NASKAH PUBLIKASI
KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI PEMBAGIANWARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997 (STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS)
Oleh
ALIYUSRAN GEA 067011015/MKn
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997 (STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS)
TESIS
Oleh
ALIYUSRAN GEA 067011015/MKn
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997 (STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
ALIYUSRAN GEA 067011015/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Judul Tesis
: KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997 (STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS)
Nama Mahasiswa
: Aliyusran Gea
Nomor Pokok
: 067011015
Program Studi
: Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN) Ketua
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
(Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.Mhum) Anggota
(Syahril Sofyan,SH.MKn) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof.Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN)
Tanggal Lulus: 20 Agustus 2008 Judul Tesis
: KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PP 24 TAHUN 1997 (STUDI PENELITIAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS)
Nama Mahasiswa
: Aliyusran Gea
Nomor Pokok
: 067011015
Program Studi
: Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
(Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN) Ketua
(Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.Mhum) Anggota
Ketua Program Studi
(Syahril Sofyan,SH.MKn) Anggota
Direktur
(Prof.Dr. Muhammad Yamin Lubis,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa.B Msc)
Tanggal Lulus: 20 Agustus 2008 Telah Diuji Pada Tanggal 20 Agustus 2008___________________________________________
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN.
Anggota
:1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum 2. Syahril Sofyan, SH, MKn. 3. Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, MHum 4. Syafnil Gani SH, MHum
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Pendaftaran tanah merupakan perintah Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria atau di singkat UUPA untuk memenuhi kebutuhan hukum terhadap hak-hak atas tanah sebagaimana di sebutkan pada ayat 10 adalah” untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”. Tindak lanjut dari pasal 19 UUPA tentang pendaftaran tanah maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur tentang sistem dan prosedur Pendaftaran tanah dan hakhak yang menyangkut objek dari pendaftaran tanah tersebut baik karena undang-undang maupun karena peristiwa hukum. Sebagaimana di ketahui bahwa peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena peristiwa hukum ,dimana peristiwa tersebut dapat mengakibatkan akibat hukum.Salah satu contoh karena “kematian seseorang”,dimana dengan kematian seseorang terbukalah hak pewarisan terhadap ahli waris dari harta si pewaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris artinya penelitian yang di lakukan dengan menekankan aspek hukum dengan melakukan perbandingan dan melihat kenyataan pelaksanaannya di lapangan. Dari hasil penelitian bahwa pelaksanaan proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah dari pembagian warisan di Kecamatan Gunungsitoli telah di lakukan sebagaimana yang telah di isyaratkan oleh penjelasan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa”peralihan hak karena warisan terjadi karena hukum pada saat yang bersangkutan meninggal dunia,artinya sejak itulah para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru dengan menunjukkan surat bukti sebagai ahli waris, atau surat keterangan ahli waris, atau surat penetapan ahli waris, atau surat keterangan ahli waris walaupun tidak semaksimal mungkin di lakukan oleh masyarakat dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias karena menemui kendala-kendala yang di hadapi bersama baik kendala dari masyarakat Nias sendiri maupun dari kalangan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias. Adapun kendala-kendala yang di hadapi tersebut yang timbul dari kalangan masyarakat adalah: faktor budaya hukum masyarakat setempat, ketidakfahaman akan fungsi dan kegunaan sertifikat oleh pemegang hak, ekonomi dan pendidikan masyarakat, biaya yang cukup mahal, dan faktor birokrasi yang berbelit-belit dan berkepanjangan. Sedangkan kendala yang timbul dari pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah: faktor keterbatasan teknis lapangan dan sarana serta prasarana, kurangnya dana dan anggaran penyuluhan dan sosialisasi tentang pendaftaran tanah. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut maka di harapkan kepada pemerintah setempat dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias melakukan upaya–upaya seperti memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kegunaan dan fungsi sertifikat,meningkatkan ekonomi pendapatan masyarakat, meningkatkan kwalitas pendidikan masyarakat, memberikan kemudahan-kemudahan dalam kepengurusan dan keringanan biaya kepada masyarakat, serta peningkatan sarana dan prasarana pelaksana teknis Kantor Pertanahan Kabupaten Nias. Disamping itu juga sabgat di harapkan seluruh dukungan masyarakat agar mendukung program pemerintah dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias tentang budaya pendaftaran tanah.
Kata kunci: Pendaftaran peralihan hak atas tanah, Objek peralihan hak atas tanah karena warisan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRACT
Land registration is a regulation state in Article 19 of the Agrarian Basic law (UUPA) to meet the legal need for land right as mentioned in paragraph 10, among other things, to guarantee a legal certainly; the government organizes land registration in the all areas of the Republic of Indonesia according to the stipulation regulated in the government regulation. To follow-up Article 19 of the Agrarian Basic Law on land registration, the government passed Government Regulation No.24/1997 regulating the system and procedure of land registration and the right concerning the object of the land registration either because of the legislation or because of legal events. As widely known , the transfer of right to land can occur because of legal event. With somebody’s death, for example, the right inheritance to the theirs of the properties of the deceased is open. Using the empirical juridical method, this study emphasizes legal aspect by looking at and comparing the implementation of the legal aspects in daily activities. The result of study reveals that the implementation of the process of land registration or the change of the right to land originated from the distribution of inheritance in Gunungsitoli sub-district has been implementet as state in the explanation of the article 42 of Government Regulation No.24/1997 saying that the right transfer because of a legal- based inheritance occur when the property owner passed away, meaning, from that time on the heirs become the new right holder by showing the evidence of being heirs, a letter of the statement as heirs, or a letter appointment, or letter of decision as heirs, or aletter of statement of heirs although it is not maximally practice by the community or the land office of Nias Distric. The constraints originally came from the community were the factor of local community’s legal cultur, the holder does not understanding the function and use of the certificate he/she hold, community’s economic and education background, high cost, and the factor of long and difficult bureaucracy. The constraints originally came from the land office of Nias Distric are the factors of limited field technique, facilities and insfratructure, lack of fund and budget for the extension and socialization of land registration. To solve these constraints, it is expected that district government and land office of Nias district try to help the community understand the use and function the certificate, to improve the commnity’s economic condition and income, to improve the quality of community’s education, to help community in the process of registering the land obtained from the inheritance distribution as well as reducing the cost needed, and to improve the the facilities and insfratructure for the technical implementation done by land Office of Nias district In addition, the whole community is expected to support the program of government and land Office of Nias District on developing the culture of land registration.
Key word: Right to land Transrfer Registration, Object of transfer of Right to land Obtained Through Inheriting
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Dengan sembah sujudku penulis mengucapkan Alhamdulillah dan bersyukur kepada Allah SWT atas telah selesainya penulis menyelesaikan dan menyususn penulisan Tesis ini dengan judul “ Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 “ dengan daerah penelitian Kecamatan Gunungsitoli Kabuapten Nias. Penulisan Tesis ini adalah sebagai suatu syarat ilmiah di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn).Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana mestinya, namun penulis merasa bahagia dengan penuh kesenangan telah bersusah payah untuk memaksimalkan penyempurnaan penulisan tesis ini, semoga hasil penelitian ini dapat menjadi bagian sumber ilmu dan bahan bacaan kepada seluruh mahasiswa dan civitas akademik di lingkungan Universitas Sumatera Utara yang tercinta ini. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada para pembimbing yang telah banyak membimbing dalam menyelesaikan tesis ini yakni Prof.Dr.Muhammad Yamin Lubis,SH.CN.MS sebagai pembimbing utama. Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.MHum dan Notaris H.Syahril Sofyan,SH.MKn sebagai anggota, Dr.T.Keizerina Devi,SH.CN.MHum dan Notaris Syafnil Gani,SH.MHum sebagai
dosen penguji. Juga penulis
mengucapakan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof.dr.Chairuddin P.Lubis,DTM&H,Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa,B.MSc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nias. 4. Bapak Azwar Tanjung, Kepala Seksi Kantor Pertanahan Kabupaten Nias.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
5. Notaris Darius Duhuzaro Gulo,SH, di Kabupaten Nias. 6. Notaris Khaimar Harefa,SH, di Kabupaten Nias. 7. Seluruh responden yang memberikan keterangan – keterangan yang di perlukan dalam penulisan tesis ini.
Juga penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada orang tuaku yang tercinta Masruhid Gea (Ayah) dan Aslina Aceh (Ibu) yang telah mendoakan penulis berjuang menuntut ilmu di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan sahabatku yang tercinta Syuryani Pilo,SE,SH, dan Rumiris R.Nainggolan,SH yang telah banyak membantu menyelesaikan penulisan tesis ini serta yang tak terlupakan rekan-rekan kelas A dan mahasiswa MKn angkatan 2006/2007 Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Sebelum penulis mengakhiri kata pengantar ini perkenankan penulis menyampaikan sebuah pesan hidup yang akan tidak terlupakan dan sebagai kenangan sampai akhir hayatku”Pulau pandan jauh di tangah, dibalik pulau angso duo, hancur badan di kandung tanah, budi baik di kenang jua,”semoga ilmu yang di berikan dapat bermanfaat bagi diri dan keluargaku,masyarakat,bangsa dan negara. Demikian hal ini disampaikan semoga apa yang telah penulis perbuat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini bermanfaat bagi kita semuanya.Amin ya rabbal alamin.
Medan , 20 Agustus 2008
Penulis
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap
: Aliyusran Gea
Tempat / tanggal lahir
: Gunungsitoli, 12 Pebruari 1972
Jenis kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jalan Gaperta ujung No. 23, Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Helvetia Medan, Kota Medan
Nama orang tua
: Bapak, Masruhid Gea Ibu, Aslina Aceh
PENDIDIKAN
1.Tahun 1984
: Tamat SD Negeri Inpres Sawo, Kecamatan Tuhemberua, Kabupaten Nias.
2.Tahun 1987
: Tamat SMP Negeri 1 (satu) Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
3.Tahun 1990
: Tamat SMA Negeri 1 (satu) Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
4.Tahun 2005
: Tamat Strata 1 (satu) Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan.
5.Tahun 2008
: Tamat Strata 2 (dua) Magister Kenotaritan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
ABSTRAK ABSTRACK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………...1 A.
Latar Belakang…………………………….....................................1
B. Perumusan Masalah…………………………………………………....2 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………2 D. Manfaat Penelitian……………………………………………………..2 E. Keaslian Penelitian……………………………………………..3 F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi………………………………….3 1. Pengertian Tanah………………………………………3. 2. Pewarisa……………………………………………………4 G. Metode Penelitian………………………………………………6 1. Jenis dan Sifat Penelitian…………………………………...6 2. Tiknik dan Pengumpula Data……………………………..7 3. Alat Pengumpulan Data………………………………………7 4. Teknik Pengumpulan Data…………………………………26
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
5. Metode Pengolahan dan Analisa Data……………………...27
BAB II
SEBAB-SEBAB TERJADINYA JUAL BELI TANAH PUSAKA TINGGI...…………………………………………………29 A. Sistem Kekerabatan Minangkabau……………………………....29 B. Kedudukan Mamak Kepala Waris………………………………34 C. Penguasaan Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau…………...38 D. Pengertian Harta Pusaka………………………………………....42 1. Harta Pusaka Tinggi………………………………………....44 2. Harta Pusaka Rendah………………………………………..48 E. Sebab-sebab Terjadinya Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi……….49
BAB III PROSES PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH PUSAKA TINGGI………………………………………………………………60 A. Deskripsi Daerah Penelitian……………………………………60 1.
Sejarah Kecamatan Koto Tangah…………………………..60
2.
Kondisi Administrasi dan Geografis……………………….65
B. Proses Pelaksanaan Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi……………66 1. Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi Yang Dilakukan Di Hadapan PPAT Sementara………………………………77 2. Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi Yang Dilakukan Di Hadapan PPAT…………………………………………..82 3. Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi Yang Dilakukan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Di Bawah Tangan……………………………………………95
BAB IV KENDALA-KENDALA DALAM JUAL BELI TANAH PUSAKA TINGGI……………………………………………………….98 A. Kendala-Kendala Yang Muncul Dalam Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi………………………………………………………98 B. Kelembagaan Dalam Penyelesaian Sengketa Harta Pusaka Tinggi…98 C. Cara Penyelesaian Sengketa Harta Pusaka Tinggi………………….102 1. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Lembaga Kaum….104 2. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Lembaga Suku…..105 3. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Kerapatan Adat Nagari…………………………………………………….106
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..115 A. Kesimpulan…………………………………………………………115 B. Saran………………………………………………………………..116
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Halaman
Tabel 1. Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Tahun 2007……………………..44 Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2007…………………..45
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat
perkembangan
populasi
penduduk
saat
ini
maka
semakin
meningkatnya kebutuhan masyarakat dari berbagai aspek kehidupan, baik kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan politik terlebih-lebih kehidupan hukum sebagai landasan filosofis dalam kaidah-kaidah dan norma-norma yang tumbuh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai pengaruh dari populasi penduduk masyarakat tersebut akan memberikan dampak yang lebih luas terhadap kehidupan di tengah-tengah masyarakat menyangkut penggunaan, peruntukan dan kepemilikan hak atas tanah sebagai tempat tinggal dan sebagai sumber kehidupan manusia sehari-hari. Sebagai sarana dalam melangsungkan berbagai sendi kehidupan manusia, maka tanah memiliki peranan penting dan nilai yang sangat menentukan khususnya yang membawa perubahan kehidupan, dimana tanah bukan hanya sumber dalam mencari kehidupan akan tetapi juga tanah merupakan sarana untuk menyediakan fasilitas di bidang pendidikan, keagamaan, kesehatan sosial, olah raga dan politik pemerintah, artinya tanah dapat memberikan dukungan penuh kepada pemerintah dan pembangunan nasional secara keseluruhan. Tanah sebagai suatu sumber kehidupan dan memberikan dukungan kepada pemerintah
dan pembangunan nasional secara yuridis telah dicantumkan dalam
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi sebagi berikut:
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
“Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat” Dari makna yang terkandung dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut mengisyaratkan bahwa dalam konteks pembangunan nasional khususnya pembangunan fasilitas untuk kepentingan umum sebagaimana disebutkan diatas sangatlah memerlukan bidang tanah yang memadai bagi kepentingan publik. Disamping itu Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 juga sangat memiliki nilai-nilai yang mendasar khususnya dari aspek yuridisnya, filsafat dan politisnya terhadap kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, artinya perangkat pemerintah Negara dalam mengambil sesuatu kebijakan dan tindakan dalam pengelolaaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dilakukan sesuai dengan aturan serta prosedur yang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah baku. Baik secara yuridis maupun filosofis sesuai dengan yang disampaikan Hamengkubuwono ke-X bahwa: “Tanah selain memiliki nilai ekonomis juga mengandung nilai yang memberikan justifikasi sosial, oleh sebab itu perlu dilakukan pengaturan oleh Negara secara ketat tentang kepemilikan dan pemanfaatannya, salah satu prasyarat terpenting adalah bahwa pemerintah sebagai regulator dan pelaku bisnis harus jauh dari watak curang dan tidak kompeten.Tanah merupakan sumber kehidupan yang tidak pernah bertambah sejak bumi diciptakan, oleh sebab itu pula harus dipelihara dengan sistim hukum yang ketat, jujur dan terbuka bagi kepentingan rakyat banyak. 1
1
Sri Sultan HB X. Reformasi Agraria Perspektif Otonomi Daerah dalam NKRI, diambil dari Reformasi Pertanahan, Mandar Maju, Bandung, 2002. hlm 9.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Menurut Chaizi Nasucha menyatakan bahwa: “Tanah mempunyai sifat unik karena persediaannya selalu tetap, artinya tanah tidak dapat diproduksi maupun dikurangi dan lokasinya tidak dapat digeser atau dipindahkan lagi pula secara langsung maupun tidak langsung, tanah merupakan faktor produksi yang diperlukan dalam memproduksi semua barang yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanah adalah sumber dari seluruh kekayaan lainnya.” 2 Sebagai aplikasi penerapan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 maka pemerintah telah melahirkan produk undang-undang yang secara umum yang mengatur tentang peruntukan, penggunaan serta pemanfaatan hak atas tanah terhadap kehidupan masyarakat yakni Undang-Undang Pokok Agraria atau disingkat dengan (UUPA) yang diundangkan dalam lembaran Negara Tahun 1960–104 dan semenjak tanggal 24 September 1960 telah berjalan dan berlakulah suatu tertib hukum yang baru untuk bidang hukum Agraria. Dengan lahirnya UUPA maka telah melahirkan beberapa ketentuan yang mengatur hubungan antara Negara dengan masyarakat bangsa Indonesia atas bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagaimana yang tercantum dalam penjelasan UUPA sebagai berikut: 1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur. 2. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesadaran dalam hukum pertanahan. 3. Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. 3 2
Chaizi Nasucha, Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah, PT. Kesaint Blanc Indah Corp, Jakarta, 1995, hlm 3 3 A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Penjabatan Pembuatan Akta Tanah, (Alumni Bandung, 1978), hlm 1.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dari penjelasan ini sudah jelas bahwa UUPA itu sejauh mungkin akan menuangkan seluruh ketentuan-ketentuan agraria dalam suatu undang-undang dan peraturan pemerintah. Hal- hal yang pokok yang diatur dalam UUPA secara garis besar bila di tinjau dari memori penjelasannya di temukan delapan prinsip filosofis dari UUPA itu yakni: 1. Prinsip kesatuan hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air, dengan prinsip ini di nyatakan bahwa kita telah melepaskan adanya dualisme dalam hukum agraria di Indonesia, artinya hukum yang mengatur keagrariaan di Indonesia yang diakui hanya satu yakni UUPA. 2. Penghapusan pernyataan domein yang bertujuan tercapainya penerapan hak menguasai negara seperti di sebutkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3). 3. Fungsi sosial hak atas tanah. 4. Pengakuan hukum agraria nasional berdasarkan hukum adat dan pengakuan eksistensi dari hak ulayat. 5. Persamaan derajat sesama WNI dan antara laki-laki dan perempuan. 6. Pelaksanaan reforma hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah atau dengan bumi, air dan ruang angkasa. Hal ini sudah mendapat tempat dalam GBHN kita sejak tahun 1988 dengan pemilikan tanah termasuk penggalian hak atas tanah. 7. Rencana Undang-undang penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa yang sekarang di tingkatkan pengaturannya lewat UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Undang-Undang Penataan Ruang. 8. Prinsip Nasionalitas. 4 Dengan demikian pemerintah Republik Indonesia dengan seluruh perangkatnya harus dapat mengatur penataan, peruntukan dan penguasaan serta peralihan hak-hak atas tanah dengan ketentuan-ketentuan tertentu agar tidak adanya pengaturan yang tumpang tindih demi menjaga tertib administarasi hak-hak atas tanah kepada masyarakat .
4
Muhammad Yamin Lubis, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Medan, 2003, hlm 30-31.
Bangsa,
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Salah satunya kebijakan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah tersebut adalah dengan melakukan pendaftaran tanah atas hak-hak atas tanah yang memberikan
jaminan hukum terhadap seluruh
masyarakat dalam melakukan penataan kembali baik dari segi penggunaannya, penguasaannya, kepemilikian serta peralihan hak-hak atas tanah. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan hukum terhadap hak-hak atas tanah tersebut maka pemerintah harus dituntut melakukan ataupun menyelenggarakan pendaftaran hak-hak atas tanah dan hal ini sesuai dengan perintah Pasal 19 UUPA ayat (10) yang menyebutkan: “untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”. Pendaftaran tanah tersebut meliputi pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak-hak atas tanah, pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai suatu alat bukti yang terkuat. Terhadap hak-hak pendaftaran hak atas tanah maka menurut Pasal 16 UUPA bahwa hak-hak atas tanah yang harus didaftarkan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Tindak lanjut dari pasal 16 UUPA tersebut maka lebih jelasnya dituangkan dalam Pasal 9
ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 yang
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
menyebutkan objek pendaftaran tanah meliputi : Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, tanah Negara. Selain objek pendaftaran tanah yang telah disebutkan diatas, pendaftaran juga bisa dilakukan terhadap peralihan, atau hapusnya hak-hak lain . Dengan pendaftaran tersebut dapat memberikan alat pembuktian yang kuat terhadap pemegangnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 23 ayat 1 UUPA yang menyebutkan: “hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19”. Peralihan hak milik atas tanah dapat terjadi karena peristiwa hukum. Dimana peristiwa hukum tersebut dapat menimbulkan akibat hukum, salah satu contoh peristiwa hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum adalah: “karena kematian seseorang”. Dengan kematian seseorang maka terbukalah hak pewarisan terhadap ahli waris dari harta sipewaris. Pewarisan adalah peralihan atau pengoperan hak seluruh harta peninggalan kepada ahli waris, hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 42 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan: “Peralihan hak pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti bahwa sejak itulah para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru” yang dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
dikuatkan dengan surat tanda bukti ahli waris yang dapat berupa akta keterangan hak mewaris, atau surat penetapan ahli waris atau surat keterangan ahli waris. Berdasarkan ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut maka proses pendaftaran tanah yang di dapatkan dari pewarisan di daerah Kabupaten Nias masih banyak di jumpai pada kalangan masyarakat yang belum melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah karena pewarisan tersebut. Adapun hal–hal yang sangat dominan mempengaruhi terkendalanya pendaftaran tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui pewarisan terhadap kalangan masyarakat Nias adalah faktor budaya hukum masyarakat setempat dan ekonomi disamping faktor lainnya seperti administrasi, waktu dan pelayanan, sehingga terhadap kalangan masyarakat Nias masih banyak dijumpai tanah-tanah yang diperoleh melalui pewarisan belum dilakukan pendaftaran tanah atau peralihan haknya. Syarat–syarat pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui pewarisan, mempunyai karaktertistik yang berbeda dengan pendaftaran tanah yang diperoleh melalui perbuatan hukum lainnya, di mana dengan adanya surat keterangan pembagian warisan dan dikuatkan dengan surat keterangan hak mewaris atau surat keterangan waris sudah dapat dijadikan dasar untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah kepada masing-masing ahli waris. Dari uraian di atas maka penulis ingin mengkaji bagaimana sesungguhnya pendaftaran peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pewarisan dengan judul
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
“KAJIAN
PENDAFTARAN
TANAH
DARI
PEMBAGIAN
WARISAN
SETELAH PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997”.
B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian dan latar belakang di atas, maka hal-hal yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tentang pendaftaran peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pembagian warisan setelah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di daerah Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias? 2. Apa kendala yang dihadapi oleh pemohon dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah dari pembagian warisan di kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan di kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang pendaftaran tanah yang di peroleh dari pembagian harta warisan setelah Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pemohon dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah pembagian harta warisan. 3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang melihat baik secara teoritis, secara praktis maupun dalam kehidupan masyarakat. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1. Merupakan sumbangan pemikiran untuk pengembangan kesadaran hukum masyarakat, terutama yang menyangkut masalah tanah warisan yang ada di daerah Nias dan begitu juga diharapkan dapat menjadi acuan sebagai perbandingan dengan daerah lainnya di Indonesia. 2. Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para pihak yang terkait dengan persoalan tanah warisan pada masyarakat Nias. 3. Pemuka-pemuka masyarakat, tokoh adat, dapat mempedomani hasil penelitian ini guna membandingkan dengan persoalan yang dihadapi berkaitan dengan kasus tanah warisan di Nias.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
4. Pihak pemerintah dapat mempedomani hasil penelitian ini guna untuk dapat mengambil keputusan berkaitan dengan kasus hak tanah warisan yang ada di daerah Nias. 5. Pihak investor yang akan menanamkan modalnya di Nias, juga dapat mempedomani hasil penelitian ini, agar persoalan dikemudian hari tidak lagi karena masalah tanah warisan. Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, diharapkan hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi segenap masyarakat Nias pada umumnya agar kepastian hukum pendaftaran
tanah karena pewarisan
semakin dapat dipahami, sehingga untuk
masalah kedepan yang berkaitan dengan tanah warisan ini tidak perlu muncul lagi, karena masing-masing pihak sudah menyadari dan memahami hak atas tanah warisan tersebut.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelurusan kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara bahwa penelitian judul yang sama belum pernah dilakukan. Memang ada penelitian pendaftaran tanah namun khusus judul “Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997” di daerah Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias belum di temukan. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian yang pertama kali dilakukan sehingga keaslian penelitian ini tidak di ragukan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi 1. Pengertian Tanah Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UUPA mengartikan bahwa tanah sebagai permukaan bumi (the surface of the earth). Dengan demikian hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi. Selanjutnya dalam ayat (2) dari pasal 4 tersebut menyatakan bahwa hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,demikian juga tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar di perlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lainnya. 5 Tegasnya meskipun secara pemilikan hak atas tanah hanya atas permukaan bumi, penggunaannya selain atas tanah itu sendiri, juga atas tubuh bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Hal itu sangat logis , karena suatu hak atas tanah tidak bermakna apapun jika kepada pemegang haknya tidak di berikan kewenangan untuk menggunakan sebagian dari tubuh bumi, air dan ruang diatasnya.
1.1.
Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA telah menentukan bahwa untuk menjamin kepastian
hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang di atur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah diganti dengan Peratuaran Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur tentang Pendaftaran Tanah.
5
Oloan Sitorus, Perbandingan Hukum Tanah, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Jokyakarta, 2004, Hlm 8.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Untuk mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendaftaran tanah maka kita dapat menyimak bunyi dari Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 itu di beri penjelasan yang cukup luas, antara lain menyebutkan: Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan perjanjian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti hak bagi bidang–bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hakhak tertentu yang membebani haknya. Menurut A.P Parlindungan pengertian pendaftaran tanah adalah: Kata pendaftaran berasal dari kata cadaster (bahasa belanda: kadaster) yaitu suatu istilah yang di pergunakan dalam pelaksanaan pencatatan (perekam) data tentang sesuatu bidang, pencatatan alas hak, letak, luas, batas-batas dan pemilik hak atas tanah. kata cadaster berasal dari bahasa latin “capistastrum” yang berarti register atau capita atau unit yang di perbuat (dipersiapkan untuk pajak tanah) di romawi (capatatio Torrens). Dalam artian yang tegas cadaster adalah record (rekaman dari pada lahan-lahan, nilai dari pada tanah, dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan). Dengan demikian bahwa cadaster merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari lahan tersebut dan juga sebagai continuous recording (rekaman yang berkesinambungan daripada hak atas tanah. 6 Sementara itu AP.Parlindungan juga mengutip beberapa pendapat ahli tentang pendaftaran tanah antara lain: a. Douglass J.Whalan The Torrens, yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah itu memiliki tiga keuntungan yaitu: 1). Security and certainly of title, sehingga kebenaran dan kepastian hak tersebut baik dari rangkaian peralihan haknya dan jaminan bagi yang memperolehnya untuk adanya suatu klaim dari orang lain. 2). Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan, dengan adanya pendaftaran tersebut tidak perlu kita selalu harus mengulangi dari awal setiap adanya peralihan hak, apakah ia berhak atau tidak dan bagaimana rangkaian dari peralihan itu. 6
A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm
11-12
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
3). Penyederhanaan atas alas hak yang berkaitan, ketelitian, dengan adanya pendaftaran tanah, ketelitian sudah tidak di ragukan lagi. b. Rowton Simpson sebagaimana yang di rumuskan oleh judicial of the Privey Council sebagai berikut : ”to save person dealing with registered land form the trouble and expense of going behind the register in order to investigate the history of their author,s title and satisfly themselves of its validity”. c. Sir Charles Fortescue Brickdate mengatakan ada enam hal yang harus di gabung dalam pendaftaran tanah yakni, security, simplicity, accuracy, expedition, cheapness, suitability, to circumstance completeness of the record”. 7 S. Rowton mengatakan bahwa: “Pendaftaran juga merupakan suatu upaya yang tangguh dalam mengatur administrasi kenegaraan, sehingga dapat dikatakan sebagai jaminan dari mekanisme pemerintahan” 8 A.P Parlindungan mengutip Douglas J. Whalan yang mengatakan bahwa pendaftaran tersebut mempunyai 4 keuntungan yaitu: a. Security and certainty of title, bahwa pendaftaran tanah itu memberikan jaminan dan kepastian kepada pemegang hak, sehingga kebenaran dan kepastian dari hak tersebut dapat dijaminkan apabila terdapat suatu klaim dari orang lain dalam rangka peralihan haknya. b. Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan. Dengan adanya pendaftaran tanah ini, pemegang hak atas tanah tidak lagi diharuskan mengulangi dari awal apabila terjadi peralihan hak dalam rangka menentukan apabila seseorang itu masih berhak atau tidak dan bagaimana pula peralihan hak itu. c. Penyederhanaan atas alas hak dan yang berkaitan. Dengan adanya pendaftaran tanah ini maka alas haknya dan yang berkaitan dengan itu dapat disederhanakan. d. Ketelitian. Dengan adanya pendaftaran tanah ini, maka ketelitian sudah tidak dapat diragukan lagi karena prosesnya sudah disederhanakan. 9
7
A.P Parlindungan, op cit, hlm 3. S. Rowton Simpson, Land Registration, Cambrige University, 1975, hlm 8 9 A. P Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Cetakan Tambahan, Mandar Maju, Bandung, hlm. 7 8
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Sedangkan menurut Boedi Harsono, Pendaftaran Tanah adalah: “Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara/pemerintah terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan data tertentu mengenai tanah tertentu di wilayah tertentu dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk didalamnya pemberian tanda bukti dan pemeliharaannnya”. 10 Selain itu Boedi Harsono juga mengemukakan bahwa: “Pendaftaran berfungsi untuk menyempurnakan kedudukan pemilik ditinjau dari segi pembuktiannya. Sejak saat itu pendaftaran dilakukan alat bukti yang ada pada pihak berlaku pada pihak ketiga” 11 Pendaftaran tanah itu berfungsi ganda baik dalam pelaksanaan penyusunan hukum agraria nasional sebagai alat yang membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan maupun untuk kesatuan dan kesederhanaan serta kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia terutama rakyat tani. Hal ini juga sesuai dengan wewenang negara
sebagai organisasi kekuasaan tertinggi yang dapat dijabarkan dalam pasal 2
ayat (2) UUPA dan untuk itu adalah tugas Pemerintah untuk mendaftarkan tanah diseluruh wilayah Indonesia dengan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961, sehingga dengan demikian dapat dimengerti bahwa fungsi dari pendaftaran tanah itu antara lain: a. Fungsi yuridis, dimaksud bahwa tanah itu menjamin kepastian hak dan kepastian hukum. Kepastian itu diberikan dengan suatu alat bukti yang kuat disebut dengan sertipikat.
10 11
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid , Jambatan, Jakarta, 1995, hlm 63 Boedi Harsono, op cit hal 54.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
b. Fungsi politis, dimaksudkan adalah sebagai fungsi policy Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu membina dan melaksanakan unifikasi hukum (kesatuan hukum). c. Fungsi ekonomis, pendaftaran tanah juga dapat berfungsi untuk keperluan lalu lintas sosial ekonomi seperti yang dinyatakan oleh Pasal 19 ayat (3) UUPA. Sebagai konsekwensi maka sertipikat dapat dijadikan sebagai hak tanggungan. Sebagai hak tanggungan dijamin dan dilindungi oleh pasal 15 jo Pasal 57 UUPA. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila sebidang tanah telah didaftarkan sehingga memperoleh sertipikat. Hal ini dapat bernilai ekonomis baik untuk keperluan transaksi atau tanggungan hutang. d. Fungsi sosiologis, dengan dilakukannya pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah akan memberikan pengaman dan ketertiban dalam masyarakat. 12
Sedangkan menurut Hermanses, ada perbedaan pengertian yang terdapat pada Pasal 19 ayat(2) Sub (a), dengan ayat (2) Sub (b dan c) UUPA, perbedaan tersebut adalah: “Bahwa yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) sub (a) UUPA adalah Kadester, sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) sub (b dan c) adalah pendaftaran hak. Dengan demikian pendaftaran tanah yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA itu dapat pula dirumuskan meliputi sebagai Kadester dan pendaftaran hak”. Sebab itu pendaftaran tanah biasa juga disebut dengan Kadester. 13
1.2.
Tujuan Pendaftaran Tanah Tujuan Pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum terhadap
pemegang hak atas tanah telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok Agraria. Di dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa untuk menjamin kepastian 12
Syamsul Bahri, Beberapa Aspek Hukum Adat Yang Berpengaruh, Disertasi, USU hlm. 109-
110. 13
Hermanses, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Yayasan Karyadarma, Institut Ilmu Politik, Jakarta, 1984, hlm 1
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan–ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Adapun maksud pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal 19 UUPA meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat,
keperluan
lalulintas
sosial
ekonomis
serta
kemungkinan
penyelenggaraannya menurut pertimbangan pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Pengertian tanah yang di maksud dalam Pasal 1 tersebut telah memberikan penjelasan yang cukup mengenai pengertian tentang pendaftaran tanah yang bermaksud untuk memberikan keseragaman tentang ruang lingkup daripada pendaftaran tanah ini, dengan adanya pengertian pendaftaran tanah tersebut tentunya telah melakukan penyempurnaan dan menampung
kelemahan-kelemahan
yang
selama ini di temukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 serta memenuhi syarat atas kepentingan pemegang–pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sebagian kegiatannya yang berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya didaftar, dapat ditugaskan kepada swasta.Tetapi untuk memperoleh kekuatan hukum, hasilnya memerlukan pengesahan pejabat pendaftaran yang berwenang, karena akan digunakan sebagai data bukti. Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 1997 tentang pengertian pendaftaran tanah memiliki makna bahwa, kata– kata “suatu rangkaian kegiatan” dalam Peraturan Pemerintah tersebut menunjuk kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya yang di perlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan bagi rakyat, Kata-kata
“terus menerus” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang
sekali dimulai tidak ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia selalu harus di sesuaikan dengan perubahan–perubahan yang terjadi kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir. Yang dimaksud dengan “Wilayah” adalah wilayah kesatuan administrasi pendaftaran, yang bisa meliputi seluruh kesatuan negara dan bisa juga desa seperti yang di tetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Kata “teratur” menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan dengan peraturan perundang-undangan yang sesuai karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya pembuktian tidak terlalu sama dalam negaranegara yang mengadakan pendaftaran tanah. Data yang dimaksud dalam pendaftaran tanah adalah: a. Data fisik mengenai tanahnya, pendaftaran tanah mengenai bidang-bidang tanah. b. Data yuridis mengenai haknya, adalah segala sesuatu yang ada dan
melekat
diatas tanahnya misalnya status hukum atas tanah, riwayat tanah, pemilik tanah, baik perseorangan maupun badan hukum privat atau instansi pemerintahnya.
1.3.
Asas Pendaftaran Tanah Asas merupakan fundamen yang mendasari terjadinya sesuatu dan merupakan
dasar dari suatu kegiatan, hal ini berlaku pula pada pendaftaran tanah. Oleh karena itu, dalam pendaftaran tanah ini terdapat asas yang harus menjadi patokan dasar dalam melakukan pendaftaran tanah. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas-asas yaitu: a. Azas sederhana, maksudnya adalah:
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat difahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama hak atas tanah. b. Asas aman, maksudnya adalah: Untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. c. Asas terjangkau, maksudnya adalah: Keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekomoni lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukannya.
d. Asas mutakhir, dimaksudkan adalah: Kelengkapan alat yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari. Asas ini menuntut pula dipeliharanya
cara
pendaftaran
tanah
secara
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan
terus
menerus
dan
di Kantor Pertanahan
Nasional selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat, dan itulah yang berlaku pula pada asas terbuka.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Sejalan dengan asas yang terkandung dalam Pendaftaran tanah, maka tujuan yang ingin dicapai dari adanya pendaftaran tanah tersebut diatur lebih lanjut pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dinyatakan pendaftaran tanah bertujuan: a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar. c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di atas A.P. Parlindungan mengatakan bahwa: a. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. b. Dizaman informasi ini maka Kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas bidang tanah/bangunan yang ada
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
c. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar. 14 Disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah memperoleh data yang di perlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah di daftar.Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administarasi di bidang pertanahan.
1.4.
Sistem Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang merupakan revisi dari
Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1961 masih tetap menggunakan sistim
pendaftaran tanah sebagaimana yang dikehendaki oleh Pasal 19 UUPA. Menurut Pasal 19 dan penjelasan umum UUPA, pendaftaran tanah di Indonesia bertujuan untuk menjamin kepastian hukum atas tanah (rechts kadaster). Bahwa pendaftaran tanah yang diselenggarakan menurut sistim publikasi negatif yang mengandung unsur positif dapat diketahui dari Pasal 19 ayat (2) huruf c, yang mengatakan bahwa pendaftaran meliputi “pemberian surat tanda–tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”
14
A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Berdasarkan PP No.24 Tahun 1997, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm.2
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Pada garis besarnya dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di kenal dengan dua sistem publikasi adalah sebagai berikut:
a. Sistem publikasi positif. Dalam sistem ini selalu menggunakan sistem pendaftaran hak maka perlu adanya register atau buku tanah sebagai penyimpanan dan penyajian data yuridis dan sertifikat hak sebagai surat tanda bukti hak. Pendaftaran atas nama seseorang dalam register itulah yang membuat seseorang menjadi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan bukan perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan. Dalam sistem publikasi positif ini orang dengan itikad baik dan dengan pembayaran memperoleh hak dari seseoarang yang telah terdaftar namanya dalam register memperoleh apa yang disebut indefeasible title (hak yang tidak dapat di ganggu gugat) demikian jika di kemudian hari terbukti orang yang telah terdaftar tersebut bukanlah pemegang hak yang sebenarnya. Data yang dimuat dalam register mempunyai daya pembuktian yang mutlak. Dengan selesainya pendaftaran kepada penerima hak maka pemegang hak yang sebenarnya menjadi kehilangan hak. Dan ia tidak dapat menuntut pembatalan perbuatan hukum tersebut kepada pembeli dan hanya dia menuntut ganti kerugian kepada negara.
b. Sistem publikasi negatif
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam sistem ini bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan untuk menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran tidak membuat orang yang telah memperoleh hak dari pihak yang tidak berhak menjadi pemegang hak yang baru. Dalam sistem publikasi negatif ini berlaku dengan azas yang dikenal dengan “memo plus yuris in alium treansferre potest quamipse habet” maksudnya orang yang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia sendiri punyai. Biarpun sudah melakukan pendaftaran gugatan mungkin saja akan timbul dari pemegang hak yang sebenarnya sepanjang dapat di buktikan. Dari kelemahan sistem publikasi negatif tersebut di negara-negara yang menggunakan sistem publikasi negatif, seperti negara Belanda dan Hindia Belanda dahulu dalam pendaftaran tanah-tanah hak diatas dengan lembaga “verjaring” (KUH Perdata Pasal 580 Jo 1963). Pasal-pasal KUH Perdata mengenai lembaga verjaring sudah dicabut oleh UUPA. Tetapi ternyata bahwa dalam Hukum Adat ada lembaga yang dapat digunakan mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif. Lembaga tersebut dalam yurisprudensi dikenal sebagai “rechtsverwerking”, sebagaimana dinyatakan dan ditetapkan
dalam
berbagai urusan pengadilan dalam tahun 1950-an. Kalau dengan lembaga verjaring pihak menguasai tanah karena lampaunya waktu menjadi pemiliknya, dengan lembaga rechtsverwerking terjadi yang sebaliknya. Pihak yang mempunyai tanah karena lampaunya waktu kehilangan hak untuk memperolehnya kembali. Selanjutnya dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengakui adanya lembaga perolehan hak karena lampaunya waktu (verjaring). Secara
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
eksplisit pengakuan ini dirumuskan dalam Pasal 24 ayat (2) bahwa “pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya”. Dari Pasal ini menetapkan suatu lembaga pembuktian semacam verjaring 20 tahun” 15 Dalam upaya mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif tersebut Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juga mengakui adanya lembaga “rechtsverwerking”. Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menyatakan: Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikat baik dan secara nyata menguasainya. Maka pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut, apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat kepada kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.
15
Eliyanju, Pendaftaran Peralihan Hak milik Atas Tanah Karena Pewarisan Menurut PP No. 24 Tahun 1997 ( Penelitian Di Kota Siantar ), Tesis MKn USU, Medan, 2000, Hlm 57 Lembaga perolehan hak karena lampaunya waktu(Verjaring) di atur dalam pasal 24 PP 24 Tahun 1997 berdasarkan kenyataan penguasaan fisik selama 20 tahun,sedangkan dalam KUHPerdata di atur dalam pasal 1963 yang menyatakan”siapa yang beritikad baik dan berdasarkan suatu alas hak yang sah , memperoleh suatu benda tak bergerak , suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh haknya diatasnya, dengan jalan daluwarsa, dengan penguasaan selama dua puluh tahun”bahkan dalam tersebut di nyatakan bahwa”siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat di paksa untuk mempertunjukkan alas haknya.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Ketentuan ini bertujuan untuk pada satu pihak tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebagian tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
1.5. Objek Pendaftaran Tanah Dalam ketentuan Pasal 16 UUPA adalah pelaksanaan ketentuan Pasal 4, sesuai dengan asas yang diletakkan dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum pertanahan yang nasional didasarkan atas hukum adat maka penentuan hak-hak atas tanah dan air dalam pasal ini didasarkan pula atas sistimatik dari hukum adat. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Ketentuan objek pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 UUPA tersebut diatas juga lebih ditegaskan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 adalah objek pendaftaran tanah yang meliputi sebagai berikut: a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. b. Tanah hak pengelolaan. c. Tanah wakaf.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
d. Hak milik atas satuan rumah susun. e. Hak tanggungan. f. Tanah negara. Sedangkan pendaftaran tanah yang objeknya bidang tanah yang berstatus tanah negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkannya sertipikat.
2. Pewarisan Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai
peralihan harta
kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta akibat bagi para ahli warisnya. Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda yang dapat diwaris. Sebagaimana diketahui bahwa ada tiga sistem hukum pewarisan yang berlaku di kalangan masyarakat Indonesia yakni pewarisan menurut hukum Islam , pewarisan menurut hukum perdata, dan pewarisan menurut hukum adat. Untuk menerapkan masing-masing sistem hukum pewarisan tersebut maka terhadap masyarakat Indonesia selalu akan tunduk dan menghargai sistem hukum pewarisan yang di milikinya, contohnya hukum pewarisan Islam berlaku terhadap umat Islam, hukum adat berlaku oleh mereka golongan pribumi yang tunduk kepada hukum adat, dan begitu juga pewarisan hukum perdata berlaku kepada mereka yang tunduk kepada hukum perdata. Salah satu cara untuk memperoleh hak atas tanah adalah melalui pewarisan, artinya dengan seseorang telah meninggal dunia maka dengan sendirinya seluruh harta
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
kekayaan yang di tinggalkan beralih kepada para ahli warisnya baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak termasuk tanah. Pada setiap sistem pewarisan diatas baik pewarisan yang tunduk dalam hukum Islam, hukum perdata, maupun hukum adat kesemuanya akan mengatur bagaimana sistem pembagian warisan maupun menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli warisnya dari sipewaris tersebut, termasuk mengatur bagaimana kedudukan janda dan anak angkat. Pada pokoknya ada tiga unsur untuk dapat terlaksananya pewarisan, yaitu pewaris, ahli waris dan adanya warisan. a. Pewaris Dalam KUH Perdata dan hukum waris Islam, pewaris adalah orang yang telah wafat dengan meninggalkan harta warisan untuk dialihkan kepada ahli warisnya, dalam hukum waris adat pewaris adalah orang yang meneruskan harta peninggalan ketika hidupnya kepada waris atau orang yang telah wafat meninggalkan harta peninggalan yang diteruskan atau dibagikan kepada waris, dan keadaan tidak terbagi bagi atau dalam keadaan terbagi bagi. b. Ahli waris Ahli waris dalam KUHPerdata adalah para anggota keluarga sedarah yang sah, ataupun diluar perkawinan serta suami dan istri yang hidup terlama. Menurut hukum Islam, ahli waris adalah para anggota keluarga dekat, pria dan wanita yang sepertalian darah, menurut garis bapak dan ibu, termasuk suami atau istri (janda/duda) dan orang yang membebaskan pewaris. Sedangkan menurut hukum adat, ahli waris adalah anggota keluarga dekat dari pewaris yang berhak dan berkewajiban menerima harta peninggalan baik benda berwujud yang tidak terbagi maupun benda yang tidak berwujud, seperti kedudukan dan tanggung jawab adat. c. Warisan Warisan dalam KUH Perdata harta kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan pasiva sipewaris yang berpindah kepada ahli waris dalam keadaan terbagi bagi dari pewaris yang telah wafat. Sedangkan dalam hukum Islam, warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya, yang telah bersih dari kewajiban agama dan pihak ketiga yang beralih dari pewaris yang telah wafat kepada ahli waris pria dan wanita. Menurut hukum adat,
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
warisan adalah harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat baik harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi bagi. 16 Dengan adanya ketiga unsur-unsur tersebut diatas maka pewarisan mengandung dua arti yaitu dalam arti peralihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pewaris kepada waris. Istilah pewarisan mencakup hukum formil yaitu cara bagaimana melaksanakan penerusan, peralihan atau pembagian harta warisan dari pewaris yang meninggalkan harta peninggalannya terhadap para ahli warisnya, kepada ahli waris yang menerimanya. Menurut Hilman Hadikusuma cara bagaimana melakukan penerusan atau peralihan atau pembagian harta peninggalan dari pewaris kepada waris namun cara dan sistem pembagiannya tergantung kepada hukum waris yang berlaku kepada yang bersangkutan, antara lain “khususnya di Indonesia berlaku hukum kewarisan menurut KUH Perdata, hukum agama dan hukum adat.” 17 2.1 . Pewarisan Menurut Hukum Perdata Dalam KUHPerdata tidak mengatur dengan jelas pengertian hukum waris tetapi dalam Bab kedua belas Bagian Kesatu Ketentuan Umum Pasal 830 KUH Perdata menyatakan bahwa “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”, tanpa adanya orang yang mati maka tidak akan terjadi pewarisan. Menurut A. Pilto, hukum waris adalah ”Kumpulan peraturan yang mengatur mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh simati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang 16
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 11. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat, Hukum Agama, Hindu dan Islam, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm 189. 17
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”. 18 Sedangkan Subekti menjelaskan bahwa “hukum kewarisan itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang”, 19
dari
pendapat ahli tersebut diatas maka ada beberapa unsur dalam pewarisan: a. Pewaris, adalah orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan kekayaan atau harta warisan untuk dibagi bagikan kepada ahli waris. b. Harta warisan adalah semua harta dan atau hak-hak dan kewajiban yang beralih penguasaannya/pemilikannya setelah pewaris wafat kepada waris. c. Ahli waris, adalah orang-orang yang berhak mewaris harta warisan, dalam arti berhak untuk meneruskan penguasaan dan pemilikan harta warisan atau berhak memiliki bagian-bagian yang telah ditentukan dalam pembagian harta warisan menurut hukum yang berlaku berhak meneruskan penguasaan dan pemilikan harta warisan. Sistem warisan dalam KUHPerdata terdapat dua cara untuk mendapatkan suatu warisan, yaitu sebagai berikut: a. Secara Ab intestato (ahli waris menurut Undang-undang). Menurut ketentuan undang-undang ini, dalam Pasal 32 KUHPerdata yang berhak menerima bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun diluar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama. Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris ini dibagi dalam 4 golongan yaitu: 18 19
A. Pitlo, Hukum Waris KUH Perdata, Terjemahan Isa Arif, Intermasa, Jakarta, 1979, hlm 1. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa cetakan ke 21, Jakarta, 1987, hlm 17.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
1). Golongan 1, terdiri dari suami/istri yang hidup terlama, anak-anak dan keturunannya. 2). Golongan 2, terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) dan saudara-saudara dan keturunan saudara-saudaranya. 3). Golongan 3, terdiri dari keluarganya dalam garis lurus keatas sesudah bapak dan ibu. 4). Golongan 4, terdiri dari keluarga kesamping sampai derajat ke 6. 20
c. Secara testamentair (ahli waris ada karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testamen) dalam Pasal 899 KUH Perdata. Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat untuk para ahli warisnya yang ditunjuk dalam surat wasiat atau testament. 2.2.
Pewarisan Menurut Hukum Islam
a. Pewarisan menurut hukum Islam Dasar hukum pewarisan dalam hukum Islam berdasarkan Al’quran dan AlHadist dimana dikatakan bahwa pewarisan berlaku setelah pewaris wafat. Jadi tidak ada pewarisan tanpa kematian. Dengan meninggalnya pewaris diadakan pembagian harta warisan kepada ahli warisnya baik pria maupun wanita, dengan haknya masingmasing yang telah ditentukan dalam Al’quran. Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka dalam hukum kewarisan Islam ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dapat terjadinya pewarisan adalah sebagai berikut. 1). Meninggalnya pewaris baik secara hakiki maupun secara hukum, maksudnya seseorang telah meninggal dan diketahui oleh para ahli
20
Subekti, Op Cit, hlm 154.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
warisnya atau pihak keluarganya, adanya vonis yang ditetapkan oleh hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui keberadaannya. 2). Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia, maksudnya pemindahan hak kepemilikan dari sipewaris kepada ahli waris yang secara syariat masih hidup, karena orang yang sudah mati tidak dapat mewarisi. 3). Seluruh ahli waris diketahui secara pasti termasuk jumlah bagian masing-masing. Terhadap ahli waris tidak selalu mutlak mendapat hak mewarisi dari harta warisan dimana hal ini disebabkan adanya penghalang mewarisi yang antara lain adalah sebagai berikut: 1). Telah melakukan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya si pewaris. 2). Murtad yaitu beralih atau menganut agama yang berbeda. 3). Karena perbudakan. Dalam hukum Islam ada dikenal beberapa asas-asas hukum kewarisan atau lazim disebut fara’id adalah sebagai berikut: 1). Asas ijbari, maksudnya bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak Allah SWT tanpa tergantung dari kehendak pewaris atau permintaan dari ahli warisnya.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
2). Asas bilateral, maksudnya bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. 3). Asas individual, maksudnya bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan. 4). Asas keadilan berimbang, maksudnya keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. 5). Asas semata akibat kematian, maksudnya bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain tidak dapat beralih dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup. b. Pewarisan menurut kompilasi hukum Islam Kompilasi Hukum Islam hadir dalam sistem hukum Indonesia melalui Instruksi Presiden no. 1 Tahun 1991, dengan keputusan Menteri Agama No, 154 Tahun 1991, tentang pelaksanaan Instruksi Presiden no. 1 Tahun 1991. Dalam penjelasan Inpres no. 1 Tahun 1991 menjelaskan bahwa KHI menjadi pedoman dalam menyelesaikan masalah perkawinan, kewarisan dan pewakafan bagi para hakim pada Peradilan Agama. Adapun asas-asas dalam KHI adalah sebagai berikut: 1). Asas Ijbari, maksudnya, mengenai cara peralihan harta warisan, disebutkan dalam Pasal 187 ayat (2) KHI menyebutkan “sisa pengeluaran dimaksud diatas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagi kepada ahli waris yang berhak”.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
2). Asas bilateral, ciri-cirinya dapat dilihat dengan: a). Secara tegas golongan laki-laki dan golongan perempuan menjadi ahli waris sesuai dengan disebutkan dalam Pasal 174 ayat (1) KHI. b). Duda dan janda sebagai ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan. 3). Asas individual, dalam asas ini menganut mengenai besarnya bagian ahli waris dapat dilihat pada Bab III Pasal 176–180 KHI. 4).
Azas bahwa kewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia, sebagaimana tercermin dalam rumusan-rumusan berbagai istilah hukum kewarisan, pewarisan, ahli waris dan harta peninggalan (pasal 171). 21
2.3.
Pewarisan Menurut Hukum Adat Pengertian hukum waris adat adalah memuat garis-garis ketentuan tentang
sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Salah seorang pendapat ahli hukum adat bernama Ter Haar memberikan pengertian tentang hukum adat yang dikutip oleh Hilman Hadikusuma menyatakan bahwa, “hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara
21
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan), Raja Wali Press, Jakarta, 1997, hlm 128.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi.” 22 Soepomo menyatakan “hukum waris adat adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang benda dan barangbarang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya” 23 Menurut Hilman Hadikusuma secara teoritis keturunan dalam pewarisan hukum adat itu dapat dibedakan dalam tiga corak yaitu: a. Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita didalam pewarisan. Seperti di Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara dan Irian. b. Sistim Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria didalam pewarisan seperti: Minangkabau, Enggano dan Timor. c. Sistem Parental atau bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua (ibu bapak), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan didalam pewarisan, seperti di Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dll. 24 Sifat hukum waris adat berdasarkan pada prinsip-prinsip yang timbul dari aliran-aliran pikiran komunal dan kongkrit, antara lain pada peristiwa-peristiwa yang tidak dibaginya harta peninggalan. Dalam sistem pewarisan hukum adat, harta peninggalan terdiri dari: a. Harta pemberian terdiri dari pemberian suami, orang tua, kerabat, anak kemenakan, orang lain, hadiah, hibah wasiat. b. Harta pencaharian terdiri dari harta bersama, harta suami, harta istri.
22
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm 7. Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1989, hlm 84. 24 Ibid, hlm, 23 23
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
c. Hak-hak kebendaan, terdiri dari hak-hak pakai, hak tagihan (utang-piutang) dan hak-hak lainnya, dimana dengan peninggalnya pewaris maka hak-hak dan kewajiban yang ada hubungan dengan kedudukannya menurut hukum adat ikut beralih dan diteruskan oleh ahli warisnya berdasarkan hukum setempat. 25 Dalam sistem pewarisan hukum adat sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa ahli waris adalah anggota keluarga yang paling dekat dari si pewaris tetapi ahli waris dalam hukum adat bukan hanya mengatur dan mengakui keluarga terdekat tetapi juga mengakui anak angkat dan janda serta persamaan hak dalam pembagian warisan baik anak laki-laki maupun anak perempuan, hal ini di atur dalam jurisprudensi Nomor: 179/k/Sip/1961 tentang persamaan hak anak dan jurisprudensi Nomor:100/k/sip/1967 tentang kedudukan janda. Sistem pembagian warisan terhadap anak angkat dalam hukum adat adalah tetap dapat bagian tetapi anak angkat tersebut hanya dapat bagian warisan terbatas pada harta pencaharian orang tuanya saja dan tidak dari harta kekayaan bersama atau harta bawaan dari orang tuanya.
G. METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Sifat Penelitian Sifat Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris sehingga permasalahan yang akan di teliti berkaitan erat dengan faktor yuridis yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
25
Hilman Hadikusuma, Op. Cit, 78.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam hal ini pendekatan dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum dan perundang-undangan yang memiliki hubungan dengan permasalahan yang harus di teliti sedangkan penelitian yang dilakukan secara pendekatan yuridis empiris adalah melihat hukum dari kenyataannya dalam arti yang terjadi dilapangan melalui penerapan hukum dalam kehidupan sosial. Pendekatan empiris di gunakan dalam penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana pengaturan pendaftaran tanah dari pembagian warisan setelah Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997, serta
kendala-kendala yang di hadapi dan upaya–upaya yang harus dilakukan dalam melakukan pendaftaran tanah, juga untuk mengetahui siapa–siapa saja yang menjadi subjek hukum pewarisan atau ahli waris, apa yang di wariskan, apakah harta warisan itu masih merupakan harta bulat dan belum dibagi. Spesifikasi dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis, maksudnya penelitian deskriptif analitis ini adalah penelitian yang termasuk dalam kategori penelitian yang menggambarkan keberlakuan hukum dalam konteks teori hukum dan praktek pelaksanaannya di tengah-tengah masyarakat. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Penelitian Kepustakaan Untuk mengumpulkan bahan-bahan hukum, baik bahan hukum Primer, Sekunder dan Tertier. 1). Bahan hukum primer, yaitu berhubungan dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Kitab Undang-undang Hukum
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Perdata, dan Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah dan pewarisan. 2). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian, artikel, buku-buku referensi, dan media informasi lainnya. 3). Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum. 26 Penelusuran bahan kepustakaan direncanakan akan di lakukan di beberapa tempat, yakni: 1). Perpustakaan Universitas Sumatera Utara 2). Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara 3). Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara 4). Perpustakaan Daerah dan Arsip Sumatera utara. b. Penelitian lapangan Penelitian lapangan ini dilakukan langsung di daerah Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias, meneliti mengenai pendaftaran tanah dari pembagian warisan dengan mempelajari prosedur pendaftaran tanah yang ada di kantor notaris dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias.
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamujdji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1990. Hlm 14-15
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
3. Alat Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis mempergunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi dokumen atau studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari bahan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti seperti bukubuku karangan ahli hukum, peraturan perundang-undangan dan kamus. b. Wawancara. 4. Populasi Dan Sampel Populasi dan sampel digunakan untuk menghindari terjadinya kesalahankesalahan. Populasi dalam penelitian ini adalah kajian pendaftaran tanah dari pembagian warisan setelah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang terdapat di Kabupaten Nias. Sedangkan sampel dapat diartikan sebagai bagian terkecil dari populasi. Maka sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah orang yang menerima harta warisan berupa tanah yang telah di terbitkan haknya atau yang bersertipikat di Kecamatan Kota Gunungsitoli. Dalam penarikan sampel dilakukan dengan cara non-propability sampling, sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik purposive. Untuk menunjang data yang diperoleh dalam penelitian ini (data primer) juga dimintakan informasi dari pihak-pihak yang terkait, yaitu orang yang dianggap mengetahui dan berkompeten dengan objek penelitian sebagai informan yang terdiri dari: a. Kantor Pertanahan Kabupaten Nias.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
b. Notaris. c. Camat sebagai PPAT Sementara. d. Kepala desa/ lurah. 5.
Analisis Data Sesuai dengan sifat penelitian maka sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap data primer dan data sekunder untuk mengetahui validitasnya. Selanjutnya
data itu dikelompokkan atas data yang
sejenis untuk kepentingan analisis data ini. Evaluasi dan penafsiran data dilakukan secara kualitatif oleh karena itu data yang sudah di kumpulkan di pilah-pilah dan diolah kemudian di analisis dan di tafsirkan secara logis dan sistimatis dengan menggunakan
metode induktif-
deduktif sehingga dapat diketahui secara jelas prosedur pendaftaran tanah dari pembagian warisan di hubungkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Atas dasar pembahasan dan analisis ini maka dapat ditarik kesimpulan dalam menjawab permasalahan dan tujuan yang di teliti. Penarikan kesimpulan di lakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif-deduktif.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB II
PENGATURAN PENDAFTARAN TANAH DARI WARISAN SETELAH PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997
A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Nias Kabupaten Nias adalah salah satu Kabupaten yang termasuk kedalam Wilayah Propinsi Sumatera Utara, yang berada dalam satu pulau dengan Kabupaten Nias Selatan (Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Nias) di kenal dengan Pulau Nias, yang mempunyai jarak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga. Daerah Kabupaten Nias merupakan salah satu daerah Kabupaten yang memiliki banyak pulau–pulau kecil yaitu kurang lebih sebanyak 27 buah. Diantara
pulau–pulau kecil yang ada di
Kabupaten Nias tidak semuanya dihuni oleh penduduk. Dimana pulau yang dihuni oleh penduduk hanya berjumlah sebanyak 11 buah, dan yang tidak di huni adalah sebanyak 16 buah. Letak Geografis dan pembagian Daerah Administrasi Kabupaten Nias berada di sebelah Barat Pulau Sumatera jaraknya kurang lebih 8 mil laut dari Kabupaten Tapanuli Tengah, terletak di 00 12 – 10 32 Lintang Utara (LU) dan 97 – 98 Bujur Timur (BT). Kabupaten Nias mempunyai luas wilayah 3.495,40 km2 atau 4.88% dari luas Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 28 buah gugusan pulau–pulau. 27
27
Nias Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2007, hlm 3
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Pembagian daerah adminisratif Kabupaten Nias terdiri dari 32 Kecamatan, 4 Kelurahan, 439 Desa dan 18 Lorong. Kabupaten Nias Ibu Kotanya Gunungsitoli, dengan berbatasan wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara dengan Pulau-pulau Banyak Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. 2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Nias Selatan 3. Sebelah Timur dengan Pulau-pulau Mursala dengan Kabupaten Tapanuli Tengah. 4. Sebelah Barat dengan Samudera India Kondisi alamnya/topografi Kabupaten Nias dengan kondisi alam yang berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungannya dengan ketinggian diatas permukaan laut bervariasi antara 0-800m, yang terdiri dari
daratan rendah
bergelombang mencapai 24%, dari tanah bergelombang sampai berbukit-bukit 28,8%, dari berbukit sampai bergunungan 51,2% dari keseluruhan luas daratan. Dengan kondisi topografi yang demikian berakibat sulit membuat jalan-jalan lurus dan lebar. Oleh karena itu kota-kota utama terletak ditepi pantai. Kabupaten Nias terletak di daerah khatulistiwa dengan letak yang demikian mengakibatkan curah hujannya cukup tinggi dengan rata-rata curah hujan pertahun 3.287mm, dan banyaknya hari hujan dalam setahun kurang lebih 274 hari atau ratarata 22 hari perbulan. Musim kemarau dan musim hujan silih berganti dalam setahun, akibat
banyaknya curah hujan maka kondisi alamnya sangat lembab dan basah.
Dengan kondisi alam yang demikian mengakibatkan sering terjadi banjir bandang yang mengakibatkan patahnya dan longsor jalan-jalan aspal, bahkan sering ditemui daerah aliran sungai yang pindah-pindah. Keadaan iklim yang demikian sangat
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
dipengaruhi oleh letak geografis Kabupaten Nias khususnya yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Pada tahun 2003 suhu udara berkisar antara 21, 20C - 30,30C dengan kelembaban sekitar 89-92% dan kecepatan angin antara 5-6 knot/jam. Curah hujan yang cukup tinggi dan relatif, turun hujan sepanjang tahun yang seringkali dibarengi dengan badai besar. Musim badai laut biasanya berkisar antara Bulan September-Nopember tetapi kadang terjadi juga pada Bulan Agustus, sehingga cuaca bisa berubah secara mendadak. B. Masyarakat Nias dan Sistem Perkawinannya 1. Masyarakat Nias Masyarakat Sumatera Utara memiliki 3 (tiga) bahagian penduduk asli, yaitu Batak, Melayu (Pesisir Sumatera Timur) dan Nias. Hal ini sesuai dengan apa yang di kemukakan oleh Van Vollen Hoven dalam mengklasifikasi seluruh daerah Indonesia dalam 19 (Sembilan belas) lingkungan dalam hukum adat di Indonesia. Kesembilan belas lingkungan hukum adat tersebut, sebagaimana dikutip oleh R. Soepomo adalah: a. Aceh. b. Tanah Gayo –Alas Batak beserta Nias, c. Daerah Minangkabau beserta Mentawai, d. Sumatera Selatan, e. Daerah Melayu, f. Bangka dan Belitung, g. Kalimantan ( Tanah Dayak ) h. Minahasa, i. Gorontalo j. Daerah Toraja, k. Sulawesi Selatan, l. Kepulauan Ternate, m. Maluku,Ambon,
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
n. Irian, o. Kepulauan Timur, p. Bali dan Lombok (beserta Sumbawa Barat), q. Jawa Tengah dan Timur (beserta Madura), r. Daerah-daerah Swapraja (Surakarta dan Yogyakarta), s. Jawa Barat. 28 Masyarakat suku Nias yang dikalangan masyarakat Sumatera Utara terpopuler dengan sebutan orang ”Nias”, dalam pergaulan sehari–hari masyarakat Nias lebih menyebut dirinya sebagai “Ono Niha”(Anak Manusia) dan daerah Nias itu sendiri di sebut “Tano Niha” (Tanah Manusia). Tano Niha memiliki penduduk pendatang dari berbagai etnis seperti Batak, Jawa, Cina, Aceh, Minangkabau, Manado, Bugis dan lain-lain. Etnis tersebut sebagian besar bertempat tinggal di daerah perkotaan, misalnya di Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan Lahewa, Kecamatan Lahusa, Kecamatan Sirombu, dan Kecamatan Pulau–pulau Batu termasuk Pulau Tello. Etnis pendatang ini ada yang sudah mempunyai kampung sendiri, seperti di Gunungsitoli telah terbentuk sebuah kampung pendatang yang di sebut dengan kampung Cina, Kelurahan Ilir, Kelurahan Saombe. Untuk mengetahui jumlah penduduk, luas wilayah serta kepadatan penduduk dalam suatu kecamatan yang ada di Kabupaten Nias, sebagaimana di uraikan pada table di bawah ini :
28
R.Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, PT Pradnya Paramida, Jakarta, 2003,
hlm. 60.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Table 1.
Luas wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Tahun 2007
No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Idanogawo Bawolato Ulugawo Gido Gunung Sitoli Idanoi Lolofitu moi Ma’u Samolo-molo Sirombu Lahomi Mandrehe Mandrehe Barat Moro’o Mandrehe Utara Ulu Moro’o Hiliduho Hili Serangkai Botomuzoi Gunung Sitoli Alo’oa Gunung Sitoli Gunung Sitoli Selatan Tuhemberua Lotu Sitolu Ori Gunung Sitoli Utara Sawo Alasa Namohalu Esiwa Alasa Talu Muzoi Lahewa Afulu Lahewa Timur
Jumlah Sumber: Nias dalam angka, 2007
Luas Wilayah Total 230,21 172,60 95,47 191,80 134,12 78,50 70,05 35,35 113,05 88,06 78,99 60,04 51,60 38,54 27,81 68,34 39,74 55,00 60,11 184,08 61,93 55,40 109,28 78,72 79,64 90,33 335,55 149,45 92,25 222,97 144,11 202,31
Penduduk 23293 22743 10756 30502 21692 13235 9895 5631 8790 7841 17963 6912 8733 7937 5296 9509 7163 7499 6177 59447 13376 9331 10364 10534 15741 8814 24467 12538 6129 21777 9477 9558
Kepadatan Penduduk 101,18 131,77 112,66 159,03 161,74 168,59 141,26 159,28 77,75 89,04 227,40 115,113 169,24 180,01 190,45 139,14 180,24 136,34 102,76 322,94 215,98 168,43 93,92 133,81 197,65 97,57 72,92 83,90 66,44 97,67 65,76 47,25
3495,40
442019
126,46
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Apabila di tinjau dari jenis kelamin dari keseluruhan jumlah penduduk pada masyarakat Nias, sebagaiamana di uraikan pada table di bawah ini:
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2007 No. 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber: Nias dalam angka, 2007
Jumlah 217527 224493 442020
Persentase 49,21 50,79 100
Ono Niha dengan masyarakat pendatang dapat di bedakan dari segi marga, bahasa dan adatnya. Marga adalah merupakan konsep kekerabatan masyarakat Nias, artinya bahwa setiap Ono Niha (Orang Nias) mempunyai mado (marga) yang merupakan konsep mendasar dalam sistem kekeluargaan karena mado merupakan identitas bersama dari kelompok-kelompok orang yang merupakan keturunan dari sambua ama ( seorang bapak) atau sambua tua (seorang kakek). Seluruh anggota kelurga yang berasal dari bapak atau kakek yang sama maka dibelakang nama kecilnya harus menggunakan mado (marga) bapaknya atau kakeknya dengan memakai mado (marga) menandakan bahwa mereka-mereka itu berasal dari suatu keturunan yang sama yang lazim disebut oleh masyarakat Nias sambua ama (satu bapak) atau masih sambua-tua (satu kakek). 2. Sistem Perkawinan Berbicara tentang sistem perkawinan pada masyarakat Nias, tidak terlepas dari aturan adat istiadat yang hidup ditengah-tengah masyarakat Nias itu sendiri. Perkawinan pada masyarakat Nias dimulai dari tingkat pertunangan sampai pada upacara perkawinan dan perlu dijelaskan bahwa sebelum melakukan pertunangan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
sampai pada perkawinan ada ketentuan-ketentuan adat yang dilakukan.
Pada
masyarakat Nias tidak ada larangan kawin antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai marga yang sama, hal ini berbeda dengan sistem kekeluargan patrilineal yan berlaku di daerah lain yang ada di Indonesia. Pada zaman dahulu perkawinan yang ideal menurut masyarakat Nias adalah perkawinan antara seorang anak laki-laki dengan seorang anak perempuan dari saudara laki-laki ibu si anak laki-laki tersebut. Dalam bahasa Nias disebut dengan sifasibaya atau ono zibaya yaitu anak paman dan dalam bahasa Karo disebut dengan impala atau marimpal dalam bahasa Batak Toba disebut dengan pariban atau marpariban. Masalah perkawinan pada masyarakat Nias, bukan semata-mata urusan pribadi yang mau kawin saja, tetapi merupakan urusan semua pihak atau kerabat orang yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena dalam pelaksanaan perkawinan di kalangan masyarakat Nias tidak terlepas dari pengaruh hukum adat, artinya bahwa perkawinan pada masyarakat Nias masih diliputi oleh hukum adat sebagai hukum yang hidup di dalam masyarakat sekalipun tidak tertulis dalam bentuk undang-undang negara. Adapun sistematika perkawinan yang dimaksud dalam hukum adat masyarakat Nias yaitu: a. Sebelum melakukan pertunangan Sebelum dilakukan pertunangan menurut hukum adat Nias selalu diawali dengan melakukan musyawarah oleh keluarga pihak laki-laki. Setelah ada musyawarah
kemudian
orang
tua
silaki-laki
mengambil
keputusan
untuk
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
mengembangkan isi musyawarah tersebut disampaikan kepada keluarga dekat mereka, untuk diusulkan bahwa anak laki-laki mereka akan di pertunangkan dengan anak gadis keluarga tersebut. Sebelum pertunangan, pihak orang tua keluarga laki-laki menyuruh seseorang yang dianggap dewasa dan cakap untuk bertindak sebagai perantara atau samatofa (telangkai) untuk menyampaikan kehendak kepada pihak keluarga sigadis. Samatofa dari pihak laki-laki membawa sirih atau afo dan untuk seterusnya perantara tadi menyampaikan pesan dari pihak laki-laki kepada pihak keluarga perempuan. Kemudian pihak keluarga perempuan setelah menerima pesan dari perantara pihak laki-laki maka keluarga pihak perempuan akan mengadakan musyawarah diantara mereka dan untuk seterusnya nanti hasil musyawarah tersebut disampaikan kepada keluarga pihak laki-laki melalui samatofa, dan apabila
pihak keluarga
perempuan menerima pesan dari pihak keluarga laki-laki selanjutnya pihak perempuan dan laki-laki mengatur jadwal pertunangan atau famatuasa sekaligus dilaksanakan acara tukar cincin atau fame’e laeduru. Sementara itu yang melanjutkan segala urusan dan kepentingan perkawinan dilakuakan oleh Si’o, (telangkai yang berfungsi sebagai perantara orang tua pihak laki-laki dengan orang tua pihak perempuan. Dari pihak perempuan dikenal istilah telangkai yaitu samatofa dan sanema li. Samatofa dari pihak perempuan mempunyai peran dan fungsi serta keberadaannya yang sama dalam acara fame’e laeduru atau famatuasa dengan samatofa dari pihak laki-laki. Tetapi sanema li yang keberadaannya pada pihak perempuan mempunyai
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
peran dan fungsi untuk menerima segala keluh kesah yang disampaikan oleh pihak keluarga laki-laki melalui Si’o. 29 b. Famatuasa atau pertunangan Famatuasa artinya suatu acara yang menandakan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk mengikat janji sehingga orang lain tidak berniat lagi mengikat janji kawin dengan mereka baik dengan keluarga anak laki-laki maupun pihak keluarga anak perempuan yang bersangkutan. Sementara fame’e laeduru artinya pemberian cincin dan ini merupakan suatu tanda telah terjadinya famatuasa dan oleh karena itu orang lain tidak mendekati mereka lagi. fame’e atau memberi, laeduru atau cincin, famatuasa atau bertunangan. Dalam acara famatuasa ini si’o memberitahukan tujuan dan maksud mereka kepada keluarga itu. Setelah itu keluarga pihak perempuan melalui sanema li menjawab atau menanggapi pemberitahuan tujuan kedatangan keluarga pihak laki-laki tersebut. Untuk seterusnya kalau sudah ada kesepakatan maka kesepakatan itu akan di bawa kepada keluarga pihak perempuan dan selanjutnya penyerahan emas kepada si’o untuk diberikan kepada keluarga pihak perempuan. Dalam acara ini biasanya pihak keluarga perempuan mengapuri sirih atau menyuguhkan sirih secara lengkap kepada keluarga pihak laki-laki sebagai tanda mempererat hubungan persaudaraan diantara mereka, acara ini dikenal dengan istilah famidi afo, sambil membahas mengenai adat yang harus dilakukan dalam acara famatuasa tersebut. 29
Wawancara dengan Loozaro Zebua, Tokoh masyarakat Nias, Kabupaten Nias, tanggal 5
April 2008.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam acara famatuasa akan dilakukan suatu pembicaraan untuk saling mengikat janji tentang besarnya pemberian keluarga pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan yang disebut dengan beli niha, menentukan waktu pelaksanaan upacara perkawinan, besarnya denda sebagai sanksi jika di antara salah satu pihak memutuskan hubungan pertunangan tersebut. Sehingga untuk mengikat janji tersebut, si’o menyerahkan laeduru beserta dengan sekhe-sekhe laeduru, yaitu perak yang mana pada zaman sekarang di berikan dalam bentuk uang yang berfungsi sebagai pendukung cincin tersebut supaya tidak mudah berguling, artinya di dalam acara pertunangan tersebut adalah supaya anak laki-laki dan anak perempuan tersebut tidak mudah untuk tergoda dengan orang lain (sekhe-sekhe atau pendukung). Setelah pertunangan maka yang merupakan proses hukum adat yang dilaksanakan sebelum pelaksanaan perkawinan, dalam penyerahan dan penerimaan boli niha di langsungkan secara bertahap yaitu: 1). Famalua li, (famalua atau menjadiakan li atau suara atau cakapan), maksudnya adalah bahwa pertunangan itu di lanjutkan. Oleh karena itu keluarga pihak laki-laki meminta kepada keluarga pihak perempuan untuk mengurangi jumlah boli niha yang telah di sepakati sebelumnya demi meringankan beban calon menantu. 2). Fame’e fakhe toho, maksudnya adalah si’o dan beberapa orang dari kerabat pihak laki-laki menyerahkan beras dari kepada keluarga pihak perempuan di rumah orang tua pihak perempuan melalui sanema li untuk keperluan pada acara pesta perkawinan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
3). Fangandro li nina, artinya memohon kepada ibu si perempuan supaya ibu dari pihak perempuan dapat menentukan hari pelaksanaan upacara perkawinan yang sesungguhnya. Dimana dalam jadwal atau waktu yang di tentukan oleh kedua pihak baik perempuan maupun laki-laki kadang-kadang tertunda atau tidak terlaksana sesuai dengan waktu yang di tentukan. 4). Fangandro ba dekhe mbowo, artinya membuat calon pengantin perempuan untuk mengingat segala sesuatu yang telah di ajarkan oleh ibunya selama hidup bersama dalam keluarga orang tuanya. 5). Famaola lib a nuwu atau fanaba’o li ba nuwu yaitu masing-masing calon pengantin bersama ibu dari masing-masing calon pengantin pergi kerumah pihak paman yang bersangkutan dapat hadir pada acara perkawinan kedua belah pihak tersebut. c. Famalua fangowalu atau pelaksanaan perkawinan Jarak antara pertunangan dan penyelenggaraan perkawinan di tentukan berdasarkan kesepakatan kerabat dari dua belah pihak karena tidak ada ketentuan adat mengenai hal tersebut. Bentuk perkawinan yang di kenal dalam hukum adat pada masyarakat Nias yaitu perkawinan yang di lakukan dengan penyerahan beberapa jujuran sesuai dengan kesepakatan sebelumnya antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan. Perkawinan menurut masyarakat Nias, di samping bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam menciptakan satu rumah tangga bahagia untuk meneruskan keturunan serta untuk mempererat dan memperluas hubungan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
kekeluargaan antara kedua belah pihak yang berbeda. Dengan adanya hubungan perkawinan tersebut maka akan selalu terbina hubungan yang baik diantara kedua belah pihak, yaitu hubungan antara menantu (umono) dan mertua (matua) serta hubungan antara keluarga atau orang tua si laki-laki dengan keluarga atau orang tua perempuan dalam hal ini hubungan yang terbina tidak itu saja, malahan bisa terbina hubungan yang lebih luas yang mencakup golongan kekerabatan yang dalam istilah kiasan bahasa Niasnya sering disebutkan sebagai berikut: Sanano tanomo magai
(bagaikan menanam bibit mangai/sejenis tanaman)
Ha sara magai
(hanya sebiji bibit mangai)
Siwa hili oi fakhai
(Sembilan gunung jadi berangkai)
Oi fakhai zoya sibai
(semua jadi terkait)
C. Asal-usul dan Bentuk Harta Warisan Menurut Hukum Waris Adat Nias
Masyarakat Nias menganut sistem kekerabatan patrilineal, patokan garis keturunan mengafiliasikan seseorang kepada satu kelompok keluarga yang berhubungan dengan melalui laki-laki 30 . Dalam penelitian pemisahan dan pembagian harta warisan ini lebih terfokus pada harta warisan atas tanah yang di miliki oleh masyarakat Nias yang memiliki hak individu. Sebagaimana tanah adat yang ada di masyarakat Nias yang mana pembagian warisan hanya di berikan kepada anak lakilaki saja.Adapun asal usul tanah adat yang ada di masyarakat Nias adalah sebagai berikut:
30
Bambowo La’ ia, Solidaritas Kekeluargaan Dalam Salah Satu Masyarakat Desa Di Nias Indonesia, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta, 1979, hlm 96
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
“Masyarakat adat Nias mengenal istilah”tano moama”, tanah ini di beri nama menurut pemilik asalnya , jadi apabila pemilik asal bernama “Kamoro” maka tanah miliknya dinamai “tano moama kamoro”.Dalam hal ini terdapat persamaan dengan tanah ulayat di Minangkabau yang juga dinamai menurut nama pemilik”Tambilang Basi”nya. Apabila nama pemilik asal tanah ulayat bernama “Silenggang Bumi” maka tanah ulayat yang diwariskan pun akan disebut tanah “Ulayat Datuk Silenggang Bumi”.Ahli waris penggantinya pun akan di beri gelar adat sebagai pemilik tanah ulayat dengan nama “Datuk Silenggang Bumi”, sehingga pewaris baru yang bernama diri ahmad misalnya, akan di panggil “Ahmad gelar Datuk Silenggang Bumi”.Gelar adat pemilik tanah ulayat itu selamanya harus tetap disandingkan pada nama diri setiap pewaris penggantinya.Jadi pemilik tanah ulayat bersifat abadi. Adapun tanah “Tano Moama” itu dikuasai dan diatur oleh persatuan dua persekutuan keluarga dalam masyarakat hukum desa. Persekutuan dua keluarga itu terdiri atas klan teritorial yang disebut Mado (marga) dan Klan geneologis yang disebut gana,sedangkan persekutuan masyarakat hukum adatnya yaitu desa disebut banua(desa). Kedua persekutuan keluarga itu maupun desa masing-masing memiliki tanah, klan territorial menguasai dan memiliki tanah sebagai pendiri desa sedangkan klan geneologis memilikinya berdasarkan pembagian warisan dari kepala rumah tangga kepada anak-anaknya. Disamping itu, ada pula tanah yang dimiliki oleh persekutuan hukum desa yang di sebut dengan “tano banua” seluruh aturan adat yang mengatur dan memelihara hubungan hukum tanah”tano moama” itu diatur oleh hukum adat Nias yang di sebut “huku hada” atau sering juga disebut “hukum masyarakat desa” maka dikatakan “huku banua”. Keunikan yang mebedakan anatara “tanah ulayat” dengan “tano moama”adalah bahwa “tano moama” dapat di jual lepas kepada orang luar dan orang asing. Selain itu, setelah “tano moama” di bagi wariskan maka otomatis tanah menjadi tanah milik perorangan dengan hak individual. Tanah itu kemudian akan menjadi tanah keluarga lagi, setelah rumah tangga memiliki anak keturunan sehingga tanah kembali menjadi harta bersama (harato savhono) warisan keluarga. Jadi sifat komunalistik “tano moama” adalah pada ikatan-ikatan batin keluarga dalam persekutuan klan. Sebab setelah tanah itu di bagi wariskan kepada anak keturunan maka tanah itu berubah menjadi tanah individual dengan hak individual dari kepala keluarga, untuk kemudian menjadi tanah komunal lagi setelah kepala keluarga mempunyai keturunan. Maka dapat di katakan bahwa sifat tanah komunal di Nias adalah “komunal yang beralih-alih”. Sedangkan “tano banua” di peruntukkan untuk di gunakan semua warga sehingga di
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
nyatakan menjadi tanah “milik umum” (khozato) atau menjadi “publik domain”. 31 Dalam hukum waris adat menurut Soerjono Soekanto mengenal adanya tiga sistem kewarisan, yaitu: 1. Sistem kewarisan individual yang merupakan sistem kewarisan dimana ahli waris mewarisi secara perorangan, (Batak, Jawa, Sulawesi dan lain-lain) 2. Sistem kewarisan kolektif, dimana para ahli waris secara kolektif (Bersama-sama) mewarisi harta peninggalanyang tidak dapat di bagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris (minangkabau). 3. Sistem kewarisan mayorat: a. mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki sulung (keturunan laki-laki) merupakan ahli waris tunggal, seperti lampung. b. mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua pada saat mewaris meninggal, adalah ahli waris tunggal, misalnya, pada masyarakat di tanah semendo. 32 Untuk memudahkan memahami tentang sistem pembagian dan pemisahan warisan atas harta peninggalan dari si pewaris yang berlaku pada kalangan masyarakat Nias itu alangkah baiknya perlu kita ketahui asal usul dari harta warisan tersebut, adapun asal usul harta warisan tersebut dapat kita rinci sebagai berikut: 1. Harta bawaan suami-istri Dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat diketahui bahwa harta bawaan meliputi semua harta benda yang dibawa oleh suami istri ke dalam perkawinan, termasuk harta benda yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan dan juga harta benda yang diperoleh dari hasil pencaharian atau jerih payah sendiri, baik sebelum perkawinan maupun selama dalam perkawinan, 31
Herman Soesangobeng, Menuju Penguatan Jaminan Kepastian Hukum Atas Pemilikan, Penguasaan, Dan Penggunaan Tanah, (Makalah Workshop KKPN-BAPPENAS-6/11/2006), Hlm 2324. 32 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983, Hlm. 260
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
sebagaimana disebutkan pada Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Harta bawaan dalam hukum waris adat Nias adalah harta benda yang diperoleh suami karena warisan dari orang tuanya sebelum atau selama perkawinan disebut dengan okhota moroi kho zatua (harta yang berasal dari orangtua) atau harato zatua (harta orangtua). Sedangkan harta bawaan istri yang diperoleh dari orangtuanya sebelum atau selama perkawinan disebut dengan masi-masi zatua (pemberian orangtua) atau masi-masi zatua kho nononia artinya pemberian orangtua kepada anak perempuannya sebagai tanda kasih sayang bukan warisan. “Harta bawaan masing-masing suami istri ke dalam perkawinan yang diperoleh dari hasil pencaharian atau jerih payahnya sendiri baik sebelum maupun selama dalam perkawinan disebut dengan lua-lua
halowonia (hasil usahanya) atau
sinondrania ba wohalowonia (pendapatannya dari hasil kerjanya), menjadi harta bersama dalam perkawinan dan menjadi harta warisan bagi anak-anak mereka”. 33 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menurut hukum waris adat Nias, harta bawaan yang berasal dari warisan atau pemberian yang diperoleh sebelum atau sesudah perkawinan dan hasil usaha sendiri yang diperoleh dalam perkawinan merupakan harta bersama. 2. Harta bersama dalam perkawinan Harta bersama atau harta kekayaan suami istri dalam perkawinan menurut hukum adat pada masyarakat Nias yaitu harta benda yang diperoleh selama 33
Wawancara dengan Saroli Giawa, Tokoh Masyarakat Nias, Kabupaten Nias, Gunungsitoli, Tanggal 18 Maret 2008.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
perkawinan. Asal dari mana harta ini diperoleh tidak dipersoalkan, artinya harta bersama tersebut merupakan hak milik yang diperoleh melalui usaha yang dilakukan suami istri secara bersama-sama. “Mengenai harta bersama dari perkawinan menjelaskan bahwa harta yang di peroleh selama perkawinan antara suami istri yang masih hidup adalah menjadi harta bersama, Oleh sebab itu maka masing-masing antara suami dan istri dapat melakukan perbuatan hukum atas harta yang dimiliki mereka itu dengan syarat adanya persetujuan diantara mereka berdua baik itu persetujuan secara autentik maupun persetujuan lisan ataupun di bawah tangan”. 34 Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa asal-usul harta warisan di dalam hukum waris adat Nias adalah seluruh harta kekayaan yang diperoleh suami dan istri baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan dan baik harta yang diperoleh karena warisan maupun karena hasil usaha sendiri yang kemudian dibawa ke dalam perkawinan. Di dalam hukum waris adat Nias tidak ada istilah pemisahan harta benda antara suami istri karena dalam melangsungkan perkawinan tidak pernah dibuat perjanjian kawin. “Pada masyarakat Nias, harta suami atau istri yang ada sebelum perkawinan tanpa mempersoalkan dari mana asal usul dan bagaimana harta tersebut, sejak berlangsungnya perkawinan
cara
memperoleh
antara suami dan istri
secara otomatis segala harta benda yang di peroleh
oleh
masing-masing
34
Wawancara Masadikari Zega, Tokoh masyarakat dan mantan anggota DPRD Kabupaten Nias. Gunungsitoli, Tanggal 17 Maret 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
suami dan isteri menjadi harta bersama dan penggunaannya harus berdasarkan kesepakatan bersama”. 35 Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa yang menjadi harta warisan dalam hukum adat Nias adalah seluruh harta benda yang dibawa oleh para pihak kedalam perkawinan di tambah dengan harta benda dalam perkawinan tanpa mempersoalkan darimana dan bagaimana serta kapan di perolehnya harta benda tersebut. Di dalam hukum waris adat Nias jika dilihat dari bentuknya dapat dikatakan bahwa bentuk harta warisan pada masyarakat Nias ada yang berwujud dan ada yang tidak berwujud. Harta warisan yang berwujud seperti harta dalam bentuk benda bergerak dan harta tidak bergerak, sedangkan harta yang tidak berwujud seperti kedudukan dalam hukum adat atau status sosial orang tuanya. Sehubungan dengan itu A. A. Laia mengatakan bahwa harta warisan yang dikenal menurut hukum adat pada masyarakat Nias adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Rumah; Pertapakan; Alat-alat rumah tangga; Emas; Kebun; Tanah kosong, artinya tanah yang tidak ada tanaman; Kedudukan dalam hukum adat; Hutang piutang. 36
35
Wawancara Baziduhu Zandroto,Tokoh Adat Masyarakat Nias,Gunungsitoli Kabupaten Nias,Tanggal 23 Maret 2008. 36 A. A. La’ia, Sejarah Hukum Nias dan Adat Istiadat, Untuk kalangan sendiri, Gunungsitoli, 1973, hal.22
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
D. Sistem Pemisahan dan Pembagian Hak Atas Tanah Dari Warisan Menurut Pasal 1066 ayat (1) KUH Perdata bahwa tiada seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi Harta peninggalan dalam keadaan tak terbagi tersebut dapat dimintakan dipisah bagikan antara sesama pemilik serta, walaupun ada larangan untuk melakukannya. Larangan tersebut terjadi apabila pewaris meninggalkan surat wasiat yang melarang melakukannya suatu pemisahan dan pembahagian terhadap harta warisan yang ditinggalkan, tetapi hal itu tidak dapat berlangsung terus karena aya 4 dari Pasal 1066 KUHPerdata mengatakan bahwa: “Persetujuan yang sedemikian hanyalah mengikat untuk 5 tahun, namun setelah lewatnya tenggang waktu ini dapatlah persetujuan itu diperbaharui”. Suatu kepemilikan bersama tidaklah dapat berlangsung terus dalam keadaan yang tidak terbagi. Untuk mengakhiri keadaan yang tidak terbagi tersebut maka para pemilik
harus melakukan pemisahan dan pembagian terhadap
kepemilikan bersama tersebut. Menurut Pasal 1069 KUHPerdata yakni: Jika sekalian ahli waris dapat bertindak bebas dengan harta benda mereka, dan mereka itu kesemuanya berada ditempat, maka pemisahan harta peninggalan dapat dilakukan dengan cara sedemikian serta dengan perbuatan yang sedemikian sebagaimana yang dikehendaki mereka. Selanjutnya Pasal 1074 KUHPerdata mengatakan:
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
”pemisahan harta peninggalan dilaksanakan dalam suatu akta dimuka seorang notaris yang dipilah oleh para pihak atau jika ada perselisihan diangkat oleh Pengadilan Negeri atas surat permohonan dari para pihak yang berkepentingan yang teramat bersedia” Berdasarkan ketentuan Pasal 1069 dan Pasal 1074 KUHPerdata tersebut diatas dapat dilihat kemungkinan adanya tindakan pemisahan boedel yang dituangkan dalam akta yang bentuknya berlain-lainan. Kalau semua pemilik serta adalah orang-orang yang cakap untuk bertindak dan kesemuanya hadir pada waktu pemisahan, maka bentuk perjanjian pemisahannya adalah bebas, sesuai dengan yang dikehendaki mereka sendiri, sehingga bisa dalam bentuk dibawah tangan maupun yang dibuat secara notaril. Secara teoritis dapat juga dibuat dengan lisan, meskipun dalam Pasal 1069 KUHPerdata ada dikatakan tentang “akta”. Tetapi kata akta ditafsirkan sebagai “tindakan/handeling” dan bukan “tulisan/geschrift” 37 Dalam hal semua pemilik telah dewasa ataupun bebas mengurus harta bendanya untuk melakukan pemisahan dan pembagian dengan bentuk akta dibawah tangan, maka akta tersebut harus dilegalisasi. 38 dan terhadap harta peninggalan tidak perlu diadakan penafsiran harga (taxatie). Para pemilik serta dapat membagi harta
37
J. Satrio, Hukum Waris Tentang Pemisahan Boedel, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998,
Hlm 168 38
Legalisasi maksudnya untuk menunjukkan bahwa ada orang yang menjamin kebenaran dari akta di bawah tangan yang di buat oleh pemilik serta tersebut.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
peninggalan tersebut kepada masing-masing pemilik serta sesuai dengan kesepakatan di antara mereka. 39 Pemisahan dan pembagian harta warisan dapat juga dilakukan secara terpaksa. Hal ini terjadi apabila ada salah satu ahli waris yang tidak setuju atas pemisahan dan pembahagian harta warisan tersebut maka dilakukan pemisahan dan pembagian secara paksa dengan keputusan Pengadilan Negeri. Demikian juga halnya apabila semua pemilik serta mengadakan pemisahan dan pembahagian secara lisan harus dilakukan dengan kesepakatan antara semua pemilik serta
yang telah bebas menyatakan
kehendaknya, tetapi tidak tertutup kemungkinan oleh para ahli waris tersebut melakukan pemisahan dan pembagian dengan akta notaris oleh orang-orang yang telah bebas menentukan haknya. Pada dasarnya mereka melakukannya dengan kesepakatan dan membaginya dengan mengelompokkan harta bendanya. Akta pemisahan dan pembahagian seperti ini disebut dengan akta pemisahan dan pembagian kelompok perkelompok. 40 Untuk melaksanakan pemisahan dan pembagian ini ada beberapa syarat yaitu: 1. Bahwa semua pemilik serta hadir atau berada ditempat. Tidak perlu semuanya hadir secara pribadi (persoonlijk), melainkan dapat diwakili oleh kuasanya. 39
Maksud pasal 42 PP 24/1997 dalam sistem pemisahan dan pembagian terhadap harta warisan adalah lebih berbasis pada pengelompokkan dan bukan pada basis penaksiran,sedangkan penaksiran akan di lakukan apabila di antara para ahli waris tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. 40 Ada beberapa cara untuk melakukan sistem pemisahan dan pembagian yakni 1.secara paksa (dilakukan apabila salah satu ahli waris tidak setuju melakukan pemisahan dan pembagian boedel warisan) melalui putusan pengadilan, 2. Dilakukan melalui musyawarah mufakat diantara para ahli waris yang telah bebas kehendaknya melakukan perbuatan hukum (dapat dilakukan dibawah tangan atau juga akta yang di buat oleh notaris). 3. Dilakukan dengan akta notaris,sesuai dengan perintah pasal 1070 KUHPerdata (dilakukan apabila salah satu ahli waris tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum).
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
2. Bahwa semua pemilik serta mempunyai kebebasan untuk mengurus (vrijebeheer) atas harta mereka. 41
Jika ada para pihak yang tidak bebas untuk mengurus harta bendanya, maka pemisahan dan pembahagian harus dilakukan dengan akta notaris, hal ini sesuai dengan Pasal 1070 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa: Pemisahan harta peninggalan tidaklah dapat dimintakan atas nama orang-orang yang tidak dapat bertindak bebas dengan harta benda mereka, melainkan dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang diberikan mengenai orangorang yang demikian dalam Undang-undang.
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa bentuk pemisahan dan pembagian dapat dilakukan berdasarkan Pasal 1069 dan Pasal 1074 KUHPerdata, yaitu dalam bentuk dibawah tangan, lisan maupun dengan bentuk akta notaril, sesuai dengan yang dikehendaki oleh mereka yang pemilik sertanya merupakan orang yang bebas menyatakan kehendaknya. Tetapi apabila salah seorang tidak cakap membuat kehendaknya maka bentuk pemisahan dan pembahagiannya harus dibuat dengan akta notaril. Pemisahan dan pembahagian harta warisan dengan bentuk akta notaril yang pihaknya turut orang yang tidak bebas menyatakan kehendaknya sistematikanya sebagai berikut: 42 1. Judul akta 2. Nomor akta 41
Komar Andarsasmita, Notaris III, Hukum Harta Perkawinan Dan Waris Menurut KUHPerdata (Teori Dan Praktek ) INI, Jawa Barat 1987. Hlm. 168-169. 42 Kehendak sistematika dalam melakukan pemisahan dan pembagian ini berbasis taksasi dan bukan pengelompokkan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
3. Hari, tanggal, dan nama notaris yang membuat akta 4. Komparisi, yang menguraikan tentang siapa-siapa yang menghadap oleh para ahli waris yang sah yang hadir langsung maupun yang diwakili melalui surat kuasa khusus 5. Premise, yang menguraikan uraian-uraian yang mengarah kepada dilakukannya pemisahan dan pembahagian tersebut antara lain perihal a. Siapa yang meninggal, kapan meninggalnya dengan menyebutkan dasarnya (tanggal dan nomor akta kematiannya serta nama pejabat yang menerbitkannya). b. Bagaimana dan dengan siapa simendiang kawin semasa hayatnya serta uraian status perkawinannya dan berapa anaknya yang lahir dari perkawinan itu, juga diuraikan mengenai siapa lagi keluarga sedarah yang ditingalkan bila tidak ada istri dan anak-anak yang ditinggalkannya dan susunan keluarga sedarah yang lebih jauh derajatnya bila diperlukan atau adakah anak adopsi dan anak diakui akan berpengaruh terhadap portie. c. Bila meninggalkan janda diuraikan klausula yang dimaksudkan dalam Pasal 348 KUHPerdata jo Pasal 2 KUHPerdata. d. Apakah ada wasiat atau surat-surat lain yang mempunyai kekuatan sebagai wasiat yang ditinggalkan oleh simendiang dan keberadaan surat wasiat ini sedapat-dapatnya dibuktikan dengan surat keterangan tertulis yang diterbitkan oleh Daftar Pusat Wasiat Departemen Kehakiman Republik Indonesia demi kepastian hukum. e. Siapa yang merupakan ahli waris dan berapa porsinya. Apa yang diuraikan dalam butir 5 ini lazim dikenal dengan sebutan surat keterangan hak waris (verklaring van erfricht) yang dalam prakteknya dapat dibuat tersendiri, akan tetapi lazimnya disatukan pembuatannya dengan akta pemisahan dan pembahagiannya. 6. Uraian bahwa para ahli waris telah melaksanakan pendaftaran harta (boedelbeschrijving) 7. Uraian bahwa untuk dan atas nama ahli waris yang masih dibawah umur telah dilaksanakan penerimaan warisan dengan hak beneficiair (beneficiare boedel aanvaarding) 8. Uraian bahwa para penaksir yang akan melaksanakan penaksiran atas boedel waris tersebut telah mengangkat sumpah dihadapan Pengadilan Negeri yang berwenang. 9. Uraian tentang nilai taksasi atau penaksiran atas harta yang akan dipisah bagi itu berdasarkan Berita Acara Penaksiran yang dibuat oleh para penaksir (taxateur) 10. Uraian untuk memanggil para kreditur telah ditempatkan iklan dalam Berita Negara sekaligus penentuan kapan hendak dilakukan perkiraan dan tanggung jawab (rekening en verantwoording)
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
11. Uraian bahwa perkiraan dan pertanggung–jawaban (rekening en verantwoording) telah diberikan atau penjelasan mengapa perkiraan itu tidak dibuat. 12. Uraian mengenai objek yang hendak dibagi sekaligus menyebutkan berapa nilainya menurut berita acara penaksiran yang telah dibuat oleh para penaksir. 13. Uraian berapa besarnya hak masing-masing ahli waris atas objek (doedel) yang hendak dipisah-bagi itu. 14. Uraian mengenai siapa (siapa-siapa) ahli waris yang memperoleh benda yang dipisah-bagi itu secara in natura dengan menyebutkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. 15. Pembagian kuasa kepada ahli waris yang memperoleh benda yang dipisahbagi itu secara in natura, sedemikian rupa supaya dapat dilaksanakan balik nama ke atas namanya sebagai pemilik benda itu. 16. Uraian mengenai penyimpanan dokumen sebagaimana yang disebutkan oleh Pasal 1082 KUHPerdata. 17 . Pilihan domicilie dan penutup akta. 43 Sistematika akta tersebut diatas merupakan sistematika yang umum dipergunakan dalam akta pemisahan dan pembahagian terhadap golongan orang-orang yang tunduk kepada hukum Perdata Barat dalam hal adanya pihak yang tidak bebas menyatakan kehendaknya. Dalam hal para pihaknya merupakan orang-orang yang bebas menyatakan kehendaknya, mengadakan pemisahan dan pembahagian dengan akta notaris maka sistematikanya juga sama, tetapi tidak ada uraian tentang penerimaan warisan dengan hak beneficiair (beneficiaire boedel aanvaarding) dan tidak ada taxatie karena penerimaan warisan dengan hak beneficiare hanya dilakukan apabila ada orang yang tidak bebas menyatakan kehendaknya menjadi pihak dalam pemindahan dan pembahagian harta warisan tersebut. 44 Pemisahan dan pembahagian
43
Syahril Sofyan, Hukum Waris Ditinjau Dari Sudut Praktek di Balai Harta Peninggalan, Makalah, Medan, 1994. 44 Terhadap penerimaan warisan dengan hak beneficiair hanya di lakukan terhadap orangorang yang tidak bebas menyatakan kehendaknya dan juga di bolehkan terhadap orang yang telah dewasa .
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
yang para pihaknya merupakan orang-orang yang bebas menyatakan kehendaknya, pada umumnya dilakukan tanpa taxatie dan penilaian atas objek pemisahan di lakukan dalam akta itu sendiri. Pemisahan dan pembagian yang umum dilakukan oleh orang-orang yang bebas
menyatakan
kehendaknya
adalah
pemisahan
dan
pembagian
secara
perkelompok atau perkapling tanpa menilai keseluruhan harta benda oleh para ahli taksir. Suatu harta yang pemilikan bersama harus dipisah dan dibagikan,
baik
pemilikan bersama yang bebas maupun pemilikan bersama yang terikat, terhadap pemilikan bersama atas suatu tanah, Pasal yang mengaturnya terdapat dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yaitu: “Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama di daftar berdasarkan akta yang di buat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pemegang hak bersama tersebut”. 45 Dalam pembagian tersebut tidak harus semua pemegang hak bersama memperoleh bagian. “Pembagian harta warisan seringkali yang menjadi pemegang hak individu hanya sebagian dari keseluruhan penerima warisan, asalkan hal tersebut disepakati oleh seluruh penerima warisan sebagai pemegang bersama. Dalam praktek
45
Pembagian harta bersama atas tanah atau satuan rumah susun tidak hanya di lakukan berdasarkan akta PPAT tetapi dapat juga dapat di lakukan berdasarkan akta notaris sesuai dengan Pasal 42 PP 24/1997 diamana warisan atas tanah tersebut masih terdaftar atas nama si pewaris.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
sering dilakukan dengan penolakan warisan, baik yang di buat oleh Notaris maupun di bawah tangan”. 46 Boedel adalah keseluruhan harta (vermogen) seseorang dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. 47 Dengan demikian boedel itu sama dengan harta kekayaan. Kekayaan bukan benda tertentu, namun merupakan sekelompok benda, serta dengan hutang-hutangnya (pasivanya), dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban. Yang dimaksud adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan yang bisa beralih dan dialihkan. Boedel waris merupakan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris yang setelah meninggal dunia dan harta tersebut akan menjadi harta peninggalan. Harta peninggalan atau warisan merupakan boedel waris. Harta peninggalan merupakan pemilik bersama terikat yang dimiliki oleh beberapa ahli waris, yang membutuhkan pemisahan dan pembahagian untuk di alihkan atas nama masing-masing ahli waris. Pemisahan dan pembagian terdiri dari istilah “pemisahan” dan istilah “pembagian” yang masing-masing mempunyai arti tersendiri. Pemisahan adalah mengeluarkan masing-masing dari keseluruhan, menetapkan kapling-kapling, sedangkan pembagian adalah memberikan porsi-porsi kepada orangorang yang berhak. 48
46
Wawancara dengan Notaris Darius Duhuzaro Gulo, Di Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Tanggal 18 Maret 2008. Penolakan terhadap warisan harus terjadi dengan tegas dan di lakukan dengan suatu pernyataan yang di buat di kepaniteraan pengadilan negeri dan si waris yang menolak warisannya,dianggap tidak pernah telah menjadi waris (Pasal 1058 KUHPerdata) dan penolakan warisan hanya berlaku terhadap orang-orang yang tunduk kepada KUHPerdata. 47 J. Satrio, Hukum Waris, (Alumni Bandung, 1992), hlm. 1 48 Seri-Pitlo, Hukum Waris Buku Dua, Diterjemahkan oleh F. Tengker, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, Hlm. 161.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Undang-undang tidak memberikan pembatasan tentang pemisahan. Kata pemisahan dan kata pembagian sering diartikan menjadi satu “pemisahan dan pembagian”. Dan kata pemisahan dan pembagian dapat dilihat dalam suatu judul akta. Undang-undang yang mengatur cara-cara memperoleh suatu hak kebendaan, yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata yang mengatur: Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut surat wasiat, dan karena atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.
Kepemilikan hak atas tanah dapat diperoleh dengan cara beralih atau dialihkan. Beralih artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. 49 misalnya dengan meninggalnya pemilik tanah, maka haknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat-syarat sebagai subyek hak milik. Hak atas tanah dan bangunan, salah satunya dapat diperoleh melalui penunjukan atau penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik yang dilakukan berdasarkan hukum kepada yang berhak atas benda tersebut.
49
Urip Santoso, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2005,
hlm 91
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
E. Pelaksanaan Pembagian Warisan Menurut Hukum Waris Adat Nias Pembagian warisan menurut hukum adat merupakan salah satu kebiasaan yang di lakukan oleh suatu keluarga terhadap harta warisan yang di tinggalkan oleh si pewaris, hal ini di lakukan untuk menghindari agar tidak terjadi perselisihan dalam keluarga. Dalam pembagian warisan menurut hukum adat Nias biasanya di lakukan dengan suatu acara adat keluarga dengan di hadiri oleh semua keluarga ahli waris. Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini belum adanya suatu hukum waris adat yang berlaku secara mnyeluruh bagi setiap daerah di Indonesia yang menyebabkan masyarakat bangsa Indonesia yang menganut berbagai macam agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga di kalangan masyarakat bangsa Indonesia terutama masyarakat yang hidup di pedesaan masih bertahan pada sistem keturunan dan kekerabatan adatnya. Kabupaten Nias dengan ibu Kotanya Gunungsitoli dan sekaligus sebagai lokasi penelitian yang memiliki karakter tersendiri khususnya mengenai perkembangan kedudukan laki-laki dan wanita dalam pewarisan menurut adat istiadat pada masyarakat Nias. Keluarga merupakan unit yang terkecil dan merupakan sendi dasar dari kedudukan masyarakat. Komposisi keluarga dalam masyarakat Nias adalah monogami yaitu anggota inti keluarga rumah tangga, suami, istri, dan anak–anak baik anak lakilaki maupun anak perempuan. 50
50
Mariati Zendrato, Perkembangan Kedudukan Wanita Dalam Sistem Patrilineal Terhadap Hak-Hak Pewarisan Tanah Di Daerah Kabupaten Nias, Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002. hlm, 7.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Pada umumnya kita melihat dalam satu anggota keluarga itu adanya hubungan hukum yang didasarkan kepada hubungan kekeluargaan antara orang tua dan anak yang menimbulkan adanya akibat hukum, yang berhubungan dengan keturunan akibat hukum ini tidak sama dengan daerah lainnya. Pewarisan merupakan proses peralihan atau perpindahan harta peninggalan /harta warisan seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris kepada ahli warisnya). Berkaitan dengan itu apa yang di uraikan diatas bahwa dalam keluarga terhadap pewarisan pada masyarakat Nias menganut sistem Patrilineal yang tentu berkaitan dengan hukum adat. Sistem pembagian warisan pada masyarakat patrilineal lebih menitik beratkan pada kedudukan anak laki-laki dan anggota keluarga lainnya yang berasal dari pihak laki-laki. 51 Hukum waris adat Nias menganut sistem patrilineal yaitu sistem yang menurut garis keturunan dari bapak dan dari segi pewarisan harta didominasi oleh kaum lakilaki sementara perempuan tidak dapat bagian sama sekali. Terhadap sistem pembagian warisan pada masyarakat Nias yang menganut sistem patrilineal, dimana kedudukan laki-laki lebih di utamakan dari pada perempuan. Pada umumnya di antara anak laki-laki sendiri mendapat pembagian yang
51
H.R. Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Konteporer, PT Alumni, Bandung, 2002, Hlm 195.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
sama, hal ini berbeda dengan sebelumnya di mana anak laki-laki yang tertua mendapat bagian yang lebih besar. 52 Namun dalam perkembangannya dan fakta sosial sekarang ini kekuatan hukum adat dalam pembagian harta warisan atas tanah telah mengalami perubahan dimana wanita diperhitungkan mendapat bagian harta dalam keluarganya, hal ini disebabkan karena kemajuan ekonomi, teknologi, pendidikan, dan sosial budaya maka menyebabkan juga pergeseran hukum adat Nias dalam hal pembahagian warisan atas tanah pada kalangan masyarakat Nias. Pembahagian warisan atas tanah pada kalangan masyarakat Nias yang tidak membedakan antara kedudukan laki-laki dan perempuan, sangat didominasi oleh suatu masyarakat yang telah memiliki dan mengetahui perkembangan zaman atas kedudukan anak laki-laki dan perempuan maupun janda yang sesuai dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya, yang mempertahankan hak-hak kedudukan anak yang tidak membedakan antara anak lakilaki maupun perempuan. Namun demikian praktek penerapan sistem kekeluargaan patrilineal ini masih banyak dijumpai pada masyarakat Nias, khususnya yang bertempat tinggal atau berdomisili dipedalaman serta masyarakat yang masih memiliki paham klasik dan mencintai hukum adat tersebut yang sangat mengutamakan kedudukan laki-laki dari pada perempuan.
52
Mahadi, Laporan Hasil Penelitian Fakultas Hukum USU Tentang Garis-Garis Besar Hukum Kekeluargaan Dan Warisan Dikalangan Suku Batak dan Nias, Lembaga Penelitian USU, Medan, 1972, Hlm 47.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa di setiap daerah di seluruh Indonesia menganut hukum adat yang berbeda-beda, karena sistem kekerabatan yang tidak selalu sama dan bahkan di dalam kelompok masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan yang samapun akan dijumpai perbedaan-perbedaan yang sangat menonjol, salah satu perbedaan yang dapat ditemukan adalah dalam sistem pembagian warisan. Pelaksanaan pembagian warisan dalam masyarakat adat Nias dapat dilakukan ketika pewaris masih hidup. Jika pewaris masih hidup, maka pewaris akan memanggil anak sulungnya dan memberitahukan bahwa ia (pewaris) hendak melakukan pembagian warisan. Oleh karena itu, maka anak sulung tersebut akan membicarakan hal itu kepada seluruh ahli waris dan kemudian melakukan musyawarah keluarga yang dinamakan dengan huhuo yomo atau huhuo bambato. Selanjutnya mengambil suatu kesepakatan untuk mengadakan suatu acara yang disebut dengan fangandro howuhowu zatua (meminta do’a atau berkat dari orangtua). Dalam acara ini, pihak anak perempuan harus dengan sepintar-pintarnya mengambil hati orangtua karena acara tersebut merupakan kesempatan bagi mereka untuk memperoleh bagian lebih besar atas harta orang tua yang sifatnya sebagai pemberian orangtua atau masi-masi zatua. Hal ini disebabkan dalam masyarakat adat Nias tidak ada aturan besarnya bagian pemberian orangtua kepada anak perempuannya (masi-masi zatua). Jadi, besarnya
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
bagian masi-masi zatua bisa saja melebihi bagian mutlak (legitieme portie 53 ) dalam KUHPerdata atau bagian yang telah ditentukan dalam Hukum Islam. Namun dalam hal pewaris telah meninggal dunia, maka sebelum pelaksanaan pembagian warisan tersebut, para ahli waris mengadakan sebuah acara yang disebut dengan mombagi harato zatua (membagi harta orangtua) dan selama persiapan acara tersebut, para ahli waris secara bersama-sama mempertimbangkan mengenai bagian masing-masing ahli waris. Oleh karena itu menurut hukum adat Nias yang sangat berperan untuk menguasai harta kekayaan terletak pada pihak laki-laki sementara pihak perempuan tidak berhak untuk menguasainya. Namun demikian, perempuan mempunyai hak untuk menerima pemberian dari orang tua yang dinamakan dengan masi-masi zatua ( tanda kasih sayang orangtua). Menurut H. S. Zebua bahwa menurut hukum adat Nias, yang berhak menjadi ahli waris adalah anak laki-laki (ono matua) saja, sedangkan istri dan anak perempuan tidak mempunyai hak atau menjadi ahli waris. Apabila tidak ada anak laki-laki dari si pewaris, maka yang berhak menjadi ahli waris adalah saudaranya laki-laki. 54 Dalam hal pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat Nias yang dilakukan secara musyawarah oleh para ahli waris atas harta peninggalan dari si pewaris kadang–kadang mengalami hambatan ataupun kendala-kendala, adapun
53
Legitimie portie, yaitu: suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Lihat, R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1977, hal.79 54 H. S. Zebua, “Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Nias”, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumen Daerah, Gunungsitoli, 1985), hal.70.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
kendala-kendala yang di hadapi itu seperti tidak tercapainya kata mufakat antara sesama ahli waris. Akibat tidak tercapainya kata mufakat sesama ahli waris dalam pembagian warisan maka akan menimbulkan sengketa di antara mereka.
F. Penyelesaian Sengketa Waris Menurut Hukum Adat Masyarakat Nias Proses pengambil keputusan dalam menyelesaikan sengketa waris menurut hukum adat Nias dilakukan dengan musyawarah yang disebut dengan mondrako dan diselenggarakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu: 1. Musyawarah yang disebut dengan orahua zifamakhelo, yaitu musyawarah yang hanya di hadiri sanak saudara atau kerabat terdekat, yaitu orangtua, saudara kandung, paman dan kemenakan dari pihak bapak. Musyawarah ini dapat disebut dengan
musyawarah
keluarga.
Apabila
dalam
musyawarah
ini
dapat
menyelesaikan sengketa, maka keputusan yang dihasilkan disebut dengan angetula zatua. Apabila tidak dicapai kata sepakat maka dilakukan musyawarah lingkungan yang disebut dengan orahua zato. 2.
Dalam orahua zato ini, selain dihadiri oleh sanak saudara atau kerabat terdekat juga dihadiri oleh tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tetangga yang berada dalam lingkungan kampung atau yang sekampung dengan para pihak. Apabila dalam musyawarah ini dapat menyelesaikan sengketa yang dimaksud, maka putusannya disebut dengan Angetula Zato. Apabila tidak dicapai kata sepakat maka dilakukan musyawarah desa yang disebut dengan orahua mbanua.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
3.
Dalam orahua mbanua ini, selain dihadiri oleh sanak saudara atau kerabat terdekat dan para tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tetangga yang berada dalam lingkungan kampung juga dihadiri oleh kepala desa dan beberapa tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat dari beberapa kampung di desa para pihak yang bersangkutan. Apabila dalam musyawarah ini dicapai kata sepakat, maka putusannya dinamakan dengan Angetula Mbanua. Apabila tidak dicapai kata sepakat, maka pihak yang tidak menyetujui keputusan musyawarah Desa tersebut dianjurkan menyelesaikannya melalui Lembaga Peradilan.
G. Prosedur Pendaftaran Tanah 1. Prosedur pendaftaran tanah secara umum Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia. Ketentuan tersebut di atas merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk mengatur
dan menyelenggarakan pendaftaran tanah, hal ini merupakan adanya
jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak, tentang kepastian hukum ini diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor
24 Tahun 1997
dan peraturan
pelaksanaannya. Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang hendak mendapatkan sertipikat hak atas tanah kepada mereka diwajibkan untuk mendaftarkan tanahnya melalui beberapa tahapan dan persyaratan yang telah ditentukan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Kegiatan pendaftaran
yang diatur dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, meliputi dua kegiatan yaitu: a. Pendaftaran tanah untuk pertama kali, yaitu pendaftaran yang dilekatkan terhadap objek pendaftaran tanah (tanah negara dan bukti hak lama) yang belum di daftarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2) meliputi: 1). Pengumpulan dan pengolahan data fisik. 2). Pembuktian hak dan pembukuannya 3). Penerbitan sertifikat 4). Penyajian data fisik dan data yuridis 5). Penyimpanan daftar umum dan dukomen. b. Pemeliharaan data pendaftaran tanah yang merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis. Dengan kata lain, pendaftaran baru karena adanya perubahan yang terjadi di kemudian hari, baik mengenai tanahnya (pemisahan atau penggabungan serta hapusnya dan pembebanannya), hak maupun subjek haknya karena tujuan pendaftaran tanah untuk menuju kepastian hukum atas tanah. Sebagaimana di ketahui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bahwa ada dua sistem untuk melakukan pendaftaran tanah yaitu sistem pendaftaran tanah secara sistematis dan pendaftaran tanah secara sporadik. Dimana dari kedua sistem pendaftaran tanah tersebut memiliki tahapan-tahapan pendaftaran tanah yang berbeda-beda untuk mendapatkan sertipikat hak milik atas tanah.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Adapun tahapan-tahapan pedaftaran tanah pertama kali untuk mendapatkan sertipikat sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
terhadap sistem pendaftaran tanah
sporadik adalah sebagai berikut: 1. Permohonan pendaftaran tanah secara sporadik,di mana pendaftaran ini di lakukan atas permohonan perorangan atau secara massal yang meliputi (i.) permohonan untuk melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan tertentu yakni untuk persiapan permohonan hak baru, untuk pemecahan, pembagian/pemisahan/penggabungan bidang tanahnya, untuk penataan batas dalam rangka konsolidasi tanah serta inventarisasi pemilikan dan penguasaan tanah dalam rangka pengadaan tanah, (ii). Mendaftarkan hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana di maksud dalam ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, (iii). Mendaftarkan hak lama sebagaimana di maksud dalam ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 2. Pengukuran , dimana dalam proses pengukuran ini meliputi (i). pembuatan peta dasar pendaftaran, (ii). Penetapan batas bidang-bidang tanah,(iii). Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, (iv). Pembuatan daftar tanah, (v). Pembuatan surat ukur. 3. Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis Bidang Tanah. 4. Pengumpulan Data Fisik, Data Yuridis, dan Data Pengesahannya. 5. Penegasan Konversi dan Pengakuan Hak. 6. Pembukuan Hak. 7. Penerbitan Sertifikat. Sedangkan tahapan-tahapan untuk melakukan pendaftaran tanah terhadap sistem pendaftaran tanah secara sistematis adalah sebagai berikut: 1.Penetapan lokasi oleh Menteri atas usul kepala kantor wilayah. 2.Persiapan Kepala Kantor Pertanahan menyiapkan peta dasar pendaftaran berupa peta dasar yang berbentuk peta garis atau peta foto. 3.Pembentukan Panitia Ajudikasi dan Satuan Tugas (Satgas). 4.Penyelesaian permohonan yang ada pada saat mulainya pendaftaran tanah secara sistematik. 5.Penyuluhan wilayah. 6.Pengumpulan Data Fisik. 7.Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis. 8.Pengumuman Data Fisik dan Data yuridis dan Pengesahannya. 9.Penegasan Konversi, Pengakuan Hak, dan Pemberian Hak. 10.Pembukuan Hak.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
11.Penerbitan Sertipikat. 12.Penyerahan Hasil Kegiatan. 55 Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2) yaitu: a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak. b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya. Seseorang yang hendak mendaftarkan tanahnya untuk mendapatkan sertipikat hak atas tanah harus melalui tahapan-tahapan tertentu dan harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan, semua persyaratan-persyaratan tersebut sangat diperlukan untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian tentang: a. Orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah (kepastian mengenai subjek haknya) b. Letak, batas-batas, luas, dibebani hak tanggungan atau tidak, serta kepastian tanah tersebut sedang sengketa atau tidak dan sebagainya (kepastian mengenai objek haknya). Permohonan hak yang diterima oleh Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A atau B), kemudian apabila telah memenuhi persyaratan maka sesuai kewenangannya dan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah. Permohonan pendaftaran haknya untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah setelah membayar uang pemasukan ke Kas Negara dan atau Biaya Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) jika dinyatakan dalam surat keputusan tersebut.
55
Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, visimedia, Jakarta, Tahun 2007, Hlm 25 dan 39.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran Surat Keputusan (SK) pemberian hak untuk memperoleh sertipikat tanda bukti hak adalah: a. Surat permohonan pendaftaran b. Surat Keputusan (SK) Pemberian Hak c. Bukti pelunasan uang pemasukan atau BPHTB apabila dipersyaratkan d. Identitas pemohon. Syarat-syarat diatas diperlukan untuk tanah-tanah yang belum terdaftar, sekaligus diperlengkapi dengan pendaftarannya, dan sebagai bukti diberikan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) sebagai kelengkapan dari persyaratanpersyaratan. Kegiatan selanjutnya dilakukan oleh aparat Seksi Pendaftaran Tanah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Seksi Pendaftaran Tanah meliputi pengukuran, pemetaan, dan pendaftaran haknya. Dan selanjutnya dilakukan pengumuman sesuai dengan bunyi Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu: Pengumuman ditempatkan di Kantor Kepala Desa dan Kantor Kecamatan selama 1 (satu) bulan dalam pendaftaran tanah secara sistemtik atau 2 (dua) bulan dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberikan kepastian kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan.
Hasil dari pengumuman tersebut dituangkan dalam suatu berita acara, dimana berita acara tersebut menjadi dasar untuk: a. Pembukuan hak atas tanah, berdasarkan alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, misalnya grant sultan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
b. Pengakuan hak atas tanah, yaitu dalam hal penguasaan fisik bidang tanah selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut. c. Pemberian hak atas tanah, yaitu tanah tersebut adalah tanah negara, misalnya dengan SK Camat. Tanah-tanah yang akan diukur dan dipetakan harus diberi tanda batas, sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria No 8 Tahun 1961. Pemberian batasbatas tanah itu dilakukan atas dasar persesuaian pendapat antara para pemilik tanah yang berbatas. Oleh sebab itu selain pemilik tanah, perlu hadir dan menyaksikan pula pemilik tanah yang berbatas. Dengan demikian dapat dihindari adanya salah letak terhadap tanda batas tersebut, dan tanda batas tersebut harus dijaga dan dipelihara dengan baik. Hasil pengukuran ini kemudian dipetakan dan dibuat surat ukurnya untuk desa lengkap atau gambar situasinya (untuk desa yang belum lengkap). Surat ukur atau gambar situasi tersebut diberi tanggal dan nomor urut
menurut tahun
pembuatannya. Bidang tanah yang telah diberi tanda batas, diukur, dipetakan dan ditetapkan subjek haknya, kemudian haknya dibukukan dalam daftar buku tanah dari desa yang bersangkutan, daftar buku tanah terdiri atas kumpulan buku tanah yang dijilid atau yang disebut juga sebagai sertipikat. Satu sertipikat tanah hanya dipergunakan untuk mendaftarkan satu hak atas tanah. Tiap-tiap hak atas tanah yang sudah dibukukan diberi nomor urut menurut macam haknya.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Jadi dapat dikatakan dokumen-dokumen hukum yang berkaitan dengan tanah adalah sebagai berikut: 1. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebgaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (20) hutuf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah di bukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. 2. Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran yang sudah ada haknya. 3. Peta dasar pendaftaran adalah peta yang memuat titik-titik bidang dasar teknikdan unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan, dan batas fisik bidang-bidang tanah. 4. Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah. 5. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran. 6. Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. 7. Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu. 56
2. Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Kedudukan dan peranan pendaftaran tanah atau
peralihan hak atas tanah
dalam sistem UUPA sangat strategis, artinya UUPA telah meletakkan dasar–dasar hukum tentang bagaimana mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum terhadap kepemilikan hak atas tanah yang di dapatkan dari harta warisan, dan apalagi dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah semakin memberikan perubahan pada sistem hukum dan prosedur kemudahan–
56
Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertipikat Tanah, Visimedia, Jakarta, 2007,
hlm 21.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
kemudahan kepada pemegang hak untuk melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pewarisan, namun isi dan kandungan UUPA maupun Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut apabila tidak dapat di implementasikan dengan baik khususnya pendaftaran peralihan hak atas tanah maka keseluruhan peraturan perundang-undangan yang di maksud menjadi sia-sia belaka. Di dalam Bab VI paragraf tiga pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang peralihan hak karena pewarisan tersebut menegaskan sebagai berikut : 1. Untuk peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah terdaftar , wajib di serahkan oleh yang menerima hak atas tanah sebagai warisan kepada kantor pertanahan, sertipikat yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya di catat sebagai pemegang haknya dengan surat tanda bukti sebagai ahli waris. Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang hak yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam hukum perdata yang berlaku. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga di wajibkan dalam rangka memberikan pelindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah. Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris. 57 2. Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib di serahkan dokumen-dokumen surat keterangan kepala desa atau kelurahan yang menyatakan yang bersangkutan menguasai tanah, dan surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah tersebut belum bersertipikat dari kantor pertanahan, atau surat keterangan kepala desa atau lurah jika lokasi tanahnya jauh dari kedudukan kantor pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan. Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan di perlukan karena pendaftaran peralihan hak ini baru dapat di lakukan setelah pendaftaran untuk pertama kali atas nama pewaris. 58
57 58
Penjelasan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Penjelasan Pasal 42 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
3. Jika penerima waris terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut di lakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris seperti tersebut pada angka 1 di atas. 4. Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut di daftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran hak milik atas tanah di lakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan suatu tanda bukti sebagai ahli waris dan pembagian waris tersebut. Dalam hal akta pembagian waris yang di buat sesuai ketentuan yang berlaku dan hak waris jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain , misalnya akta PPAT. 59 5. Warisan berupa hak atas tanah yang menurut akta pembagian waris harus di bagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan / atau akta pembagian waris tersebut. 60 Pengaturan tersebut diatas adalah hasil perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mengatur tentang pengaturan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena warisan, yang menyatakan sebagai berikut: 1.
Untuk pendaftaran peralihan hak karena warisan mengenai tanah yang belum di bukukan, maka kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah harus di serahkan: a. Surat atau surat-surat bukti hak yang di sertai Keterangan Kepala Desa yang membenarkan surat atau bukti hak itu. Keterangn Kepala Desa tersebut harus di kuatkan Asisten Wedana. b. Surat wasiat dan jika tidak ada surat wasiat, surat keterangan warisan dari instansi yang berwenang. 2. Setelah menerima surat-surat yang di maksud dalam ayat 1 pasal ini, maka Kepala Kantor Pendaftaran Tanah membukukan peralihan hak itu dalam daftar buku tanah yang bersangkutan. 3. Kepada ahli waris oleh Kepala Kantor Pendaftran Tanah di berikan sertipikat sementara, setelah kepadanya di sampaikan surat
59
Penjelasan Pasal 42 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm, 103-104 60
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
keterangan tentang pelunasan pajak tanah sampai pada saat meninggalnya pewaris. 61 UUPA dengan tegas mengatakan bahwa pendaftaran tanah di lakukan untuk menjamin kepastian hukum. Hal ini dapat di artikan bahwa tanpa di laksanakan pendaftaran tanah, maka kepastian hukum mengenai masalah kepastian hak-hak atas tanah tidak akan dijamin. Menurut Sudikno Mertokusumo dan A.Pitlo, “Kepastian hukum itu merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang untuk dapat memperoleh sesuatu yang di harapkan dalam keadaan tertentu, sehingga dengan adanya kepastian hukum itu ketertiban dalam masyarakat dapat di ciptakan.” 62 Agar tujuan hukum itu dapat tercapai, maka dalam satu pihak hukum itu, harus mampu menciptakan warga masyarakat yang patuh kepada hukum dan pihak lain harus dapat menciptakan aparat pemerintah yang jujur, efektif dan efisien dalam melaksanakan tugasnya . Untuk menciptakan warga masyarakat yang patuh kepada hukum agar tujuan dan ideal hukum dapat tercapai, perlu di perhatikan efektifitas perundang-undangan. Efektifitas perundang-undangan berarti di harapkan pada pernyataan parameter apakah yang dipergunakan untuk mengetahui efektifitas perundang-undangan tersebut. Parameter yang di maksud adalah syarat-syarat yang harus di penuhi oleh suatu perundang-undangan agar berlaku secara efektif. “Efektif perundang-undangan antara lain di tentukan oleh : 61
Lihat Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1993, hlm.1-2. 62
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
a. Materi perundang-undangan itu sendiri b. Kelembagaan dan aparat pelaksanaan c. Sarana dan fasilitas d. Masyarakat e. Budaya masyarakat” 63 Lebih jauh soerjono Soekamto menyatakan bahwa: Masalah efektifitas hukum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan usaha-usaha yang di lakukan agar hukum yang di terapkan benar-benar hidup dalam masyarakat. Artinya hukum tadi benar-benar berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Berfungsinya hukum sedemikian itu sangat tergantung pada usaha-usaha menanamkan hukum tersebut, reaksi masyarakat dan jangka waktu menanamkan ketentuan hukum tersebut. 64 Tujuan utama pendaftaran tanah adalah meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Untuk mencapai usaha menuju kepastian hukum ini, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997, sebagai pengganti dari Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. Adanya pranata hukum tentang pendaftaran tanah ini merupakan penjabaran dari ketentuan UUPA yaitu ketentuan yang tercantum dalam Pasal 19, 23, 32, dan 38. Mengenai tujuan pendaftaran tanah, dalam konteks yang lebih luas Zaidar mengatakan bahwa: Pendaftaran tanah bertujuan selain penggunaannya, pemanfaatannya maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu sebaiknya di pergunakan. Apa yang terkandung di dalamnya dan demikan pula informasi mengenal bangunannya
63
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum Dan Kepatutan Hukum, Rayawali Press, Jakarta, 1988, hlm. 159. 64 Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alummi Bandung, 1976, hlm 43.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
sendiri, harga bangunan, dan tanahnya dan pajak yang di tetapkan untuk tanah dan bangunan. 65
Sehubungan dengan tujuan pendaftaran tanah adalah untuk kepastian hukum, maka pemegang hak milik atas tanah karena pewarisan juga
wajib untuk
mendaftarkannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Peraturan Pemerintah No mor 24 Tahun 1997. Pendaftaran peralihan hak milik karena pewarisan didaftarkan ke kantor pertanahan Kabupaten atau Kota setempat dengan melampirkan surat keterangan kematian pemilik tanah yang dibuat oleh pejabat yang berwenang disertai dengan surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, bukti identitas para ahli waris, sertifikat tanah yang bersangkutan. 66 Untuk lebih jelasnya syarat-syarat yang harus dilampirkan oleh pemohon untuk mendapatkan sertifikat peralihan hak karena pembagian warisan: 1. Melampirkan surat keterangan hak waris yang dibuat oleh kepala desa yang disahkan oleh camat setempat atau yang dibuat oleh Notaris 2. Surat keterangan yang dibuat oleh para ahli waris tentang perjanjian bagi waris yang disahkan oleh pejabat yang berwenang 3. Surat keterangan pajak tanah yang bersangkutan 4. Pernyataan dari si penerima warisan tentang jumlah tanah yang sudah dimiliki 5. Izin peralihan hak-hak atas tanah. 67
Namun timbul pertanyaan apakah tanah warisan yang tidak didaftarkan tersebut tidak akan memperoleh kepastian hukum atau tidak dapat dikatakan bahwa 65
Zaidar, Dasar-Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa, Medan, 2006,
66
Urip Santoso, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2005,
hlm 31. hlm 91 67
Harun Al Rashid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia Indonesia, 1949, Jakarta, hlm 69-
70
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
dengan tidak didaftarkan peralihan haknya bukan berarti peraturan tersebut tidak berlaku efektif di masyarakat. Maksud pendaftaran hak milik atas tanah adalah untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama pemegang hak dari pemilik tanah kepada ahli warisnya. Namun melihat pada Pasal 42 Peraturan Pendaftaran Nomor 24 Tahun 1997 merupakan peraturan hukum yang bersifat mengatur dan tidak memaksa. Artinya hukum yang mengatur hanya hendak mengatur dan tidak mengikat, C. S. T. Kansil mengatakan bahwa : “Hukum yang mengatur (hukum pelengkap), yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian”. 68 Berdasarkan definisi tersebut, bahwa dengan tidak didaftarkan peralihan hak milik atas tanah tersebut kepastian atas tanah warisan masih tetap sama. Oleh karena kekuatannya berdasarkan pada perbuatan hukum sebelumnya. Pertanyaan selanjutnya apakah dapat dijadikan alat bukti? Hal ini dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena sesuai ketentuan dalam Pasal 23 dan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997, yang memberi suatu penegasan tentang suatu alat bukti. Pendaftaran tanah atau peralihan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh ahli waris adalah untuk memenuhi asas dalam pendaftaran tanah. Tujuan asas publikasi tersebut adalah untuk memperoleh pengakuan dari pihak yang bersangkutan dan kesaksian dari masyarakat. Pada hakekatnya pengakuan dan kesaksian dari warga 68
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Pangantar Tata Hukum Indonesia, (Balai Pustaka : Jakarta, 1976), hlm. 74-75.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
masyarakat merupakan alat bukti kebenaran mengenai fakta dimuat dalam pengumuman tersebut. Selain itu Bachtiar Efendi mengatakan: Terlepas dari masalah apakah tanah tersebut ada sertipikat tanahnya atau belum alangkah baiknya kepala Desa ditambah dua orang anggota pemerintah Desa yang bersangkutan diikutsertakan selaku saksi dalam setiap pembuatan akta tanah, demi kepastian riwayat tanah itu sendiri dan menjamin tercapainya tujuan adanya kepastian hukum dalam pendaftaran tanah atau pendaftaran hak sebagimana dari tujuan UUPA. 69 Kalaulah kantor pertanahan menghendaki pemegang hak milik atas tanah karena pewarisan mentaati ketentuan Pasal 42 tersebut, maka Pasal tersebut haruslah mengandung sifat memaksa. Dengan lain pengertian bahwa kepada ahli waris yang belum mendaftarkan peralihan haknya lewat dari yang telah ditentukan dikenai sanksi. Pengertian sanksi secara psikologis diartikan sanksi tersebut sebagai suatu rangsangan
untuk berbuat atau tidak berbuat.” Rangsangan untuk berbuat disini
sebagai rangsangan positif, yang merupakan suatu insentif. Suatu rangsangan untuk tidak berbuat, serta sebagai rangsangan negatif, yang bertujuan agar seseorang tidak melakukan yang sama.” 70 Menurut Sudarsono, mengartikan dengan hukum memaksa ialah: Hukum yang dalam keadaan apapun dilaksanakan, oleh para pencari keadilan hukum dan para fungsionaris. Ia tidak diperkenankan penyimpang. Apabila terjadi penyimpangan berarti akan timbul akibat secara yuridis, perbuatan tersebut menjadi batal atau tidak sah atau batal menurut hukum. 71
69
Bachtiar Effendie, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, (Alumni Bandung, 1993),
70
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm. 205. Ibid. hlm.20.
Hlm 76 71
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Terhadap pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan adalah atas kehendak dari ahli waris, walaupun dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mewajibkan bagi ahli waris yang memperoleh tanah warisan untuk mendaftarkan peralihan haknya. Syarat-syarat yang diperlukan dalam permohonan peralihan hak karena pewarisan di Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah: a. b. c. d. e.
Surat permohonan dari pemohon/kuasanya Foto copy KTP identitas pemohon (asli diperlihatkan) Asli sertipikat hak atas tanah Asli surat keterangan kematian dari kepala desa/lurah Asli surat keterangan ahli waris. 72
Sedangkan syarat-syarat permohonan pendaftaran tanah yang di dapatkan karena pewarisan terhadap tanah-tanah yang tidak terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Surat pernyataan warisan. Surat Keterangan Waris. Akta Pembagian Warisan. Pajak Bumi dan Bangunan terakhir. Kartu Keluarga. Kartu Tanda Penduduk Saksi. Permohonan Penguasaan Fisik. Surat Keterangan Kematian. 73
Sedangkan biaya pendaftaran tanah yang berasal dari pembagian warisan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan: 72
wawancara dengan Azwar Tanjung , Kepala Seksi Kantor Pertanahan Kabupaten Nias, Di Gunungsitoli, Tanggal 14 Maret 2008 73 Wawancara dengan Azwar Tanjung, Kepala Seksi Kantor Pertanahan Kabupaten Nias. Di Gunungsitoli, Tanggal 14 Maret 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
“Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pendaftaran”. Masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak karena pewarisan tersebut biasanya adalah: “Masyarakat yang memahami dan mengerti akan kegunaan fungsi dan kegunaan sertipikat, di mana dengan adanya
sertipikat tersebut telah
memberikan jaminan hukum kepada mereka dan dapat di jadikan sebagai jaminan sebagai Hak Tanggungan.” 74 “Sebelum permohonan hak atas tanah masuk ke instansi Kantor Pertanahan , ada proses persiapan yang meliputi syarat administrasi berupa keterangan hak-hak atas tanah tersebut antara lain surat keterangan pemisahan dan pembagian harta warisan yang di buat di hadapan Notaris atau pejabat yang berwenang lainnya.
Hal
ini di maksudkan sebagai tindak lanjut yang wajib dilakukan agar si pemohon memiliki bukti yang kuat tentang hak atas tanah yang diperolehnya itu” 75 . Rangkaian proses itu akan mempengaruhi di terima atau tidaknya permohonan pendaftaran. Adapun tata cara permohonan dan pemberian hak atas tanah secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.
74
Wawancara dengan Azwar Tanjung, Kepala Seksi Kantor Pertanahan Kabupaten Nias, Di Gunungsitoli, Tanggal 14 Maret 2008 75 Wawancara Yanueli Nazara, Camat Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Gunungsitoli, Pada tanggal 16 Maret 2008.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Tetapi dalam praktek diperlukan acara lebih khusus untuk pemohon tertentu atau berkenaan dengan tanah yang dimohonkan status hak atas tanah tersebut khususnya tanah yang di peroleh melalui pewarisan yang hanya menunjukkan surat tanda bukti waris oleh si waris sesuai dengan pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pada dasarnya setiap warga negara Indonesia berhak memohon hak atas tanah, bahkan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia juga berhak mengajukan permohonan. Akan tetapi itu dibatasi oleh peraturan-peraturan khususnya yang mengatur hubungan tanah dengan orang. Secara umum orang yang berhak memohon hak atas tanah itu adalah orang yang mempunyai hubungan hukum atau kepentingan atas tanah tersebut. Hubungan kepentingan itu bisa saja dikarenakan peristiwa hukum maupun dari perbuatan hukum. Adapun permohonan hak atas tanah yang disebabkan oleh peristiwa hukum seperti tanah yang diperoleh karena pewarisan. Memperoleh Hak Milik karena pewarisan atas sebidang tanah sebagai hasil pembagian warisan, tidak memerlukan prosedur yang demikian panjang, hal ini dikarenakan berdasarkan penjelasan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa “ Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru . Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur cukup di
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
tunjukkan dengan surat tanda bukti ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris. Adapun prosedur yang harus ditempuh adalah sebagai berikut: Tahap Pertama : Permohonan atas tanah harus dilakukan secara tertulis dengan cara si pemohon mengisi formulir yang telah disediakan oleh Kantor Pertanahan setempat: 1. Jika pemohon itu perorangan maka permohonan tersebut harus memuat antara lain keterangan tentang identitas pemohon seperti: Nama, Umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta jumlah istri dan anak yang masih menjadi tanggungannya. 2. Keterangan mengenai tanahnya harus memuat tentang letak, luas dan batasbatasnya (kalau ada sebutkan nomor dan tanggal surat ukurnya atau gambar situasinya). Keterangan mengenai status tanahnya harus disebutkan sertifikat atau Akta Pejabat Balik Nama atau Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, PBB atau Tanda Bukti Hak lainnya. Jenisnya tanah pertanian atau tanah bangunan. Penguasaannya sudah atau belum dikuasai pemohon, kalau sudah dikuatkan atas
dasar
apa
ia
memperoleh
dan
menguasainya.
Penggunaannya,
direncanakan oleh pemohon akan digunakan untuk apa. Tahap kedua: Pada tahap kedua ini dapat diketahui kegiatan–kegiatan pihak pemerintah dalam menangani permohonan kepada: Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya setempat.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
H. Manfaat Pendaftaran Tanah Sebagaimana telah di jelaskan sebelumnya bahwa pendaftaran tanah sangat memiliki nilai yuridis dan nilai ekonomis terhadap pemegang haknya dimana tanah dapat sebagai sumber
kehidupan yang luas bagi masyarakat. Dengan adanya
pendaftaran hak atas tanah, dari kajian nilai yuridisnya maka telah memberikan jaminan dan perlindungan hukum terhadap pemiliknya sehingga dengan adanya pendaftaran hak atas tanah maka di terbitkannya sertipikat hak atas tanah yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum serta dapat memberikan alat bukti terkuat bagi pemegang haknya. Disamping manfaat pendaftaran tanah dari kajian nilai yuridisnya
telah
memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegangnya, juga pendaftaran tanah memberikan nilai ekonomis bagi pemegang haknya setelah mendapatkan sertipikat tanahnya, maksudnya dengan di terbitkannya sertipikat hak atas tanah tersebut maka sertipikat tersebut dapat di jadikan sebagai jaminan hak tanggungan kepada pihak kreditur. Secara umum manfaat pendaftaran tanah sebagaimana yang disebutkan diatas telah memberikan manfaat yuridis dan ekonomis bagi pemegang haknya, pendaftaran tanah dapat juga membantu dan mengisi pembangunan nasional maksudnya dengan adanya pendaftaran tanah maka segala sesuatu beban pajak terhadap tanah tersebut ketika di lakukan pendaftaran tanah atau peralihan haknya wajib di lunasi pajaknya oleh pemiliknya seperti PBB, BPHTB.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dengan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan oleh Wajib Pajak dan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan oleh pihak pembeli pada pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah maka dengan sendirinya telah memberikan atau menambah Pendapatan Asli Daerah setempat. BAB III KENDALA-KENDALA PENDAFTARAN TANAH YANG DI PEROLEH MELALUI PEWARISAN
Dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah, sebagaimana yang ditetapkan dalam UUPA Pasal 19 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: 1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan Pemerintah. 2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai pembuktian yang kuat. Lebih lanjut tentang pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagai peraturan pelaksanaannya, maka dalam hal ini pelaksanaan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
pendaftaran tanah merupakan kewajiban bersama antara pemerintah dan para pemegang hak atas tanah. Dengan terselenggaranya pendaftaran tanah tersebut akan memberi kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang haknya, serta memberikan manfaat yang lebih bersifat ekonomis, juga memberikan kemudahan kepada pemegang hak atas tanah untuk melakukan transaksi baik dalam mengalihkan haknya maupun untuk memberikan jaminan hak tanggungan. Sebagai contoh: 1. Tuan Sozanolo Zebua, wiraswasta, Warga Negara Indonesia, Lahir di Ombelata Ulu Kecamatan Gunungsitoli, tanggal 2 Mei 1956 (seribu sembilan ratus lima puluh enam), bertempat tinggal di Jalan Yos Sudarso Dusun II, Desa Ombelata Ulu, Kecamatan Gunungsitoli, Pemegang Keterangan Kartu Tanda Penduduk Nomor:474.4/104/OU/2007. 2. Tuan Arozatulo Zebua, Wiraswasta, Warga Negara Indonesia, Lahir di Ombelata Ulu, Kecamatan Gunungsitoli, tanggal 27 Oktober 1963 (Sembilan belas enam tiga), bertempat tinggal di Jalan Yos Sudarso Dusun II, Desa Ombelata
Ulu,
Kecamatan
Gunungsitoli,Pemegang
Keterangan
Kartu
Penduduk Nomor:474.4/105/OU/2007. 3. Tuan Borozatulo Zebua, wiraswasta, Warga Negara Indonesia, Lahir di Ombelata Ulu, tanggal 23 Mei 1965 (Sembilan belas enam puluh lima), bertempat tinggal di Jalan Yos Sudarso Dusun II, Desa Ombelata Ulu,
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Pemegang Keterangan Kartu Tanda Penduduk Nomor:474.4/106/OU/2007. 4. Tuan Pendeta Sadarman Zebua, Rohaniawan, warga Negara Indonesia, lahir di Ombelata Ulu, tanggal 10 November 1976 (seribu Sembilan ratus tujuh puluh enam), bertempat tinggal di Jalan Yos Sudarso Dusun II, Desa Ombelata Ulu, Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Pemegang Keterangan Kartu Tanda Penduduk Nomor: 474.4/107/OU/2007. Sebagaimana yang terlihat dalam Akta Pembagian Hak Bersama Nomor. 89 Tahun 2008, yang di perbuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Darius Duhuzaro Gulo, Sarjana Hukum, pada tanggal 13 Mei 2008, atas beberapa bidang tanah Hak Milik nomor 35, 136, 137, 138/ Desa Ombelata Ulu, sebagaimana di uraikan dalam surat ukur/ gambar situasi tanggal 7 Mei 2008 , Nomor 03 / Ombelata Ulu/2008 seluas 385,405,672,528 m2, dengan nomor identitas bidang tanah (NIB) : 00088,00089,00090, terletak di : Propinsi
: Sumatera Utara
Kabupaten
: Nias
Kecamatn
: Gunungsitoli
Desa
: Ombelata Ulu
Jalan
: Yos Sudarso
Para pihak selanjutnya menerangkan bahwa mereka telah sepakat untuk mengakhiri pemilikan bersama atas hak bersama tersebut dan untuk itu dengan ini menyepakati pembagaian hak bersama itu sebagai berikut:
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
a. Pihak pertama memperoleh dan menjadi pemegang tunggal dari: Hak milik Nomor: 138/desa Ombelata Ulu, tanggal 7 Mei 2008 sebagaimana di uraikan di atas yaitu seluas kurang lebih 528 m2, dengan batas-batas sebagaimana terlihat dalam sertipikat Hak Milik Nomor: 138. b. Pihak kedua memperoleh dan menjadi pemegang tunggal Hak milik Nomor; 135/Desa Ombelata Ulu, tanggal 7 Mei 2008, sebagaimana di uraikan di atas yaitu seluas kurang lebih 385 m2, dengan batas-batas sebagaimana terlihat dalam sertipikat Hak Milik Nomor: 135. c. Pihak ketiga memperoleh dan menjadi pemegang tunggal dari Hak Milik Nomor: 136/Desa Ombelata Ulu, tanggal 7 Mei 2008, sebagaimana di uraikan di atas yaitu seluas kurang lebih 405 m2, dengan batas-batas sebagaimana terlihat dalam sertipikat Hak Milik Nomor: 136. d. Pihak keempat memperoleh dan menjadi pemegang tunggal Hak Milik Nomor: 137/Desa Ombelata Ulu, tanggal 7 Mei 2008, sebagaimana di uraikan di atas seluas 672 m2, dengan batas-batas sebagaimana terlihat dalam sertipikat Hak Milik Nomor: 137. “Bahwa tujuan dari pemisahan dan pembagian harta bersama ini di lakukan agar tidak terjadi konflik internal keluarga atau permasalahan di kemudian hari.” 76 “Selain dari itu pemisahan dan pembagian harta bersama juga bertujuan untuk mendapat kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah tersebut serta juga dapat memberikan nilai ekonomis untuk pengembangan usaha” 76
77
Wawancara dengan Sozanolo Zebua, Di Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Pada tanggal 25 Mei
2008.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dengan di lakukannya pemisahan dan pembagian atas harta bersama maka para pihak dapat dengan mudah untuk melaksanakan pendaftaran peralihan haknya atas tanah yang di peroleh melalui pewarisan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, bahwa adanya kewajiban dari para ahli waris untuk mendaftarkan peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pewarisan. “Waktu yang di berikan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak tersebut adalah 6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris.” 78 Walaupun undang-undang telah menetapkan waktu pendaftaran tanah yang berasal dari tanah warisan, namun Kantor
Pertanahan memberikan perpanjangan
waktu untuk pendaftaran tanah yang diperoleh melalui warisan dengan bermacammacam pertimbangan dan kemudahan-kemudahan lain untuk melakukan pendaftaran tanah yang berasal dari tanah warisan. Setiap warga negara Indonesia sangat membutuhkan perlindungan hukum, tak terkecuali kebutuhan akan terpenuhinya kepastian hukum dibidang kepemilikan hak atas tanah untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas penggunaan dan pemilikan hak atas tanah di Indonesia. Oleh karena itu UUPA telah menggariskan kepada pemerintah agar menyelenggarakan pendaftaran tanah di Indonesia. Dalam pendaftaran tanah ini telah menunjukkan bahwa alat bukti kepemilikan atas tanah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam memberikan jaminan kepastian dan
77
Wawancara dengan Arozatulo Zebua, Di Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Pada Tanggal 26
Mei 2008. 78
Florianus SP Sangsun, Op. Cit, hlm 74
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
perlindungan hukum bagi setiap pemegang haknya, hal ini sangat di tuntut peranan pemerintah dalam hal ini pihak Kantor Pertanahan beserta dukungan seluruh lapisan masyarakat bangsa Indonesia, sehingga apa yang menjadi tujuan dari UUPA tersebut khususnya dalam menjamin kepastian dan memberi perlindungan hukum kepada pemegang haknya dapat terwujud dengan baik. Dari kajian yuridisnya bahwa ketentuan-ketentuan ataupun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendaftaran tanah telah banyak di undangkan dan semakin lengkap walaupun masih banyak disana-sini kelemahankelemahan dari peraturan
dan perundang-undangan tersebut. Namun untuk
mengefektifkan implementasi peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah sangat perlu di dukung secara konsisten oleh para petugas pihak Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dan juga bukan hanya dukungan dari aparat pemerintah saja dalam hal ini Kantor Pertanahan
Kabupaten tetapi juga harus
mendapat dukungan dari berbagai kalangan masyarakat sehingga program pendaftaran tanah dan peralihan hak atas tanah terlaksana dengan baik serta masyarakat pun dalam hal ini akan memperoleh perlindungan dan kepastian hukum atas kepemilikan hak atas tanah. Dalam proses melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di dapatkan melalui pewarisan, kadang kala masyarakat ataupun pihak pemerintah dalam hal ini Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota menghadapi suatu
persoalan yang menimbulkan kendala dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut. Untuk dapat mengatasi kendala-kendala tersebut lebih baik
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
mengetahui
faktor-faktor kendala yang di hadapi dalam pendaftaran tanah atau
peralihan hak atas tanah yang di peroleh dari pembagian warisan berdasarkan hasil penelitian di lapangan. Adapun kendala-kendala yang di hadapi tersebut antara lain adalah:
A. Kendala Internal Yakni kendala yang timbul dari kalangan masyarakat itu sendiri,antara lain: 1. Faktor Budaya Hukum dan Pendidikan Masyarakat Nias Salah satu kendala dalam melakukan proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pewarisan adalah akibat pengaruh kultur sosial budaya hukum masyarakat setempat. Pada umumnya masyarakat Nias sebagaimana juga dengan masyarakat daerah lain di seluruh Indonesia memiliki hukum adat yang berbeda. Dimana dalam masyarakat Nias hukum adat yang dimilikinya masih dijadikan sebagai norma dan pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, sehingga akibat pengaruh hukum adat tersebut segala sesuatu hal yang menyangkut tentang penyelesaian permasalahan dalam suatu keluarga atau pun Desa selalu di utamakan penyelesaiannya secara musyawarah mufakat sesuai dengan norma dan etika yang berlaku dalam suatu daerah
hukum adat tersebut. Terkait dengan
pengaruh hukum adat tersebut terhadap kalangan masyarakat Nias sehingga keinginan untuk melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh dari pembagian warisan pun tidak begitu di utamakan dimana
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
dengan adanya pemisahan dan pembagian melalui musyawarah mufakat bersama ahli waris yang di lakukan di bawah tangan ataupun di hadapan notaris mereka menganggap bahwa pemisahan dan pembagian itu sudah menjadi kekuatan hukum bagi mereka ahli waris. Disamping faktor budaya hukum masyarakat, faktor pendidikan juga sangat mempengaruhi proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh dari pembagian warisan. Dimana tingkat pendidikan penduduk masyarakat Nias umumnya sangat rendah sehingga pengetahuan mereka tentang tujuan dan manfaat pendaftaran tanah belum memadai. Ada beberapa sebab yang dapat menjelaskan rendahnya pendidikan penduduk tersebut antara lain: 1. Keterbatasan sarana pendidikan, dimana di desa-desa hanya tersedia Sekolah Dasar. 2. Rendahnya motivasi orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Karena sebagian masyarakat berpendapat bahwa dengan pendidikan SD sudah dirasa cukup sebagai bekal kehidupan anak-anak mereka. 3. Keterbatasan biaya sebagai akibat dari pekerjaan masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan yang penghasilannya tergantung pada keadaan alam yang tidak menentu. 79 Dengan keterbatasan tersebut, maka masyarakat Nias lebih berpegang teguh kepada nilai-nilai dan norma kehidupan yang ada.Tingginya nilai-nilai kehidupan hukum adat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat semakin mempengaruhi sendi–sendi kehidupan masyarakat Nias dari berbagai aspek termasuk dalam
79
Wawancara dengan Dang Rumandung Caniago, Lurah Kelurahan Ilir Kecamatan Gunungsitli, Kabupaten Nias, di Gunungsitoli, Tanggal 17 Maret 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
kesadaran hukum untuk melakukan pendaftran tanah atau peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui pembagian warisan. Dari hasil penelitian dalam hal pemisahan dan pembagian harta warisan atas tanah di kalangan masyarakat Nias, pada umumnya terlebih dahulu dilakukan secara musyawarah sesama ahli waris, dalam melakukan musyawarah ini biasanya yang bertindak sebagai fasilitator untuk memandu musyawarah keluarga ini adalah saudara yang paling tua. Apabila saudara yang paling tua tidak cakap bertindak secara hukum memandu acara tersebut maka melalui musyawarah keluarga akan menunjuk penggantinya salah satu saudara yang memiliki kemampuan memimpin acara yang dimaksud, sedangkan apabila ahli waris masih di bawah umur atau di bawah kekuasaan orang tua maka yang bertindak sebagai pemandu acara pemisahan dan pembagian tersebut di lakukan oleh saudara laki-laki orang tua atau kakek dari bapak. Kemudian saudara yang paling tertua inilah memimpin musyawarah sampai mendapat keputusan bersama. Setelah tercapainya kesepakatan diantara sesama ahli waris maka selanjutnya dilakukanlah pemisahan dan pembagian harta warisan sesuai dengan hasil musyawarah keluarga yang disepakati sebelumnya. Dalam hal pemisahan dan pembagian harta warisan ini anak yang paling tua atau sulung melakukan penunjukkan letak dan batas bagian masing-masing para ahli waris
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
baik secara lisan maupun dilakukan secara dibawah tangan (membuat pernyataan pemisahan dan pembagian warisan) ataupun dihadapan notaris
80
.
Dalam pemisahan dan pembagian warisan ini biasanya di lakukan tanpa pemisahan dan pembagian warisan secara tertulis tetapi kadang-kadang ada juga pihak keluarga menginginkan pemisahan dan pembagian harta warisan atas tanah tersebut dilakukan secara tertulis baik yang di lakukan di bawah tangan maupun akta yang di buat di hadapan pejabat Notaris. Dan apabila diantara para ahli waris ada yang menginginkan bukti pemisahan dan pembagian harta warisan yang telah di terima sesuai
kesepakatan bagian masing-masing , maka biasanya cukup
dengan membuat pernyataan pemisahan dan pembagian warisan oleh seluruh para ahli waris dengan menyebut bagian masing-masing di dalam isi surat pernyataan tersebut dan di setujui oleh semua para ahli waris. Sehingga proses pemisahan dan pembagian tersebut secara hukum adat sudah menjadi alat bukti yang terkuat di antara mereka semua ahli waris. 81 Dengan melihat proses pembagian dan pemisahan harta warisan atas tanah tersebut di atas maka dengan sendirinya dapat dikatakan bahwa masyarakat Nias lebih menjujung tinggi nilai–nilai hukum adat. Dengan pengaruh hukum adat tersebut sehingga masyarakat Nias lalai ataupun tidak memiliki kemauan untuk mendaftarkan tanahnya kepada pemerintah dalam hal ini Kantor
Pertanahan
Kabupaten Nias sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
80
Wawancara dengan Notaris Khaimar Harefa, Di Gunungsitoli, Tanggal 15 Maret 2008 81 Wawancara dengan Mudrik Almadany, Mantan Camat Kecamatan Sirombu, Kabupaten Nias, Di Medan, Tanggal 01 April 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Karena menurut mereka tanpa pendaftaranpun hak mereka masih dapat terlindungi. 82
2. Faktor Ekonomi Masyarakat Nias Secara umum masyarakat Nias memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, berkebun, nelayan, pedagang, dan bidang pemerintahan. Dengan melihat mata pencaharian masyarakat Nias tersebut maka terjadi kesenjangan, dimana terdapat masyarakat yang sangat minim penghasilannya akan tetapi disisi lain terdapat masyarakat yang memiliki penghasilan yang cukup tinggi. Akibat pengaruh terbatasnya pendapatan masyarakat Nias tersebut sehingga keinginan untuk melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah sangat rendah. Dengan melihat mata pencaharian masyarakat Nias yang disebut diatas maka keterbatasan ekonomi menjadi penghalang untuk melakukan
kegiatan
pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh dari pembagian warisan. Hal ini sangat berbeda pada saat penulis melakukan pengamatan di kecamatan Kota Gunungsitoli bahwa diketahui populasi masyarakat yang berdomisili di Kota Gunungsitoli memiliki mata pencaharian sebagai pedagang yang secara ekonomis lebih mengetahui apa fungsi dan kegunaan dari sebuah sertipikat 82
Wawancara dengan Ma’adi Zendrato, Tokoh Masyarakat Nias, Di Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Tanggal 17 Maret 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
tanah tersebut, untuk di jadikan sebagai jaminan kepada pihak bank yang ada di sekitar Kota Gunungsitoli itu. Karena umumnya para pedagang sangat memerlukan modal untuk pengembangan kegiatan usahanya. Pengaruh
dari pada faktor ekonomi masyarakat
yang masih rendah
menjadi salah satu penghalang untuk melakukan pendaftaran tanah apalagi pihak pemerintah dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten membebankan biaya yang cukup tinggi dalam rangka pendaftaran tanah, dimana bagi sulit
masyarakat yang
untuk menjangkaunya,
mempunyai penghasilan dibawah standar sehingga
dapat
membuat
masyarakat
kehilangan
semangat untuk melakukan pendaftaran
tanahnya padahal
pendaftaran
hak atas tanah tersebut bertujuan untuk
memberikan nilai
yuridis dan
nilai
ekonomis terhadap pemegang haknya.
Di dalam masyarakat sampai dengan saat ini masih terdapat isu bahwa: “ untuk pembuatan dan penerbitan sertipikat hak atas tanah dikatakan lama dan mahal.” 83 Ketidakpastian mengenai jangka waktu dan besarnya biaya yang di perlukan untuk penyelesaian permohonan, pembuatan dan penerbitan sertifikat ini menimbulkan kesan bahwa pembuatan penerbitan sertifikat dimaksud telah memakan waktu yang lama. 3. Faktor kurang memahami fungsi dan kegunaan sertipikat
83
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan, Prestasi pustaka, Jakarta, 2002, hlm 128
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat Nias untuk tidak melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui Nias
pembagian warisan adalah karena pada umumnya masyarakat masih banyak yang belum memahami betul fungsi dan
kegunaan
sertipikat terhadap pemegang hak setelah di lakukan pendaftaran tanah atau peralihan
hak
atas
faktor pemikiran atau
tanah, hal ini memang sangat di pengaruhi oleh minimnya tingkat pendidikan masyarakat Nias.
Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya arti sebuah
sertipikat juga hal ini
di sebabkan kurangnya
penyuluhan
dan penerangan tentang pendaftaran tanah yang di lakukan oleh
pemerintah
ataupun dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Nias untuk
memberikan
pemahaman apa
fungsi dan manfaat sertipikat kepada
pemegang haknya. Kegiatan
program pelaksanaan penyuluhan dan penerangan yang dilakukan
oleh Kantor Pertanahan menyangkut tentang pendaftaran tanah yang diadakan di sekitar Kota di Gunungsitoli tidak pernah dilakukan apalagi di luar Kota Gunungsitoli. 84 Bagi masyarakat Nias, surat pernyataan bersama pembagian warisan yang sudah disepakati memuat tentang siapa ahli waris, dan bagian masing – masing atas tanah tersebut sudah merupakan sebagai alat bukti yang terkuat bagi para ahli waris. Artinya mereka menganggap bahwa tanpa dilakukan
pendaftaran
84
Wawancara dengan Syamsir Zebua, Kepala Lingkungan Kelurahan Pasar Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Di Gunungsitoli, Tanggal 20 Maret 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
tanah atau peralihan hak atas tanah yang di dapatkan melalui pembagian warisan ini
tidak lagi mempengaruhi kekuatan hukum atas hak kepemilikan mereka
masing–masing untuk menguasai dan memanfaatkan serta memilikinya dan mereka menganggap bahwa atas pengakuan dan surat pernyataan bersama para ahli waris itu sudah menjadi jaminan hukum bagi mereka para ahli waris. Bahwa setelah di lakukan pemisahan pembagian warisan berdasarkan pengakuan dan surat pernyataan bersama oleh para ahli waris dan untuk seterusnya mereka lebih cenderung melakukan pengadministrasian pengurusan alas haknya melalui Surat Keterangan dari Kelurahan ataupun Surat Keterangan Camat (SK Camat) di mana mereka berada. Di alam pikiran mereka dengan adanya surat keterangan Lurah ataupun Surat Keterangan
Camat (SK Camat) sudah
memberikan jaminan hukum bagi mereka para ahli waris dan apalagi
dalam
proses mendapatkan surat keterangan lurah ataupun Surat Keterangan
Camat
tersebut lebih mudah di bandingkan dengan kepengurusan di Kantor Pertanahan yang penuh dengan syarat-syarat administrasi dan birokrasi yang berbelit-belit dan berkepanjangan, sehingga masyarakat semakin rendah minatnya melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pembagian warisan.
B. Kendala eksternal, Yaitu kendala yang timbul dari Kantor Pertanahan Kabupaten Nias,antara lain: 1. Jumlah tenaga pelaksana yang terbatas.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam proses pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kabupaten Nias khususnya yang berkaitan dengan pengukuran terdapat suatu kendala yaitu tenaga ahli ukur yang tersedia hanya berjumlah 2 (dua) orang sedangkan alat
yang tersedia
pengukuran pendaftaran
berjumlah 10 unit, sehingga proses
tanah tidak dapat terlaksana secara maksimal.
2. Fasilitas yang belum memadai. Fasilitas yang ada di Kantor Seksi Pendaftaran Tanah yang masih sangat terbatas, maka petugas dalam melakukan tugasnya banyak mengalami hambatan
terutama dalam hal pemetaan dan pengukuran. Dalam hal
pemetaan dan pengukuran memerlukan tenaga ahli, biaya operasional dan akomodasi serta kebutuhan lain yang di gunakan oleh petugas pemetaan
dan
pengukuran sehingga kegiatan pendaftaran tanah agak tidak maksimal sebagaimana di harapkan. 3. Kurangnya penerangan yang diberikan kepada masyarakat. Penerangan merupakan hal yang sangat penting untuk bisa lebih mendorong masyarakat khususnya pemilik
tanah untuk mendaftarkan tanahnya.
Dengan adanya penerangan dari Pemerintah, maka masyarakat akan menjadi tahu dan mengerti akan pentingnya kegunaan dan fungsi sertipikat hak atas tanah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Hak Tanah Dan Pendaftaran Tanah bahwa: “Kurangnya penerangan dari Pemerintah kepada masyarakat disebabkan kerena kurangnya dana dan tenaga yang tersedia di Kantor Pertanahan Kabupaten Nias, tetapi penerangan ada diberikan kepada masyarakat mengenai
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
pentingnya pendaftaran hak atas tanah hanya dilakukan secara terpadu bersama Instansi lain” 85 . Pihak pemerintah dalam hal ini Kantor
Pertanahan menghadapi kendala–
kendala dalam melakukan kegiatan tersebut, salah satu di antaranya adalah masalah anggaran dimana pihak Kantor Pertanahan
belum memiliki pos
anggaran atau dana yang cukup memadai dan dana yang tersedia untuk melakukan sosialisasi dan penyuluhan, disamping itu kendala–kendala yang lain seperti kemauan dan kesadaran hukum dari masyarakat itu sendiri masih rendah.
85
Wawancara Dengan Azwar Tanjung, Kepala Seksi Kantor Pertanahan Kabupaten Nias, Di Gunungsitoli Tanggal 14 Maret 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB IV PENYELESAIAN KENDALA-KENDALA PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA PEWARISAN
Dengan lahirnya sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendaftaran peralihan hak atas tanah maka dengan sendirinya peraturan perundang-undangan tersebut memberikan pengaruh terhadap kesadaran hukum kepada masyarakat Indonesia untuk mengaplikasikan atau menerapkannya dengan baik dalam sendi-sendi kepentingan masyarakat . Adanya peraturan perundang-undangan tersebut telah dapat menempatkan hukum sebagai pedoman bagi masyarakat untuk mengatur dan menyelesaikan segala permasalahan yang di temukan sehingga apa yang menjadi tujuan dan cita-cita hukum itu dapat tercapai dengan penuh tanggungjawab dan dapat menjadi norma ataupun kaidah dalam melangsungkan kehidupan demi kepentingan bersama. Dari pandangan tersebut diatas, maka peranan pemerintah dan dukungan masyarakat mendukung terlaksananya budaya pendaftaran peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pewarisan sangat di butuhkan demi mencapai tujuan pendaftaran tanah. Dukungan
yang lahir dari pemerintah sebagai pengambil
kebijakan dan kesadaran masyarakat Indonesia pada umumnya adalah menjadi sebuah kekuatan mewujudkan penerapan hukum sehingga kendala yang di temukan dalam proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah dapat diatasi dengan penuh kebijakan dan kesadaran hukum bersama.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Sebagaimana yang di sebutkan dalam pasal 19 ayat 1 UUPA, “ bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah republik Indonesia menurut ketentuanketentuan yang di atur dengan peraturan”. oleh karena itu pendaftaran tanah merupakan kewajiban bersama antara pemerintah dalam hal ini pihak Kantor Pertanahan Kabupaten dengan pihak masyarakat sebagai pemilik tanah. dimana Pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan
pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan kepada pemilik tanah berkewajiban untuk
mendaftarkan tanahnya atau hak atas tanahnya apabila
terjadi peralihan, penghapusan atau pembebanannya dengan hak-hak atas tanahnya. Dari lokasi penelitian Kecamatan Gunungsitoli Tahun 2006-2007 terdapat 473 sertifikat yang di keluarkan oleh Kantor pertanahan Kabupaten Nias, dari jumlah tersebut 15 sertipikat yang di dasarkan pada
pendaftaran peralihan hak atas tanah
yang di peroleh melalui pewarisan. Adapun yang memberi motivasi masyarakat Kota karena masyarakat di sekitar lokasi penelitian telah memahami fungsi dan kegunaan dari sertipikat tersebut untuk di gunakan sebagai jaminan Hak Tanggungan pada pihak Bank demi kepentingan usahanya dan sebagai alat bukti terkuat terhadap pemegang haknya .
Disamping itu masyarakat di sekitar lokasi penelitian pada umumnya
berpendidikan dan memiliki pengalaman serta adanya perubahan kedewasaan berpikir di sebabkan oleh
pengaruh lingkungannya
khususnya di dalam Kecamatan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Gunungsitoli Kabupaten Nias, namun proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah tersebut masih di jumpai kendala-kendala dalam melakukan pendaftaran tanah. Sebagaimana yang telah di uraikan di atas tentang beberapa kendala-kendala yang di hadapi dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut , maka untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dilakukanlah upaya-upaya penyelesainnya agar harapan pemerintah dan masyarakat dapat terwujud dengan baik. Adapun langkah-langkah untuk menyelesaikan kendala faktor internal dan eksternal dalam proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui adalah sebagai berikut:
A. Kendala internal Yakni faktor-faktor yang timbul dari kalangan masyarakat atau lingkungan daerah kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias mengenai kendala yang di hadapi dalam melakukan pendaftaran tanah yang di peroleh melalui pewarisan. Budaya hukum yang masih kuat di kalangan masyarakat Nias masih berpengaruh besar terhadap pemisahan dan pembagian harta warisan atas tanah yang diperoleh melalui pewarisan, selama ini pemisahan dan pembagian hak atas tanah di lakukan oleh para ahli waris secara musyawarah mufakat. Para keluarga ahli waris biasanya melakukan pemisahan dan pembagian di bawah tangan baik secara lisan ataupun tulisan. Kegiatan pemisahan dan pembagian dibawah tangan ini
mereka
menganggap sudah merupakan bukti yang kuat dan memiliki
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
kekuatan hukum terhadap mereka para ahli waris , sesungguhnya surat pembagian dan pemisahan harta warisan di bawah tangan itu hanya merupakan salah satu dasar atau alas hak untuk melakukan permohonan pendaftaran peralihan hak tas tanah yang di peroleh melalui pewarisan. Maka untuk mengatasi permasalahan kesalahfahaman ini sangat perlu peranan aktif dari pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias beserta masyarakat setempat untuk melakukan sosialisasi hukum yang menyangkut
peraturan perundang-
undangan tentang kegunaan dan pentingnya pendaftaran tanah tersebut sehingga dengan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan hukum tersebut dapat menciptakan kesadaran hukum bagi kalangan masyarakat yang belum memahami tujuan dan manfaat pendaftaran tanah. “Peranan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias sangat di harapkan oleh seluruh kalangan masyarakat Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias dan masyarakat Nias pada umumnya untuk melakukan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kegunaan dan fungsi sertipikat tersebut setelah melakukan pendaftaran tanah, dan juga bukan hanya kegiatan penyuluhan dan sosialisasi yang di harapkan masyarakat tetapi juga di harapkan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias memberikan kemudahan-kemudahan
dan keringanan biaya-biaya
serta
mengurangi urusan birokrasi yang berkepanjangan”. 86 “Tetapi kenyataannya peranan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias sampai saat ini belum ada pernah melakukan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi tentang 86
Wawancara Syafarudin Telaumbanua, Kepling Kelurahan Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Di Gunungsitoli, Tanggal 16 Maret 2008.
Saombo,
Kecamatan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
kegunaan dan fungsi sertifikat terhadap masyarakat di sekitar Kecamatan Kota Gunungsitoli ini” 87 Di samping peranan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias juga sangat di butuhkan perbaikan pendidikan masyarakat setempat karena dengan adanya peningkatan pendidikan maka semakin membuka cakrawala pemikiran masyarakat tersebut. Untuk melakukan perbaikan terhadap kwalitas pendidikan maka sangat di butuhkan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih memadai seperti mendirikan Universitas atau Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dengan mendatangkan para dosen atau tenaga pengajar yang memiliki kompetensi untuk memberikan kuliah terbuka yang menyangkut tentang Hukum Agraria dan Hukum Pertanahan, sehingga dengan adanya sarana pendidikan yang berkwalitas tersebut dapat menjadikan masyarakat termotivasi untuk menciptakan kreatifitas dan pola pikir
serta
kesadaran hukum masyarakat yang lebih baik. Mendapatkan sarana dan prasarana dalam peningkatan mutu Sumber Daya Manusia ini bukan hanya menunggu reaksi dan kebijakan dari pemerintah saja seperti mendirikan salah satu Universitas atau Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan menyediakan Dosen atau Tenaga Pengajar
namun juga sangat di harapkan
dukungan penuh dari kalangan masyarakat setempat untuk bersama-sama melakukan gerakan bersama tentang perubahan sistem pengelolaan dan manajemen pendidikan yang professional, berkompetensi, berdaya guna dan di terima semua kalangan. 87
Wawancara Syafarudin Telaumbanua, Kepling Kelurahan Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Di Gunungsitoli, Tanggal 16 Maret 2008.
Saombe,
Kecamatan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Di samping upaya penyelesaian kendala yang timbul dari masyarakat yang kurang memahami fungsi dan kegunaan sertifikat tanah dan rendahnya kwalitas dan kwantitas pendidikan masyarakat sebagaimana di sebutkan diatas , juga faktor di bidang ekonomi sangat perlu di bangun dengan terencana oleh pemerintah dengan mendatangkan para investor untuk menanamkan modalnya pada sektor usaha pemerintahan daerah setempat termasuk lembaga-lembaga keuangan swasta dan pemerintah dengan dukungan masyarakat. Langkah untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan ini adalah salah satu cara untuk membuka lapangan kerja masyarakat dengan konsep pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam Kabupaten Nias pada umumnya sehingga potensi yang di miliki masyarakat dan hasil alam Kabupaten Nias dapat di berdayakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apabila ekonomi kerakyatan yang di bangun secara terencana ini di lakukan dengan baik maka dapat meningkatan pendapatan ekonomi masyarakat dan dapat mengurangi jumlah pengangguran.
B. Kendala eksternal yakni faktor-faktor yang timbul dari kalangan pemerintah dalam hal ini pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias mengenai
kendala yang di hadapi dalam
melakukan pendaftaran tanah yang di peroleh melalui pewarisan. Untuk mengatasi faktor
kendala eksternal tentang pendaftaran tanah atau
peralihan hak atas tanah sebagaimana di uraikan diatas seperti kurangnya tenaga
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
pelaksana teknis, anggaran yang belum memadai, dan fasilitas yang terbatas, sebenarnya
hal ini merupakan tanggungjawab pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Nias, jadi kekurangan dan keterbatasan sarana dan prasarana ini adalah tugas pokok pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias untuk melakukan evaluasi kinerja serta fasilitas yang ada. Sesungguhnya pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias tidak memiliki political will untuk menjalankan undang-undang dan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan pendaftaran tanah sesuai yang telah di amanatkan pada jabatan mereka. Maka untuk mengatasi kendala ini pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias segera mengambil kebijakan dengan menambah tenaga pelaksana teknis lapangan, mengusulkan anggaran operasional untuk melakukan kegiatan pendaftaran tanah, mengusulkan penambahan peralatan operasional, serta menyampaikan laporan yang valid kepada pemerintah pusat dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional Pusat melalui Kantor Wilayah Pertanahan Nasional tentang kelemahan-kelemahan yang di hadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Nias, sehingga Badan Pertanahan Pusat dapat segera
mengambil langkah-langkah yang konkrit mengatasi
permasalahan ini secara komferehensif, sehingga kegiatan pendaftaran tanah dan peralihan hak atas dapat berjalan dengan baik dan hak-hak masyarakat untuk melakukan pendaftaran tanah mendapat pelayanan yang cukup memadai dari Kantor Pertanahan Kabupaten Nias sehingga dengan pendaftaran tanah dapat
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
memberikan keuntungan kepada masyarakat baik dari nilai ekonomisnya maupun nilai yuridisnya.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Berdasarkan penjelasan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Jo 830 BW, menyatakan bahwa peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia, artinya bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru dengan menunjukkan surat tanda bukti sebagai ahli waris berupa Akta Keterangan Ahli Waris, atau Surat Penetapan Ahli Waris, atau Surat Keterangan Ahli Waris. Adapun syarat-syarat pendaftaran peralihan hak atas tanah yang sudah terdaftar di peroleh melalui pembagian warisan adalah: a. Surat permohonan dari pemohon/kuasanya b. Fotokopy KTP identitas pemohon(asli di perlihatkan) c. Asli sertifikat hak atas tanah d. Asli surat kematian dari kepala desa/lurah e. Asli surat keterangan ahli waris f. Surat keterangan pemisahan dan pembagian warisan Sedangkan syarat pendaftaran tanah yang belum terdaftar di kantor pertanahan kabupaten Nias adalah: a. Surat Pernyataan Warisan dari ahli waris . b. Surat Keterangan Waris.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
c. Akta pemisahan dan Pembagian Warisan. d. Pajak Bumi dan Bangunan terakhir.. e. Kartu Keluarga. f. Kartu Tanda Penduduk Saksi. g. Permohonan Penguasaan Fisik. h. Surat Keterangan Kematian. i. Surat keterangan penguasaan fisik dari kepala desa atau lurah setempat. 2. Dalam melakukan proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pembagian warisan maka ada beberapa kendala yang timbul dari
masyarakat yakni: faktor pengaruh budaya hukum masyarakat,
Ketidakfahaman fungsi dan kegunaan sertifikat oleh pemegang hak, ekonomi dan pendidikan masyarakat, biaya yang cukup mahal, dan faktor urusan birokrasi yang berbelit-belit dan berkepanjangan. Sedangkan kendala yang timbul dari pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias yakni: faktor keterbatasan pelaksana teknis lapangan dan sarana dan prasarana, kurangnya dana dan anggaran penyuluhan dan sosialisasi tentang pendaftaran tanah. 3. Untuk mengatasi kendala-kendala dalam melakukan proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh dari pembagian warisan ini maka pemerintah setempat bersama Kantor Pertanahan Kabupaten Nias melakukan upaya–upaya seperti memberikan pemahaman kegunaan dan fungsi sertifikat, meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat, meningkatkan kwalitas pendidikan masyarakat, memberikan kemudahan pengurusan dan keringanan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
biaya kepada masyarakat, memberikan penyuluhan dan sosialisasi hukum kepada masyarakat, serta peningkatan sarana dan prasarana pelaksana teknis Kantor Pertanahan Kabupaten Nias.
B. SARAN 1. Dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah, maka di harapkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Nias agar menerapkan sistem pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pewarisan sesuai dengan yang di atur dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997, dan di harapkan kepada
masyarakat untuk mendukung kegiatan pendaftaran ini agar mendapatkan kepastian hukum. 2. Terhadap Kendala-kendala yang di hadapi dalam pendaftaran tanah, maka kepada
pemerintah Daerah Kabupaten Nias di mohon agar melakukan
peningkatan ekonomi masyarakat dan peningkatan kwalitas pendidikan agar masyarakat lebih memahami fungsi dan kegunaan sebuah sertifikat, sedangkan terhadap pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias agar dapat bekerja lebih profesional serta melengkapi sarana dan prasarana kerja serta memudahkan pelayanan terhadap masyarakat yang ingin melakukan pendaftaran atau peralihan hak atas atanah yang di peroleh melalui pewarisan. 3. Agar pihak Kantor Pertanahan kabupaten Nias memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendaftaran peralihan hak
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan menghimbau kepada kalangan masyarakat Kabupaten Nias agar mendukung program kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Nias dalam melakukan kegiatan pendaftaran tanah agar budaya Pendaftaran tanah ini dapat tersosialisasi dengan baik.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Ali, Muhamad Daud, Hukum Islam Dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan), Jakarta, Rajawali Press, 1977. Abdulrahman, Prosedur Pendaftaran Tanah, Jakarta, Penerbit PT. Rineka Cipta Andarsasmita, Komar, Notaris III, Hukum Harta Perkawinan Dan Waris Menurut KUHPerdata (teori dan praktek) INI, Jawa Barat, 1987 Bahri, Syamsul, Beberapa Aspek Hukum Adat Yang Berpengaruh, Disertasi, USU. Chomsah, Ali Achmat, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka Publiser, Jakarta 2002 Dalimumthe, Chadijah, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, Penerbit USU 2005 Effendie, Bachtiar, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Alumni Bandung, 1993 Hadikusuma, Hilman, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat, Hukum Agama Hindu dan Islam, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996 Hadikusuma, Hilman, Hukum Waris Adat, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003. Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1, jambatan Jakarta, 1995 ----------, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Jambatan 2006 HB Sri Sultan X. Repormasi Agraria Perspektif Otonomi Daerah dalam NKRI, Diambil dari repormasi pertanahan, manjar maju, Bandung 2002 Hermanses, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Jakarta, Yayasan Keryadarma, Institut Ilmu Politik, 1984 La’ia, Bambowo, Solidaritas Kekeluargaan Dalam satu Masyarakat Desa Di Nias Indonesia, Jakarta, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial Politik, 1997 La’ia, A.A. Sejarah Hukum Nias Dan Adat Istiadat, Gunungsitoli, 1973
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Lubis, Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa, Medan, 2003 Mahadi, Laporan Penelitian Fakultas Hukum USU Tentang Garis-Garis Besar Hukum Kekeluargaan Dan Waris Dikalangan Suku Batak dan Nias, Medan, Lembaga Penelitian USU, 1972 Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 1993. --------, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta, Citra Aditya Bajti, 1993. Nasucha, Chazi, Politik Ekonomi Pertanahan Dan Struktur Perpajakan Atas Tanah, Jakarta PT. Kesant Blac Indah Corp, 1995 Nias Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2007 Parlindungan, A.P, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Penjabatam Akta Tanah, Alumni Bandung, 1978. ---------, Pendaftaran Tanah Di Indonesia (berdasarkan PP No.24 Tahun 1997), Bandung, Mandar Maju, 1999. --------, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990. Pitlo. A, Hukum Waris KUH Perdata, Terjemahan Isa Arif, Jakarta, Intermasa, 1979 Rashid, Harun Al, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1949, hlm 69-70 Santoso, Urip, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2005 Sangsun, Florianus SP, Tata Cara Mengurus Sertipikat Tanah, Jakarta, Visimedia, 2007 Satrio J, Hukum Waris Tentang Pemisahan Boedel, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1998. ---------, Hukum Waris, Bandung, Alumni, 1992.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Sitorus, Oloan, Perbandingan Hukum Tanah, Jogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004 Sutedi, Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Jakarta, Sinar Grafika, 2007 Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamujdji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali Press. ---------, kegunaan Sosologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alummi Bandung, 1976. ---------, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983. ----------, Kesadaran Hukum Dan Kepatutan Hukum, Jakarta, Rajawali Press, 1988. Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 2003 Soebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan Ke 21, Intermasa , Jakarta, 1987. Soemadiningrat, H.R Otje Salman, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, Alumni , Bandung, 2002 Simpson, S. Rowton, Land Registration, Cambrige University, 1975 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1977. Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2001. Seri-Pitlo, Hukum Waris Buku Dua, Diterjemahkan oleh F. Tengker, Citra Aditya, Bandung, 1996. Zaidar, Dasar-Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Medan, Pustaka Bangsa, 2006, Zebua, H. S, “Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Nias”, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumen Daerah, Gunungsitoli, 1985,
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Zendrato, Mariati, Perkembangan Kedudukan Wanita Dalam Sistem Patrilineal Terhadap Hak-hak Pewarisan Tanah Di Daerah Kabupaten Nias, Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002.
B. Peraturan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Undang - Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, Tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
C.Makalah Sofyan, Syahril, Hukum Waris Ditinjau Dari Sudut Praktek di Balai Harta Peninggalan, Makalah, Medan, 1994. Soesangobeng, Herman, Menuju Penguatan Jaminan Kepastian Hukum Atas Pemilikan, Penguasaan, Dan Penggabungan Tanah.Makalah, Jakarta, 2006.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Dengan sembah sujudku penulis mengucapkan Alhamdulillah dan bersyukur kepada Allah SWT atas telah selesainya penulis menyelesaikan dan menyususn penulisan Tesis ini dengan judul “ Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 “ dengan daerah penelitian Kecamatan Gunungsitoli Kabuapten Nias. Penulisan Tesis ini adalah sebagai suatu syarat ilmiah di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn).Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana mestinya, namun penulis merasa bahagia dengan penuh kesenangan telah bersusah payah untuk memaksimalkan penyempurnaan penulisan tesis ini, semoga hasil penelitian ini dapat menjadi bagian sumber ilmu dan bahan bacaan kepada seluruh mahasiswa dan civitas akademik di lingkungan Universitas Sumatera Utara yang tercinta ini.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada para pembimbing yang telah banyak membimbing dalam menyelesaikan tesis ini yakni Prof.Dr.Muhammad Yamin Lubis,SH.CN.MS sebagai pembimbing utama. Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.MHum dan Notaris H.Syahril Sofyan,SH.MKn sebagai anggota, Dr.T.Keizerina Devi,SH.CN.MHum dan Notaris Syafnil Gani,SH.MHum sebagai
dosen penguji. Juga penulis
mengucapakan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof.dr.Chairuddin P.Luis,DTM & H,SP.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairunnisa,B.MSc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nias 4. Bapak Azwar Tanjung, Kepala Seksi Kantor Pertanahan Kabupaten Nias 5. Notaris Darius Duhuzaro Gulo,SH, di Kabupaten Nias 6. Notaris Khaimar Harefa, di Kabupaten Nias dan 7. Seluruh responden yang memberikan keterangan – keterangan yang di perlukan dalam penulisan tesis ini.
Juga penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada orang tuaku yang tercinta Masruhid Gea (Ayah) dan Aslina Aceh (Ibu) yang telah mendoakan penulis berjuang menuntut ilmu di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara serta sahabatku yang tercinta Syuryani Pilo,SE,SH, dan Rumiris R.Nainggolan,SH yang telah banyak membantu menyelesaikan penulisan tesis ini serta yang tak terlupakan rekan-rekan kelas A dan mahasiswa MKn angkatan 2006/2007 Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Sebelum penulis mengakhiri kata pengantar ini perkenankan penulis menyampaikan sebuah pesan hidup yang akan tidak terlupakan dan sebagai kenangan sampai akhir hayatku”Pulau pandan jauh di tangah, dibalik pulau angso duo, hancur
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
badan di kandung tanah, budi baik di kenang jua,”semoga ilmu yang di berikan dapat bermanfaat bagi diri dan keluargaku,masyarakat,bangsa dan negara. Demikian hal ini disampaikan semoga apa yang telah penulis perbuat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini bermanfaat bagi kita semuanya.Amin ya rabbal alamin.
Medan , 28 Juli 2008
(Ali Yusran Gea)
Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997(Study Penelitian Di Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias) Ali Yusran Gea1 Prof.Dr.Muhammad Yamin Lubis, SH.CN.MS2 Prof.Dr.Runtung Sitepu, SH.MHum3 Notaris H.Syahril Sofyan, SH.MKn4 INTISARI
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Pendaftaran tanah merupakan perintah Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria atau di singkat UUPA untuk memenuhi kebutuhan hukum terhadap hak-hak atas tanah sebagaimana di sebutkan pada ayat 10 adalah” untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”. Adapun hak –hak atas tanah yang harus di daftar menurut pasal 16 UUPA yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan di tetapkan oleh undang-undang serta hakhak yang sifatnya sementara sebagimana di sebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Tindak lanjut dari pasal 19 UUPA tentang pendaftaran tanah maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur tentang sistem Pendaftaran tanah dan hak-hak yang menyangkut objek dari pendaftaran tanah tersebut baik karena undang-undang maupun karena peristiwa hukum. Sebagaimana di ketahui bahwa peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena peristiwa hukum ,dimana peristiwa tersebut dapat mengakibatkan akibat hukum.Salah satu contoh karena “kematian seseorang”,dimana dengan kematian seseorang terbukalah hak pewarisan terhadap ahli waris dari harta si pewaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris artinya penelitian yang di lakukan dengan menekankan aspek hukum dengan melakukan perbandingan dan melihat kenyataan pelaksanaannya di lapangan. ______________________________________________________ 1 Mahasiswa Magister Kenotariatan Pascasarjana USU 2 Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana USU 3 Staf Pengajar Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU 4 Staf Pengajar Magiter Kenotariatan Program Pascasarjana USU
Dari hasil penelitian bahwa pelaksanaan proses pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah dari pembagian warisan di Kecamatan Gunungsitoli telah di lakukan sebagaimana yang telah di isyaratkan oleh penjelasan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa”peralihan hak karena warisan terjadi karena hukum pada saat yang bersangkutan meninggal dunia,artinya
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
sejak itulah para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru dengan menunjukkan surat bukti sebagai ahli waris, atau surat keterangan ahli waris, atau surat penetapan ahli waris, atau surat keterangan ahli waris walaupun tidak semaksimal mungkin di lakukan oleh masyarakat dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias karena menemui kendala-kendala yang di hadapi bersama baik kendala dari masyarakat Nias sendiri maupun dari kalangan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias. Adapun kendala-kendala yang di hadapi tersebut yang timbul dari kalangan masyarakat adalah: faktor budaya hukum masyarakat setempat, ketidakfahaman akan fungsi dan kegunaan sertifikat oleh pemegang hak, ekonomi dan pendidikan masyarakat, biaya yang cukup mahal, dan faktor birokrasi yang berbelit-belit dan berkepanjangan. Sedangkan kendala yang timbul dari pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah: faktor keterbatasan teknis lapangan dan sarana serta prasarana, kurangnya dana dan anggaran penyuluhan dan sosialisasi tentang pendaftaran tanah. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut maka di harapkan kepada pemerintah setempat dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias melakukan upaya–upaya seperti memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kegunaan dan fungsi sertifikat,meningkatkan ekonomi pendapatan masyarakat, meningkatkan kwalitas pendidikan masyarakat, memberikan kemudahan-kemudahan dalam kepengurusan dan keringanan biaya kepada masyarakat, serta peningkatan sarana dan prasarana pelaksana teknis Kantor Pertanahan Kabupaten Nias. Disamping itu juga sabgat di harapkan seluruh dukungan masyarakat agar mendukung program pemerintah dan Kantor Pertanahan Kabupaten Nias tentang budaya pendaftaran tanah. Kata kunci: -Pendaftaran peralihan hak atas tanah. -Objek peralihan hak atas tanah karena warisan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
HASIL PENELITIAN
Nama
: ALI YUSRAN GEA
NIM
: 067011015
Progam Studi
: KENOTARIATAN
Judul Tesis
Pembimbing
: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP No. 24/1997 (Study Penelitian Di Kecamatan Gunung Sitoli Kabupaten Nias) : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS.CN. 2. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH,MHum. 3. Notaris H.Syahril Sofyan, SH, MKn.
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008
DAFTAR ISI
I. Latar Belakang ……………………………………………..
1
II. Perumusan Masalah………………………………………..
7
III. Tujuan Penelitian………………………………………….
7
IV. Manfaat Penelitian…………………………………………
8
V. Keaslian Penelitian………………….……………………..
9
VI. Kerangka Teori Dan Konsepsi……………………………..
10
VII.
A. Pendaftaran Tanah ……………………………………
10
1. Pengertian Pendaftaran Tanah ……………………
10
2. Asas Dan Tujuan Pendaftaran Tanah …………….
16
3. Sistem Pendaftaran Tanah ..………………………..
19
4. Objek Pendaftaran Tanah …………………………
23
B. Pewarisan ……………………………………………..
24
1. Pewarisan Menurut Hukum Perdata………………
26
2. Pewarisan Menurut Hukum Islam ………………..
28
3. Pewarisan Menurut Hukum Adat ………………..
31
Metode Penelitian ………………………………………..
33
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
A. Jenis Dan Sifat Penelitian ……………………………
33
B. Teknik Pengumpulan Data ..…………………………
34
C. Alat pengumpulan data……… ……………………….
36
D. Populasi Dan Sampel …………………….…………...
36
E. Analisa Data ……………………………………………
37
A. ..............................................................................................................L atar Belakang Masalah...................................................................................1 B. ..............................................................................................................P erumusan Masalah .........................................................................................6 C. ..............................................................................................................T ujuan Penelitian..............................................................................................7 D. ..............................................................................................................M afaat Penelitian...............................................................................................7 E................................................................................................................K easlian Penelitian ...........................................................................................9
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
G. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Nias Kabupaten Nias adalah salah satu Kabupaten yang termasuk kedalam Wilayah Propinsi Sumatera Utara, yang berada dalam satu pulau dengan Kabupaten Nias Selatan (Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Nias) di kenal dengan Pulau Nias, yang mempunyai jarak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga. Daerah Kabupaten Nias merupakan salah satu daerah Kabupaten yang memiliki banyak pulau–pulau kecil yaitu kurang lebih sebanyak 27 buah. Diantara
pulau–pulau kecil yang ada di
Kabupaten Nias tidak semuanya dihuni oleh penduduk. Dimana pulau yang dihuni oleh penduduk hanya berjumlah sebanyak 11 buah, dan yang tidak di huni adalah sebanyak 16 buah. Masyarakat suku Nias yang dikalangan masyarakat Sumatera Utara terpopuler dengan sebutan orang ”Nias”, dalam pergaulan sehari–hari masyarakat Nias lebih menyebut dirinya sebagai “Ono Niha”(Anak Manusia) dan daerah Nias itu sendiri di sebut “Tano Niha” (Tanah Manusia). Tano Niha memiliki penduduk pendatang dari berbagai etnis seperti Batak, Jawa, Cina, Aceh, Minangkabau, Manado, Bugis dan lain-lain. Etnis tersebut sebagian besar bertempat tinggal di daerah perkotaan, misalnya di Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan Lahewa, Kecamatan Lahusa, Kecamatan Sirombu, dan Kecamatan Pulau–pulau Batu termasuk Pulau Tello.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Bentuk perkawinan yang di kenal dalam hukum adat pada masyarakat Nias yaitu perkawinan yang di lakukan dengan penyerahan beberapa jujuran sesuai dengan kesepakatan sebelumnya antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sistem kekerabatan dan pewarisan hukum adat yang berlaku pada kalangan masyarakat Nias adalah menganut sistem kekerabatan dan pewarisan patrilineal artinya dimana dalam sistem ini lebih mengutamakan kedudukan anak laki-laki daripada anak perempuan kesepakatan sebelumnya antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan. Untuk memudahkan memahami tentang sistem pembagian dan pemisahan warisan atas harta peninggalan dari si pewaris yang berlaku pada kalangan masyarakat Nias itu alangkah baiknya perlu kita ketahui asal usul dari harta warisan tersebut adapun asal usul harta warisan tersebut dapat kita rinci sebagai berikut: a. Harta bawaan suami-istri “Harta bawaan masing-masing suami istri ke dalam perkawinan yang diperoleh dari hasil pencaharian atau jerih payahnya sendiri baik sebelum maupun selama dalam perkawinan disebut dengan lua-lua
halowonia (hasil usahanya) atau
sinondrania ba wohalowonia (pendapatannya dari hasil kerjanya), menjadi harta bersama dalam perkawinan dan menjadi harta warisan bagi anak-anak mereka” b. Harta bersama dalam perkawinan Harta bersama atau harta kekayaan suami istri dalam perkawinan menurut hukum adat pada masyarakat Nias yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Asal dari mana harta ini diperoleh tidak dipersoalkan, artinya harta bersama tersebut merupakan hak milik yang diperoleh melalui usaha yang dilakukan suami istri se
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Sistem Pemisahan dan pembagian Hak Atas Tanah Dari Warisan Menurut Pasal 1066 ayat (1) KUH Perdata bahwa tiada seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi Suatu kepemilikan bersama tidaklah dapat berlangsung terus dalam keadaan yang tidak terbagi. Untuk mengakhiri keadaan yang tidak terbagi tersebut maka para pemilik
harus melakukan pemisahan dan pembagian terhadap kepemilikan bersama
tersebut. Selanjutnya Pasal 1074 KUHPerdata mengatakan: ”pemisahan harta peninggalan dilaksanakan dalam suatu akta dimuka seorang notaris yang dipilah oleh para pihak atau jika ada perselisihan diangkat oleh Pengadilan Negeri atas surat permohonan dari para pihak yang berkepentingan yang teramat bersedia” Pemisahan dan pembagian harta warisan dapat juga dilakukan secara terpaksa. Hal ini terjadi apabila ada salah satu ahli waris yang tidak setuju atas pemisahan dan pembahagian harta warisan tersebut maka dilakukan pemisahan dan pembagian secara paksa dengan keputusan Pengadilan Negeri. Demikian juga halnya apabila semua pemilik serta mengadakan pemisahan dan pembahagian secara lisan harus dilakukan dengan kesepakatan antara semua pemilik serta
yang telah bebas menyatakan
kehendaknya, tetapi tidak tertutup kemungkinan oleh para ahli waris tersebut melakukan pemisahan dan pembagian dengan akta notaris oleh orang-orang yang telah bebas menentukan haknya.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa bentuk pemisahan dan pembagian dapat dilakukan berdasarkan Pasal 1069 dan Pasal 1074 KUHPerdata, yaitu dalam bentuk dibawah tangan, lisan maupun dengan bentuk akta notaril, sesuai dengan yang dikehendaki oleh mereka yang pemilik sertanya merupakan orang yang bebas menyatakan kehendaknya. Tetapi apabila salah seorang tidak cakap membuat kehendaknya maka bentuk pemisahan dan pembahagiannya harus dibuat dengan akta notaril. Pewarisan merupakan proses peralihan atau perpindahan harta peninggalan /harta warisan seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris kepada ahli warisnya). Berkaitan dengan itu apa yang di uraikan diatas bahwa dalam keluarga terhadap pewarisan pada masyarakat Nias menganut sistem Patrilineal yang tentu berkaitan dengan hukum adat. Hukum waris adat Nias menganut sistem patrilineal yaitu sistem yang menurut garis keturunan dari bapak dan dari segi pewarisan harta didominasi oleh kaum lakilaki sementara perempuan tidak dapat bagian sama sekali. Terhadap sistem pembagian warisan pada masyarakat Nias yang menganut sistem patrilineal, dimana kedudukan laki-laki lebih di utamakan dari pada perempuan. Pada umumnya di antara anak laki-laki sendiri mendapat pembagian yang sama, hal ini berbeda dengan sebelumnya di mana anak laki-laki yang tertua mendapat bagian yang lebih besar. Namun dalam perkembangannya dan fakta sosial sekarang ini kekuatan hukum adat dalam pembagian harta warisan atas tanah telah mengalami perubahan dimana
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
wanita diperhitungkan mendapat bagian harta dalam keluarganya, hal ini disebabkan karena kemajuan ekonomi, teknologi, pendidikan, dan sosial budaya maka menyebabkan juga pergeseran hukum adat Nias dalam hal pembahagian warisan atas tanah pada kalangan masyarakat Nias. Pembahagian warisan atas tanah pada kalangan masyarakat Nias yang tidak membedakan antara kedudukan laki-laki dan perempuan, sangat didominasi oleh suatu masyarakat yang telah memiliki dan mengetahui perkembangan zaman atas kedudukan anak laki-laki dan perempuan maupun janda yang sesuai dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya, yang mempertahankan hak-hak kedudukan anak yang tidak membedakan antara anak lakilaki maupun perempuan. Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa di setiap daerah di seluruh Indonesia menganut hukum adat yang berbeda-beda, karena sistem kekerabatan yang tidak selalu sama dan bahkan di dalam kelompok masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan yang samapun akan dijumpai perbedaan-perbedaan yang sangat menonjol, salah satu perbedaan yang dapat ditemukan adalah dalam sistem pembagian warisan. Pelaksanaan pembagian warisan dalam masyarakat adat Nias dapat dilakukan ketika pewaris masih hidup. Jika pewaris masih hidup, maka pewaris akan memanggil anak sulungnya dan memberitahukan bahwa ia (pewaris) hendak melakukan pembagian warisan. Oleh karena itu, maka anak sulung tersebut akan membicarakan hal itu kepada seluruh ahli waris dan kemudian melakukan musyawarah keluarga yang dinamakan dengan huhuo yomo atau huhuo bambato. Selanjutnya mengambil suatu
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
kesepakatan untuk mengadakan suatu acara yang disebut dengan fangandro howuhowu zatua (meminta do’a atau berkat dari orangtua). Dalam acara ini, pihak anak perempuan harus dengan sepintar-pintarnya mengambil hati orangtua karena acara tersebut merupakan kesempatan bagi mereka untuk memperoleh bagian lebih besar atas harta orang tua yang sifatnya sebagai pemberian orangtua atau masi-masi zatua. Hal ini disebabkan dalam masyarakat adat Nias tidak ada aturan besarnya bagian pemberian orangtua kepada anak perempuannya (masi-masi zatua). Jadi, besarnya bagian masi-masi zatua bisa saja melebihi bagian mutlak (legitieme portie 88 ) dalam KUHPerdata atau bagian yang telah ditentukan dalam Hukum Islam. Namun dalam hal pewaris telah meninggal dunia, maka sebelum pelaksanaan pembagian warisan tersebut, para ahli waris mengadakan sebuah acara yang disebut dengan mombagi harato zatua (membagi harta orangtua) dan selama persiapan acara tersebut, para ahli waris secara bersama-sama mempertimbangkan mengenai bagian masing-masing ahli waris. Oleh karena itu menurut hukum adat Nias yang sangat berperan untuk menguasai harta kekayaan terletak pada pihak laki-laki sementara pihak perempuan tidak berhak untuk menguasainya. Namun demikian, perempuan mempunyai hak untuk menerima pemberian dari orang tua yang dinamakan dengan masi-masi zatua ( tanda kasih sayang orangtua).
88
Legitimie portie, yaitu: suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Lihat, R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1977, hal.79
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
G. Prosedur Pendaftaran Tanah 1. Prosedur pendaftaran tanah secara umum Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia. Ketentuan tersebut di atas merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk mengatur
dan menyelenggarakan pendaftaran tanah, hal ini merupakan adanya
jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak, tentang kepastian hukum ini diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor
24 Tahun 1997
dan peraturan
pelaksanaannya. Kegiatan pendaftaran
yang diatur dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, meliputi dua kegiatan yaitu: a. Pendaftaran tanah untuk pertama kali, yaitu pendaftaran yang dilekatkan terhadap objek pendaftaran tanah (tanah negara dan bukti hak lama) yang belum di daftarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2) meliputi: 1). Pengumpulan dan pengolahan data fisik. 2). Pembuktian hak dan pembukuannya 3). Penerbitan sertifikat 4). Penyajian data fisik dan data yuridis 5). Penyimpanan daftar umum dan dukomen. b. Pemeliharaan data pendaftaran tanah yang merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis. Dengan kata lain,
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
pendaftaran baru karena adanya perubahan yang terjadi di kemudian hari, baik mengenai tanahnya (pemisahan atau penggabungan serta hapusnya dan pembebanannya), hak maupun subjek haknya karena tujuan pendaftaran tanah untuk menuju kepastian hukum atas tanah. 2.Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Tanah Karena Pewarisan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Di dalam Bab VI paragraf tiga pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang peralihan hak karena pewarisan tersebut menegaskan sebagai berikut : 1. Untuk peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah terdaftar , wajib di serahkan oleh yang menerima hak atas tanah sebagai warisan kepada kantor pertanahan, sertipikat yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya di catat sebagai pemegang haknya dengan surat tanda bukti sebagai ahli waris. Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang hak yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam hukum perdata yang berlaku. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga di wajibkan dalam rangka memberikan pelindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah. Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris. 2. Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib di serahkan dokumen-dokumen surat keterangan kepala desa atau kelurahan yang menyatakan yang bersangkutan menguasai tanah, dan surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah tersebut belum bersertipikat dari kantor pertanahan, atau surat keterangan kepala desa atau lurah jika lokasi tanahnya jauh dari kedudukan kantor pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan. Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan di perlukan karena pendaftaran peralihan hak ini baru dapat di lakukan setelah pendaftaran untuk pertama kali atas nama pewaris. 3. Jika penerima waris terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut di lakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris seperti tersebut pada angka 1 di atas.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
4
Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut di daftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran hak milik atas tanah di lakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan suatu tanda bukti sebagai ahli waris dan pembagian waris tersebut. Dalam hal akta pembagian waris yang di buat sesuai ketentuan yang berlaku dan hak waris jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain , misalnya akta PPAT. 5. Warisan berupa hak atas tanah yang menurut akta pembagian waris harus di bagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan atau akta pembagian warisan tersebut. Pendaftaran peralihan hak milik karena pewarisan didaftarkan ke kantor pertanahan Kabupaten atau Kota setempat dengan melampirkan surat keterangan kematian pemilik tanah yang dibuat oleh pejabat yang berwenang disertai dengan surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, bukti identitas para ahli waris, sertifikat tanah yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya syarat-syarat yang harus dilampirkan oleh pemohon untuk mendapatkan sertifikat peralihan hak karena pembagian warisan: 1. Melampirkan surat keterangan hak waris yang dibuat oleh kepala desa yang disahkan oleh camat setempat atau yang dibuat oleh Notaris 2. Surat keterangan yang dibuat oleh para ahli waris tentang perjanjian bagi waris yang disahkan oleh pejabat yang berwenang 3. Surat keterangan pajak tanah yang bersangkutan 4. Pernyataan dari si penerima warisan tentang jumlah tanah yang sudah dimiliki 5. Izin peralihan hak-hak atas tanah.
Syarat-syarat yang diperlukan dalam permohonan peralihan hak karena pewarisan di Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah:
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008
a. Surat permohonan dari pemohon/kuasanya b. Foto copy KTP identitas pemohon (asli diperlihatkan) c. Asli sertipikat hak atas tanah d. Asli surat keterangan kematian dari kepala desa/lurah e. Asli surat keterangan ahli waris. Sedangkan syarat-syarat permohonan pendaftaran tanah yang di dapatkan karena pewarisan terhadap tanah-tanah yang tidak terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Nias adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Surat pernyataan warisan. Surat Keterangan Waris. Akta Pembagian Warisan. Pajak Bumi dan Bangunan terakhir. Kartu Keluarga. Kartu Tanda Penduduk Saksi. Permohonan Penguasaan Fisik. Surat Keterangan Kematian.
Adapun permohonan hak atas tanah yang disebabkan oleh peristiwa hukum seperti tanah yang diperoleh karena pewarisan. Memperoleh Hak Milik karena pewarisan atas sebidang tanah sebagai hasil pembagian warisan, tidak memerlukan prosedur yang demikian panjang, hal ini dikarenakan berdasarkan penjelasan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa “ Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru . Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur cukup di tunjukkan dengan surat tanda bukti ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 (Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias), 2008. USU e-Repository © 2008