Terdapat bangunan kecil yang di sebut gedung alit yaitu merupakan tempat makam leluhur, makam ini sering di jarahi warga ketika ada acara adat misalnya acara seren tahun dan seren patahun. Tiga gedung tersebut merupakan simbol dari berlakunya hukum yang ada di masyarakat Kampung Adat Urug. Hukum tersebut adalah hukum kasepuhan, hukum agama/sarat dan juga hukum negara, hukum negara atau hukum formal berlaku untuk mengatur yang berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat miasalnya terkait dengan proses jual-beli, sedangkan hukum sareat atau agama adalah seperangkat nilai nilai yang bersumber dari agama yang di anut yaitu agama islam yang mengatur masalah peribadatan, sedangkan hukum kasepuhan adalah hukum yang terbentuk dalam ajaran konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya gotong-oyong adalah seperangkat hukum yang mengatur dan di aplikasikan dalam pandangan hidup, ritual-ritual adat dan juga di gunakan untuk kebutuhan kehidupan sosial, budaya. Misalnya dalam ketahanan pangan dihubungkan dengan penanaman padi. 4. Biografi Tokoh Kampung Adat Urug Ada beberapa tokoh yang menjadi pemimpin dan menjadi pelaksanaan tugas dalam rangka menjalankan segala kegiatan kebutuhan adat dan juga menggurus segala kebutuhan dan pengembangan Kampung Adat Urug dan mereka disebut tokoh kasepuhan yang mempunyai peran dan juga kewajiban yang telah diamanatkan oleh leluhur untuk menjaga dan menjalankan segala apa yang telah diturunkan dan juga amanatkan. Berikut
40
adalah biograpi tokoh yang yang menurut peneliti mempunyai peranan terhadap bertahannya kebudayaan, adat-istiadat dan kearifan lokal dan pengembangan Kampung Adat Urug kearah yang lebih baik. Berikut adalah biografi dari dua tokoh kasepuhan tersebut: a. Abah Ukat Abah Ukat adalah ketua adat Kampung Adat Urug Lebak dan juga menjadi pusat pimpinan Kampung Adat Urug juga meupakan salah satu induk dari kampung adat yang ada di Jawa Barat. Abah ukat menjadi Ketua Adat di Urug lebak pada tahun 2004 M atau 1425 H tanggal 1 Mulud, “beliau adalah generasi ke-11. Sebelumnya ketua Adat dijabat oleh paman Abah Ukat, sebelumnya pamannya, ayahnya dan sebelumnya ayahnya, kakeknya, tapi seperti kata Abah Ukat, nama-nama dari ketus adat sebelumnya tidak ditulis.”21 Sebelum menjabat sebagai ketua adat, “abah ukat adalah seseorang pedagang ikan air laut dalam sekala besar di pasar Leuwiliang,”22 namun karena ketua Adat sebelumnya (pamannya) meninggal dan menurut wangsit, Abah Ukatlah yang harus menjadi ketua Adat berikutnya, maka beliaupun meninggalkan propesinya. Setelah menduduki jabatan ketua Adat, Abah Ukat jarang bahkan tidak pernah kemana-mana, 24 jam ada di rumah. Beliau bukan tidak mau menyaksikan kegiatan di mana-mana tapi harus melayani masyarakat dan juga sering banyak tamu yang datang. Seperti yang disaksikan peneliti hampir tiap hari abah diam di rumah dan melayani masyarakat dan juga banyak menerima tamu dari luar yang berkunjung dengan tujuan masingmasing misalnya meminta nasehat, doa dan meminta keterangan untuk kepentingan penelitian seperti keterangan yang peneliti terima dari Abah Ukat, “menyatakan beberapa bulan ke belakang ada peneliti dari negara yang abah tidak tahu asalnya namun akhirnya abah tahu negaranya adalah negara Denmark”.23 Dalam menerima tamu abah tidak melihat latar belakang agama dan suku dan budaya karena mereka adalah saudara yang 21
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 12 September 2013 Pukul 19:30. Ibid 23 Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 12 September 2013 Pukul 19:30. 22
41
harus dihormati”.24 Seperti yang disaksikan oleh peneliti ketika melakukan penelitian dan menghadiri acara adat banyak tamu yang datang dari luar daerah dengan suku, agama dan budaya yang beda dengan agama, budaya dengan warga Kampung Adat Urug. Di mata peneliti, Abah Ukat adalah orang yang ramah dan bersahaja, walaupun terkadang menjadi dingin”dan pendiam, tapi satu hal yang pasti, abah ukat sebagai pusat pimpinan dan sebagai tokoh kasepuhan yang selalu menjalankan tugas dan kewajibanya, dan bagi peneliti Abah Ukat adalah pimpinan informal yang berhasil membangun insfratruktur jalan misalnya dalam membangun jalan adat. b. Bapak Eka Komara. Bapak Ade Eka Komara adalah, “salah-satu tokoh kasepuhan dan juga tokoh masyarakat yang aktip mengabdi kepada masyarakat beliau lahir di bogor 24 febuari 1970.”25Jika Abah Ukat pemimpin informal sebagai ketua adat maka beliau adalah tokoh yang pernah menjadi, “pimpinan formal yaitu sebagai wakil ketua BPD dari tahun 2000-2006 dan sebagai sekdes 2007-2012.”26 Di mata peneliti, Bapak Ade Komara adalah orang yang ramah, bersahaja, dan keritis, beliau adalah tempat bersandar bagi para peneliti ketika ada persoalan yang berkaitan dengan penelitian. Bapak Ade Eka Komara adalah tempat mencari keterangan
bagi setiap peneliti yang
melakukan penelitian di Kampung Adat Urug, seperti yang dialami oleh peneliti sendiri ketika mencari penjelasan mengenai suatu masalah terkait penelitian, peneliti langsung datang kepada beliau. Alasan peneliti menjadikan beliau sebagai salah-satu informan penelitian dikarenakan beliau mempunyai pengetahuan tentang apa yang dibutuhkan oleh peneliti.
24
Ibid Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013 Pukul 14:00 26 Ibid 25
42
C. Kearifan Lokal Kampung Adat Urug Dalam bahasa setempat istilah kearifan lokal sama dengan Talek (aturan), yang menjadi pedoman warga Adat Urug dalam menjalani kehidupanya. Talek di wariskan secara turun-menurun secara lisan dan masih ada sampai sekarang. Talek adalah, “wujud kebudayaan abstrak tidak bisa dilihat tapi dirasakan dan dihayati serta diamalkan.”27 Dalam istilah ilmu bahasa sunda adalah Talek juga di istilah dengan, “elmu buhun (ilmu papaku, ilmu karuhun, ilmu leluhur, ilmu kasepuhan, yang tersembunyi karena letaknya dalam hati). Tidak ada caret atau tulisanya tapi hanya carek atau ucapan dan amanat.”28 Kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Urug mempunyai tiga fungsi yaitu mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia baik dalam bermasyarakat, hubunganya dengan alam dan juga hubunganya dengan sang pencipta.”29 Ada beberapa kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Urug diantaranya adalah konsep ajaran Ngaji Diri yang merupakan falsafah atau pandangan hidup warga kasepuhan Adat Urug yang diturunkan oleh leluhur dan dijalankan dan dipakai dalam rutinitas kehidupan. Selanjutnya ialah budaya Pamali yang merupakan talek atau aturan, misalnya aturan dalam pengelolaan pertanian , bahan pangan (padi) dan penggunan bahan bangunan rumah adat dan juga rumah warga kasepuhan, Selanjutnya ialah budaya Gotong-royong. 1. Konsep Ngaji Diri Konsep Ngaji Diri (memahami diri sendiri atau mawas diri) adalah suatu ajaran pembinaan moral yang didalamnya tercermin pengertian koreksi diri. Di Kampung Adat Urug, ajaran Ngaji Diri di sebut juga Tapa 27
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013 Pukul 14:00 28 Yayan, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul 14:00. 29 Ibid
43
manusia. (memahami siapa sebenarnya jati diri manusia, hakekat manusia) seperti penuturan Bapak Yayan, “manusia di wajibkan untuk Ngaji Diri agar mengetahui dirinya sendiri, manusia yang sudah mengenal dirinya sendiri akan dekat dengan tuhan. Maka hidupnya tak akan sombong dan angkuh. Berikut adalah ajaran dalam konsep Ngaji Diri: Tabel 4.5 Prinsip-prinsip dalam konsep Ngaji Diri No 1
Prinsip-prinsip utama dalam Ngaji Diri Mipit kudu amit, Ngala kudu menta
Terjemahan dalam bahasa Indonesia Mengambil atau memetik itu harus meminta ijin kepada yang mempunyainya, dengan kata lain jangan mencuri.
2.
Murah Bacot Murah concot
Sikap ramah tamah kepada tamu dan harus menjamu tamu dengan hidangan sekedarnya.
3
Ulah hareup teuing bisi tijongklok, ulah Jangan terlalu depan, nanti tersungkur, jangan tukang teuing besi tijengkang
4
terlalu belakang nanti terlentang.
Nafsu kasasarnya lampah badan anu Bila kita terbawa nafsu, maka badan yang akan katempuhan
menanggung akibatnya.
Sumber: Abah Ukat dan Bapak Yayan 2013. Ajaran konsep Ngaji Diri atau Tapa Manusia tersebut diuraikan lagi dan melahirkan beberapa larangan atau anjuran yang yang di sebut talek (aturan hidup) baik untuk pribadinya sendiri maupun untuk hidup bermasyarakat. Di bawah ini, peneliti jelaskan aturan atau ajaran yang ada dalam ajaran konsep Ngaji Diri. a. Larangan Untuk Mengambil Yang Bukan Haknya Larangan untuk mengambil yang bukan haknya ini tergambar dalam ungkapan, “Mipit Kudu Amit, Ngala Kudu Menta.”30 artinya mengambil atau memetik itu harus meminta izin kepada yang mempunyainya, dengan kata lain jangan mencuri. Para Ketu Adat di 30
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
44
Kampung Adat Urug dan warga umumnya juga mengatakan hal yang sama, bahkan ada istilah, “jika kita melewati kebun seseorang, tangan itu harus dikepalkan.”31 Artinya jangan memetik buahbuahan di kebun orang, jika kita mau, ya harus meminta izin kepada si pemilik kebun. Di lingkungan Kampung Adat atau kasepuhan hal semacam inilah yang disebut pamali. Pada masyarakat Kampung Adat Urug, ungkapan Mipit kudu amit ngala kudu menta tidak hanya berarti secara Harfiah saja, yaitu larangan jangan mencuri, dibalik arti itu terdapat makna yang dalam mengenai rasa sukur mereka terhadap yang maha kuasa. Pada hakekatnya bumi beserta isinya ini adalah milik Tuhan yang dianugrahkan kepada segenap mahluknya, tanaman padi yang menjadi bahan pokok mereka dan tanaman lainya, tumbuh di atas bumi-nya atas izin-nya pula, maka ketika akan mengambil atau memanen hasil dari tanaman itu, harus memohon izin dulu kepada pemilik bumi dan harus disukuri segala yang telah diberikan oleh pemilik bumi. Ungkapan rasa sukur ini mereka wujudkan dalam acara adat Seren Taun, sukuran hasil panen, dalam acara ini adat ini diadakan selametan dan doa, berterimakasih kepada sang pencipta atas hasil panen tahun ini dan semoga panen pada tahun-tahun berikutnya juga bagus. b. Murah Bacot Murah Congcot Murah Bacot artinya senang menyapa orang lain dengan ramah dan sopan santun, sedangkan murah congcot, baik hati suka memberi atau berbagi makanan, murah bacot murah congcot secara harfiah adalah sikap ramah tamah yang harus ditunjukan seorang pribumi kepada tamu. Murah congcot berarti si pribumi harus menjamu tamu dengan hidangan sekedarnya, jika hidangan disuguhkan maka harus murah bacot, si pribumi harus menawari tamu untuk mencicipinya, 31
Ibid
45
karena jika tidak di tawari, kemungkinan tamunya akan sungkan padahal sebenarya mau”.32 Anjuran ini sepertinya lahir karena Kampung Adat Urug sering dikunjungi tamu baik pada hari-hari biasa maupun pada upacara adat, dan untuk bahan pangan sebagai hidangan sang tamu, warga Kampung Adat Urug selalu tersedia, karena mereka belum pernah kekurangan bahan pokok makanan terutama beras, ternyata murah bacot murah congcot tidak hanya sikap ramah tamah kepada kamu, murah dalam perkataan tidak hanya dikhususkan kepada tamu, tapi umum untuk semua orang, maksudnya kita harus menyapa orang lain terlebih dahulu, bertutur kata dengan baik dan sopan, perrmisi jika melewati orang lain di jalan karena dengan begitu kita pasti akur dan akrab dengan orang lain, begitupun dengan sebaliknya jika kita adigung (sombong), tidak akan yang mau akrab dengan kita.”33 c. Hidup Sederhana dan Mandiri Hidup sederhana mempunyai pengertian jangan berlebihan dalam segala sesuatu. Misalnya makan hanya sekedar penghilang lapar, minum sekedar menghilangkan haus dan tidur hanya untuk menghilangkan kantuk, jangan berlebihan, dan jangan pula kekurangan asal berkecukupan. Makan hanya penghilang lapar tujuanaya untuk menghindari sifat rakus, kareana manusia sudah nemilki sifat rakus, tamak dan serakah. Kemudian tidur hanya penghilang kantuk, manusia itu hidup punya kewajiban baik masalah maupun akhirat, jangan siang dan malam tidur, siang untuk bekerja mencari nafkah untuk keluaraga, malam untuk istirahat, segala sesuatu juga harus pada waktu dan tempatnya. Juga bisa menimbulkan penyakit jika tidur dan makan berlebihan, dalam masyarakat kasepuhan hidup
32 33
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00. Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
46
berkucukupan ini, tidak berlebihan dan tidak kekurangan disebut Sri (ditengah-tengah)."34 Hidup mandiri seperti itulah yang penulis saksikan pada kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug. Mereka memilki sawah yang luas (50.000 m2) bahkan sampai masuk ke Desa lain, tapi hasil panen itu sama sekali tidak dijual, panen satu tahun sekali cukup untuk persedian, minimal dua tahun. Air melimpah, tidak kekeringan pada musim kemarau, karena mereka mereka merawat alam, menjaga hutan larangan, yang dijadikan kayu bakar hanya batang pohon yang sudah kering atau mati, lauk pauk mereka sediakan sendiri, seperti ayam, itik, kecuali ikan asin mereka membeli begitu juga dengan pakaian. d. Pengendalian Alat Tubuh Salah satu jalur Pamali di Kampung Adat Urug yaitu mengendalikan alat tubuh. Alat tubuh atau indera kita jangan sampai di salahgunakan untuk hal-hal yang tidak baik. Indra kitapun sudah tau haknya masing-masing sekarang misalnya hidung hanya untuk bisa mencium, sukanya wewangian, telinga hanya bisa mendengar, mata hanya bisa melihat, makan sariatnya hanya dilakukan oleh mulut, lidah yang merasakan, tapi mata, telinga dan hidung tidak pernah protes ingin merasakan makanan yang di makan mulut, karena mereka sadar akan haknya masing-masing.”35 Begitupun manusia harus konsisten dengan tugasnya masingmasing. Jadi Pamali itu banyak jalurnya bila kita melanggar pasti badan merasakan akibatnya ada pribahasa nafsu kasasarnya lampah badan anu katempuhan (bila kita terbawa nafsu, maka badan yang menanggung akibatanya). Bicara jangan sembarangan, melangkah
34
Yayan, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul
14:00. 35
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
47
jangan salah. Kata orang tua jaman dulu, lebok mah ulah ditincak (jangan berlubang jangan dilewati), nanti celaka.36 Seperti yang sudah dijelaskan di awal. Semua alat tubuh manusia itu hakekatnya pemberian Sang Pencipta, maka harus dimanfaatkan untuk
hal-hal
yang
baik
saja
karena
akan
dimintai
pertanggungjawabannya kelak, terutama yang harus di pelihara itu lisan. Demikianlah nilai-nilai budaya atau kearifan lokal yang menjadi adat istiadat di Kampung Adat Urug dalam ajaran konsep Ngaji Diri atau Tapa Manusia beserta bagian-bagianya bukan milik khusus warga Kampung Adat atau kasepuhan saja, tetapi merupakan pandangan hidup orang sunda umunya pada masa lampau, hanya saja pada masyarakat kasepuhan, adatistiadat tersebut masih banyak yang bertahan, berbeda dengan masyarakat sunda di luar kasepuhan, walaupun ada yang mengetahui dan mengamalkanya itu hanya beberapa kalangan saja. 2. Budaya Pamali Pamali (tabu) adalah suatu aturan atau norma yang mengikat kehidupan masyarakat adat, dan merupakan turunan ajaran konsep Ngaji Diri berikut adalah kearifan lokal terkait dengan peraturan yang terkandung dalam budaya Pamali dalam hubunganya dengan pangan:
Tabel 4.6 Bentuk Kearifan Lokal yang Ditekankan di Kampung Adat Urug Kearifan
Budaya Pamali
Lokal Nilai
36
Ibid
Talek (aturan)
48
Norma
1. Larangan untuk mejual beras dan padi. 2. Larangan untuk memakai mesin dalam menjadikan gabah menjadi beras 3. Masa Tanam yang dibolehkan hanya satu kali dalam satu tahun
yang mana waktu tanamnya
selama 6- 7 bulan. 4. Masa tanamnya serempak Actor
Seluruh Masyarakat Kampung Adat Urug
Sanksi
Seluruh pelanggaran terhadap aturan/talek dipercaya akan mendatangkan bala/ganjaran.
Sumber: Bapak Suganda dan Bapak Ade Eka Komara 2013. Larangan menjual beras dan padi di Kampung Adat Urug berlaku dalam kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug, tetapi warga diperbolehkan untuk membeli beras dari luar. Alasan beras tidak di perbolehkan untuk dijual menurut keterangan Bapak Ade Eka Komara, “ketika beras dimasak oleh satu keluarga maka beras yang menjadi nasi tersebut akan bisa dimakan oleh semua anggota keluarga dan sebaliknya jika beras tersebut dijual maka uangnya akan di nikmati oleh segelintir orang seperti misalnya seseorang membeli rokok yang mana uangnya hasil dari menjual beras maka rokok tersebut hanya akan dinikmati oleh para perokok saja sedangkan yang lain tidak”.37 Larangan pemakaian mesin dalam menjadikan padi menjadi beras. Menurut keterangan Bapak Ade Eka Komara, “peraturan tersebut ada di sebabakan pada waktu itu tidak ada mesin sehinga yang dipakai waktu itu hanya alat Lesung, Lulumpang sebagai alat penumbuk padi, dan peraturan tersebut terus berlaku walaupun sekarang mesin pembuat padi menjadi beras sudah ada tapi kebiasaan yang sudah menjadi peraturan tersebut masih tetap dipakai”.38
37
Ade Eka Komara. Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 14 November 2013 Pukul 13:00. 38 Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
49
Masa tanam satu kali dalam satu tahun. Menurut keterangan Bapak Ade Eka Komara, “peraturan ini lahir karena melihat dalam waktu satu tahun ada dua musim cuaca yaitu musim hujan dan musim kemarau, maka dari itu pertanian padi yang memang membutuhkan air, diperbolehkan hanya satu kali tanamnya dalam satu tahun yaitu pada musim hujan.”39Masa tanam serempak. Menurut keterangan Bapak Ade Eka Komara, “peraturan tersebut lahir karena melihat Gejala ketika masa tanam tidak serempak akan mendatangkan hama yang silih berganti datang menganggu tanaman padi misalnya hama burung”.40 Aturan tersebut adalah seperangkat aturan yang ditaati dan dipakai oleh masyarakat Kampung Adat Urug dalam hubunganya dengan padi. Setiap orang yang melangar peraturan tersebut akan mendatangkan bala atau ganjaran, ganjaran tersebut ialah penyakit gatal, hama tanaman atau dalam istilah warga setempat yaitu Bendoaan.”41 Kampung Adat Urug mempunyai peraturan dalam bagian atap bangunan rumah yaitu rumah di Kampung Adat Urug tidak diperbolehkan memakang genteng. Peraturan tersebut tetap dipertahankan karena peraturan adalah aturan dan warisan dari leluhur dan merupakan salah satu bagian dari peraturan budaya Pamali. Bentuk rumah adat di Kampung Adat Urug terikat oleh suatu aturan dalam bentuk dan bahan bangunaan yang digunakan. kriteria dari rumah adat tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.7 Kriteria Rumah Adat Kampung Adat Urug Tahun 2013 No
Kriteria
1
Model Rumah
2
Bentuk
3
Atap
39
Keterangan Pangung tanpa Tembok
Terbuat dari Kirai dan Injuk
Ibid Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00. 41 Ibid 40
50
4
Plafon/langit langitan
Plafon terbuat dari anyaman bambo/bilik dan juga kayu
5
Dinding
Seluruh dinding terbuat dari kayu.
6
Tiang
Tiang dari kayu yang mendukung rangka Atap
7
Pintu
Memiliki enam pintu yang tiga di depan dan yang dua di dapur.
8
Jendela
Jendela berbentuk persegi panjang dengan daun jendela kayu sebagai penutupnya.
9
Lantai
Terbuat dari papan kayu.
10
Warna
Warna Rumah dominan warga kuning dan hijau.
11
Tempat Masak
Menggunakan tungku (hawu) dan juga terdapat paraseneu.
Sumber: Hasil Observasi dan pengamatan 2013. Bangunan Adat di Kampung Adat Urug ada tiga bangunan yang mewakili tiga bentuk hukum yang berlaku di kampung Adat Urug yaitu hukum Sareat atau agama, buhun atau kesepuhan, dan hukum negara, nama gedung itu ialah “gedong Gede , gedong paniisan dan gedong alit.”42 Gedong Gede adalah gedung yang mempunyai fungsi sebagai tempat musawarah dan juga balai pertemuan warga ketika ada permasalahan berkaitan dengan adat, dan masalah-masalah yang masih mempunyai hubungan dengan masalah sosial salah satunya ialah masalah pangan. Ciri dan bentuk bangunan ini mempunyai makna, “atap bangunan berjumlah tujuh, menandakan jumlah hari dalam satu minggu yang terus berputar dalam kehidupan, panjangnya 30 meter menandakan hitungan hari dalam satu bulan, sedangkan lebar 12 meter adalah jumlah bulan dalam satu tahun”43.
42
Yayan. Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul
14:00. 43
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
51
Sementara warna dinding yaitu warna kuning dan hijau seperti warna dalam lampu lalu-lintas warna kuning muncul sebagai pertanda hati-hati sama halnya dengan warna kuning pada Gedong Gede, setelah warna kuning apakah akan hijau atau merah, jika warna hijau maju terus artinya masih berlangsung jika merah berhenti. Jadi warna hijau pada “Gedong Gede menandakan keberlangsungan Kampung Adat Urug.”44 Rumah di Kampung Adat Urug tidak dibolehkan memakai genteng seperti penuturan bapak suganda “warga sini tidak akan memakai genteng bahkan di kasih sekalipun bagi yang tau tidak akan menerima genteng tersebut peraturan ini sudah jadi peraturan dari kokolot yang harus dijalankan dan dipatuhi”.45 Sedangkan menurut Bapak Alek Komara, “alasan masyarakat tidak memakai genteng untuk rumahnya ada dua alasan yang menyebabkannya, pertama alasannya ialah karena masyarakat tidak memakai genteng untuk rumahnya karena genteng terbuat dari tanah mereka menyatakan bahwa sesuatu yang ditutupi oleh tanah adalah sesuatu yang sudah meninggal, sedanga alasan kedua ialah supaya masyarakat rajin menanam tanaman rumbiak, tanaman rumbiak adalah tanaman yang bisa digunakan untu membuat atap, anyaman bilik, buat konsumsi, penahan air, rajin bekerja dan suasana sejuk.”46 3. Budaya Gotong-royong Gotong-royong adalah budaya dan kearifan lokal yang ada di setiap suku-suku bangsa di Indonesia, tak terkecuali di Kampung Adat Urug, nilai gotong royong bisa kita lihat dalam falsafah sunda yaitu, “silih asuh, silih asah, silih asih silih elingan bejan, ilmu pangempuh
44
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 8 September 2013 Pukul 20:00. Suganda. Wawancara. Persawahan Urug-bogor, 9 September 2013 Pukul 08:30. 46 Ade Eka Komara,Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013 Pukul 14:00. 45
52
kadagelan.”47 Istilah tersebut mempunyai nilai untuk saling melindungi, membantu, mengayomi, membantu, dan menasehati. Nilai yang terkandung dalam falsafah tersebut adalah seperangkat nilai dan pegangan dalam perilaku masyarakat, seperti perilaku gotong- royong yang ada di Kampung Adat Urug. Perilaku gotong-royong tersebut ialah dalam melakukan proses pertanian yang dilakukan secara bersama-sama seperti penanaman padi bareng, pengurusan irigasi secara bersama-sama, dan panen padi bersama-sama. D. Kearifan Lokal Upaya Dalam Upaya Ketahanan Pangan Sebelum menjelaskan tentang ketahanan pangan
pengelolaan bahan
pangan, dan implikasi dalam pengelolaan bahan pangan. Peneliti akan mendeskripsikan tentang mitologi Dwi Sri yang mempunyai hubungan dengan padi berikut adalah deskripsinya: 1. Sejarah Mitologi Dewi Sri Berkaitan denga pertanian (padi), di kampung Adat Urug di kenal cerita tentang Dewi Sri yang disebut Nyai Sri, Nyai berarti perempuan Dwi Sri dikenal oleh masyarakat sebagai dewi kemakmuran yang mempunyai sejarah yang berkaitan dengan padi berikut adalah ceritanya: Menurut keterangan Abah Ukat (Ketua Kampung Adat Urug) yang di sebut Nyai Sri, berarti perempuan. Jensinya merah, putih, hitam, hijau dan kuning gelarnya di pajajaran-bogor oleh Prabu Siliwangi kiriman dari Sorga Maniloka dari Kahyangan Jagad Suralaya dari Para Dewa. Wujud awalnya berupa telur yang di jaga oleh Dewa Anta selama 40 hari sampai menetasnya. Awalnya selama 39 hari tidak menetas, dewa Anta memanggil Prabu Siliwangi, oleh Prabu Siliwangi dicipta menjadi seorang manusia, perempuan di kenal dengan Dewi Sri, umur sekian tahun tanpa dikubur digeletakan begitu saja. Dari kedua mata Dewi Sri tanaman berupa padi, tiga ikat dan dua ikat, jadi ada lima jenis, akhirnya yang hijau dan yang kuning menyatu ke dalam Raga Prabu Siliwangi. Jenis yang merah, putih dan hitam gelar ke dunia menjadi padi seperti yang kita kenal sekarang. Kelima jenis padi 47
Yayan, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul
14:00.
53
tersebut tadinya di turunkan di Pajajaran Bogor, berhubung Prabu Siliwangi menghilang dan menuju Kampung Adat Urug, dan dibawa oleh Prabu Siliwangi termasuk bibit yang lima itu. Sareatnya yang ditanam hanya tiga, yang merah, putih dan hitam, hakekatnya bibit yang lima tadi disimpan di suhunan (atap) rumah adat Urug lebak yang berjumlah lima, satu atap satu warna. Tiga yang digelar tadi, hakekatnya Gedong Gede (Rumah Adat Urug Lebak), Gedong luhur atau paniisan (tempat berteduh), berupa bangunan panggung tinggi tapi tidak terlalu besar dan Gedong Leutik bangunan sangat kecil.48 Mengenai kisah Dewi Sri, ditambahkan oleh bapak Yayan, “Sri adalah identifikasi dari sebuah kecintaan seseorang akan padi yang dijadikan beras, seseorang tidak akan bisa hidup tanpa padi yang menghasilkan tenaga dan juga kekuatan maka dari itu masyarakat begitu mencintainya dan mengasihinya seperti cintanya sesorang lelaki terhadap perempuan yang di cintainya.”49 2. Tata Cara Pengelolaan Bahan Pangan Kegiatan Sumber daya pangan di Kampung Adat Urug adalah pertanian padi. Padi yang terdapat di Kampung Adat Urug digunakan dalam dua fungsi yaitu untuk pangan dan kebutuhan adat dan acara pernikahan, dalam pengelolaan bahan padi masyarakat Kampung Adat Urug masih menjalankan cara-cara tradisional yang berasal dari kearifan lokal yaitu budaya Pamali. Menurut Abah Ukat (Ketua Kampung Adat Urug) kegiatan yang dilaksanakan di sini ada beberapa kegiatan salah satunya dalam pertanian sebagai jalan kehidupan masyarakat di sini khusunya menanam padi wajibnya setahun sekali, warga menanam padi itu satu tahun sekali, bahan pokok pagi dan sore. Prabu siliwangi sebagai leluhur kami menguatkan kegiatanya pada pertanian, senjatanya juga kujang, itu alat pertanian. Maka kegiatan yang digarap oleh masyarakat tidak lewat dari pertanian, sebab tani itu tidak bisa berbohong, yang dilaksanakan dalam urusan padi yang sangat dimulyakan sebagai tanda penghormatan karena sebenarnya apa padi itu? Secara sareat, kita tidak akan punya tenaga jika tidak
48
Abah Ukat. Wawancara. Geong Gede Urug-bogor, 10 September 2013 Pukul 15:30. Yayan, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013Pukul 14:00.
49
54
ada padi, di antarnya acara sukuran sebanyak lima kali sebagai ketuanya adalah abah.50 Dalam perkara menanam padi masyarakat kampung Adat Urug menggunakan padi yang di lakukan satu tahun sekali menanamnya. dalam menanam padi menurut keterangan dari Ibu Enas, “bibit padi masih mengunakan bibit padi masa lalu seperti rajawesi, gadong, sri kemuning, jalupang, bebek, gadog, jidah, carci kunig, carci markati”.51 Dan terdapat adat-istiadat dalam masa tanam dan setelah selesai menanam yang harus di jalankan. Menurut Bapak Suganda (Petani Kampung Adat Urug) dalam perkara menanam Padi. Masyarakat masih mengunakan padi yang tujuh bulan, jadi satu tahun sekali menanamnya. Awalnya dijemur sampai kering (dilantaian) dalam waktu beberapa minggu pokonya sampai kering kemudian diangkut ke lumbung, selanjutnya menentukan kapan untuk menumbuk padi yang baru di panen. Setelah waktunya di tentukan kemudian beras ditumbuk, dalam proses penumbukan padi yang baru di panen itu, para penumbuk padi tidak akan bicara sampai padi menjadi beras, baik di antara penumbuk padi maupun dengan orang lain. Apabila melanggar ada hukumannya, tidak akan dikeluarkan peraturan seperti itu jika tidak ada hukumanya bagi yang melanggar. Dalam hukum adat di sebut kawalat, akibatnya bisa langsung terasa di dunia atau pun di akherat, Setelah selesai jadi beras, kemudian menentukan juga waktu yang tepat untuk memasak beras ini menjadi nasi, dari mulai mengambil beras di pendaringan (tempat menyimpan beras) kemudian di cuci dan sampai di masak mereka tidak akan bicara (proses nganyaran, mengunakan pertama hasil panen) baru setelah itu menentukan waktu untuk Seren Taun, sukuran akan hasil panen, dan ketika akan menanam kembali padi (tandur) di tunggu waktunya sampai 40 hari setelah acara Seren Taun, wajibnya menunggu sampai 40 hari lebih tidak apa-apa asal jangan kurag dari 40 hari, di ibaratkan seorang istri kita yang baru melahirkan sebelum 40 hari setelah melahirkan jangan di dulu dicampuri, peraturan itu harus, wajib diikuti. Selesai tandur atau menanam 50
51
Abah Ukat, Wawancara, Gedong Gededi Urug-bogor, 10 September 2013 Pukul 15:30. Enas. Wawancara. Rumah Pribadi Urug-bogor, 7 september 2013 Pukul 10:00.
55
semua, kembali mengadakan selametan. Setelah beberapa minggu ketika padi mulai muncul nyiram atau reuneuh (padi berisi), kembali selametan lagi, minta kepada yang kuasa agar padi ini beukah (mengembang) selamat keluarnya, setelah padi beukah mekar, selametan lagi agar padi beuneur (berisi) sampai matang, dan ketika akan memanennya, mengadakan selametan lagi.52 Dalam
penanaman
padi
masyarakat
Kampung
Adat
Urug
menyediakan sendiri pupuknya untuk pupuk penanaman padi pupuk tersebut hasil dari perilaku masyarakat di samping menggunakan pupuk kimia. Menurut Bapak Ade Eka Komara surubuk (pupuk) untuk penanaman padi adalah, “pupuk yang dihasilkan dari sampah rumah tangga seperi cangkang bekas dari buah-buahan misalnya dari bekas buah rambutan dan buah-buahan lainya dan bekas sisa-sisa makanan.”53 Bekas makanan tersebut mereka bawa ke persawahan untuk dibuang di persawahan supaya bisa jadi pupuk bagi padi yang akan di tanam, dan jerami bekas dari panen itu tidak di boleh di bakar dan itu sengaja dibiarkan dan akhirnya menjadi surubuk (pupuk) bagi padi yang akan ditanam selanjutnya. Selanjutnya dalam pengunaan padi dan beras ada aturan yang dipakai berikut adalah peraturanya. Dalam dalam menumbuk dan menjemur padi tidak boleh pada hari senin dan jum’at, dan ketika akan mengambil beras dari pandaringan (tempat menyimpan beras) harus rapih dalam berpakaian dalam tata-cara mengambil beras tersebut jangan asal, pada saat mau menyimpan padi ke lumbung padi ada peraturanya, tidak asal menumpuk begitupun jika akan mengeluarkan padi dari lumbung, pada saat akan menyimpan padi di lumbung ini disebut entep seureuh (entep sereh adalah aturan dalam mengambil beras dan padi agar tidak sembarangan) dan padi ketika di panen di potong menggunakan ketam 52
Suganda, Wawancara, Persawahan Urug-bogor, 9 September 2013 Pukul 08:30. Ade Eka Komara, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 14 November 2013 Pukul 13:0 53
56
atau ani-ani, selanjutnya dalam menanam padi orang tua dulu sebelum menanm padi melihat resi bintang terlebih dahulu, ketika bintang waluku sudah terlihat atau keluar maka itu waktu untuk menanam padi, di Urug mengenai waktu penanaman padi ini masih dipakai.”54 Jadi padi di kampung Adat Urug digunakan dalam dua fungsi yaitu kebutuhan pangan sehari-hari dan digunakan untuk ritual adat seperti acara seren tahun, seren patahaun dan acara pernikahan, ada beberapa adat-istiadat atau kearifan lokal yang berkaitan dengan padi disaat padi mulai di tanam, proses penanaman, panen dan ketika padi akan disimpan di lumbung padi, dan ketika akan mengambil padi dari lumbung padi dan mengambil beras dari tempat penyimpanan, adat-istiadat tersebut ialah selametan seren tahun dan aturan entep sereh, dalam penanaman padi untuk pupuknya masyarakat Kampung Adat Urug mengandalkan pupuk yang mereka hasilkan dari perilaku mereka sendiri seperti bekas dan sisasisa makanan yang mereka dapatkan dari rumah mereka sendiri. 3. Kearifan Lokal Dalam Upaya Ketahanan Pangan Ada beberapa pengertian yang berhubungan dengan ketahanan pangan berikut adalah beberapa pengertian terkait dengan ketahanan pangan: a. Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. b. USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai aksessecara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif. c. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh 54
Ade Eka Komara, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 14 November 2013 Pukul 13:00
57
anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. d. FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik,social dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. e. Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyaiakses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, amandan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.55 Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi yaitu berorientasi pada rumah tangga dan individu, dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses, menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial, berorientasi pada pemenuhan gizi dan diitujukan untuk hidup sehat dan produktif. Sedangkan pengertian ketahanan pangan dari kampung Adat Urug, ketahanan pangan adalah menjaga, mengawasi didalam kehidupan dalam diri seseorang agar jangan meninggalkan kebudayaan misalnya pertanian, pertanian adalah mengolah tanah agar kita bisa memenuhi kebutuhan seharihari, bukan pertanian yang hanya mengejar keuntungan.”56 Masayarakat Kampung Adat Urug dalam upaya ketahanan pangan ialah dengan cara memenuhi ketahanan panganya dengan tetap bertani dan pengelolaan bahan pangan secara tradsional sesuai yang diwariskan oleh para leluhur mereka, seperti atuaran tidak menjual beras atau padi.
55
Nuhfil Hanani Akhir, Pengertian Ketahanan pangan (tt.p. tp) Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013 Pukul 14:00. 56
58
Seperti sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, kearifan lokal yang bertahan di Kampung Adat Urug yang dijadikan fokus pembahasan yaitu pandangan hidup dari sebuah kebudayaan berupa nilai-nilai kehidupan mengenai tata-kelakuan yang diwariskan leluhur, hal ini dalam lingkungan kasepuhan terangkum dalam ajaran konsep Ngaji Diri (memahami diri sendiri) budaya pamali (peraturan dalam pengelolaan pertanian dan bahan pangan) dan budaya gotong-royong. Upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam upaya ketahanan pangan di sini untuk sementara ialah dengan tetap menjalankan tata-cara pertanian, pengelolaan bahan pangan dengan tetap mengikuti para leluhu. Tinggal di kasepuhan masyarakatnya harus menjalankan kearifan lokal yang sudah menjadi norma, peraturan sejak dahulu, segala peraturan tersebut di wariskan oleh leluhur agar tetap dijalankan oleh masyarakat,tidak sedikit yang melanggar dan ketika mereka mendapat akibatnya, mereka kembali ke tata-cara adat. Jadi seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sejauh ini hasil pengamatan peneliti untuk sementara usaha masyarakat dalam upaya ketahanan pangan di Kampung Adat Urug, ialah dengan tetap menjalankan ajaran konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya gotong-royong. 4. Implikasi Kearifan Lokal Kearifan lokal yang berupa konsep Ngaji Diri, budaya Pamali yang di dalamnya ada peraturan pertanian, pengelolaan bahan pangan, pandangan tentang ketahanan pangan dan budaya Gotong-royong berhasil menjaga kelestarian hutan, tanah, dan ketahanan pangan di Kampung Adat Urug. Dalam Kearifan lokal tersebut ada tata-cara pengelolaan bahan pangan, pandangan ketahanan pangan, dan pandangan hidup. Masyarakat tetap melakukan pemenuhan pangan dengan berlandaskan pada konsep ajaran Ngaji Diri budaya Pamali dan budaya gotong-royong yang telah dilakukan secara
turun-temurun.
Keberhasilan
Kampung
Adat
Urug
dalam
59
Melestarikan konsep Ngaji Diri budaya pamali dan budaya gotong-royong yaitu: a.
Melestarikan rumah adat Urug.
b. Melestarikan hutan lindung (Hutan Keramat). c. Melestarikan kesenian setempat seperti jaipongan, angklung tagonik, dan degung. d. Melestarikan upacara adat setempat yaitu Seren Tahun, Sedekah Bumi, Seren Patahun dan lainya. e. Melestarikan tata-cara pertanian tradisional yaitu: pemakaian bibit padi masih memakai bibit warisan leluhur, pemakaian pupuk tradisonal, penanaman padi setahun sekali dan masa tanam serempak. f. Melestarikan tata-cara pengelolaan padi yaitu: menyimpan padi di leuit (tempat penyimpanan beras), penggunaan lesung untuk menumbuk padi, dan aturan dalam aturan pengelolaan padi yang terdapat dalam aturan entep sereh (aturan dalam mengambil beras dan padi agar tidak sembarangan)."57 Kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyakat Kampung Adat Urug memberikan hasil dampak untuk kehidupan mereka. Keberhasilan tersebut telah membawa masyarakat Kampung Adat Urug di kenal di dunia internasional dengan adanya peneliti luar yang datang ke Kampung Adat Urug untuk melakukan penelitian, terbukti dengan 18 negara telah melakukan penelitian ke Kampung Adat Urug, dan juga menjadi Gebyar budaya setiap tahunya. Manpaat yang dapat dirasakan dari keberhasilan masyarakat Kampung Adat Urug dalam melestarikan kebudayaan, kebudayaan dan adat-istiadat yang diturunkan dari leluhurnya yaitu: a. Biaya pembuatan/perbaikan rumah lebih murah. b. Menumbuhkan pola hidup sederhana. 57
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013 Pukul 14:00
60
c.
Kerusakan lingkungan dapat ditekan/dikendalikan.
d. Lestarinya sumber-sumber mata air, meskipun musim kemarau airnya tetap tersedia. e. Tumbuhnya sikap kebersamaan dan gotong royong. f.
Memiliki potensi hiburan tradisional khas Kampung Adat Urug.
g.
Kebutuhan Pangan yang selalu terpenuhi.”58
5. Dinamika Kearifan Lokal Konsep ajaran Ngaji Diri, budaya Pamali yang didalamnya ada peraturan pertanian, pengelolaan bahan pangan dan pandangan terhadap ketahanan pandangan kebudayaan gotong-royong di Kampung Adat Urug tidak mengalami perubahan dan peluruhan kearifan lokal. Hal ini dikarenakan masyarakat masih memegang teguh amanah yang disampaikan oleh leluhur. Pergeseran memang terlihat dari adanya dua pengilingan padi di Kampung Adat Urug, namun hal ini tidak menjadi alasan dikatakanya perubahan kearifan lokal. segenap kearifan lokal, adat istiadat dan kebudayaan
tetap
dipertahankan dan tetap efektif dalam mengatur kehidupan masyarakat, salah satunya ialah pemenuhan pangan. Adanya pergeseran perilaku masyarakat dalam pengelolaan bahan, pertanian, dan cara pandang tentang ketahanan pangan muncul akibat oleh faktor masuknya budaya luar, perpindahan atau masuknya penduduk lain ke Kampung Adat Urug dan Kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan mulai terbukanya masyarakat terhadap dunia luar. Adanya pergeseran perilaku masyarakat merupakan salah satu ancaman terhadap kelestarian kearifan lokal dalam pemenuhan pangan di Kampung Adat Urug, selain itu pengunaan pupuk plestisida dalam pertanian yang akan membawa dampak pada hancurnya kelestarian lingkungan dan ruksaknya tanah.”59
58
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013 Pukul 14:00 59 Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013 Pukul 14:00
61
Perubahan dalam kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug sudah mulai terlihat seperti mulai adanya pabrik penggilingan padi, mulai adanya penggunaan genteng untuk atap rumah walaupan masih minim dan adanya perubahan perilaku masyarakat seperti penerimaan teknologi seperti alat komunikasi telepon gengam, parabola, “perubahan dalam pertanian mulai terlihat dari adanya kelompok warga yang menama padinya setahun dua kali dengan bibit padi yang ada sekarang.”60 E. Analis dan Pembahasan Berdasarkan analisa data hasil penelitian, dengan langkah menghimpun data, mentabulasikan kemudian menginterpretasikan, mengenai Kearifan lokal Kampung Adat Urug dalam upaya ketahanan yang mengambil lokasi penelitian di Kampung Adat Urug, maka penelitian ini dapat dianalisis sebagai berikut: 1. Komunitas Kampung Adat Urug berada di Desa Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor adalah situs cagar budaya yang mempunyai hubungan dengan sejarah Kerajaan Padjajaran dan yang di resmikan sebagai cagar budaya oleh pada 2010 oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 2. Penghasilan komunitas Kampung Adat Urug adalah mengabdi pada adatistiadat, dimana Prabu Siliwangi memberikan warisan tentang pertanian sebagai jalan penghidupan maka sebagian besar mata pencaharian komunitas Kampung Adat Urug adalah petani. Pekerjaan tersebut memberikan peranan terhadap ketahanan pangan, hasil setiap penanaman padi yang satu tahun sekali mampu mencukupi kebutuhan pangan selama dua tahun. 3. Komunitas Kampung Adat Urug mempunyai kearifan lokal yaitu ajaran konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya Gotong-royong.
60
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013 Pukul 14:00
62
4. Komunitas Kampung Adat Urug memakai tiga sumber hukum untuk bekal dalam kehidupan yaitu hukum kasepuhan, hukum agama/sareat dan hukum negara. 5. Dalam pengelolaan pertanian, pengelolaan bahan pangan yaitu padi dan upaya ketahanan pangan masyarakat Kampung Adat Urug masih memakai dan melaksanakan tata-cara warisan masa lalu. 6. Perubahan kebudayaan mulai terjadi di Kampung Adat Urug seperti mulai di terimanya gagasan Pariwisata dan di temukannya dua mesin penggiling padi.
Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan berdasarkn hasil analisis melalui data observasi partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi bahwa kearifan lokal dalam upaya ketahanan pangan di Kampung Adat Urug. Ketahanan pangan di Kampung Adat Urug
disebabkan masyarakat masih
melaksanakan ajaran konsep Ngaji Diri dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya ialah budaya Pamali dalam budaya pamali ada berbagai macam peraturan, salah-satunya ialah yaitu aturan dalam pengelolaan bahan pangan, pertanian pengelolaan hasil panen dan pandangan tentang ketahanan pangan, selanjutnya ialah budaya gotong-royong. Berdasarkan wawancara mendalan observasi partisipan dan dokumentasi kearifan lokal tersebutlah yang memberikan dampak terhadap ketahanan pangan di Kampung Adat Urug. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran konsep Ngaji Diri menjadi salahsatu bagian yang memberikan peranaan dalam ketahanan pangan di Kampung Adat Urug. Misalnya perilaku sikap hidup hemat dan mandiri yang terkandung dalam ungkapan Ulah hareup teuing bisi tijongklok, ulah tukang teuing besi tijengkang, ungkapan ini merupakan pemahaman akan sebuah perilaku bahwa seseorang dalam berperilaku harus selalu dalam batasan yang normal, contohnya pemakaian padi sebagai bahan pangan. padi adalah sumber pangan dan sumber energi, keterkaitan antara perilaku hidup hemat dan mandiri dengan ketahanan pangan ialah dalam pemakaian padi, agar masyarakat terhindar dari kerisis pangan dan juga permasalahan lainya terkait pangan,
63
maka masyarakat harus hidup sederhana dengan tidak membuang dan menggunakan padi secara berlebihan, contohnya adalah pemakaian untuk konsumsi, seperti dalam ungkapan makan hanya untuk menghilangkan lapar, mempunyai pemahaman bahwa makan jangan berlebih-lebihan karena makan hanya sekedar untuk menghilangkan lapar, selain dalam ajaran hidup hemat dan mandiri, ajaran yang ada dalam konsep Ngaji Diri lainnya juga memberikan peranan dalam ketahanan pangan di Kampung Adat Urug walaupun tidak berhubungan secara langsung dikarenakan ajaran konsep Ngaji Diri adalah adalah pandangan hidup yang berkaitan dengan norma untuk kehidupan sehari-hari. Aturan dalam budaya Pamali memgenai aturan dalam penaganan bahan pangan di Kampung Adat Urug, seperti larangan memakai mesin dalam menjadikan padi menjadi beras, penanaman padi setahun sekali, larangan menjual padi dan beras, dan masa tanam yang serempak adalah atuaran yang memberikan peranan terhadap ketahanan pangan di kampung. Di antaranya dalam aturan penanaman padi bersama, perilaku tersebut mempunyai perananan dalam melindungi padi dari hama, dikarenakan jika padi ditanam tidak bersama maka hama akan silih berganti datang menghampiri tanaman padi, berbeda jika padi ditanam bersama maka akan menghindarkan padi dari hama misalnya hama burung. Selanjutnya ialah pelarangan menjual padi dan beras aturan ini sebenarnya aturan yang dianggap tidak relevan pada waktu sekarang untuk sebagain orang tapi jika dilihat dari alasan adanya aturan tersebut menjadikan aturan tersebut adalah sebuah langkah yang baik untuk ketahanan pangan dan juga keadilan dalam satuan keluarga maksudnya ialah agar padi dipakai untuk yang semestinya yaitu buat kebutuhan pangan. Selanjutnya ialah aturan penanaman padi setahun sekali atuaran ini mempunyai tujuan dan tujuannya adalah melindungi padi dari kekurangan air, maka dari itu masa tanam padi di Kampung Adat Urug diwajibkan setahun
64
sekali yaitu terjadi pada musim hujan dan selanjutnya ialah aturan larangan memakai mesin dalam menjadikan padi menjadi beras. Jika dilihat dari ilmu kesehatan padi yang di tumbuk pakai lesung bagus untuk kesehatan, makan nasi beras tumbuk seperti yang dirasakan peneliti rasa keyang cepat datang dikarenakan dalam nasi tumbuk kadar karbohidratnya masih tinggi sehinga menghemat pengunaan padi, dan beras tumbuk jauh lebih sehat karena bersih dari campuran bahan kimia seperi beras yang memakai mesin. Budaya gotong-royong meruapakan kebudayaan asli Indonesia dan memberikan peranan terhadap ketahanan pangan di Kampung Adat Urug. Contoh perilaku gotong-royong yang dikerjakan bersama-sama ialah penanaman padi, perbaikan irigasi, dan panen padi bersama. jika cermati secara seksama, perilaku tersabut tidak hanya mengandung nilai kerbergantungan dengan sesamanya, kebersamaan, musawarah, tetapi juga kerjasama. Nilai-nilai tersebut sangat mendukung kehidupan bersama dalam suatu masyarakat, oleh karena itu gotong-royong perlu dilestarikan. Mengingat kandungan nilainya sangat berarti dalam kehidupan bersama, maka pelaksanaan gotong-royong dalam mewujudkan kepentingan bersama tersebut, secara tidak langsung, merupakan wahana dalam pendidikan budaya (penanaman nilai-nilai), dan mempunyai peranan dengan ketahanan pangan, adanya sikap saling pengertian dan memahami akan pentingnya perilaku kerjasama dalam rangka melindungi sumber ketahanaan pangan seperti penanaman padi bersama agar terhindar dari hama dan juga gagal panen dan perbaikan irigasi agar air selalu mengalir ke persawahan memberikan peranan ketahanan pangan di Kampung Adat Urug. Yang dimaksud ketahanan pangan di Kampung Adat Urug bukan hanya banyaknya
padi,
tapi
yang
dimaksud
ketahanan
pangan
adalah
mempertahankan budaya agar jangan samapai di tinggalkan salah satu ialah kebudayaan, adat-istiadat dan kearifan lokal terkait dengan pengelolaan pertanian, bahan pangan (padi) dan perilaku ketahanan pangan.
65
ketahanan pangan tidak hanya sekedar program untuk mengatasi kelaparan atau kekuranga pangan, lebih dari itu ketahanan pangan bagi pembangunan manusia yang merupakan tujuan akhir dari pembangunan nasional dan untuk itu harus ada solusi atau cara agar ketahanan pangan bisa selalu terjaga seperti yang di cita-citakan Prabu Siliwangi yang menyuruh para inohong untuk mencari lahan subur agar dapat di tanami padi untuk memunuhi kebutuhan negara, dan kearifan lokal, kebudayaan dan adat-istiadat yang ada dalam ajaran konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan gotong-royong memberikan manpaat bagi ketahanan pangan di Kampung Adat Urug dan juga memberikan implikasi terhadap bidang sosial, budaya dan ekonomi. Dalam buku kebudayaan sosialis karya Soedjatmiko yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah asas dalam mengambil kebijakan seperti dalam bidang ekonomi, sastra, dan teknologi. Di contohkan tindakan-tindakan ekonomi yang tidak disertai semangat kebudayaan seperti keputusan ekonomi kita yang tidak menyertakan kebudayaan melainkan selalu atas dasar keputusan politik padahal diketahui bahwa keputusan politik selalu berwatak totaliter yang selalu berwatak totaliter yang mengharamkan etika dan budaya.”61 Dihubungkan dalam upaya ketahanan pangan bahwa dalam memenuhi kebutuhan pangan harus disesuaikan dengan semangat kebudayaan daerah masing-masing karena jika tidak menyesuaikan dengan semangat kebudayaan hanya akan menghilangkan perilaku yang selama ini menjadi adat istiadat, kearifan lokal, yang selama ini menjadi tata-cara memenuhi kebutuhan akan pangan. Di Kampung Adat Urug dalam upaya ketahanan `pangan masyarakat masih tetap memegang tradisi, kearifan lokal adat istiadat telah menjadi amanat yang harus dijalankan dan masih tetap dipakai dan masih relevan dan berguna bagi kehidupan sekarang.
61
Soedjatmiko, Kebudayaan Sosialia, (Jakarta:Melibas 2001),h.22)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kampung Adat Urug adalah salah satu kampung adat yang diakui keberadaannya yang terletak di Desa Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Latar belakang keberadaanya kampung adat ini adalah dari di utusnya para inohong ( ahli pertanian ) untuk mencari tempat pengolahan pertanian padi untuk memenuhi kebutuhan negara. Kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Urug adalah ajaran konsp Ngaji Diri, budaya Pamali, dan budaya gotong-royong yang di pakai secara turun menurun. Kearifan lokal ini merupakan suatu keyakinan masyarakat Kampung Adat Urug mengenai kepercayaan spiritual terhadap leluhur mereka dan menjadi norma yang mengatur perilaku masyarakat. Konsep ajaran Ngaji Diri adalah pandangan hidup, budaya Pamali adalah seperangkat aturan dalam berperilaku diantaranya aturan pemenuhan akan pangan, budaya gotong-royong adalah budaya komunal yang menjadi sarana memperkuat persaudaraan terdapat empat hal dalam konsep Ngaji Diri yaitu larangan mengambil yang bukan haknya, murah bacot murah congcot, hidup sederhana dan mandiri dan pengendalian alat tubuh, selanjutnya ialah budaya Pamali terdapat peraturan terkait pertanian yaitu, pelarangan pemakaian mesin giling padi, pelarangan penanaman padi tidak bareng, pelarangan menjual beras dan gabah, dan penanaman padi yang satu tahun sekali. Selanjutnya ialah budaya gotong-royong yang mempunyai anjuran untuk hidup saling berdampingan dan membantu. Kearifan lokal tersebut menjadi norma adat yang mengikat masyarakat karena bersumber dari peraturan para leluhur, kearifam lokal tersebutlah yang mempunyai peranan terhdap ketahanan pangan. Jadi konsep ajaran Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya gotong royong yang mempunyai peranan dalam ketahanan pangan di Kampung Adat Urug.
66
67
B. Saran 1. Konsep ajaran Ngaji-Diri budaya Pamali dan budaya gotong royong perlu dilestariakn dan dipelihara dalam masyarakat Kampung Adat Urug dan juga masyarakat umum mengigat pentingnya bagi ketahanan panga, dan persaudaran. 2. Masyarakat Kampung Adat Urug harus waspada dengan gejala masuknya budaya luar yang mempengaruhi dan juga menghilangkan kearifan lokal yang selama ini di pakai dalam upaya ketahanan pangan. 3. Bagi pembelajaran Antropologi, sebagai bahan pengayaan terutama mengenai kearifal lokal yang dihubungkan dengan ketahana pangan. 4. Di perolehnya status sebagai cagar budaya dalam kategori kampung adat dari dinas Pariwisata dan Kebudayaan, ada kecenderungan Kampung Adat Urug seperti dijadikan daerah tujuan wisata budaya dan alam. Oleh karena itu, masyarakat dengan dibantu oleh Pemerintah Pusat dan Daerah lebih selektif dalam menerima tamu atau pihak-pihak yang ingin mengunjungi Kampung Adat Urug.
DAFTAR PUSTAKA A Mappadjantji Amien: Kemandirian Lokal konsepsi pembangunan, organisasi, dan pendidikan dalam prespektif Sains Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Ajip Rosidi : kearifan lokal dalam perspektif budaya sunda. Bandung: kiblat utama, 2011. Anthoni Giddent: Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikiranya. Yogyakarta: Kreasi Wacana,2004. Ade Makmur, et.al: kearipan lokal di tengah modernisasi. Jakarta: Kementrian kebudayaan dan Parawisata Republik Indonesia, 2011. Ade Saptomo: HUKUM DAN KEARIPAN LOKAL Revatalisasi Hukum Adat Nusantara. Jakarta: Grasindo , 2005. Deddy Mulyana: Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Gatot Winoto, et. Al: Kearifan Tradisional masyarakat pedesaan dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup di daerah riau. Kepulauan Riau: Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1992. Gatoet S. Hartono dkk: Libealisasi Perdagangan:Sisi Teori, Dampak Empiris dan Prespektif Ketahanan Pangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, 2004. Ikhtisar budaya : Bandar Sri Begawan: Dewan bahasa dan kebudayan kementian kebudayaan, 1976 Jamal Ma’ mur Asmani: pendidikan Berbasis Keunggulan lokal. Jakarta: DIVA Press, 2012. Joseph E. Stiglitz, Dekade era’90-an dan awal mula petaka ekonomi dunia keserakahan. Indonesia: PT Cipta Lintas Wacana, 2006. Koentjararaningrat: Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: Rineka cipta, 2009. ------- kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarata: PT Gramedia, 1947. Lexy J. Moeloeng: Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007 Mahsun: Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
68
69
M. Nazir: Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985. Monograpi Kampung Adat Urug (Bogor: Kantor Desa Urug Kecamatan Sukajaya, 2013 Nurul Zuriah: Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006. Nuhfil Hanani Akhir, Pengertian Ketahanan pangan (tt.p. tp)
Noeng Muhadjir: Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996. Soerjono Soekanto: Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Suharso, et.al.: Kearifan Tradisional dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup di jawa tengah. jawa Tengah: Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1991. Suharsimi Arikunto: Prosedur Penelitian Untuk Pendekatan Praktek, Jakarta: Bumi Aksara, 2002. Soedjatmiko: Kebudayaan Sosialis Jakarta: Melibas, 2001. Suwardi Endaswara, Metode Teori, Teknik Penelitian kebudayaan Idiologi, Epistimolgi dan Aplikasi, Yongyakarta:Pusaka Widayatama 2006 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed., kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Tim Penyusun. Pedoman Skripsi 2013. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Joseph E. Stiglitz, Dekade era’90-an dan awal mula petaka ekonomi dunia keserakahan, (Indonesia:PT Cipta Lintas Wacana, 2006), h. 5. Wawancara: Aspar, Asep. Wawancara, Bogor 7 September, 2013. Ade Eka Komara, Wawancara, Bogor 14 November, 2013. Ade Eka Komara, Wawancara, Bogor 1 Desember, 2013. Adita. Wawancara, Bogor, 15 September 2013.
70
Wardu. Wawancara, Bogor, 9 september 2013. Abah, Ukat. Wawancara, Bogor, 6, 9, 12, 8 September 2013. Yayan, Wawancara. Bogor, 9 September 2013. . Agus. Wawancara. Bogor, 9 September 2013. Enas. Wawncara. Bogor, 7 september 2013. Suganda. Wawancara. Bogor, 9 September 2013. Jurnal : Tia Oktaviani, et.al. Kearifan Lokal dalam Pengelolan Sumber Daya Air Kampung Kuta. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. 04, 2010. Haidlor Ali ahmad, kearifan lokal sebagai landasan pembangunan bangsa, Harmoni Jurnal Multicultural dan Multireligius. 9. 2010 Internet: Dinas kebudayaan Dan pariwisata Kabupaten Bogor, Situs Kampung Adat Urug,. www.disparbudjabarprov.go.id, 20 September 2013. Pasopati Media Group Bondowoso, Kearifan Lokal dan Pembangunan Indonesia, www.passopatifm.com, 24 September 2013. Detik Finace, Negara-Negara Rawan Pangan, http. Finace Detik.com, 20 November 2013. Haryanto, “Pengertian November 2013.
Perubahan
Sosial,”
http//belajarpsikologi.com
Bulog, Bulog Sebelum Menjadi (tp://bulog.co.id/old_Website/sejarah.php). 10, 2013
Perum,.
20 10,
MAKALAH Budi Sucahyo, “Bulog dari masa kemasa”, Makalah Disampaikan pada Media Komunikasi Petani, Tani Merdeka, Jakarta, 1 Desember 2013. Budi Sucahyo, “ Memperkuat Peranan Bulog”, Makalah Disampaikan pada Media Komunikasi Petani, Tani Merdeka, Jakarta, 1 Desember 2013.
71
Ginanjar Kartasasmita, “Ketahanan Pangan dan ketahanan Bangsa,” Makalah disampakan pada Seminar Pengembangan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal, , 26 November, Bandung : Universitas Pasundaan 2005. Suhartini. “ Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkunga,” Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan dan Penerapan MIPA 16 Mei. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2009.
72
Lampiran 1 DAFTAR WAWANCARA (Wawancara Dengan Abah Ukat,Pimpinan Kampung Adat Urug) 1. Kapan Kampung Adat Urug di resmikan sebagai cagar budaya dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan? Jawab: Di resmikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan pada tahun 2010. 2. Ada berapa upacara adat dan bagaimana pelaksanaan? Jawab: Berikut adalah acara-acara adat dan pelaksananya: a. muludan, memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW (tanggal 12 Rabbi’ul Awal). Dalam acara ini ketua Adat bersama warga khusus mengirim do’a untuk nabi Muhammad karena sudah berjasa membawa agam islam. Biasanya dalam acara tersebut di hidangkan makanan –makanan khas daerah dan olahan lauk pauk yang akan di bagikan kepada warga setelah di doakan. b. seren taun (Syukuran hasil panen), di laksanakan sebagai ungkapan rasa syukur dari petani yang di pimpin oleh ketua Adat, rasa syukur ini ditujukan kepada kepada yang pertama kali telah memberikan bibit pokok dalam masalah pangan kepada manusia, yaitu yang maha kuasa pertama, karena pada hakekatnya bumi tempat tumbuh berbagai macam tanaman yang bermanfaat bagi manusia, maka ketika akan mengambilnya harus meminta izin kepada yang punya. Kegiatan ini dilakukan setelah setelah semua warga selesai panen, dalam proses seren tahun di tandai dengan peyembelihan kerbau yang dagingnya di masak dan dijadikan untuk selametan, selanjutnya warga dan ketua adat melakukan ziarah ke leluhur ketua adat dan selanjutnya masyarakat pun melakukan ziarah ke makam kerabatnya. Sepulang ziarah menggadakan selametan lagi sebagai tanda telah menggadakan
73
ziarah kemakam leluhur setelah itu warga mempersiapkan hidangan buat warga dan juga tamu yang sengaja datang dari luar baik tamu dari instansi pemerintah, mahasiswa, dan juga pedagang. Selanjutnya menggadakan selametan yang di pimpin oleh ketua adat, setelah selesai selametan baru hiburan dimulai seperti jaipongan, golek dan sebagainya, dan kesokan harinya warga menggadakan selametan kembali dengan membawa panggang ayam dan nasi sebakul, ayam yang di panggang di sembelihnya dekat rumah adat. c. sedekah rowahan tanggal 12 bulan Rowah (Bulan sya’ ban), dilaksanakan pada bulan (sya’ban), pagi hari masyarakat membawa ayam satu ekor per-keluarga, dan disembelih dihalaman rumah adat, setelah selesai dimasak, dibawah lagi ke rumah adat, selametanya di lakukan bada dhuhur, acara ini dan doa yang dikirim sebagai wujud bakti kepada nabi adam alaihi salam karena menjadi induk semua umat manusia. d.
sedekah bumi, lewat beberapa bulan setelah selesai bulan Rowah (syaban), puasa (Ramadhan), syawal. Acara ini diadakan sebelum menanam padi. Semua warga makan bersama di halaman rumah adat, sebelum makan bareng warga memanjat Doa agar ketika selama menanam padi selamat dari hama dan tanpa kendala, pada tahun ini sedekah bumi ini berlangsung pada tanggal 1-3 oktober .
e. seren pataunan. Adalah sebuah acara adat pentup tahun. acara ini bertujuan agar bisa di selamatkan tahun yang sudah di jalani, ritual adat hampir sama dengan seren tahun, untuk tahun sekarang acara adat ini di lakukan pada tanggal 13-14 November 2013. 3. Bagaimana sejarah Dwi Sri? Jawab: Menurut keterangan Abah Ukat (Ketua Kampung Adat Urug) yang di sebut Nyai Sri, berarti perempuan. Jensinya merah, putih, hitam, hijau dan kuning gelarnya di pajajaran-bogor oleh Prabu Siliwangi kiriman dari Sorga Maniloka dari Kahyangan Jagad Suralaya dari Para Dewa. Wujud awalnya
74
berupa telur yang di jaga oleh Dewa Anta selama 40 hari sampai menetasnya. Awalnya selama 39 hari tidak menetas, dewa Anta memanggil Prabu Siliwangi, oleh Prabu Siliwangi dicipta menjadi seorang manusia, perempuan di kenal dengan Dewi Sri, umur sekian tahun tanpa dikubur digeletakan begitu saja. Dari kedua mata Dewi Sri tanaman berupa padi, tiga ikat dan dua ikat, jadi ada lima jenis, akhirnya yang hijau dan yang kuning menyatu ke dalam Raga Prabu Siliwangi. Jenis yang merah, putih dan hitam gelar ke dunia menjadi padi seperti yang kita kenal sekarang. Kelima jenis padi tersebut tadinya di turunkan di Pajajaran Bogor, berhubung Prabu Siliwangi menghilang dan menuju Kampung Adat Urug, dan dibawa oleh Prabu Siliwangi termasuk bibit yang lima itu. Sareatnya yang ditanam hanya tiga, yang merah, putih dan hitam, hakekatnya bibit yang lima tadi disimpan di suhunan (atap) rumah adat Urug lebak yang berjumlah lima, satu atap satu warna. Tiga yang digelar tadi, hakekatnya Gedong Gede (Rumah Adat Urug Lebak), Gedong luhur atau paniisan (tempat berteduh), berupa bangunan panggung tinggi tapi tidak terlalu besar dan Gedong Leutik bangunan sangat kecil 4. Kenapa kegiatan di Kampung Adat ini pertanian? Jawab: Menurut Abah Ukat (Ketua Kampung Adat Urug) kegiatan yang dilaksanakan di sini ada beberapa kegiatan salah satunya dalam pertanian sebagai jalan kehidupan masyarakat di sini khusunya menanam padi wajibnya setahun sekali, warga menanam padi itu satu tahun sekali, bahan pokok pagi dan sore. Prabu siliwangi sebagai leluhur kami menguatkan kegiatanya pada pertanian, senjatanya juga kujang, itu alat pertanian. Maka kegiatan yang digarap oleh masyarakat tidak lewat dari pertanian, sebab tani itu tidak bisa berbohong, yang dilaksanakan dalam urusan padi yang sangat dimulyakan sebagai tanda penghormatan karena sebenarnya apa padi itu? Secara sareat, kita tidak akan punya tenaga jika tidak ada padi, di antarnya acara sukuran sebanyak lima kali sebagai ketuanya adalah abah.
75
5. Kearifan Lokal di Kampung Adat Urug? Jawab: Konsep Ngaji Diri, Budaya Pamali, dan Gotong-royong 6. Sejak Kapan Abah jadi Ketua dan bagaimana prosesnya? Jawab: Abah Ukat adalah ketua adat Kampung Adat Urug Lebak dan juga menjadi pusat pimpinan Kampung Adat Urug juga meupakan salah satu induk dari kampung adat yang ada di Jawa Barat. Abah ukat menjadi Ketua Adat di Urug lebak pada tahun 2004 M atau 1425 H tanggal 1 Mulud, “beliau adalah generasi ke-11. Sebelumnya ketua Adat dijabat oleh paman Abah Ukat, sebelumnya pamannya, ayahnya dan sebelumnya ayahnya, kakeknya, tapi seperti kata Abah Ukat, namanama dari ketus adat sebelumnya tidak ditulis. Sebelum menjabat sebagai ketua adat, “abah ukat adalah seseorang pedagang ikan air laut dalam sekala besar di pasar Leuwiliang, namun karena ketua Adat sebelumnya (pamannya) meninggal dan menurut wangsit, Abah Ukatlah yang harus menjadi ketua Adat berikutnya, maka beliaupun meninggalkan propesinya. Setelah menduduki jabatan ketua Adat, Abah Ukat jarang bahkan tidak pernah kemana-mana, 24 jam ada di rumah. Beliau bukan tidak mau menyaksikan kegiatan di mana-mana tapi harus melayani masyarakat dan juga sering banyak tamu yang datang. Seperti yang disaksikan peneliti hampir tiap hari abah diam di rumah dan melayani masyarakat dan juga banyak menerima tamu dari luar yang berkunjung dengan tujuan masing-masing misalnya meminta nasehat, doa dan meminta keterangan untuk kepentingan penelitian seperti keterangan yang peneliti terima dari Abah Ukat, menyatakan beberapa bulan ke belakang ada peneliti dari negara yang abah tidak tahu asalnya namun akhirnya abah tahu negaranya adalah negara Denmark Dalam menerima tamu abah tidak melihat latar belakang agama dan suku dan budaya karena mereka adalah saudara yang harus dihormati.
76
7. Penjelasan mengenai larangan yang ada dalam budaya pamali: Jawab: Larangan untuk mengambil yang bukan haknya ini tergambar dalam ungkapan, Mipit Kudu Amit, Ngala Kudu Menta artinya mengambil atau memetik itu harus meminta izin kepada yang mempunyainya, dengan kata lain jangan mencuri. Para Ketu Adat di Kampung Adat Urug dan warga umumnya juga mengatakan hal yang sama, bahkan ada istilah, “jika kita melewati kebun seseorang, tangan itu harus dikepalkan Artinya jangan memetik buah-buahan di kebun orang, jika kita mau, ya harus meminta izin kepada si pemilik kebun. Di lingkungan Kampung Adat atau kasepuhan hal semacam inilah yang disebut pamali. Pada masyarakat Kampung Adat Urug, ungkapan Mipit kudu amit ngala kudu menta tidak hanya berarti secara Harfiah saja, yaitu larangan jangan mencuri, dibalik arti itu terdapat makna yang dalam mengenai rasa sukur mereka terhadap yang maha kuasa. Pada hakekatnya bumi beserta isinya ini adalah milik Tuhan yang dianugrahkan kepada segenap mahluknya, tanaman padi yang menjadi bahan pokok mereka dan tanaman lainya, tumbuh di atas bumi-nya atas izin-nya pula, maka ketika akan mengambil atau memanen hasil dari tanaman itu, harus memohon izin dulu kepada pemilik bumi dan harus disukuri segala yang telah diberikan oleh pemilik bumi. Ungkapan rasa sukur ini mereka wujudkan dalam acara adat Seren Taun, sukuran hasil panen, dalam acara ini adat ini diadakan selametan dan doa, berterimakasih kepada sang pencipta atas hasil panen tahun ini dan semoga panen pada tahun-tahun berikutnya juga bagus. Murah Bacot artinya senang menyapa orang lain dengan ramah dan sopan santun, sedangkan murah congcot, baik hati suka memberi atau berbagi makanan, murah bacot murah congcot secara harfiah adalah sikap ramah tamah yang harus ditunjukan seorang pribumi kepada tamu. Murah congcot berarti si pribumi harus menjamu tamu dengan hidangan sekedarnya, jika hidangan disuguhkan maka
77
harus murah bacot, si pribumi harus menawari tamu untuk mencicipinya, karena jika tidak di tawari, kemungkinan tamunya akan sungkan padahal sebenarya mau. Anjuran ini sepertinya lahir karena Kampung Adat Urug sering dikunjungi tamu baik pada hari-hari biasa maupun pada upacara adat, dan untuk bahan pangan sebagai hidangan sang tamu, warga Kampung Adat Urug selalu tersedia, karena mereka belum pernah kekurangan bahan pokok makanan terutama beras, ternyata murah bacot murah congcot tidak hanya sikap ramah tamah kepada kamu, murah dalam perkataan tidak hanya dikhususkan kepada tamu, tapi umum untuk semua orang, maksudnya kita harus menyapa orang lain terlebih dahulu, bertutur kata dengan baik dan sopan, perrmisi jika melewati orang lain di jalan karena dengan begitu kita pasti akur dan akrab dengan orang lain, begitupun dengan sebaliknya jika kita adigung (sombong), tidak akan yang mau akrab dengan kita. Hidup sederhana mempunyai pengertian jangan berlebihan dalam segala sesuatu. Misalnya makan hanya sekedar penghilang lapar, minum sekedar menghilangkan haus dan tidur hanya untuk menghilangkan kantuk, jangan berlebihan, dan jangan pula kekurangan asal berkecukupan. Makan hanya penghilang lapar tujuanaya untuk menghindari sifat rakus, kareana manusia sudah nemilki sifat rakus, tamak dan serakah. Kemudian tidur hanya penghilang kantuk, manusia itu hidup punya kewajiban baik masalah maupun akhirat, jangan siang dan malam tidur, siang untuk bekerja mencari nafkah untuk keluaraga, malam untuk istirahat, segala sesuatu juga harus pada waktu dan tempatnya. Juga bisa menimbulkan penyakit jika tidur dan makan berlebihan, dalam masyarakat kasepuhan hidup berkucukupan ini, tidak berlebihan dan tidak kekurangan disebut Sri (ditengah-tengah). Hidup mandiri seperti itulah yang penulis saksikan pada kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug. Mereka memilki sawah yang luas (50.000 m2) bahkan sampai masuk ke Desa lain, tapi hasil panen itu sama sekali tidak dijual, panen satu tahun sekali cukup untuk persedian, minimal dua tahun. Air melimpah, tidak kekeringan pada musim kemarau, karena mereka mereka merawat alam, menjaga hutan larangan, yang dijadikan kayu bakar hanya
78
batang pohon yang sudah kering atau mati, lauk pauk mereka sediakan sendiri, seperti ayam, itik, kecuali ikan asin mereka membeli begitu juga dengan pakaian. Salah satu jalur Pamali di Kampung Adat Urug yaitu mengendalikan alat tubuh. Alat tubuh atau indera kita jangan sampai di salahgunakan untuk hal-hal yang tidak baik. Indra kitapun sudah tau haknya masing-masing sekarang misalnya hidung hanya untuk bisa mencium, sukanya wewangian, telinga hanya bisa mendengar, mata hanya bisa melihat, makan sariatnya hanya dilakukan oleh mulut, lidah yang merasakan, tapi mata, telinga dan hidung tidak pernah protes ingin merasakan makanan yang di makan mulut, karena mereka sadar akan haknya masing-masing Begitupun manusia harus konsisten dengan tugasnya masing-masing. Jadi Pamali itu banyak jalurnya bila kita melanggar pasti badan merasakan akibatnya ada pribahasa nafsu kasasarnya lampah badan anu katempuhan (bila kita terbawa nafsu, maka badan yang menanggung akibatanya). Bicara jangan sembarangan, melangkah jangan salah. Kata orang tua jaman dulu, lebok mah ulah ditincak (jangan berlubang jangan dilewati), nanti celaka. Seperti yang sudah dijelaskan di awal. Semua alat tubuh manusia itu hakekatnya pemberian Sang Pencipta, maka harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik saja karena akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, terutama yang harus di pelihara itu lisan. 8. Apa makna dan juga bentuk dalam bangunan gedong gede? Jawab: Ciri dan bentuk bangunan ini mempunyai makna, “atap bangunan berjumlah tujuh, menandakan jumlah hari dalam satu minggu yang terus berputar dalam kehidupan, panjangnya 30 meter menandakan hitungan hari dalam satu bulan, sedangkan lebar 12 meter adalah jumlah bulan dalam satu tahun. Sementara warna dinding yaitu warna kuning dan hijau seperti warna dalam lampu lalu-lintas warna kuning muncul sebagai pertanda hati-hati sama halnya dengan warna kuning pada Gedong Gede, setelah warna kuning apakah akan hijau atau merah, jika warna hijau maju terus artinya masih berlangsung jika
79
merah
berhenti.
Jadi
warna
hijau
keberlangsungan Kampung Adat Urug.
pada
“Gedong
Gede
menandakan
80
Lampiran 2 DAFTAR WAWANCARA (Wawancara dengan Bapak Ade Eka Komara Tokoh Kasepuhan Adat Urug) 1. Bagaimana Sejarah Kampung Adat Urug? Jawab: Menurut keterangan yang diperoleh dari Bapak Ade Eka Komara, keberadaan kasepuhan Kampung Adat Urug berawal dari di utusnya Para Inohong (tokoh) di Pajajaran(1482-1579 M) yang ahli dalam bidang pertanian oleh untuk mencaru daerah yang subur sebagai lahan pertanian. Para tokoh ini berangkar dari pusat, di kota Bogor sekarang, singgah di Kampung Panyaungan, di sinilah mereka mendirikan tempat untuk membuat perkakas pertanian yang di sebut Gosali atau tempat pandai besi. Dari panyaungan terus ke Parung Sapi kemudian menulusri sungai Cidurian dan sampai di Kampung Adat Urug, pada saat itu kampung Adat Urug masih hutan, ditemukanlah lahan yang cocok oleh mereka dan di kampung inilah mereka mengajarkan ilmu-ilmu pertanian, maka sebenarnya Kampung Adat Urug ini awalnya disebut kampung Guru.untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan maka para inohong atau tokoh tadi disembunyikan di muara sungai di Ciapus Leutik, dan kampung Guru dibalik namanya menjadi Kampung Urug dengan tujuan agar tidak diketahui,di Kampung Adat Urug inilah dikembangkan ilmuilmu pertanian oleh para tokoh tadi tadi sampai mereka memiliki keturunan yang sekarang menjadi para ketua Adat. Kemudian ada juga keturunanya di yang di Cipatat Kolot, Kecamatan Sukajaya Kemudian ada yang di Lewi Catang desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung dan ciptagelar cisolok sukabumi. 2. Kenapa ada peraturan beras atau padi tidak di jual? Jawab:
81
Larangan menjual beras dan padi di Kampung Adat Urug berlaku dalam kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug, tetapi warga di perbolehkan untuk membeli beras dari luar. alasan beras tidak di perbolehkan untuk di jual menurut keterangan Bapak Ade Eka Komara, “ketika beras di masak oleh satu keluarga maka beras yang menjadi nasi tersebut akan bisa di makan oleh semua anggota keluarga dan sebaliknya jika beras tersebut di jual maka uangnya akan di nikmati oleh segelintir orang, misalnya jika seorang menjual beras dan uangnya di belikan rokok, maka rokok tersebut hanya akan di nikmati segelintir orang saja. 3. Kenapa ada peraturan padi tidak boleh di giling pakai mesin? Jawab: peraturan tersebut ada di sebabakan pada waktu itu tidak ada mesin sehinga yang dipakai waktu itu hanya alat Lesung, Lulumpang sebagai alat penumbuk padi maka peraturan tersebut terus berlaku walaupun sekarang mesin pembuat padi menjadi beras sudah ada tapi kebiasaan yang sudah menjadi peraturan tersebut masih tetap berlaku. 4. Kenapa ada peraturan masa tanam satu kali dalam satu tahun? Jawab: peraturan ini lahir karena melihat dalam waktu satu tahun ada dua musim cuaca yaitu musim hujan dan musim kemarau, maka dari itu pertanian padi yang memang membutuhkan air maka masa tanam padi di perbolehkan hanya satu kali dalam satu tahun yaitu pada musim hujan. 5. Kenapa ada peraturan penanaman padi serempak? Jawab: peraturan tersebut lahir karena melihat gejala ketika masa tanam tidak serempak akan mendatangkan hama yang silih berganti datang menganggu tanaman padi misalnya hama burung. 6. Apakah benara kalau misalnya meninggal peraturan tersebut akan mendatangkan hukuman Jawab:
82
Aturan tersebut adalah seperangkat aturan yang ditaati dan dipakai oleh masyarakat Kampung Adat Urug dalam hubunganya dengan padi. Setiap orang yang melangar peraturan tersebut akan mendatangkan bala atau ganjaran, ganjaran tersebut ialah penyakit gatal, hama tanaman atau dalam istilah warga setempat yaitu Bendoaan 7. Apakah ada hutan lindung di Kampung Adat Urug? Jawab: Ada letaknya di Urug Lebak luasnya sekitar 10.000 m2 hutan ini warga tidak boleh menebang sembarangan kecuali mengambil ranting-ranting yang sudah mati.
8. Kenapa rumah di sini di larang pakai genteng? Jawab: alasan masyarakat tidak memakai genteng untuk rumahnya ada dua alasan yang menyebabkannya, pertama alasannya ialah karena masyarakat tidak memakai genteng untuk rumahnya karena genteng terbuat dari tanah mereka menyatakan bahwa sesuatu yang ditutupi oleh tanah adalah sesuatu yang sudah meninggal, sedanga alasan kedua ialah supaya masyarakat rajin menanam tanaman rumbiak, tanaman rumbiak adalah tanaman yang bisa digunakan untu membuat atap, anyaman bilik, buat konsumsi, penahan air, rajin bekerja dan suasana sejuk. 9. Bagaimana aturan dalam penggunaan beras atau padi dan Surbuk? Jawab? surubuk (pupuk) untuk penanaman padi adalah, pupuk yang dihasilkan dari sampah rumah tangga seperi cangkang bekas dari buah-buahan misalnya dari bekas buah rambutan dan buah-buahan lainya dan bekas sisa-sisa makanan. Bekas makanan tersebut mereka bawa ke persawahan untuk dibuang di persawahan supaya bisa jadi pupuk bagi padi yang akan di tanam, dan jerami bekas dari panen itu tidak di boleh di bakar dan itu sengaja dibiarkan dan akhirnya menjadi surubuk (pupuk)bagi padi yang akan di tanam selanjutnya
83
Selanjutnya dalam pengunaan padi dan beras ada aturan yang dipakai berikut adalah peraturanya. Dalam dalam menumbuk dan menjemur padi tidak boleh pada hari senin dan jum’at, dan ketika akan mengambil beras dari pandaringan (tempat menyimpan beras) harus rapih dalam berpakaian dalam tata-cara mengambil beras tersebut jangan asal, pada saat mau menyimpan padi ke lumbung padi ada peraturanya, tidak asal menumpuk begitupun jika akan mengeluarkan padi dari lumbung, pada saat akan menyimpan padi di lumbung ini disebut entep seureuh (entep sereh adalah aturan dalam mengambil beras dan padi agar tidak sembarangan) dan padi ketika di panen di potong menggunakan ketam atau ani-ani, selanjutnya dalam menanam padi orang tua dulu sebelum menanm padi melihat resi bintang terlebih dahulu, ketika bintang waluku sudah terlihat atau keluar maka itu waktu untuk menanam padi, di Urug mengenai waktu penanaman padi ini masih dipakai 10. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan? Jawab: ketahanan pangan dari kampung Adat Urug, ketahanan pangan adalah menjaga, mengawasi didalam kehidupan dalam diri seseorang agar jangan meninggalkan kebudayaan misalnya pertanian, pertanian adalah mengolah tanah agar kita bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan pertanian yang hanya mengejar keuntungan. 11. Keberhasilan dan implikasi apa yang dihasilkan dari kearifan local di Kampung Adat Urug? Jawab : Keberhasilan Kampung Adat Urug dalam Melestarikan konsep Ngaji Diri budaya pamali dan budaya gotong-royong yaitu: a. Melestarikan rumah adat Urug. b. Melestarikan hutan lindung (Hutan Keramat). c. Melestarikan kesenian setempat seperti jaipongan, angklung tagonik, dan degung.
84
d. Melestarikan upacara adat setempat yaitu Seren Tahun, Sedekah Bumi, Seren Patahun dan lainya. e. Melestarikan tata-cara pertanian tradisional yaitu: pemakaian bibit padi masih memakai bibit warisan leluhur, pemakaian pupuk tradisonal, penanaman padi setahun sekali dan masa tanam serempak. f. Melestarikan tata-cara pengelolaan padi yaitu: menyimpan padi di leuit (tempat penyimpanan beras), penggunaan lesung untuk menumbuk padi, dan aturan dalam aturan pengelolaan padi yang terdapat dalam aturan entep sereh (aturan dalam mengambil beras dan padi agar tidak sembarangan). Kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyakat Kampung Adat Urug memberikan hasil dampak untuk kehidupan mereka. Keberhasilan tersebut telah membawa masyarakat Kampung Adat Urug di kenal di dunia internasional dengan adanya peneliti luar yang datang ke Kampung Adat Urug untuk melakukan penelitian, terbukti dengan 18 negara telah melakukan penelitian ke Kampung Adat Urug, dan juga menjadi Gebyar budaya setiap tahunya. Manpaat yang dapat dirasakan dari keberhasilan masyarakat Kampung Adat Urug dalam melestarikan kebudayaan, kebudayaan dan adat-istiadat yang diturunkan dari leluhurnya yaitu: a. Biaya pembuatan/perbaikan rumah lebih murah. b. Menumbuhkan pola hidup sederhana. c.
Kerusakan lingkungan dapat ditekan/dikendalikan.
d. Lestarinya sumber-sumber mata air, meskipun musim kemarau airnya tetap tersedia. e. Tumbuhnya sikap kebersamaan dan gotong royong. f.
Memiliki potensi hiburan tradisional khas Kampung Adat Urug.
g.
Kebutuhan Pangan yang selalu terpenuhi.
12. Bapak lahir tahun berapa ?
85
Jawab: Lahir di Bogor 24 Februari 1970 13. Bagaimana riwayat pendidikan anda? Jawab: SDN 01 Kiarapandak SMP 01 CIBUNGBULANG SMA 01 Negeri leuwiliang. 14. Bagaimana riwayat pekerjaan anda? Jawab: Pekerjaan bapak sebenarnya wirasawasta dalam perjalanya saya aktif dalam pemerintahan desa maupun social jabatan yang pernah saya jalankan yaitu ketua BPD (Badan Permusyawaraktan Desa 2000-2006) sekdes (sekertaris Desa 2007-2012) dan pernah menjadi pengurus muhammadiyah.
86
Lampiran 3 DAFTAR WAWANCARA (Wawacara dengan Pengurus Kasepuhan Urug, BapakYayan) 1. Bagaimana sejarah Kampung Adat Urug? Jawab: menurut keterangan dari Bapak Yayan Menyatakan Asal Muasal Kampung Adat Urug di mulai dari di utusanya para inohong atau tokoh dari wetan (sumedang) lalu singgah di panjaungan di sini mererka kemudian membuat perkakas pertanian yang disebut Gasali atau tempat pandai besi, dari panyaungan terus singgah ke cilame ciasahan kemudian ke parung sapi ka urug ciapus ngolah tanah di situlah membuat batas yang sekarang terkenal dengan nama Batu Tapak yang merupakan situs yang ada hingga sekarang letakanya sebelum Kampung Adat Urug. Dan juga merupakan proses pengislaman oleh Sunan Gunung Djati di tanah sunda. 2. Apa yang di maksud dengan kebudayaan sunda? Jawab: Kebudayaan sunda ada yang di Parahiyangan, Pakuan Padjajaran, galuh pakuana semuanya 3. Apa makna budaya? Jawab: Yusunkeun dimana-mana singkatan-singkatan akar permasalahan baik di negara lingkungan dina agama, contohna (depe-depe handap ashor ulah adigung ulah jumeneng) ngajaga ngariksa dina hiji kahirupan urang, silih asuh silih asih silih asah, silih sengitaan, silih elingan, silih bejaan, ilmu pangempuh kadageulan. 4. Apa yang di maksud dengan ketahanan pangan? Jawab : Ketahanan pangan adalah Cuma istilah pemerintah tapi yang di maksud dengan ketahanan pangan adalah pertahankan budaya jangan sampai di
87
tinggalkan, pertanian itu identik dengan ngolah sawah , ngisi kabutuhan urang sapoe-poe. Tani tinggal daki lain ngahasilkun. 5. Apa yang di maksud dengan pertanian? Jawab : Kata pertanian berasal dari gunung maratani nu aya di gunung maratani. Yang menanam secara bersama-sama supaya ulah kahakan nu di luhur. 6. Kenapa sentral Pertanian di urug? Di karenakan urug mempunyai tugas untuk mempertahankan ketahanan pangan oleh para inohong. 7. Hukum yang berlaku dikampung Adat Urug? Jawab: 8. Hiji ilmu buhun, ilmu negara dan ilmu agama.tiga hukum ini jika bersatu maka rakyat akan sadar. 9. Apa yang di maksud dengan padi (pare))? Jawab: Yang di maksud dengan pare adalah parele, dina rukun, susunan, jajaran (padjajaran) 10. Apa yang di maksud dengan Dwi Sri? Jawab: Sri itu bukan wanita itumah dongeng, di karenakan setiap orang suka ama pare makanya istilah Dwi sri itu Cuma perumpamaan. 11. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal? Jawab: Dalam bahasa setempat istilah kearifan lokal sama dengan Talek (aturan), yang menjadi pedoman warga Adat Urug dalam menjalani kehidupanya. Talek di wariskan secara turun-menurun secara lisan dan masih ada sampai sekarang. Talek adalah, wujud kebudayaan abstrak tidak bisa dilihat tapi dirasakan dan dihayati serta diamalkan. Dalam istilah ilmu bahasa sunda adalah Talek juga di istilah dengan, elmu buhun (ilmu papaku, ilmu karuhun, ilmu leluhur, ilmu kasepuhan, yang
88
tersembunyi karena letaknya dalam hati). Tidak ada caret atau tulisanya tapi hanya carek atau ucapan dan amanat. 12. Kearifan Lokal di Kampung Adat Urug? Jawab: Ngaji Diri, Budaya Pamali dan Gotong Royong. 13. Apa yang dimaksud dengan ajaran ngaji diri? Jawab: Konsep Ngaji Diri (memahami diri sendiri atau mawas diri) adalah suatu ajaran pembinaan moral yang didalamnya tercermin pengertian koreksi diri. Di Kampung Adat Urug, ajaran Ngaji Diri di sebut juga Tapa manusia. (memahami siapa sebenarnya jati diri manusia, hakekat manusia) manusia di wajibkan untuk Ngaji Diri agar mengetahui dirinya sendiri, manusia yang sudah mengenal dirinya sendiri akan dekat dengan tuhan. Maka hidupnya tak akan sombong dan angkuh. 14. Bagaimana dengan budaya gotong royong? Jawab: Gotong-royong adalah budaya dan kearifan lokal yang ada di setiap sukusuku bangsa di Indonesia, tak terkecuali di Kampung Adat Urug, nilai gotong royong bisa kita lihat dalam falsafah sunda yaitu, silih asuh, silih asah, silih asih silih elingan bejan, ilmu pangempuh kadagelan. Istilah tersebut
mempunyai
nilai
untuk
saling
mengayomi, membantu, dan menasehati.
melindungi,
membantu,
89
Lampiran 4 DAFTAR WAWANCARA (Wawancara dengan Bapak Wawan Aparat Desa Urug) 1. Sejak kapan Desa Urug menjadi Desa? Jawab: Sejak bulan Febuari dimana desa Urug di Mekarkan dari desa induk yaitu desa Kiarapandak di tandai dengan pemelihan kepala desa untuk pertama kali, dan terpilihlah Jaro Tata sukandar. 2. Berapa Jumlah Penduduk? Jawab: Belum ada catatan yang pasti di sebabkan desa kami masih baru di perkirakan penduduk desa Urug semenjak Lepas dari desa induknya desa Kiarapandak 4627 jiwa. 3. Berapa Kampung yang ada di desa Urug? Jawab: Di desa Urug ada tujuh kampung yaitu kampung Urug Kidul, Tonggoh, Lebak dan Tengah. Kampung Anyar, Kiraycucuk dan Pabuaraan. 4. Berapa jumlah Daftar Pemilih Tetap di Desa Urug? Jawab: 3091 hak pilih dengan jumlah 1636 laki-laki dan 1455 perempuan. 5. Ada berapa RW dan RT di Desa Urug? Jawab: Di desa Urug ada 8 RW dan 24 RT. 6. Apa mata pencaharian warga desa Urug? Jawab: Mata pencaharaian warga Urug adalah petani, pedagang ikan basah dan penambang liar di gunung pongkor khususnya anak muda.
90
Lampiran 5 DAFTAR WAWANCARA (Wawancara dengan Bapak Aditia Guru SDN 02 Kiarapandak) 1. Sudah berapa tahun anda mengajar? Jawab: Saya mengajar sudah hampir lima tahun tugas saya di sini sebagai guru dan juga sebagai operator sekolah. 2. Ada berapa lembaga pendidikan di Kampung Adat Urug? Jawab: Kampung adat ini memeilki satu pendidikan Formal yaitu SDN Kiarapandak 02 dan dua pesantren . 3. Bagaimana tangapan warga terhadap pendidikan? Jawab: Butuh waktu lama untuk menyadarkan warga terhadap pendidikan, dan menurut saya hanya inisiatif dari warga yang bisa merubah sikap masyarakat terhadap pendidikan. Dan itu terjadi ketika pemilihan kepala desa yang mengharuskan mempunyai ijasah sebagai sarat administrasi maka perubahan sikap terhadap pendidikan mulai berubah dan sedikit ada kemajuan. 4. Bagaimana tingkat pendiikan ? Tingkat pendidikan ada yang sudah mencapai sarjana walaupun hanya beberapa orang saja, tingkat SMA dan SMP dan juga sekolah dasar, ada juga yang tidak sekolah.
91
Lampiran 6 DAFTAR WAWANCARA (Wawancara Dengan Bapak Suganda Petani Kampung Adat Urug) 1. Kenapa rumah di sini kagak pakai genteng? Jawab: Leluhur kami tidak membolehkan, dan itu udah jadi aturan adat yang harus di patuhi dan di jalani. 2. Bagaimana pertanian kampung adat ini? Jawab : Menurut Suganda (Petani Kampung Adat Urug) dalam hal menanam Padi. Masyarakat masih mengunakan padi yang tujuh bulan, satu tahun sekali menanamnya. Selanjutnya setelah padi di panen, awalnya padi dijemur sampai kering (dilantaian) dalam waktu beberapa minggu di sawah kemudian diangkut ke lumbung, selanjutnya menentukan kapan untuk menumbuk padi yang baru di Panen. Setelah waktunya di tentukan kemudian beras ditumbuk, dalam penumbukan padi yang baru di panen itu, para penumbuk padi tidak akan bicara sampai padi menjadi beras, baik di antara penumbuk padi maupun dengan orang lain. Apabila melanggar ada hukumannya, tidak akan dikeluarkan peraturan seperti itu jika tidak ada hukumanya bagi yang melanggar. Dalam hukum adat di sebut kawalat, akibatnya bisa langsung terasa di dunia atau pun di akherat padi di sini untuk menjadi beras tidak boleh di giling tapi di tumbuk pakai lesung. Setelah selesai jadi beras, kemudian menentukan juga waktu yang tepat untuk memasak beras ini menjadi nasi, dari mulai mengambil beras di pendaringan (tempat menyimpan beras) kemudian di cuci dan sampai di masak mereka tidak akan bicara (proses nganyaran, mengunakan pertama hasil panen) baru setelah itu menentukan waktu untuk Seren Taun, suukuran akan hasil panen, dan ketika akan menanam kembali padi (tandur) di tunggu waktunya sampai 40 hari setelah acara Seren Taun,
92
wajibnya menunggu sampai 40 hari lebih tidak apa-apa asal jangan kurag dari 40 hari, di ibaratkan seorang istri kita yang baru melahirkan sebelum 40 hari setelah melahirkan jangan di dulu dicampuri, peraturan itu harus, wajib diikuti. Selesai tandur atau menanam semua, kembali mengadakan selametan. Setelah beberapa minggu ketika padi mulai muncul nyiram atau reuneuh (padi berisi), kembali selametan lagi, minta kepada yang kuasa agar padi ini beukah (mengembang) selamat keluarnya, setelah padi beukah mekar, selametan lagi agar padi beuneur (berisi) sampai matang, dan ketika akan memanennya, mengadakan selametan lagi.
93 Lampiran 7
GAMBARAN UMUM DESA URUG
LETAK DAN KEADAAN GEOGRAFIS Desa Urug adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor, dengan Luas wilayah 583.000 Ha, terdiri dari 253.474 Ha Darat dan 259.570 Ha Sawah, serta terbagi 5 Dusun , 14 RW dan 50 RT. Desa kiarapandak memiliki wilayah dengan batas- batas sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara
: Desa Harkat Jaya Kecamatan Sukajaya
2.
Sebelah Timur
: Desa Nanngung Kecamatan Nanggung
3.
Sebelah selatan
: Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya
4.
Sebelah Barat
: Desa Pasir Madang dan Desa Cisarua Kecamatan Sukajaya
Jalan Ibu Kota ke Kecamatan, Ibukota Kabupaten , Ibu Kota Propinsi dan Ibu Kota Negara sebagai berikut: 1.
Ibu Kota Ke Kantor Kecamatan
: 7 Km
2.
Ibu Kota ke Kabupaten Bogor
:60 Km
3.
Ibu Kota Ke Propinsi Jawa Barat
: 180 Km
4.
Ibu Kota Negara
: 100 Km
Pemanpaat lahan atau pengguna tanah Desa Kiarapandak Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor sebagai berikut : 1.
Hutan Negara
:
Ha
2.
Perkebunan Negara ( PTPN )
:
100 Ha
3.
Perkebunan PT. SAP
:
200 Ha
4.
Persawahan Milik Masyarakat
: 259.570 Ha
5.
Ladang Kering Milik Masyarakat
: 583.000 Ha
6.
Kuburan
:
7.
Jalan Desa
:
12 Km
8.
Jalan Kabupaten
:
7 Km
0,450 Ha
MONOGRAFI KP.URUG DESA URUG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR
-
Luas wilayah Kp.Urug Luas Tanah sawah Luas Tanah Darat/Kering Hutan Lindung/Larangan Luas Pemakaman Keramat Jumlah KK Jumlah penduduk
: 10 Ha : 6.200 Ha : 3.800 Ha : 20.000 M2 : 10.000 M : 1.821 : 5.125 Orang
94 -
Laki-laki Perempuan Jumlah sarana Pendidikan Sekolah Dasar Negri Ponpes Jumlah sarana Keagamaan Mesjid Mushola Jumlah Rumah Adat/Kasepuhan Urug tonggoh Urug Tengah Urug Leubak Mata Pencaharian Masyarakat: Pertanian Sawah Perdagangan Peternakan Pendidikan Warga masyarakat : SD SLTP / Mts SLTA / MAN Perguruan Tinggi Jumlah Perangkat Desa : Kepala Dusun Ketua RW Ketua RT Anggota BPD Guru Ngaji Petugas P3N / Amil Alat Transportasi : Kendaraan Roda Empat Kendaraan roda dua
: : : : : : : : : : : :
2.875 Orang 2.250 Orang 2 Buah 1 Unit SDN.Karapandak l 1 Unit 7 Unit 3 Buah 4 Buah 3 Rumah 1 Rumah ( Abah sukardi) 1 Rumah ( Abah Amat ) 1 Rumah ( Abah Ukat )
: 4.320 Orang : 1.279 Orang : 6 Orang : : : :
3780 235 30 2
Orang Orang Orang Orang
: : : : : :
1 4 15 3 6 3
Orang Orang Orang Orang Orang Orang
: 15 Buah : 200 Buah
DAFTAR NAMA KETUA RT DAN JUMLAH KK DESA URUG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR NO
KETUA SLS
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
ATING IRJA SARNATA ACANG USTIB ASPIN ARTIM EMEN SALMAN ADUL EDI SAHI UNDA MUDI NADI YUNUS MOMON ATIM NARAN
NAMA SLS RW.13 RT. 01 RW.13 RT. 02 RW.12 RT. 01 RW.12 RT.02 RW.09 RT. 03 RW.08 RT. 01 RW.09 RT. 01 RW.09 RT.02 RW.09 RT.04 RW.11 RT.01 RW.11 RT. 02 RW.10 RT.01 RW.10 RT.02 RW.10 RT.03 RW.07 RT. 01 RW.07 RT.02 RW.07 RT.03 RW.08 RT.02 RW.08 RT.03
BLOK SENSUS 001 B 001 B 002 B 002 B 004 B 004 B 005 B 005 B 005 B 006 B 006 B 007 B 007 B 007 B 008 B 008 B 009 B 009 B 009 B
JUMLAH KK 46 KK 37 KK 91 KK 53 KK 48 KK 81 KK 67 KK 75 KK 50 KK 77 KK 43 KK 63 KK 61 KK 75 KK 87 KK 65 KK 41 KK 64 KK 78 KK
ALAMAT KP.CIJAMBU KP.CIJAMBU KP.SATU KP.SATU KP.KIRAY CUCUK KP.PABUARAN KP.CIPATAT KOLOT KP.CIPATAT KOLOT KP.PASIR EURIH KP.SUKAMANAH KP.SUKAMANAH KP.PASIR GOMBONG KP.PASIR MANGGU KP.NANGKA BEURIT KP.KIARAPANDAK
95 KP.PASIR DEGUL KP.LEUGOK CAU KP.PABUARAN KP.PABUARAN
DAFTAR NAMA KETUA RT DAN JUMLAH KK DESA URUG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR TAHUN NO KETUA SLS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
AHMAD ACONG ROHI SUKARDI ATNA ASKA SARTA NATA AMRI SARHAM PENDI JASIM LAPI SUANDI MARTAM UDIS AHEN MOMON IDIS UTOM SAHI AMAN OMO HENDRI S. ARSIM ADIH.S NADI YUNUS MOMON ASPIN ATIM NARAN ARTIM EMEN USTIB SALMAN SAHI UNDA MUDI ADUL EDI SARNATA ACANG ATING IRJA SANA MAAN AAT NAMIN
NAMA SLS RT. O01 / 001 RT, 002 / 001 RT. 003 / 001 RT. 004 / 001 RT. 005 / 001 RT, 006 / 001 RT. 001 / 002 RT. 002 / 002 RT. O03 / 002 RT, 004 / 002 RT. 005 / 002 RT. 006 / 002 RT. 001 / 003 RT, 002 / 003 RT. 003 / 003 RT. 004 / 003 RT. O01 / 004 RT, 002 / 004 RT. 003 / 004 RT. 004 / 004 RT. 001 / 005 RT, 002 / 005 RT. 001 / 006 RT. 002 / 006 RT. 003 / 006 RT, 004 / 006 RT. 001 / 007 RT. 002 / 007 RT. 002 / 007 RT, 001 / 008 RT. 002 / 008 RT. 003 / 008 RT. 001 / 009 RT, 002 / 009 RT. 003/ 009 RT. 001 / 009 RT. 002 / 010 RT, 003 / 010 RT. 001 / 010 RT. 002 / 011 RT. 001 / 011 RT, 002 / 012 RT. 001 / 012 RT. 002 / 013 RT. 005 / 013 RT, 006 / 014 RT. 001 / 014 RT. 002 / 014 RT. 003 / 014
BLOK SENSUS
JUMLAH KK 46 KK 55 KK 48 KK 44 KK 38 KK 45 KK 50 KK 37 KK 44 KK 47 KK 46 KK 48 KK 48 KK 46 KK 54 KK 57 KK 69 KK 62 KK 84 KK 71 KK 56 KK 54 KK 69 KK 57 KK 36 KK 48 KK 87 KK 65 KK 41 KK 81 KK 67 KK 78 KK 67 KK 75 KK 48 KK 50 KK 63 KK 61 KK 75 KK 77 KK 43 KK 91 KK 53 KK 46 KK 37 KK 33 KK 52 KK 44 KK 48 KK
ALAMAT Kp, Pasir Walang I Kp, Pasir Walang I Kp, Pasir Sake Kp, Pasir Sake Kp, Pasir Sake Kp, Pasir Sake Kp, Cirempug Kp, Pasir Walang II Kp, Pasir Walang II Kp, Pasir Walang II Kp, Katulampa Kp, Nyomplong Kp, Urug Tonggoh Kp, Urug Tonggoh Kp, Urug Tengah Kp, Urug Tengah Kp, Urug Gardu Kp, Urug Gardu Kp, Urug Lebak Kp, Urug Lebak Kp, Urug Kidul Kp, Urug Kidul Kp, Cipatat Kp, Cipatat Kp, Wates Kp, Cipatat Kp, Karapandak Kp, Pasir Degul Kp, Legok Cau Kp, Pabuaran Kp, Pabuaran Kp, Pabuaran Kp, Cipatat Kolot Kp, Cipatat Kolot Kp, Kiaray Cucuk Kp, Pasir Erih Kp, Pasir Gombong Kp, Pasir Manggu Kp, Nangka Berit Kp, Sukamanah Kp, Sukamanah Kp, Satu Kp, Satu Kp, Cijambu Kp, Cijambu Kp, Urug Tonggoh Kp, Urug Tonggoh Kp, Anyar Kp, Anyar
96 50
HATA
RT. 005 / 014
Peta Kampung Adat Urug
39 KK
Kp, Urug Tonggoh
97
Lampiran 8 Poto Hasil Penelitian.
1. Peneliti dengan Abah Ukat (Pimpinan Kampung Adat Urug)
2. Peneliti dengan Bapak Ade Alek komara (Tokoh Kasepuhan Kampung Adat Urug)
98
3. Keterangan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 4. ritual numbuk padi
5. Padi Kampung Adat Urug.
6. Warga Menyimpan Di Padi leuit (Tempat Penyimpanan Padi.
99
7. sesuguhan selametan seren tahun.
8. Sedekah bumi
9. Batu tapak