Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
MUTU ORGANOLEPTIK PRODUK ENBAL FORTIFIKASI (MAKANAN TRADISIONAL KEPULAUAN KEI) DITINJAU DARI DAYA TERIMA KONSUMEN The Organoleptic of Fortified Enbal (Local Food of Kei Islands) Based on The Consumers Acceptance Johan Riry1*, Vita Novalina Lawalata1, Elizabeth Juleny Tapotubun2, Risyart Alberth Far-Far1 1
Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura-Ambon Jln. Ir. M. Putuhena Poka-Ambon 97233 Telp. 0911 (322627)/085243031917 Fax: (0911) 322498 2 Politeknik Perikanan Negeri Tual - Jln. Sathean KM 6, Kecamatan Kei Kecil - Maluku Tenggara *Korespondensi: e-mail: :
[email protected],
[email protected] Diterima 16 November 2013/Disetujui 22 Februari 2014
Abstract The aim of this research was to obtain fortified enbal formula and to investigate consumer acceptance on the enbal product. The research applied two treatments, variation of fish flour (A) (Spanish mackerel (Decapterus macrosoma), mackerel (Rastrelliger negletus), garfish (Hemirhamphus far) and anchovy (Stelophorus spp.); and variation of fish flour concentrate (B) (0%, 5%, 10% and 15%). All treatments were fortified with 5% of sweet potato leaf flour. Organoleptic test using hedonic scale (1-5) was conducted to determine the consumer acceptance with parameters including colour, taste, texture, aroma and crunchiness. Consumers preferred to choose enbal product fortified with 15% Spanish mackerel, indicated by organoleptic value of color, taste, texture, aroma and crunchiness namely 4.03; 4.20; 3.93; 3.70 and 3.67 respectively. Keywords: enbal, fish flour, fortified, sweet potato leaf flour Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan formulasi enbal fortifikasi serta mengetahui daya terima konsumen terhadap produk tersebut. Penelitian menggunakan metode percobaan dengan dua perlakuan yaitu 1. Jenis tepung ikan (A) yang terdiri dari tepung ikan layang (a1), tepung ikan kembung (a2), tepung ikan julung (a3) dan tepung ikan teri (a4); 2. Konsentrasi tepung ikan (B) terdiri dari 0% (b0), 5% (b1), 10% (b2) dan 15% (b3). Semua jenis tepung ikan difortifikasi dengan 5% tepung daun ubi jalar. Mutu organoleptik diuji menggunakan skala hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap parameter warna, rasa, tekstur, aroma dan kerenyahan. Formulasi enbal fortifikasi terbaik dihasilkan oleh perlakuan jenis tepung ikan layang dengan konsentrasi 15% dengan nilai parameter warna 4,03; rasa 4,20; tekstur 3,93; aroma 3,70; dan kerenyahan 3,67. Kata kunci: daun ubi jalar, enbal, fortifikasi, ikan, tepung
PENDAHULUAN
Kepulauan Kei merupakan bagian dari wilayah Provinsi Maluku yang sembilan puluh persen wilayahnya adalah laut, memiliki potensi besar dalam bidang perikanan khususnya potensi ikan pelagis yang produksinya meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa jenis ikan pelagis yang ditangkap di provinsi Maluku, ikan layang menduduki
259
tingkat tertinggi, yaitu pada tahun 2010 sebesar 27.798,2 ton dan meningkat pada tahun 2011 sebesar 36.7137 ton serta diikuti oleh ikan kembung, ikan teri dan ikan julung (BPS Maluku 2011). Ikan-ikan pelagis tersebut kebanyakan dijual dalam bentuk segar, dingin/diawetkan serta dalam bentuk olahan ikan asap dan abon. Pengembangan diversifikasi olahan harus
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
dilakukan agar dapat memperkaya keragaman produk olahan ikan yang ada di provinsi Maluku. Tindakan pengolahan untuk dapat mempertahankan mutunya serta mencegah penyia-nyiaan pangan ikan sangat diperlukan mengingat produk perikanan merupakan produk yang mudah rusak dan busuk (perishable). Beragam cara pengolahan pascapanen dilakukan untuk menghasilkan diversifikasi produk olahan dan untuk meningkatkan gizinya (Haryati et al. 2006; Desniar et al. 2009). Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak dalam ikan. Menurut Nurul et al. (2009), tepung ikan menawarkan banyak keuntungan pada produk makanan komersil, yaitu mudahnya penanganan, biaya distribusi yang rendah, penyimpanan yang mudah, dan sangat baik dipakai pada produk campuran olahan makanan kering. “Enbal” merupakan salah satu jenis makanan tradisional masyarakat Kepulauan Kei (Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual) yang terbuat dari singkong/ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) pahit dan menjadi makanan yang telah dikenal sejak lama secara turun temurun, diolah dengan cara dan peralatan yang sederhana serta jarang atau tidak ditemui di luar daerah Kepulauan Kei. Enbal pada awalnya diproduksi di Kepulauan Kei hanya untuk dijadikan makanan sewaktu paceklik namun saat ini permintaan pasar terhadap enbal dan produk olahannya cukup tinggi bahkan telah berkembang menjadi enbal dengan beraneka ragam rasa dan aroma yaitu coklat, keju, dan kacang serta produk buah tangan (oleh oleh) favorit bagi tamu luar daerah maupun masyarakat lokal yang hendak bepergian keluar wilayah Kepulauan Kei. Enbal merupakan salah satu bahan pangan sumber energi karena mengandung karbohidrat tinggi, namun nilai gizi lainnya sangat rendah sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kandungan gizi enbal. Upaya peningkatan nilai gizi produk enbal dapat dilakukan dengan cara menambahkan
sumber-sumber gizi lainnya yaitu pangan berprotein dan vitamin dalam proses pengolahannya, misalnya tepung ikan dan tepung daun ubi jalar. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi enbal fortifikasi ikan serta menentukan daya terima masyarakat terhadap enbal fortifikasi tersebut.
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan layang, ikan kembung, ikan julung, ikan teri, ubi kayu, sayur daun ubi jalar dan bumbu-bumbu (sereh, jahe, laos) untuk air pengukusan. Ikan-ikan tersebut berasal dari desa nelayan Selayar Kecamatan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara, sedangkan enbal dan daun ubi jalar dibeli dari pasar lokal. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan enbal fortifikasi yaitu meat separator tipe MK-G1350P Panasonic, panci kukus, blender, plastik polyethylene (PE), timbangan, oven, loyang almunium, ayakan. Alat yang digunakan untuk analisis organoleptik: piring kertas dan format uji. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan. Tahap Pertama: Pengolahan Tepung
Pengolahan tepung ikan layang (Decapterus macrosoma), tepung ikan kembung (Rastrelliger negletus), tepung ikan julung (Hemirhamphus far) tepung ikan teri (Stelophorus spp.); mengacu pada metode penelitian Dullah et al. (1985), tepung enbal, dan tepung daun ubi jalar. Tepung ikan
Ikan yang digunakan dicuci dan dibuat fillet, kemudian dilumatkan menggunakan meat separator (Panasonic MK-G1350P). Daging ikan lumat dikukus pada panci kukus dengan air mendidih yang telah diberi bumbu sereh, jahe dan lengkuas selama 30 260
Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
menit, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC. Daging lumat kering tersebut dihancurkan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh hingga dihasilkan tepung ikan. Prosedur pengolahan tepung ikan ini sama untuk pembuatan tepung ikan layang dan kembung, sedangkan ikan teri dan ikan julung proses pengolahannya tanpa pengukusan karena merupakan produk kering. Masingmasing jenis ikan (teri dan julung) dibersihkan dan dihancurkan menggunakan blender dan selanjutnya dilakukan pengayakan dengan ukuran 100 mesh.
masing sebanyak 5%. Semua bahan tersebut dicampur hingga homogen dan disangrai selama ±8 menit hingga menjadi agak kuning kecoklatan, menggumpal dan agak kering. Produk enbal fortifikasi dikeluarkan dari wajan dan diletakkan pada nyiru untuk dijemur dengan sinar matahari.
Tepung enbal
Proses pembuatan tepung enbal dimulai dengan membeli enbal lolun/gepe (diolah oleh pedagang dari umbi ubi kayu pahit yang diperas dengan pemberat untuk mengeluarkan airnya dan dikering-anginkan). Enbal lolun/ gepe (berbentuk bulat dengan diameter 30 cm dan tebal 7 cm) dibelah kecil-kecil dan diayak dengan ayakan ukuran 70 mesh sehingga menghasilkan tepung enbal yang halus. Tepung daun ubi jalar
Daun ubi jalar dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan diletakkan di atas tampi bambu untuk dikeringkan di bawah sinar matahari selama 9 hingga 10 jam. Daun ubi jalar kering tersebut dihancurkan sampai halus dengan menggunakan blender. Tahap Kedua: Proses Pengolahan Enbal Fortifikasi
Persiapan tepung ikan (A) sesuai perlakuan yaitu tepung ikan layang (a1), tepung ikan kembung (a2), tepung ikan julung (a3) dan tepung ikan teri (a4), lalu menimbang masing-masing tepung tersebut sesuai perlakuan konsentrasi tepung ikan (B), yaitu 0% (b0), 5% (b1), 10% (b2) dan 15% (b3). Masing-masing konsentrasi tepung ikan ditambahkan ke dalam wadah loyang yang telah berisi tepung enbal dan ditambahkan tepung daun ubi jalar masing261
Perlakuan
Perlakuan yang diuji adalah perlakuan jenis tepung ikan dan konsentrasi yang digunakan. Perlakuan jenis tepung ikan (A) terdiri dari tepung ikan layang (a1), tepung ikan kembung (a2), tepung ikan teri (a3) dan tepung ikan julung (a4). Perlakuan konsentrasi tepung ikan terhadap tepung enbal (b/b) terdiri dari 0% (b0), 5% (b1), 10% (b2) dan 15% (b3), sedangkan daun ubi jalar difortifikasi secara seragam pada semua sampel yaitu sebanyak 5%. Parameter Analisis (Uji Organoleptik)
Parameter analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter organoleptik yaitu warna, rasa, tekstur, aroma dan kerenyahan dengan menggunakan skala hedonik (dari skala 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: biasa/netral, 4: suka, 5: sangat suka) untuk menguji tingkat kesukaan panelis. Panelis yang melakukan pengujian berjumlah 30 orang dan merupakan panelis semi terlatih yaitu mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Politeknik Perikanan Negeri Tual. Rancangan Analisis Data
Perhitungan uji organoleptik dilakukan menggunakan analisis non parametrik, yaitu uji KruskalWallis dengan rumus sebagai berikut:
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
Keterangan: Ri : jumlah rangking dalam contoh ke-i ni : jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i H : kriteria yang akan diuji T : jumlah data yang sama H' : H terkoreksi
(netral hingga tidak suka) dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan pengolahan tepung ikan teri menggunakan semua bagian ikan termasuk kepala (berwarna agak hitam) dan tulang dengan warna ikan abu abu gelap sehingga menghasilkan tepung ikan teri yang berwarna agak gelap kehitaman dan menyebabkan warna produk enbal fortifikasi yang dihasilkan menjadi agak kehitaman. Jenis tepung ikan lainnya hanya menggunakan dagingnya saja. Produk olahan enbal termasuk enbal sangrai yang dikenal masyarakat selama ini berwarna putih kekuningan dan hal ini diduga turut mempengaruhi penilaian sehingga ratarata panelis memberikan nilai yang lebih tinggi pada sampel tanpa fortifikasi (kontrol) tetapi memberikan nilai tidak suka hingga suka pada produk enbal ikan fortifikasi yang warnanya telah berbeda yaitu coklat keabuabuan. Penambahan tepung daun ubi jalar 5% berpengaruh terhadap nilai warna semua enbal fortifikasi yang ditambahkan tepung ikan sehingga memberikan aspek warna keunguan yang berasal dari antosianin yang dihasilkan ubi jalar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung ikan yang ditambahkan semakin rendah nilai warna yang dihasilkan. Menurut Tapotubun (2012), perbedaan nilai warna pada produk enbal fortifikasi sangat ditentukan oleh semakin bertambahnya konsentrasi penambahan tepung ikan. Reaksi pencokelatan (maillard) terjadi akibat komponen asam amino dan protein mengalami perubahan karena pemanasan pada saat proses pemanggangan sehingga mengakibatkan warna produk berubah menjadi kecokelatan. Reaksi maillard merupakan interaksi non-enzimatis antara gula pereduksi dengan asam amino, peptida atau protein, produk antara yang mengalami reaksi pencokelatan dengan memberikan kontribusi nyata terhadap warna, aroma dan rasa serta potensi antioksidan dari pangan yang diolah dan disimpan. Penurunan warna juga terjadi pada makanan yang digoreng dengan
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil uji bila menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan uji lanjut multiple comparison (uji Dunn), dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: Ri : rata-rata nilai ranking perlakuan ke-i Rj :rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j N : banyaknya data Z : perlakuan A : selang kepercayaan HASIL DAN PEMBAHASAN Warna
Nilai rata-rata warna produk enbal ikan fortifikasi berkisar antara 3,10–4,03 (tingkat kesukaan tidak suka hingga suka). Nilai tertinggi dicapai oleh perlakuan tepung ikan layang 15% dan nilai warna terendah dihasilkan dari formulasi penambahan tepung ikan teri 10%, sedangkan nilai hedonik enbal tanpa penambahan tepung ikan (kontrol) adalah 3,90 (Gambar 1). Berdasarkan uji Kruskal Wallis, terjadi perbedaan yang nyata (p<0,05) pada jenis ikan teri dibandingkan dengan tepung ikan lainnya. Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa warna enbal tanpa fortifikasi ikan memperoleh nilai yang lebih tinggi (spesifikasi biasa/netral) dibanding semua perlakuan lainnya kecuali perlakuan fortifikasi tepung ikan layang 15% dengan spesifikasi suka. Warna produk enbal fortifikasi tepung ikan teri memperoleh nilai lebih rendah
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
262
Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
Gambar 1 Nilai rata-rata warna enbal ikan fortifikasi: (.....) 0%; (.....) 5%; (.....) 10%; (.....) 15%.
suhu tinggi karena terjadi pembentukan caramel dan reaksi maillard browning (Ngadi et al. 2007). Laju reaksi maillard tergantung pada lingkungan kimia yaitu bahan kimia, komposisi makanan, aktivitas air, pH, dan suhu reaksi. Rasa
Rata-rata nilai rasa berkisar antara 3,33– 4,20 pada kisaran tingkat kesukaan netral sampai suka. Nilai rasa tertinggi dihasilkan oleh produk enbal fortifikasi dengan penambahan tepung ikan layang 15% (suka) sedangkan nilai terendah diperoleh enbal tanpa fortifikasi (kontrol) dengan tingkat kesukaan netral (Gambar 2). Berdasarkan uji KruskalWallis, diketahui bahwa produk enbal fortifikasi dari jenis tepung ikan kembung berbeda nyata (p<0,05)
terhadap nilai rasa ke-3 jenis tepung ikan yang lain. Masing-masing konsentrasi penambahan tepung ikan tidak berbeda nyata terhadap nilai rasa enbal fortifikasi yang dihasilkan. Panelis memberikan nilai yang lebih tinggi pada produk enbal fortifikasi ikan, hal ini ditunjukkan dengan nilai terendah rasa pada sampel produk tanpa fortifikasi (kontrol). Panelis lebih menyukai rasa ikan sehingga terlihat kecenderungan peningkatan nilai rasa dengan semakin bertambah konsentrasi tepung ikan. Fortifikasi tepung daun ubi jalar dapat diterima panelis karena tidak terlalu mempengaruhi rasa produk yang dihasilkan. Tapotubun (2012); Neiva et al. 2011, menyatakan bahwa seiring bertambahnya konsentrasi tepung ikan maka rasa ikan pada produk enbal lebih terasa.
Gambar 2 Nilai rasa enbal ikan fortifikasi: (.....) 0%; (.....) 5%; (.....) 10%; (.....) 15%.
263
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
Tekstur
Karakteristik produk enbal tanpa fortifikasi antara lain menggumpal tidak teratur, berukuran kecil, keras dan agak sulit hancur. Enbal fortifikasi tepung ikan memiliki tekstur yang menggumpal dengan ukuran lebih besar, agak keras dan mudah hancur, hal ini disebabkan karena adanya penyatuan enbal dan tepung ikan yang saling mengikat. Penambahan tepung ikan yang merupakan sumber protein turut berpengaruh pada tekstur produk enbal fortifikasi yang dihasilkan. Secara kimiawi protein sangat reaktif karena memiliki sifat amfoter, dapat mengikat ion dan air (bersifat hidratasi). Hasil penelitian Tapotubun (2012) menunjukkan bahwa konsentrasi tepung ikan yang rendah akan menghasilkan produk enbal cetak dengan tekstur yang agak keras sedangkan semakin tinggi konsentrasi tepung ikan memberikan nilai tekstur yang kompak dan agak keras namun mudah hancur. Menurut Yu (1991a, b); Cheow et al. 1999; King (2002); Huda et al. (2009), bahwa penambahan ikan segar atau tepung ikan mempengaruhi tingkat pengembangan kerupuk pada saat digoreng sehingga mengakibatkan tekstur dari kerupuk mudah patah.
Rata-rata nilai tekstur produk enbal fortifikasi berkisar antara 3,17–4,07 (tingkat kesukaan biasa/netral hingga suka). Penambahan tepung daun ubi jalar 5% pada enbal fortifikasi memberikan tekstur yang baik pada enbal yang dihasilkan karena dapat diterima oleh panelis. Nilai tekstur tertinggi diperoleh pada produk dengan fortifikasi tepung ikan layang 5% dan terendah pada produk dengan fortifikasi tepung ikan teri 10% (Gambar 3). Hasil uji KruskalWallis menunjukkan bahwa nilai tekstur produk enbal fortifikasi dengan perlakuan jenis tepung ikan teri berbeda nyata dengan produk tepung ikan lainnya. Panelis lebih menyukai dan memberikan nilai tekstur tertinggi pada produk fortifikasi tepung ikan layang diikuti tepung ikan kembung. Produk enbal fortifikasi tepung ikan yang diolah dari ikan segar (ikan layang dan kembung) lebih disukai konsumen dibandingkan dengan fortifikasi tepung dari ikan yang dibeli kering (ikan julung dan teri). Rata-rata nilai tekstur produk enbal yang tidak difortifikasi (kontrol) lebih tinggi dari enbal fortifikasi tepung ikan julung dan teri. Hasil tersebut diduga berhubungan dengan kandungan air bahan baku; tepung ikan teri dan julung diolah dari ikan yang telah benarbenar kering sehingga mengalami pengeringan dalam waktu lama. Tepung ikan teri diolah dari ikan teri utuh (daging dan tulang) sehingga kemungkinan turut mempengaruhi tekstur produk enbal fortifikasi yang dihasilkan.
Aroma
Rata-rata nilai aroma berada pada kisaran 2,97–3,70 dengan spesifikasi tingkat kesukaan tidak suka hingga suka. Nilai rata-rata tertinggi dicapai oleh produk enbal fortifikasi pada perlakuan jenis tepung ikan layang dengan konsentrasi 15% dan terendah pada perlakuan jenis tepung ikan teri 5% (Gambar 4).
Gambar 3 Nilai tekstur enbal ikan fortifikasi: (.....) 0%; (.....) 5%; (.....) 10%; (.....) 15%.
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
264
Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
Gambar 4 Nilai aroma enbal ikan fortifikasi: (.....) 0%; (.....) 5%; (.....) 10%; (.....) 15%.
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan aroma yang disebabkan oleh penggunaan ke-4 jenis tepung ikan dan formulasi penambahan tepung ikan dan daun ubi jalar yang digunakan. Nilai ratarata aroma produk enbal kontrol dan semua perlakuan fortifikasi yang diuji berada pada tingkat penerimaan biasa/netral kecuali pada perlakuan tepung ikan teri 5% (tidak suka). Perlakuan tepung ikan teri 5% tidak disukai disebabkan aroma laut dari ikan teri kering masih tercium dibandingkan dengan jenis ikan lainnya karena proses pengeringan oleh nelayan setempat tanpa melalui tahap pencucian sedangkan ketiga jenis ikan lainnya melewati tahap pencucian sebelum pengolahan. Aroma produk enbal fortifikasi didominasi oleh aroma enbal sehingga secara umum perbedaan konsentrasi tepung ikan tidak menyebabkan perbedaan aroma produk olahan enbal karena perbandingan tepung ikan yang difortifikasi lebih kecil dibandingkan
dengan tepung enbal. Proses pembuatan tepung ikan yang dihasilkan melewati proses pengukusan dengan air berbumbu (ikan layang dan kembung) dan pengeringan sehingga aroma ikan telah berkurang. Kerenyahan
Rata-rata nilai kerenyahan produk enbal forfikasi berkisar antara 3,00-3,67 dengan spesifikasi tingkat kesukaan netral/biasa. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada fortifikasi tepung ikan layang 15%, sedangkan terendah diperoleh pada fortifikasi tepung ikan teri 5% (Gambar 5). Hasil uji KruskalWallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai kerenyahan yang disebabkan oleh penggunaan jenis tepung yang berbeda yang digunakan. Gambar 5 memperlihat-kan bahwa semua perlakuan yang digunakan menghasilkan produk enbal fortifikasi dengan kerenyahan yang dapat diterima oleh panelis. Konsentrasi
Gambar 5 Nilai kerenyahan enbal ikan fortifikasi: (.....) 0%; (.....) 5%; (.....) 10%; (.....) 15%.
265
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
tepung ikan yang difortifikasi makin tinggi makin tinggi meningkatkan nilai kerenyahan produk enbal ikan. Yu (1991a); Varela et al. 2008; Paranginangin et al. (1997) menyatakan bahwa dengan meningkatnya rasio penambahan ikan, maka kualitas kerenyahan kerupuk ikan akan menurun. King (2002); Saklar et al. 1999, menyatakan bahwa rasio ikan dan pati mempengaruhi tingkat pengembangan dan kerenyahan kerupuk karena protein ikan berinteraksi dengan granula pati sehingga pada proses penggorengan atau pemanasan akan menghambat pengembangan dan kerenyahan kerupuk.
Journal of the Science of Food and Agriculture 79: 879-885. Desniar, Poernomo D, Wijatur W. 2009. Pengaruh konsentrasi garam pada peda ikan kembung (Rastrelliger sp.) dengan fermentasi spontan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12(1): 73-87. Dullah AHI, Pereng T, Tahir AA, Akbar M, Arnir, Rajab A. 1985. Penelitian Pembuatan Tepung Ikan Bahan Pangan. Ujung Pandang: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Haryati SL. Sya’rani, Agustini TW. 2006. Kajian substitusi tepung ikan kembung, rebon, rajungan dalam berbagai konsentrasi terhadap mutu fisika-kimiawi dan organoleptik pada mie instan. Jurnal Pasir Laut 392(1): 37-51. Huda N, Boni I, Noryati I. 2009. The effect of different ratios of Dory fish to tapioca flour on linear expansion, oil absorption, colour and hardness of fish crackers. Journal International Food Research 16: 159-165. King MA. 2002. Development and sensory acceptability of crackers made from the Bigeye fish (Brachydeuterus auritus). Food and Nutrition Bulletin 23(3): 317-320. Neiva CRP, Machado TM, Tomita RY, Furian EF, Neto MJL, Bastos DHM. 2011. Fish crackers development from minced and starch: an innovative approach to a traditional product. Journal Ciencia e Tecnologia de Alimentos 31(4): 973-979. Ngadi M, Li Y, Oluka. 2007. Quality changes in chicken nuggets fried in oils with different degrees of hydrogenation. LWT-Food Science and Technology 40: 1784-1791. Nurul H, Boni I, Noryati I. 2009. The effect of different ratios of Dory fish to tapioca flour on the linear expansion, oil absorption, colour and hardness of fish crackers. Journal Inter Food Research 16: 159-165. Peranginangin R, Fawzia YN, Sugiyono, Mulyanah I. 1997. Food additives and effect of thickeness on fish crackers quality. In Kuang HK, Kim LL, Yong LP, editor. Proceeding of The Seminar on The
KESIMPULAN
Formulasi enbal fortifikasi terbaik dihasilkan oleh perlakuan jenis tepung ikan layang dengan konsentrasi 15% dengan nilai parameter warna 4,03, rasa 4,20, tekstur 3,93, aroma 3,70, kerenyahan 3,67 dan tingkat kesukaan biasa/netral hingga suka. UCAPAN TERIMA KASIH
Hasil penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011–2025 (PENPRINAS MP3EI 2011–2025). Penulis menyampaikan “terima kasih“ kepada Pemerintah Republik Indonesia khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Perikanan Negeri Tual yang telah memafasilitasi penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Maluku dalam Angka. Kerjasama Badan Pusat Statistik Dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Maluku. Cheow CS, Yu SY, Howell NK, Che Man Y, Muhammad K. 1999. Effect of fish, starch and salt contents on the microstructure and expansion of fish crackers (‘keropok’). Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
266
Mutu organoleptik produk enbal fortifikasi, Riry J, et al.
JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3
Advances in Fish Processing Technologyin Southeast Asia in Relation to Quality Management. Pp: 106-114. Singapore: MFRD-SEAFDEC. Tapotubun EJ. 2012. Kandungan gizi dan masa simpan makanan tradisional enbal asal Kepulauan Kei dengan penambahantepung ikan layang. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saklar S, Ungan S, Katnas S. 1999. Instrumental crispness and crunchiness of roasted hazelnuts
and correlations with sensory assessment. Journal Food Science 64 (6): 1015-1019. Varela P, Salvador A, Fiszman. 2008. Methodological developments in crispness assessment: effects of cooking on the crispness of crusted foods. Journal Food Science and Technology 41: 1252-1259. Yu SY. 1991a. Effect of fish: flavor ratio on fish crackers ‘keropok’. Journal Asean Food 6(1): 36. Yu SY. 1991b. Acceptability of crackers (keropok) made from different types of flour. Journal Asean Food 6(3): 114-116.
267
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia