NEUROPSIKOLINGUISTIK Prof. Mangantar Simanjuntak, Ph.D Program Doktor Linguistik Sekolah Pascasarjana - USU
Teori Standar Neuropsikolinguistik •
Neuropsikolinguistik sebagai sebuah disiplin juga memakai pendekatanpendekatan antardisiplin untuk menerangkan hakekat hubungan bahasa dengan otak, dengan tujuan utamanya untuk membuktikan, bahwa manusia telah diatur secara alamiah untuk berbahasa. Disiplin-disiplin yang terlibat dalam pendekatan ini, ialah neuropsikologi, neuroanatomi, neurofisiologi, neurokimia, dan disiplin-disiplin linguistik, seperti psikolinguistik, sosiolinguistik, linguistik antropologi dan lain-lain. Hasil-hasil kajian disiplin-disiplin inilah yang dimanfaatkan berbagai disiplin ini, sehingga sebuah displin baru lahir yang dinamai neuropsikolinguistik (Weigl dan Bierwisch, 1973), untuk menghasilkan beberapa teori mengenai hubungan bahasa dengan sistem syaraf otak setelah hasil-hasil ini disejajarkan dengan teori-teori linguistik yang telah ada . Hasilhasil penemuan neuropsikolinguistik ini juga telah sangat berfaedah di bidangbidang lain, di samping kegunaannya dalam menerangkan aspek-aspek bahasa, asal mula dan evolusi bahasa, dalam menambah pengetahuan kita mengenai aspek-aspek penyakit bertutur, seperti afasia, gagap, lambat bertutur, stroke afasia (stroke yang mengakibatkan kehilangan bahasa), dsb., dan pengobatannya
• Neuropsikolinguistik memakai data-data klinis yang telah terkumpul untuk menemukan mekanisme fisiologi dan neuropsikologi yang melandasi penyakitpenyakit bertutur (berbahasa) dan ini akan memberikan sebuah metode yang objektif untuk mengkaji struktur dalaman bahasa dan ucapan dan juga mekanisme syaraf otak yang melandasinya (Luria, 1967, 1972, 1973). Kerusakan-kerusakan atau kesalahankesalahan dalam pemakaian bahasa (lisan atau tulisan) yang disebabkan oleh kegegeran korteks otak (“cortical lesions”) telah menimbulkan banyak masalah yang pemecahannya memerlukan kejasama yang intensif terutama di antara neurolinguistik dan neuropsikologi di samping kerjasama dengan disiplin-disiplin yang disebutkan di atas. Kerjasama antardisiplin ini telah mencoba menyelidiki masalah-masalah afasia (yaitu penyakit bertutur apabila pasien kehilangan salah satu aspek kemampuan berbahasanya atau seluruhnya sebagai akibat kerusakan bagian korteks otak yang merumahi bahasa dan ucapan) yang tertentu dengan cara menghubungkannya dengan teori linguistik yang relevan. Di samping itu kerjasama ini juga telah mencoba menghubungkan secara langsung bukti-bukti fisiologi untuk fungsi-fungsi bahasa yang dilokalisasi pada otak yang sedasng bekerja secara normal. Penemuan-penemuan neuropsikolinguistik ini telah memberikan pengertian yang mendalam mengenai fenomena afasia dan pengetahuan bahasa yang tersirat (kompetensi) sebagai yang diuraikan oleh teori linguistik TG untuk memroses bahasa (Weigl dan Bierwisch, 1973; Luria, 1967, 1975).
• Neuropsikolinguistik memanfaatkan data-data klinis yang ditemukan untuk mengungkapkan mekanisme fisiologi dan neurofisiologi yang mendasari kerusakan bahasa (“language disorders”) dan mekanisme ini telah menyediakan sebuah metode untuk mengkaji struktur dalaman bahasa dan ucapan dan mekanisme cerebrum yang membawahinya. (Luria, 1967, 1975). Kerusakan bahasa lisan dan bahasa tulisan yang disebabkan oleh keretakan korteks otak telah menimbulkan masalah-masalah yang harus ditanggulangi oleh neurolinguistik dan neuropsikolinguistik. Kolaborasi yang intensif di antara kedua disiplin ini telah berhasil meneliti masalah-masalah afasia tertentu dengan cara menghubungkannya dengan kerangka linguistik yang berkaitan. Selain itu kolaborasi ini telah mencoba menghubungkan bukti-bukti fisiologi langsung untuk menentukan lokalisasi fungsi-fungsi bahasa yang diperoleh secara eksperimen dari otak yang berfungsi secara normal. Penemuan neuropsikolinguistik ini telah menyumbangkan pengetahuan mengenai hakekat fenomena afasia dan pengetahuan bahasa yang implisit seperti yang dideskripsikan oleh ahli-ahli linguistik TG (Weigl dan Bierwisch, 1973). Pengetahuan ini telah mengindikasikan sesuatu mengenai realitas psikologi dari asumsi-asumsi linguistik yang dapat mewujudkan gramatika bahasa tertentu.
• Menurut Geschwind (1979) kompetensi linguistik memerlukan kerjasama beberapa medan (“areas”) korteks. Apabila sepatah kata terdengar, sensasi dari telinga akan diterima oleh korteks pendengaran utama di lobus temporal, tetapi kata ini tidak akan dipahami sebelum sensasi (signal) ini diproses di medan Wernicke yang sangat berdekatan dengan korteks pendengaran utama. Kalau kata ini akan diucapkan, maka representasi kata ini harus ditransmisikan dari medan Wernicke ke medan Broca, melalui fasikulus busur (“arcuate fasciculus”), yaitu sebuah bundel serat syaraf yang menghubungkan medan Wernicke dengan medan Broca. Di medan Broca, kata ini akan merangsang sebuah program terperinci untuk artikulasi kata itu, dan program ini akan disampaikan ke permukaan korteks motor. Korteks motor akan menggiatkan otot-otot bibir, lidah, laring dan sebagainya. Apabila sepatah kata tertulis dibaca , sensasi kata ini mula-mula akan diterima korteks penglihatan utama di lobus oksipit. Signal ini kemudian dikirimkan ke girus angular (“angular gyrus”), yang akan menghubungkan bentuk penglihatan kata itu dengan pola pendengaran yang menyerupainya di medan Wernicke. Mengucapkan kata itu kemudian akan menggiatkan sistem neuron yang sama.
Bagan Hubungan-Hubungan Kontralateral
•
Dengan memakai sebuah teknik yang disebut ‘stimulasi elektrik otak’ (ESB = “electrical stimulation of brain”) kebenaran lateralisasi ini telah juga dibuktikan. Pusat bahasa di hemisfer kiri otak dirangsang dengan aliran elektrik melalui lateral kiri talamus dan subjek eksperimen segera menderita anomia, yaitu subjek tidak dapat menamai benda apa pun yang disodorkan ke depan matanya, pada hal subjek dapat bercakap dengan lancar. Stimulasi elektrik yang sama ke hemisfer kanan melalui lateral kanan talamus tidak menimbulkan anomia (Ojemann dan Ward, 1971.). Teknik yang lain yang disebut “electroencephalography” = EEG) telah diperkenalkan oleh Schafer (1967) dan Ertle and Schafer (1967, 1969). Teknik ini juga telah dipakai oleh McAdam dan Whitaker (1971), seperti yang disebutkan di atas, untuk memastikan apakah betul terdapat aktivitas elektrik pada otak, apabila seseorang berbicara dan, apabila aktivitas ini terdapat bagian otak yang mana yang dirangsang. Merekalah yang pertama sekali melaporkan, bahwa mereka telah merekam aktivitas elektrik di hemisfer kiri otak sebelum dan sesudah subjek bercakap-cakap, sedangkan di hemisfer kanan tidak terdapat aktivitas elektrik seperti ini.
Bagan Fungsi-Fungsi Otak Hemisfer Kiri
Penyakit Ekolalia, Palilalia dan Korprolalia • Terutama pada penderita penyakit spektrum autisme, dijumpai juga penyakit bertutur yang disebut ekolalia dan juga palilalia. Kedua penyakit bertutur ini, dijumpai juga pada penderita sindrom Tourettes. Yang dimaksud dengan ekolalia, ialah penyakit bertutur di mana penderita, yang pada umumnya anak autistik, cenderung mengulang-ulang kata-kata atau frase-frase yang baru saja didengarnya. Pada mulanya, ahli penyakit bertutur merasa, bahwa tidak ada makna ujaran-ujaran ekolalia ini. Nmun kemudian, ahli-ahli ini menemukan, bahwa ujaran-ujaran ekolalia itu mengandung informasi komunikatif tertentu. • Penderita penyakit bertutur palilalia selalu mengulang-ulang kata-kata atau frase-frase dan buah pikirannya sendiri secara kompulsif (terpaksa dilakukan), atau ada yang mendorongnya melakukannya. Penderita ini selalu didorong oleh sesuatu untuk mengulang-ulang kata-katanya sendiri dan dia tidak kuasa menahannya. • Penyakit bertutur koprolalia pada umumnya diderita oleh orang-orang yang menderita sindrom Tourettes sebagai fase transisi. Penyalit koprolalia ini adalah pengucapan tidak sengaja kata-kata porno dan kata-kata kasar, yang biasanya tidak ada kaitannya dengan situasi yang dihadapinya.
Penyakit Afasia Penyakit afasia ini telah diterangkan di atas secara singkat karena memberi sumbangan kepada pengkajian medanmedan korteks bahasa. Afasia merupakan sebuah penyakit kerusakan bahasa, yaitu kerusakan pemahaman atau kerusakan pengucapan bahasa (produksi bahasa), karena kerusakan medan korteks yang membawahi pemahaman dan, atau produksi bahasa itu. Penyakit afasia ini merupakan sebuah penyakit yang diperoleh karena kerusakan otak di serebrum hemisfer kiri. Penyebab utama afasia adalah stroke. Penyebab lain, adalah tumor otak, luka kepala karena terbentur atau terpukul atau tertembak, atau karena penyakit neuralgia.
• Penyakit afasia pada umumnya adalah disebabkan oleh stroke, yang melibatkan korteks hemisfer kiri otak pasien. Stroke (apopleksi) terjadi kalau sebuah arteri (pembulush darah) ke otak pecah atau tersumbat oleh klot (“clot”), gumpalan darah kecil. Kalau arteri yang pecah atau tersumbat itu di hemisfer kiri otak, di mana pusat bahasa itu terdapat, maka muncullah stroke afasia, atau disebut juga hemiplegia afasia, karena pasien kehilangan bahasa atau disebut juga hemiplegia kanan, karena pasien mengalami kelumpuhan bagian kanan badannya, terutama kaki kanan dan tangan kanan. Jadi stroke afasia (hemiplegia afasia) melibatkan kehilangan bahasa dan kelumpuhan bagian kanan badan pasien Kehilangan bahasa dan kelumpuhan bagian badan sebelah kanan terjadi, karena bahasa dan badan sebelah kanan dikontrol oleh korteks sebelah kiri otak, jadi kalau korteks hemisfer kiri otak rusak, maka bahasa dan badan kanan akan rusak (lumpuh). Kalau korteks hemisfer kanan yang rusak, maka bahasa akan tetap utuh, tapi badan sebelah kiri akan lumpuh. Kadang-kadang terdapat kejadain stroke yang menyebabkan badan pasien sebelah kanan lumpuh , tetapi bahasanya utuh. Keadaan ini bisa disebabkan oleh dua hal: kerusakan korteks sebelah kiri itu hanya melibatkan medan motor korteks kiri saja, sedangkan medan bahasanya tidak rusak, atau pusat bahasanya berada di korteks kanan otak.
• Terdapat dua bentuk penyakit afasia yang paling sering dijumpai, yaitu afasia Broca dan afasia Wernicke. Penyakit ini pada umumnya terjadi karena stroke, yaitu kerusakan pada korteks sebelah kiri otak, yaitu pada pusat bahasa di hemisfer kiri korteks otak. Kerusakan pada pusat bahasa di hemisfer kiri korteks ini sudah dapat dipastikan dengan memakai alat “positron emission tomography” (PET). • Kalau kerusakan medan bahasa melibatkan medan Broca, yaitu medan bahasa yang terletak di lobus frontal yang berjiran dengan korteks motor utama , maka muncullah penyakit afasia Broca. Pasien tidak dapat berbicara atau mengujarkan kalimat-kalimat, karena medan Broca yang bertanggungjawab mengujarkan kalimat-kalimat telah rusak. Namun pasien dapat memahami bahasa yang didengarnya, karena medan Wernicke yang membawahi pemahaman tidak rusak.
• Kalau kerusakan medan bahasa melibatkan medan Wernicke, yaitu medan bahasa yang terletak di bagian belakang lobus frontal pertama yang berjiran dengan korteks pendengaran, maka muncullah afasia Wernicke. Pasien dapat mengujarkan kata-kata, tetapi tidak dapat memahami kalimat-kalimat yang didengarnya. Jadi, kalau kerusakan terjadi pada medan Broca, pasien tidak dapat memroduksi kalimat-kalimat, sedangkan kerusakan medan Wernicke menyebabkan pasien tidak dapat memahami kalimatkalimat yang didengarnya. • Pasien afasia Broca selain daripada kehilangan kemampuan memroduksi atau mengujarkan bahasa, dia juga kehilangan semua bentuk kata ganti, artikel, dan konjungsi, namun dia mempertahankan pemakaian nomina dan verba. Dia hanya bisa mengujarkan sebuah kata sewaktu-waktu dan dia mengeluarkan tenaga yang sangat kuat untuk mengujarkan kalimat-kalimat yang agak panjang. Inilah contoh kalimat pesakit afasia Broca yang direkam oleh David Carroll (1999: 334-346) : “ Yes…ah…Monday….er Dad and Peter H…(namanya sendiri), and Dad …er…hospital…ah…Wednesday…Wednesday nine o’clock…and oh…Thursday…ten o’clock, ah doctors…two…an ..doctors..and er…teeth…yah.”
•
Pasien afasia Wernicke berbicara sangat lancar, tetapi ujarannya tidak mempunyai arti atau tidak mengandung informasi, dan juga pemahamannya tidak baik. Karena pasien ini bercakap lancar tetapi tidak memahami ujaran-ujaran dengan baik, maka penyakit afasia ini disebut juga afasia lancar bicara (“fluent aphasia”), sedangkan penyakit afasia Broca yang bicaranya tersendat-sendat tetapi memahami ujaranujaran dengan baik, disebut afasia tidak lancar bicara (“non-fluent aphasia”). Contoh percakapan pesakit afasia Wernicke adalah sebagai berikut: “Well this is…mother is away here working her way out o’here to get her better, but when she is looking, the two boys looking in other part. One their small tile into her time here. She’s working another time because she is getting too.” (David Carroll, 1999:334-346.).
PENDEKATAN NEUROPSIKOLINGUISTIK Ahli-ahli pengajaran bahasa sependapat, bahwa pengajaran bahasa akan lebih baik kalau guru bahasa mengetahui bagaimana bahasa diperoleh dan dipelajari dan bagaimana bahasa itu diproses di dalam otak pada waktu menerbitkan dan memahami kalimat-kalimat. Bagian yang terakhir ini, yaitu bagaimana bahasa diproses dalam otak merupakan perkembangan baru dalam pengajaran bahasa.dan inilah yang dimaksud dengan pendekatan neuropsikolinguistik. • Sebenarnya, bagaimana kira-kira bahasa diproses dalam otak sudah diketahui sejak akhir abad ke-19. Juga sudah lama diketahui, bahwa bahasa berdomisili di dalam otak. Tetapi pertalian pengetahuan ini dengan pengajaran bahasa, terutama mengenai implikasinya, merupakan pengetahuan baru. •
• Tentu banyak orang yang masih ragu-ragu mengenai perkembangan baru ini. Keragu-raguan ini terutama diketengahkan oleh guru-guru bahasa yang sudah lama menerapkan pendekatan dan metode-metode lama yang sudah berurat-berakar dalam tradisi pengajaran bahasa di sekolah-sekolah. Keragu-raguan juga disuarakan oleh ahli-ahli bahasa terutama mereka yang kurang yakin, bahwa bahasa itu benar-benar berdomisili di dalam otak dan diproses di dalamnya. Mereka menuntut bukti empiris, bahwa bahasa itu betul-betul berada dan diproses di dalam otak pada waktu berkomunikasi. Setelah bukti-bukti empiris diketengahkan, seperti yang diutarakan di atas, mereka segera bertanyak : « Apa kaitannya dengan pengajaran bahasa ? » « Bagaimana pengetahuan itu bisa membantu pengajaran bahasa ? »
• Neuropsikolinguistik telah membuktikan, seperti yang telah dipaparkan dalam bab-bab terdahulu, bahwa bahasa dan ucapan betul-betul berada dan diproses di dalam otak. Pusat bahasa dan ucapan berada di hemisfer kiri korteks manusia. Maksudnya ialah, seperti yang telah diterangkan di atas, bahwa gramatika atau tata bahasa yang teridiri dari rumus-rumus sintaksis (tata kalimat), rumus-rumus semantik (tata makna), rumus-rumus fonologi (tata bunyi) dan rumus-rumus pragmatik (tata konteks), dan leksikon (kosakata) berada di medan-medan tertentu di hemisfer kiri otak manusia. • Memang diakui oleh neuropsikolinguistik, bahwa di medan mana setepattepatnya setiap kumpulan rumus itu disimpan masih belum dapat dipastikan dan masih bisa dipersoalkan. Tetapi yang sudah pasti, ialah, bahwa medan Wernicke, medan Broca, girur angular, fasikulus busur, dan medan-medan lain di dalam sistem limbik, seperti hipokampus dan talamus, merupakan pusat bahasa dan ucapan dengan perincian berikut: a) medan Wernicke mengatur proses pemahaman ucapan; b) medan Broca mengatur proses pengucapan; c) girus angular menyimpan dan mengatur tata bahasa dan leksikon; d) fasikulus busur menghubungkan medan Wernicke dengan medan Broca; e) medanmedan lain di dalam sistem limbik, seperti talamus dan hipokampus, membantu proses-proses kebahasaan yang dilakukan oleh medan-medan a, b, c, dan e.
• Neuropsikolinguistik juga sudah menemukan, bahwa berbahasa tidak hanya melibatkan rumus-rumus tata bahasa saja, tetapi juga melibatkan aspek-aspek prosodi dan metafora yang sekarang disebut komponen pragmatik. Jadi, seperti yang telah diterangkan di atas, komponen pragmatik ini sudah diterima oleh ahli-ahli neuropsikolinguistik sebagai komponen keempat tata bahasa, tetapi disimpan dan diproses di hemisfer kanan korteks dan bukan di hemisfer kiri. Seperti yang telah diterangkan di atas, aspek-aspek prosodi ini, ialah aspekaspek bahasa yang berkaitan dengan intonasi, tekanan suara, logat (aksen), dan yang dimaksud dengan aspek-aspek metafora, ialah perumpamaan, kalimatkalimat kiasan, dan frase-frase idiomatis. Tempat atau medan-medan korteks hemisfer kanan (HKn) yang menyimpan komponen pragmatik ini identik dengan daerah sistem limbik HKr. Hal ini sudah dapat dipastikan pada waktu seseorang pesakit afasia yang kehilangan kemampuan memahami metafora ditemukan mengalami kerusakan korteks sistem limbik HKn. Intonasi dan logat pasien ini juga mengalami kerusakan yang menimbulkan kesukaran pemahaman. Jika pemahaman kalimat-kalimat kacau karena intonasi, tekanan suara dan logat yang aneh dan kacau, maka pasien mengalami afasia pragmatik dan kerusakan korteks berada di HKn.
Bagan Pusat Bahasa dan Ucapan di Hemisfer Kiri Korteks
• Dalam proses pemerolehan bahasa dan proses menerbitkan dan memahami kalimat-kalimat, kedua hemisfer korteks ini selalu bekerja sama sekalipun setiap hemisfer mempunyai fungsi sendiri. Penemuan lain yang sangat penting dewasa ini, ialah penglibatan HKn dalam tugas-tugas pemerolehan dan pembelajaran bahasa di peringkat awal. Ternyata HKn memiliki struktur fisik yang memungkinkannya memroses informasi baru secara efisien, sedangkan HKr akan mengambil alih informasi ini untuk membuatnya sistematis. • Oleh karena kedua hemisfer korteks ini, yaitu HKn (hemisfer kanan) dan HKr (hemisfer kiri) mempunyai tugas masing-masing yang terpisah, namun keduanya selalu bekerjasama dan saling mengisi, maka seorang guru bahasa seharusnyalah memahami keadaan ini agar pengajarannya efektif secara maksimal.
• Neuropsikolinguistik telah menemukan fungsi-fungsi kedua hemisfer korteks otak dalam pemrosesan bahasa. Seperti yang telah diterangkan di atas, kedua hemisfer korteks ini mempunyai fungsi yang berlainan, tetapi selalu bekerja sama dan saling mengisi dan keduanya selalu berkomunikasi. HKn selalu mengetahui apa yang dilakukan HKr dan sebaliknya. Kalau hubungan di antara kedua hemisfer ini terganggu, maka akan terjadi kerusakan bahasa terutama dalam bidang pragmatik yang sangat mengganggu.
Hemisfer Kiri: Ideasi Bahasa: 1. Penerbitan dan pemahaman bahasa (ucapan) : berbahasa. 2. Membaca. 3. Menulis 4. Matematik (Mengira). 5. Sains dan Teknologi. 6. Berpikir analitis dan rasional. 7. Abstraksi dan motivasi. 8. Mengamati fitur-fitur. 9. Proses berurut dan berseri. 10.Temporal (Berwaktu). 11.Notasi musik.
Hemisfer Kanan; Ideasi Bukan Bahasa: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ketrampilan konstruksi. Proses Gestalt, pengenalan muka dan gambar rumit. Lagu dan musik. Pemahaman prosodi dan metafora dan idiom-idiom otomatis. Kegiatan intuisi. Berpikir sintesis dan emosional dan imaginatif. Konkret dan berpola. Memahami ruang dan jarak. Proses serentak dan paralel.