NEGARA HUKUM Pengertian, Klasifikasi, dan Cirinya
Pengaturan: UUD 1945 Penjelasan UUD 1945: SISTIM PEMERINTAHAN NEGARA Sistim Pemerintahan Negara yang ditegaskan dalam Undang-undang Dasar ialah: I. Indonesia, ialah Negara yang berdasar atas Hukum (Rechsstaat) Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). II. Sistim Konstitusionil Pemerintah berdasar atas sistim konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Pengaturan: KRIS Pasal 1 1. Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah sesuatu negara-hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi. 2. Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.
Pengaturan: UUDS 1950 Pasal 1 1. Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. 2. Kedaulatan Republik Indonesia adalah ditangan rakyat dan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pengaturan: UUD Negara RI Tahun 1945 1. 2. 3.
5.
Pasal 1 Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.(***) Negara Indonesia adalah negara hukum. (***) Pasal 28I ayat (5) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”.
Pengertian Negara Hukum merupakan paham pembatasan. Unsur-unsur pembatasan itu antara lain: Supremasi hukum, Persamaan Kedudukan dalam hukum, Konstitusi berdasarkan HAM, Pengakuan HAM, Pemisahan Kekuasaan, Pemerintahan berdasarkan UU, Peradilan Administrasi, etc.
Macam Negara Hukum Negara Hukum Formal Wetmatigheid van het Bestuur Negara Jaga Malam (Nachwachterstaat)
Tugas Pemerintahan Sangat Pasif
Negara Hukum Material Negara Hukum Formal + Freies Ermessen/ Diskresionare
Negara Kesejahteraan (Welfare Staat)
Tugas Pemerintahan Harus Aktif
Konsep Reschtstaat 1. 2. 3. 4.
Pengakuan HAM, Pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia, Pemerintahan berdasarkan atas UU (wetmatigeheid van bestuur), dan Peradilan administrasi (PTUN).
Identik dengan konsep dan ciri reschtstaat dari Frederic Julius Stahl.
Konsep Rule of Law Supremacy of law: Tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga orang hanya dapat dihukum jika melanggar hukum. 2. Equality before the law: Kedudukan yang sama di depan hukum baik bagi rakyat biasa maupun pejabat. 3. Constitution base on human rights: Bahwa pengaturan dan isi konstitusi harus mengikuti perumusan HAM. Identik dengan konsep dan ciri rule of law dari Albert venn Dicey. 1.
Perbandingan
Rule of Law:
Anglo Saxon,Common Law. Evolusioner vs. Kekuasaan absolute. (Perlindungan HAM atas perilaku absolutism) Albert Venn Dicey:
Reschtsstaat:
Supremacy of Law, Equality before the Law, Constitution based on Individual Rights.
Supremacy of Law Due Process of Law. Equality before the Law Hak Imunitas. Invidual rights Kepentingan Umum.
Continental Law, Modern Roman Law, Civil Law. Revolusioner vs. Absolitisme. (Perlindungan HAM atas perilaku absolutism) Immanuel Kant: Negara Hukum Liberal (Sicherheit Polizei (antonim: Wohlfart Polizei)) Laise Faire, Laise passer. Negara Hukum Formal (FJ.Stahl) Wetmatigheid van Bestuur Doelmatigheid van Bestuur. PTUN: Ada perbedaan perlakuan antara WN dan Pejabat. Merupakan bentuk perlindungan bagi WN dan juga perlindungan bagi Pejabat atas tindakan yang diambilnya.
Rule of Law & Rule of Just Law: Friedman
Pergeseran Konsepsi Negara Hukum Wetmatige van bestuur
(Kewenangan Pemerintah Wajib Tertulis dalam UU)
Rechtmatige van bestuur
(Kewenangan Pemerintah Wajib Tertulis dalam Produk Hukum)
Doelmatige van bestuur
(Kewenangan Pemerintah Tidak Wajib Tertulis dalam Produk Hukum asal untuk kepentingan umum)
Menuju Welfare State The International Commision of Jurists 1955 merumuskan ciri pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of law: 1. Perlindungan konstitusional (selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus menentukan cara prosedural memperoleh perlindungan HAM); 2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; 3. Pemilihan umum yang bebas; 4. Kebebasan menyatakan pendapat; 5. Kebebasan berserikat/berkumpul dan beroposisi; dan 6. Pendidikan kewarganegaraan.
Welfare State
Welfare state merupakan konsep negara hukum modern. Pemerintah diberi tugas membangun kesejahteraan masyarakat (bestuurzorg menurut Lemaire), dengan konsekuensi kebebasan administrasi negara menjalankan kewenangan atas inisiatif sendiri tanpa menunggu inisiatif parlemen. Dengan begitu, Pemerintah diberi “pouvoir discretionnaire” atau “freies ermessen”. Untuk melaksanakan tugasnya pemerintah dapat membuat aturan dan menafsirkan aturan, yang dibatasi dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).
Freies Ermessen
Freies Ermessen: wewenang yang diberikan kepada Pemerintah untuk mengambil tindakan guna menyelesaikan suatu masalah penting dan/atau mendesak yang datang secara tiba-tiba dimana belum ada peraturannya. Jadi kebijakan itu diambil tanpa ada peraturan umum yang memberi kewenangan kepada administrasi negara untuk membuat kebijakan tersebut yang dituangkan dalam bentuk Keputusan (misalnya, Surat Edaran).
AAUPB Tidak menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir); 2. Tidak bertindak sewenang-wenang (willekeur); 3. Perlakuan yang sama (gelijkheidsbeginsel); 4. Kepastian hukum (rechtszekerheid); 5. Memenuhi harapan yang ditimbulkan (gewekte ver wachtingen honoreren); 6. Perlakuan yang sama (fair play); 7. Kecermatan (zorgvuldigheid); dan 8. Keharusan motivasi dalam tindakan (motivering). 1.
Ciri Negara Hukum International Congress of Jurist (ICJ)
Negara tunduk pada hukum. Pemerintah wajib menghormati hak-hak individu:
Keamanan Pribadi harus dijamin. Tidak ada hak-hak fundamental yang dapat ditafsirkan. Jaminan kebebasan menyatakan pendapat. Jaminan kehidupan pribadi. Jaminan kebebasan beragama. Jaminan mendapatkan pendidikan. Jaminan berserikat, berkumpul, dan ikut Parpol. Jaminan ikut serta dalam Pemilu berdasarkan suara mayoritas. Pengakuan hak untuk menentukan diri sendiri.
Peradilan yang bebas & tidak memihak. Jaminan perlindungan bagi kelompok minoritas.
Ciri Negara Hukum T. Azhary
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Prinsip kekuasaan sebagai amanah; Prinsip musyawarah; Prinsip keadilan; Prinsip persamaan; Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap HAM; Prinsip peradilan bebas; Prinsip perdamaian; Prinsip kesejahteraan; dan Prinsip ketaatan rakyat.
Ciri Negara Hukum Indonesia dalam UUD 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Hukumnya bersumber pada Pancasila; Berkedaulatan Rakyat; Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi; Persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan; Kekuasaan kehakiman yang bebas; Perlindungan HAM; Pembentukan UU oleh DPR dan Presiden; dan Pemisahan kekuasaan dengan checks and balances.
Ciri Negara Hukum Modern Jimly Asshiddiqie
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Supremasi Hukum (Supremacy of Law). Persamaan dalam Hukum (Equality Before the Law). Asas Legalitas (Due Process of Law). Pembatasan Kekuasaan (Separation of Powers). Organ Eksekutif yang Independen (Independent Executive Agencies). Peradilan Bebas dan Tidak Memihak (Independent and Impartial Judiciary). Peradilan Tata Usaha Negara (Administrative Court). Peradilan Tata Negara (Constitutional Court). Perlindungan HAM (Protection of Human Rights). Bersifat Demokrasi (Democratische Rechtsstaat). Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat). Transparan dan Kontrol Sosial (Transparent and Social Control).
Indonesia Sebagai Negara Hukum
Indonesia
Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 Ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945). Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas Kekuasaan belaka (Machstaat) (SPN Point I). Dasar Hukum (Bagian Mengingat) (Lampiran UU No.10 Tahun 2004, Angka 26):
Peraturan yang mendasari kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan; dan Peraturan yang memerintahkan pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut.
Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 Tujuan Negara menurut Pembukaan UUD 1945: 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2. Memajukan kesejahteraan umum; 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Menuju pada negara kesejahteraan (verzorgingsstaat).
Supremasi Hukum (supremacy of law)
Prinsip supremasi hukum adalah adanya pengakuan normatif dan empirik segala hal diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum, konstitusi sebagai hukum yang tertinggi. Pengakuan normatif atas supremasi hukum tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik tercermin dalam perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang ‘supreme’. A.V. Dicey menyatakan supremacy of law berarti tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power). Prinsip supremasi hukum ini, selain dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945, juga dalam pasal-pasal lainnya dalam UUD Negara RI Tahun 1945 yang membatasi setiap kekuasaan dan kewenangannya diatur dan dibatasi dengan peraturan perundang-undangan, misalnya tercermin Pasal 2 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A ayat (5) UUD 1945.
Persamaan Dalam Hukum (equality before the law)
Prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law) adalah adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik. Prinsip ini juga dapat dimaknai bahwa tidak ada hukum yang istimewa. Jaminan prinsip ini dinyatakan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 misalnya dalam Pasal 27 ayat (1) yaitu “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”; Pasal 28D ayat (1) yaitu “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di depan hukum”; dan Pasal 28I ayat (2) yang menyatakan “setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakukan yang diskriminatif itu”.
Asas Legalitas (Due Process of Law)
Asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of law) adalah segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules and procedures’ (regels) yang juga membuka ruang adanya beleid (kebijakan)tertentu yang dibolehkan. Jaminan atas prinsip ini misalnya tertuang dalam Pasal 28I ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan “hak untuk tidak disiksa, ...., hak untuk tidak dituntut atas atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
Pembatasan Kekuasaan (Separation of Powers)
Prinsip pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal-fungsional. Kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisahmisahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’ dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Dengan demikian, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewenangwenangan. Prinsip ini telah tercantum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dengan adanya kekuasaan pemerintah (eksekutif) (Pasal 4 -18 UUD Negara RI Tahun 1945); legislatif (Pasal 19 - 22C UUD Negara RI Tahun 1945); dan kekuasaan kehakiman (yudikatif) (Pasal 24 - 25 UUD Negara RI Tahun 1945).
Organ Eksekutif Yang Bersifat Independen (Independent Executive Agencies)
Adanya organ-organ eksekutif yang bersifat independen karena pembatasan kekuasaan tidak lagi cukup sebagaimana kekuasaan pemerintah dipisah dan dibagi-bagikan ke dalam beberapa organ seperti selama ini. Organ-organ yang independen ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan demokratisasi. Kekuasaan pemerintahan juga semakin dikurangi dengan dibentuknya berbagai ‘independent body’ sehingga dalam menjalankan tugas utamanya tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik. Dalam konteks Indonesia, organ-organ yang bersifat independen ini misalnya Komnas HAM, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan sebagainya.
Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak (impartial and independent judiciary)
Dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. Dalam menjalankan tugasnya, hakim tidak boleh memihak kepada siapapun juga kecuali hanya kepada kebenaran dan keadilan. Prinsip peradilan yang merdeka sebagai tonggak untuk mencapai peradilan yang bebas dan tidak memihak ini tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Peradilan Tata Usaha Negara (administrative court)
Perlu adanya Peradilan Tata Usaha Negara yang membuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha negara oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini akan menjamin agar warga negara tidak didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Jika hal itu terjadi, maka harus ada pengadilan yang menyelesaikan tuntutan keadilan itu bagi warga negara, dan harus ada jaminan bahwa putusan hakim tata usaha negara itu benar-benar dijalankan oleh para pejabat tata usaha negara yang bersangkutan. Jaminan adanya mekanisme untuk menggugat keputusan administrasi negara tersebut tercermin dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Peradilan Tata Negara (Constitutional Court)
Jika suatu negara mengklaim menganut paham negara hukum, tetapi tidak tersedia mekanisme untuk mengontrol konstitusionalitas pembuatan undang-undang ataupun konstitusionalitas penyelenggaraan demokrasi, maka negara yang bersangkutan tidak sempurna untuk disebut sebagai negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat) ataupun negara demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy). Keberadaan pengadilan tata negara (constitutional court) diakui dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Pengujian undang-undang sebagai mekanisme untuk mengontrol konstitualisme pembuatan undang-undang ini tercantum dalam Pasal 24C ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yaitu “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, ...”.
Perlindungan Hak Asasi Manusia (Protection of Human Rights)
Perlindungan terhadap hak asasi manusia dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya negara dan penyelenggaraan kekuasaan suatu negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu. Perlindungan hak asasi manusia sebagai bagian penting dari konsep negara hukum yang dianut Indonesia dinyatakan dalam Bab XA (Pasal 28A sampai Pasal 28J) UUD Negara RI Tahun 1945 tentang Hak Asasi Manusia. Secara khusus penegasan mengenai jaminan hak asasi manusia dalam negara hukum yang demokratis tertuang dalam Pasal 28I ayat (5) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”.
Prinsip Demokrasi yang Menjamin Peranserta Masyarakat (Democratische Rechtsstaat)
Dengan adanya peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan dapat diharapkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali. Artinya, negara hukum (rechtstaat) yang dikembangkan bukanlah ‘absolute rechtstaat’, melainkan ‘democratische rechtstaat’ atau negara hukum yang demokratis. Dengan perkataan lain, dalam setiap negara hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap negara demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas hukum. Jaminan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan ini dituangkan dalam Pasal 22A yaitu “ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undangundang diatur dengan undang-undang”.
Berfungsi Mewujudkan Tujuan Kesejahteraan (Welfare Rechtsstaat)
Cita-cita hukum, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalui gagasan negara hukum (nomocracy), dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum, sebagaimana citacita dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan Bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Negara hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan Negara Indonesia tersebut. Tujuan tersebut juga dijabarkan dalam pasal-pasal dalam UUD Negara RI Tahun 1945 misalnya jaminan atas perlindungan hak asasi manusia (Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J), jaminan atas hak atas pendidikan oleh negara (Pasal 32), dan jaminan kemakmuran rakyat (Pasal 33).
Transparansi dan Kontrol Sosial (Transparent and Social Control)
Transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peranserta masyarakat secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Adanya partisipasi langsung ini penting karena sistem perwakilan rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Karena itulah, prinsip ‘representation in ideas’ dibedakan dari ‘representation in presence’, karena perwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi. Bentuk transparansi dan kontrol sosial dengan adanya kelembagaan resmi maupun partisipasi secara langsung ini dijamin dalam Pasal 28 UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Empirical Issues:
Bagaimana dengan hak recall? Bagaimana dengan monopoli BUMN? Bagaimana dengan kebebasan beragama? Bagaimana dengan kebebasan untuk dipilih? Bagaimana dengan akses terhadap keadilan & kepastian hukum? Bagaimana dengan hak asasi yang dilanggar oleh legislasi? Bagaimana dengan kesejahteraan rakyat?
Reading Assignment:
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (edisi revisi), hal 105-135.