ANALISIS PERMASALAHAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN KOMPETENSI SPIRITUAL SETELAH DITERAPKAN KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Studi Kasus Pada SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta)
NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mancapai derajat Sarjana S-1
Program Studi Pendidikan Matematika
QUROTUN A’INI A 410 100 228
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
ANALISIS PERMASALAHAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN KOMPETENSI SPIRITUAL SETELAH DITERAPKAN KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Studi Kasus Pada SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta) Oleh: Qurotun A’ini1 dan Masduki2. 1 Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta,
[email protected] 2 Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Surakarta, masdukiums.ac.id
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi guru serta strategi guru untuk mengimplementasikan kompetensi spiritual. Informan dalam penelitian ini adalah guru matematika kelas X di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode
wawancara dan angket
sebagai metode pokok. Metode bantu berupa dokumentasi. Analisis data secara kualitatif melalui 4 alur yaitu pengumpuan data, reduksi data, display data, menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap guru memiliki permasalahan dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual, selain itu guru juga memiliki strategi sendiri dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika. Dari data
yang
diperoleh
permasalahan
yang
paling
banyak
dialami
guru
dalam
mengimplementasikan kompetensi spiritual adalah mengkaitkan materi matematika dengan kompetensi spiritual, sedangkan strategi yang paling sering dipakai oleh semua guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual adalah mengucapkan salam dan berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran.
Kata kunci: pembelajaran matematika, permasalahan guru, kompetensi spiritual, kurikulum 2013
PENDAHULUAN Kurikulum pendidikan yang diterapkan di Indonesia pada tahun ajaran 2013/ 2014 adalah kurikulum 2013. Salinan Lampiran Permendikbud No. 69 tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA menyebutkan bahwa Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Kurikulum 2013 terdiri dari dua kompetensi pokok yakni
kompetensi inti dan
kompetensi dasar. Lampiran Permendikbud Nomor 70 tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/ MK menyebutkan bahwa rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut: 1. Kompetensi Inti- 1 (KI- 1) untuk kompetensi inti sikap spiritual, 2. Kompetensi Inti- 2 (KI- 2) untuk kompetensi inti sikap sosial, 3. Kompetensi Inti- 3 (KI- 3) untuk kompetensi inti pengetahuan, 4. Kompetensi Inti- 4 (KI4) untuk kompetensi inti ketrampilan. Dari keempat kompetensi inti di atas, kompetensi spiritual merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting untuk peserta didik. Kompetensi spiritual merupakan suatu nilai yang bersifat religius, dengan kata lain pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan atau berdasarkan ajaran agama. Dengan adanya kompetensi spiritual peserta didik diharapkan mampu menjadi manusia yang memiliki akhlak mulia dan taat terhadap nilai-nilai ajaran agamanya. Spiritual merupakan dorongan seseorang untuk selalu taat kepada sang penciptaNya. Spiritual seseorang dapat ditingkatkan jika lingkungannya dapat mendukung. Dalam hal ini, lingkungan sekolah juga sangat berpengaruh terhadap spiritual siswa. Lingkungan sekolah yang juga berperan dalam spiritual siswa adalah guru. Oleh karena itu, guru harus mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena banyak
nilai- nilai spiritual yang pelaksanaannya
menggunakan ilmu matematika. Misalnya aturan- aturan dalam zakat mal menggunakan materi pecahan. Begitu pula dengan matematika yang dapat dikembangkan dengan nilainilai spiritual. Misalkan dalam mempelajari matriks, dapat melihat shaf sholat berjamaah untuk mengetahui letak baris dan kolom matriks. Namun, dalam praktiknya masih banyak guru matematika yang mengalami permasalahan dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka penulis termotivasi melakukan penelitian untuk menganalisis permasalahan guru dalam menerapkan kompetensi spiritual setelah diterapkannya kurikulum 2013 pada pembelajaran matematika. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual setelah diterapkannya kurikulum 2013 pada
pembelajaran matematika. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Strategi guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta, (2) Permasalahan guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data yang terkumpul berupa tulisan, kata- kata, atau gambar. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta. Waktu penelitian selama 3 minggu. Subjek dalam penelitian ini adalah guru matematika kelas X SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta yang terdiri dari 9 guru. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1) metode pokok berupa: (a) wawancara untuk mengetahui permasalahan yang dialami guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika, (b) angket untuk mengetahui strategi yang dilakukan guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual padda pembelajaran matematika, (2) metode bantu berupa dokumentasi untuk memperoleh data nama guru, nomor induk pengajar, dan foto. Uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik digunakan untuk mengetahui strategi guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika. Sedangkan, triangulasi sumber ditujukan untuk mendapatkan data mengenai permasalahan guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melaksanakan penelitian,peneliti menyusun instrumen penelitian berupa pedoman wawancara dang angket. Pertanyaan yang disusun untuk wawancara sebanyak 8 nomor, sedangkan angket yang disusun sebanyak 20 nomor. Setelah pedoman wawancara dan angket disusun, angket disebarkan kepada guru matematika kelas X di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta dengan jumlah 9 guru namun yang menyerahkan angket hanya 8 guru. Selanjutnya, dilaksanakan wawancara setelah angket tersebut sudah diisi oleh guru. Berdasarkan angket dan wawancara tersebut, maka diperoleh data:
a.
Strategi guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika adalah: 1. Mengucapkan salam dan doa sebelum dan sesudah pembelajaran Salam dan berdoa merupakan ibadah yang harus dilaksanakan secara rutin. Hal ini juga diperintahkan di dalam Al- Qur’an surat Al Anbiyya ayat 88 yang berbunyi “Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman”. Oleh karena itu doa dan salam sangat diperlukan pada pembelajaran matematika. Karena, salam dan doa di awal pembelajaran akan membuat siswa lebih tenang dan siap untuk mengikuti pembelajaran. Sedangkan salam dan doa ketika akhir pembelajaran akan membuat siswa bersyukur akan ilmu yang didapatkan. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukman Hakim (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam Pembentukan Sikap dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu AlMuttaqin Kota Tasikmalaya ”menyatakan bahwa nilai- nilai ibadah yang diterapkan secara terus menerus mengajarkan manusia agar dalam setiap perbuatannya senantiasa dilandasi hati yang ikhlas guna mencapai ridho Allah. Pengamalan konsep nilai- nilai ibadah akan melahirkan generasi yang adil
jujur, dan suka
membantu sesamanya. 2. Memotivasi siswa untuk selalu menjadi pribadi yang lebih baik Memotivasi siswa merupakan salah satu strategi yang banyak digunakan guru untuk mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika. Karena memotivasi siswa secara rutin maka siswa akan terdorong semangatnya untuk selalu menjadi pribadi yang lebik baik dalam segala hal. Terjemahan QS.Ar Ra’d ayat 11 yang berbunyi “Bagi manusia ada malaikatmalaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. Oleh karena itu, seorang guru jika menginginkan siswanya memiliki pribadi yang selalu lebih baik, maka sudah seharusnya guru selalu memotivasi siswanya tersebut. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Keke T
Aritonang (2008) yang berjudul “Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa” yang menyatakan bahwa sudah menjadi tugas bagi guru agar berusaha membangkitkan minat dan motivasi siswa. Sehingga proses belajar mengajar meyang efektif tercipta di dalam kelas dan mencapai suatu tujuan sebagai hasil dari pembelajaran. 3. Menasehati dan menanamkan tanggung jawab kepada siswa untuk selalu menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya Menanamkan tanggung jawab merupakan strategi yang diterapkan guru matematika, guna mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran. Hal ini diterapkan untuk memberikan kesadaran akan kewajibannya sebagai umat beragama untuk selalu menjalankan ibadahnya sesuai yang diajarkan di dalam ajaran agamanya. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Asnawan (2012) yang berjudul “Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua”. Dalam penelitiannya beliau menyebutkan bahwa pelaksanaan tanggung jawab materi maupun rohani merupakan suatu kebutuhan baik bagi akal maupun kesadaran. Selain itu, tanggung jawab meminta manusia untuk tabah mengikuti kemajuan dan mengutuk faktor- faktor yang menyebabkan kekacauan di dalam sistem kehidupan. Pelaksanaan tanggung jawab memainkan suatu peranan yang besar dalam meningkatkan akhlak yang baik dan kehidupan kerohanian. Oleh karena itu, sudah selayaknya seorang guru menumbuhkan tanggung jawab ibadah terhadap siswanya agar spiritual yang dimiliki siswa semakin meningkat. Dengan keadaan tersebut diharapkan terciptanya generasi muda yang berilmu dan memiliki kompetensi spiritual yang baik. 4. Mengkaitkan materi matematika dengan kompetensi spiritual. Namun, baru sebatas materi- materi tertentu saja karena kurangnya referensi yang menghubungkan antara materi dengan kompetensi spiritual. Mengkaitkan materi matematika dengan kompetensi spiritual siswa, diyakini dapat meningkatkan pemahaman tentang kompetensi spiritual yang baik. Hal ini juga berkaitan dengan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran dengan mengkaitkan materi sesuai dengan kehidupan nyata. Dalam hal ini, kehidupan nyata yang berkaitan dengan spiritual.
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali Syahbana (2012) yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning” menyebutkan bahwa dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran maka kemampuan berpikir kritis siswa semakin meningkat. Oleh karena itu, sebaiknya guru dalam pembelajaran matematika mengkaitkan antara materi dengan kompetensi spiritual. Dengan hal tersebut diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dan kompetensi spiritual siswa semakin meningkat. 5. Memberikan teladan yang baik bagi siswa Memberikan teladan yang baik merupakan strategi yang paling mudah dalam mengimplementasikan kompetensi sppiritual pada pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena siswa sekarang sangat sulit untuk diberikan nasehat atau diceramahi, namun mereka akan sangat mudah untuk meneladani. Ketika guru memerintahkan untuk sholat berjamaah, namun guru tersebut tidak melaksanakan sholat berjamaah maka siswa tersebut kemungkinan besar tidak melaksanakan sholat berjamaah. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Djuwariyah (2011) yang berjudul “Hubungan Kontrol Diri Guru Dengan Intensi Melakukan Kekerasan Terhadap Siswa” menyebutkan bahwa seorang guru harus memiliki kontrol diri yang baik karena apa yang diucapkan dan dilakukan akan menjadi rujukan bagi anak didik bahkan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, sebaiknya seorang guru selalu menjaga sikap dan perilakunya dihadapan siswa. Ketika guru menginginkan siswanya memiliki sikap dan perilaku yang baik, maka guru juga harus memiliki sikap dan perilaku yang baik. b. Permasalahan yang dialami guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika 1. Karakter siswa yang berbeda- beda cenderung kurang baik. Pada saat pembelajaran matematika hanya beberapa siswa saja yang tertarik. Karakter siswa merupakan ciri khas perilaku yang membedakan antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui karakter siswa merupakan hal yang paling utama untuk menemukan strategi guru dalam mnegimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika.
Hal ini didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Walid (2011) yang berjudul “Model Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi Islam” menyebutkan bahwa karakter yang mulia berarti bahwa individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai- nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati- hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/ efisien, menghargai waktu, pengabdian/ dedikatif, pengendalian diri, produktif, remah, cinta keindahan, sportif, tabah terbuka, tertib. Individu tersebut juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik/ unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Untuk mengurangi permasalahan dengan karakter siswa, maka sebaiknya guru memahami karakter- karakter siswanya. Setelah mengetahui karakter siswanya, guru baru dapat mencari strategi yang tepat guna mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika. 2. Waktu yang semakin singkat sedangkan jumlah materi semakin bertambah banyak. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual masih kurang maksimal, sejauh ini yang banyak ditekankan kompetensi pengetahuannya. Karena guru dituntut untuk menyelesaikan materi dengan waktu yang semakin singkat. Waktu belajar atau jam pelajaran merupakan salah satu kunci sukses atau tidaknya sebuah proses pembelajaran. Jam pelajaran bertujuan untuk membangun kedisiplinan siswa dan kondisi yang nyaman dalam belajar. Salamah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Jam Belajar Masyarakat Dan Prestasi Belajar Anak” menyebutkan
bahwa
jam
belajar
masyarakat
menumbuhkembangkan budaya belajar dengan
merupakan
upaya
untuk
menciptakan suatu kondisi
lingkungan yang ideal yang dapat mendorong proses belajar mengajar anak sebagai warga masyarakat desa/ kota dan dapat berlangsung dalam suasana aman, nyaman, tertib dan menyenangkan. Beliau juga menyimpulkan bahwa adanya korelasi positif antara jam belajar masyarakat dengan prestasi belajar anak. Oleh karena itu, waktu yang sedikit tersebut dirasa sangat sulit untuk mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika. Karena, dengan materi yang sangat banyak guru dituntut untuk menyelesaikan semua materi
dengan waktu yang singkat. Dengan hal tersebut, guru memutuskan untuk lebih memfokuskan kompetensi pengetahuan saja, kompetensi spiritualnya hanya sebagai selingan pada saat pembelajaran matematika. Mengenai hal tersebut, guru sebaiknya memanfaatkan waktu sebaik- baiknya. 3. Sulitnya mengkaitkan materi matematika dengan kompetensi spiritual. Hal ini diperburuk dengan kurangnya referensi yang mengkaitkan materi dengan kompetensi spiritual. Referensi yang diberikan pemerintah, belum mengkaitkan materi dengan kompetensi spiritual. Mengkaitkan materi dengan kompetensi spiritual dibutuhkan referensi dan kajian yang lebih banyak lagi tentang hal- hal tersebut. Kemampuan guru dalam mengkaitkan materi matematika dengan kompetensi spiritual bergantung pada pengetahuan yang dimiliki mengenai spiritual tersebut. Mengkaitkan antara materi matematika dengan kompetensi spiritual merupakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran. Elvinawati (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Kimia Sebagai upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Ketahun Bengkulu Utara” menyebutkan bahwa pembelajaran kontekstual menekankan keterkaitan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari- hari. Dalam hal ini, guru masih kesulitan dalam mengkaitkan materi dengan kompetensi spiritual. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan referensi yang dimiliki guru. Serta, semenjak kompetensi spiritual diterapkan masih sangat sulit menemukan referensi yang mengkaitkan antara kompetensi spiritual dengan pembelajaran matematika. 4. Adanya lingkungan keluarga yang kurang mendukung untuk siswa menjadi pribadi yang memiliki kompetensi spiritual yang baik. Lingkungan keluarga merupakan faktor penentu utama yang paling menentukan tingkat spiritual siswa. Apabila siswa berasal dari lingkungan keluarga yang memiliki spiritual yang baik, maka siswa tersebut juga memiliki spiritual yang baik begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan faktor pendukung utama terhadap spiritual siswa. Endang Purwaningsih (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Keluarga Dalam Mewujudkan Pendidikan Nilai Sebagai Upaya Mengatasi Degradasi Nilai Moral” menyatakan bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama
bagi anak, keluarga mempunyai peranan yang amat penting dan strategis dalam penyadaran, penanaman, dan pengembangan nilai moran sosial dan budaya. Nilainilai yang dapat ditanamken orang tua kepada anak- anaknya seperti ketaatan kepada Allah, ketaatan kepada orang tua, kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, kepedulian pada orang laun dan sebagainya. Oleh karena itu, sebaiknya pihak guru maupun sekolah menjalin hubungan yang baik dengan pihak keluarga siswa. Hal ini ditujukan guna menjalin kerjasama antara guru maupun pihak sekolah dengan keluarga siswa untuk mengawasi dan meningkatkan spiritual siswa. 5. Untuk sekolah yang tidak berlatar belakang agama, guru akan merasa kesulitan dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual karena di kelas terdapat siswa yang berbeda- beda agamanya Banyak sekolah yang tidak berbasis agama. Guru di sekolah tersebut khususnya guru matematika merasa kesulitan dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual. Hal ini dikarenakan dalam satu kelas, siswa tidak berasal dari satu agama saja, namun beraneka ragam agama dan budaya. Ketika guru mengkaitkan materi dengan kompetensi spiritual, guru tidak bisa mengkaitkannya dengan hal-hal yang menjurus ke satu agama saja. Karena hal tersebut menunjukkan rasa tidak toleransi antar siswa maupun siswa dengan guru. Sedangkan guru hanya mengerti agama yang dianutnya saja. Hal ini sangat menjadi problematika seorang guru dalam mengimplmentasikan kompetensi spiritual padad pembelajaran matematika. Untuk mengurangi hal- hal tersebut guru seharusnya mengkaitkan materi dengan kompetensi spiritual dengan hal- hal yang umum saja guna menunjukkan rasa toleransi terhadap siswanya yang berbeda- beda agama tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Toto Suryana (2011) yang berjudul “Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama” yang menyatakan bahwa kerukunan beragama berkaitan dengan toleransi, yakni istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok- kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam masyarakat. Oleh karena itu, sekolahan maupun guru harus mencari strategi lain guna mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika dengan mempertimbangkan beraneka ragamnya agama yang dianut siswa. Dengan hal
tersebut, diharapkan terwujudnya toleransi antara guru dengan siswa ataupun siswa yang berbeda keyakinan pada setiap pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan yang diperoleh dapat diambil kesimpulan permasalahan guru dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual setelah diterapkannya kurikkulum 2013 pada pembelajaran matematika di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dan SMK Negeri 9 Surakarta. 1. Strategi guru matematika kelas X untuk mengimplementasikan kompetensi spiritual pada pembelajaran matematika adalah: a.
Mengucapkan salam dan doa sebelum dan sesudah pembelajaran.
b.
Mengucapkan doa sebelum dan sesudah pembelajaran.
c.
Memotivasi siswa untuk selalu menjadi pribadi yang lebih baik.
d.
Menasehati dan menanamkan tanggung jawab kepada siswa untuk selalu menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.
e.
Mengkaitkan materi matematika dengan kompetensi spiritual. Namun, baru sebatas materi- materi tetrtentu saja karena kurangnya referensi yang menghubungkan antara materi dengan kompetensi spiritual.
f.
Memberikan teladan yang baik bagi siswa.
2. Permasalahan
yang
dihadapi
oleh
guru
matematika
kelas
X
dalam
mengimplementasikan kompetensi spiritual adalah: a.
Karakter siswa yang berbeda- beda cenderung kurang baik. Pada saat pembelajaran matematika hanya beberapa siswa saja yang tertarik.
b.
Waktu yang semakin singkat sedangkan jumlah materi semakin bertambah banyak. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual masih kurang maksimal, sejauh ini yang banyak ditekankan kompetensi pengetahuannya. Karena guru dituntut untuk menyelesaikan materi dengan waktu yang semakin singkat.
c.
Sulitnya mengkaitkan materi matematika dengan kompetensi spiritual. Hal ini diperburuk dengan kurangnya referensi yang mengkaitkan materi dengan kompetensi spiritual. Referensi yang diberikan pemerintah, belum mengkaitkan materi dengan kompetensi spiritual.
d.
Adanya lingkungan keluarga yang kurang mendukung untuk siswa menjadi pribadi yang memiliki kompetensi spiritual yang baik.
e.
Untuk sekolahan yang tidak berlatarbelakang agama, guru akan merasa kesulitan dalam mengimplementasikan kompetensi spiritual karena di kelas terdapat siswa yang berbeda- beda agamanya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana telah disimpulkan di
atas, maka peneliti mengajukan sejumlah saran. Bagi Kepala Sekolah sebaiknya lebih mengawasi
dan
menganjurkan
kepada
para
guru
untuk
lebih
serius
dalam
mengimplementasikan spiritual pada pembelajaran, selain itu Kepala Sekolah sebaiknya menjalin hubungan yang baik dengan keluarga siswa untuk mengawasi spiritual siswa. Bagi guru, sebaiknya memperbanyak referensi tentang materi matematika yang dikaitkan dengan kompetensi spiritual dan sebaiknya guru menyadari bahwa spiritual siswa bukan hanya tanggung jawab guru agama, namun semua guru bertanggung jawab akan spiritual siswa.
DAFTAR PUSTAKA Asnawan. 2012. “Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua”. Jurnal Falasifa/ 3(1), pp 1-21. Aritonang, Keke T. 2008. “Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”. Jurnal Pendidikan Penabur/ 1(10), pp 11-23. Djuwariyah. 2011. “Hubungan Kontrol Diri dengan Intensi Melakukan Kekerasan Terhadap Siswa”. Jurnal Pendidikan Islami/ 4(1), pp 35-42. Elvinawati. 2008. “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Kimia Sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa kelas XI IPA SMAN 1 Ketahun Bengkulu Utara”. Jurnal Exacta/ 6(2), pp 17-22. Hakim, Lukman. 2012. “Internalisasi Nilai- Nilai Agama Islam Dalam Pembentukan Sikap Dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam terpadu Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya”. Jurnal Pendidikan Agama Islam/ 10(1), pp 67- 77.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/ MK. Purwaningsih Endang. 2010. “Keluarga Dalam Mewujudkan Pendidikan Nilai Sebagai Upaya Mengatasi Degradai Nilai Moral”. Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora/ 1(1), pp 43-55. Salamah. 2008. “Jam Belajar Masyarakat Dan Prestasi Belajar Anak (Studi Korelasional Di Desa Panjangrejo, Bantul, Yogyakarta )”. Jurnal Pembelajaran/ 5(1), pp 23- 28. Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/ MA. Suryana, Toto. 2011. “Konsep Dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama”. Jurnal Pendidikan Agama Islam/ 9(2), pp 127- 136. Syahbana, Ali. 2012. “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning”. Jurnal Edumatica/ 2(1), pp 45- 57. Walid, Muhammad. 2011. ”Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Agama Islam”. Jurnal El- Qudwah/ 1(5), pp 115-156.