Jurnal Natur Indonesia 6(1): 24-28 (2003) ISSN 24 1410-9379 Jurnal Natur Indonesia 6(1): 24-28 (2003)
Zul, et al.
Mutagenesis pada Kluyveromyces Marxianus T-2 penghasil Inulinase Ekstraselular dengan Sinar Ultra Violet Delita Zul1, Chainulfiffah A2, Irma Febrianis1 1
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Riau, Pekanbaru 28293
2
Diterima 15-02-2003
Disetujui 05-08-2003
ABSTRACT Kluyveromyces marxianus T-2 is an extracellular inulinase producing strain that was isolated from rhizosfer of Dahlia pinnata. Production of extracellular inulinase by K. marxianus T-2 was very low although it has been environmental manipulated. Due to low production of extracellular inulinase, study on mutagenesis of K. marxianus T-2 by ultra violet (uv) radiation has been done to find high extracellular inulinase producing mutants. This research was conducted in two stages. The first stage was mutagenesis of K. marxianus T-2 by uv ray 254 nm and the second stage was production of extracellular inulinase by mutant that was isolated from the first stage. The results showed that K. marxianus T-2 mutants were found from 15, 30, 50 cm radiation distance and 30, 60, 90 second radiation time. The highest extracellular inulinase specific activity was 0,094 U/mg by mutant that was radiated with 30 cm radiation distance and 60 second radiation time. The highest colony diameter (8,66 mm) and highest dry weight of cell (2,37 mg/ml) were also obtained in mutants that was radiated with 30 cm radiation distance and 60 second radiation time. Keywords: extracellular inulinase, K. marxianus T-2, mutagenesis
PENDAHULUAN Ketergantungan manusia pada gula sangat tinggi, ini tercermin dari konsumsi gula dunia tumbuh sekitar 2 juta ton/tahun dan diperkirakan permintaan gula dunia mencapai 37 juta ton pada periode tahun 2004-2005 (AnonImus 1993). Sampai saat ini, Indonesia masih mengimpor gula karena ketidakseimbangan permintaan dan produksi gula nasional akibat terbatasnya lahan yang cocok untuk perkebunan tebu dan tingginya biaya produksi (Tjokroadikoesoemo 1986). Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan gula nasional adalah fruktosa. Fruktosa merupakan pemanis rendah kalori yang dua kali lebih manis dari sukrosa sehingga aman dikonsumsi oleh penderita penyakit diabetes mellitus. Fruktosa dapat diperoleh dari hasil hidrolisis inulin dengan asam atau secara enzimatis. Hidrolisis inulin dengan asam pada pH 1-2, suhu 80-1000C jarang digunakan karena selain mahal, fruktosa yang dihasilkan akan terurai pada pH rendah sehingga terbentuk fraksi difruktosa anhidrat yang berwarna coklat dan tidak manis. Hidrolisis inulin secara enzimatis lebih menguntungkan karena lebih murah, mudah diekstraksi, produk yang dihasilkan jernih dan lebih manis (Allais et al, 1986). Inulin dapat dihidrolisis dengan inulinase yang menghasilkan D-fruktosa hingga 90-95%. Akan tetapi sulit memperoleh inulinase di
pasaran, sehingga usaha-usaha untuk menghasilkan inulinase dari berbagai sumber perlu dilakukan. Menurut Zul (1999) Kluyveromyces marxianus T-2 merupakan khamir termotoleran penghasil inulinase ekstraselular yang diisolasi dari tanah di rhizosfer Dahlia pinnata. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, produksi inulinase ekstraselular yang dihasilkan oleh K. marxianus T-2 masih sangat rendah yaitu 0,47 U/ mg, meskipun telah dilakukan manipulasi lingkungan. Menurut laporan Barthomeuf et al, (1991) K. Marxianus ATCC 12424 dan UCD (FST) 58-82 merupakan khamir yang menghasilkan inulinase dengan aktivitas tinggi yaitu 100 U/ml dan 212 U/ml. Sementara Gupta et al, (1994) telah mengisolasi 5 strain Aspergillus yaitu A. ficheri, A. aureus, A. flavus, A. niger, dan A. nidulan yang menghasilkan inulinase dengan aktivitas antara 1000-1200 U/l setelah 9 hari pertumbuhan. Oleh karena rendahnya aktivitas K. marxianus T-2 dibanding dengan isolat lain, sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan produksi inulinase ekstraselular agar dapat diaplikasikan pada industri yang bersifat komersil. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi inulinase ekstraselular adalah manipulasi genetika melalui mutagenesis mikroba. Manipulasi genetika dengan teknik mutagenesis merupakan metode paling efektif untuk meningkatkan produktivitas berbagai mikrob industri (Smith 1990).
25
Mutagenesis K marxianus T-2
Dilaporkan bahwa Aspergilius niger UVI meningkat aktivitasnya tiga kali dibanding tipe liar dan A. niger mutan 817 meningkat aktivitasnya empat setengah kali dibanding tipe liar setelah dimutasi dengan sinar uv (Nakamura et al, 1994; Viswanathan & Kulkarni 1995). Berdasarkan hal tersebut, teknik mutagenesis dipilih untuk meningkatkan produksi inulinase ekstraselular oleh K. marxianus T-2 dengan radiasi sinar uv. Sinar uv efektif sebagai agen mutagenik dan lebih murah dibanding agen mutagenik lain. Diasumsikan bahwa akibat radiasi tersebut, terjadi perubahan susunan genetika yang mengkode pembentukan inulinase ekstraselular dari K. marxianus T-2, sehingga produksinya meningkat.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan percobaan faktorial 3 x 6 dalam Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Faktor A adalah jarak radiasi sinar uv dengan tiga level dan faktor B adalah waktu radiasi sinar uv dengan 10 level. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama merupakan mutagenesis K. marxianus T-2 dengan sinar uv berpanjang gelombang 254 nm pada berbagai jarak dan waktu radiasi. Panjang gelombang 254 nm dipilih karena penyerapan maksimum DNA terjadi pada panjang gelombang tersebut. Tahap kedua adalah produksi inulinase ekstraselular dari mutanmutan K. marxianus T-2 yang diperoleh dari tahap pertama. Kombinasi perlakuan jarak dan waktu radiasi disajikan pada Tabel 1. Satu ose koleksi isolat K. marxianus T-2 yang telah diremajakan diinokulasi ke dalam 10 ml medium inulin cair 1%. Setelah 24 jam dilakukan pemanenan dengan sentrifugasi pada 4000 rpm selama 15 menit dan dicuci
dengan larutan bufer natrium asetat pH 5,5. Inokulum diresuspensi dengan larutan yang sama. Semua suspensi sel dikumpulkan dalam tabung steril yang dilabel sebagai stok suspensi sel untuk digunakan dalam mutagenesis (Nugroho 1986). Sepuluh ml suspensi sel (jumlah sel 106/ml) dituang ke medium inulin cair dalam cawan petri. Mutasi dilakukan dengan lampu uv germicidal (Model UVGL54) sesuai perlakuan di dalam laminar air flow yang digelapkan dari sinar tampak dan posisi sinar tegak lurus di atas sel target. Selama radiasi berlangsung, suspensi sel diaduk pada kecepatan rendah dan tutup cawan petri dibuka agar transmisi sinar uv tidak terhalang (Nugroho 1986). Suspensi sel yang telah diradiasi, diinokulasi ke medium inulin padat pada kondisi cahaya seminimum mungkin untuk menghindari proses fotoreaktivasi. Kemudian cawan petri diinkubasi pada suhu 400C selama 48 jam. Setelah inkubasi, cawan petri yang ditumbuhi koloni sel disimpan selama 7 hari pada suhu 50C bertujuan untuk presipitasi inulin. Koloni yang memperlihatkan zona jernih dianggap sebagai mutan dan dihitung populasi sel yang tumbuh. Kemudian mutan-mutan K. marxianus T-2 diinokulasi pada agar miring untuk pengujian lebih lanjut dalam produksi enzim. Inulinase ekstraselular dari mutan K. marxianus T-2 diproduksi dalam 10 ml medium inulin 1%. Sepuluh persen starter (v/v) diinokulasi ke medium produksi enzim dan diinkubasi pada suhu 400C selama 40 jam. Diakhir fermentasi, kultur disentrifugasi pada 4000 rpm selama 20 menit pada suhu 40C. Supernatan dianggap sebagai ekstrak kasar enzim (crude enzyme), sedangkan pelet digunakan untuk penentuan berat kering sel (Zul 1999). Aktivitas enzim diukur dengan
Tabel 1. Kombinasi perlakuan jarak dan waktu radiasi sinar uv. Jarak (cm)
Waktu (detik) 0 (t1)
30 (t2)
60 (t3)
90 (t4)
120 (t5)
150 (t6)
180 (t7)
360 (t8)
540 (t9)
720 (t10)
15(d1)
d1t1
d1t2
d1t3
d1t4
d1t5
D1t6
d1t7
d1t8
d1t9
d1t10
30(d2)
d2t1
d2t2
d2t3
d2t4
d2t5
D2t6
d2t7
d2t8
d2t9
d2t70
50(d3)
d3t1
d3t2
d3t3
d3t4
d3t5
D3t6
d3t7
d3t8
d3t9
d3t10
t1 merupakan kontrol.
Tabel 2. Persentase sel hidup setelah mutagenesis dengan sinar uv pada berbagai jarak dan waktu radiasi dibanding dengan jumlah sel hidup awal. Jarak (cm)
Waktu (detik) 0
30
60
90
120
150
180
360
540
720
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
100
8.52
3.97
0.56
0
0
0
0
0
0
30
100
19.88
5.11
1.71
1.13
0
0
0
0
0
50
100
23.29
6.25
3.97
1.7
0
0
0
0
0
15
Jurnal Natur Indonesia 6(1): 24-28 (2003)
metode Nelson-Somogyi (Alexander & Griffiths 1993). Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry (Lowry et al, cit Alexander & Griffiths 1993). Data yang diperoleh dari tahap pertama berupa persentase sel hidup dianalisis dengan persamaan garis regresi linier untuk mendapatkan hubungan persentase sel hidup dengan jarak dan waktu radiasi sinar uv. Data aktivitas spesifik enzim dianalisis dengan uji F, bila didapatkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 1% untuk membandingkan seluruh pasangan rataan perlakuan yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase sel hidup setelah mutagenesis. Persentase sel hidup setelah mutagenesis dengan sinar uv dibanding dengan jumlah sel hidup awal disajikan pada Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase sel hidup pada pengurangan jarak dan penambahan waktu radiasi sinar uv. Pada jarak radiasi 15 cm dari dasar cawan petri, sel mampu bertahan hidup hingga waktu radiasi 90 detik (0,56%), dan tidak ada sel yang dapat bertahan hidup pada waktu radiasi 20 dan 150 detik. Pada jarak radiasi 30 dan 50 cm, sel mampu bertahan hidup hingga waktu radiasi 120 detik (1,13% dan 1,17%) dan tidak ada sel yang dapat bertahan hidup pada waktu radiasi 150, 180, 360, 540, dan 720 detik. Perbedaan persentase sel hidup pada percobaan ini dipengaruhi oleh dosis radiasi sinar uv yang diterima oleh K. marxianus T-2. Perbedaan persentase sel hidup pada percobaan ini dipengaruhi oleh dosis radiasi sinar uv yang diterima oleh K. marxianus T-2. Sel-sel yang mampu bertahan hidup dianggap sebagai mutan. Generasi mutan terbanyak dihasilkan pada dosis radiasi sinar uv yang menyebabkan persentase sel hidup antara 1-10% (9099% kematian) yaitu pada kombinasi perlakuan waktu radiasi 60 detik dengan jarak 15, 30, dan 50 cm; kombinasi perlakuan waktu radiasi 90 detik dengan jarak 30 dan 50 cm; serta kombinasi perlakuan waktu radiasi 120 detik dengan jarak 30 dan 50 cm. Yuswanto (1992) menyatakan bahwa dosis radiasi yang menyebabkan kematian sel lebih kecil dari 99% merupakan dosis optimal yang menghasilkan keseimbangan antara mutasi berfrekuensi tinggi dengan kemungkinan sel hidup yang masih cukup besar. Untuk mengetahui pengaruh jarak dan waktu radiasi sinar uv terhadap ketahanan hidup sel setelah mutagenesis, dilakukan analisis korelasi dan regresi.
Zul, et al.
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa [nilai koefisien korelasi antara jarak radiasi dengan persentase sel hidup r = 0,041(p = 0.436); nilai koefisien korelasi antara waktu radiasi dengan persentase sel hidup r = -0,749 (p = 0.000) pada taraf 1% jarak dan waktu radiasi mempengaruhi persentase sel hidup, tetapi waktu radiasi lebih berpengaruh. Analisis regresi menghasilkan scatterplot (Gambar 1) dengan persamaan garis regresi linear Y = 57,048 + 0,1033X1 – 0,526X2 (Y = persentase sel hidup, X1 = jarak radiasi sinar uv, X2 = waktu radiasi sinar uv). Persamaan garis regresi linear tersebut menunjukkan pengaruh positif jarak radiasi dan pengaruh negatif waktu radiasi sinar uv terhadap persentase sel hidup. Artinya, semakin jauh jarak radiasi akan semakin besar persentase sel hidup, sebaliknya semakin lama waktu radiasi maka semakin kecil persentase sel hidup. Diameter koloni K. marxianus T-2 setelah mutagenesis. Hasil pengukuran diameter koloni K. marxianus T-2 yang tumbuh pada medium inulin padat setelah mutagenesis, pada umur 9 hari disajikan pada Gambar 2. Diameter koloni mutan pada seluruh kombinasi jarak dan waktu radiasi sinar uv lebih besar dibandingkan dengan diameter koloni pada tipe liar. Diameter koloni mutan terkecil yaitu pada jarak radiasi 15 cm dengan waktu radiasi 30 detik (2,54 mm) lebih
Gambar 1. Scatterplot hubungan antara persentase sel hidup setelah mutagenesis sebagai fungsi jarak dan waktu radiasi sinar uv.
Diamater koloni (mm)
26
10 8 6 4 2 0
0
Jarak 15 cm
30
60
90
Waktu (detik)
Jarak 30 cm
Jarak 50 cm
Gambar 2. Diameter koloni K. marxianus T-2 pada berbagai jarak dan waktu radiasi sinar uv.
Mutagenesis K marxianus T-2
besar dibandingkan tipe liar (2,15 mm), sedangkan diameter koloni mutan terbesar pada jarak radiasi 30 cm dengan waktu radiasi 60 detik (8,66 mm) (Gambar 3 dan 4). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan mutan K. marxianus T-2 lebih cepat dibandingkan tipe liar.
27
pengaruhnya sangat berbeda nyata tersebut, maka dilakukan uji lanjut Duncan (Tabel 3). Tabel 3. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh mutagenesis terhadap aktivitas spesifik inulinase ekstraselular Jarak radiasi
Waktu radiasi 0
30
60
90
Pengaruh utama jarak radiasi
15
0,013 a
0,017 ab
0,087 c
0,036 ab
0,038 A
30
0,013 a
0,020 ab
0,094 c
0,048 b
0,043 A
50
0,013 a
0,017 ab
0,092 c
0,037 ab
0,039 A
Pengaruh utama waktu radiasi
0,013 A
0,018 A
0,091 C
0,040 B
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil atau huruf besar yang sama berarti berbeda tidak nyata menurut uji lanjut Duncan (DNMRT) pada taraf 1%.
Gambar 3. K. marxianus T-2 tipe liar umur 9 hari dengan diameter koloni rata-rata 2,15 mm.
Gambar 4. Mutan K. marxianus T-2 yang dimutasi dengan sinar uv pada jarak radiasi 30 cm dan waktu radiasi 60 detik, umur 9 hari dengan diameter koloni rata-rata 8,66 mm.
Aktivitas spesifik inulinase ekstraselular setelah mutagenesis. Hasil percobaan menunjukkan bahwa aktivitas spesifik inulinase ekstraselular terendah pada tipe alami (0,0130 U/mg) dan tertinggi pada jarak radiasi 30 cm dengan waktu radiasi 60 detik (0,094 U/ mg). Hasil uji F (data tidak ditampilkan), menunjukkan bahwa pengaruh jarak radiasi terhadap aktivitas spesifik inulinase ekstraselular tidak berbeda nyata, sebaliknya pengaruh waktu radiasi terhadap aktivitas spesifik inulinase ekstraselular sangat berbeda nyata. Untuk mengetahui perlakuan mana dari waktu radiasi yang
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pengaruh mutagenesis terhadap aktivitas spesifik inulinase ekstraselular dengan perlakuan jarak radiasi tidak berbeda nyata. Sedangkan pengaruh mutagenesis terhadap aktivitas spesifik inulinase ekstraselular dengan perlakuan waktu radiasi pada 60 detik sangat berbeda nyata dengan pengaruh waktu radiasi 0, 30, dan 90 detik. Jika dilihat pengaruh mutagenesis dengan perlakuan kombinasi jarak dan waktu radiasi, maka perlakuan jarak radiasi 30 cm dengan waktu radiasi 60 detik (0,094 U/mg) tidak berbeda nyata dengan perlakuan jarak radiasi 15 dan 50 cm dengan waktu radiasi 60 detik. Tetapi pengaruh ketiga perlakuan tersebut sangat berbeda nyata dengan kombinasi jarak dan waktu radiasi lainnya. Kisaran dosis terbaik adalah pada kombinasi perlakuan jarak radiasi antara 15 - 50 cm dengan waktu radiasi 60 detik yang menyebabkan aktivitas spesifik inulinase ekstraselular mutan K. marxianus T-2 meningkat 6,6 - 7,2 kali dibandingkan tipe liar. Peningkatan aktivitas spesifik inulinase ekstraselular pada percobaan ini diduga karena terjadi mutasi subtitusi yang menguntungkan gen struktural yang mengkode pembentukkan inulinase ekstraselular. Mutasi subtitusi terjadi karena adanya penggantian satu basa nukleotida oleh basa nukleotida lain yang menyebabkan perubahan asam amino pada urutan polipeptida yang disandi oleh gen struktural. Perubahan satu asam amino tersebut menghasilkan inulinase ekstraselular yang mempunyai aktivitas lebih tinggi dibanding tipe liar. Mikrob yang diradiasi dengan sinar uv pada dosis yang tepat akan menghasilkan enzim dengan aktivitas yang lebih tinggi dibanding tipe liar. Hal ini terjadi karena radiasi sinar uv akan menyebabkan perubahan susunan gen dari genom tetua sehingga dihasilkan mutan.
28
Jurnal Natur Indonesia 6(1): 24-28 (2003)
Zul, et al.
Viswanathan & Kulkarni (1995) melaporkan bahwa aktivitas inulinase esktraselular A. niger meningkat 1,53,1 kali dibanding tipe liar pada 8, 10, dan 15 menit radiasi dengan sinar uv (jarak radiasi tidak disebutkan). Berat kering sel setelah mutagenesis. Hasil pengukuran berat kering sel menunjukkan bahwa berat kering sel mutan pada seluruh kombinasi jarak dan waktu radiasi sinar uv lebih besar daripada berat kering sel pada tipe liar. Berat kering sel pada tipe liar adalah 1,35 mg/ml, sedangkan berat kering sel mutan terendah adalah 1,61 mg/ml. Berat kering tertinggi diperoleh pada mutan yang diradiasi pada jarak 30 cm dengan waktu radiasi 60 detik (2,37 mg/ml). Hasil uji F (data tidak ditampilkan), menunjukkan bahwa pengaruh jarak radiasi terhadap berat kering sel berbeda nyata (taraf 5%), sedangkan pengaruh waktu radiasi terhadap berat kering sel sangat berbeda nyata (taraf 1%). Artinya, ada satu atau beberapa perlakuan waktu radiasi yang pengaruhnya terhadap berat kering sel sangat berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 4, menunjukkan bahwa pengaruh mutagenesis terhadap berat kering sel dengan perlakuan semua jarak radiasi tidak berbeda nyata. Pengaruh mutagenesis terhadap berat kering sel dengan perlakuan waktu radiasi pada 30 dan 90 detik tidak berbeda nyata, tetapi berbeda sangat nyata dengan waktu radiasi 60 detik dan tipe liar. Jika dilihat pengaruh mutagenesis dengan perlakuan kombinasi jarak dan waktu radiasi, maka jarak 30 dan 50 cm dengan waktu radiasi 60 detik sangat berbeda nyata dengan jarak dan waktu radiasi Tabel 4. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh mutagenesis terhadap berat kering sel. Jarak radiasi
Waktu radiasi 90
Pengaruh utama jarak radiasi
2,19 de
1,78 b
1,77 A
2,37 e
2,04 cd
1,88 A
1,84 bc
2,35 e
1,85 bc
1,84 A
1,80 B
2,30 C
1,89 B
0
30
15
1,34 a
1,78 bc
30
1,34 a
1,79 bc
50
1,34 a
Pengaruh utama waktu radiasi
1,34 A
60
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil atau huruf besar yang sama berarti berbeda tidak nyata menurut uji lanjut Duncan (DNMRT) pada taraf 1%.
lainnya, kecuali dengan kombinasi jarak 15 cm dengan waktu radiasi 60 detik yang tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan membuktikan bahwa pengaruh mutagenesis terhadap berat kering sel pada semua kombinasi jarak dan waktu radiasi sinar uv sangat berbeda nyata dibanding dengan berat kering sel pada tipe liar.
Hasil percobaan yang didukung dengan analisis statistik menunjukkan bahwa mutagenesis telah menyebabkan pertumbuhan mutan lebih baik dibandingkan tipe liar. Said (1987) menyatakan bahwa mikrob menggunakan sumber karbon untuk sintesis massa sel. Massa sel dinyatakan sebagai berat kering sel per ml (mg/ml).
KESIMPULAN Mutagenesis dengan sinar uv pada K. marxianus T-2 menyebabkan penurunan persentase sel hidup, peningkatan pertumbuhan diameter koloni mutan, aktivitas spesifik inulinase ekstraselular, dan penambahan berat kering sel. Diameter koloni terbesar (8,66 mm), aktivitas spesifik inulinase ekstraselular tertinggi (0,094 U/mg), dan berat kering sel tertinggi (2,37 mg/ml) dihasilkan oleh mutan K. marxianus T-2 yang diradiasi pada jarak 30 cm dengan waktu 60 detik.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian UNRI yang telah membiayai penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Alexander, R.R. & Griffiths, J.M. 1993. Basic Biochemical Methods. New York: John Wiley & Sons. Allais, J.J., Kammoun, S., Blanc, P., Girard, C. & Baratti, J.C. 1986. Isolation and characterization of bacterial strains with inulinase activity. Applied and Environmental Microbiology 52: 1086-1090. Anonymus, 1993. Sugar industry: A decade of debate starts to pay big dividens. Food Australia 45: 309-311. Barthomeuf, C., Regerat, F. & Pourrat, H. 1991. Production of inulinase by a new mold of Penicillium rugulosum. Journal of Fermentation and Bioengineering 72:491-494. Gupta, A.K., Gill, A., Kaur, N. & Singh, R. 1994. High thermal stability of inulinase from Aspergillus niger. Biotechnology Letter 16: 733-734. Nakamura, T., Nagatomo, Y., Hamada, S., Nishino, Y. & Ohta, K. 1994. Occurrence of two forms of extracellular endoinulinase from Aspergillus niger mutant 817. Journal of Fermentation and Bioengineering 78: 134-139. Nugroho, T.T. 1986. Studi pendahuluan efek sinar ultra violet (U.V) terhadap mutasi Streptomyces sp. Tesis Pasca Sarjana. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sa’id, E.G. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. Smith, J.E. 1990. Di dalam: Usman, F.S., Bambang, S. & Agung, S. (penerjemah). Prinsip Bioteknologi. Jakarta: Gramedia. Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. H FS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: Gramedia. Viswanathan, P. & Kulkarni, P.R. 1995. Enhancement of inulinase production by Aspergillus niger Van Teighem. Journal of Applied Bacteriology 78: 384-386. Yuswanto. 1992. Genetika dan Biologi Molekuler Khamir. Yogyakarta: PAU Bioteknologi UGM. Zul, D. 1999. Purifikasi dan karakterisasi inulinase ekstraselular Kluyveromyces marxianus T-2 yang diisolasi dari rhizosfer Dahlia pinnata. Laporan Penelitian. Pekanbaru: Lembaga Penelitian Universitas Riau.