Activity Of squeezed jack bean (Canavalia ensiformis L) and Squeezed Kedondong Leaves (Spondias dulcis L.) As Antifertility In Mice Of Sprague-Dawley Strain. Niken Dyahariesti, Hilda Yulistiyanita, Dwi Astuty
[email protected] Background : The increase in the population of Indonesia is a problem for the government. The National Statistics show that the population growth rate Indonesia increases 1.49% annually. This increase is suppressed by family planning programs, one of them is by enhancing the participation of men in family planning programs., Jack bean (Canavalia ensiformis L) is known to contain phytoestrogen compounds that can be used as a traditional medicine to provide antifertility effect on sperm. Kedondong leaves (Spondias dulcis L.) contain flavonoids, tannins and saponins which can be used as a traditional medicine to decrease sperm quality Objectives:The purpose of this study is to determine the antifertility effect of squeezed Jack beans and Kedondong leaves toward Quality ofSperm in the white male mice ofSprague Dawleystrain. Methods : The study design used experimental randomized post test only control grup design: Group control (Aquadest), group I (squeezed kedondong leaves with the dose of 115,5mg / gBB), Group II (squeezed kedondong leaves with the dose of 231mg / 200g BB) , Group III (squeezed kedondong leaves with the dose of 924mg / 200g BB). group IV (squeezed jack bean with dose of 0,45 g/200 g BW), group V (squeezed jack bean with dose of 0,9 g/200 g BW), and group VI (squeezed jack bean with dose of 1,35 g/200 g BW). All treatment doses were administered orally for 14 days. Observation of the quality of spermatozoa was done on 15th day microscopically, then calculated based on morphology of sperm quality, motility, viability and concentration of spermatozoa. Statistical data analysis used the program of package for the social science (SPSS) with one way ANOVA test and LSD test. Results : The doses of ,45 g/200 g BW, 0,9 g/200 g BW, and 1,35 g/200 g BW showed a percentage decrease of sperm quality of spermatozoa when compared to the control. However, doses of 0,9 g/200 gBW and 1.35 g / 200g BW had the quality of spermatozoa under normal sperm quality standards of WHO and included as Asthenozoospermia and Necrozoospermia. Squeezed kedondong leaves (Spondias dulcis L.) was shown to lower sperm. The dose of 231mg/200gBB was shown to lower spermatozoa viability. The dose231mg/200gBB was shown to lower spermatozoa motility. The dose of 924mg/200gBB juta/ml was shown to lower spermatozoa concentrations. Of the average yield obtained according to WHO (2010) can be categorized as class Nekrozoospermia and OligoAsthenozoospermia Conclusion : The squeezed jack bean and squeezed kedondong leaves can be used as a natural antifertility Keywords : Antifertility, kedondong leaves , jack bean, quality of Sperm
36
Efektivitas perasaan biji Koro pedang ( Cannavalia ensiformis L ) dan perasan daun kedondong ( Spondias dulcis L ) Sebagai antifertilitas pada tikus putih jantan galur Sprague – Dawley Niken Dyahariesti, Hilda Yulistiyanita, Dwi Astuty
[email protected] Latar Belakang : Peningkatan jumlah penduduk Indonesia merupakan masalah bagi pemerintah. Badan Statistik Nasional menunjukkan laju pertumbuhan penduduk indonesia meningkat pertahunnya 1,49%. Peningkatan ini ditekan dengan adanya KB, salah satunya dengan meningkatkan peran serta laki-laki dalam program KB, biji koro pedang (Canavalia ensiformis L) diketahui mengandung senyawa fitoestrogen yang bisa digunakan sebagai obat tradisional untuk memberikan efek antifertilitas pada sperma serta daun kedondong (Spondias dulcis L) yang mengandung senyawa flavonoid, tanin dan saponin juga secara tradisional dapat menurunkan kualitas sperma.Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antifertilitas perasan biji koro pedang dan daun kedondong terhadap kualitas spermatozoa tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Metode : Rancangan penelitian ekperimental randomized post test only control grup design. Kelompok kontrol (Aquades),kelompok perlakuan I (perasan daun kedondong dosis 115,5mg/200 g BB) ,kelompok perlakuan II (perasan daun kedondong dosis 231mg/200 g BB), kelompok perlakuan III (perasan daun kedondong dosis 924mg/200 g BB), kelompok perlakuan IV (perasan biji koro pedang dosis 0,45 g/200 g bb), kelompok perlakuan V (perasan biji koro pedang dosis 0,9 g/200 g bb), kelompok perlakuan VI (perasan biji koro pedang dosis 1,35 g/200 g bb). Semua dosis perlakuan diberikan secara oral selama 14 hari. Pengamatan kualitas spermatozoa dilakukan hari ke 15 secara mikroskopis. Kemudian dihitung kualitas spermatozoa berdasarkan morfologi, motilitas, viabilitas dan konsentrasi spermatozoa. Analisa data menggunakan program Statistic package for the social science (SPSS) dengan uji ANOVA satu jalan dan uji LSD. Hasil : Perasan biji koro pedang Dosis 0,45 g/200 g bb, 0,9 g/200 g bb, dan 1,35 g/200 g bb menunjukkan presentase penurunan kualitas spermatozoa jika dibandingkan dengan kontrol. Namun dosis 0,9 g/200 g bb dan 1,35 g/200g bb merupakan dosis yang mempunyai kualitas spermatozoa dibawah standar kualitas sperma normal WHO dan termasuk Asthenozoospermia and Necrozoospermia. Perasan daun kedondong dosis 231mg/200gBB terbukti menurunkan viabilitas spermatozoa. Dosis 231mg/200gBB dapat menurunan motilitas spermatozoa. Dosis 924mg/200gBB terbukti menurunkan konsentrasi spermatozoa, meskipun pada morfologi spermatozoa menunjukkan penurunan sperma normal tetapi masih dalam nilai normal. Dari hasil rata-rata yang diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia dan OligoAsthenozoospermia. Simpulan : perasan biji koro pedang dan daun kedodong dapat digunakan sebagai antifertiitas alami. Kata kunci : Antifertilitas, daun kedondong, biji koro pedang, kualitas spermatozoa
37
Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah yang cukup penting bagi setiap Negara terutama bagi Negara berkembang seperti Indonesias penduduk oleh Badan Statistik Nasional menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan mencapai 1,49 % tiap tahun ( BPS, 2016 ).. Hasil sensuLangkah antisipatif yang pertama dilakukan dalam penanggulangan peningkatan jumlah penduduk adalah dengan pengaturan jumlah kelahiran. Program Keluarga Berencana (KB) menjadi garda terdepan untuk mengendalikan kelahiran terutama pada era otonomi daerah seperti sekarang ini (Musafaah dan Noor, 2012). Program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional telah diundangkan dalam Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, mengisyaratkan bahwa pembangunan kependudukan di Indonesia diletakkan dalam konteks pembangunan SDM yang mencakup pembangunan manusia sebagai subjek (human capital). Dalam hasil survey demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003 juga dikatakan bahwa, partisipasi suami sebagai peserta KB masih sangat rendah, yaitu 1,3% yang terdiri dari pemakaian kondom 0,9% dan vasektomi 0,4% salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang jenis obat dan metode kontrasepsi serta terbatasnya metode kontrasepsi (Purwieningrum, 2008). Salah satu strategi penelitian yang dilakukan oleh kelompok kerja WHO adalah mengembangkan kontrasepsi melalui bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif yang bersifat antifertilitas. Selain itu koro pedang juga mengandung senyawa isoflavon yang sangat tinggi ( IStiani, 2010 )
Bahan alam yang pernah diteliti adalah tanaman daun jambu mete yang berpotensi sebagai antifertilitas, secara tradisional. Hasil penelitian Setiawan (2013) dilaporkan bahwa aktivitas ekstrak etanol daun jambu mete dengan dosis 200 mg/kg BB pada mencit jantan dapat berpengaruh pada berkurangnya motilitas sperma dan jumlah sperma mencit. Daun jambu mete mempunyai kandungan senyawa aktif utama yaitu flavonoid, tanin dan saponin yang dapat berpotensi sebagai agen antifertil. Senyawa lain yang diindikasikan memiliki fungsi antifertilitas antara lain fitoestrogen (Isoflavon, koumestan dan lignin ). Bahan alam yang kemungkinan memiliki potensi untuk diteliti sebagai antifertil adalah daun Kedondong (Spondias dulcis L.) yang merupakan tanaman buah dari famili Anacardiaceae. Kandungan kimia pada daun kedondong (Spondias dulcis L.) adalah flavonoid, tanin dan saponin (Putri, 2012). Penelitian tentang daun kedondong (Spondias dulcis L.) sebagai kontrasepsi alami belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) sebagai antifertil. Hal ini yang membelakangi penulis untuk meneliti antifertil pada koro pedang dan daun kedondong. 1. Tujuan Penelitian 1) Tujuan Umum Untuk mengetahui aktivitas perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) dan perasan koro pedang (Canavalia ensiformis L) sebagai antifertil pada tikus jantan galur Sprague-Dawley 2) Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui aktivitas perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) dan perasan 38
koro pedang ( Canavalia ensiformis L) terhadap penurunan kualitas sperma pada tikus jantan galur Sprague-Dawley b. Untuk mengetahui dosis perasan daun kedondong (Spondias dulcisL.) dan perasan koro pedang ( Canavalia ensiformis L) yang mempunyai kemampuan menurunkan kualitas sperma pada tikus jantan galur SpragueDawley. A. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan Eksperimental Randomized Post Test Only Control Group Design. 2. Prosedur Penelitian a. Alat dan Bahan Alat: jucer, beaker glass, gelas ukur, Kandang tikus beserta tempat makan dan minum, timbangan hewan, timbangan bahan perasan, pinset, gunting, jarum spuit dan jarum oral, cawan petri, pipet tetes, gelas obyek, Hemositometer ImprovedNeubauer, Hand Counter, mikroskop pembesar 1000x, mikroskop pembesar 400x, gelas penutup, lampu spirtus, pipet volume, tabung reaksi, kertas saring, corong kaca. Bahan: daun kedondong, koro pedang hewan uji, NaCl0,9%, Gemsa + alcohol, Aquades, standar BR-2 (pelet), H2SO4, HCL 10%, FeCl3 1%. b. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Ekologi dan
Bioteknologi Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNDIP untuk mengetahui kebenaran bahan baku yang digunakan berkaitan dengan ciri-ciri fisik dan c. Pembuatan Perasan Daun kedondong ditimbang sebanyak 140,2 gram, kemudian dimasukkan kedalam juicer untuk memperoleh sari dari daun kedondong tersebut. Daun kedondong yang sudah dijuicer kemudian diambil sarinya dan dimasukkan kedalam beker glass, diperoleh sari daun kedondong sebanyak 75 ml. Biji koro pedang kering ditimbang sesuai dosis pemberian, dicuci dan dibersihkan, kemudian blanching 75-95°C selama 10 menit kemudian direndam dalam larutan NaCl 5% dengan air perbandingan 1: 10 selama 24 jam untuk menghilangkan senyawa glukosianida (HCN). Selama 12 jam sekali dilakukan penggantian air sebanyak 3 kali kemudian dikupas dan dicuci bersih, diblender dan disaring, filtrat yang didapat ditambahkan aquades hingga volumenya 50 ml (larutan stok). d. Alur Penelitian Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus jantan galur Sprague-Dawley. Secara random hewan uji dibagi menjadi: a) Kelompok kontrol negativ (aquadest) b) Kelompok perlakuan I (perasan daun kedondong dosis 115,5mg/200 g BB) c) Kelompok perlakuan II (perasan daun kedondong dosis 231mg/200 g BB) 39
d) Kelompok Perlakuan III (perasan daun kedondong dosis 924mg/200 g BB) e) Kelompok perlakuan IV(perasan koro pedang dosis 0,45 g/200 g BB) f) Kelompokperlakuan V (perasan koro pedang dosis dosis 0,9 g/200 g BB.) g) Kelompokperlakuan VI (perasan koro pedang dosis 1,35 g/200 g BB) perasan diberikan sehari sekali selama 14 hari. Tikus dibedah pada hari ke 15. Di lakukan pengamatan pada morfologi, viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa. e. pengamatan a) Pembuatan suspensi Tahap pengamatan diawali dengan pembuatan suspensi sperma dari epididimis. Epididimis dipotong dan diambil bagian kaudanya. Kemudian dimasukkan cawan petri yang telah berisi 1 ml larutanNaCl 0,9%. Kauda epididimis kemudian dipotong-potong untuk mengeluarkan cairan sperma didalamnya dengan menggunakan pipet, suspensi diaduk dengan jalan disedot dan disemprotkan kembali secara berulang-ulang (Wintaryati, 2003). b) morfologi Pengamatan morfologi dilakukan dengan membuat preparat basah. Satu tetes suspensi semen diletakkan pada gelas objek, kemudian diberi satu tetes giemsa +
alcohol sebagai pewarna dan ditutup dengan gelas penutup lalu dikeringkan. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Jumlah sperma normal dinyatakan dalam persen dan dihitung dari 100 ekor sperma (Herlina et al 2008). c) Viabilitas Satu tetes suspensi semen diletakkan pada objek glas. Kemudian ditambah dengan satu tetes giemsa + alcohol. Setelah 1-2 menit preparat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Sperma hidup dihitung dari 100 ekor sperma dan dinyatakan dalam persen (Herlina et al, 2008). Sperma yang tidak terwarnai adalah sperma yang viabel (hidup)sedangkan sperma yang terwarnai adalah sperma yang nonviabel (mati) (Arsyad, 1994) Menurut Mesang-Nalley et al(2007) sperma yang hidup tidak menyerap zat warna yang diberikan kepadanya, sedangkan sperma yang telah mati akan menyerap zat warna dan ditandai dengan warna kepala berwarna merah. Kematian sperma diikuti dengan meningkatnya permeabilitas dinding sel, sehingga sperma yang telah mati dapat menyerap zat warna yang diberikan padanya (Toelihere, 1981).
40
d) Motilitas Motilitas sperma ditentukan secara subjektif berdasarkan pergerakan sperma. Pengamatan motilitas sperma dilakukan dengan menggunakan NaCl 0,9% sebagai pengencer. Jumlah sperma yang motil dihitung atas dasar beberapa kategori berikut : Kelas A =Peogresive Kelas B = Non Peogresiv e KelasA+B =Peogresive+Non Peogresive Kelas C =Immotile e) Konsentrasi spermatozoa Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil pada kauda epididimis kemudian dilakukan 1) Larutan stok yang berisi sperma dihisab dengan menggunakan pipet eritrocyt sampai tanda 0,5 kemudian diencerkan dengan larutan NaCl 0,9 % sampai tanda 101. 2) Campuran tersebut dikocok secara hati-hati menurut angka 8 sampai 2-3 menit. 3) Beberapa tetes dibuang dan dikocok. 4) Beberapa tetes lagi dibuang, kemudian satu tetes ditempatkan pada bilik hitung yang sudah diberi kaca penutup.
5) Dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop dan dilakukan perhitungan pada 5 kamar dengan arah zig-zag. 6) Jumlah sperma per ml dapat diketahui dengan cara menggunakan rumus jumlah sperma terhitung x 10 juta/ ml. Perhitungan rumus tersebut didasarkan pada perhitungan sperma dari 5 kamar hitung yang masing-masing kamar terdiri dari 16 ruang kecil, maka didalam kamar terdiri dari 16 kamar kecil, sehingga total ruang kecil adalah 80. Seluruh gelas hemositometer memiliki 400 ruang kecil, dengan volume setiap ruangan kecil adalah 0,01 mm3, dan pengenceran sperma terhitung 200 kali dan apabila 5 kamar atau 80 ruang kecil terdapat X sperma, maka konsentrasi sperma yang diperiksa (sperma/ml) adalah X x Faktor multifikasi (10.000) x Faktor pengenceran B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Determinasi Tanaman Hasil determinasi tanaman diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan (Spondias dulcis L.) dengan kunci determinasi : 1b, 2b, 3b, 4b, 6b, 7b, 9b, 10b, 11b, 12b, 13b, 14a, 15a, Golongan 8 Tanaman dengan daun tunggal dan tersebar, 41
109b, 119b, 120b, 128b, 129b, 135b, 136b, 139b, 140b, 142b, 143b, 146b, 154b, 155b, 156b, 162, 163b, 167b, 169b, 171b, 177a, 178a, Famili 68 : Anacardiaceae. Genus 3. Spondias. Species :Spondias dulcis L. (kedondong) (Steenis,2003). Hasil determinasi tanaman diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan adalah biji koro pedang (Canavalia ensiformis L) dengan Kunci determinasi :1b, 2b, 3b, 4b, 12b, 13b, 14b, 17b, 18b, 19b, 20b, 21b, 22b, 23b, 24b, 25b, 26b, 27b, 28b, 29b, 30a, Famili 108 : Papilionaceae .......... 1c, 13b, 23a, 24b, 25b, 26b, 27b, 28b, 29b, 32b, 39a, 40a, 41b, 45b, 47a, 48c, 49b, 75a, 76b, 77b, 78b, 79c, 80b, 83b, 84a, 85a, 86a, ......... Genus 72. Canavalia, ......... 1b, 4b, Spesies : Canavalia ensiformis (L.) DC (Koro Pedang). 2. Identifikasi Senyawa Untuk mengetahui kandungan Flavonoid, tanin dan saponin pada perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) dilakukan identifikasi dengan reaksi warna. a. Identifikasi senyawa flavonoid pada perasan daun kedondong, yang ditunjukan dengan perubahan warna
dari hijau tua menjadi warna kuning, terbentuknya warna kuning karena penambahan asam sulfat (H2SO4) pada tabung reaksi (Harborne, 1987). b. Identifikasi senyawa tanin pada perasan daun kedondong, sebanyak 0,1 gram sampel ditambahkan 5ml aquades kemudian didihkan selama beberapa menit. Kemudian disaring dan filtratnya ditambah FeCl3 1%. Warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menandakan adanya senyawa tanin (Harborne, 1987). c. Identifikasi senyawa saponin pada perasan daun kedondong, diambil 0,1 g sampel dimasukkan dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 ml air panas didihkan selama 5 menit, disaring dan dikocok vertical, diamkan 10 menit. Kemudian ditambah dengan 1 ml HCL 10%. Hasil positif jika terdapat buih stabil Tabung reaksi tersebut didiamkan dan diperhatikan ada atau tidak adanya busa stabil. Sampel mengandung saponin jika terbentuk busa stabil dengan ketinggian 1-3 cm selama 30 detik (Depkes RI, 1995).
Tabel 1 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid, Tanin dan Saponin No Sampel Reagen Warna Hasil 1 H2SO4 pekat kuning + flavonoid Perasan daun 2 FeCl3 1% Warna biru tua + tanin kedondong 3 HCL 10% busa stabil + saponin Berdasarkan table diatas, perubahan warna yang teradi menunjukan bahwa perasan daun kedondong positif mengandung senyawa flavonoid, tanin dan saponin. Untuk menentukan kandungan kimia pada koro pedang : a. Identifikasi kandungan sianida (HCN) Identifikasi kandungan HCN dilakukan untuk
mengetahui kandungan sianida pada perasan koro pedang yang dilakukan menggunakan Sianida Test Kit dengan hasil negatif mengandung sianida.
42
b. Identifikasi kandungan isoflavon (fitoestrogen) Identifikasi kandungan isoflavon pada koro pedang untuk membuktikan adanya isoflavon pada perasan koro pedang (Canavalia ensiformis L) yang dilakukan secara fitokimia. Perasan koro pedang dalam tabung reaksi ditambah serbuk Mg dan HCL pekat menunjukkan adanya busa dan warna sedikit kuning gading, perasan koro pedang yang direaksikan dengan H2SO4 pekat terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning dan adanya endapan diatas, perasan koro pedang yang direaksikan dengan NaOH, terjadi perubahan warna menjadi kuning kental menandakan positif isoflavon. (Hayat, 2013 3. Hasil Uji Aktivitas Perasan Daun Kedondong (Spondias dulcis L.) 1) Uji LSD Morfologi Tabel 1 Uji LSD morfologi Pasangan Perlakuan p-value Kontrol Negatif vs P 1 0,000 Kontrol Negatif vs P2 0,000 Kontrol Negatif vs P3 0,000 Kontrol Negatif vs P4 Kontrol Negatifvs P5 KontrolNegatif vs P6
0,000 0,000 0,000
Kesimpulan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan
Keterangan: Jika p-value < 0,05 ada perbedaan signifikan Jika p-value > 0,05 tidak ada perbedaan signifikan a. Viabilitas Spermatozoa Tabel 2.Uji LSD viabilitas Pasangan Perlakuan p-value Kontrol Negatif vs P1 0,000 Kontrol Negatif vs P2 0,000 Kontrol Negatif vs P3 0,000 Kontrol Negatif vs P4 0,576 Kontrol Negatif vs P5 0,006 Kontrol Negatif vsP6 0,000
Kesimpulan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda tidak signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan
Keterangan: Jika p-value < 0,05 ada perbedaan signifikan Jika p-value > 0,05 tidak ada perbedaan signifikan
43
b. Motilitas Spermatozoa Tabel 3 Motilitas Spermatozoa
Kelompok Kontrol negatif
Motilitas Spermatozoa (%) (Mean±SD) Kelas A Kelas B Kelas C 48,33±6,24 42,78±7,72 8,89±5,83
P1
13,33±11,9
51,11±6,20
35,56±15,01
P2
10,56±13,9
43,89±7,12
45,56±19,28
P3
15,00±16,4
48,33±9,60
36,67±21,5
P4 P5
45 ± 4,71
46,67 ± 5,16
6,67 ± 6,32
23,33 ± 17,13
28,89 ± 23, 16
46,67± 40,17
24,44 ± 11,86
59,44± 15,12
P6 Keterangan
16,11 ± 4,91 : kelas A :Progressive kelas B : Non Progressive kelas C : Immotile
c. Konsentrasi Spermatozoa
Tabel 4 Uji ANOVA konsentrasi daun kedondong Variabel dependen
p-value
Perasan daun kedondong 0,000 Ket : Sig. ≥ 0,05 = tidak ada perbedaan bermakna Sig. ≤ 0,05 = ada perbedaan bermakna Tabel 5 Uji LSD konsentrasi Pasangan Perlakuan Kontrol Negatif vs dosis 115,5 Kontrol Negatif vs Dosis 231
p-value 0,945 0,410
Kesimpulan Berbeda tidak signifikan Berbeda tidak signifikan
Kontrol Negatif vs Dosis 924
0,000
Berbeda signifikan
44
Tabel 6. Uji Anova konsentrasi koro pedang Variabel F Kesimpulan dependen hitung p-value Perasan Berbeda tidak signifikan koro pedang 2,307 0,108 Keterangan : jika nilai p-value ≤0,05 maka berbeda signifikan jika nilai p-value ≥ 0,05 maka tidak berbeda signifikan PEMBAHASAN Dari hasil perhitungan data dan analisis data menunjukkan bahwa perasan koro pedang dan daun kedondong mempunyai efek antifertilitas terhadap tikus putih jantan Sprague Dawley berdasarkan penurunan kualitas spermatozoa yaitu yang dilihat dari parameter morfologi sperma, viabilitas sperma, motilitas sperma dan konsentrasi sperma. Jika dilbandingkan dengan kelompok kontrol semua dosis perlakuan mengalami penurunan kualitas sperma. Di lihat dari parameter morfologi spermatozoa semua perlakuan memberikan efek yang bermakna, dari parameter viabilitas semua perlakuan daun kedondong memberikan efek yang signifikan dibanding kontrol dan perasan koro pedang hanya perlakuan ke 5 ( dosis 0,9 g/200g BB) dan P6 ( dosis 1,35 g/200g BB ) yang memberikan efek signifikan dibandingkan kontrol. Berdasarkan parameter motilitas perasan daun kedondong dosis 231 mg/200 g BB menunjukkan penurunan motilitas spermatozoa dan pada perasan kacang koro . Parameter konsentrasi spermatozoa perasan koro pedang semua perlakuan tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap kontrol sedangkan perasan daun kedondong
hanya pada dosis 924 mg/200 g BB yang memberikan hasil berbeda signifikan. Dosis perasan koro pedang yang memberikan hasil sebagai antifertilitas yang memiliki rata-rata nilai kualitas sperma dibawah standar WHO adalah dosis 0,9 g/200 g bb dan 1,35 g/ 200 g bb dengan kualitas sperma yang termasuk Astenozoospermia yaitu persen progressive sperma dibawah standart dan necrozoospermia yaitu persentase sperma hidup (viabilitas) rendah dan persentase kelas immotile yang tinggi. Sedangkan pada perasan daun kedondong diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia adalah presentase rendah viabilitas hidup dan presentase tinggi immotile sperma dalam ejakulasi dan OligoAsthenozoospermia adalah total jumlah sperma (konsentrasi spermatozoa) dan persentase motilitas progressive spermatozoa dibawah batas bawah referensi Penurunan kualitas spermatozoa ini karena kandungan fitoestrogen koro pedang yang mengakibatkan terganggunya proses spermatogenesis dan terhambatnya enzim 17-βhidroksisteroidoksidoreduktase sehingga terjadinya penurunan produksi hormon testosteron. fitoestrogenpada koro pedang dapat 45
bersifat agonis yaitu dapat berikatan dengan reseptor estrogen (RE) dan merangsang respon estrogen. Menurut Adriani, (2015) Pemberian estrogen pada individu jantan akan dapat menyebabkan gangguan pada poros hipotalamus hipofisistestis, yang dapat menyebabkan terhambatnya seksresi FSH dan LH, akibatnya terjadi gangguan pada fungsi sel Sertoli dan sel Leydig. Sel Leydig merupakan tempat penghasil hormon testosteron, sehingga gangguan pada sel Leydig menyebabkan kadar hormon testosteron terganggu. Serangkaian proses yang terjadi di epididimis sangat tergantung pada kadar testosteron, sehingga jika kadar testosteron menurun maka dapat menyebabkan morfologi sperma menjadi abnormal (Guyton, 2006). Struktur dan fungsi isoflavon juga menyerupai 17β-ekstradiol yang berikatan dengan RE, sekresi ekstradiol paling banyak dan potensi estrogeniknya juga paling tinggi sehingga viabilitas sperma yang dihasilkan lebih rendah (Ganiswara, 1995; Margo 2015). Berdasarkan motilitas, sperma yang belum matang akan menghasilkan sedikit energi sehingga menyebabkan berkurangnya motilitas (Toelihere, 1981) Sperma yang lamban pergerakannya akan berumur pendek, terbunuh sebelum sampai tempat aman (Vitahealth, 2007). Menurut Rionaldy et al, (2016)Tidak ada perubahan secara signifikan terhadap konsentrasi spermatozoa menunjukkan bahwa proliferasi pada spermatogenesis tidak terganggu Jumlah spermatozoa yangdihasilkan testis tidak cukup untuk mendiagnosafertil atau
infertilnya seseorang. Karena adakalanyajumlah spermatozoa yang normal tetapi bila memilikimorfologi dan kecepatan yang kurang baik akan bisa menyebabkan infertil. Sebaliknya dengan jumlahspermatozoa yang sedikit tapi memiliki morfologidan kecepatan normal maka masih bisa fertil (Guyton, 1997 ). Dalam daun kedondong diketahui adanya senyawa flavonoid, tanin dan saponin yang mempunyai masing-masing mekanisme yang mempengaruhi penurunan morfologi, viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Senyawa flavonoid memiliki aktifitas, seperti estrogen, dapat menekan fungsi hipofisis anterior untuk mengsekresikan FSH dan LH. Dengan cara menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosterone. Kadar testosteron yang tinggi menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis. Testosteron akan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan GnRH sehingga kadar GnRH turun dan menghambat hipofisis anterior untuk menghasilkan FSH dan LH. Bila FSH turun maka terjadi gangguan pada sel sertoli yang menyebabkan berkurangnya zat-zat makanan yang diperlukan untuk diferensiasi dan memelihara sel-sel spermatogenik. Apabila kadar LH turun maka testosteron yang dihasilkan berkurang. Kadar FSH dan testosteron yang rendah menyebabkan proses spermatogenesis terganggu,
46
akibatnya jumlah spermatozoa menurun. Adanya tanin dalam perasan daun kedondong dapat menurunkan motilitas spermatozoa karena tanin dapat mengganggu aktivitas protein dinein yang merupakan salah satu protein yang terdapat pada ekor sperma, yang akan menurunkan motilitas spermatozoa. Protein ini penting karena mempunyai aktivitas ATP-ase yang berfungsi mempertahankan homeostatis internal untuk ion Na-K. Tanin bersifat astringent yang menyebabkan terjadinya pengerutan sel, sehingga dapat berpengaruh terhadap permeabilitas membran sel sperma. Tanin dapat menyebabkan penggumpalan sperma. Dari data sel spermatogenesis terlihat bahwa pembentukan sel spermatogonia menjadi spermatosit, spermatid menjadi spermatozoa mengalami hambatan karena pengaruh pemberian senyawa aktif tanin menurunkan persentase spermatozoa yang memiliki struktur morfologi normal maupun viabilitas Mekanisme senyawa saponin mengakibatkan terjadinya gangguan kerja hormone testosterone dengan menurunkan sekresi protein atau enzim didalm lumen epididimis sehingga proses pematangan spermatozoa dalam epididimis terganggu. Sperma yang belum matang akan menghasilkan sedikit energi sehingga motilitasnya kurang. Penelitian perasan daun kedondong dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa, motilitas spermatozoa dan konsentrasi spermatozoa namun tidak mempengaruhi morfologi spermatozoa. Tidak berpengaruhnya
dosis rendah, sedang dan tinggi terhadap morfologi spermatozoa. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikiut : 1. Perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) dan perasan koro pedang (Canavalia ensiformis L) mempunyai aktivitas sebagai antifertil pada tikus jantan galur sparague dawley. 2. Dosis perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) yang efektif sebagai antifertil ialah dosis231mg/200gBB terbukti menurunkan viabilitas spermatozoa. Dosis 231mg/200gBB dapat menurunkan motilitas spermatozoa. Dosis 924mg/200gBB juta/ml menurunkan konsentrasi spermatozoa, meskipun pada morfologi spermatozoa menunjukkan penurunan sperma normal tetapi masih dalam nilai normal. Dari hasil rata-rata yang diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia dan OligoAsthenozoospermia. 3. Perasan koro pedang (Canavalia ensiformis L) dengan dosis 0,9 g/200 g bb dan 1,35 gr/200 gr bb mempunyai efek sebagai antifertilitas pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan rata-rata hasil dibawah standar kualitas sperma oleh WHO dengan sperma yang teramati termasuk Asthenozoospermia dan Necrozoospermia. 5. DAFTAR PUSTAKA Adriani., dan Sri Nita. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai (Glycine max)Terhadap Kuantitas dan Kualitas 47
Spermatozoa Tikus PutihJantang (Rattus norvegicus) Strain Sprague Dawley. JurnalKEDOKTERAN YARSI 23 (1) : 012-027. Palembang Arsyad, K.K., 1986. Kemungkinan pengembangan kontrasepsi pria. Majalah Medika, 12(4):342351. Badan Pusat Statistik. 2010. Laju Pertumbuhan Penduduk. http;//sp2010.bps.go.id/ [8 maret 2016] Depekes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi 1V, 7, Depkes RI, Jakarta. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2006. Textbook of medical Physiology 11th edition. Philadhelpia: elsevier inc. Page : 996- 1008 Guyton, AC, Hall JE ,1997. Buku Ajar FisiologiKedokteran Edisi 9. EGC.Jakarta Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Diterjemahkan oleh: Koasih Padmawinata & Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Herlina, T., Julaeha, E., Supratman, U., Subarnas, A., Sutardjo, S. 2008. Potensi Tumbuhan Erythrina (Leguminosae) Sebagai Antifertilitas. Jurnal Kedokteran Maranatha Vol. 7 (2). Feb 2008:110-114. Kim, S.H dan Park, M.J. 2012. Effects of Phytoestrogen on
Sexual Development. Korean J. Pediatr.55(8):265-271. Miharja FJ, Supriyanto, dan Slamet H. 2015. jurnal Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS. Moeloek, N. 2006. Analisis Semen Manusia.Retrieved from Cermin DuniaKedokteranNo.30. Musafaah dan Noor, F.A. 2012. Faktor struktural keikutsertaan pria dalam ber-Keluarga Berencana (KB) di Indonesia (analisis data SDKI 2007). Bul Penelit Kesehat, 40(3):154–161. Purwieningrum. E. 2008.Gender dalam KB & KR. Jakarta : Pusat pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. Hal : 910. Voight R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, oleh Soewandhi S. N. Dan Widianto M. B., Edisi Kelima, Penerbit UGM Press, Yogyakarta. Wintaryati, VA. 2003. Pengaruh Ekstrak Biji Papaya (Carica papaya L) terhadao Organ Reproduksi dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus) Balb-C Jantan. Unpublished Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Jember World Health Organization. 2010. WHO Laboratory Manual for the Examination and Processing of Human Semen 5th Edition. Brazil: Courtesy Switzerland.
48