REKONSTRUKSI ACEH N0. 26 ■ 22 JULI 2006 ■ DUA MINGGUAN
http://e-aceh-nias.org/ceureumen/
PANTON Lawet ka dame nanggroe Aceh nyoe Bandum geutanyoe hae geumbira Peu nyang ta peubuet sideh ngon sinoe Tan meusoe gamoe hate lam dada Deungon Pilkada, karab toe tanyoe Beugot hai adoe taboeh keunira Pileh peumimpin kepala nanggroe Ureueng nyang hiro rakyat sijahtra Uleh seubab nyan wahe rakan droe Bek beurang kasoe pileh keupala Meung salah pileh cit teulah dudoe Nyang na jihiro keu biek droe saja Bek teupengarih ngon bu sigo troe Atau ji siboe ngon mangat haba Sulet ngon burek beuna neu tusoe Pileh geutanyoe peumpimpin taqwa T. A. Sakti
2 ■ AK ZAILANI
Menyeret BRR Ke Meja Hijau
Banyak yang masih memprotes bahwa UUPA ini belumlah aspiratif. Bertentangan dengan sejumlah undang-undang, bahkan dengan Konstitusi RI. Baca halaman 4-5
Jembatan Apung Desa Lageun
3
Nani Afrida Calang Aceh Jaya
[email protected]
Memahami Undang-Undang Pemerintahan Aceh
7 Tanah Kampung Itu belum Lunas
S
etidaknya lumayan bisa dilewati. Kalimat itu meluncur dari bibir masyarakat di kawasan Jembatan Apung, Desa Lageun, Kecamatan Setiabakti, Aceh Jaya. Kondisi jembatan itu memang belum bisa dikatakan sempurna, tapi lumayanlah. Terbuat dari kayu dan mengapung karena bantuan drum. Panjangnya juga lumayan, sekitar 150 meter. Setiap hari jembatan itu tak sepi dari warga yang menyeberang. Biasanya mereka berjalan kaki atau membawa sepeda motor. Maklum, jembatan apung itu menghubungkan 9 desa dan menjadi urat nadi transportasi masyarakat. Adalah Project Concern International (PCI), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang aktif
membantu pembuatan jembatan sederhana ini setelah jembatan yang lama “hilang” dibawa tsunami. Sebelumnya, masyarakat dari 9 desa yang terisolasi terpaksa menggunakan perahu untuk menyeberang. Ongkos penyeberangan? Lumayan, Rp 5.000. Terlalu kecil Yang membuat masyarakat masih belum puas, luas jembatan apung ini terlalu kecil. Ya, hanya satu meteran, sehingga yang bisa melewatinya cuma kendaraan roda dua. “Padahal 9 desa yang terhubung oleh jembatan ini adalah desa transmigrasi penghasil alam,” cerita Sulaiman, seorang warga. Desa-desa itu menghasilkan karet, durian, padi dan juga ternak. Barangbarang hasil alam itu hanyalah bisa dibawa keluar dengan menggunakan kendaraan roda empat. Masalahnya, kendaraan roda empat
itu tidak bisa melewati jembatan apung. “Karena itu banyak hasil alam yang tidak bisa dikeluarkan dari desa. Masyarakat rugi. Makanya di sana warga desanya hidup dalam kekurangan,” cerita Sulaiman lagi. Selain itu, 9 desa yang terhubung oleh jembatan apung ini merupakan desa konflik yang sangat tertinggal. Bahkan desa-desa ini tidak memiliki listrik. Bosan meminta Pernah meminta bantuan pemerintah? “Sudah sering. Bahkan kami sudah bosan,” cetus Muhammad, warga desa lainnya. Menurut Muhammad, hingga kini pemerintah belum melakukan apa-apa, termasuk memikirkan nasib desa-desa korban konflik yang menderita akibat jembatan yang putus. ■
KORUPSI
CEUREUMeN
> > > TANYA JAWAB Ketidakakuratan Berita
T:
Di Aceh ada sejumlah media massa lokal yang meliput soal rekonstruksi dan rehabilitasi. Sebetulnya, tidak hanya media massa yang terbit di Aceh saja, media massa nasional juga banyak memaparkan apa yang terjadi di Aceh. Akan tetapi, saya sendiri banyak membaca media-media yang terbit di Aceh. Media di luar Aceh yang biasa kami nonton hanya media elektronik, yaitu televisi. Dalam pemuatan berita, seringkali wartawan memberitakan secara tidak akurat, misalnya kesalahan nama orang, kesalahan menyebut nama desa, bahkan ada juga faktanya sendiri yang ditulis tidak sepenuhnya benar. Narasumber yang digunakan dalam berita tersebut juga kadang kurang layak. Kadang-kadang saya kesal juga kalau membacanya. Apa yang harus kami lakukan sebagai pembaca? Muhammad Lamlo, Kota Bakti, Pidie
■ ASRI
2
Menyeret BRR Ke Meja Hijau
J:
Wartawan, seperti juga masyarakat lainnya adalah manusia biasa. Bisa saja mereka memberitakan peristiwa dengan tidak akurat. Jika Anda mempunyai informasi yang lebih akurat, Anda bisa memberitahu wartawan yang bersangkutan atau kantor media yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugasnya, sebetulnya jurnalis juga mempunyai kode etik, antara lain, “Hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.” Jika Anda dirugikan dengan suatu pemberitaan, bisa digunakan hak jawab, yang wajib dimuat di media tersebut. Jika hak jawab pun merasa masih kurang adil untuk Anda, maka bisa menempuh jalur hukum untuk menuntut media yang bersangkutan.
Layanan Ambulans Gratis
T:
Kami masyarakat yang kurang mampu. Beberapa waktu yang lalu kami mendengar informasi bahwa Palang Merah Indonesia (PMI) Nanggroe Aceh Darussalam memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat yang membutuhkan ambulans milik mereka. Yang ingin kami tanyakan, benarkah ada bantuan layanan gratis dari mereka. Soalnya, yang kami dengar dari teman-teman, bantuan ambulans tersebut tidak gratis. Terima kasih atas penjelasan tersebut.
Nurlela Mata Ie, Aceh Besar
J:
Palang Merah Indonesia Nanggroe Aceh Darussalam memang memberikan layanan ambulans gratis. Namun, menurut seorang staf PMI, untuk sementara bantuan gratis itu hanya untuk kondisi korban dalam keadaan darurat, misalnya untuk korban yang tertabrak di jalan. Untuk saat ini, pelayanan gratis tersebut pun baru berlaku di daerah Banda Aceh dan sekitarnya. Jika Anda ingin mendapatkan layanan gratis tersebut, bisa menghubungi nomor (0651)188. Nomor tersebut bisa dihubungi kapan saja dibutuhkan, karena ditongkrongi oleh petugas selama 24 jam.
Anda bisa mengirimkan pertanyaan apa pun yang ingin Anda ke-tahui, terutama mengenai masalah rekonstruksi dan rehabilitasi. Redaksi akan mencarikan jawaban untuk pertanyaan Anda. Kirimkan ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001 atau email
[email protected] dengan mencantumkan “Rubrik Tanya Jawab”
Mohammad Avicenna Banda Aceh
[email protected]
S
etelah memecat dua stafnya, Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh malah digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Katanya, mereka dipecat tanpa sebab. Lantas, bagaimana episode antara pencemaran nama baik atau melanggar pakta integritas itu bermuara? Memang, perseteruan bekas dua staf BRR Aceh-Nias itu laksana David dan Goliath. Keduanya menilai BRR dengan lancang sudah memutarbalikkan fakta serta mencemarkan nama baik mereka. Akibatnya, Manajer Investigasi Satuan Antikorupsi (SAK) Leo Nugroho dan Sekretaris Deputi Perumahan dan Pemukiman Endang Julianti tak puas. Seperti diketahui, BRR Aceh-Nias memecat Endang Julianti dari jabatan sekretaris deputi perumahan dan permukiman, sejak 22 Juni lalu. Wanita ini dikaitkan dengan pemasangan iklan setahun BRR Aceh-Nias di sebuah televisi swasta nasional tanpa melalui proses tender. Disebutkan, Endang berusaha mengambil diskon iklan yang diberikan televisi tersebut. Sebelum Endang, BRR juga memecat Leo Nugroho, Manajer Investigasi Satuan Antikorupsi (SAK) pada 21 April lalu. Alasan pemecatan Leo, karena yang bersangkutan seolah mengangkat dirinya sebagai direktur investigasi SAK. Bahkan dalam 43 surat yang dikeluarkannya sejak 2005, Leo menuliskan jabatannya sebagai pejabat direktur dan direktur. Dia sendiri bekerja di BRR sejak Juli-Agustus 2005 lalu. Baik Leo maupun Endang, sama-sama dikenakan tuduhan yang sama, yakni melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan, peraturan dan pakta integritas yang berlaku di lembaga itu. Endang yang dihubungi Ceureumen belum lama ini mengatakan, dirinya sudah berancangancang memejahijaukan lembaga yang dipimpin Kuntoro itu. Dia merasa diperlakukan tidak manusiawi. “Mereka menyuruh mengawal saya seperti penjahat saja,” keluhnya. Untuk gugatan ke PTUN di Medan, Endang mengaku sedang mempersiapkan berkas-berkasnya. Sementara Leo Nugraha, menurut Endang, akan mendaftarkan kasusnya ke PTUN Medan
dengan secepatnya. Endang mengaku, “Apa-apa yang disampaikan BRR adalah fitnah. BRR ini hobinya bohong.” Dasar gugatan yang akan diajukan adalah pemecatan terhadap dirinya yang tidak jelas, pencemaran nama baik, serta ketidaknyamanan yang diterima saat dipaksa meninggalkan Aceh oleh BRR. “Mereka takut saya akan membeberkan kebobrokan BRR. Makanya saya juga dipaksa meninggalkan Aceh dengan pengawalan satpam, bahkan sampai masuk ke kamar saya,” urai Endang. Endah menegaskan, dirinya tidak pernah menerima uang diskon dalam pemasangan iklan. Dia juga mengaku tidak pernah menerima honor dari pihak manapun. “Semua faktanya dibalik,” sebut dia. “Saya yang melaporkan adanya diskon, tapi saya yang dituduh tidak melaporkan diskon. BRR juga bohong, sebab sampai sekarang tidak ada investigasi yang mereka lakukan atas kasus itu,” katanya seperti dikutip sebuah situs berita. Tuanku Mirza Keumala, jurubicara BRR AcehNias, yang dihubungi terpisah mengatakan, mereka menghormati proses hukum yang ditempuh Leo dan Endang. Apalagi upaya yang ditempuh keduanya masih dalam koridor yang sama. “Ini persoalan hukum,” sebut Mirza. Karena terkait dengan masalah ini, menurutnya, pihak BRR tetap akan menghadapi gugatan yang dimaksud. Kendati awalnya, kasus kedua bekas staf itu dianggap Mirza sebagai persoalan internal BRR. “Prinsip kita sudah dilakukan sesuai dengan aturan internal. Apalagi mereka melanggar pakta integitas,” ujar jubir BRR ini. Sementara Penasihat senior BRR Aceh-Nias, Bima Haria Wibisono kepada wartawan di Jakarta belum lama ini Mengatakan, keduanya memang sudah melanggar pakta integitas antikorupsi dengan menerima honor selain dari BRR. “Padahal dalam pakta itu disebut ada larangan menerima honor atau meminta honor dari lembaga lain,” ujarnya. Menurut Bima, sebenarnya kedua mantan staf yang dipecat itu masih dalam proses investigasi oleh BRR karena masih banyak keterangan yang diperlukan. Namun, keduanya memilih mengundurkan diri ketika sedang diselidiki. “Apa yang dilakukan BRR, sudah sesuai prosedur. Namun jika keduanya merasa tidak puas, BRR siap menghadapi di pengadilan,” sebut dia. ■
■ REDAKSI CEUREUMeN ■ Pemimpin Redaksi: Sim Kok Eng Amy ■ Sekretaris Redaksi: Siti Rahmah ■ Redaktur: Nani Afrida ■ Wartawan: Mohammad Avicenna, Muhammad Azami ■ Koordinator Artistik: Maha Studio ■ Fotografer: Hotli Simanjuntak ■ Dengan kontribusi wartawan lepas di Aceh ■ Alamat: PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected] ■ Percetakan dan distribusi oleh Serambi Indonesia. CEUREUMeN merupakan media dwi-mingguan yang didanai dan dikeluarkan oleh Decentralization Support Facility (DSF atau Fasilitas Pendukung Desentralisasi). DSF merupakan inisiatif multi-donor yang dirancang untuk mendukung kebijakan desentralisasi pemerintah dengan meningkatkan keselarasan dan efektifitas dukungan dari para donor pada setiap tingkatan pemerintahan. Misi dari CEUREUMeN adalah untuk memberikan informasi di Aceh tentang rekonstruksi dan berita yang bersifat kemanusiaan. Selain itu CEUREUMeN diharap bisa memfasilitasi informasi antara komunitas negara donor atau LSM dengan masyarakat lokal.
ADV
CEUREUMeN
3
CERITA SAMPUL
CEUREUMeN
Memahami UUPA
engan tidak memperpanjang mukaddimah, langsung dengan penuh hormat saya menyapa Bapak Bupati Pidie di tempat. Sebagai rakyat kecil yang hidup di pelosok desa sangat tertinggal, mungkin inilah sedikit uneg-uneg yang barangkali tak enak diterima. Desa Siron Tanjong yang ada dalam Kecamatan Padang Tiji merupakan sebuah cerminan desa yang sangat tertinggal dalam berbagai bidang. Dibandingkan kemukiman dan desa lain, Desa Siron yang dulu pernah dianggap sebagai basis GAM hingga kini masih memprihatinkan. Dalam suara rakyat kecil ini saya ingin menyampaikan sesuatu dan merupakan sebuah permintaan kepada bapak di sini. Kami sangat memerlukan sebuah jembatan yang sudah lama ambruk akibat banjir. Jembatan itu menghubungkan antara Desa Siron dengan Desa Cot Keutapang Tanjong. Begitu juga jalan yang sudah bertahun-tahun tidak pernah diaspal sekalipun. Pada siapa lagi kami harus meminta? Haruskah kami selalu menjadi pengemis seperti ini? Sebagai warga biasa, kami ingin menyampaikan sekaligus meminta hak yang memang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Dan kewajiban untuk melaksanakan semua itu ada di tangan bapak. Sudah berapa kali keuchik setempat mengajukan proposal kepada bupati/camat, namun sekalipun tidak pernah ditanggapi. Kenapa jadi seperti ini? Apa karena di daerah kami tidak ada orang yang berpendidikan tinggi seperti halnya Kemukiman Peudaya? Semoga Bapak dapat segera mengobatinya dengan tidak membedakan kami. Sebuah harapan dan ucapan terima kasih atas perhatiannya. Terima kasih juga untuk redaksi Ceureumen yang bersedia memuat suara saya ini.
D
Zakaria Maulizan Siron Tanjong, Padang Tiji Kab Pidie
Jangan Perkeruh Damai ami tentu saja menerima dengan hati gembira disahkannya Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Itu sebuah amanat dari lahirnya Nota Kesepakatan damai di Helsinki. Sekarang yang paling penting implementasinya. Untuk itu sekarang yang paling penting, butir-butir itu dilaksanakan sesuai dengan amanatnya. Bukan seperti undang-undang sebelumnya yang tak ada isinya. Artinya, semua paraturan pelaksanaannya masih dipegang Jakarta. Dikit-dikit tanya Jakarta. Birokrasi itulah yang perlu dipersempit dan tak perlu dipersulit. Apa pun namanya, sentralistik itu wajib dipangkas. Ini belajar dari UU No.18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam yang sebagian besar butir-butirnya belum dilaksanakan. Oleh karena itu, kami rakyat jelata sangat berharap agar masalah-masalah itu tidak lagi menjadi kendala. Sebab damai ini amat mahal harganya. Makanya, pemerintah Jakarta jangan memperkeruh lagi suasana damai Aceh dengan peraturan-peraturan yang tak berpihak kepada masyarakat. Terima kasih atas dimuatnya komentar singkat saya ini.
K
Abdul Kadir Beurawe, Kuta Alam Banda Aceh
Buat Anda yang ingin menyampaikan Suara Rakyat kecil berupa ide, saran, dan kritik tentang rekonstruksi bisa melalui surat ke Tabloid CEUREUMéN PO Box 061 Banda Aceh 23001 email:
[email protected]
Tim Ceureumén Banda Aceh
D
PR RI telah mengesahkan rancangan UUPA (Undang-undang Pemerintahan Aceh) menjadi undang-undang, pekan lalu. Dan kini, DPRD NAD sedang menggodok puluhan qanun untuk menjabarkan secara lebih rinci undang-undang yang baru disahkan itu. Nah, secara yuridis, undang-undang ini memberi kompensasi ekonomi yang besar untuk Aceh. Seperti yang tertulis di UU itu, kompensasi
ekonomi ini dinilai sangat besar, dibandingkan yang pernah diperoleh Aceh sejak bergabung dengan republik ini. Di sisi lain, ternyata banyak juga yang masih memprotes bahwa UU ini belumlah aspiratif. Bertentangan dengan sejumlah undang-undang lain, bahkan dengan Konstitusi RI atau Undangundang Dasar 1945. Pihak GAM sendiri sebagai peneken Nota Kesepahaman (MoU) yang menjadi penyebab UU ini lahir mengatakan bahwa sejumlah substansi UUPA bertentangan dengan MoU.
Dua wanita tua sedang menunggu dagangannya di pasar Aceh. Dengan di sahkannya UUD PA, diharapkan perekonomian masyarakat aceh pulih segera. ■ HOTLI SIMANJUNTAK
Surat Cinta untuk Bupati Pidie
Pasal yang Bertentangan UUPA Pasal 16 dan 125 : Memberikan kewenangan Pemerintah Aceh untuk penerapan Syariat Islam yang meliputi Aqidah, Akhlak ,dan Syari’ah. Ini mencakup ibadah, hukum keluarga, perdata, pidana, peradilan. Hukum yang diterapkan berdasarkan penafsiran atas Syari’ah, bukan atas dasar Konstitusi. Menurut Prolegnas Pro-Perempuan, kedua pasal di atas bertentangan dengan undang-undang lain berikut ini. Dampak: Potensial penafsiran agama akan dijadikan alat kekuasaan. Berpeluang terjadinya tafsir-tafsir yang bias jender . UU 1945: Konstitusi: Negara Indonesia adalah Negara Konstitusional. Pasal 28 E: Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. UU Sipol: Pasal 18 (2) : Tidak seorang pun boleh dipaksa, sehingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya. UU CEDAW: Pasal 5: Negara wajib mengubah pola tingkah laku sosial dan budaya yang mendiskriminasikan perempuan. UU HAM: Pasal 4: Hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama,… dan hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun. Pasal 67: Setiap orang yang ada di wilayah RI wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis dan hukum Internasional mengenai HAM yang telah diterima oleh Negara RI.
UUPA Pasal 75 : Tidak ada kewajiban menjamin keterwakilan perempuan. Hanya ‘memperhatikan’ dan tidak di semua lembaga pengambilan keputusan, terbatas hanya di dalam pendirian dan kepengurusan parpol.Menurut Prolegnas (Program Legislasi Nasional) ProPerempuan, pasal di atas bertentangan dengan undang-undang lain berikut ini. Dampak: Perempuan tidak memiliki akses yang penuh dan dijamin haknya terlibat dalam pengambilan keputusan/kebijakan publik (pembuatan qanun). Dalam konteks penerapan Syariah, tiadanya jaminan keterlibatan perempuan tersebut akan semakin mendorong munculnya qanun-qanun yang represif terhadap perempuan. UU 1945: Pasal 28 H (2) : Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. UU CEDAW: Pasal 4: Negara wajib membuat peraturan peraturan khusus sementara bagi perempuan (affirmative action) yang bertujuan untuk mempercepat persamaan. Pasal 7: Perempuan berhak berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya, memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di semua tingkat. UU HAM: Pasal 46 Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.
Ceureumen 5
CERITA SAMPUL
Kompensasi Ekonomi di UU-PA
■ AK ZAILANI
1) Dana perimbangan terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil pajak, yaitu: 1) Bagian dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 90%. Bagian dari penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 80%; dan 2) Bagian dari penerimaan Pajak Penghasilan sebesar 20%. b. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari hidrokarbon dan sumber daya alam lain, yaitu: 1) Bagian dari kehutanan sebesar 80% ; 2) Bagian dari perikanan sebesar 80% ; 3) Bagian dari pertambangan
Ketua Pansus RUU-PA, Fery Mursyidan Baldan menyerahkan UU-PA kepada Ketua DPRD Aceh Sayed Fuad Zakaria di Pendopo Gubernur Aceh.
Haa! UUPA Melanggar UU’45? Mohammad Avicena Banda Aceh - Jakarta
[email protected]
B
ila elemen sipil di Aceh menilai Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) keluar dari Nota Kesepakatan Helsinki, maka dari Jakarta lebih parah lagi. Katanya, UUPA melanggar UUD 1945. Haa. Dan ternyata bukan cuma melanggar UUD’45, namun juga melanggar sejumlah UU lain. Masa, sih? Sebuah kelompok yang menamakan dirinya Prolegnas Pro-Perempuan menilai sejumlah pasal dalam UU-PA bertentangan seperti yang disebutkan tadi. Pasal-pasal tersebut adalah pasal 16 dan 125, pasal 75 (Baca: Pasal yang Bertentangan). Sementara itu, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sejumlah elemen sipil di Aceh juga merasa tidak puas dengan substansi yang terkandung di dalam UUPA yang dinilai tidak sesuai dengan butir-butir Kesepakatan Helsinki. Inilah pasal-pasal yang dianggap bermasalah di mata mereka.
❞
Pasal 8 Rencana persetujuan internasional yang berkaitan langsung dengan pemerintahan Aceh yang dibuat oleh pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh. Rencana pembentukan undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan langsung dengan pemerintah Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh. GAM mempermasalahkan kata “pertimbangan”. Kata pertimbangan dianggap tidak mengikat. Dalam MoU sendiri disebutkan kata “persetujuan”, seperti dalam butir 1.1.2.b MoU yang berbunyi: Persetujuanpersetujuan internasional yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan khusus Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan legistlatif Aceh. Pasal 11 Pemerintah menetapkan norma, standar, dan prosedur serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan
Kami mendukung upaya elemen masyarakat sipil dan terlibat aktif untuk melakukan uji material (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi,” kata Taufik Abda, juru bicara elemen sipil belum lama ini. “Kita akan terus upayakan revisi dan amandemen, tapi dilakukan secara damai. Kita tidak akan lakukan aksi anarkis.”
yang dilaksanakan oleh pemerintah Aceh, kabupaten, dan kota. Pasal “susupan” ini dinilai sebagai trik Jakarta untuk tetap mengendalikan Aceh. Sebelumnya klausul ini terdapat dalam Pasal 7 ayat (3). Karena terus diprotes, DPR memindahkannya menjadi pasal 11. GAM menginginkan wewenang Pusat di Aceh hanya terbatas pada enam masalah saja, seperti diamanatkan MoU, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama. (MoU butir 1.1.2.a). Pasal 203 1. Tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia di Aceh diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Peradilan terhadap prajurit Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terbuka dan dibuka untuk umum kecuali Undang-Undang menentukan lain. Poin 1.4.5 MoU Helsinki menyebutkan: Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh akan diadili pada pengadilan sipil di Aceh. Pasal 228 Untuk memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi setelah Undang Undang ini diundangkan, dibentuk pengadilan HAM di Aceh.
umum sebesar 80% ; 4) Bagian dari pertambangan panas bumi sebesar 80% ; 5) Bagian dari pertambangan minyak sebesar 15%; 6) Bagian dari pertambangan gas bumi sebesar 30% ; c. Dana Alokasi Umum. d. Dana Alokasi Khusus. 2) Selain Dana Bagi Hasil, Pemerintah Aceh mendapat tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi, yaitu: a. Bagian dari pertambangan minyak sebesar 55% , dan b. Bagian dari pertambangan gas bumi sebesar 40%. 3) Dana Otonomi Khusus
30 Persen untuk Sektor Pendidikan 1. Pemerintah Aceh berwenang mengelola tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi. Dana ini merupakan pendapatan dalam APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh). 2. Paling sedikit 30% dari pendapatan tersebut dialokasikan un-
tuk membiayai pendidikan di Aceh 3. Paling banyak 70% dari pendapatan dialokasikan untuk membiayai program pembangunan yang disepakati bersama antara Pemerintah Aceh dengan pemerintah kabupaten/kota.
Dana Istimewa Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dana ini merupakan dana istimewa untuk Aceh. Tidak ada Provinsi lain di Indonesia yang memperoleh dana ini, kecuali Provinsi Papua. Dana ini disebut sebagai dana Otonomi Khusus, yang besarnya setara dengan dua persen dari DAU nasional. Pakar Ekonomi Unsyiah Dr Nazamuddin mengatakan, kalau saja DAU nasional mencapai Rp 150 triliun, maka Aceh akan meraup sekitar Rp 3 triliun. Setiap peningkatan Rp 50 triliun DAU nasional, akan berkontribusi untuk Aceh sebanyak Rp 1 triliun. “Ini di luar dana APBD. Karena akan ada juga dana bagi hasil, PAD, dan segala macam. Dana tambahan ini cukup besar. Tinggal kini bagaimana gubernur mengelola uang ini.
Jangan lagi seperti dana pendidikan,” kata staf ahli ekonomi yang ikut mengadvokasi RUU-PA ini. Dana Otonomi Khusus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan, terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Dana Otonomi Khusus berlaku untuk jangka waktu 20 tahun. ● 15 tahun pertama: 2 persen dari DAU nasional. ● 5 tahun berikutnya: 1 persen dari DAU nasional. ● Aceh akan menikmati untuk pertama kali dana Otonomi Khusus di atas mulai tahun 2008.
Pendidikan Gratis 1. Penduduk Aceh usia 7 -15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar tanpa dipungut biaya. 2. Pemerintah, Pemerintahan Aceh, dan pemerintahan kabupaten/kota mengalokasikan dana untuk membiayai pendidikan dasar dan menengah. 3. Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota menyediakan pendidikan lay-
anan khusus bagi penduduk Aceh yang berada di daerah terpencil atau terbelakang. 4. Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota menyediakan pelayanan pendidikan khusus bagi penduduk Aceh yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, serta yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Masih Bernama Provinsi NAD ●
●
Nama Aceh sebagai daerah provinsi dan gelar pejabat pemerintahan yang dipilih akan ditentukan oleh DPRA setelah pemilihan umum tahun 2009. Untuk sementara, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam tetap digunakan sebagai nama provinsi. Nama dan gelar tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan usul dari DPRA dan Gubernur Aceh.
CE
6
CEUREUMeN
TIPS KESEHATAN
CEK BANUN
14 Manfaat Teh yang Tak Terpikirkan
B
elum lengkap hari tanpa secangkir teh. Namun tahukah Anda kalau teh memiliki manfaat yang tidak sedikit bagi tubuh Anda. Selain menikmati kesegarannya, Anda juga bisa terbebas dari penyakit.
■ MAHDI ABDULLAH
Berikut manfaat teh bagi kesehatan: 1. Dari hasil penelitian ilmiah, teh memiliki kemampuan menghambat pembentukan kanker. 2. Teh juga mampu mencegah penyakit jantung dan stroke. 3. Minuman alami ini terbukti pula mampu menstimulir sistem sirkulasi, memperkuat pembuluh darah, dan menurunkan kolesterol dalam darah. 4. Teh pun bisa membantu meningkatkan jumlah sel darah putih yang bertanggung jawab melawan infeksi. 5. Terutama teh hijau, bisa mencegah serangan influenza. 6. Pucuk daun teh bisa memperkuat gigi, melawan bakteri dalam mulut, mencegah terbentuknya plak gigi, serta mencegah osteoporosis. 7. Di dalam saluran pencernaan, teh juga membantu melawan keracunan makanan dan penyakit macam kolera, tipes dan desentri. 8. Kebiasaan minum teh dapat menurunkan angka serangan diare. 9. Dengan kemampuan antibakterinya, teh membantu menghambat infeksi tenggorokan. 10. Penelitian juga menunjukkan, meminum teh memperbaiki konsentrasi, ketajaman perhatian, dan kemampuan memecahkan masalah. 11. Teh bisa pula digunakan sebagai obat luar untuk beberapa penyakit. Di Cina, umpamanya, teh hijau digunakan sebagai obat rumah untuk menyembuhkan luka atau mencegah penyakit kulit dan penyakit kaki karena kutu air. 12. Semua bagian tanaman teh juga bisa digunakan sebagai bahan-bahan kosmetik. 13. Teh juga bisa menurunkan stres. 14. Teh bagus untuk awet muda (DBS)
Lapisan II 2 bungkus agar-agar. 250 gr gula pasir. 1200 ml air. 5 tetes pewarna hijau tua . 2 lembar daun pandan. 300 gr nangka, potong dadu. Cara membuat 1. Campur jadi satu tepung
Hunkwe, gula, garam, dan fanili, tuang santan sedikit demi sedikit. Aduk rata. Masak di atas api hingga kental dan matang. 2. Tuang ke dalam cetakan kecil hingga setengah penuh, sisihkan. 3. Agar-agar, gula, air, pewarna hijau, daun pandan, dan daun nangka dimasak hingga mendidih, angkat. 4. Tuang agar-agar ke dalam cetakan hingga penuh, kemudian dinginkan. Selamat mencoba.
Bagi Anda yang memiliki resep unik yang bisa dimasak dengan mudah dan enak, bisa mengirim surat ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected]. Cantumkan alamat lengkap. Ceureumen akan mengunjungi Anda dan melihat Anda memasak. Disediakan bingkisan kecil untuk Anda.
■ MAHDI ABDULLAH
Bahan-bahan: Lapisan I 2 bungkus tepung Hunkwe. 250 gr gula pasir. Garam secukupnya. Fanili secukupnya. 1 lt santal kental, dari 1 1/2 butir kelapa.
■ MULYANI
Talam Hunkwe Agar-Agar
TEKA TEKI SILANG CEUREUMÉN NO. 26 Mendatar: 1. Tetap, Tidak untuk sementara 5. Ajal 6. Umur ( Inggris ) 7. Coba 8. Berkata dengan suara keras bermaksud hendak menantang 9. Sebuah bilangan 10. Seperti 12. Paku 14. Pengumuman, Pemberitahuan Menurun: 1. Sensitif 2. Belut bertelinga
3. Secara alamiah 4. Padi yang sudah ditanak 5. Mekanik 9. Tidak bersuara 11. Tradisi 13. Kabar angin, Desas-desus Jawaban TTS Ceureumén NO. 23 Mendatar 1. Prematur, 5.Tuba, 6. Aus, 7. Nya, 8. Usus, 9. Pen, 10. Ion, 12. Alat, 14. Prihatin Menurun 1. Pola, 2. MoU, 3. Transit, 4. Rima, 5. Tsunami, 9. Pump, 11. Neon, 13. Asa.
Pemenang Ceureumén edisi 22 1. Suriati SMA Negeri 3 Langsa Jln. Cut Nyak Dhien, Langsa 2. Miftahul Jannah Cot Sareung A23, Tingkem, Darul Imarah Aceh Besar 3. Saifullah Jln. Jend.Sudirman VIII No.5. Geuce Inem 4. Fani Abdi Jln. Belanak no 19 Lampriek, Banda Aceh
Mulai edisi ini, pengumuman pemenang TTS akan diumumkan setiap dua edisi berikutnya. Jawaban di kirim ke Po.Box 061 Banda Aceh. Kepada 5 (lima) pemenang akan mendapatkan kamus Bahasa Indonesia-Inggris.
KAMPUNGKU LAMNO
CEUREUMeN
7
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Tanah Kampung Itu belum Lunas
Sebuah papan pengumuman program pembangunan desa Baro di lamno terpampang di kawasan desa yang baru saja di buka bagi korban tsunami.
Nani Afrida Lamno Aceh Jaya
[email protected]
R
umah bantuan World Vision dan International Red Cross and Red Cresent (IFRC) itu berjejer rapi. Ukurannya 6X6 meter persegi. Dari jauh terlihat seperti rumah mainmainan. Kayunya jenis pinus, sedangkan tiangnya terbuat dari besi ringan. Terkadang wangi kayu pinus itu menyebar, dibawa angin sepoi-sepoi. Di situlah 180 jiwa masyarakat Ka-
mpong Baro, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya, tinggal. Di situlah kampung mereka yang baru, setelah kampung yang lama terkena abrasi karena tsunami 26 Desember 2004 lalu. Mereka akhirnya pindah ke rumah sementara setelah lama terkatung-katung di tenda. Sangat lumayan Desa Kampong Baro memang terletak di pinggir laut. Masyarakatnya kebanyakan adalah nelayan dan peternak. Hancurnya kampung menyebabkan masyarakat sempat terpecah be-
lah. Kini, di rumah sementara bantuan IFRC, masyarakat Kampong Baro menata hidupnya. “Rumah ini sangat lumayan, daripada di tenda,” kata Arifin, ketua pemuda setempat kepada Ceureumén. Bila siang hari di tenda, udaranya bukan main panasnya, dan bila malam sangat dingin. Apalagi selama setahun, tenda mereka sudah compang camping. Arifin korban tsunami. Dia kehilangan lima anggota keluarganya saat musibah yang mengenaskan itu. Kini, dia tinggal di rumah sementara itu dengan kedua saudara kandungnya. Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) membantu mereka untuk kembali hidup normal. International Medical Corps (IMC) misalnya. LSM ini memberikan warga desa beberapa buah perahu penangkap ikan, dan bantuan modal berupa puluhan ekor kambing untuk diternakkan. “Kebetulan kami memang sejak dulu suka memelihara kambing, selain mudah bahan makanannya, juga gampang didapat,” kata Jamal, salah satu warga Kampong Baro yang kelompoknya mendapat bantuan 20 ekor kambing. Diharapkan, perekonomian masyarakat Kampong Baro bisa pulih perlahan-lahan. Belum lunas Meski sudah pindah ke tempat baru, dengan rumah bantuan yang sangat lumayan, masih ada hal yang menganjal di hati para pengungsi ini.
Yach, hingga saat ini tanah tempat rumah bantuan itu berdiri belum lunas. “Inilah yang menganggu kami sekian lama,” kata Arifin dengan mimik muka serius. Ratusan rumah sementara itu dibangun di atas tanah seluas 4,5 hektare milik masyarakat sekitar, yang kebetulan tidak tersentuh tsunami. Rencananya tanah itu akan dibeli oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Sehingga masyarakat korban tsunami bisa tinggal selamanya di sana. Apalagi, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Nias (BRR) sudah berjanji akan membangun rumah permanen di sana. Namun, hingga saat ini belum ada realisasi pelunasan tanah yang pernah dijanjikan pemerintah sebelumnya. Patungan Tanah itu rencananya dijual ke Pemda Rp 8.000/meter. Sebanyak 90 Kepala Keluarga yang menjadi korban malah sudah patungan untuk mengurangi beban pemerintah. Masingmasing keluarga menyumbang Rp 175.000. Namun, jumlah itu belumlah cukup. “Pemerintah memang harus membantu. Apalagi tanah kami yang dulu sudah tenggelam. Kami tidak mampu membayar semua tanah ini,” kata Arifin serius. Kini yang dilakukan warga hanya dengan menunggu seraya berdoa. “Kalau ternyata yang memiliki tanah tidak mau menunggu lagi, entah bagaimana nasib kami,” cetus Arifin. ■
juga masih waswas. Jangan-jangan kedamaian ini hanya sementara. Itu sebabnya, baru empat bulan yang lalu, perempuan yang berasal dari Jawa ini kembali ke desa itu. Namun, ketika melihat perkembangan hari demi hari yang semakin kondusif, Sumira sekeluarga akhirnya memutuskan untuk pulang. Menurutnya, hidup di Kota Medan sangat sulit dibandingkan di desa. Biaya hidup di kota besar jelas lebih tinggi. Semuanya diukur oleh uang, ya untuk sewa rumah, tagihan air, lauk-pauk dapur, dan sebagainya. ”Pokoknya, kalau di Medan, semuanya pake duit,” ujar ibu empat anak ini. Diceritakannya, terkadang ia sampai menitikkan air mata menghadapi beratnya beban hidup di Kota Medan. Mengandalkan gaji pensiunan sang suami, jelas tidak cukup. Kala mengadu nasib di Kota Medan-lah, kreativitas muncul darinya. Ia mencoba menjadi penjual nasi pecel, seperti juga yang kini dilakukannya. Sementara suaminya memang telah duluan pensiun, lima bulan sebelum mereka hijrah ke Medan. Sejak penandatanganan MoU di Helsinki, Finlandia, konflik pun mereda. Hal inilah yang membuat istri Amir Syarifuddin ini terpikat untuk
kembali ke Desa Pasie Mali, meskipun harus membangun lagi rumah tempat berteduh, karena rumah yang lama ambruk digoyang gempa. Sumirah bercerita, ada rasa haru yang tak terlukiskan ketika ia kembali ke desa ini. Warga desa ini menyangka, Sumirah pergi tidak untuk kembali lagi. “Mereka menangis semua ketika kami pulang ,” katanya. Maklum, oleh warga setempat, Sumirah dan keluarganya sudah dianggap bagaikan saudara kandung. Bagi Sumirah sendiri, banyak alasan mengapa ia harus kembali ke desa ini. Selain karena datangnya damai, ekonomi pun jadi perhitungan. Perempuan ini punya sejumlah aset kebun, yang dibeli sebelum dirinya hijrah ke Kota Medan. Katanya, jika ditotalkan, ia memiliki tanah seluas 4 hektare, termasuk kebun sawit di dalamnya. “Sayang sekali kan, kalau tidak dimanfaatkan. Lebih baik di sini,” katanya. Ia berharap, ke depan janganlah ada perang lagi. Hanya akan menambah penderitaan rakyat saja. Dirinya menjadi salah satu bukti, betapa konflik telah membuat keluarganya sempat terlunta-lunta di Kota Medan. ”Kami sangat berharap perdamaian ini tetap terjaga untuk selama-lamanya, “ jelasnya. ■
SOSOK
■ FIRMAN HADI
Berkah MoU bagi Sumirah
Firman Hadi Aceh Barat
[email protected]
I
bu usia paruh baya itu menyilakan wartawan Ceureumen masuk ke dalam warungnya. Lalu, menu berupa nasi pecel buatannya disuguhkan. Rasanya, cukup memanjakan lidah para pelanggan, bahkan Ceureumen yang baru sekali mencicipi. Di kawasan ini hanya Sumirah yang menyediakan nasi pecel. Tidak ada orang lain yang menyediakan menu serupa. Sesungguhnya, menjadi penjual nasi sudah dilakoni
Sumirah sejak tujuh tahun lalu, ketika ia terusir dari kampung halamannya. Pun baru empat bulan yang lalu ia kembali ke desa ini, Desa Pasie Malie, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Barat. Seperti juga ribuan warga lainnya, ketika Aceh dilanda konflik, Sumirah terpaksa juga hengkang dari Aceh. Bersama suaminya yang pensiunan TNI, sejak 1998 ia sempat mengadu nasib selama tujuh tahun di Kota Medan, Sumatera Utara. Menurutnya, sungguh lama menunggu datangnya damai. Maka ketika MoU diteken, dia sebetulnya
BUDAYA
CEUREUMeN
8
Sekolah Menulis Dokarim
“Berada di Pinggir Arus Besar” Mahdi Abdullah Banda Aceh
[email protected]
Dokarim Dalam cuaca sarat kabut dia terus melangkah dalam kata di jalan setapak ada semerbak jeumpa dan kelabunya asap mesiu di sini ada makna dalam madah yang mengalir dari mulut. Hasyim KS
pukul 16.20 WIB. Kelima siswa itu, kini, telah berada di sebuah ruangan yang dindingnya terpajang lukisan siluet Dokarim dan beberapa foto pemikir serta penulis dunia, diantaranya: Maxim Gorki, Amin Maalouf, Milan Kundera, Arundhati Roy, Derek Walcot, dan beberapa lainnya. Cerita timur Beberapa siswa nampak sibuk membolak-balikkan buku (photocopy) yang dibagikan oleh Azhari (24), guru yang kebetulan bertugas membimbing siswa di Sekolah Menulis Dokarim pada Kamis sore. Lima siswa yang hadir karena tak terhalang hujan tadi, menyimak ba-
Cerita pendek dari timur.
caan Mohd Ifdhal (23) tentang CeritaCerita Timur “Bunda Maria Burung Layang-Layang” oleh Marguerite Yourcenar. Mereka memilih cerita yang pendek untuk bahan diskusi. Cerita dari timur itu akan dibedah ber-
Fauzan
■ FOTO-FOTO: MAHDI ABDULLAH
P
uisi Hasyim KS (alm) sepertinya mewakili semangat penggiat budaya muda Aceh ketika--masa konflik---daerah serambi masih tak menentu. Mulai dari sana meraka terbangun. “Puisi di atas lukisan” bertarikh 2005 yang dibuat oleh pelukis Round Kelana, sepertinya sengaja diperuntukkan bagi ruang belajar tersebut. Lukisan itu terpampang dengan mencolok di ruang belajar Sekolah Menulis Dokarim di kawasan Ulee Kareng, Banda Aceh. Hujan lebat barusan saja reda, Kamis (13/7). Lima siswa menyeruak, menembus garis rintik-rintik hujan menuju sebuah ruang bersahaja. Jam menunjukkan
Gambar Dokarim telah tergrafiti mulai dari lantai bawah.
Azhari: Tidak Percaya pada Wahyu
P
easan apa yang yang masih relevan dari tokoh Dokarim hingga menjadi pegangan atau semangat bagi Sekolah Menulis Dokarim? Bukan pada ucapan sebenarnya, tapi kita lebih melihat semangat yang dicetuskan Dokarim. Semangat mengingat dan memperlakukan masa lalu sebagai sumber ajaran. Kita bukan ingin kembali ke belakang. Kami tahu itu tak mungkin. Dan akan ditertawakan oleh kaum futuristik sebagai mimpi. Kami tak bermimpi tentang Iskandar Muda atau Sultan-sultan polan. Tapi yang menjadi pertanyaan, kenapa celaka selalu terjadi Azhari di sini, adalah karena kita terlalu mudah melupakan masa lalu. Seolah-olah tak terjadi apa-apa di sini, katakanlah petaka dan ketertindasan. Lalu sepuluh tahun kemudian kita terjerumus lagi ke dalam nista yang sama. Ibarat keledai berkalikali jatuh ke dalam lubang. Di balik sejarah tokoh besar selalu ada muatan dan pesan. Maka kami memilih tokoh-tokoh kecil yang berada di pinggir arus besar. Sehingga kita lebih jelas melihat sosoknya pada semangat bukan pada karakter. Kita tidak melihat karakter sebagai sesuatu yang penting. Kata Anda, Komunitas Tikar Pandan akan membuka lapisan baru di daerah-daerah , maksud dan tujuannya? Mungkin Aceh Barat, Utara, dan Tengah. Wilayah ini semacam tiga pilar utama keberagaman kebudayaan Aceh. Mungkin akan dimulai dari tiga wilayah itu. Jelas, kita ingin melacak ekpresi yang lebih luas dan plural dalam kebudayaan Aceh. Juga tentu saja bagaimana ekpresi itu bangkit dari kampung, dari daerah namun dalam watak yang sangat plural dan kosmopolit. Atau hanya semacam sekolah cabang? Bukan cabang. namun perluasan dari pilot project di Bna. Model, metode, dan gaya mungkin saja berbeda. Sebab kita se-
lalu mengambil metode dan gaya dari peserta, bukan kita yang menciptakan, tapi diciptakan bersama2. Bukan mustahil tiba-tiba saja kita mampu menghadirkan metode dan gaya yang bagus di setiap daerah. Adakah hasil kajian Tikar Pandan yang telah mempengaruhi kebijakan Negara dalam menentukan politik kebudayaan aceh? Hahaha. Ini sulit, sebab kita berpendapat bukan kita nanti yang berperan untuk mnegubah, melainkan atas dorongan dan partisipasi masyarakat yang terorganisir. Jika kita, Tikar Pandan mengubah secara sepihak berarti kita juga menentukan. Sama seperti watak Negara. Peran Tikar Pandan hanya mengorganisir gagasan dan gerakan dalam masyarakat. Dalam memajukan dunia tulis-menulis dan sastra di Aceh, tantangan apa saja yang Anda rasakan? Harus kerja keras. Sebab menurut saya kita baru pada tahap membangun tradisi! Selama tiga puluh tahun terakhir saya tak melihat terbangunnya tradisi ini. Ini adalah fase yang paling sulit. Jika rekayasa ini gagal kita harus mengulangnya terus menerus. jadi yang kita butuhkan adalah semacam letakan dasar untuk hidupnya tradisi ini. Contoh, seudati sebagai sebuah produk kebudayaan dibangun dalam suatu tradisi yang panjang sehingga dia bertahan sampai sekarang. Soal penulis itu bisa diciptakan. Saya percaya pada ketrampilan, bukan wahyu. Di Aceh menulis dianggap sebagai wahyu. jadi hanya bisa dikerjakan oleh orang2 tertentu. Saya menolak pandangan itu. ■
sama dalam pandangan yang bebas serta kritis. Sesekali, Azhari melempar pertanyaan bagi siswa-siswa yang hadir. Beberapa yang lain, nimbrung memberi tanggapan. Cuatan semangat pelajar dan belajar yang jarang kita temui di bangku kuliah maupun di sekolah-sekolah menengah saat ini. Bermacam media Seperti pengakuan Fauzan Santa (29) kepada Ceureumén tentang cara mereka menggodok siswa agar lebih kreatif, “Yang paling kita tekankan di sini adalah penggunaan media, artinya tidak melulu menggunakan teks, tapi bisa juga lewat foto, poster, lukisan, dan segala macam media. Dari situ diharapkan bisa muncul berbagai tanggapan”, kata Rektor Sekolah Menulis Dokarim, ini. Lapisan baru Kini, Sekolah Menulis Dokarim, sayapnya Komunitas Tikar Pandan, berencana akan membuka atau mendirikan lapisan-lapisanbaru. Seperti pengakuan Azhari, mereka sedang merencanakan membuka sayap-sayapnya di Aceh Barat, Utara, dan Tengah. “Wilayah ini semacam tiga pilar utama keberagaman kebudayaan Aceh. Mungkin akan dimulai dari tiga wilayah itu”, cetus Azhari. Mereka seperti ingin melacak ekpresi yang lebih luas dan plural dalam kebudayaan Aceh. Tentu saja, bagaimana ekpresi itu bangkit dari kampung, daerah, namun dalam watak yang sangat plural dan kosmopolit. Yang menariknya lagi, pengembangan itu tidak dimaksudkan sebagai pembukaan cabang di daerahdaerah, tapi sebagai perluasan dari pilot project di Banda Aceh. “Model, metode, dan gaya mungkin saja berbeda. Sebab kita selalu mengambil metode dan gaya dari peserta, bukan kita yang menciptakan, tapi diciptakan bersama-sama. Bukan mustahil tiba-tiba saja kita mampu menghadirkan metode dan gaya yang bagus di setiap daerah”, sebut Azhari. Sekolah Dokarim, sekarang sedang mempersiapkan calon penulis Aceh angkatan ke tiga. Dua angkatan telah diwisuda. Para siswa ditargetkan dapat memahami kembali makna di balik sejarah sebagai produsen kebudayaan Aceh. Juga para siwa diharapkan mampu membangun pemahaman kritis terhadap sejarah Aceh, tentu selain ketrampilan menulis. Mengapa Dokarim? Di balik sejarah tokoh besar selalu ada muatan dan pesan. Maka Komunitas Tikar Pandan memilih tokoh-tokoh kecil yang berada di pinggir arus besar. Nah. ■