I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi permasalahan dalam pembangunan di berbagai negara. Pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama dalam pembangunan dan selalu dipantau perkembangannya dari tahun ke tahun. Badan Pusat Statistik Indonesia mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Biro Pusat Statistik dengan pendekatan basic needs approach mencatat sebanyak 49,5 juta orang atau 24,23 persen merupakan penduduk miskin pada tahun 1998. Pada periode 1999-2002 jumlah
penduduk miskin menurun
sebanyak 9,57 juta orang (23,43 persen dari total penduduk). Angka kemiskinan mengalami peningkatan pada tahun 2005-2006 sebagai akibat pemerintah menaikkan harga minyak.
kebijakan
Selama periode 2007-2011, angka
kemiskinan mengalami penurunan disebabkan oleh beberapa program pemerintah yang ditujukan pada masyarakat miskin sejak tahun 2005. Akan tetapi pada tahun 2011, persentase penduduk miskin tercatat menurun menjadi 30,02 juta orang atau 12,49 persen. Persebaran penduduk miskin di desa berdasarkan survey Susenas pada tahun 1998-2001 banyak terdapat di desa (Badan Pusat Statistik, 2011). Salah satu strategi dalam pengentasan kemiskinan adalah mengembangkan usaha mikro. Usaha mikro mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan nasional. Dibandingkan dengan usaha menengah dan besar, usaha
1
mikro mampu menyerap lebih dari 90 persen tenaga kerja di Indonesia. Data Kementrian Koperasi dan UMKM menunjukkan usaha mikro menyerap tenaga kerja rata-rata 90 persen lebih sejak tahun 2006 sampai dengan 2009. Yakni sebesar 82.071.144 tenaga kerja pada tahun 2006 dan rata-rata meningkat jumlahnya sebanyak 28,65 persen pertahun dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Tabel 1 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun tahun 2006-2009 2006 jumlah \ Tenaga Kerja (A+B) Usaha Mikro Usaha Kecil (UK) Usaha Menengah A.Usaha Mikro, Kecil dan Menengah B.Usaha Besar
2007 %
86.305.825
Jumlah
2008* %
90.350.778
Jumlah
2009** %
96.780.483
jumlah
%
98.886.003
Perkem bangan 20062009 (%) 14,58
69.966.508
81,07
82.071.144
90.84
87.810.366
90,73
90.012.694
91.0 3
28,65
9.204.786
10,67
3.139.711
3,48
3.519.843
3,64
3.521.073
3,56
(61,75)
4.415.322
5,12
2.698.743
2,99
2.694.069
2,78
2.677.565
2,71
(39,96)
83.586.616
96,85
87.909.598
97,30
94.024.278
97,15
96.211.332
97.3 0
15,10
2.719.209
3,15
2.441.181
2,70
2.756.205
2,85
2.674.671
2.70
(1,64)
*Data sementara, *Data sangat sementara sumber: www.depkop.go.id Peraturan Menteri Keuangan No 12/PMK.06/2005 tanggal 14 Februari 2005 tentang pendanaan simpan-pinjam usaha mikro dan kecil mendefinisikan usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara Indonesia, secara individu atau tergabung dalam koperasi dan memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp.100 juta pertahun. Jumlah usaha mikro mengalami perkembangan pesat. Data Kementrian Koperasi dan UMKM menunjukkan sejak tahun 2006 jumlah usaha mikro sebesar 48.512.438 dan
2
mengalami peningkatan rata-rata 15,39 persen setiap tahunnya dari tahun 2006 sampe tahun 2009. Jumlah usaha mikro rata-rata sebesar 98 persen lebih dari total jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan besar. Tabel 2 Jumlah Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar tahun 2006-2009 2006 jumlah Unit Usaha (A+B) Usaha Mikro Usaha Kecil (UK) Usaha Menengah A.Usaha Mikro, Kecil dan Menengah B.Usaha Besar
%
2007 Jumlah
%
2008* jumlah
%
2009** Jumlah
Perkembanga n 2006-2009 (%) 12,22
%
49.028.380
50.150.263
51.414.262
48.512.438 98,95 472.602 0,96
49.608.953 98,92 498.565 0,99
50.847.771 98.90 52.176.795 98,88 522.124 1,02 546.675 1,04
15,39 (67,73)
36,763
38.282
39.717
(61,01)
0,07
0,08
52.769.280
0,08
41.133
0,08
49.021.803 99,99
50.145.800 99,9
51.409.612 99,99 52.764.603 99,99
12,22
4.577
4.463
4650
(6,87)
0,01
0.01
0,01
4.677
0,01
*Data sementara, *Data sangat sementara sumber: www.depkop.go.id Kontribusi usaha mikro terhadap Pendapatan Domestik Bruto dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 sebesar 32 persen. Ini lebih besar jika dibandingkan dengan kontribusi usaha kecil dan menengah terhadap PDRB lebih kecil jika dibandingkan kontribusi usaha besar terhadap PDRB yang rata-rata 43 persen. Meskipun demikian kontribusi usaha mikro, kecil dan menengah terhadap PDRB masih lebih besar yaitu rata-rata 56 persen .
3
Tabel 3 Kontribusi Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 2006-2009 (milyar rupiah) 2006 jumlah
PDB (A+B) Usaha Mikro Usaha Kecil (UK) Usaha Menenga h Usaha Besar
3.171.417,1
%
2007 jumlah
%
3.745.549,3
2008* jumlah
4.693.809
%
2009** Jumlah
Perkem bangan 20062009 (%) 90,86
%
5.294.860,9
1.017.438,7 32,08 1.209.622,5 32,29
1.510.055,8
32,17 1.751.644,6
33,08
-
329.215,3
10,38 386.404,3
10,32
472.830,3
10,07 528.244,2
9.98
(49,65)
436.769,8
13,77 511,841,3
13,67
630,339,9
13,43 713.262,9
13,47
60,08
2.080.582,9
44,33 2.301.709,2
43,47
79,87
1.387.993,3 43,77 1,637,681,2 43,72
*Data sementara, *Data sangat sementara sumber: www.depkop.go.id Peran strategis dan kontribusi usaha mikro dalam pembangunan menjadi dasar pentingnya pengembangan usaha mikro. Namun demikian usaha mikro mempunyai banyak permasalahan dan hambatan dalam pengembangannya. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Yayasan Dharma Bakti Astra, permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil Mikro (UKM) berturut-turut adalah permodalan 37 persen, teknologi 25 persen, sumber daya manusia 25 persen, dan pengembangan usaha 15 persen. Sedangkan sumber dana yang diperoleh UKM berasal dari modal sendiri 38 persen, perbankan 35 persen, lembaga non bank 18 persen, mitra kerja atau saudara 6 persen dan pemerintah 3 persen (Nugroho, 2003). Permodalan menjadi masalah yang urgen dalam pengembangan usaha mikro, disisi lain usaha mikro mempunyai berbagai karakteristik yang membuat mereka sulit mengakses permodalan yang disediakan oleh lembaga keuangan. Kondisi tersebut memunculkan jenis simpan-pinjam kelompok yang disertai dengan
4
program pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bentuk pelatihan manajemen usaha, seperti administrasi keuangan, teknik produksi, pemasaran, manajemen kelompok, dll. Selain bertujuan untuk mengembangkan usaha pendampingan dalam bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat juga bertujuan agar usaha mikro biasa akses permodalan ke lembaga keuangan. Program Pemberdayaan masyarakat melalui pinjaman kelompok pada awalnya banyak digunakan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga non profit seperti lembaga swadaya masyarakat dengan pendanaan lembaga donor. Pola pinjaman kelompok dan bukan hibah diberikan dalam upaya memberikan edukasi tanggungjawab dan kemandirian kepada masyarakat dalam pengelolaan dana yang digulirkan sehingga terjadi keberlanjutan. Gagasan pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan dana bergulir (kelompok) mulai dipikirkan ketika muncul kesadaran bahwa masyarakat miskin itu bukan the have not melainkan the have little. Bahwa mereka adalah economicaly active poor yang lebih memerlukan aksesbilitas pada service provider (dalam hal ini lembaga keuangan) daripada belas kasihan, dan bahwa upaya pembangunan masyarakat seutuhnya menjadi lengkap apabila memiliki manfaat ekonomi bagi anggotanya (Ismawan, 2009). Modal bergulir melalui kelompok juga diperlukan masyarakat karena masyarakat miskin belum mampu melakukan akses pinjaman ke lembaga keuangan Bank karena terbentur pada skala usaha dan tidak memiliki barang jaminan seperti surat dan barang berharga. Program pemberdayaan masyarakat melalui modal bergulir telah ada sejak zaman Pemerintahan Orde Baru yang dikenal dengan nama program Inpres Desa
5
Tertinggal (IDT) yang dimulai pada tahun 1993/1994, awal Repelita VI. Program ini merupakan manivestasi dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Program IDT dilaksanakan dengan memberikan bantuan modal usaha berupa modal bergulir kepada lebih 20 ribu desa tertinggal dengan
dana sebesar Rp.20 juta setiap tahun. Bantuan dana
bergulir diberikan selama 3 tahun anggaran.. Sejalan dengan bantuan tersebut pemerintah juga memberikan bantuan teknis pendampingan yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat dalam rangka pemanfaatan dana bergulir tersebut. Belajar dari keberhasilan dan kegagalan Inpres Desa Tertinggal, kemudian lahir generasi kedua program-program
kemiskinan dan pemberdayaan
masyarakat lainnya adalah: PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri 1998, P2KP (Program Penangulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum tahun 1999, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-Program tersebut berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi merupakan integrasi dari berbagai program pemberdayaan tersebut. Departemen Dalam Negeri melalui
bagian Pemberdayaan Masyarakat Desa
(PMD) menyelenggarakan program Pengembangan Kecamatan fase 1 pada tahun 1998/1999. Saat terjadinya krisis ekonomi berubah menjadi Program Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi(PDM-DKE). Pada tahun 2002 muncul
6
program Pengembangan Kecamatan Fase 2. Program yang menjadi pilar utama PNPM Mandiri sebelum program-program lain bergabung adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Kemudian mulai bergabung pada tahun-tahun berikutnya adalah P2DTK, PPIP, PUAP, PISEW, dan Pariwisata.
Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) bertransformasi menjadi program PNPM Pedesaan. Program PNPM Perdesaan atau Rural
PNPM mengadopsi sepenuhnya
mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998-2007. Lokasi sasaran meliputi seluruh kecamatan perdesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan tidak termasuk kecamatan-kecamatan kategori bermasalah dalam PPK/PNPM Mandiri Pedesaan. Kelompok sasaran PNPM Mandiri pedesaan adalah: (1) masyarakat miskin di perdesaan (2) kelembagaan masyarakat di perdesaan, (3) kelembagaan pemerintahan lokal. Pelaksanaan PNPM Mandiri di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen/Kementrian dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), partisipasi dari CSR (Corporate Social Responcibility) dan dari dana hibah serta pinjaman
dari
sejumlah lembaga dan negara donor. Ruang lingkup kegiatan PNPM Mandiri terbuka untuk semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati oleh masyarakat meliputi:
(1)kegiatan
simpan-pinjam
khusus
kelompok
perempuan,
(2)pembangunan sarana dan prasana yang dibutuhkan masyarakat miskin yang
7
mendukung kegiatan ekonomi, (3)kegiatan peningkatan kualitas hidup melalui bidang kesehatan dan pendidikan, (4)kegiatan peningkatan kapasitas/ ketrampilan kelompok Usaha Ekonomi Produktif (tidak termasuk penambahan modal). Peneliti pernah melakukan penggalian informasi tentang keberlanjutan kegiatan simpan-pinjam program PPK pada saat program telah bertransformasi menjadi Program PNPM Mandiri Pedesaan di Kecamatan Tambang, dan Kecamatan Bangkingan Seberang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Saat itu peneliti mengikuti Program Magang Indonesia Berdaya yang diselenggarakan PNPM Support Facility periode Januari-Maret 2013. Kegiatan Simpan-pinjam Program PPK 1 dan 2__Usaha Ekonomi Produktif (UEP)__Kecamatan Tambang masih menyisakan uang pinjaman di masyarakat kurang lebih Rp.124.878.778. dengan status macet meskipun telah terjadi pelimpahan kewenangan pengelolaan (FGD UPK Kecamatan Tambang, Kampar, Riau;2 Maret 2013) Penggalian informasi di Kecamatan Bangkinang Seberang juga menemukan masih adanya dana UEP yang dikelola UPK PNPM Mandiri akan tetapi saat ini mengalami kemacetan. Berdasarkan informasi dalam Fokus Group Discusion dimana terdapat beberapa mantan pendamping program UEP yaitu Fasilitator kecamatan, Fasilitator Kabupaten, dan Fasilitator Keuangan Kabupaten, penyebab dari ketidak berlanjutan simpan-pinjam UEP adalah sebagai berikut: 1.
Tidak adanya agunan
2.
Anggota kelompok campuran laki-laki dan perempuan
3.
Banyak kelompok dadakan
4.
Banyak usaha bersama contohnya kolam ikan,
8
5.
Tidak ada persiapan faceout program (exit program), (FGD UPK
Kecamatan Bangkinang Seberang, Fasilitator Kabupaten Kampar, Riau;2 Maret 2013) Kecamatan Pajangan merupakan salah satu wilayah kecamatan di Kabupaten Bantul, dengan batas wilayah Utara Kecamatan Sedayu, batas Timur Kecamatan Bantul, batas Selatan Kecamatan Pandak. Kecamatan Pajangan terdiri dari tiga desa, 55 dusun dan 272 wilayah RT dengan luas total wilayah 33.247.590 meter persegi. Total jumlah penduduk sejumlah 33.778 jiwa yang terdiri dari 16.559 jiwa laki-laki dan 17.085 jiwa perempuan. Berdasarkan pendataan dari Badan Kesejahteraan dan Keluarga Berencana (BKK) Kabupaten Bantul pada tahun 2009, rumah tangga miskin dan sangat miskin di Kecamatan Pajangan tercatat sebagai berikut: Tabel 4 Jumlah Keluarga Miskin di Kecamatan Pajangan, Bantul Jumlah Miskin Sangat Miskin Jumlah Miskin Penduduk dan sangat miskin Tri Widadi 10.582 536 0 536 Sendangsari 11.434 704 6 710 Guwosari 11762 640 0 640 Jumlah 33.778 1880 6 Diolah : BKK Bantul, 2009 dan BPS Bantul 2011 Program PNPM Mandiri Pedesaan di wilayah Kecamatan Pajangan dimulai pada tahun 2006 dengan program awal rehabilitasi pasca gempa bumi Yogyakarta tahun 2006.
Sampai saat ini berbagai program PNPM Mandiri yang
diimplementasikan di Kecamatan Pajangan meliputi : 1) Simpan-pinjam
Perempuan
(SPP)
dengan
kegiatan
simpan-pinjam
kelompok perempuan dan pendampingan pengembangan usaha
9
2) Prasarana Fisik
seperti pembangunan jembatan, pembangunan sistem
irigasi, sistem air bersih, MCK umum, pembangunan unit listrik desa. 3) Pelatihan ekonomi produktif Kecamatan Pajangan merupakan salah satu kecamatan geografis
dengan kondisi
dataran rendah dan lereng pegunungan yang kurang subur untuk
pertanian. Ini membuat
sebagian warganya kesulitan dalam melakukan
pengembangan pertanian.
Kecamatan Pajangan juga mempunyai jumlah
penduduk yang masuk dalam kategori miskin dan sangat miskin dalam jumlah yang cukup signifikan. Meskipun demikian Kecamatan Pajangan juga mempunyai potensi kerajinan yang berorientasi ekpsor seperti batik kayu dan membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dalam pengembangannya. Adanya kegiatan simpan-pinjam
perempuan tentu memberikan peluang pengembangan usaha
mikro baik secara kuantitas maupun kualitas. Kondisi tersebut tentu berdampak pada pengentasan kemiskinan di Kecamatan Pajangan. Disisi lain Program PNPM Mandiri akan berakhir masa programnya pada tahun 2014, perlu dilakukan penyiapan
analisis
keberlanjutan
implementasi
kegiatan
simpan-pinjam
perempuan.
10
1.2. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah dijelaskan, rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana implementasi Kegiatan Simpan-pinjam Perempuan (SPP) PNPM Mandiri di Kecamatan Pajangan
tersebut?
2) Bagaimana strategi keberlanjutan kegiatan tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah: 1) Mengetahui capaian hasil implementasi Kegiatan Simpan-pinjam Perempuan PNPM Mandiri Kecamatan Pajangan 2) Melakukan analisis keberlanjutan kegiatan dan strategi –strategi keberlanjutannya.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara akademis maupun praktis. 1) Secara praktis, penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan kepada Pemerintah Kabupaten Bantul, pelaksana program, dan masyarakat tentang bagaimana strategi keberlanjutan kegiatan. 2) Secara akademis, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian menyangkut masalah dan topik yang sama.
11
1.5. Keaslian Penelitian Ada beberapa penelitian dengan tema tentang simpan-pinjam perempuan dari beberapa program yaitu simpan-pinjam perempuan yang sebagian berbeda program, tempat/lokus, focus permasalahan yang diteliti dan waktu penelitian. Beberapa penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 5 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Sejenis Lainnya No Penelitian Tempat Waktu Fokus Penelitian 1 Pemberdayaan Perempuan Studi di 2010 simpan-pinjam melalui Program Usaha Distrik dan pemberdayaan Simpan-pinjam (Studi di Aimas perempuan dalam Distrik Aimas Kabupaten Kabupaten program Sorong) oleh Agata Sorong,Pap Pengembangan Florentina Tenau (2010) ua Kecamatan (PPK) 2
3
4
Upaya Pemberdayaan Kegiatan Simpan-pinjam Bagi Perempuan dalam PNPM Mandiri RESPEK di Distrik Sentani dan Distri Kemtuk Gresi Kabupaten Jayapura oleh Hayke Fraro (2012) Program Simpan-pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo (Studi Kelompok SPP di Desa Garongan, Kanoman dan Cerme) oleh Ika Wijayanti (2011) Analisis Dampak Pemberian Kredit Simpanpinjam Khusus Perempuan (SPP) pada Pendapatan Rumah Tangga Miskin di
Distrik 2012 Sentani dan Distri Kemtuk Gresi Kabupaten Jayapura. Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo
2011
Kabupaten Sleman
2010
Indikator Penelitian 1. peningkatan pendapatan, 2. partisipasi perempuan dan 3. kualitas sumber daya manusia Simpan-pinjam 1. Peran serta dan pemberdayaan Perempuan dalam program 2. Faktor sosial PNPM RESPEK ekonomi yang dikembangkan pemerintah Provinsi Papua Simpan-pinjam 1. Tingkat perempuan dalam Partisipasi Peningkatan 2. Peningkatan Kesejahteraan kesejahteraaan Rumah Tangga 3. Kelancaran Miskin dalam pengembalian program PNPM 4. RTM yang Mandiri Perdesaan dijangkau kegiatan
Pengaruh Simpan- 1. Peningkatan pinjam Perempuan Pendapatan Terhadap rata-rata 2. Jangka Waktu pendapatan pada Pinjaman rumah tangga 3. Jumlah miskin pada pinjaman
12
5
6
7
Kabupaten Sleman 20072010 oleh Feri Istianto (2010) Efektivitas dan Dampak Kecamatan 2007 Dana Bergulir SimpanBangli, Bali pinjam Perempuan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin di Kecamatan Bangli (Kajian tentang Pemberdayaan Perempuan Dalam Program Pengembangan Kecamatan) oleh I Putu Sumardiana
Pemberdayaan Perempuan melalui usaha Produktif (Studi mengenai PNPM Perdesaan, Desa Sriharjo Pelemadu Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul) oleh Sulistiyani (2010). ”Efektivitas Program Pemberdayaan Ekonomi dalam Meningkatkan Kondisi Ekonomi Kaum Perempuan Miskin (Studi Kasus Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon) oleh Dely Mulyana (2009)
Desa Sriharjo Pelemadu Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul
2010
Kota Cilegon
2009
program PNPM 4. Tingkat Mandiri Perdesaan pendidikan Simpan-pinjam 1. kesejahteraan, Perempuan dan meningkatkan Pemberdayaan wawasan, Perempuan dalam 2. meningkatkan Program kesadaran Pengembangan dalam Kecamatan (PPK) partisipasi kegiatan, 3. sikap kritis terhadap pembangunan, 4. peningkatan partisipasi perempuan Dampak simpan- 1. Peningkatan pinjam kelompok Kesejahteraan perempuan 2. Aksesibilitas terhadap usaha produktif
Efektivitas 1. perintisan Program usaha dan Pemberdayaan 2. penguatan Ekonomi terhadap usaha Peningkatan Kondisi Ekonomi Perempuan dalam program pemberdayaan ekonomi dari UPT Pemberdayaan Masyarakat Kota Cilegon
13
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan lokasi penelitian (lokus). Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, dan selama ini belum ada penelitian serupa yang dilakukan di lokasi tersebut. 2. Perbedaan waktu penelitian 3. Analisis keberlanjutan implementasi kegiatan simpan-pinjam dalam penelitian ini memadukan antara konsep program secara riil dengan konsep secara teori. Konsep program secara riil diambil dari visi misi kegiatan, konsep-konsep tentang pemberdayaan perempuan, pengukuran efektivitas implementasi, analisis SWOT kegiatan serta test Litmus isu strategis dari key person pengambil keputusan tertinggi. 4. Penelitian juga melakukan analisis
pilihan-pilihan strategi yang harus
dilakukan untuk keberlanjutan implementasi kegiatan.
14