NASKAH TEMBUNG KRATON, INGKANG KANGGE PARA NATA JAMAN KINA DUMUGI SAPUNIKA DALAM KAJIAN FILOLOGIS
SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi Strata Satu (SI) untuk memperoleh gelar Sarjana
Oleh Heny Nurul Hidayah 2611410009
FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto Just believe in your dreams and be a strong. If you do not build your own dreams, then people will hire you to build their own dreams. Percaya saja pada mimpimu dan menjadi kuat. Jika kamu tidak membangun mimpimu sendiri, maka orang lain akan memperkerjakanmu untuk membangun mimpinya.
Persembahan Karya ini kupersembahkan untuk: 1) Kedua orang tuaku, Bapak Machsun Hadi dan Ibu Mariatul Kiptiyah atas kerja kerasnya serta doa dan kasih sayangnya. 2) Adikku tersayang, Agustina Durwatul Niswah yang telah menjadi penyemangatku. 3) Semua pihak yang telah mendukung dan membantuku selama ini.
v
PRAKATA Alhamdulillahi robbil „alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya yang telah memberikan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini akan selesai tanpa dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait seperti di bawah ini. 1. Pembimbing I, Drs. Hardyanto, M.Pd. atas bimbingan dan saran yang telah diberikan selama proses penyusunan skripsi. 2. Pembimbing II, Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum. atas bimbingan dan saran yang telah diberikan selama proses penyusunan skripsi. 3. Drs. Sukadaryanto, M.Hum. sebagai penelaah serta sebagai penguji atas kritik, saran dan juga bimbingannya. 4. Ketua jurusan beserta semua staf pendidik Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa atas bimbimbangan dan ilmu yang diberikan selama proses perkuliahan. 5. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. 6. Rektor Universitas Negeri Semarang. 7. RNgt. Ng. Darweni dan R.Ay. Ng. Amani Pujiastuti selaku pegawai perpustakaan Rekso Pustoko, Puro Mangkunagaran, Surakarta yang telah membantu dan memberikan informasi mengenai naskah untuk kelancaran penulisan skripsi ini.
vi
8. Teman-teman Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, khususnya teman-teman angkatan 2010. 9. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Semarang, 28 Januari 2015
Heny Nurul Hidayah
vii
ABSTRAK Hidayah, Heny Nurul. 2015. Kajian Filologis Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Hadyanto, M.Pd., Pembimbing II: Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum. Kata Kunci: Filologi, Tembung Keraton. Naskah merupakan warisan leluhur yang menyimpan beragam informasi dari berbagai aspek kehidupan pada masa lampau. Salah satu karya naskah di Indonesia adalah Teks Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK). Isi naskah TK merupakan kosakata yang biasa digunakan didalam keraton yang tidak semua orang mengetahuinya. Teks TK menggunakan bahasa Jawa yang ditulis tangan dengan huruf Jawa. Agar dapat dibaca masyarakat luas perlu diteliti secara filologis. Masalah penelitian ini adalah bagaimana menyajikan naskah TK secara sahih sesuai dasar kajian filologis. Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan menyajikan suntingan dan terjemahan naskah TK secara sahih sesuai dasar kajian filologi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks TK. Metode yang digunakan adalah metode naskah tunggal. Terjemahan teks TK menggunakan terjemahan bebas agar memudahkan pembaca dalam memahami isi dari teks TK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa naskah TK tersimpan di perpustakaan Rekso Pustoko, Puro Mangkunagaran, Surakarta dengan kode naskah C 22. Tebal naskah TK sejumlah 22 halaman, dengan ukuran naskah 32 x 21 cm dan ukuran teks 26 x 14 cm. Isi naskah TK kosakata atau tembung keraton yang digunakan oleh raja dan abdi dalem keraton. Di dalamnya juga terdapat undha usuk atau tingkat tutur dalam penggunaannya. Ada pula kata atau istilah di dalam keraton yang tidak memiliki makna tertentu, hanya digunakan pada saat berbicara di dalam keraton. Pada akhir naskah terdapat penggalan cerita mengenai Sekar Wijaya Kusuma yang ada di Karang Bandung. Dijelaskan bahwa beberapa pemimpin jika ingin mendapatkan kesempurnaan harus mengambil Sekar Wijaya Kusuma ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lain, khususnya untuk penelitian linguistik yang sesuai dengan isi dari naskah TK, serta dapat menjadi alat untuk menarik peneliti-peneliti lain mempelajari peninggalan masa lalu khususnya naskah-naskah lama.
viii
SARI Hidayah, Heny Nurul. 2015. Kajian Filologis Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Hadyanto, M.Pd., Pembimbing II: Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum. Tembung pangrunut: Filologi, Tembung Kraton. Naskah iku warisane leluhur sing nyimpen kawruh ing jaman kepungkur. Salah sijine naskah kang ana ing Indonesia yaiku naskah Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK). Isine naskah TK yaiku tembung-tembung sing digunakake ing kraton lan bebrayan akeh kang durung ngerti. Teks TK ditulis nganggo aksara Jawa carik lan basane nganggo basa Jawa. Mulane perlu diteliti supaya bisa diwaca dening bebrayan agung. Masalahe panaliten iki yaiku ngaturake teks TK miturut kajian filologis. Adhedhasar masalah kasebut mau, tujuan panaliten iki yaiku ngaturake suntingan lan terjemahan naskah TK miturut kajian filologis. Dhata kang digunakake ing panaliten iki yaiku teks TK. Metodhe sing digunakake yaiku metodhe naskah tunggal. Terjemahan teks TK nganggo terjemahan bebas supaya bisa gampang dingerteni. Asil panaliten iki nunjukake yen naskah TK sumimpen ana ing perpustakaan Rekso Pustoko, Puro Mangkunagaran, Surakarta kanthi nomer naskah C 22. Kandele naskah TK ana 22 kaca, ukuran naskah 32 x 21 cm lan ukuran teks 26 x 14 cm. Isine naskah TK yaiku tembung kraton kang digunakake raja lan abdi dalem ing kraton. Panganggone tembung-tembung mau uga ana undha usuke. Uga ana tembung utawa bebasan ana ing kraton kang digunakake manawa guneman ing kraton. Tembung-tembung mau digunakake miturut golongane. Ing pungkasaning teks TK ana carita bab Sekar Wijaya Kusuma kang ana ing Karang Bandung. Dijlentrehake manawa para panggedhe utawa raja yen pengin sampurna kudu njupuk Sekar Wijaya Kusuma. Asil paniliten iki muga bisa dadi pathokan kanggo panaliten liyane, mligine kanggo panaliten linguistik kang nduweni sesambungan karo isine naskah TK. Uga bisa dadi piranti kanggo narik kasenengan paneliti-paneliti liya kanggo nyinaoni paninggalan-paninggalan saka wektu kepungkur, luwih-luwih naskah sing wis suwe utawa naskah klasik.
ix
DAFTAR ISI
Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iii PERNYATAAN..................................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v PRAKATA ............................................................................................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................... viii SARI....................................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Batasan Masalah ....................................................................................... 8
1.3
Rumusan Masalah .................................................................................... 8
1.4
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.5
Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
1.5.1
Manfaat Secara Teoretis .................................................................... 9
1.5.2
Manfaat Secara Praktis ...................................................................... 9
BAB II ................................................................................................................... 10 LANDASAN TEORITIS ...................................................................................... 10 2.1
Kritik Teks .............................................................................................. 10
2.1.1
Teks ................................................................................................. 11
2.1.2
Naskah ............................................................................................. 12
2.1.3
Transliterasi ..................................................................................... 13
2.2
Penyuntingan .......................................................................................... 14
x
2.3
Terjemahan .............................................................................................. 17
BAB III ................................................................................................................. 20 METODE PENELITIAN ...................................................................................... 20 3.1
Data dan Sumber Data ............................................................................ 20
3.2
Metode Transliterasi ............................................................................... 20
3.3
Metode Penyuntingan ............................................................................. 27
3.4 Penyajian Hasil Analisis Data ................................................................... 31 3.5 Langkah Kerja Penelitian .......................................................................... 32 BAB IV ................................................................................................................. 33 TEKS TEMBUNG KRATON INGKANG KANGGE PARA NATA JAMAN KINA DUMUGI SAPUNIKA ........................................................................................... 33 4.1 Deskripsi Naskah ......................................................................................... 33 4.2 Transliterasi ................................................................................................. 35 4.3 Suntingan Teks ............................................................................................ 45 4.4 Terjemahan .................................................................................................. 55 4.5 Ulasan Isi ..................................................................................................... 64 BAB V................................................................................................................... 67 PENUTUP ............................................................................................................. 67 5.1 Simpulan ...................................................................................................... 67 5.2 Saran ............................................................................................................ 67 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68 LAMPIRAN .......................................................................................................... 70
xi
DAFTAR SINGKATAN
Dkk
: dan kawan-kawan
EYD
: Ejaan yang Disempurnakan
Hlm.
: halaman
hs
: handchrift (untuk tunggal)
hss
: handchrift (untuk jamak)
ms
: manuscrift (untuk tunggal)
mss
: manuscrift (untuk jamak)
No.
: nomor
TK
: Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika
xii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Aksara Jawa dan Pasangannya ................................................................ 21 Tabel 2 Sandhangan .............................................................................................. 22 Tabel 3 Sandhangan Swara .................................................................................. 22 Tabel 4 Sandhangan Wyanjana ............................................................................ 22 Tabel 5 Sandhangan Panyigeging Wanda ............................................................ 23 Tabel 6 Sandhangan Pangkon .............................................................................. 23 Tabel 7 Tanda Baca Huruf Jawa/Pada.................................................................. 23 Tabel 8 Aksara Murda .......................................................................................... 24 Tabel 9 Aksara Angka ........................................................................................... 24 Tabel 10 Aksara Swara ......................................................................................... 25 Tabel 11 Aksara Rekan ......................................................................................... 25
xiii
DAFTAR LAMPIRAN 1 Glosarium ........................................................................................................... 74 2 Indeks ................................................................................................................. 71 3 Scan Teks Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika ............................................................................................................. 76 4 Surat Keterangan Pembimbing .......................................................................... 98 5 Surat Penelitian ................................................................................................. 99 6 Surat Keterangan Pengumpulan Data ..............................................................103
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Naskah merupakan warisan leluhur yang menyimpan beragam informasi dari berbagai aspek kehidupan pada masa lampau. Aspek-aspek kehidupan tersebut bisa mencakup filsafat, agama, kepercayaan bahkan mungkin masalahmasalah teknis dalam kehidupan misalnya pembangunan rumah, pengajaran tentang keahlian dan ketrampilan. Peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu yang sangat lama ini telah banyak mengalami kerusakan ataupun perubahan. Keadaan naskah tidak selalu baik, ditambah beravariasinya bentuk tulisan membuat kesulitan sendiri bagi masyarakat. Tidak semua orang dapat memahami naskah dan menggali informasi dari naskah tersebut. Hal ini juga dikarenakan naskah tersebut kebanyakan menggunakan bahasa daerah dan tulisan daerah yang tidak dipahami di masa kini. Pada dasarnya naskah lama/klasik bisa dipelajari dalam berbagai jenis penelitian ilmiah yang menyangkut kehidupan manusia dalam waktu yang bersangkutan dengan naskah lama itu sendiri. Pemahaman dokumen tertulis maupun lisan memerlukan telaah yang dilakukan dengan seksama, sedangkan kurun waktu suatu dokumen dan ungkapan-ungkapan yang bersangkutan dengan dokumen tersebut menuntut kewaspadaan dan ketelitian yang khusus. Teknik telaah yang menyangkut masalah-masalah tersebut dikenal dengan istilah filologi. Secara etimologis kata filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata dari philos yang berarti „teman‟ dan logos yang berarti
„pembicaraan‟ atau „ilmu‟. Dalam bahasa Yunani philologia berarti „senang berbicara‟ yang kemudian berkembang menjadi „senang belajar‟, senang kepada ilmu‟, „senang kepada tulisan-tulisan‟, dan kemudian „senang kepada tulisantulisan yang bernilai tinggi‟ seperti „karya-karya sastra‟ (Barried dkk, (1994:2). Filologi adalah telaah mengenai bahasa yang digunakan oleh manusia human speech, terutama bahasa sebagai wahana sastra dan sebagai bidang ilmu yang dapat memberi kejelasan mengenai sejarah kebudayaan (Mulyadi, 1991:3). Dalam jurnal yang berjudul The Place of Philology in An Age Word Literature tulisan Holquist ini berisikan tentang bagaimana filologi dalam sastra dunia. Di sini terdapat kutipan dari (Sheldon Pollock) mengenai pengertian filologi „Philology is “… the disicipline of making sense of text. It is not the theory of language---that‟s linguistics---or the theory of meaning or the truth--that‟s philosophy---but the theory of textuality as well as the history of textualized meaning. Artinya filologi adalah disiplin ilmu yang memberikan rasa kepada teks. Bukan teori mengenai bahasa, linguistik, teori makna dan kebenaran, bukan juga filosofi akan tetapi ini adalah teori tentang teks dan makna dari teks tersebut. Pada Kamus Istilah Filologi (1977:10) pengertian filologi adalah ilmu yang meyelidiki perkembangan kerokhanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusasteraannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:410) memberikan definisi bahwa filologi adalah ilmu tentang kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya-karya sastra lama atau sumber-sumbe tertulis. Sejalan dengan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan filologi adalah disiplin ilmu yang berusaha
3
untuk menggali pengetahuan, bahasa, sastra, kebudayaan, sejarah yang tersimpan dalam peninggalan-peninggalan masa lampau berupa teks atau naskah. Bertujuan untuk mengungkapkan isi atau kandungan suatu naskah. Naskah-naskah lama dari berbagai daerah di Indonesia penting untuk diteliti, karena sebuah karya ataupun karya sastra tidak lepas dari konteks sosial yang ada di masyarakat. Isi suatu naskah akan selalu dipengaruhi oleh keadaan jaman baik berupa bahasa maupun kebudayaan. Agar naskah-naskah ini tidak hilang, penelitian terhadap naskah harus dilakukan. Isi dan makna dari naskahnaskah tersebut akan berguna baik dalam kehidupan, untuk kita dan juga untuk keturunan kita nanti. Naskah yang akan menjadi objek penelitian adalah naskah Jawa yang berjudul Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK). Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK) adalah salah satu naskah dari sekian banyak naskah yang ada di Indonesia khususnya naskah Jawa. Naskah TK berada di Perpustakaan Rekso Pustoko, Puro Mangkunegara, Surakarta. Naskah Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika TK mendeskripsikan tentang tembung-tembung keraton yang digunakan oleh para raja dan bawahannya di dalam keraton. Naskah ini akan diteliti dengan kajian filologis. Hal ini karena naskah TK masih tertulis dalam huruf Jawa dan bisa menjadi sumber untuk penelitian lainnya. Setelah penelitian filologi ini selesai, dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian analisis Jawa.
4
Penelitian terhadap naskah TK dapat dilakukan dengan berbagai bidang ilmu, antara lain bidang ilmu linguistik dan ilmu budaya. Naskah ini nantinya akan bermanfaat untuk penelitian mengenai linguistik Jawa, karena isi dari naskah ini merupakan kosakata khusus di dalam kraton. Sebagai contoh, berikut ini salah satu kutipan teks TK. Manira Tegesipun aku, tembung makaten punika tumrapipun para pangageng anandukaken dhawuh dhumateng sorsoranipun. Punika minongka lintunipun tembung ingSun. Manira Artinya aku, kata tersebut biasanya digunakan para atasan memberikan perintah kepada bawahannya. Kata mannira merupakan kata lain dari ingsun.
Morfem bebas yang terdapat dalam bait di atas adalah aku, tembung, makaten, para, dhawuh, ingsun. Ada beberapa kata yang sudah mengalami proses afiksasi
seperti
tegesipun
(teges+ipun),
punika
(pun+ika),
tumrapipun
(tumrap+ipun), pangageng (paN+ageng), dhumateng (dhateng+-um-), minongka (mongka+-in-), lintunipun (lintu+nipun). Contoh pengulangan kata dalam naskah ini terdapat pada halaman 5 seperti di bawah ini. Sisilahaning papangkatan. wondéné tembung ing sesebutan bilih minggah sampun wonten papanggeranipun piyambak-piyambak. Silsilah dalam jabatan atau golongannya Ada juga kata yang menjadi sebutan yang lebih tinggi untuk tuannya sendiri-sendiri.
5
Pengulangan kata yang terdapat pada kalimat di atas adalah: sisilahaning, papangkatan, sesebutan, papanggeranipun, piyambak-piyambak. Dalam bidang ilmu budaya, data diketahui dari pengetahuan-pengetahuan masa lampau dan budaya yang berkembang pada jamannya. Pengetahuan dan budaya masa lampau dapat digunakan sebagai acuan budaya yang berkembang pada jaman sekarang. Di bawah ini penggalan dalam naskah TK: punika tata tap silanipun tembung karaton. Ingkang kaagem awit Panjenengan dalem para Nata ing zaman kinna, dumugi Panjenengan dalem Nata zaman sapunika, dipun wastani tembung sasala Sudha, tegesipun tembung papangkataning kaluhuran. ini adalah susunan atau aturan dari kata yang digunakan di dalam lingkungan Keraton. Yang digunakan oleh para Ratu jaman kuna, sampai Ratu jaman sekarang, yang diberi nama sasala sudha, artinya kata dari golongan yang luhur. Dalam penggalan naskah Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK) di atas menggambarkan tentang bahasa yang digunakan di dalam Keraton, bahasa sendiri merupakan salah satu dari tujuh unsur universal dari kebudayaan yang diutarakan oleh Koentjaraningrat (1994:2). Kebudayaan dalam berbahasa yang dimaksud di sini adalah kebiasaan dalam berbicara dengan memperhatikan tata krama berbahasa atau etika berbahasa, dalam bahasa jawa disebut undha usuk basa. Mana yang pantas digunakan saat berbicara dengan atasan atau orang yang lebih tua dan mana yang pantas digunakan saat berbicara dengan bawahan atau orang yang lebih muda. Kalimat yang terdapat dalam naskah TK di bawah ini:
6
Menggah tata kraminipun anarambahi tumrap Panjenengan dalem Nata, lumunturipun dhumateng Sang anindyamantri, inggih punika papatih dalem. Kemudian tata krama dalam berbicara mengalir untuk Ratu, turun kepada menteri agung, yaitu para patih atau pejabatnya.
Menggambarkan bahwa tata krama atau sopan santun dalam berbicara juga digunakan oleh para Ratu yang berada di keraton untuk berbicara atau memberi perintah kepada patihnya beserta bawahannya. Sampai sekarang orang-orang jawa masih menjunjung tinggi tentang adat, tata krama dan sopan santun, walaupun itu dalam hal berbahasa. Penggunaan bahasa Jawa krama atau bahasa Jawa ngoko dengan menyesuaikan siapa yang diajak berbicara. Bisa dikatakan bahwa saat naskah ini dibuat sampai sekarang kebudayaan menggunakan undha usuk basa masih terus berjalan. Naskah TK merupakan sebuah karangan yang memaparkan mengenai kata atau tembung-tembung keraton yang dipakai di dalam Keraton beserta penggunaannya. Jaman dahulu sampai sekarang orang-orang Jawa masih menggunakan tata krama atau undha usuk dalam berbicara, seperti halnya di dalam Keraton juga sangat kental penggunaannya. Seperti sepenggal kalimat yang diambil dari naskah TK di bawah ini, yang menerangkan penggunaan tata krama berbahasa dari dahulu sampai sekarang masih tetap berlangsung. punika tata tap silanipun tembung karaton. Ingkang kaagem awit Panjenengan dalem para Nata ing zaman kina, dumugi Panjenengan dalem Nata zaman sapunika,… ini adalah susunan atau aturan dari kata yang digunakan di dalam lingkungan Keraton. Yang digunakan oleh para Ratu jaman kuna, sampai Ratu jaman sekarang,…
7
Kemungkinan naskah ini ditulis dengan tujuan agar semua orang atau masyarakat di luar Keraton tahu bagaimana penggunaan tata krama bahasa masih selalu digunakan. Menggambarkan bahwa orang Jawa menjunjung tinggi adat, tata krama dan sopan santun. Seorang pemimpin yang memberi contoh baik kepada masyarakatnya, untuk selalu menghormati orang lain. Salah satunya dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar saat berbicara dengan orang lain. Sebuah karya sastra merupakan gambaran dari jamannya, sastra merupakan cermin dari masyarakat baik itu struktur sosial hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, adat istiadat, dan lain-lain. Sisi menarik dari naskah Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK) adalah naskah ini merupakan naskah klasik yang berbahasa Jawa dan menggunakan huruf Jawa dengan tulisan tangan yang tidak semua orang bisa membacanya dan memahaminya. Naskah TK berisikan tentang kosakata yang digunakan di dalam Keraton untuk berbicara dengan atasannya maupun bawahannya. Sama halnya dengan sekarang ini, orang-orang Jawa dalam berbicara harus memperhatikan tata krama dan undha usuknya. Misalnya saat berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa Jawa krama dan saat berbicara dengan orang yang lebih muda menggunakan bahasa Jawa ngoko. Sama dengan pada saat jaman dahulu dalam berbicara perlu memperhatikan tata krama dalam berbicara terlebih dahulu.
8
1.2 Batasan Masalah Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau tidak menyimpang dari pokok permasalahannya. Naskah TK bisa diteliti melalui berbagai bidang ilmu baik itu bidang ilmu linguistik dan ilmu budaya. Sebelum menginjak penelitian tersebut terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah melakukan penelitian melalui bidang ilmu filologi. Penelitian filologi ini akan menyajikan teks secara sahih sehingga dapat membantu penelitian-penelitan di bidang ilmu yang lain. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana menyajikan naskah TK secara sahih sesuai dasar filologis. 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan dapat menyajikan suntingan dan terjemahan naskah Tembung Karaton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika yang sesuai dasar filologis. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis.
9
1.5.1
Manfaat Secara Teoretis Manfaat teoritisnya adalah sebagai sumbangan materi atau teks untuk
kepentingan penelitian di bidang lingustik Jawa karena isi dari naskah TK merupakan kosakata khusus di dalam keraton. 1.5.2
Manfaat Secara Praktis Manfaat praktis yang diharapkan setelah penelitian filologi ini selesai
adalah dapat berguna bagi peneliti lain, sebagai penunjang penelitian lain yang berkaitan dengan isi naskah TK. Khususnya dalam bidang ilmu linguistik, dapat membatu penelitian linguistik mengenai bahasa Jawa yang digunakan di dalam keraton.
10
BAB II LANDASAN TEORITIS
Landasan teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kritik teks, penyuntingan dan terjemahan. Ketiga landasan teori tersebut akan diuraikan dibawah ini. 2.1
Kritik Teks Pengkajian dan analisis terhadap “naskah” dan karangan terbitan untuk
menetapkan umur naskah, identitas pengarang, dan keotentikan karangan. Jika terdapat berbagai teks dalam karangan yang sama, kritik teks berusaha menentukan yang mana di antara yang otoriter atau yang asli. Usaha ini dilakukan dengan makna merekontruksi teks (Sudjiman dalam Djamaris 1991:11). Reynolds dan Wilson (1978:186) dalam bukunya Scribes & Scholars menyatakan “The business of textual criticism is in a sense to reverse this process, to follow back the threads of transmission and try to restore the texts as closely as possible to the form which they originally had.” Artinya kritik teks adalah usaha guna memutar ulang proses penyebaran sebuah teks, untuk melihat benang merah penyebarannya dan mencoba untuk memulihkan atau memperbaiki teks sedekat mungkin dengan bentuk aslinya. Menurut pengertian di atas dapat diambil simpulan bahwa, kritik teks merupakan usaha analisis dan evaluasi terhadap teks yang dapat menghasilkan teks yang sedekat mungkin dengan teks aslinya.
11
Penyalinan naskah asli dilakukan untuk menyelamatkan teks asli, namun hal ini juga bisa merusak teks aslinya. Kritik teks berusaha mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya. Jadi kritik teks bertujuan untuk memperoleh teks secara sahih dan menghasilkan teks baru yang sesuai mendekati aslinya, dengan cara mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ada dalam teks tersebut melalui penyuntingan sesuai kaidah yang ada. Kegiatan kritik teks berhubungan langsung dengan teks, oleh karena itu di bawah ini akan sedikit diuraikan mengenai teks, naskah dan transliterasi. 2.1.1 Teks Dalam Kamus Istilah Filologi (1977:29) teks adalah kata, kalimat yang membentuk suatu tulisan atau karya tulis. Menurut Sudjiman dalam Kamus Istilah Sastra (1984:75) teks merupakan bagian utama isi sebuah naskah atau buku; tidak termasuk cacatan kaki, lampiran, bibliografi, indeks, dan sebagainya. Bariied, dkk (1994:57) menyebutkan bahwa teks adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Menurut beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa teks adalah isi, kandungan, atau bagian yang abstrak dari suatu naskah. Melalui Pengantar Teori Filologi Baried, dkk (1994:58) menyebutkan, teks terbagi menjadi tiga macam menurut penjelasan dan penurunannya yaitu: (1) Teks lisan yang pada tradisi sastra rakyat disampaikan secara lisan dan dari mulut ke mulut. (2) Teks naskah tulisan tangan dengan huruf daerah. (3) Teks cetakan yang mulai dikenal setelah seni cetak ditemukan.
12
Penelitian ini lebih tertuju pada teks naskah tulisan dengan huruf daerah. Sebelum mengenal cetakan, penulisan karya sastra ditulis secara manual yaitu ditulis menggunakan tangan atau disebut (handscrift). Kesalahan penulisan dimungkinkan pasti terjadi, serta keadaan tulisan berbeda satu dengan yang lainnya. Dibutuhkan ketelitian dan kesabaran dalam meneliti teks dengan tulisan tangan. 2.1.2 Naskah Menurut Baried, dkk (1994:55) objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah (handscift) dengan singkatan hs untuk tunggal, hss untuk jamak; manuscript dengan singkatan ms untuk tunggal, mss untuk jamak). Jadi naskah adalah benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang. Dalam KBBI (2008:998) naskah berarti karangan yang masih ditulis dengan tangan, karangan seseorang sebagai karya asli, bahan-bahan berita yang siap untuk dicetak, rancangan. Menurut Sudjiman (1984:74) naskah memiliki dua pengertian. Pertama naskah adalah karangan yang ditulis tangan. Kedua naskah adalah karangan, yang ditulis tangan atau diketik, yang dipergunakan sebagai dasar untuk mencetaknya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa naskah adalah karangan ditulis tangan yang merupakan benda konkret. Barried, dkk (1994:55) menerangkan bahwa naskah Jawa Kuna biasanya ditulis dalam karas (semacam papan atau batu tulis). Naskah Jawa pada umumnya
13
ditulis dengan memakai lontar dari kata ron tal yang berarti „daun tal‟ atau „daun siwalan, dan dluwang yaitu kertas Jawa dari kulit kayu. Naskah Bali dan Lombok memakai lontar. Naskah Batak memakai kulit kayu, bamboo, dan rotan. Pada abad ke-18 dan 19, kertas Eropa yang didatangkan dari Eropa menggantikan dluwang karena kualitasnya lebih baik untuk naskah Indonesia. 2.1.3 Transliterasi Baried, dkk (1994:63) dalam bukunya Pengantar Teori Filologi menyatakan transliterasi adalah penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Pengertian yang diungkapkan Baried di atas sesuai dengan Lubis (2001:80) yang berpendapat bahwa transliterasi adalah penggantian huruf atau pengalihan huruf demi huruf dari satu abjad ke abjad yang lain. Dalam KBBI (2008:1544) juga disebutkan bahwa transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lainnya. Sudjiman (1994:3) mengemukakan transliterasi atau disebut juga alih huruf adalah penggantian tulisan sebuah kata atau teks dengan huruf padanannya dari abjad lain. `Jadi dapat disimpulkan bahwa transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian tulisan baik kata ataupun teks dari abjad satu ke abjad lainnya. Transliterasi atau mengalih aksarakan kata atau teks tanpa mengubah apapun dari teks atau naskah aslinya. Djamaris (1991:2) mengemukakan bahwa tugas peneliti filologi dalam transliterasi adalah menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah, khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan ciri ragam bahasa lama dipertahankan bentuk aslinya, tidak disesuaikan penulisannya dengan
14
penulisan kata menurut EYD supaya data mengenai bahasa lama dalam naskah itu tidak hilang. Transliterasi merupakan salah satu tahap atau langkah penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah lama dalam sastra Indonesia dan sastra daerah sebagian besar ditulis dengan huruf Arab (Melayu atau Pegon) atau di tulis dengan huruf daerah contohnya Jawa dan Batak. Transliterasi diperlukan untuk memudahkan peneliti dalam menyunting sebuah naskah sehingga tidak akan ada kesalahan dalam ejaannya. Sebagai pedoman transliterasi peneliti menggunakan acuan panduan penulisan bahasa Jawa dengan aksara Jawa karya S.Padmosoekotjo. 2.2
Penyuntingan Kozok (1999:116) Proses menyajikan sebuah naskah agar dapat dibaca
dan dinikmati oleh kalangan yang lebih luas harus dilakukan dalam berbagai tahap: (1) Transliterasi I/Penyalinan, (2) Ralat, (3) Transliterasi II/Penyuntingan, (4) Terjemahan dan catatan, (5) Pendokumentasian. Hasil dari transliterasi I yang sudah diralat menjadi dasar atau bahan bagi proses transliterasi II. Kozok (1999:119) menyebutkan transliterasi II adalah menyunting teks asli sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ejaan yang berlaku (disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan) dan lengkap dibubuhi tanda baca. Penyuntingan adalah suatu proses untuk memperbaiki teks yang sudah ditransliterasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan teks yang mendekati aslinya, serta bertujuan untuk memudahkan membaca dan memahami teks. Penyuntingan dilakukan dengan memperbaiki penulisan atau ejaan yang salah dalam teks sesuai
15
dengan ejaan yang berlaku. Dalam hal ini filolog harus sangat teliti dan cermat dalam melakukan penyuntingan suatu teks. Metode penyuntingan teks dibedakan menjadi dua yaitu penyuntingan naskah tunggal dan penyuntingan naskah jamak (Djamaris 1991:15). Metode penyuntingan naskah tunggal dibedakan menjadi dua metode, yaitu metode standar dan metode diplomatik. Dalam metode penyuntingan naskah jamak dibedakan menjadi tiga metode, yaitu metode gabungan, metode landasan, dan metode stemma. Menurut Djamaris (1991:15-16) metode standar adalah metode yang digunakan apabila isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa sehingga naskah tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa. Berbeda dengan metode strandar, metode diplomatik adalah metode yang digunakan apabila isi naskah dianggap suci atau dianggap penting dari segi sejarah, kepercayaan atau bahasa sehingga naskah tersebut perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa. Terlepas dari suci atau tidak suatu naskah metode apapun yang dilakukan pada suatu naskah bertujuan untuk melestarikan dan menjaga peninggalan-peninggalan masa lampau. Penyuntingan naskah jamak memiliki metode stemma, metode stemma adalah
metode
yang
dilakukan
untuk
membangun
asal
usul
naskah,
memperlihatkan hubungan genetik dari beberapa naskah, naskah mana yang lebih dekat dengan apa yang kita cari, yaitu bacaan asli, dengan memiliki kesalahan
16
yang lebih kecil . Tujuan metode ini ialah untuk membuat pohon silsilah naskahnaskah yang diteliti (Robson 1994:17-18). Sarana utama metode stemma adalah kesalahan bersama yang terdapat dalam naskah tertentu. Naskah-naskah itu disusun dalam sebuah stemma atau silsilah naskah yang hubungannya ditentukan dengan memperbandingkan kesalahan-kesalahan yang dimiliki. Prinsip utama stemma adalah adanya suatu teks yang asli dan utuh, tidak adanya kontaminasi, pembaruan naskah, naskah hanya diturunkan vertikal dari naskah induknya, dana kesalahan bersama yang terdapat pada naskah tertentu (Djamaris 1991:12) Robson (1994:24-25) dalam bukunya Prinsip-prinsip Filologi Indonesia juga menyebutkan mengenai metode diplomatis atau edisi diplomatis dan metode kritis atau edisi kritis. Metode diplomatis menyajikan teks persis seperti yang terdapat pada sumber naskah, sedangkan metode kritis membantu para pembaca mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi dalam memahami isi dari teks tersebut. „Kritis‟ berarti penyuntingan itu mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar. Terdapat dua alternatif dalam penyuntingan ini, yang pertama adalah apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks tersebut, peneliti dapat memberikan tanda mengacu pada „aparatus kritik‟. Kedua adalah pada tempat-tempat penyuntingan dapat memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang mengacu pada „aparatus kritik‟.
17
Naskah Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK) diduga merupakan naskah tunggal, karena itu dalam penelitian ini peneliti
menggunakan
metode
penyuntingan
naskah
tunggal,
tepatnya
menggunakan metode standar. 2.3
Terjemahan Menurut Simatupang (2000:2) terjemahan adalah mengalihkan makna
yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dan mewujudkannya kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran. Robson (1994:14) dalam bukunya menyatakan terjemahan merupakan cara merekam interpretasi yang dianggap terbaik untuk penyuntingan, sebagai hasil dari studi yang lama dan cermat. Interpretasi dalam menerjemahan sangat tidak terbatas, tidak ada yang menyatakan bahwa hanya ada satu cara untuk menerjemahkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terjemahan adalah proses salinan bahasa atau alih bahasa dari bahasa satu ke bahasa lain. Lubis (2001:81-82) mengungkapkan bahwa terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mampu melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks yang diterjemahkan ke dalam kalimat yang indah dan mampu mengespresikan substansi teks sebagai bahasa aslinya. Larson (1984:3) menerjemahkan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi bentuk lain. Bentuk lain yang dimaksud bisa berupa bentuk bahasa sumber atau bahasa sasaran. Berbeda dengan Larson, Kozok menyatakan (1999:120) terjemahan adalah sebuah seni dan sangat sulit untuk memberi petunjuk-petunjuk tentang cara-cara penerjemahan yang baik karena cara
18
penerjemahan tergantung juga pada jenis naskahnya. Jadi dapat disimpulkan terjemahan adalah proses atau interpretasi kepada sebuah teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran yang mampu mengekspresikan isi yang ada dalam teks dan diwujudkan dengan kalimat-kalimat yang indah dalam bahasa sasaran dengan menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran. Dalam Pengantar Teori Terjemahan (2000:6) terdapat beberapa metode terjemahan, namun pada umumnya terjemahan terbagi atas dua bagian besar yaitu yang pertama terjemahan harafiah (literal translation) dan yang kedua terjemahan yang tidak harafiah atau bebas (non literal translation dan free translation). Terjemahan harafiah adalah terjemahan yang berdasarkan atau mengutamakan bentuk, sedangkan terjemahan bebas adalah terjemahan yang disepadankan berdasarkan makna atau terjemahan yang mementingkan makna. Penelitian naskah Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK) ini menggunakan metode terjemahan bebas karena terjemahan bebas dalam penelitian ini akan menghasilkan terjemahan yang mudah dipahami oleh pembaca. Proses menerjemahkan dan hasil dari menerjemahkan menjadi penting dalam kajian filologi karena terjemahan inilah yang akan membantu pembaca memahami isi ataupun peneliti lain untuk melanjutkan ke penelitian yang lebih lanjut. Seperti yang dijelaskan Montada dalam jurnalnya yang berjudul Philologia Ancilla Philosophiae menjelaskan bahwa It shows
that no
history of
philosophy is possible without intensive philological work with the original texts, yang berarti tidak akan ada sejarah fisafat tanpa adanya kerja filologi yang
intensif terhadap teks aslinya. Terjemahan yang dilakukan oleh para ahli, berguna
19
untuk melestarikan naskah asli khususnya dalam hal filsafat kala itu. Terjemahan inilah yang membantu para filsuf untuk meneliti mengenai sejarah filsafat. Bisa dikatakan filologi adalah studi ilmu yang membantu studi ilmu lainnya.
20
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks yang berjudul Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK). Sumber data yang digunakan adalah naskah TK. Teks TK ditulis menggunakan aksara Jawa dengan tebal 22 halaman. Data penelitian ini diperoleh dari Perpustakaan Rekso Pustoko, Mangkunagaran, Surakarta. Penelusuran naskah dilakukan oleh peneliti melalui beberapa katalog, diantaranya Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2: Kraton Yogyakarta (Jennifer 1994), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Behrend 1998), Direktori Naskah Nusantara (Ekadjati 1999), Javanese
Literature
in
Surakarta
Manuscripts:Manuscripts
of
the
Mangkunagaran Palace (Florida 2000), Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman (Saktimulya 2005). Peneliti menemukan naskah TK dalam katalog Perpustakaan Rekso Pustoko dan juga katalog Javanese Literature in Surakarta Manuscripts:Manuscripts of the Mangkunagaran Palace oleh Nancy K. Florida. 3.2 Metode Transliterasi Metode transliterasi adalah cara yang digunakan peneliti untuk melakukan transliterasi atau mengalihaksarakan suatu naskah. Transliterasi dilakukan karena tulisan dari suatu karya sastra menggunakan aksara yang semakin asing bagi orang kebanyakan. Proses transliterasi dalam Tembung Kraton, ingkang kangge
21
para Nata jaman kina dumugi sapunika yaitu dengan mengalihaksarakan dari aksara Jawa ke aksara latin sesuai dengan tulisan dalam teks tesebut. Sebagai acuan dalam transliterasi peneliti menggunakan buku Wewaton Panulisane Basa Jawa Nganggo Aksara Jawa karya S. Padmosoekotjo. 3.2.1 Aksara Jawa dan Pasangannya Aksara Jawa atau Dentawyanjana atau carakan terdapat 20 huruf. Dimulai dari huruf ha (ꦀ ) dan diakhiri dengan huruf nga (ꦀ ). Begitu pula pasangannya juga terdapat 20 buah sesuai dengan aksara Jawa. Aksara Jawa dan pasangannya terdapat dalam tabel di bawah ini. Huruf
Aksara
Pasangan
Ha
ꦀ
......ꦀ
Na
ꦀ
..........ꦀ
Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga
ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ
……..ꦀ ……..ꦀ ……..ꦀ ……..ꦀ ……...ꦀ ……ꦀ .........ꦀ ……...ꦀ ……ꦀ ..........ꦀ ……..ꦀ ………ꦀ ………ꦀ ………ꦀ ………ꦀ ………ꦀ ………ꦀ ………ꦀ
22
3.2.2 Sandhangan Sandhangan adalah tanda yang digunakan untuk mengubah atau menambahi lafal huruf Jawa dan pasangannya. Menurut Padmosoekotjo (1986) terdapat 4 jenis sandhangan yaitu: (1) sandhangan swara; (2) sandhangan wyanjana; (3) sandhangan panyigeging; dan (4) sandhangan pangkon. Keempat sandhangan tersebut memiliki fungsi masing-masing dalam setiap penggunaanya.
3.2.2.1 Sandhangan Swara Sandhangan Swara adalah tanda yang dipakai untuk mengubah lafal huruf Jawa dan pasangannya yang berfungsi mengubah huruf vokal. Huruf
Nama
Aksara
I U E é dan è O
Ulu (Wulu) Suku Pepet Taling Taling Tarung
……ꦀ ……ꦀ …….ꦀ ꦀ…… ꦀ ……ꦀ
3.2.2.2 Sandhangan Wyanjana Sandhangan Wyanjana adalah tanda yang dipakai untuk mengubah lafal huruf Jawa dan pasangannya yang berfungsi membentuk gugus konsonan dengan mengkonsonankan huruf atau pasangan yang diberi sandhangan.
23
Huruf
Nama
Aksara
R Re Y
Cakra Keret Pengkal
ꦀ……. …….ꦀ …….ꦀ
3.2.2.3 Sandhangan Panyigeging Wanda Sandhangan Panyigeging Wanda adalah tanda yang dipakai untuk mengubah lafal huruf Jawa dan pasangannya yang berfungsi sebagai konsonan penutup kata. Huruf
Nama
Aksara
H R Ng
Wignyan Layar Cecak
……ꦀ …….ꦀ …….ꦀ
3.2.2.4 Sandhangan Pangkon Pangkon (paten) wujudnya ꦀ. Sandhangan ini digunakan untuk mengkonsonankan huruf Jawa. Selain itu, pangkon juga berfungsi sebagai tanda koma (pengganti pada lingsa) dan tanda titik (pengganti pada lungsi) apabila pangkon diikuti pada lingsa. 3.2.3 Tanda Baca Huruf Jawa/Pada Tanda baca pada huruf Jawa disebut pada. Tanda baca huruf Jawa tidak sebanyak tanda baca pada huruf Latin. Di bawah ini bentuk tanda baca bahasa jawa yang terdapat pada teks TK.
24
Kegunaan
Nama
Aksara
Digunakan untuk pembukaan surat di depan satatabasa/adangiyah Terdapat pada awal surat sebelum purwabasa, sesudah satatabasa dan permulaan cerita berbentuk prosa Sebagai pembukaan kalimat (termasuk wacana) Sebagai penutup cerita berbentuk prosa dan penutup wasanabasa pada surat Sebagai tanda koma (,) Sebagai tanda (.) Sebagai tanda (:)
Pada luhur yang berbunyi “mangajapa”
ꦀ
Guru atau uger-uger
ꦀꦀꦀ
Adeg-adeg atau adaada
ꦀ
Pada puncak
ꦀꦀꦀ
Pada lingsa Pada lungsi Pada pangkat
ꦀ ꦀ ꦀ
3.2.4 Aksara Murda Padmosoekotjo (1986) menyebutkan bahwa pada prinsipnya aksara murda tidak ada. Aksara murda adalah aksara mahaprana, yaitu aksara yang disuarakan dengan nafas berat. Aksara murda berjumlah 8 buah seperti di bawah ini. Latin
Aksara
Na Ka Ta Sa Pa Nya Ga Ba
ꦀ ꦀ ꦀꦀ ꦀ ꦀ ꦀꦀ ꦀ ꦀ
3.2.5 Aksara Angka
Pasangan …….ꦀ ……ꦀ. ……..ꦀ ………ꦀ ……ꦀ ………ꦀꦀ ……… ꦀ ………ꦀ
25
Di bawah ini adalah penulisan angka dalam aksara Jawa. Angka
Aksara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ ꦀ
3.2.6 Aksara Swara Aksara Swara jumlah sebenarnya hanya 5 (A, I, U, E, O), akan tetapi huruf le (ꦀ ) dan re (ꦀꦀ ) termasuk dalam aksara swara. Jadi ada yang menyebutkan bahwa aksara swara berjumlah 7 buah. Di bawah ini adalah huruf suara yang ada dalam aksara Jawa. Latin
Nama
Aksara
A I U E O Re Le
Akara Ikara Ukara Ekara Okara Pa cereg Nga lelet
ꦀꦀ ꦀꦀ ꦀꦀ ꦀ ꦀꦀ ꦀꦀ ꦀꦀ
3.2.7 Aksara Rekan Aksara Rekan digunakan untuk menulis kata asing, lebih sering dipergunakan untuk penulisan huruf Arab.
26
Latin
Aksara
Kh Dh F/V Z Gh
ꦀꦀ ꦀꦀ ꦀꦀ ꦀꦀ ꦀꦀ
Adapun penjelasan mengenai penerapan pedoman metode yang digunakan dalam transliterasi teks TK sebagai berikut. 1) Aksara na (ꦀ ) yang diikuti pasangan dha (…..ꦀ) atau tha (…..ꦀ) ditulis menggunakan na murda (ꦀ ). Contoh: ꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀ sapangaNdhap ꦀꦀꦀꦀꦀꦀ gaNdhék 2) Penulisan kata yang mendapat taling tarung palsu „o‟ ditransliterasikan sesuai dengan penulisannya dalam aksara Jawa. Contoh: ꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀ ꦀꦀꦀꦀꦀ
minongka koñca
3) Aksara Murda yang digunakan sebagai tanda penghormatan, biasanya untuk menuliskan nama para leluhur ataupun julukannya. Contoh: ꦀꦀꦀ ꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀ ꦀꦀꦀꦀ 4) Huruf konsonan „nn,
NaTa séNnaPaTi GusTi „yy‟, dan huruf konsonan rangkap lainnya
ditransliterasikan sesuai dengan penulisannya dalam aksara Jawa. Contoh: ꦀꦀꦀꦀꦀꦀ ꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀ
pannéwu kawiryyannipun
27
ꦀꦀꦀꦀ
Suddha
5) Aksara sa dalam teks ini terdapat 3 jenis, yaitu sa (ꦀ ), sa murda (ꦀ ), sa (ꦀ ). Dalam transliterasinya juga dibedakan menjadi 3 „s‟, „S‟, „s‟. Contoh: ꦀꦀꦀ sami ꦀꦀ Sang ꦀꦀꦀꦀꦀꦀ kadosta 6) Penulisan kata berakhiran konsonan diikuti kata berawalan vokal yang menimbulkan bunyi konsonan di antara kedua kata tersebut yang ditransliterasikan sesuai dengan teks Contoh: ꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀ ꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀ
ingngalit anginnangin
7) Penulisan huruf „nyc‟ dan „nyj‟ dalam transliterasi diubah menjadi ñ. Contoh: ꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀ ꦀꦀꦀꦀꦀ
pañjeNnengngaN Koñca
8) Kata punika, puniki, puniku dianggap berasal dari kata pun + ika, pun + iki, pun + iku, oleh karena itu penulisannya menggunakan pasangan na (ꦀ ). Dalam transliterasinya ditulis sesuai dengan penulisannya dalam aksara Jawa Contoh: ꦀꦀꦀꦀꦀꦀ ꦀꦀꦀꦀꦀꦀꦀ
punnika sapunnika
3.3 Metode Penyuntingan Penyuntingan adalah suatu proses untuk memperbaiki teks yang sudah ditransliterasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan teks yang mendekati aslinya. Penyuntingan ini dilakukan dengan cara memperbaiki adanya kesalahan penulisan dalam teks atau naskah tersebut sesuai dengan EYD. Filologi melakukan penyuntingan agar supaya pembaca bisa lebih memahami dan mempermudah pembaca
untuk
membaca
teks
tersebut.
Menurut
Djamaris
(1991:15)
28
penyuntingan dibedakan menjadi dua. Pertama penyuntingan naskah tunggal dan yang kedua penyuntingan naskah jamak. Dalam penyuntingan naskah tunggal terdapat dua metode; (1) metode strandar adalah metode yang membantu para pembaca mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi dalam memahami isi dari teks tersebut; (2) metode diplomatik adalah metode yang menyajikan teks secara lebih teliti tanpa ada perubahan teks, teks disajikan secara apa adanya sehingga pembaca harus bisa berusaha sendiri untuk memahami kesulitan-kesulitan yang ada didalam teks. Untuk penyuntingan naskah jamak juga terdapat tiga metode; (1) metode gabungan ini digunakan apabila naskah hampir sama, tidak ada yang lebih baik daripada yang lain; (2) metode landasan adalah metode yang menggabungkan beberapa naskah yang sama untuk membebaskan teks dari kesalahn yang berupa bacaan yang tidak jelas dan ketinggalan, bagian naskah yang rusak, atau bacaan yang ditambahkan atau dikurangi yang tidak sesuai dengan konteksnya. (3) metode stemma adalah metode yang digunakan untuk menentukan silsilah naskah. Naskah Tembung Kraton, ingkang kangge para Nata jaman kina dumugi sapunika (TK) merupakan naskah tunggal, karena itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan
metode
penyuntingan
naskah
tunggal.
Lebih
tepatnya
menggunakan metode standar. Djamaris (1991:15-16) dalam bukunya Metode Penelitian filologi menjelasakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan peneliti dalam menggunakan metode standar yaitu: 1) mentransliterasikan teks, 2) membetulkan kesalahan teks,
29
3) membuat catatan perbaikan/perubahan, 4) memberi komentar, tafsiran (informasi diluar teks), 5) membagi teks dalam beberapa bagian, 6) menyusun daftar kata sukar (glosari). Proses penyuntingan peneliti menggunakan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang Disempurnakan diterbitkan oleh Balai Bahasa Yogyakarta sebagai acuan penyuntingan. Sebagai tambahan buku acuan menggunakan buku Morfologi Bahasa Jawa Poedjosoedarmo dkk. (1979) dan Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa Sudaryanto dkk. (1992). Adapun penerapan metode yang digunakan dalam penyuntingan teks TK sebagai berikut. 1) Aksara na (ꦀ ) yang diikuti pasangan dha (…..ꦀ) atau tha (…..ꦀ) ditulis menggunakan na murda (ꦀ ). Contoh: sapangaNdhap sapangandhap gaNdhék
gandhek
2) Penulisan kata yang mendapat taling tarung palsu „o‟ yang transliterasinya sesuai tulisan teks, diubah menjadi „a‟ dalam suntingan teks. Contoh: minongka koñca
minangka kanca
3) Aksara Murda yang digunakan sebagai tanda penghormatan, biasanya untuk menuliskan nama para leluhur ataupun julukannya. Contoh:
NaTa
Nata
séNnaPaTi
Sénapati
30
GusTi
Gusti
4) Huruf konsonan „nn, „yy‟, dan huruf konsonan rangkap lainnya
dalam
suntingan cukup ditulis menggunakan satu huruf saja. Contoh:
pannéwu
panéwu
kawiryyannipun
kawiryanipun
Suddha
sudha
5) Penulisan huruf s baik itu s (ꦀ ), s (ꦀ ), dan S (ꦀ ) dalam suntingannya ketiga bentuk huruf „s, s, S‟ diubah menjadi bentuk „s‟. Contoh: sadaya
sadaya
kuSuma
kusuma
wastanni
wastani
6) Penulisan kata berakhiran konsonan diikuti kata berawalan vokal yang menimbulkan bunyi konsonan di antara kedua kata tersebut yang ditransliterasikan sesuai dengan teks, ditulis dengan cara menghilangkan bunyi konsonan tersebut pada suntingan teks. Contoh: ing ngalit anginnangin
ing alit angin-angin
7) Penulisan huruf „nyc‟ dan „nyj‟ dalam transliterasi diubah menjadi „ñ‟ untuk mempermudah dalam penulisan transliterasi, dalam suntingan „ñ‟ akan diubah menjadi „n‟. Contoh: pañjeNnengngaN Koñca
Panjenengan konca
31
8) Kata punika, puniki, puniku dianggap berasal dari kata pun + ika, pun + iki, pun + iku, oleh karena itu penulisannya menggunakan pasangan na (ꦀ ). Dalam penyuntingannya ditulis dengan menghilangkan salah satu huruf „n‟. Contoh: punnika sapunnika
punika sapunika
9) Penulisan kata yang belum sesuai dengan ejaan, dalam penyuntingan dibenarkan sesuai dengan EYD. Seperti kata kiyai penulisannya akan diubah menjadi kyai.
10) Kata-kata yang tidak konsisten, dalam penyuntingan penulis memilih salah satu dari kata-kata yang tidak konsisten tersebut yang menurut penulis lebih pantas dan sesui EYD. Contoh kata karaton dan kata kraton. Penulis memilih menggunakan kata kraton untuk menggantikan kata karaton, lebih sering digunakan serta sesuai dengan kamus. 3.4 Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data dari penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif . Deskriptif adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek sedemikian rupa, sehingga dapat menggambarkan objek tersebut secara jelas. Hasil analisis juga akan ditulis menyesuaikan dengan bentuk naskah. Bentuk naskah TK berparagraf dan juga terdapat kolom dalam penjabarnannya. Akan ada 3 kolom yang akan dibuat, kolom pertama nomor, kolom kedua tembung kraton dan kolom ketiga penjabaran dari tembung kraton yang ada di kolom kedua. Contohnya seperti dibawah ini.
32
No 1.
Tembung Kraton Ijengandika
Sisilahing papangkattan Tegessipun sampeyan. Tembung makaten punika lenggahipun panjenengan dalem Nata imballipun dhawuh dhumateng para Santana dalem, ingkang ala lantaran papatih dalem utawi gandhek
3.5 Langkah Kerja Penelitian Dalam penelitian filologi dibutuhkan kesabaran dan ketelitian untuk mendapatkan hasil yang baik. Maka dari itu langkah kerja penelitian sangat diperlukan. Langkah penelitian naskah TK seperti dibawah ini. 1) Penelusuran naskah melalui katalog. 2) Menentukan naskah yang akan dijadikan bahan penelitian, yaitu naskah Tembung Kraton, ingkang kangge para nata jaman Kina dumugi sapunika (TK). 3) Membaca keseluruhan teks TK sekaligus membuat transliterasi teks tersebut. 4) Membuat suntingan teks TK dengan membetulkan sesuai EYD. 5) Membuat terjemahan teks TK ke dalam bahasa Indonesia. 6) Membuat glosarium. 7) Membuat indeks.
67
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Penelitian ini menyajikan naskah TK
yang paling mendekati dengan
naskah aslinya dan sesuai dengan kajian filologi. Naskah TK merupakan salah satu
naskah
yang
tersimpan
di
perpustakaan
Rekso
Pustoko,
Puro
Mangkunagaran, Surakarta. Tersimpan dengan kode naskah C. 22 di dalam katalog perpustakaan. Teks TK ditulis dengan menggunakan aksara Jawa dan menggunakan bahasa Jawa. Memiliki 22 halaman, tanpa ada judul, hanya ada judul tambahan yang ditulis menggunakan huruf latin. Isi dari naskah ini merupakan kata atau tembung yang digunakan di dalam keraton, disertai dengan tata cara berbicaranya sesuai golongannya. Penggunaan undha usuk atau tingkat tutur tetap dibudayakan, hal ini merupakan salah satu cara untuk menghormati orang yang diajak berbicara. Di bagian akhir terdapat penggalan cerita tentang Sekar Wijaya Kusuma. 5.2 Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lain, khususnya untuk peneliti linguistik yang sesuai dengan isi dari naskah TK, serta dapat menjadi alat untuk menarik peneliti-peneliti lain mempelajari peninggalan masa lalu khususnya naskah-naskah lama.
68
DAFTAR PUSTAKA
Balai Bahasa Yogyakarta. 2011. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin Yang Disempurnakan. Yogyakarta: Balai Bahasa Yogyakarta Barried, Siti Baroroh. Sulatin Sutrisno. Siti Chamamah Soeratno. Sawu. dan Kun Zachrun Istanti. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Seksi Filologi (BPPF) Fakultas Sastra UGM. Behrend, T.E. 2008. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4. Jakarta: Obor Indonesia Dipodjojo, Adi. S. 1996. Memperkirakan Titimangsa Suatu Naskah. Yogyakarta: Lukman Ofset Djamaris, Edwar. 1991. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ekadjati, Edi S. 2000. Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta: Obor Indonesia Florida, Nancy K. 2000. Javanese Literature in Surakarta Manuscripts:Manuscripts of the Mangkunagaran Palace. Amerika: United State of America. Hartono, Rudi. 2009. Teori Terjemahan. Semarang: Cipta Prima Nusantara Holquist, Michael. 2011. The Place of Philology in an Age of World Literature. Neohelicon. 38: 267-287 Hulle, Dirk Van. 2009. The Dynamics of Incompletion: Multilingual Manuscript genetics and Digital Philology. Neohelicon. 36: 451-461 Kozok, Uli. 1999. Warisan Leluhur Sastra Lama dan Aksara Batak. Jakata: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Kurnia, Asep. 2012. Sinurat Ringmerega: Tinjauan Atas Kolofon Naskah Sunda Kuna. Jurnal Manuskrip Nusantara. 3/1: 77-99 Lindsay, Jennifer. R.M. Soetanto. dan Alan Feinsten. 1994. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Love, Damian. 2002. The Old English Exodus A verse Translation. Neophilologus. 86: 621-639
69
Montada, Josep Puig. 2011. Philologia Ancilla Philosophiae. Arabic Sciences and Philosopy. 21: 289-298 Moretti, Gabriella. 1998. Text, Image, And Translations: The Marriage of Philology and Botticelli? International Journal of the Classical Tradition. pp. 79-88 Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. 1991. Naskah dan Kita. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. 1991. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok. Fakultas Sastra Indonesia Mu‟iizah, Maria Indra Rukmi. 1998. Penyusunan penyalinan naskah-naskah Riau abad XI: Sebuah Kodikologi. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia Padmosoekotjo, S. 1986. Wewaton Panulise Basa Jawa Nganggo Aksara Jawa. Surabaya: PT. Citra Jaya Mukti Poedjosoedarmo, Soepomo. Bambang Krisnadi. B.B. Dwijatmoko, Ign. Sugiyanto. Th. Nung Atasana. dan Ag. Ngadiman. 1979. Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Reynolds, L.D. N.G. Wilson. 1974. Scribes & Scholars. London: Oxford University Press Robson, S.O. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL. Saktimulya, Sri Ratna. 2005. Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman. Jakarta: Obor Indonesia Simatupang, Maurits D.S. 2000. Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DJPT) Sudaryanto. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press Wiryamartama, Kuntara. 2012. Filologi Jawa dan Kuñjarakarṇ a Prosa. Jurnal Manuskrip Nusantara. 3/1: 178-195 Zuriati, 2005. Naskhah Surat Padang Gadai: Bukti Tertulis Hak Milik Kaum di Minangkabau. Jurnal Filologi Melayu. 13
70
LAMPIRAN
71
Lampiran 1
GLOSARIUM
No. 1
Kata Abdi dalem
Nomor pada
Arti
Penyuntingan
Orang yang mengabdikan dirinya 7, 84, 136 kepada raja dan keraton
2
Adat
Biasa
86
3
Amawa
Membawa
99
4
Amundhi
Rasa hormat, menghormati
18
5
Andarbeni
Memiliki, punya
72
6
Anganggit
Membuat (untuk karangan) atau 110 mengarang
7
Anggadhuh
Memiliki sesuatu akan tetapi 66 hanya
boleh
menggunakannya
saja 8
Anggarubyug
Mengiring
105
9
Anindya
Sempurna, tak tercela
4
10
Anyanggi
Melakukan
9, 88
11
Awiyos
Keluar
101
12
Bekel
Bawahan lurah
34, 42, 52, 56, 58
13
Ereh
Membawahi, memberi perintah
63
14
Gandhèk
Orang yang biasanya ditugaskan 13, 17, 77, 78, 79, untuk menyampaikan
perintah 82, 103
raja 15
Ingsun
Kata ganti orang pertama (aku)
16
Jajar
Abdi
kinasih/pangkat
67, 68, 120
paling 35, 43, 53, 59
bawah 17
Jarwa
arti, keterangan, terjemahan
89
18
Kaliwon,
Pimpinan desa dibawah bupati
26, 27, 37, 44, 46,
Kaliwonipun
47, 55
72
19
Kangjeng
Gelar yang dipakai raja, putra 112, 115, 129, 133 mahkota, istri raja, putra-putri raja setelah dewasa
20
Kapiji
Melakukan sesuatu pekerjaan
8
21
Kawiryanipun
Kebangsawanannya,
20
keberaniannya, kepahlawanannya 22
Kawula
hamba, pengikut, anak buah
64, 71, 74
23
Langkah
Langkah, maju, menuju
95
24
Lelangen
Senang-senang
98
25
lestantun,
Lestari, melestarikan
117, 134
kalestantunnaken 26
Lulus, lulusing
Sempurna, kesempurnaan
116, 121, 135
27
Lurah
Pemimpin desa atau kepala desa
33, 41, 45, 51, 54, 57, 61
28
Mantri
Penasehat raja, menteri, pejabat 5, 31, 32, 40, 50 tinggi
29
Mider
Mengelilingi, berkeliling
91
30
Nayaka
pemimpin, kepala, komandan
24, 25, 36, 48
31
Pamenggak
pengingat (mengingatkan sesuatu 107 agar tidak melakukannya lagi.
32
Panembahan
Penghormatan
113, 130
33
Panewu,
Jabatan
panewunipun
seorang yang menerima perintah
dibawah
kaliwon, 28, 29, 39, 49, 60, 62
langsung dari kaliwon. 34
Panunggul
Pemimpin
35
Patih, papatih
Pejabat khususnya
111 tinggi
di
penasehat
keraton, 6, 12, 14, 21, 22, 38, dan 75, 83
pembantu terdekat raja. 36
Pepiridanipun
Mengiring, pengiringnya
106
37
Rambah,
Lewat, melewati
3, 102
anarambahi 38
Samukawis
Semuanya/keseluruhan
100
39
Santana
Kerabat
11, 15, 19
73
40
Seba, sineba
Abdi, mengabdi, menghadap
108, 109
41
Sendika
Iya, menyepakati, mengiyakan
81
42
Senapati
Jenderal/panglima
114, 131
43
Tap
Susunan yang pantas, urutan yang tertib
44
Tedhak,
tedhaki,
tedhaking, tedhakan
1
Datang, mendatangi
90, 92, 93, 94, 97
45
Timbalan
Panggilan
76, 80
46
Tuwuh
Tumbuh
122
47
Wenang,
Kuasa, kekuasaan, kekuasaannya
wawenang,
10, 16, 2
3, 30, 65,
69, 70, 73, 85
wawenangipun 48
Wekasan
Akhiran, terakhir
126
49
Wijangipun
runtutan, rinciannya
2
50
Yasa
Kemuliaan, kehormatan
104
74
Lampiran 2
INDEKS
Acangkrama 53, 62 Aksara Angka 25 Aksara murda 24 Aksara Rekan 26 Aksara Swara 26 Ambawa 55, 64 Ameng-ameng 53, 62 Ampéyan 55, 64 Andika 39, 50, 59 Anggarebeg 54, 63 Anggarubyug 44, 63 Anggubah 55, 64 Annyanggi 38, 42 Awiyos 43, 63 Ayab 55, 65 Bahan Naskah 35 Bahasa Sasaran 16, 17 Bahasa Sumber 16, 17 Bawat 55, 64 Besaos 53, 63 Boya 54, 63 Carakan 20 Cempurung 54, 64 Constitution texus 10 Dentawyanjana 20 Dluwang 13 Dolan-dolan 43, 53, 62 Enggéh 41, 51, 61, 67 Filologi 1, 2, 3, 8, 9, 10, 12, 14, 18, 30, 34, 69 Gumus 55, 64 Handscrift 12 Ijengandika 34, 38, 49, 58, 67 Ilmu Budaya 4, 5, 8 Imbal 54, 63 Inggih 6, 38, 40, 41, 42, 43, 43, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 53, 56, 57, 61, 67
Ingsun 4, 46, 60 Iyasa 54, 63 Jajari 54, 64 Jamban 45, 55, 65 Jawa Krama iv, v, vii, xi, xii, 3, 6, 7, 9, 13, 14, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 36, 37, 48, 51, 52, 55, 56, 69, 70, 71 Jengkar 55, 64 Kaluhuran 55, 65 Kapareg 55, 64 Kapyarsi 55, 64 Karas 13 Kasinggiyan 45, 55, 65 Katalog 19, 70, 71 Katimbalan 54, 63 Kolofon 36, 70 Konkret 12, 13 Kowé 40, 51, 60 Kritik teks 10, 11 Kuluk 55, 65 Linguistik Jawa 4 Lontar 13 Mahaprana 24 Mandhuwur 45, 55, 65 Manggala 36 Manira 4, 51, 60 Masrengga 55, 65 Miyos 53, 63 Mundri 55, 65 Naskah iv, v, xi, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 29, 30, 33, 34, 35, 36, 37, 47, 48, 57, 69, 70, 71 Nedha 52, 61 Ngumbul 54, 63 Nitih 53, 62
75
Nuwala 54, 64 Nyamat 45, 55, 65 Pada iv, 1, 4, 5, 7, 10, 12, 13, 16, 17, 23, 24, 32, 36, 37, 47, 57, 60, 62, 63, 64, 65, 65, 67 Padmi 55, 64 Pandengan 55, 64 Papangkatan 49 Papara 53, 62 Pasangan 20, 24 Pasenén 55, 65 Pekenira 51, 60 Pened 55, 64 Penyuntingan iv, 10, 11, 14, 15, 16, 29, 30, 31, 33, 48 Penyuntingan Naskah Jamak 16, 30 Penyuntingan Naskah Tunggal 16 Metode diplomatik 16, 30 Metode diplomatis 15 Metode gabungan 16, 30 Metode kritis 15 Metode landasan 16, 30 Metode standar 16, 30 Metode stemma 15 Philologia Ancilla Philosophiae 18, 70 Punapi 54, 63 Puniki 54, 64 Reké 54, 63 Rinubung 45, 55, 65 Sabayantu 42, 52, 61 Sampéyan iv, 38, 49, 58 Sandhangan 21, 22, 23 sandhangan pangkon 21 sandhangan panyigeging 21 sandhangan swara 21
sandhangan wyanjana 21 Saos 54, 63 Sasala suddha 48, 58, 67 Scribes & Scholars 10, 71 Séba 45, 64 Sekar Wijaya Kusuma iv, 36, 48, 56, 57, 65, 66, 68, 69 Selir 43, 45, 53, 55, 64 Séos 53, 63 Séwaka 55, 64 Sinéba 64 Sinéwaka 55, 64 Sumaji 43, 54, 63 Tedhakan tebih 62 Tedhaking paran 62 Teks iv, 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 23, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 47, 48, 52, 55, 57, 67, 68 Tembung Kraton i, ii, viii, 3, 5, 7, 16, 17, 19, 30, 34, 35, 37, 47, 48, 49, 53, 57 Terjemahan iv, 8, 10, 16, 17, 18, 34, 35, 57, 67 literal translation 17 non literal translation 17 free translation 17 The Place of Philology in An Age Word Literature 2 Timbal 54, 63 Titiyan 45, 55, 64 Transliterasi iv, 11, 13, 14, 19, 27, 29, 32, 34, 35, 37, 47 Wénten 54, 64 Wiraosan 49, 50, 53 Wiyos 53, 63
76
Lampiran 3
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
Lampiran 4
99
Lampiran 5
100
Lampiran 6