1
NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA (Kajian Filologis)
Proposal Skripsi
Oleh : Reza Sukma Nugraha 206500034
Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2009
2
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Majalengka adalah salah satu kabupaten yang terletak di Jawa Barat.
Berbatasan dengan Sumedang di sebelah barat, Indramayu di sebelah utara, Cirebon dan Kuningan di sebelah timur, dan Ciamis di sebelah selatan. Kondisi geografis Majalengka sebelah utara cenderung berupa dataran rendah sehingga cuacanya relatif panas. Majalengka juga memiliki banyak pesantren dan ulama tersohor. Salah satunya adalah KH Abdul Halim yang dikenal sebagai pendiri organisasi massa (ormas) Islam Persatuan Umat Islam (PUI). Semasa hidupnya, KH Abdul Halim berguru pada banyak ulama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sebelum usia 22 tahun ia belajar di beberapa pesantren. Ulama yang juga guru besar sekaligus guru pertamanya adalah KH Anwar. KH Anwar adalah salah satu ulama tersohor di Majalengka. Hidup sekitar tahun tahun 1850-an. Pada masa itu, KH Anwar menjadi penasihat sekaligus pengambil keputusan keagamaan di Majalengka. Oleh karena itu, ia pun dikenal di kalangan Pemerintah Hindia Belanda. KH Anwar meninggalkan banyak karya yang ia tulis semasa hidupnya. Karyakaryanya lalu diwariskan kepada seluruh anaknya dan keturunannya. Beberapa
3
karyanya terdapat di pondok pesantren Asasul Huda yang kini dipimpin oleh KH Tarmidzi Asfari. KH Tarmidzi Asfari merupakan keturunan ketiga dari KH Anwar melalui garis ibu. Menurutnya, ia adalah keturunan ke-51 dari Nabi Adam (garis keturunan terlampir). KH Tarmidzi menyimpan beberapa naskah peninggalan KH Anwar. Diantara naskah yang masih dalam kondisi cukup baik, terdapat satu kitab karangan KH Anwar yang ditulis dalam Bahasa Arab. Kitab tersebut tidak berjilid, bahkan KH Anwar pun, sebagai pemilik naskah, tidak mengetahui judul kitab tersebut. Kitab tersebut berisi tentang tauhid dan fiqih. Terdiri dari 18 bagian dalam 149 halaman. Teks pada naskah tersebut telah diterjemahkan (dilogat) ke dalam Bahasa Jawa. Menurut KH Tarmidzi, naskah tersebut tidak lagi diajarkan pada santrisantrinya. Selama ini, naskah tersebut hanya disimpan pada tempat khusus dan tidak ada perawatan khusus. Namun, saat haul KH Anwar, naskah-naskah tersebut dibaca dan dibersihkan oleh para santri. Naskah yang masih ada hingga kini dalam kondisi cukup baik meskipun tidak ada perawatan khusus. Naskah-naskah tersebut juga belum banyak diteliti secara mendalam oleh para akademisi, baik para filolog maupun mahasiswa. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh salah satu naskah KH Anwar tersebut. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.
4
C.
1.
Bagaimana deskripsi naskah KH Anwar Ranji?
2.
Bagaimana suntingan dan terjemah naskah tersebut?
3.
Apa kandungan isi dari naskah tersebut?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
D.
1.
Mengetahui deskripsi naskah KH Anwar Ranji.
2.
Mengetahui suntingan dan terjemah naskah tersebut.
3.
Mengetahui kandungan isi naskah tersebut.
Kerangka Berpikir Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang
mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baried, 1983:1). Menurut etimologi, filologi berasal dari kata Yunani philos yang berarti „cinta‟ dan kata logos yang berarti „kata‟. Kedua kata tersebut memiliki arti „cinta kata‟ atau „senang bertutur‟. Kemudian arti ini berkembang menjadi „senang belajar‟, „senang ilmu‟, dan „senang kebudayaan‟. Sedangkan
Lubis
(2001:16)
menjelaskan
pengertian
filologi
adalah
pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan. Sementara itu, menurut Sudardi (2001:1) pengertian filologi adalah suatu disiplin ilmu yang meneliti secara mendalam naskah-naskah klasik dan kandungannya. Setiap ilmu mempunyai objek penelitian, tidak terkecuali filologi yang bertumpu pada kajian naskah dan teks klasik. Menurut Baried (1983:54) naskah
5
merupakan benda kongkret yang dapat dilihat atau dipegang, seperti semua bahan tulisan tangan yang disebut naskah (handschrift). Di Indonesia bahan naskah yaitu dapat berupa lontar, kayu, bambu, rotan, dan kertas Eropa. Tulisan-tulisan pada kertas disebut naskah, dalam bahasa Inggris naskah disebut dengan istilah manuscript, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut handschrift (Djamaris 1990:11). Sedangkan teks, menurut Baried (1983:4) adalah sesuatu yang abstrak. Teks filologi ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan. Teks lisan yaitu suatu penyampaian cerita turun-temurun lalu ditulis dalam bentuk naskah. Naskah itu kemudian mengalami penyalinan-penyalinan dan selanjutnya dicetak. Teks tulisan dapat berupa tulisan tangan (yang disebut naskah) dan tulisan cetakan. Adapun pemurnian teks disebut kritik teks. Menurut Sudjiman (dalam Djamaris 1991:11) pengertian kritik teks yaitu pengkajian dan analisis terhadap naskah dan karangan terbitan untuk menetapkan umur naskah, identitas pengarang, dan keautentikan karangan. Jika terdapat berbagai teks dalam karangan yang sama, kritik teks berusaha menentukan mana di antaranya yang otoriter dan yang asli. Usaha ini dilakukan untuk merekontruksi teks. Sedangkan transliterasi adalah penggantian jenis tulisan dari huruf demi huruf dan dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Baried,1983:65). Pendapat tersebut senada dengan Sudardi (2001:29) yang menjelaskan pengertian transliterasi adalah pengalihan dari huruf ke huruf dan dari abjad yang satu ke abjad yang lain.
6
E.
Metode dan Langkah-langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan sebagai berikut. 1. Inventarisasi naskah (pengumpulan data) Tahap inventarisasi naskah (pengumpulan data) dalam penelitian ini dilakukan melalui pencarian ke berbagai wilayah dan pesantren yang terdapat di Jawa Barat hingga akhirnya penulis mendapatkan naskah KH Anwar ini di Pesantren Al-Huda Kampung Ranji Wetan Kecamatan Dawuan Kabupaten Majalengka. 2. Deskripsi naskah Pada tahapan ini dilakukan pendeskripsian naskah secara Objektif, yang mengandung pengertian bahwa setiap naskah dikaji berdasarkan ciri-cirinya secara alami. Naskah diteliti secara menyeluruh dari mulai judul naskah, nomor naskah, ukuran naskah, tempat penyimpanan naskah, pemilik naskah, keadaan naskah, huruf dan aksara yang digunakan dalam teks naskah, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, usia teks naskah, pengarang naskah, kolofon, hingga ringkasan teks atau disebut ikhtisar teks. Langkah ini dilakukan agar dapat diketahui gambaran naskah secara objektif dan menyeluruh (Edward, 2002:11). 3. Penyuntingan Pada tahap penyuntingan ini digunakan edisi standar sebagai usaha perbaikan dan pengoreksian naskah ketika proses penulisan (penyalinan) karena dimungkinkan adanya kesalahan-kesalahan penulisan (penyalinan). Tujuan penyuntingan ini ialah membebaskan teks dari segala kesalahan yang di perkirakan, supaya teks tersebut dapat dipahami dengan jelas. Dalam penyuntingan ini dilakukan transliterasi yaitu penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke huruf yang lain, yaitu mentranslitkan naskah yang bertuliskan arab ke dalam bahasa Indonesia dengan mengikuti aturan zaman sekarang.
7
4. Terjemah Dalam tahapan terjemahan ini menggunakan pola terjemah agak bebas, dengan maksud supaya diperoleh terjemahan yang mampu mengungkapkan makna atau pesan teks secara mudah dan menyeluruh. 5. Analisis Isi Pada tahapan ini menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu penelitian yang tertuju pada isi naskah saja. Data yang didapatkan dari berbagai sumber diklasifikasikan, kemudian seluruh data yang tersedia ditelaah setelah diolah, dianalisis dan disimpulkan.
8
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Filologi 1. Pengertian Filologi Menurut Baried (1983:1) pengertian filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastrasastra dalam arti luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan. Kata filologi menurut etimologi, filologi berasal dari kata Yunani philos yang berarti „cinta‟ dan kata logos yang berarti „kata‟. Pada kata filologi, kedua kata tersebut membentuk arti „cinta kata‟ atau „senang bertutur‟. Kemudian arti ini berkembang menjadi „senang belajar‟, „senang ilmu‟, dan „senang kebudayaan‟. Filologi sebagai istilah mempunyai beberapa arti sebagai berikut (Baried, 1983:2). a. Filologi pernah diartikan sebagai hermeneutik atau ilmu tafsir teks yang dihubungkan dengan bahasa dan kebudayaan masyarakat yang memiliki teks tersebut. b. Filologi pernah diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang. c. Filologi pernah diartikan sebagai ilmu sastra karena yang dikaji karya sastra. Saat ini filologi ada yang mengartikan sebagai ilmu bantu sastra karena filologi menyiapkan teks-teks sastra, khususnya sastra klasik agar siap dikaji. d. Filologi ada juga yang mengartikan sebagai studi bahasa atau linguistik. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Baried, Lubis (2001:16) menjelaskan pengertian filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup bidang
9
bahasa, sastra, dan kebudayaan. Sementara itu, menurut Sudardi (2001:1) pengertian filologi adalah suatu disiplin ilmu yang meneliti secara mendalam naskah-naskah klasik dan kandungannya. Jadi, menurut penulis filologi yaitu ilmu yang mempelajari naskah disertai pembahasan dan penyelidikan kebudayaan bangsa berdasarkan naskah klasik. Dari naskah klasik itulah orang dapat mengetahui latar belakang kehidupan masyarakat pada zaman lampau misalnya, adat istiadat, agama, kesenian, bahasa, pendidikan, dan sebagainya. 2. Objek Filologi Setiap ilmu mempunyai objek penelitian , tidak terkecuali filologi yang bertumpu pada kajian naskah dan teks klasik. Naskah-naskah yang menjadi objek material penelitian filologi adalah naskah yang ditulis pada kulit kayu, bambu, lontar, dan kertas. Penyebutan istilah „klasik‟ pada teks-teks Nusantara pada hakekatnya lebih ditekankan kepada masalah waktu dan periode masa lampau yang di Indonesia biasanya disebut dengan “pramodern” yaitu suatu kondisi waktu di mana pengaruh Eropa belum masuk secara intensif (Lubis 2001:25). Menurut Sudardi (2001:3) objek penelitian filologi adalah teks dari masa lalu yang tertulis di atas naskah yang mengandung nilai budaya. Adapun menurut Baried (1983:3-4) filologi mempunyai objek naskah dan teks. Oleh karena itu, perlu dibicarakan halhal mengenai seluk-beluk naskah, teks, dan tempat penyimpanan naskah. a. Naskah Menurut Baried (1983:54) naskah merupakan benda kongkret yang dapat dilihat atau dipegang, seperti semua bahan tulisan tangan yang disebut naskah (handschrift). Di Indonesia bahan naskah yaitu dapat berupa lontar, kayu, bambu, rotan, dan kertas Eropa. Naskah menurut Ikram (1994:3) adalah wujud fisik dari teks. Tulisan-tulisan pada kertas
10
disebut naskah, dalam bahasa Inggris naskah disebut
dengan istilah manuscript,
sedangkan dalam bahasa Belanda disebut handschrift (Djamaris 1990:11). Sementara itu, menurut Dipodjojo (1996:7) naskah ialah segala hasil tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan cipta, rasa, dan karsa manusia yang hasilnya disebut hasil karya sastra, baik yang tergolong dalam arti umum maupun dalam arti khusus yang semuanya merupakan rekaman pengetahuan masa lampau bangsa pemilik naskah. b. Teks Menurut Baried (1983:4) teks adalah sesuatu yang abstrak. Teks filologi ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan. Teks lisan yaitu suatu penyampaian cerita turuntemurun lalu ditulis dalam bentuk naskah. Naskah itu kemudian mengalami penyalinanpenyalinan dan selanjutnya dicetak. Teks tulisan dapat berupa tulisan tangan (yang disebut naskah) dan tulisan cetakan. Sementara itu, menurut Lubis (2001:30) teks adalah kandungan atau isi naskah. Teks terdiri dari isi dan bentuk. Isi teks mengandung ide-ide atau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Di dalam proses penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan ada tiga macam teks yaitu: teks lisan, teks tulisan, dan teks cetakan. c. Tempat Penyimpanan Naskah Naskah biasanya disimpan pada berbagai perpustakaan dan museum yang terdapat di berbagai negara. Naskah-naskah teks Nusantara pada saat ini sebagian tersimpan di museum-museum di 28 negara, yaitu Afrika Selatan, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Ceko, Denmark, India, Indonesia, Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Malaysia, Norwegia, Polandia, Portugal, Prancis, Rusia, Selandia Baru, Singapura,
11
Spayol, Swedia, Swiss, Thailand, dan Vatikan (Chambert-Loir 1999:203-243). Sebagian naskah lainnya masih tersimpan dalam koleksi perseorangan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan objek filologi berupa yaitu naskah dan teks. Jadi, naskah adalah hasil tulisan tangan yang berwujud fisik dan di dalamnya mengandung nilai-nilai, sedangkan teks adalah isi dari naskah yang di dalamnya mengandung amanat. B. Kritik Teks 1. Pengertian Kritik Teks Menurut Han (dalam Djamaris 1991:11) inti kegiatan filologi dapat
dikatakan
penepatan bentuk sebuah teks yang paling autentik. Tujuan penelitian filologi ialah mengungkapkan kembali kata-kata semurni mungkin. Adapun pemurnian teks disebut kritik teks. Menurut Sudjiman (dalam Djamaris 1991:11) pengertian kritik teks yaitu pengkajian dan analisis terhadap naskah dan karangan terbitan untuk menetapkan umur naskah, identitas pengarang, dan keautentikan karangan. Jika terdapat berbagai teks dalam karangan yang sama, kritik teks berusaha menentukan mana di antaranya yang otoriter dan yang asli. Usaha ini dilakukan untuk merekontruksi teks. Sementara itu, menurut Sutrisno (dalam Djamaris 1991:11-12) tujuan kritik teks adalah menghasilkan suatu teks yang paling mendekati teks asli. Teks asli oleh peneliti filologi sudah dibersihkan dari kesalahan yang terjadi selama penyalinan berulang kali. Demikian pula isi naskah telah tersusun kembali seperti semula dan bagian-bagian naskah yang tadinya kurang jelas dijelaskan sehingga seluruh teks dapat dipahami sebaik-baiknya.
12
2. Pengertian Transliterasi Baried (1983:65) berpendapat transliterasi adalah penggantian jenis tulisan dari huruf demi huruf dan dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Pendapat tersebut senada dengan Sudardi (2001:29) yang menjelaskan pengertian transliterasi adalah pengalihan dari huruf ke huruf dan dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Sementara itu, menurut Lubis (2001:80) transliterasi adalah penggantian dari huruf demi huruf dan dari satu abjad ke abjad yang lain, misalnya huruf Arab-Melayu ke huruf Latin. Adapun pendapat Sudjiman (1994:99) transliterasi yaitu ahli aksara, penggantian jenis aksara (yang pada umumnya kurang dikenal) dengan aksara dari abjad yang lain (yang dikenal dengan baik). Tranliterasi merupakan salah satu langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf Arab Melayu. Salah satu tugas peneliti filologi dalam transliterasi adalah menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah, khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan ciri ragam bahasa lama dipertahankan bentuk aslinya, tidak disesuaikan penulisannya dengan penulisan kata menurut Ejaan Yang Disempurnakan supaya data mengenai bahasa lama dalam naskah tidak hilang (Djamaris, 1991: 4-5). 3. Metode Penyuntingan Teks Menurut Djamaris (1991:15) penyuntingan naskah tunggal dapat dilakukan dengan dua metode. a. Metode Standar (biasa) Metode strandar adalah metode yang digunakan dalam penyuntingan teks naskah tunggal. Metode ini digunakan apabila isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan
13
cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama dan bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar yaitu: 1) mentransliterasi teks, 2) membetulkan kesalahan teks, 3) membuat catatan perbaikan atau perubahan, 4) memberi komentar, tafsiran (informasi di luar teks), 5) membagi teks dalam beberapa bagian, dan 6) menyusun daftar kata sukar (glosari). Tujuan penggunaan metode standar adalah untuk memudahkan pembaca atau peneliti dalam membaca dan memahami teks. b. Metode Diplomatik Metode diplomatik adalah metode yang kurang lazim digunakan
dalam
penyuntingan naskah. Metode ini digunakan apabila isi cerita dalam naskah dianggap suci atau dianggap penting dari segi sejarah, kepercayaan atau bahasa, sehingga diperlukan perlakuan khusus atau istimewa. Di dalam suntingan teks yang menggunakan metode diplomatik, teks disajikan seteliti-telitinya tanpa perubahan dan teks disajikan sebagaimana adanya. Hal-hal yang dilakukan dalam edisi diplomatik sebagai berikut. 1) Teks diproduksi persis seperti terdapat dalam naskah, satu hal pun tidak boleh diubah, seperti ejaan, tanda baca, atau pembagian teks. Di dalam bentuk yang paling sempurna metode ini adalah reproduksi fotografis. Hasil reproduksi fotografis disebut faksimile. Hasil transliterasi tanpa perbaikan atau penyusaian disediakan untuk memudahkan pembaca dalam memahami teks.
14
2) Kesalahan harus ditunjukkan dengan metode referensi yang tepat. 3) Saran untuk membetulkan kesalahan teks. 4) Komentar mengenai kemungkinan perbaikan teks. Tujuan pengunaan metode diplomatik adalah untuk mempertahankan kemurnian teks.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Djamaris, Lubis (2001:96)
menjelaskan
metode penelitian naskah tunggal hanya terdapat dua pilihan, yaitu: 1) edisi diplomatik adalah suatu cara mereproduksi teks sebagaimana
adanya tanpa ada perbaikan atau
perubahan dari editor; 2) edisi standar adalah suatu usaha perbaikan dan meluruskan teks, sehingga terhindar dari berbagai kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan yang timbul ketika proses penulisan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Baried, Baroroh. 1983. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pengembangan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Biografi KH Abdul Halim pada www.forumsantri.com. Djamaris, Edwar. 1991. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Pusat Pengembangan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Lubis, Nabila. 2001. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Penerbit Yayasan Media Alo Indonesia. Sudardi, Bani. 2001. Dasar-dasar Teori Filologi. Surakarta: Penerbit Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sebelas Maret. Qadir, Abdul Qadir Ahmad Abdul. Makalah berjudul “Musykilatu al-Tahqiq fii alMakhthuthati al-Arabiyyah” pada Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara VIII dan Munas Manasa III 26028 Juli 2004. Wawancara dengan KH Tarmidzi Asfari pada 30 Mei 2009.