Try Susanti, Nepenthes …
NEPENTHES DAN VALUASI EKONOMI (SUATU UPAYA KONSERVASI NEPENTHES) Try Susanti M.Si
Abstrak Nepenthes merupakan genus terbesar famili monotypic Nepenthaceae tersebar pada wilayah Palaeotropik, mulai dari arah Timur Madagaskar ke New Caledonia, Cina bagian Selatan dan sejumlah pulau kecil terpencil di Pasifik Barat serta Malesiana. Saat ini 103 spesies telah teridentifikasi. Tumbuhan ini memiliki keunikan kemampuan memikat serangga dan bentuk kantung bervariasi sehingga berpotensi sebagai tanaman hias yang eksotik, di samping itu dapat pula dimanfaatkan sebagai tanaman obat, indikator iklim, pengganti tali dan kegiatan ritual serta wadah memasak makanan. Namun habitat alami dari Nepenthes setiap tahunnya semakin terancam, baik oleh pembalakan liar, kebakaran hutan maupun konversi lahan hutan. Upaya konservasi sangat perlu dilakukan untuk penyelamatan keanekaragaman Nepenthes dari ancaman kepunahan, berupa studi pemanfaatan dan valuasi ekonomi potensi Nepenthes serta konservasi in-situ maupun ex-situ dengan mekanisme budidaya dan pemuliaan. Kata kunci : Nepenthes, potensi ekonomi, konservasi I.
pemanfaatan,valuasi
PENDAHULUAN Nepenthes (Kantong semar) pertama kali dikenalkan oleh J.P. Breyne pada tahun 1689 merupakan genus terbesar dari famili monotypic Nepenthaceae, ordo Sarraceniales, kelas Magnoliopsida (Backer dan van den Brink, 1963). Nepenthes merupakan tumbuhan herba perennial, semak atau tumbuhan liana. Tumbuhan muda mempunyai bentuk roset, apabila telah dewasa tumbuh menjadi batang lurus yang merambat di tanah atau memanjat di pohon dengan panjang mencapai 20 m (Hernawati dan Akhriadi, 2006). Batang Nepenthes mempunyai bentuk yang bervariasi, berbentuk bulat, elips atau segitiga. biasanya berongga dan beruas dengan kulit yang agak keras. Beberapa jenis Nepenthes, batang ditutupi oleh bulubulu atau bentuk tambahan lainnya (Cheek dan Jeeb, 2001: Clarke, 14
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012
2001). Daun tunggal. terdiri dari lamina, sulur, dan kantung. Kedudukan daun pada batang selang-seling . Daun sangat beragam dalam bentuk, warna, tekstur dan ukuran. Bentuk lamina lanceolatus, oblongus atau spathulatus, memiliki tekstur seperti kertas (chartaceous) dan kulit (coriaceous), pertulangan daun pinnatus, pinggir daun integer dan ujung daun acutus,acuminatus atau obtusus (Hernawati dan Akhriadi, 2006). Sulur pada batang lurus satu setengah kali atau sama dengan panjang daun (Cheek dan Jeeb, 2001). Sulur berguna sebagai alat pengait dan pada ujung sulur memiliki kantung (Clarke, 1997). Kantung merupakan karakter penting untuk mengidentifikai Nepenthes. Jenis berbeda memiliki karakter kantung yang berbeda baik bentuk dan warna. Bunga simetri radial, kecil dan berwarna kehijau-hijauan, tidak mempunyai petal dan sepal, tetapi memiliki perhiasan bunga yang disebut tepal. Stamen berjumlah 4 – 24, filamen bergabung dalam satu tabung. Karpel mempunyai 3-4 ruang, dengan bakal biji banyak pada setiap karpel. Perkembangan buah kapsul memerlukan waktu sekitar tiga bulan sampai biji matang. Buah dapat memiliki kurang lebih 500 biji. Biji memiliki sayap yang panjang sebagai alat penyebaran dengan bantuan angin (Hernawati dan Akhriadi, 2006). Disamping berkembang biak dengan biji, Nepenthes juga dapat diperbanyak melalui stek batang dan memisahkan anak (Clarke,2001). Tumbuhan ini tumbuh dan tersebar pada wilayah Palaeotropik, mulai dari arah Timur Madagaskar ke New Caledonia, Cina bagian Selatan dan sejumlah pulau kecil terpencil di Pasifik Barat (Clarke, 2001: Crawford & Parmele, 2007). Pada umumnya Nepenthes tumbuh pada hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, padang savanna dan tepi danau. Sehubungan dengan ketinggian tempat hidupnya, Nepenthes dibagi menjadi tiga golongan, yaitu yang hidup pada dataran rendah (0-500 m dpl), dataran menengah (500-1.000 m dpl) dan dataran tinggi (di atas 1.000 m dpl) (Clarke, 2001; Ellison et al., 2003; Mansur 2007; Djuri & Suprayitno, 2008). Pusat keanekaragaman dan endemisitas Nepenthes terletak pada wilayah biogeografi Malesia yakni Kepulauan Indonesia, Sunda Besar, Borneo dan Sumatera, serta Filipina (Clarke, 2001; Moran & Clarke, 2010), dimana Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei) merupakan pusat penyebaran Nepenthes di dunia karena ditemukan 32 jenis, selanjutnya Kepulauan Sumatera merupakan wilayah kedua terkaya akan keanekaragaman spesies Nepenthes ditemukan 31 jenis beberapa diantaranya bersifat endemik (Tamin & Hotta, 1986; Hernawati & Akhiardi, 2006). Endemisitas spesies memungkinkan terjadinya spesiasi allopatrik yang disebabkan oleh vikarians (Robinson et al., 2009).
15
Try Susanti, Nepenthes …
Gambar 1. Peta distibusi Genus Nepenthes (Google map, 2012). Di Indonesia sebutan untuk tumbuhan Nepenthes berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Masyarakat Jawa Tengah mengenal tumbuhan ini dengan sebutan kantong semar karena bentuknya seperti perut semar (tokoh dalam pewayangan) yang buncit, di Jawa Barat disebut dengan sorok raja mantri. Di Kalimantan, setiap suku memiliki istilah sendiri untuk menyebut Nepenthes. Suku Dayak Katingan menyebutnya sebagai ketupat napu. Suku Dayak Bakumpai menyebutnya telep ujung. Ujung adalah nama seorang raja, sedangkan telep adalah nama sebuah alat dari bambu yang berbentuk silinder. Suku Dayak Tunjung menyebutnya selo bengongong, yang artinya sarang serangga. Di Riau disebut dengan periuk monyet, di Jambi disebut dengan kantong beruk, di Bangka disebut dengan ketakung, di Palembang disebut dengan bayung kera. Masyarakat Maluku menyebutnya tempayan setan. Sementara di Papua disebut kobe-kobe (Nepenthes Team, 2004; Akhriadi dan Hernawati 2006). Nepenthes merupakan tumbuhan tergolong unik karena pada kantung terdapat ekstrafloral nectaria, dapat memikat berbagai serangga, sehingga serangga terperangkap untuk masuk ke dalam kantung. Selanjutnya tubuh serangga akan dihancurkan oleh enzim proteolitik dan hidrolitik yang dikeluarkan dari kelenjar kantung (Wang, 2007). Serangga dimanfaatkan oleh tumbuhan ini untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang tidak diperoleh dari dalam tanah dan sumber nitrogen utama bagi Nepenthes (Elena, 2004). Di samping kemampuannya yang unik, Nepenthes mempunyai bentuk, ukuran, dan corak warna kantong bervariasi, secara keseluruhan Nepenthes memiliki lima bentuk kantong, yaitu bentuk tempayan, elip/oval, silinder, corong, dan ramping (McNaughthton,1990; Mansur 2007). Hal ini menjadikan Nepenthes memiliki daya tarik sendiri sebagai tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi, 16
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012
oval slider
tempayan corong pinggang
Gambar 2. Bentuk-bentuk kantung Nepenthes (Google map, 2012). Namun habitat alami Nepenthes di Indonesia khususnya Sumatera setiap tahunnya semakin terancam, baik oleh kebakaran hutan, pembalakan hutan, maupun konversi lahan hutan sehingga tumbuhan ini menjadi barang langka dan berharga mahal, bisa mencapai jutaan rupiah (Akhriadi dan Hernawati, 2006 ; Puspitaningtyas, 2007 ; Irawanto, 2009). Untuk itu upaya penyelamatan dari ancaman kepunahan dapat dilakukan melalui usaha konservasi yang mencakup studi penelitian, pemanfaatan yang berkelanjutan, valuasi ekonomi dan perlindungan (preservasi) harus segera dilakukan baik secara in-situ maupun ex-situ dengan mekanisme bubidaya dan pemuliaan (Azwar, Kunarso dan Rahman, 2006). Idealnya valuasi ekonomi dimaksud untuk memperoleh nilai ekonomi kuantitatif yang nyata dari Nepenthes, nilai ekonomi total atau TEV (Total Economic Value), namun dalam paper ini hanya dipaparkan metode dan teknik pendekatan spesifik yang relevan untuk memperoleh nilai tersebut. Dengan demikian, estimasi finansial dalam satuan rupiah atau satuan nilai lainnya tidak dapat dinyatakan secara langsung dan komprehensif. Variabel yang dapat dinyatakan secara langsung dalam satuan finansial hanya komponen-komponen yang memiliki harga pasar (market price), sedangkan variabel-variabel lainnya hanya berupa formulasi semata mengingat keterbatasan data harga (price), yang untuk mengetahuinya harus dengan penelitian-penelitian pendahuluan atau ketersediaan data dari riset lain yang telah dilakukan. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah ingin mengetahui, mengidentifikasi dan memaparkan potensi dan nilai ekonomi Nepenthes sebagai suatu upaya konservasi Nepenthes. Pembahasan dilakukan melalui telaah pustaka dan analisis dari berbagai pustaka yang ada II. KERANGKA TEORI 2.1. Diversitas dan Status Perlindungan Nepenthes Cheek & Jebb (2001) menyatakan Nepenthes memiliki 87 spesies, pertama kali ditemukan di Madagaskar dan dideskripsikan oleh Etienne de Flacourt pada tahun 1658 di Madagaskar, jenis yang ditemukan saat ini dikenal sebagai Nepenthes madagascariensis. Pada tahun 1677 spesies kantung semar kembali ditemukan di Srilanka, spesies endemik Srilanka ini dikenal dengan sebutan Nepenthes distillatoria. Pada tahun 17
Try Susanti, Nepenthes …
1690, seorang ahli botani asal Belanda bernama Rumphius menemukan spesies baru tanaman kantung semar yang kini lebih dikenal sebagai Nepenthes mirabilis, spesies baru tersebut ditemukan di daerah Maluku. Seychelles (1), Sri Lanka (1), India (1), Indochina (6-9), kepulauan Solomon (1), Kaledonia Baru (1) dan Australia (1). Spesies terbanyak ditemukan di Malesiana terutama Borneo dan Sumatera. Indonesia memiliki 64 jenis, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah). Pulau Sumatera menempati urutan kedua dengan 29 jenis yang sudah berhasil diidentifikasi (Clarke, 2001). sedangkan menurut Tamin & Hotta (2004); Hernawati & Akhiardi (2006) di Sumatera terdapat 29 jenis dan ditambah dua jenis baru sehingga keseluruhannya menjadi 31 jenis Nepenthes. Keragaman jenis kantong semar di pulau lainnya belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan hasil penelusuran spesimen herbarium di Herbarium Bogoriense, Bogor, ditemukan bahwa di Sulawesi 10 jenis, Papua 9 jenis, Maluku 4 jenis, dan Jawa 2 jenis (Mansur, 2006). Sampai dengan saat ini tercatat terdapat 103 jenis Nepenthes yang sudah dipublikasikan (Firstantinovi dan Karjono, 2006) dan masih banyak jenis hibrid alami lainnya. Sekitar 71 jenis hibrid alami telah ditemukan di Semenanjung Malaysia, Borneo dan Sumatera (24 hibrid alami) (Mansur, 2006 ; Hernawati & Akhiardi (2006). Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, Nepenthes termasuk tumbuhan yang dilindungi. Hal ini berarti pemanfaatan langsung dari habitat tidak boleh dilakukan, misalnya mengambil dari hutan lalu dijual (Departemen Kehutanan, 2003). Hal ini sejalan dengan regulasi Convention on International Trade in Endangered Species (CITES), dari 103 spesies kantong semar di dunia yang sudah dipublikasikan, 2 jenis: N. rajah dan N. khasiana masuk dalam kategori Appendix-1. Sisanya berada dalam kategori Appendix-2. Itu berarti segala bentuk kegiatan perdagangan sangat dibatasi. Nepenthes juga masuk pada red list, criteria B2ab (v) IUCN dengan criteria vulnarable, consents, rare, endangered,dan critical endangered (IUCN, 2001). 2.2. Asosiasi Nepenthes Asosiasi antara Nepenthes dengan semut adalah saling menguntungkan. Di dalam kantung tumbuhan Nepenthes bicalcarata, hiduplah koloni semut. Tumbuhan ini bentuknya seperti teko dan memangsa serangga yang menghinggapinya. Meskipun demikian, semut bebas bergerak dan mengambil sisa-sisa serangga dan bahan makanan lainnya dari tumbuhan ini. mereka dapat membangun sarang pada tumbuhan ini. Sang tumbuhan juga menyisakan jaringan tertentu dan sisa-sisa serangga untuk semut. Dan sebagai balasannya, semut 18
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012
melindungi tumbuhan dari musuhnya. Semut cenderung tinggal pada tumbuhan karena adanya cairan bernama “nektar tersisa” yang dikeluarkan tumbuhan. Cairan nektar ini merupakan daya tarik bagi semut untuk mendatangi tumbuhan. Nepenthes memiliki mangsa favorit yang tidak sama. Semut adalah makanan kesukaan bagi N. mirabilis. Sedangkan N. albomarginata adalah pemburu spesialis rayap. Ada pula species Nepenthes yang “vegetarian” yang tidak suka makan daging yaitu N. ampullaria. Kantung semar ini suka melalap guguran dedaunan dari tumbuhan yang berada di atasnya. Sedangkan N. lowii adalah kantung semar yang suka kotoran burung. Di dalam kantong tersebut terdapat cairan yang sangat asam, yang sifatnya mematikan. Fungsinya sebagai penangkap serangga atau binatang kecil, seperti kecoa atau semut. Bahkan, konon, Nepenthes terbesar bisa menangkap tikus (Robinson, 2009). Kantong semar mengeluarkan aroma dari kelenjar nektar yang tercium oleh serangga Semut, rayap, kumbang, dan nyamuk datang mendekat. Saat mencari sumber bau sambil berjalan di bibir kantong, Serangga tergelincir masuk ke dalam kantong. Di dalam kantong, sang korban terombang-ambing dalam cairan kantong. cairan itu sebetulnya air biasa. Hanya saja mengandung ion positif sehingga bersifat asam, dan juga ada enzim. Sebuah riset di Jepang menunjukkan, enzim proteolase atau enzim nepenthesin. Selain itu juga ada enzim kitinase, begitu serangga terjebak dalam kantong, asam dan enzim langsung bekerja. Mula-mula asam kantong mencabik-cabik tubuh serangga menjadi molekul-molekul besar, yaitu protein. Prosesnya berlangsung secara kimiawi. Cangkang diurai oleh enzim kitinase. Tapi molekul ini sebenarnya masih terlalu besar untuk diserap Nepenthes,. Di sinilah enzim nepenthesin bekerja. Molekul-molekul itu dipecah lagi menjadi potongan-potongan lebih kecil seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan mineral lain. Itulah yang diserap Nepenthes, lalu diolah menjadi makanan di daun. Hasil penelitian dari Universitas Victoria, Kanada, menunjukkan bahwa setiap jenis punya makanan favorit. Nepenthes mengambil Nitrogen dari tubuh serangga. Daun Nepenthes diekstrak untuk dilihat kandungan Nitrogen dan C-nya. N. gracilis lebih suka menjebak coleoptera dan diptera, N. Bicalcarata menyantap semut sembada semut hitam besar. Sementara N. albomarginata, lebih suka dengan rayap. Nepenthes maxima bisa menempel di pohon apa saja, yang penting ada lapisan lumut atau serasah daun sebagai penyimpan air dan menjaga kelembapan. Lumut dan serasah daun menyediakan air dan unsur hara yang biasa tersedia dalam tanah, selain sebagai pijakan awal bagi akar. 'Di tanah pun Nepenthes perlu media lumut untuk 19
Try Susanti, Nepenthes …
tumbuh, karena kemampuan lumut menyimpan kelembaban lebih baik ketimbang media tanam lain. Di pohon mati pun N. maxima bisa menempel. 'Kulit pohon mati banyak terdapat lumut, karena pelapukan yang terjadi menyediakan kelembapan yang baik bagi pertumbuhan lumut. Makanya di tempat lembab, tapi banyak terkena sinar matahari, seperti di ujung pohon tanpa daun, kerap ditemui lumut yang membentuk lapisan berketebalan sampai 0,5 cm. Itu sudah cukup bagi biji N. maxima yang jatuh di sana untuk tumbuh. Di dataran yang lebih rendah, N. maxima menjadi epifit. N. maxima memanjat ke pohon untuk mengejar ketinggian dan cahaya matahari. Maklum di dataran rendah, kantong beruk itu lazim tumbuh di bawah naungan tanaman lain untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang lembab. Namun, karena kalah bersaing dalam mendapatkan sinar matahari, ia merambat naik. Agar tumbuh baik, di sekitar tanaman induk tempat merambat mesti kaya serasah daun dan lumut sebagai penyimpan air dan kelembaban. Asal syarat itu terpenuhi, N. maxima itu bisa menyandarkan hidup di batang mati sekalipun. Selain itu ada juga Nepenthes di tebing karang tajam Kepulauan Misool, Kabupaten Rajaampat, Papua Barat. Tempayan setan itu tumbuh di permukaan karang setajam silet. Nepenthes mendapat kelembaban dari Sphagnum moss yang tumbuh di celah karang. Di dekat tempat tumbuh selalu terdapat celah. Air hujan tersimpan di dalamnya sehingga lumut bisa tumbuh. Lapisan lumut Sphagnum itulah yang menjadi pijakan akarnya, sementara itu di kawasan cagar alam Raya Pasi ditemukan 16 jenis dari 14 famili tumbuhan yang berasosiasi dengan Nepenthes (Irawanto 2009). Ada juga ditemukan Nepenthes tumbuh berdampingan dengan anggrek Spathoglottis sp dan suplir. Meskipun masih berkarang tajam, agaknya vegetasi perintis sudah lama hadir di sana sehingga tumpukan serasahnya menjadi tempat tumbuh tanaman lain. Kelembaban bukan masalah lantaran angin laut yang bertiup selalu membawa uap air. 2.3. Potensi Nepenthes Kantong semar memang belum sepopuler tanaman hias lainnya seperti Anggrek, dan Aglaonema serta Anthurium. Namun, saat ini kepopuleran kantong semar sebagai tanaman hias yang ”unik" semakin meningkat seiring dengan minat masyarakat pecinta tanaman hias untuk menangkarkannya. Nepenthes sudah terkenal hingga kemancanegara, bahkan di negara-negara seperti Australia, Eropa, Amerika, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka budidaya tanaman ini sudah berkembang menjadi skala industri. Ironisnya, tanamanan pemakan serangga ini kebanyakan jenisnya berasal dari Indonesia (Azwar dkk, 2006 : Irawanto 2009). Selain berpotensi sebagai tanaman hias, Nepenthes juga bermanfaat sebagai berikut: 20
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012
1. Sebagai Indikator Iklim; Jika pada suatu kawasan atau areal di tumbuhi oleh Nepenthes gymnamphora, berarti kawasan tersebut tingkat curah hujannya cukup tinggi, kelembaban diatas 75 %, tanahnya pun miskin unsur hara. 2. Tumbuhan Obat tradisional; Cairan dari kantong yang masih tertutup dari Nepenthes khasiana, digunakan sebagai obat batuk, untuk obat tetes mata, katarak, gatal-gatal, radang pencernaan (Kumar et al 1980; Mansur, 2006 ; Bhau et al., 2009). Rebusan akar Nepenthes ampularia dan Nepenthes gracilis digunakan untuk mengobati sakit perut, Nepenthes reinwardtiana digunakan untuk penyembuhan radang kulit, obat panas dalam anak-anak dan anak-anak yang ngompol (Heyne, 1987), sedangkan di Irian jaya dan kalimantan akarnya digunakan sebagai astrigen (Cheek & Jebb, 2001 : Irawanto, 2009). Sementara itu, kandungan protein (enzim protease yang kemungkinan besar adalah Nepenthesin I dan Nepenthesin II) di dalam kantong Nepenthes berpotensi untuk pengembangan bertani protein (Witarto, 2006). 3. Sumber air minum bagi Petualang; Bagi para pendaki gunung yang kehausan kantong semar jenis N. gymnamphora merupakan sumber air yang layak minum karena pH-nya netral (6-7) , tetapi kantong yang masih tertutup, sebab kantong yang terbuka sudah terkontaminasi dengan jasad serangga yang masuk kedalam, dan pH-nya 3 sedangkan rasanya masam. 4. Sebagai Pengganti tali, batang dari Nepenthes reinwardtiana bisa di gunakan sebagai pengganti tali untuk pengikat barang ( Anonim, 1995 : Irawanto, 2009 ; Sari, 2009), sedangkan Teysmann di bangka menemukan Nepenthes ampularia batangnya berguna sebagai pengganti rotan karena bersifat liat dan tahan lama, digunakan untuk mengikat pagar dan memikul barang (Heyne,1987). 5. Kantong yang sudah dewasa dipakai untuk wadah/tempat membuat dan memasak makanan “rice pot” seperti lamang, godah (Heyne, 1987 : Tamin dan Hotta, 1986; Sari, 2009). Meskipun tidak terkelompok tumbuhan berguna, ternyata masih banyak kegunaan Nepenthes yang belum tergali, Rumphius mencatat orang Ambon secara rahasia pergi ke gunung menuangkan semua air dari kantung Nepenthes jika lama tidak hujan, ada kepercayaan setelah mengerjakan kegiatan tsb akan datang hujan lebat. 2.4. Ancaman Kondisi habitat Nepenthes di alam semakin terancam karena adanya perusakan habitat Nepenthes oleh masyarakat. Perusakan hutan, konversi hutan menjadi lokasi pertanian dan pemukiman menambah rusaknya habitat Nepenthes yang mengakibatkan musnahnya Nepenthes. Aktivitas masyarakat di sekitar habitat alami 21
Try Susanti, Nepenthes …
dapat mengganggu keberadaan Nepenthes antara lain berupa kegiatan mencari kayu meskipun secara tidak langsung dapat mengganggu Nepenthes, karena dapat tertimpa pohon yang ditebang atau tercabut secara tidak sengaja, di hutan. kemungkinan tanaman mati karena tanaman ini terpotong/ditebang. Selain aktivitas tersebut, pola pembukaan ladang dengan sistem sonor (dibakar) dapat mengganggu kehidupan Nepenthes di habitat alaminya (Azwar dkk, 2006). Pembukaan lahan atau konversi hutan dalam skala kecil maupun besar dengan cara tradisional maupun modern yang dilakukan oleh masyarakat maupun perusahaan juga mengancam keberadaan jenis ini dan jenis flora lainnya. Ancaman terbaru yang masuk belakangan ini adalah pengeksploitasian terhadap Nepenthes oleh masyarakat untuk kepentingan bisnis. Eksploitasi yang tidak memperhatikan kaidah ekologi-konservasi tentu akan mempercepat kepunahan Nepenthes di habitat alaminya. Banyak pedagang yang menjual jenis ini yang bukan dari hasil tangkaran atau budidaya tetapi dari hasil cabutan alam (Irawanto, 2009). III. PEMBAHASAN Parameter dan Metode Valuasi Nilai Ekonomi Nepenthes Valuasi sumber daya alam akan meningkatkan pengertian tentang nilai dan jasa yang disediakan oleh sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Valuasi ini dapat membantu para penentu kebijakan dalam memilih alternatif kebijakan pembangunan, disamping itu valuasi juga berguna untuk identifikasi manfaat dan keuntungan yang dihasilkan. Pemahaman yang lebih baik tentang siapa yang menanggung biaya dan siapa yang menikmati manfaat merupakan syarat penting dalam menerapkan kebijakan yang efektif untuk melindungi dan memanfaarkan sumber daya secara efisien dan berkelanjutan (Vermeulen & Koziell, 2002). Penentuan parameter-parameter yang dapat digunakan dalam rangka valuasi fungsi atau kontribusi dari Nepenthes didasarkan pada spesifikasi barang dan jasa yang dihasilkan oleh Nepenthes tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada lima pendekatan valuasi yang dikenali yaitu valuasi harga pasar, pendekatan pengganti pasar, pendekatan fungsi produksi, pendekatan pilihan dan pendekatan berbasis biaya. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa aspek yang dapat dijadikan sebagai parameter valuasi nilai ekonomi Nepenthes yaitu : 1. Sebagai Tanaman Hias Nilai ekonomi Nepenthes sebagai tanaman hias dapat dihitung berdasarkan harga pasar dari Nepenthes tersebut. Untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan harga pasar ini maka perlu 22
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012
2.
3.
4.
5.
6.
diketahui terlebih dahulu berapa jumlah Nepenthes setiap hari terjual. maka perlu diketahui variabel-variabel berupa jumlah individu Nepenthes yang terjual oleh setiap petani per hari (JN), total waktu penjualan yang optimal (TP) dalam sebulan dan jumlah petani yang menjualnya (N) serta biaya yang harus dikeluarkan oleh petani sampai ketempat penjualan (BT). Formulasi sederhana dapat dirumuskan dalam rangka menentukan nilai ekonomi Nepenthes berdasarkan harga pasar sebagai berikut : Nilai Ekonomi Nepenthes = ( JN x N ) x ( TP ) – BT Sebagai Tumbuhan Obat Tradisional Nilai ekonomi dari Nepenthes yang berperan sebagai tumbuhan obat dihitung berdasarkan pelayanan dokter dan pembelian obatobat sintetis sesuai dengan jenis penyakitnya (Replacement cost). Sumber Air Minum Bagi Petualang. Bagi para pendaki gunung yang kehausan kantong semar jenis N. gymnamphora merupakan sumber air yang layak minum karena pH-nya netral (6-7), tetapi kantong yang masih tertutup, sebab kantong yang terbuka sudah terkontaminasi dengan jasad serangga yang masuk kedalam, dan pH-nya 3 sedangkan rasanya masam. Nilai ekonomi dari Nepenthes yang dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber air minum dapat dihitung berdasarkan harga air minum . Sebagai Pembungkus Makanan Nilai ekonomi dari Nepenthes yang dapat dimanfaatkan langsung sebagai pembungkus makanan dapat dihitung dengan harga pembungkus bahan makanan tersebut apakah dari kertas, daun, plastik dll. Kantong Nepenthes dapat digunakan untuk pembungkus ketupat. Di Sumatera Barat kantong tanaman ini (terutama Nepenthes ampullaria) juga sering dipakai untuk membuat kue godah. Kantong yang sudah dewasa dipakai untuk tempat membuat makanan yang disebut lemang. Di Singkawang, Kalimantan Barat, N. ampullaria sering digunakan untuk membuat aronan pulut (beras ketan) dimasukkan ke dalam kantongnya kemudian dikukus. Sumber Protein Protein (enzim protease) dalam cairan kantong Nepenthes dapat dimanfaatkan sebagai usaha bertani protein / molecular farming.Nilai ekonominya dapat dihitung melalui harga protein sintetik di pasaran. Pengganti Tali . Batang dari Kantong Semar ini bisa di gunakan sebagai pengganti tali untuk pengikat barang. Di Bangka, batang ketakung betul digunakan untuk mengikat pagar dan memikul barang berat. Batang keringnya menggantikan rotan lantaran kuat dan lentur. 23
Try Susanti, Nepenthes …
Bahkan ia lebih tahan lama dibandingkan rotan. Sementara di Papua, batang kobe-kobe yang liat itu dimanfaatkan sebagai gelang. Nilai ekonomi dari Nepenthes yang dapat dimanfaatkan langsung sebagai pengganti tali dapat dihitung sesuai dengan harga tali yang digunakan. Penaksiran biaya pengganti/ Replacement cost . 7. Pengendali populasi serangga hama dan vektor penyakit Peran penting dari Nepenthes yang memangsa serangga seperti semut dan serangga lain yang berpotensi sebagai hama dan vektor penyakit dapat dihitung sebagai satuan nilai ekonomi melalui penaksiran biaya pengganti atau Replacement cost. Biaya pengganti disini adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pemberantasan serangga, rayap dan harga insektisida pemberantas hama, tikus serta biaya kerugian akibat kegagalan panen akibat serangan hama serangga, rayap dan tikus. 8. Sumber Plasma Nuftah Nepenthes merupakan spesies alami dengan potensi genetik yang sangat tinggi. Secara genetis jenis Nepenthes berpeluang untuk diisolasi dan direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat direkombinasikan dengan jenis-jenis Nepenthes yang lainnya untuk budidayanya. Keseimbangan ekosistem dan kekayaan plasma nutfah alam penting untuk dijaga. Nepenthes saat ini telah menjadi industri florikultura di negara maju seperti Eropa dan Amerika, bahkan Nepenthes mampu menjadi komoditi yang sangat menguntungkan bagi negara tersebut. Melalui teknik perbanyakan kultur jaringan, Nepenthes diperbanyak dan diperdagangkan secara legal (padahal jenis yang mereka perbanyak adalah Nepenthes dari Indonesia). Nilai ekonomi dari Nepenthes sebagai sumber plasama nuftah ini dapat dihitung berdasarkan ketentuan harga jual dari plasma nuftah unggul di pasar internasional. 9. Nilai Ilmiah Nepenthes merupakan objek kajian ilmiah yang potensial. Oleh sebab itu, nilai ilmiah dari Nepenthes tersebut dapat dihitung berdasarkan besarnya dana riset yang diperoleh oleh peneliti Nepenthes per tahun. Nilai ekonomi terhadap nilai ilmiah Nepenthes dapat pula dihitung dengan travel cost, yaitu berapa biaya yang dikeluarkan oleh para ilmuwan dan penggemar Nepenthes untuk berkunjung ke lokasi dimana Nepenthes tersebut berada. 10. Nilai Estetika dan Spiritual Di Maluku, air Nepenthes sudah dimanfaatkan penduduk sejak zaman Rumphius pada 1690. Bukan untuk membasahi tenggorokan yang kering, tetapi membasahi tanah Ambon. Bila terjadi kemarau panjang, diam-diam para tetua kampung pergi ke hutan. Mereka menuang semua air dalam kantong Nepenthes ke tanah. Dengan cara itu mereka yakin hujan segera turun. Dukun-dukun zaman dulu 24
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012
menggunakan air di dalam kantong Nepenthes yang masih tertutup sebagai obat pencegah ngompol. Air itu dituang di atas kepala anak yang sering ngompol. Sisanya diminumkan Benar rupanya legenda dalam Homer's The Odyssey. Nepenthes memang pelipur lara dan derita. Nilai ekonominya dapat dipakai Valuasi kontingen atau penentuan WTP (Willingness To Pay) ataupun dengan PDM melalui LUVI terhadap terhadap spesies Nepenthes. 11. Nilai Keberadaan Spesies Terlepas dari segala fungsi atau kontribusi ekologis dan ekonomisnya, masing-masing spesies Nepenthes akan memiliki nilai keberadaannya tersendiri sebagai salah satu bagian dari potensi ekosistem dan kebanggaan kultural penduduk di sekitarnya. Perhitungan nilai ekonomi Nepenthes berdasarkan nilai keberadaan ini dapat diketahui melalui valuasi kontingen atau penentuan WTP (Willingness To Pay) terhadap masing-masing spesies Nepenthes ditempat tumbuhan tersebut berada ataupun dengan PDM melalui LUVI terhadap spesies Nepenthes. IV. KESIMPULAN Nepenthes merupakan tumbuhan herba perennial yang unik karena tidak digolongkan kedalam tumbuhan hias daun ataupun bunga, namun penampilan tumbuhan Nepenthes ini sangat eksotik karena diujung lembaran daun muncul kantung dengan bentuk, ukuran, motif dan warna yang bervariasi sehingga belakangan ini semakin diminati sebagai tanaman hias komersil oleh masyarakat. Disamping itu memiliki potensi lain sebagai obat-obatan, pengganti tali, gelang dan pengendali hama. Karena potensinya tersebut, tumbuhan ini menjadi semakin terancam akibat eksploitasi tanpa memperhatikan kelestarian ekologisnya, selain itu, konversi lahan hutan, kebakaran hutan dan perambahan liar juga turut menambah ancaman keberadaan tumbuhan unik ini di habitat aslinya. Untuk mencegah dan mengurangi ancaman tersebut, perlu upaya konservasi, baik secara in-situ mapun ex-situ. Selain itu perlu diadakan studi dan penelitian lebih lanjut mengenai Nepenthes melalui melalui valuasi ekonomi Nepenthes akan potensi atau nilai keberadaan dan manfaat Nepenthes berdasarkan pendekatan valuasi ekonomi sebagai upaya konservasi, agar masyarakat luas menyadari pentingnya keberadaan Nepenthes baik dari sisi ekologis maupun ekonomis. DAFTAR ACUAN Akhriadi, P and Hernawati, 2006. A Field Guide to The Nepenthes Of Sumatera, Published by PILI- NGO Movement and Nepenthes Team. 25
Try Susanti, Nepenthes …
Anonim. 1995. Medical Herb Index in Indonesia. PT Eisai Indonesia. Azwar, F. Kunarso, A. dan Rahman, T. 2006. Makalah Hasil-hasil Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan Padang. .Backer C. A. and Van Den Brink, R. C. B. 1963. Flora Of Java (Spermatophytes Only). Noordhoff-Groning-The Nederlands. Cheek, M. and M. Jebb. 2001. Nepenthaceae. Flora Malesiana. Series I, Vol. 15 (2000): 1-157. Clarke, C. & J. A. Moran. 2011. Incorporating ecological context: a revised protocol for the preservation of Nepenthes pitcher plant specimens (Nepenthaceae). Blumea (56): 225–228. Clarke, C. 1997. Nepenthes of Borneo. Science and Technology Unit, Sabah, Malaysia. Clarke, C. 2001. Nepenthes of Sumatra and Peninsular Malaysia. Natural History Publications (Borneo), Kota Kinabalu. Crawford, M.R. and Parmele,J. 2007. Structure dan dynamics in Nepenthes pitch plant of Borneo. tropical ecology 380 Departemen Kehutanan, 2003. Kumpulan Peraturan PerundangUndangan Bidang Kehutanan dan Konservasi. Balai Konservasi Sumer Daya Alam Sumatera Barat. Djuri, S. dan Suprayitno. 2008. Mengenal Kantong Semar yang Indah dan Keunikannya. Pendidikan Lingkungan/Konservasi: Pengenalan Dunia Flora Tentang Nephentes spp. Seri : 2 (Kedua). Bogor Ellison A.M, Nicholas, J. Gotelli, J. S. Brewer, D. L. C. Stafira, J.M. Kneitel, T.E. Miller, A. C. Worley and R. Zamora, 2003. The Evolutionary Ecology of Carnivorous Plants. Advances in Ecological Research. 33: 241-245. Firstantinovi, E.S. dan Karjono. 2006. ”Kami Justru Mendorong...”. Artikel Majalah Trubus Edisi 444 November 2006/XXXVII. Hal 21. Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid II.Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta Irawanto, R. 2009. Pemanfaatan tumbuhan Nepenthes oleh masyarakat desa Bagak Singkawang. Kalimantan Barat. Prosiding seminar Nasional Etnobotani IV. Cibinong Science Center. LIPI. IUCN. 2001. IUCN red list categories and criteria: version 3.1. Gland: IUCN Species Survival Commission. 26
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012
Kumar, Y.K, S. Haridasan and Rao. 1980. Ethnobotanical notes on certain medicinal plants among some Garo people around Balphakram Sanctury in Meghalaya. Bull Bot Surv India 22: 161165. Kunarso, A., Fatahul A. 2006. Nepenthes gracilis di Lahan Rawa Gambut Pedamaran, Tanaman Unik yang Semakin Terancam. Balai Litbang HutanTanaman Palembang. Departemen Kehutanan (dalam proses publikasi). Mansur, M. 2006. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya. Jakarta. Mansur, M. 2007. Keanekaragaman jenis Nepenthes (kantong semar) daratan rendah di Borneo Tengah. Berita Biologi 8 (50): 335-339. Mc Naughthton, S. J. Dan L. L. Wolf. 1990. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Meddi, K. B.S. Bhau. T. Sarkar and S.P. Saikia. 2009. PCR based molecular characterization of Nepenthes khasiana Hook. f.- pitcher plant. Genet Resour Crop Evol 56 : 1183-1193 Moran, J.A., & C. M. Clarke. 2010. Plant Signal Behav. 5(6): 644–648. Nepenthes Team, 2004. A Conservation Expedition Of Nepenthes In Sumatera Island. Final Report For BP Conservation Programme. Padang Indonesia. Nugroho A., W.C., IN.N Suryadiputra, Bambang Hero Saharjo dan Labueni Siboro. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Puspitaningtyas, D.M dan Wawangningrum. H. 2007. Keanekaragaman Nepenthes di suaka alam Selasih Talang Sumatera Barat. Pusat konservasi tumbuhan Kebun Raya Bogor. LIPI. Biodiversitas. Vol 8. No. 2: 152-156. Robinson, A.S. , A.S. Fleischmann., S.R. McPherson., V.B. Heinrich., E.P. Gironella & C.Q Pena. 2009. A spectacular new species of Nepenthes L. (Nepenthaceae) pitcher plant from central Palawan, Philippines. B.J Linnean Society. (159): 195 - 202. Sari, R. 2009. Keanekaragaman jenis kantung semar (Nepenthes spp) dan pemanfaatannya bagi masyarakat lokal. Prosiding seminar Nasional Etnobotani IV. Cibinong Science Center. LIPI. 27
Try Susanti, Nepenthes …
Tamin, R. and Hotta, M. 1986. Nepenthes of Sumatera. The Genus Nepenthes of Sumatera Island. Sumatera Nature Study (Botani), Kyoto University, Japan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Vermeulen, J & Koziell, I. 2002. Integrating global and local value. A. riview of biodiversity assesment. International Institut For Enviroment And Development. London.UK. Wang, C.W. 2007. Nepenthes enzymes. Abstract : Serawak Nepenthes Summit, 18 – 21 August 2007. Serawak Forestry, Malaysia. Witarto, A.B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
28