Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Perawat dalam Melakukan Tindakan Hisap Lendir pada Pasien yang Terpasang Ventilator di Ruang Intensif RSDK Semarang. Sri Hartini1 , Edy Soesanto2 , Dera Alfiyanti3. 1
Perawat PICU/NICU RS Dokter Kariadi Semarang,
[email protected]. Dosen S1Keperawatan Fikkes UNIMUS,
[email protected] 3 Staf Dosen S1Keperawatan Fikkes UNIMUS,
[email protected]. 2
Abstrak Tindakan hisap lendir dibutuhkan untuk menjaga kepatenan jalan nafas, oleh karena itu perawat harus tahu dan terampil dalam melakukan hisap lendir sesuai prosedur agar tidak menimbulkan masalah.Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang mempengaruhi keterampilan perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir pada pasien terpasang ventilator di ruang intensif RSDK Semarang tahun 2013. Penelitian ini penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel 69 responden. Analisis dengan uji Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dan keterampilan ( α = 0,05; p = 0,098; r = 0,423 ) , ada hubungan antara lama kerja dengan keterampilan ( α = 0,05 ; p =0,000; r = 0,827), ada hubungan yang kurang erat antara pendidikan dan keterampilan (α = 0,05; p = 0,047; r = -0,239), ada hubungan antara pelatihan dan keterampilan ( α = 0,05; p = 0,000; r = -0,729) analisis multivariat dengan regresi linier berganda antara pendidikan, lama kerja dan pelatihan ada pengaruh terhadap ketrampilan, ( R = 0,844;α = 0,05; sig (Anova) =0,000. Dapat disimpulkan lama kerja, pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhadap ketrampilan. Kata kunci : keterampilan, hisap lendir.
ABSTRACT Background : suctioning was needed to maintain the airway, nurses had to be qualified to perform as the well as the procedure to prevent the complication. The aim of this research was to find the factor that correlate to the nurse’s competence in suctioning toward intubated patients in Intensive Care Unit at Dokter Karia di Hospital Semarang. This research used descriptive correlation with cross sectional approach. Main sample were 69 nurses. Based on Rank Spearman analisys there was a not closely relationships between knowledge and skill ( α = 0,05; p = 0,098; r = 0,423), relationships between length of employment and skill ( α = 0,05; p = 0,000; r = 0,827), relationships not closely between education and skill ( α = 0,05; p = 0,047; r = 0,-239), relationships between training and skill ( α = 0,05; p = 0,000; r = 0,-729). Multivariate analisys with multiple linear regression between education, length of employment and training influencs to skill, partial regression coefficient test training and length of employment influenc to skill, but not for education ( R = 0,844;α = 0,05; sig (Anova) =0,000; partial coefficient length of employment sig = 0,000; education = 0,641; training =0,000). Conclusion length of employment and training were significantly influence together to skill to perform suctioning based on SOP. Keyword : skill, suctioning
PENDAHULUAN Dewasa ini tuntutan masyarakat terhadap rumah sakit untuk lebih meningkatkan kualitas dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat sudah menjadi tren.Pelayanan kesehatan ini meliputi pelayanan di unit rawat jalan, unit rawat inap, unit gawat darurat, maupun di unit perawatan intensif). Ruang intensif sebagai salah satu unit pelayanan tersebut di mana pasien-pasien yang dirawat di sini adalah pasien-pasien berpenyakit kritis dan membutuhkan pelayanan kesehatan secara intensif. Perawat merupakan tenaga yang berhubungan langsung dengan pasien selama 24 jam, harus dapat mengaktualisasikan diri secara fisik, emosional, dan spiritual untuk merawat orang yang mengalami penyakit kritis.Apabila mutu pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pelanggan dibawah standar, akan mempengaruhi citra rumah sakit. Salah satu intervensi yang dilakukan oleh perawat di ruang Intensif adalah pelaksanaan hisap lendir saluran pernafasan terutama pada pasien yang terpasang
alat bantu nafas (ventilator). Menurut Timby (2009), Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. Dari pengamatan peneliti, hampir semua pasien yang dirawat di ruang Intensif Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang terpasang ventilator.Ventilator akan dihubungkan dengan endotrakeal tube (ETT) yang dimasukkan ke trachea karena mereka mengalami permasalahan dengan pernafasan.Dengan terpasangnya ETT dan ventilator tubuh pasien akan berespon untuk mengeluarkan benda asing dengan mengeluarkan sekret sehingga perlu dibantu untuk mengeluarkan sekret agar tidak menghalangi jalan nafas dengan tindakan hisap lendir. Perawat di ruang Intensif RS Dr Kariadi Semarang sangat bervariasi dilihat dari sisi jenjang pendidikan yang ditempuh serta lama kerja, bahkan ada perawat yang belum bersertifikasi.Dan dari pengamatan peneliti masih ditemukan perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir pada pasien yang terpasang ventilator terjadi trauma pada jalan nafas seperti ada sedikit darah yang ikut tersedot pada catheter suction atau desaturasi karena penghisapan yang terlalu lama durasinya atau diulang sebelum pasien diberi kesempatan untuk bernafas lebih dari 3-7 siklus pernafasan pada sekali tindakan, bahkan kadang lupa prinsip septik dan aseptik.Hal ini dapat mengakibatkan meningkatkan risiko kejadian infeksi nosokomial.Data kejadian di RSUP Dokter Kariadi tahun 2000 didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial pada ruang ICU berkisar antara 13–42 % dan pada ruang intensif 40 %. Prayitno, (2008). Masuknya bakteri-bakteri tersebut melalui tindakan-tindakan invasif seperti pemasangan kateter, infus, nasogastriktube, ETT serta tindakan hisap lendir. Tindakan hisap lendir dibutuhkan untuk menjaga kepatenan jalan nafas.Oleh karena itu perawat yang bertugas harus tahu dan terampil dalam melakukan hisap lendir sesuai prosedur agar tidak menimbulkan masalah atau komplikasi.Menurut penelitian Prayitno (2008) menjelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat
pengetahuan perawat dengan perilaku perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir sesuai prosedur.Menurut penelitian Paryanti, dkk.(2007) menyatakan ada hubungan
yang bermakna antara tingkat pengetahuan perawat
dengan
keterampilan melaksanakan prosedur tetap isap lendir/suction di Ruang ICU RSUD Prof. Dr.Margono Soekarjo Purwokerto. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian diatas peneliti ingin mengetahui selain faktor tingkat pengetahuan adakah faktor lain yang mempengaruhi keterampilan dari perawat dalam melakukan tindakan suction pada pasien yang terpasang ventilator.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional dimana pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat., Notoadmodjo, (2010).` Metode ini juga digunakan untuk menganalisis apakah ada hubungan antara variabel tingkat pendidikan, lama kerja, dan pelatihan dengan variabel ketrampilan perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir pada pasien terpasang ventilator. Peneliti dalam hal ini mengambil populasi perawat pelaksana di ruang Intensif RS Dr Kariadi Semarang sebanyak 78 orang dengan total sampel sesuai kriteria inklusi, Arikunto, (2006) Pengumpulan data dilakukan langsung kepada responden dengan menggunakan kuisioner meliputi 15 pertanyaan pengetahuan tentang pengertian, indikasi, prosedur dan komplikasi tindakan suction serta lembar observasional dengan ceklist sebanyak 18 item untuk ketrampilan melakukan tindakan hisap lendir yang dilakukan peneliti. Penelitian dilakukan di ruang Intensif RS Dr Kariadi Semarang yang rata-rata pasiennya menggunakan ventilator dan membutuhkan bantuan perawat untuk bersihan jalan nafasnya dengan tindakan hisap lendir. Data dianalisa secara
univariat, bivariat (rank spearman, korelasi) dan multivariate (regresi linier berganda) HASIL PEMBAHASAN Sebelum dilakukan uji korelasi analisis bivariat, semua data tentang pengetahuan, lama kerja, pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan hisap lendir sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov karena jumlah sampel lebih dari 30.Uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorovsmirnov didapatkan output dengan nilai signifikansi 0,000 untuk semua item yang diuji yang berarti bahwa data pengetahuan, lama kerja, pendidikan, pelatihan dan ketrampilan hisap lendir sesuai SPO di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang berdistribusi tidak normal. Hasil uji kolmogorv-smirnov distribusi data tidak normal maka uji korelasi bivariat menggunakan uji Rank spearman. Hasil uji Rank Spearman antara pengetahuan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO yang dilakukan pada 69 responden didapatkan nilai r sebesar 0,423 dengan nilai signifikansi / p = 0,098. dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara pengetahuan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO, hasil uji Rank Spearman antara lama kerja dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan nilai r sebesar 0,827 dengan nilai signifikansi / p = 0,000. dapat disimpulkan ada hubungan antara lama kerja dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO, hasil uji Rank Spearman antara pendidikan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan nilai r sebesar -0,239 dengan nilai signifikansi / p =
0,047, dapat disimpulkan ada hubungan antara tingkat
pendidikan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO, tetapi hubungan itu tidak erat, hasil uji Rank Spearman antara pelatihan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai didapatkan nilai r sebesar -0,729 dengan nilai signifikansi / p = 0,000, dapat disimpulkan ada hubungan antara pelatihan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 2. Hasil Uji Rank spearman antara Pengetahuan, Lama Kerja, Pendidikan, Pelatihan dengan Ketrampilan Hisap Lendir Sesuai SPO di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, Juni-Juli 2013 (n = 69) variabel
Sig (2-tailed)/ p-value
Pengetahuan dan Ketrampilan Lama kerja dan Keterampilan Pendidikan dan
Koefisien korelasi
Keterangan
.098
.423
Ada hub, tidak erat
.000
.827
Ada hub, erat
.047
-.239
Ada hu, tidak erat
.000
-.729
Ada hub, erat
Keterampilan Pelatihan
dan
Keterampilan
Hasil uji analisis multivariat antara lama kerja, pendidikan dan pelatihan terhadap ketrampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang yang dilakukan pada 69 responden didapatkan nilai R sebesar -0,884 ini berarti bahwa korelasi berganda antara lama kerja, pendidikan dan pelatihan terhadap ketrampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang terdapat hubungan yang erat karena semakin mendekati -1. Sig (anova) yang merupakan uji signifikansi secara bersama-sama didapatkan hasil output 0,000 dapat disimpulkan bahwa lama kerja, pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama berpengaruh terhadap ketrampilan. Uji koefisien regresi secara partial antara lama kerja dengan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan output nilai signifikansi 0,000 dapat disimpulkan bahwa lama kerja berpengaruh terhadap ketrampilan.Uji koefisien regresi secara partial antara pendidikan dengan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan output nilai signifikansi 0,641 dapat disimpulkan bahwa pendidikan tidak berpengaruh terhadap ketrampilan.Uji koefisien regresi secara partial antara pelatihan dengan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan output nilai signifikansi 0,000 dapat
disimpulkan bahwa pelatihan berpengaruh terhadap ketrampilan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Regresi Linear Berganda antara Lama Kerja, Pendidikan dan Pelatihan dengan Ketrampilan Hisap Lendir Sesuai SPOdi Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, Juni-Juli 2013 (n = 69) variabel
Lama Kerja, Pendidikan Pelatihan dengan ketrampilan
R
.844
F (Anova)
53.659
Sig (Anova)
Sig Lama Kerja
Sig Pendidikan
Sig Pelatihan
.000
.000
.641
.000
Responden pada penelitian ini usia rata-rata 30 tahun nilai tengah usianya 28 tahun atau tergolong dalam usia remaja akhir dan dewasa awal (usia menurut Depkes 2009). Sesuai karakteristik dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition). Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima.Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah.Hal ini memungkinkan dalam pengambilan keputusan masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau komunitasnya.Pada tingkat pengetahuan responden tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) menghisap sekresi di ruang intensif sebagian besar responden tingkat pengetahuannya baik (95,7%). SPO merupakan panduan dalam melakukan tindakan namun ada responden dengan tingkat pengetahuan kurang, terutama dalam tujuan lain dari tindakan hisap lendir selain untuk bersihan jalan nafas adalah untuk pengambilan specimen pemeriksaan laboratorium dan pemberian cairan Nacl 0,9% untuk mengencerkan sekret. Hal ini menjadi pertentangan karena SPO yang ada terbit tahun 2004 dan sudah tidak relevan dengan literatur sekarang.Sebagian besar responden adalah
karyawan baru yang bekerja kurang dari 1 tahun.Hal ini akan sangat mempengaruhi kinerja dari responden tersebut karena belum banyak pengalaman sehingga akan mempengaruhi tingkat keterampilan responden.Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah D III. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat analisa responden terhadap keadaan klien, karena pada tingkat D III lebih ditekankan pada keterampilan dalam melakukan tindakan tidak sampai menganalisa tindakan tersebut dilakukan dan rasionalisasinya.Sebagian besar responden telah mengikuti pelatihan keperawatan kritis.Hal ini sangat diperlukan bagi tenaga yang bekerja di ruang khusus seperti ruang intensif ini, karena dalam pelatihan tersebut peserta selain ada teori-teori tentang keperawatan kritis peserta dituntut
untuk
terampil
melakukan
tindakan
yang
aplikatif
di
ruang
intensif.Namun masih banyak responden yang belum mengikuti pelatihan keperawatan
kritis,
sehingga
mempengaruhi
tingkat
keterampilan
mereka.Responden yang terampil sebesar 50,7% atau 35 responden dan yang kurang terampil 49,3% atau 34 responden. Dari data crostabulasi terlihat bahwa responden yang terampil adalah responden yang telah lama bekerja dan telah mengikuti
pelatihan
keperawatan
kritis.Walaupun
responden
tingkat
pendidikannya tinggi dalam hal ini s1, berpengatahuan baik dan telah mengikuti pelatihan keperawatan kritis karena pengalaman kerja yang relatif singkat ternyata responden tersebut kurang terampil dalam melakukan tindakan. Uji Rank Spearman antara lama kerja dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan nilai signifikansi / p = 0,098 yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO. Hasil penelitian ini berbeda dengan Budi Prayitno (2008) ada hubungan antara tingkat penetahuan perawat dengan perilaku dalam melakukan tindakan suction sesuai prosedur di divisi rawat intensif. Hal yang melatar belakangi perbedaan hasil penelitian ini karena responden dalam bekerja harus sesuai SPO, sehingga diharuskan mengetahui SPO menghisap sekresi di ruang intensif, tetapi karena banyak responden yang bekerja kurang dari 1 tahun sehingga keterampilan mereka masih kurang karena untuk terampil seseorang harus melakukannya
berulang-ulang.Dengan banyaknya responden dengan pengalaman kerja di bawah 1 tahun (53,6%) ternyata responden hanya sampai pada tingkatan tahu saja belum bisa mengaplikasikan ke dalam tindakan-tindakan keperawatan khususnya ketrampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO, karena pengalaman kerja adalah pengetahuan dan ketrampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang sebagai akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu. Uji Rank Spearman antara pendidikan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan nilai signifikansi / p = 0,047 yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO,Menurut Ambar (2004) bahwa, “Pendidikan merupakan usaha yang sengaja diadakan dan dilakukan secara sistematis serta terus-menerus dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan tingkatannya, guna menyampaikan, menumbuhkan dan mendapatkan pengetahuan, sikap, nilai, kecakapan atau keterampilan yang dikehendaki.Sehingga dapat disimpulkan pendidikan merupakan usaha seseorang untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap, ketrampilan yang dikehendaki yang dilakukan dengan sengaja, terus menerus dan sistematis sesuai tingkatannya.Uji Rank Spearmanantara pelatihan dan keterampilanmelakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkannilai signifikansi / p = 0,000 yang berarti ada hubungan antara pelatihan dan keterampilanmelakukan hisap lendir sesuai SPO.Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan ketrampilan tertentu agar peserta semakin terampil sehingga mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik dan sesuai standar.Tujuan pelatihan menurut Notoatmodjo, (2010) penting untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sebagai tolok ukur keberhasilan dari seluruh program, dan harus dapat memberikan pengalaman belajar yang baik bagi peserta. Hasil uji analisis multivariat antara lama kerja, pendidikan dan pelatihan terhadap ketrampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang pada uji signifikansi secara bersama-sama didapatkan hasil output 0,000 yang berarti bahwa lama kerja, pendidikan dan pelatihan secara bersamasama berpengaruh terhadap ketrampilanUji koefisien regresi secara partial antara
lama kerja dengan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan output nilai signifikansi 0,000 dapat disimpulkan bahwa lama kerja berpengaruh terhadap ketrampilan. Hasil uji regresi ini semakin menguatkan dari hasil uji bivariat dengan Rank Spearman antara lama kerja dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO juga didapatkan nilai signifikansi / p = 0,000.Uji koefisien regresi secara partial antara pendidikan dengan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan output nilai signifikansi 0,641 ini berati bahwa pendidikan tidak berpengaruh terhadap ketrampilan. Sedangkan pada uji bivariat dengan Rank Spearman antara pendidikan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO yang dilakukan pada 69 responden didapatkan nilai r sebesar 0,239 dengan nilai signifikansi / p = 0,047. Nilai koefisien lebih mendekati 0 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara pengetahuan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO adalah lemah.Ini menunjukkan bahwa dengan adanya hubungan yang lemah antara pendidikan dengan ketrampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO maka setelah dilakukan uji regresi linier berganda hasil menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan ketrampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO. Ada beberapa kemungkinan yang perlu diamati lebih lanjut bahwa tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dalam arti luas baik secara formal maupun informal akan berpengaruh terhadap seseorang dalam mengetahui, mengerti, memahami sesuatu karena kemampuan tersebut dipengaruhi oleh kemampuan belajar dan daya ingat. Kariyoso dalam Prayitno, (2008), tetapi pada saat menjalani pendidikan seseorang tidak hanya belajar tentang ketrampilan melakukan hisap lendir saja.Uji koefisien regresi secara partial antara pelatihan dengan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO didapatkan output nilai signifikansi 0,000 ini berarti bahwa pelatihan berpengaruh terhadap ketrampilan. Uji regresi linier berganda secara partial ini semakin menguatkan uji bivariat dengan Rank Spearman antara pelatihan dan keterampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO yang didapatkan nilai signifikansi / p-value 0,000.
Keterbatasan dalam penelitian ini meliputi instrument penelitian berupa kuisioner sehingga data belum tergali secara mendalam dan kurang dapat mengeksplorasi jawaban responden, sehingga hasil yang didapat dimungkinkan belum dapat mewakili seluruh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketrampilan melakukan hisap lendir sesuai SPO, pengisian kuesioner terutama pada kuesioner pengetahuan yang merupakan panduan bagi responden dalam melakukan tindakan, antar responden saling bekerja sama, sehingga hasil dari kuesioner yang cenderung sama.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keterampilan melakukan hisap lendir yang sesuai SPO yaitu lama kerja dan pelatihan. Sehingga dengan adanya hasil tersebut diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perawat tentang pentingnya pengalaman seseorang untuk diadopsi oleh perawat yang belum berpengalaman melalui proses mentoring. Adapun pelatihan adalah hal yang wajib diikuti oleh semua perawat yang bertugas di keperawatan kritis karena dengan adanya pelatihan akan menambah pengetahuan dan ilmu yang siap diterapkan dalam proses pemberian asuhan keperawatan kritis. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan perawat ruang intensif RS Dr Kariadi Semarang dengan keterampilan perawat tentang tindakan hisap lendir pada pasien terpasang ventilator,ada hubungan lama bekerja perawat ruang intensif RS Dr Kariadi Semarang dengan keterampilan perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir pada pasien terpasang ventilator, tidak ada hubungan pendidikan perawat ruang intensif RS Dr Kariadi Semarang dengan keterampilan perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir pada pasien terpasang ventilator, ada hubungan pengalaman pelatihan perawat ruang intensif Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang dengan keterampilan perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir pada pasien terpasang ventilator, tidak ada faktor yang paling berpengaruh terhadap keterampilan perawat dalam melakukan tindakan hisap lendir pada pasien terpasang ventilator.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi institusi pelayanan
kesehatan
karena
pengalaman
kerja
berpengaruh
terhadap
keterampilan, perlu dilakukan proses transfer pengalaman seorang senior kepada yuniornya melalui mentoring.Pelatihan yang diikuti oleh perawat juga mempengaruhi ketrampilan seorang perawat dalam melakukan tindakan dan memberikan asuhan keperawatan kritis sehingga perlu dilakukan up-date dan upgrade ilmu keperawatan kritis melalui pelatihan keperawatan kritis.Standar Prosedur Operasional sebagai pedoman dan acuan dalam melakukan tindakan hendaknya selalu dilakukan up-date dan up-grade sesuai dengan perkembangan ilmu agar tidak terjadi kesenjangan antara standar yang ada dengan perkembangan teknologi ataupun teori saat ini.Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan, dapat dijadikan pertimbangan dalam mempersiapkan lulusan yang siap kerja di tempat yang sesuai dengan kemampuan dan peminatan calon tenaga kerja dengan mewajibkan mahasiswanya untuk mengikuti program magang atau pelatihan agar dalam
memberi
pelayanan
kepada
klien
lebih
optimal.Bagi
peneliti
selanjutnya.agar dipertimbangkan dalam pengambilan sampel penelitian lebih homogen supaya hasil penelitian benar-benar dapat menjawab hipotesis dan menggambarkan populasi dan situasi yang ada, selanjutnya dapat menganalisa dan mengeksplorasi lebih dalam variabel yang dapat mempengaruhi ketetampilan.
KEPUSTAKAAN Ambar, T.S, (2004). Kemitraan dan Model-Model Pemerkasaan. Yogyakarta : Gaya Media.
Arikunto & Suharsimi. (2006).Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Hadiwinoto. (2012).Kategori Umur. Di akses pada tanggal 15 September 2013 dari http://ilmu-kesehatan-masyarakat.blogspot.com/2012/05/kategoriumur.html
Kariyoso, (1994). Pengantar Komunikasi Bagi Perawat. Jakarta : EGC.
Notoadmodjo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Prayitno, B. (2008). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang ProsedurSuction dengan Perilaku Perawat dalam Melakukan Tindakan Suction Sesuai Prosedur di ICU Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang.Diakses darihttp://eprints.undip.ac.id/9708/1/Budi_Prayitno.pdf. pada tanggal 14 januari 2013.
Paryanti, dkk, (2009).Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Ketrampilan Melaksanakan Prosedur Tetap Isap Lendir/Suction di Ruang ICU RSUD Prof.DR.Margono Soekarjo, Purwokerto. Diakses darihttp://www.library.upnvj.ac.id/pdf/5FIKESS1KEPERAWATAN/10107 12008/BAB%20V.pdf. Pada tanggal 10 januari 2013. Tanjung, D, (2003). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ventilasi Mekanik, Digital Library USU.Diaksespadatanggal 28 Desember 2012 darihttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3600/1/keperawatandudut.pdf Timby, B.K, (2009). Fundamental Nursing Skill and Concept (9th ed.). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins