www.parlemen.net
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG UNDANG
TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN DAN PENASIHAT PRESIDEN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN DAN PENASIHAT PRESIDEN I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Filosofis Dalam sebuah negara, baik tradisional maupun modern, selalu terdapat penguasa atau pemerintah yang menjalankan fungsi pemerintahan seharihari. Secara kuantitatif, kepemimpinan dalam suatu negara biasanya dapat dibedakan menjadi beberapa macam atau bentuk. Menurut Aristoteles, terdapat 3 (tiga) macam bentuk negara yang termasuk dalam bentuk cita dan untuk membedakannya satu sama lain dipakai kriteria atau ukuran kuantitatif, yaitu mengenai jumlah orang yang memerintah1. Ketiga bentuk tersebut adalah: 1. One man rule, pemerintahan satu orang; monarchi 2. A few man rule, pemerintahan beberapa/sedikit orang; aristokrasi, dan 3. The many man or the people rule, pemerintahan banyak orang dengan tujuan untuk kepentingan umum; politea, polity atau republik. Selanjutnya dari ketiga bentuk negara cita tersebut, terdapat tiga macam bentuk negara yang termasuk dalam bentuk pemerosotan/kemerosotan. Untuk membedakannya dipakai kriteria atau ukuran kualitatif, yaitu berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan hal tersebut, maka ketiga negara yang menjelma dalam bentuk pemerosotan adalah: 1. Bilamana tujuannya didasarkan kepada kepentingan satu orang secara diri sendiri untuk kepentingan pribadi, maka bentuk negaranya adalah tirani atau despotis. 2. Bilamana tujuannya didasarkan kepada kepentingan segolongan orang atau beberapa orang, maka bentuk negaranya adalah oligarkhi atau Plutokrasi. 3. Bilamana tujuannya didasarkan tidak untuk kepentingan seluruhnya tetapi menggunakan nama rakyat, maka bentuk negaranya adalah demokrasi. Bentuk negara sebagaimana dikemukakan di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
1
Lebih lanjut lihat dalam Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Penerbit PT Pustaka Utama, Jakarta, 2001, h1m. 4347. Pemikiran yang dikemukakan disini adalah pemikiran Aristoteles (Aristotelianism).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Jumlah orang yang memerintah
Bentuk Negara Ideal
Kemerosotan
Satu
Monarkhi
Tirani
Beberapa
Aristokrasi
Oligarkhi
Banyak
Politea
Demokrasi
Dalam menilai ketiga bentuk negara yang baik, Aristoteles berpendapat bahwa monarki hanya sah apabila rajanya adalah orang yang keunggulannya melebihi semua orang sehingga patut dicontoh kebijaksanaannya. Tetapi dari pengalaman sehari-hari, sulit dicari orang yang demikian, sehingga negara dengan bentuk monarki mudah jatuh menjadi negara dengan bentuk tirani. Aristokrasi dianggapnya lebih baik dari Monarki, dimana pemerintahan dipercayakan kepada segelintir orang yang mutlak dianggap baik. Namun, sering kali pula tidak mungkin ditemui orang yang memenuhi persyaratan itu. Maka selanjutnya Politea dipandang sebagai bentuk negara yang paling baik di dalam politik. Dengan istilah Politea, Aristoteles memaksudkan demokrasi moderat, demokrasi dengan undang-undang dasar. Para warga negara dari politea ini menunjuk kepada "kelas menengah" yang kuat, untuk dapat menjamin kelangsungan pemerintahan dan keseimbangan antara golongan yang sangat kaya dan golongan yang sangat miskin. Dalam beberapa segi, Aristoteles meletakkan cetak biru demokrasi konstitusional zaman modern. Ada tiga sumbangan pemikiran Aristoteles yang tertanam di jantung pemikiran demokrasi, yaitu kebebasan pribadi, pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar (konstitusi), dan pentingnya kelas menengah yang kuat. Ciri-ciri pokok negara yang paling bisa dipraktekkan, menurut Aristoteles, adalah bahwa kelas menengah memegang perimbangan kekuatan antara yang kaya dan yang miskin seraya mencegah salah satu pihak mendominasi pihak yang lainnya. Pada perkembangan selanjutnya, untuk menghindari penumpukan kekuasaan di tangan satu orang, maka pemerintahan tersebut dibagi ke dalam beberapa cabang. Teori yang paling terkenal dan diperaktekkan dalam pemerintahan kebanyakan negara di dunia saat ini adalah teori Trias Politica dari Montesqueiu. Dalam teori ini kekuasaan dibagi atas 3 cabang kekuasaan yaitu cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif2. Pada perkembangannya, teori Trias Politica tidak dapat dilaksanakan secara murni. Hal ini ditandai dengan munculnya banyak lembaga-lembaga baru. Meskipun kemudian lembaga-lembaga baru tersebut dikelompokkan ke dalam tiga cabang pemerintahan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka prinsip utama yang perlu dipegang atau dasar filosofis yang ingin dikemukakan adalah bahwa pemerintahan yang hanya dipegang atau dikendalikan oleh satu orang cenderung disalahgunakan sebagaimana pernyataan dari Lord Acton yang begitu mengemuka, yaitu power tends to corrupt, but absolut power corrupt absolutely (kekuasaan cenderung disalahgunakan, kekuasaan yang absolut pasti disalahgunakan). Suatu negara yang hanya dikendalikan oleh satu orang atau diperintah 2
Lihat dalam Diane Revitch, et.al., Hermoyo (pentj.), Demokrasi: Klasik dan Modern, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, h1m. 81. Juga lebih lanjut lihat dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar 11mu Politik, PT Gramedia, Jakarta, 2001.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
oleh satu orang (otokrasi), cenderung menjadi tirani, otoriter, diktator, atau bahkan totaliter. Keberadaan suatu dewan pertimbangan bagi penguasa pada dasarnya bertujuan untuk mencegah terjadinya otokrasi atau pemerintahan yang hanya dilakukan oleh satu orang. Otokrasi dapat menimbulkan terjadinya pemerintahan yang tirani, otoriter, diktatorial, atau totaliter. Untuk menghindari hal-hal tersebut, selain dibentuk alat-alat perlengkapan lain, masih dirasakan perlu adanya suatu dewan yang memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden agar keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan yang matang. Mengingat fungsinya tersebut, maka dewan pertimbangan harus berisi orang-orang yang jujur, adil, berkelakukan tidak tercela, negarawan, dan mempunyai keahlian atau profesional di bidangnya serta dikenal luas oleh masyarakat. B.
Latar Belakang Sosiologis Jauh sebelum para pendiri negara Republik Indonesia merancang UUD 1945, di wilayah tanah air dalam susunan pemerintahan-pemerintahan setempat pasti terdapat seorang atau beberapa orang yang disebut atau diangkat sebagai penasihat raja atau presiden. Tidak hanya semasa penjajahan Belanda, bahkan peran penasihat telah dikenal pada masa pra penjajahan, yaitu pada masa kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara. Corak, sifat, dan susunan penasihat tersebut berbeda-beda menurut corak pemerintahan dan susunan masyarakat setempat. Beberapa penasihat yang dikenal pada masa Iampau di wilayah Nusantara, diantaranya adalah: 1. Kerajaan Majapahit (abad XIV), pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk terdapat penasihat raja yang dikenal dengan nama "Batara Sapta Prabu" yang merupakan dewan kerajaan yang terdiri atas 7 kerabat raja, yakni: a. Hayam Wuruk, sebagai raja yang memimpin Dewan b. Kertawardana, ayah sang raja c. Tribuana Wijayotungga Dewi, ibu sang raja d. Rajadewi Maharaja, bibi sang raja e. Wijayarajasa, paman sang raja f. Rajasduhiteswari, adik sang raja g. Rajasuduhi Tendudewi, adik sepupu sang raja. 2. Kerajaan Wajo (abad XV), pada masa pemerintahan Agung Matowa Wajo, ada sebuah badan penasihat yang dikenal dengan nama "Arung Mabbicara" (raja berbicara) terdiri dari 30 orang yang tugasnya selain memberi nasihat juga mengadili perkara. 3. Kerajaan Bone (paruh kedua abad XIX) pada masa pemerintahan raja Arumpone, dikenal badan penasihat bernama "Aruppitu" terdiri dari 7 orang bangsawan tinggi yang masing-masing menyandang gelar Arung Ujung, bangsawan tinggi yang masing-masing menyandang gelar Arung Ujung, Arung Tanete-Riattang, Arung Ta, Arung Tiboyong, Arung Ponceng, Arung Tanete-Riawang dan Arung Macege. Fungsinya sebagai penasihat raja di segala bidang, baik urusan kerajaan maupun urusan pribadi raja, dan diketuai oleh seorang Mangkubumi yang disebut Tomarilaleng. Melalui Tomarilaleng inilah masalah yang memerlukan pertimbangan disampaikan oleh raja dan hasil pembahasannya disampaikan oleh Tomarilaleng kepada raja. Akan tetapi, Dewan Aruppitu ini juga mempunyai hak inisiatif untuk mengajukan pertimbangan kepada raja. Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia disebut Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda) di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal sebagai kepala pemerintahan. Gubernur Jenderal mempunyai dewan penasihat yang disebut raad van Nederlandsch-Indie atau Dewan Hindia-Belanda. Dewan ini diketuai sendiri oleh Gubernur Jenderal. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Keanggotaannya terdiri dari seorang Wakil Ketua dengan 4 sampai 6 orang anggota, didampingi seorang sekretaris. Minimal usia anggotanya adalah 30 tahun dan masa jabatannya adalah 5 tahun dan tidak dapat diangkat lagi. Gubernur Jenderal meminta pertimbangann kepada Dewan Hindia-Belanda tentang segala masalah yang menyangkut kepentingan umum maupun khusus yang dianggap perlu. Tetapi Gubernur Jenderal wajib membicarakan dengan Dewan Hindia-Belanda ini mengenai berbagai masalah yang sangat penting, usul-usul yang disampaikan oleh Dewan Rakyat (Volksraad), penetapan ordonansi dan rancangan peraturan pemerintah (regeringsverordeningen). Dewan Hindia-Belanda juga berhak untuk mengajukan usul kepada Gubernur Jenderal. Apabila suatu peraturan telah memperoleh nasihat dari Dewan Hindia-Belanda, maka dalam konsideran peraturan tersebut harus dinyatakan tentang telah didengarnya Dewan Hindia-Belanda tersebut. Pada masa penjajahan Jepang, tidak dibentuk dewan penasihat seperti sebelumnya. Namun, ada semacam badan perwakilan yang dikenal dengan Cuo Sangiin yang bertugas menjawab pertanyaan Saiko Sikikan. Latar belakang sosiologis dan historis dari bangsa Indonesia tersebut paling tidak memberikan pengaruh terhadap penyusunan dasar negara bangsa Indonesia. UUD 1945 kemudian melahirkan adanya Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Tugasnya adalah memberikan jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa Dewan ini ialah sebuah Council of State yang wajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada Pemerintah. la sebuah badan penasihat belaka. Keberadaan DPA ini hampir mirip dengan Dewan Sesepuh pada masa kerajaan dan Raad van State pada kerajaan Belanda atau Raad van Nederlandsch-Indie di Hindia-Belanda. Disadari, bahwa dalam kaitannya dengan kekuasaan penyelenggaraan negara yang diemban oleh Presiden, saat ini Presiden diperhadapkan kepada situasi globalisasi. Dimana, kebijakan publik yang dibuat dalam pemerintahan saat ini sudah seharusnya dibuat berdasarkan informasi yang akurat analisis, komprehensif, serta melalui berbagai kajian yang mendalam agar dapat dilihat dari berbagai perspektif terhadap kebijakan yang ditawarkan. Perilaku semacam ini juga menunjukkan bahwa ada upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mengayomi kearifan dalam memecahkan setiap masalah. Selain itu, adanya perubahan yang sangat cepat dan tepat dalam dinamika globalisasi harus diimbangi dengan kemampuan pembuat kebijakan yang cepat dan tepat. Banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan acap kali menimbulkan kegamangan dan keterlambatan dalam membuat suatu keputusan sehingga tidak jarang menimbulkan resiko. Memang, untuk membantu Presiden telah ada para Menteri. Namun, dalam prakteknya, para Menteri, selain telah disibukkan oleh tugas-tugas di kementeriannya masing-masing juga memiliki kepentingan sektoral atas masing-masing kementeriannya. Untuk dapat mensinergikan kepentingan dan sektoral yang menjadi tanggung jawab menteri dan pimpinan lembaga Iainnya di bahwa Presiden, peran Dewan ini menjadi penting. C.
Latar Belakang Yuridis Berbagai perubahan mendasar di bidang ketatanegaraan telah dilakukan melalui perubahan UUD Negara RI Tahun 1945. Perubahan tersebut antara lain menyangkut kelembagaan negara atau alat-alat perlengkapan negara.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Perubahan kelembagaan negara diantaranya terkait dengan pembentukan Iembaga negara baru atau pendefinisian ulang terhadap fungsi dan kedudukannya. Dewan Pertimbangan Agung RI merupakan salah satu Iembaga negara yang dihapuskan dalam perubahan keempat UUD Negara RI Tahun 1945. Sebelum perubahan, Dewan Pertimbangan Agung RI diatur di dalam Bab tersendiri. Setelah perubahan, keberadaan DPA diganti dengan suatu dewan pertimbangan yang ditempatkan dalam satu rumpun Bab Kekuasaan Pemerintahan Negara. Perubahan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan sebuah dewan yang mempunyai tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden masih tetap diperlukan, namun statusnya menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Berdasarkan risalah rapat Panitia Ad-Hoc, jelas ada nuansa bahwa dihapuskannya DPA sebagai Iembaga negara agar tidak membuat rancu struktur dalam pemerintahan negara3. Pasal 16 UUD Negara RI Tahun 1945 mengamanatkan kepada Presiden untuk membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan, dan pengaturannya dalam undang-undang. Penyebutan Dewan Penasihat Presiden dimaksudkan agar tidak dimaknai seperti sebuah dewan pertimbangan yang sejajar dengan Presiden atau Iembaga negara lain pada masa sebelum perubahan UUD Negara RI Tahun 1945. Dalam UUD Negara RI Tahun 1945 tidak diatur mengenai nama dewan pertimbangan dimaksud. II.
PERMASALAHAN AKADEMIS DAN PRAKTIS Permasalahan akademis yang dihadapi dari Iahirnya Iembaga ini adalah menempatkannya pada struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Penempatan Iembaga ini dalam UUD Negara RI Tahun 1945 pada Bab Kekuasaan Pemerintahan Negara menunjukkan bahwa lembaga ini merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Namun demikian, hal ini dapat dipertanyakan mengingat menteri-menteri yang secara nyata merupakan pembantu Presiden atau bawahan Presiden yang bertanggungjawab kepada Presiden, ternyata diatur dalam Bab tersendiri. Bagaimanakah mekanisme atau hubungan kerja antara Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri dengan dewan pertimbangan ini, merupakan satu permasalahan tersendiri. Selanjutnya, dalam permasalahan praktis yang dimaksud adalah permasalahan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan selama ini. Selama ini Presiden selain dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri-menteri, juga dibantu oleh penasihat baik secara kelembagaan maupun secara perseorangan. Secara kelembagaan, misalnya dengan adanya Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional, Dewan Ekonomi Nasional, dan sebagainya. Secara perseorangan seringkali Presiden mempunyai penasihat seperti saat ini kita mengenal namanama Sjahrir, Andi Maralareng, Dino Patijalal, TB Silalahi, atau bahkan bisa jadi Presiden memiliki penasihat spiritual. Kesemua lembaga dan perseorangan tersebut selama ini bukan merupakan bagian dari struktur pemerintahan dalam departemen. Kehadiran UU ini diharapkan mampu menjawab permasalahan-permasalahan tersebut di atas.
3
Lihat dalam Buku Kedua Mid 7A, Risalah Rapat Panitia Ad Hoc 1 Badan Pekerja MPR RI ke-31 s/d ke-35 Tanggal 18 September s/d 25 September 2001 Masa Sidang Tahunan MPR RI, Sekretariat Jenderal MPR RI.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
III.
MUATAN UNDANG-UNDANG
A.
Penamaan/Nomenklatur Pasal 16 UUD Negara RI Tahun 1945 menyebutkan "dewan pertimbangan presiden". Kata 'dewan pertimbangan presiden' tidak diawali dengan huruf besar/kapital. Ini artinya bahwa nomenklatur tersebut tidak mengharuskan bahwa dewan ini disebut "Dewan Pertimbangan Presiden", namun dapat juga menggunakan nama lain. Pengalaman Indonesia terhadap keberadaan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) selama pemerintahan Orde Baru telah memberikan labelling bahwa DPA tidak memiliki fungsi sebagaimana yang diinginkan. Pertimbangan yang dahulu diberikan oleh DPA seringkali dianggap tidak dipergunakan. Citra ini menumbuhkan semangat agar 'dewan' yang nanti akan dilembagakan tidak sama dengan DPA. Itu sebabnya, ada nuansa yang kuat agar penyebutan nama Dewan yang baru nantinya tidak menggunakan nama "pertimbang an" melainkan kata "Penasihat". Hal ini semata-mata untuk membedakan antara Dewan Pertimbangan Agung yang lalu dengan Dewan yang ada sekarang. Ditinjau dari segi bahasa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pertimbangan diartikan sebagai "pendapat (tentang baik dan buruk)", sedangkan Penasihat diartikan sebagai "orang yang memberi nasihat dan saran; orang yang menasihati". Sedangkan nasihat itu sendiri diartikan sebagai "ajaran atau pelajaran baik; anjuran (petunjuk, peringatan, teguran) yang baik". Dalam perkembangan selanjutnya, mengingat bahwa tugas dewan tersebut nantinya adalah untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, maka nama dewan tersebut dirasa Iebih tepat menggunakan nama Dewan Penasihat dan Pertimbangan Presiden. Namun untuk mempersingkat penamaan dewan ini, dan untuk menghilangkan kesan bahwa dewan ini sama perannya dengan DPA, penamaannya selanjutnya dapat disebut sebagai Dewan Penasihat Presiden. Dengan demikian lembaga ini dapat diartikan sebagai sebuah lembaga yang berbentuk Dewan yang bertugas memberikan pendapat, nasihat dan saran.
B.
Kedudukan Ada dua macam kedudukan yang dimaksud, yaitu kedudukan lembaga dan tempat kedudukan. Kedudukan sebagai lembaga diartikan bahwa Dewan Penasihat dan Pertimbangan Presiden bukan lagi sebagai lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara seperti Presiden, melainkan merupakan bagian dalam penyelenggaraan pemerintahan yang melekat pada kekuasaan Presiden. Apabila digambarkan dalam bagan, maka berikut ini adalah lembaga-lembaga negara tingkat Pusat yang terdapat di dalam UUD Negara RI Tahun 1945:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan yang melekat kepada Presiden, sudah tentu Dewan Penasihat Presiden ini bertanggung jawab kepada Presiden. Selanjutnya, tempat kedudukan Dewan Penasihat Presiden adalah di kantor Presiden yaitu di istana negara tempat Presiden sehari-hari bekerja, yang terletak di jalan Medan Merdeka. Kondisi serupa sebagaimana terjadi di Gedung Putih, dimana Penasehat Presiden AS berkantor di Gedung Putih juga. Hal ini perlu secara tegas dinyatakan di dalam UU untuk memastikan bahwa kehadiran lembaga ini tidak akan menimbulkan beban anggaran baru bagi negara dalam menyediakan tempat/gedung. Selain itu, dengan berkantor di kantor Presiden, para anggota Dewan Penasihat Presiden ini akan dapat berkomunikasi dengan Iebih dekat dengan Presiden. Jarak yang dekat akan membuat komunikasi dapat Iebih intensif dan cepat. C.
Tugas dan Fungsi Sesuai dengan namanya, Dewan ini bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara. Dari namanya, jelas ada perbedaan tugas dan fungsi antara Dewan Penasihat Presiden dengan pembantu presiden yang lain, misalnya wakil presiden atau menteri. Bagaimanakah kedudukan Dewan Penasihat Presiden diantara pembantupembantu Presiden yang lain, seperti Wakil Presiden dan Menteri-menteri? Dapat dikatakan bahwa sifat bantuan Wakil Presiden ditentukan oleh Presiden. Wakil Presiden menjalankan tugas Presiden apabila Presiden berhalangan. Sifat bantuan menteri-menteri atau kepala lembaga setingkat menteri adalah bantuan atas petunjuk-petunjuk dari Presiden karena bertanggungjawab kepadanya. Maka dengan penafsiran a contrario, sifat Dewan Penasihat Presiden adalah otonom tanpa petunjuk-petunjuk dari Presiden dan hubungan antara keduanya adalah antara pemberi nasihat atau pertimbangan dengan yang diberi nasihat atau pertimbangan. Jadi, meskipun Dewan Penasihat Presiden berada dalam rumpun penyelenggaraan pemerintahan, namun Dewan Penasihat Presiden tidak sama dengan Menteri-menteri, karena Dewan Penasihat Presiden bekerja lebih otonom, bukan atas petunjuk Presiden. Oleh karena itu, pemberian nasihat dan pertimbangan wajib dilakukan, baik atas permintaan maupun tanpa permintaan Presiden. Pemberian nasihat dan pertimbangan harus dapat diukur secara konkrit. Wujud nyata dari sebuah nasihat dan pertimbangan adalah rekomendasi yang disampaikan secara tertulis. Sebagai sebuah lembaga, Dewan ini harus menunjukkan sifat kelembagaannya, Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
yaitu dengan memberikan rekomendasinya berupa rekomendasi kelembagaan. Namun demikian, selain rekomendasi kelembagaan, setiap anggota Dewan Penasihat Presiden juga dapat memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden secara sendirisendiri atau bersama-sama (misalnya 2 atau 3 orang anggota). Hal ini dimaksudkan untuk tidak mematikan kreativitas atau ide-ide yang dimiliki oleh para anggota Dewan tersebut. Dengan demikian, diharapkan lembaga ini nantinya akan semakin produktif. Jika Dewan dan anggota Dewan sudah sedemikian produktif, maka Presiden juga diberikan kewajiban untuk memperhatikan dengan sungguhsungguh nasihat dan pertimbangan yang diberikan, baik oleh Dewan maupun oleh anggota Dewan. Kewajiban untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh nasihat dan pertimbangan yang diberikan tidak lain untuk menegaskan bahwa Presiden dalam bertindak tidak boleh semaunya sendiri. Jika demikan halnya, sudah tentu Presiden tidak membutuhkan Dewan ini. Akibatnya bisa terjadi seperti masa lalu sebagaimana dialami oleh DPA. Namun demikian, sekalipun ada kewajiban bagi Presiden untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh nasihat dan pertimbangan yang diberikan, tidak berarti Presiden harus dikenakan sanksi terhadap ketidaksungguh-sungguhan yang dilakukan oleh Presiden. Sebab, penekanan dari keberadaan lembaga ini adalah sebagai pemberi nasihat dan pertimbangan kepada Presiden. Penggunanya adalah Presiden, bukan pihak lain. Oleh karena itu, secara logis, Presiden diharapkan akan sangat terbantu dengan kehadiran Dewan ini. Namun demikian, sebagai orang yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh rakyat dalam Pemilihan Umum, sudah tentu Presiden yang akan bertangung jawab terhadap setiap keputusan yang diambilnya. Itu sebabnya, tidak dicantumkannya sanksi di sini adalah untuk tidak mengurangi tanggung jawab Presiden yang akan disampaikan kepada rakyat dalam Pemilu yang akan datang. Demikian pula, ketentuan ini tidak dimaksudkan agar masyarakat bisa menilai apakah Presiden telah sungguh-sungguh memperhatikan nasihat dan pertimbangan Dewan. Sebab, jika demikian halnya, maka masyarakat sudah sepatutnya mengetahui apa nasihat dan pertimbangan yang telah diberikan oleh Dewan. Padahal, jika ini dilakukan, dikhawatirkan jika nasihat dan pertimbangan tersebut terkait dengan strategi negara dalam menghadapi negara lain, sehingga harus dirahasiakan, akan bocor ke tangan pihak yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu, ketentuan agar Presiden memperhatikan dengan sungguh-sungguh merupakan ketentuan yang membantu mengingatkan Presiden akan pentingnya peran dari Dewan Penasihat dan Pertimbangan ini. Dalam menjalankan tugasnya, Dewan ini melaksanakan fungsi nasihat dan pertimbangan. Fungsi tersebut dibagi menjadi beberapa pembidangan agar masingmasing anggota Dewan dapat berkonsentrasi penuh pada satu bidang keahlian tertentu, yaitu: a. Politik, pertahanan, dan keamanan; Bidang politik ini meliputi politik dalam negeri dan politik luar negeri. b. Ekonomi dan keuangan; Bidang ekonomi dan keuangan ini meliputi kebijakan fiskal, moneter, perbankan, perencanaan dan pembangunan, serta pelaksanaan dan pengawasan APBN. c. Kesejahteraan rakyat. Bidang kesejahteraan rakyat ini meliputi sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, pembangunan, perhubungan serta fasilitas umum. Sepintas memang pembidangan ini hampir sama dengan pembidangan pada Menteri Koordinator. Namun, pembidangan ini semata-mata dilakukan dengan mendasarkan diri
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
pada pengalaman negara Indonesia dalam menghadapi permasalahan kenegaraan selama ini. Fungsi nasihat dan pertimbangan dilaksanakan dalam bentuk pertama, pengkajian atas kebijaksanaan pemerintah. Nasihat dan pertimbangan yang diberikan Dewan dapat dihasilkan dengan melakukan pengkajian atas kebijaksanaan pemerintah yang sedang atau telah berjalan. Misalnya, kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan dana bencana alam. Pengkajian ini dapat dilakukan secara perseorangan atau bersama-sama, asalkan dalam bidang yang sama. Karena memang, adalah sesuatu yang meragukan apabila seseorang yang tidak mendalami suatu keahlian dapat memberikan nasihat atau pertimbangan tentang keahlian orang lain. Kedua, nasihat dan pertimbangan diberikan terhadap evaluasi dan antisipasi atas kondisi yang berkembang di masyarakat. Misalnya, atas pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada penduduk yang dikategorikan miskin pada tahun 2005, anggota Dewan secara perseorangan maupun bersama-sama dalam bidangnya dapat melakukan evaluasi terhadap kebijaksanaan ini. Dewan juga dapat memberikan prediksi kemungkinan jika suatu kebijaksanaan diteruskan atau jika suatu kebijaksanaan dihentikan. Ketiga, Dewan harus menyampaikan rekomendasi terhadap hasil-hasil kegiatannya. Penyampaian rekomendasi ini merupakan rekomendasi yang dihasilkan oleh Dewan. Mengenai bagaimana sebuah rekomendasi dihasilkan, diserahkan kepada Dewan tersebut untuk mengaturnya. D.
Susunan dan Keanggotaan Sebagaimana pemberi nasihat dan pertimbangan, seorang anggota Dewan dapatlah dikatakan sebagai seseorang yang memperlihatkan profesionalitasnya. Karena pendidikan dan latihannya yang berlangsung lama, para profesional ini biasanya menginginkan performansi yang tinggi. Mereka juga memiliki keahlian yang mendalam, sehingga mampu bekerja sendiri tanpa pengawasan yang ketat ataupun penggunaan peraturanperaturan tertentu. Para tenaga profesional umumnya tidak menyukai aturan-aturan birokratis, dan justru ingin bebas dari otoritas maupun aturan birokratis. Pengalaman, latihan, dan proses sosialisasi antar profesional, membuat birokrasi menjadi tidak dibutuhkan oleh organisasi. Tenaga profesional akan berprestasi Iebih baik jika ditempatkan pada organisasi yang aturannya tidak terlalu ketat. Karena itu, organisasi yang anggotanya sebagian besar adalah tenaga profesional sebaiknya tidak bersifat birokratis.4 Oleh karena itu, dengan memandang bahwa anggota Dewan ini nantinya adalah para profesional di bidangnya, maka Dewan ini tidak membutuhkan struktur birokrasi yang panjang. Oleh karena itu, susunan organisasi Dewan ini tidak seperti lembaga atau organisasi lainnya. Dewan ini cukup hanya terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota dan enam orang anggota. Tidak perlu ada wakil ketua atau sekretaris sebagaimana layaknya dalam sebuah organisasi. Selain untuk menghindari rantai birokrasi yang panjang, yang akan memperlambat proses pengambilan keputusan, juga untuk mengurangi beban keuangan yang tidak penting. Jumlah anggota sebanyak tujuh orang juga dimaksudkan agar: pertama, apabila pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara mufakat, maka pengambilan keputusan dapat dilakukan secara voting. Syarat untuk mencapai keputusan dalam sebuah voting adalah jumlah peserta voting harus ganjil Kedua, setiap dua orang
4
Dr. Ir. S.B. Hari Lubis, et.al., Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Makro), Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia, 1987, Jakarta, him. 94-95.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
anggota dapat mendalami 2 bidang yang ada di dalam Dewan. Ketiga, sesuai dengan prinsip efisiensi, jumlah anggota Dewan ini tidak perlu banyak. Hal ini juga untuk memudahkan kerja Dewan dalam memberikan nasihat dan pertimbangan. Adapun ketua diangkat untuk memudahkan koordinasi (sebagai koordinator) sebagaimana layaknya dalam sebuah lembaga. Oleh sebab itu, senioritas keahlian perlu dipertimbangkan dalam menentukan seseorang menjadi ketua. Namun demikian, karena pengguna dari Dewan ini adalah Presiden, dimana lembaga ini bertugas dan bertanggung jawab kepada Presiden, maka untuk memudahkan kerja Dewan, Presiden diberikan kewenangan dalam mengangkat ketua. Untuk dapat diangkat menjadi seorang Anggota Dewan Penasihat Presiden, harus dipenuhi sejumlah persyaratan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penilaian subjektivitas dari Presiden5, sekalipun sebenarnya itu sah saja dalam sebuah praktek pemerintahan. Namun demikian, undangundang ini mencoba menghindari penilaian subjektivitas tersebut dengan mengajukan sejumlah persyaratan yang dinilai dapat diukur. Syarat-syarat yang harus dipenuhi itu adalah sebagai berikut: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Ketentuan ini dilihat dari ketaatan seseorang menjalankan ibadat menurut agamanya dan kepercayaannya. b.
warga negara Republik Indonesia dan bertempat tinggal dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk calon anggota. Seorang calon anggota dapat saja tidak bertempat tinggal di wilayah negara RI, namun ketika sudah menjadi anggota, yang bersangkutan harus bertempat tinggal di wilayah negara RI.
c.
setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; Ketentuan ini adalah ketentuan normatif yang disyaratkan bagi seseorang yang akan menduduki sebuah jabatan negara.
d.
mempunyai sifat kenegarawanan; Sifat kenegarawanan dapat dilihat dari sikap konsistensi mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Sebagai contoh adalah seseorang yang tidak pernah mengusulkan untuk disintegrasi di sebuah wilayah negara kesatuan RI. Dalam kelompok ini dapat dimasukkan kriteria para mantan presiden atau mantan menteri yang dinilai telah memiliki bukti adanya sifat kenegarawanan.
e.
sehat jasmani dan rohani; Persyaratan ini dapat dibuktikan dengan surat keterangan dari seorang dokter yang menyatakan bahwa yang bersangkutan sehat baik secara jasmani maupun rohani. Persyaratan ini harus dipenuhi juga oleh seorang calon anggota legislatif.
5
Keinginan untuk menghadirkan Anggota Dewan yang profesional dan menjadi panutan serta dipilih berdasarkan kriteria yang obejktif, juga muncul dari berbagai pihak antara lain dari Lembaga Ketahanan Nasional, PP Muhamadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia, dan Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
f.
jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; Persyaratan ini sama dengan persyaratan untuk mejadi anggota legislatif. Yang dimaksud dengan "tidak pernah melakukan perbuatan tercela" adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat lain seperti judi, mabuk, pecandu narkoba, maupun zina.
g.
tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; Yang dimaksud dengan tindak pidana kejahatan adalah tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Buku Kedua KUHP. Dijatuhi pidana karena menabrak seseorang misalnya, tidak dikategorikan sebagai melakukan tindak pidana kejahatan.
h.
tidak merangkap jabatan lain; Larangan merangkap jabatan dimaksudkan agar anggota Dewan mampu berkonsentrasi penuh terhadap tugasnya sebagai penasihat dan pemberi pertimbangan kepada Presiden. Jabatan lain yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah sebagai pejabat negara (pimpinan dan anggota lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, BPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Dewan Gubernur Bank Indonesia, Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Menteri, Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kepala Polri), sebagai pejabat pemerintahan (pejabat struktural pada kementerian/departemen dan lembaga pemerintah non departemen dan/atau pejabat struktural yang dipersamakan di lingkungan TNI dan Polri), pejabat lain di komisi-komisi (seperti di Pemberantasan Korupsi, Komisi Komisi Ombudsman Nasional), badan (seperti di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), lembaga (Lembaga Penjamin Simpanan) yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan dan dibiayai oleh APBN; Gubernur, Bupati/Walikota, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, maupun pimpinan partai politik (ketua umum, dewan syuro, dan lain-lain penyebutan dalam partai politik), pimpinan Organisasi Masyarakat (Ormas), pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pimpinan perusahaan (baik sebagai komisaris, direksi, dan lain sebagainya), pimpinan BUMN, pimpinan organisasi profesi, pejabat struktural di perguruan tinggi (seperti Rektor, Dekan, Kepala Departemen, dan lain sebagainya).
i.
sanggup bekerja penuh waktu; dan Sanggup bekerja penuh waktu ini adalah agar anggota yang bersangkutan dapat bekerja secara maksimal di lembaga ini. Ketentuan ini merupakan konsekuensi dari dilarangnya anggota yang bersangkutan tidak merangkap jabatan lainnya.
j.
mempunyai reputasi, pengalaman dan rekam jejak yang baik di bidangnya. Syarat reputasi, pengalaman dan rekam jejak ini dibutuhkan untuk menegaskan bahwa seseorang dipilih karena kecakapannya. Bukan hanya semata-mata karena pendidikannya. Karena bisa saja seseorang tidak mengenyam pendidikan dalam satu bidang namun memiliki reputasi dan pengalaman serta rekam jejak yang baik di bidang itu. Ambil contoh mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Dia tidak mempunyai latar belakang pendidikan ekonomi, namun dia dikenal sebagai ahli ekonomi di Malaysia. Demikian juga pengalaman di negara maju yang memiliki lembaga sejenis, AS misalnya. Anggota Dewan Penasihat Presiden untuk bidang ekonomi adalah seorang peraih nobel. Ada juga yang menyebutkan bahwa ciri-ciri profesional adalah : (a) menyelesaikan pendidikan atas atau yang sederajat untuk 4 tahun atau lebih, (b) memiliki kemampuan dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
komitmen untuk satu wilayah keahlian tertentu, ( c) diidentifikasikan baik secara formal maupun informal dengan suatu asosiasi keahlian.6 E.
Masa Jabatan Masa jabatan anggota Dewan Penasihat ini adalah sejak diangkat hingga diberhentikan oleh Presiden. Presiden yang dimaksud disini adalah Presiden yang mengangkatnya. Oleh karena itu, apabila Presiden yang mengangkatnya berhenti di tengah jalan (baik oleh sebab meninggal dunia maupun berhenti oleh karena impeachment), maka anggota Dewan Penasihat otomatis berhenti. Demikian pula oleh karena masa jabatan Presiden yang mengangkat anggota Dewan tersebut berakhir, maka otomatis anggota Dewan Penasihat Presiden ini akan berhenti juga. Dengan demikian, tidak ada alasan bahwa dibutuhkan surat pemberhentian seorang anggota Dewan Penasihat Presiden untuk memberhentikannya dari jabatannya, apabila Presiden yang mengangkatnya sudah berhenti. Dengan demikian, otomatis bahwa Presiden terpilih yang baru dapat mengangkat anggota Dewan Penasihat Presiden yang sesuai dengan pilihannya.
F.
Pengangkatan dan Pemberhentian Sebagai penasihat dan pemberi pertimbangan Presiden, anggota Dewan ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Pengangkatan dan pemberhentiannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Namun demikian, pada saat Presiden yang mengangkatnya sudah berhenti sehingga tidak mampu membuat surat keputusan pemberhentian, dengan ketentuan sebelumnya yang menyatakan bahwa anggota Dewan Penasihat Presiden berhenti dengan berakhirnya jabatan Presiden, tidak diperlukan lagi surat Keputusan Presiden untuk memberhentikan seorang anggota Dewan Penasihat Presiden. Ketentuan ini hanya berlaku apabila seorang anggota Dewan diberhentikan dari jabatannya dalam masa pemerintahan Presiden yang mengangkatnya. Anggota Dewan Penasihat Presiden diangkat oleh Presiden selambatIambatnya 1 bulan setelah Presiden terpilih dilantik. Ketentuan ini perlu dimuat agar Presiden dapat segera dibantu dalam melaksanakan tugastugas konstitusionalnya. Limitasi waktu tersebut dimaksudkan agar Presiden tidak berlarut-larut dalam membentuk Dewan Penasihatnya. Sebagai konsekuensi dari dibuatnya persyaratan untuk dapat menjadi anggota Dewan Penasihat Presiden, maka untuk dapat diberhentkan dari jabatannya pun harus dengan persyaratan tertentu. Seorang anggota Dewan Penasihat diberhentikan dari jabatannya karena: a.
b. c.
d.
meninggal dunia; Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan; dan/atau Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya, atau tidak hadir dalam rapat-rapat tanpa keterangan apapun selama tiga bulan berturut-turut. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan Penasihat Presiden.
6
Diterjemahkan secara bebas dari Walter L. Baik, Managerial Reform and Professional Empowerment in the Public Service, Quorum Books, AS, 1996, p. 17.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
G.
Larangan Anggota Dewan tidak boleh merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Yang termasuk dalam kategori pejabat negara adalah sebagaimana yang tertuang di dalam peraturan perundang-undangan seperti UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas, Bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Para pejabat negara tersebut meliputi pimpinan dan anggota lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, BPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Dewan Gubernur Bank Indonesia, Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Menteri, Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kepala Polri). b.
pejabat pemerintahan; Pejabat pemerintahan disini meliputi pejabat struktural pada kementerian/departemen dan lembaga pemerintah non departemen dan/atau pejabat struktural yang dipersamakan di Iingkungan TNI dan Polri.
c.
pejabat-pejabat lain; Dalam kategori pejabat-pejabat lain di sini adalah para pejabat di luar huruf a dan huruf b di atas, yang terdiri dari para pejabat di komisikomisi (seperti di Pemberantasan Korupsi, Komisi Komisi Ombudsman Nasional), di badan (seperti di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), di lembaga (Lembaga Penjamin Simpanan) atau lembaga sejenis dengan nama lain (misalnya Pusat Penelusuran Akutansi Transaksi Keuangan/PPATK), yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan dan dibiayai oleh APBN; termasuk juga Gubernur, Bupati/Walikota, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.
d.
pimpinan partai politik, pimpinan ormas, pimpinan LSM, pimpinan perusahaan dan BUMN, pimpinan organisasi profesi, pejabat struktural di perguruan tinggi. Pimpinan partai politik di sini adalah pimpinan partai politik dengan berbagai nama yang ada (misalnya ketua umum, dewan syuro, dan lainlain penyebutan dalam partai politik). Selanjutnya, pimpinan Organisasi Masyarakat (Ormas) adalah yang masuk ke dalam Organisasi Masyarakat menurut UU tentang Ormas. Pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagaimana yang termasuk dalam LSM menurut Kepmendagri. Sedangkan pimpinan perusahaan meliputi baik sebagai komisaris, direksi, dan lain sebagainya. Selanjutnya pimpinan BUMN dan pimpinan organisasi profesi sudah jelas merupakan organisasi yang masuk dalam kategori BUMN dan organisai profesi (seperti pengacara, advokat, dan lain-lain). Sedangkan pejabat struktural di perguruan tinggi meliputi Rektor, Dekan, Kepala Departemen, dan lain sebagainya.
Kesemua larangan ini dimaksudkan untuk memberikan konsentrasi penuh bagi anggota Dewan Penasihat melakukan pekerjaanya. H.
Tenaga Ahli dan Tenaga Administrasi Diakui bahwa tidak seluruh masalah dalam suatu negara dapat diselesaikan oleh 7 orang. Apalagi dengan keahlian yang terbatas. Oleh karena itu, untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya, Dewan perlu dibantu oleh staf yang mendukung keahlian maupun kegiatan administratif.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Staf yang mendukung keahlian ini dapat diambil dari orang-orang yang menurut anggota Dewan tersebut memiliki keahlian yang sedang dibutuhkan oleh Dewan. Misalnya, apabila akan dilakukan pengkajian terhadap kebijaksanaan untuk membuat bom nuklir sebagai bagian dari kebijakan untuk menjaga keamanan negara, maka anggota Dewan dapat mengangkat ahli nuklir. Tenaga pendukung administrasi dibutuhkan untuk membantu kelancaran administrasi. Tanpa dukungan staf administrasi, para anggota Dewan ini nantinya akan sangat direpotkan dengan masalah-masalah administrasi yang sebenarnya dapat dikerjakan oleh orang lain. Namun demikian, untuk staf pendukung kegiatan administrasi, dapat diambil dari staf atau pegawai di Iingkungan kantor kepresidenan yang diperbantukan. Hal ini dimaksudkan untuk tidak menambah beban negara dalam pengadaan pegawai. Selain itu juga untuk mengoptimalkan beban kerja dari pegawai di lingkungan kantor kepresidenan. I.
Mekanisme Kerja Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dewan itu sendiri diberikan keleluasaan untuk menentukan meknaisme kerja yang akan dilakukan. Berapa kali rapat dilakukan, bagaimana cara pengambilan keputusan, dan lain-lain merupakan kewenangan Dewan sendiri untuk merumuskannya. Hal ini dimaksudkan agar Dewan dapat bekerja secara optimal dan tidak diintervensi oleh pihak manapun. Dewan juga yang dianggap mengetahui bagaiman sebaiknya sebuah kegiatan itu dilakukan.
J.
Pembiayaan Pembiayaan tugas-tugas Dewan dibebankan kepada APBN. Hal ini sebagai konsekuensi lembaga ini sebagai bagian penyelenggaraan pemerintahan negara. Oleh karena itu pula, anggaran Dewan ini juga ditempakan pada anggaran kepresidenan. Oleh sebab itu, dalam pembicaraan mengenai keuangan presiden, perlu diperhitungkan anggaran untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Penasihat Presiden juga.
K.
Ketentuan Lain-Lain Sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan negara, dan dalam kaitannya dengan tugas dan fungsi Dewan, anggota Dewan Penasihat Presiden dapat mengikuti sidang kabinet atas permintaan Presiden. Kondisi serupa juga terjadi di National Security Council (NSC) di AS, dimana anggota NSC dapat ikut dalam rapat kabinet. Anggota Dewan juga dapat mengikuti kunjungan kerja dan kunjungan kenegaraan atas permintaan Presiden. Anggota Dewan juga dapat ditugaskan sebagai utusan khusus Presiden di dalam negeri maupun ke luar negeri. Sebagaimana pengalaman di negara AS, pada waktu Presiden Richard M. Nixon menunjuk Henry Kissinger sebagai penasihat keamanannya sebagai utusannya ke China dalam rangka merehabilitasi hubungan dengan China di tahun 1972. Sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan oleh Wakil Presiden atau Menlu namun tidak dilakukan. Namun, walaupun Anggota Dewan dapat menghadiri pertemuan yang strategis tersebut, para anggota Dewan tidak dibenarkan memberikan pernyataan dan menyebarluaskan isi nasihat dan pertimbangan kepada masyarakat. Pernyataan disini tidak diartikan lantas seorang anggota Dewan tidak boleh berbicara atau memberikan pernyataan kepada masyarakat. Namun, pernyataan yang dimaksud adalah apabila terkait dengan isi nasihat atau pertimbangan.
L.
Peralihan Mengingat bahwa saat ini Presiden telah memiliki lembaga atau perorangan yang melakukan fungsi memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, maka sejak lahirnya UU ini seluruh lembaga atau perseorangan tersebut haruslah dihapuskan. Untuk Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
selanjutnya, paling lambat 1 bulan sejak diundangkannya undang-undang ini Dewan Penasihat Presiden tersebut haruslah telah terbentuk. Oleh karena itu, penting bagi Presiden untuk memperhatikan persyaratan yang telah ditetapkan oleh UU ini. Bisa saja, orang-orang yang ada di dalam lembaga atau perseorangan yang sebelumnya telah melakukan fungsi memberikan nasihat dan pertimbangan tersebut dipilih sebagai anggota Dewan Penasihat Presiden berdasarkan UU ini karena memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan UU ini. Sebaliknya, bisa jadi juga anggota lembaga atau perseorangan yang sebelumnya telah melakukan fungsi memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden tidak terpilih lagi karena tidak memenuhi persyaratan. M.
Penutup Sebagaimana ketentuan dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, muatan ketentuan penutup adalah menyatakan suatu UU mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan memerintahkan pengundangan UU ini dengan penempatannya dalam Lembagara Negara RI.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
SISTEMATIKA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN DAN PENASIHAT PRESIDEN Konsideran:
Menimbang Mengingat Menetapkan
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 BAB II KEDUDUKAN Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 BAB III TUGAS DAN FUNGSI Pasal 5, Pasal 6 BAB IV SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN Bagian Pertama: Susunan Pasal 7 Bagian Kedua: Keanggotaan Pasal 8, Pasal 9 Bagian Ketiga: Pengangkatan dan Pemberhentian Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 BAB V MEKANISME KERJA Pasal 14 BAB VI PEMBIAYAAN DAN HAK KEUANGAN Pasal 15 BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 PENJELASAN I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DAFTAR PUSTAKA Baik, Walter L., Managerial Reform and Professional Empowerment in the Public Service, Quorum Books, AS, 1996. Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, Jakarta, 2001. Buku Kedua Jilid 7A, Risalah Rapat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI ke-31 s/d ke-35 Tanggal 18 September s/d 25 September 2001 Masa Sidang Tahunan MPR Rl, Sekretariat Jenderal MPR RI. Hermoyo (pentj.), Diane Revitch, et.al., Demokrasi: Klasik dan Modern, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005. Lubis, S.B. Hari, Dr. Ir., et.al., Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Makro), Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia, 1987, Jakarta. Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, Penerbit PT Pustaka Utama, Jakarta, 2001.
Lain-lain: Bahan Tayangan Materi Sosialisasi UUD RI Tahun 1945, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2005 Lembaga Ketahanan Nasional, PP Muhamadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia, dan Parisada Hindu Dharma Indonesia, Masukan terhadap RUU tentang Dewan Penasihat Presiden, 2006, sebuah makalah. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2001.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net