MUSIK DAN MISI Oleh Florentina Wijayani Kusumawati 21 Pendahuluan Tidak dapat disangkal bahwa musik merupakan bagian integral dalam ibadah Kristen. Peranan dan pengaruh musik dalam ibadah tidak dapat disepelekan. Dalam liturgi gereja musik mampu berperan sebesar 40%-50%. Jumlah ini cukup besar karena musik dapat berpengaruh terhadap perasaan, emosi maupun intelektual. Studi tentang peranan dan pengaruh musik terhadap kehidupan umat sangatlah penting dan tidak boleh diabaikan, sebagaimana pengajaran Kristen lainnya. Masalah yang sering terlihat ialah bahwa: * Para musisi (pemimpin musik gereja) telah terdidik baik dalam ketrampilan dan seni musik (music vokal atau musik instrumen) dengan baik, namun lemah atau tidak memiliki pola pikir teologis dan filosofis yang h akiki untuk memelihara kestabilan arah pelayanan musik gereja. * Para pendeta telah terdidik baik secara teologis dan filosofis namun memiliki sedikit atau tidak sama sekali pengertian seni musik dan penerapannya dalam pelayanan gereja.
Musik Rohani Sebagai Komunikator Penginjilan Sebagai alat komunikasi, setelah musik sampai ke dalam pikiran kita, akan menimbulkan tiga respon, yaitu respon mental, respon emosi dan respon fisik. Musik berfungsi sebagai alat komunikasi yaitu menjangkau orang dengan berita tentang Allah. Misi dari musik rohani adalah sebagai model bahasa yang dipakai untuk mengkomunikasikan maksud. Sebagai alat komunikasi, musik rohani dipakai untuk mengajarkan kebenaran. Pada umumnya keyakinan orang lebih mudah diteguhkan oleh nyanyian 21
Florentina Wijayani Kusumawati,MA adalah alumnus STTII Yogyakarta tahun 1992. Sekarang beliau menjabat Dekan Fakultas Agama Kristen Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta
37
daripada nasehat. Hal ini disebabkan oleh kata-kata yang disusun dalam bentuk syair dan dapat dilagukan, menyebabkan perkataan atau pesan yang disampaikan menjadi lebih mudah untuk diingat. Austin Lovclave dan William Race dalam bukunya "Music and Worship in the Church" mengatakan tentang perbedaan musik dan nasehat dalam penerimaan manusia yaitu : Musik menyentuh emosi manusia lebih dahulu kemudian imajinasinya, dan berakhir pada pikirannya. Nasehat menyentuh pikiran manusia lebih dahulu, kemudian imajinasinya dan berakhir pada emosi. 22 Musik yang digunakan dalam penginjilan harus menyanyikan pesan bahwa Tuhan Yesus adalah Juru Selamat. Dan mengundang orang bereaksi terhadap itu baik secara fisik, emosional maupun secara intelektual kepada pesan. Teks atau syairnya harus berpusat pada Injil. Musik rohani hendaknya digunakan dalam penginjilan dengan bertujuan agar pesan yang disampaikan lewat pujian bisa diterima pendengar dengan jelas yang berarti tidak mungkin disalahpahami. Syair bisa diangkat langsung dari Al kitab atau didasarkan pada ayat-ayat Firman Tuhan. Metode Komunikasi Dalam Penginjilan Melalui Musik Rohani Dalam istilah-istilah komunikasi, penginjil adalah pemrakarsa, yang berarti seorang Kristen yang mengambil tanggung jawab memberikan informasi tentang Yesus Kristus dan keselamatanNya kepada orang lain. Tugas pemrakarsa adalah menterjemahkan Injil ke dalam istilah-istilah yang bermakna untuk pikiran orang lain, seorang penerima yang ditargetkan oleh pemrakarsa sebagai prospek untuk Injil dengan dasar suatu kesiapan yang nyata untuk mendapat, mengerti dan menerima pengertian tentang Yesus Kristus. Hal tersebut bisa digambarkan sebagai Rantai Penyampaian dari suatu pesan. Mengajarkan Dari Syair Yang Langsung Dari Firman Tuhan Roh Kudus merupakan sumber kuasa untuk menyampaikan Firman Tuhan. Hamba Tuhan adalah kawan sekerja Allah. Allah memberi kuasa dan manusia 22
Austin Lovclave and William Race, Music and Worship in The Church (Philadelpia:Westminster,1986), 101
38
menyampaikannya melalui akal budinya seperti tertulis dalam 1 Korintus 14:15 : "...Aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku.' Firman Allah dapat disampaikan melalui musikdengan dua cara yang berbeda: Dinyanyikan, merupakan sarana yang paling efektif. Yang harus diingat dalam hal ini harus ada kesatuan antara syair dengan musiknya. Memainkan nyanyian rohani yang dikenal. Hal ini dapat menciptakan suasana rohani ketika memainkan nyanyian-nyanyian rohani yang dikenal. Dengan mendengar musik lagu rohani yang dikenal, maka pikiran pendengar musik lagu rohani yang dikenal, maka pikiran pendengar musik lagu rohani yang dikenal akan memunculkan syairnya. Untuk memuji dan memuliakan Tuhan melalui musik, tidak cukup hanya dengan kemampuan dan ketrampilan diri sendiri. Perlu sekali adanya kuasa atau penyertaan Roh Kudus dalam diri pelayan musik, agar pengajaran melalui Firman Tuhan diterima dengan motivasi yang benar oleh pendengar. Kata-kata di dalam musik gereja harus layak di dalam menyanyikan ajaran dari Tuhan Yesus Kristus. Musik gereja harus membangun. Harus menolong pendengar bertumbuh di dalam anugerah dan pengetahuan tentangTuhan Yesus Kristus. Musik gereja harus menolong orang untuk mengenalTuhan Yesus dengan lebih baik dan untuk melayani Dia dengan lebih baik lagi. Teks atau ayairnya harus berpusat pada Injil. Tidak boleh menyajikan teologi yang lemah. Jadi di dalam mengajarkan syair yang langsung dari FirmanTuhan bisa diciptakan lagu yang syairnya diambil langsung dari FirmanTuhan ataupun Firman Tuhan mendasari penciptaan lagu tersebut dengan memperhatikan pemakaian ritme yang akan mempengaruhi ekspresi tubuh. Corak Musik dan Budaya Terlihat janggal jika membicarakan masalah kontekstualisasi musik rohani atau music gereja. Apalagi jika diperhadapkan dengan kenyataan bahwa sekarang gereja dan ibadah gereja nampaknya sudah ada kesepakatan yang tidak tertulis bahwa yang disebut musik gereja dan yang layak dipandang sebagai musik gereja
39
adalah musik seperti yang ada dalam peribadatan sekarang ini: lagunya, iramanya dan bahkan instrumen-instrumen yang dipakai seperti piano dan organ bahkan dengan seperangkat musik band. Gereja nampaknya sudah "at home" dengan irama-irama barat. Namun perlu diperhatikan bahwa kenyataan ini tidak berarti bahwa jemaat yang berbeda tempat dan juga berbeda budaya tidak mempunyai masalah dalam menyanyikan lagu-lagu yang bukan merupakan milik mereka yang orisinal. Karl Steenbrink melihat bahwa musik orang-orang Afrika berbeda dengan orang-orang Asia. la menyatakan bahwa musik rohani yang dipakai dalam liturgi orang-orang Asia lebih individual.23 Perbedaan ini mungkin ada benarnya jika orang-orang Asia yang dilihat adalah mereka yang hidup dalam budaya mediatif. Namun jika yang dilihat itu adalah melulu atau kelompok Kristen muda urban, nampaknya perbedaan ini sulit. Jadi jelas bahwa ada perbedaan musik bagi setiap budaya seperti yang dikemukakan Steenbrink pasti ada. Hal ini dikuatkan oleh Stenley Sadie yang menyatakan bahwa setiap budaya menemukan corak musik, cara mengekspresikannya yang semuanya timbul dan terbentuk karena kebutuhankebutuhan, sejarah dan lingkungan budaya itu sendiri. Gamelan di Jawa misalnya memainkan peranan dalam musik Jawa karena Jawa menemukan corak musiknya pada jaman tembaga. Jadi corak musiknya ditentukan dan diwarnai oleh budaya dan lingkungan di mana musik itu hidup. 24 Musik bukan saja ditentukan dan diwarnai oleh budaya dan lingkungan dimana pemilik musik itu hidup, tetapi pada gilirannya musik juga akan menentukan corak dirinya bagi pemilik musik tersebut. Bagi orang Jawa misalnya, musik yang disenangi dalam musik yang temponya tidak menggebu-gebu. Hal ini bukan hanya karena sikap individualistic dan mediatifnya, tetapi juga musik yang diiringi gamelan itu sendiri bertempo lamban. Musikyang bagus, yang khusuk, yang religius adalah yang dapat dirasakan kehalusannya dan halus diekspresikan dalam kelambanan temponya.
23 24
Karl Steenbrink, Christian Worship (Philadelpia:Westminster Press,1987), 95 Stenley Sadie, Music Quide (Englewood Cliffs: Pretince Hall,1986), 14
40
Kebutuhan Atas Kontekstualisasi Musik Rohani Musik dapat berfungsi sebagai sarana dimana iman diekspresikan dan juga music terkait erat dengan budaya, maka dapat dilihat bahwa bagaimanapun juga musik itu kontekstual. Artinya ia terikat pada konteksnya. Musik tidak lagi sesuatu yang universal, melainkan seseuatu yang lokal. Demikian juga dengan musik gereja tidak universal, melainkan sesuatu yang lokal. Demikian juga dengan musik gereja tidak universal tetapi halus disadari bahwa ia sebagai musik yang mengiringi suatu liturgi dalam ibadah kristiani yang bersifat kontekstual dan lokal. Usaha kontekstualisasi musik gereja ini memang bukan hal yang mudah. Seperti halnya yang dikatakan I-to-Loh, gereja-gereja di Asia sudah merasa nyaman dengan puji-pujian yang diwariskan oleh gereja-gereja barat. I-to-Loh mengusulkan agar diadakan usaha mendidik ulang gereja-gereja Asia supaya mengenal kembali budayanya sendiri. 25 Memang kontekstualisasi musik gereja bukan sekedar usaha untuk menghidupkan kembali budaya yang hilang di gereja. Namun perlu diperhatikan pula bahwa kontekstualisasi musik gereja itu dilakukan dalam upaya mengkontekstualkan gereja itu sendiri, supaya gereja tidak menjadi bagian yang asing bagi masyarakat di mana gereja itu bertumbuh. Musik Sebagai Bahasa Persatuan Suatu Budaya Lokal Seorang musikolog, Judith Backer mengatakan "...sekalipun kita akhirnya dapat lancer memakai bahasa itu dan memainkan musik itu, namun penguasaan kita akan bahasa dan musik bangsa lain tetap tidak dapat menggetarkan emosi kita sebagaimana yang kita rasakan dengan bahasa dan musik kita sendiri.” 26 Lebih lanjut ia mengatakan : "Sistem musik tidak universal dan juga tidak dapat diterjemahkan, maka sistem musik dapat berbicara dengan suaranya yang karib, suaranya yang pribadi ... Musik memberitahu siapakah kita ini."27
25
Itoloh, Music Observed (New York: Books of Libraries Press INC Freeport, 1985), 88 Judith backer, Music in Mission (Nashville, Tennesee: Broad Man Press, 1987), 75 27 Ibid, 78 26
41
Musik memang khas, yang mengandung kekhasannya sendiri yang sulit diterjemahkan sehingga dapat dimiliki dengan mudah oleh orang yang tidak tumbuh dan berkembang dengan bahasa itu sendiri. Jikalau musik rohani dipandang sebagai bahasa persatuan suatu budaya dimana manusia yang mempunyai budaya yang sama dapat mengekspresikan rasa dan imannya, maka kontekstualisasi musik rohani sebenarnya bukan menjadi bagaimana musik barat dapat diterima oleh gereja-gereja non barat melainkan bagaimana musik sebagai bahasa lokal itu dapat bertumbuh, berkembang dan menyatu dalam diri manusia namun sekaligus dapat menjadi wahana dimana Allah hadir dan menyatu dengan konteksnya, yang artinya manusia dan budaya. Musik Sebagai Wahana Pertemuan Injil dan Budaya Pengkontekstualisasi musik rohani sebenarnya bukan merupakan paksaan dari konteks yang ada. la juga bukan suatu usaha untuk menciptakan konsep yang ideal dan relevan pada konteks atau suatu usaha menterjemahkan Injil dalam bentuk verbal yang dimengerti budaya atau locus tertentu. Secara kontekstualisasi musik gereja diharapkan, baik secara teologis maupun kultural, menjadi simbol dimana pertemuan Allah dan manusia terjadi, la menjadi simbol dimana hanya penyelamatan Allah menjadi satu kenyataan hiclup dan pengharapan manusia. Kontekstualisasi musik rohani tidak akan dapat terjadi dengan baik tanpa mengenal secara mendalam akan apa yang diharapkan menjadi bahasa yang menjadi wahana dimana budaya dan Injil dapat bertemu. Kesimpulan Musik gereja harus dirancang sebegitu rupa untuk mengarahkan perhatian orang beralih dari perkara-perkara duniawi dan berpusat kepada Allah. Alkitab mengatakan "oleh karena kamu telah dibangkitkan bersama dengan Kristus, pusatkanlah perhatianmu pada perkara-perkara yang di atas di tempat Kristus duduk di sebelah kanan Allah. Arahkanlah pikiranmu kepada perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi ". Musik gereja yang baik menghormati Allah dan menyatakan rasa hormat kita dan kekaguman kita kepada kemuliaan, kuasa
42
dan kehadiranNya ditengah-tengah kita. Sebagai kesimpulan, musik merupakan alat yang luar biasa untuk mempengaruhi fisik, emosi, intelektual, dan kehidupan rohani kita. Musik akan menjadi pesan, jika dia diharmoniskan dengan sumber segala kekudusan dan ajaran yaitu Firman Allah. Musik akan menjadi alat pelayanan jika ia ditempatkan pada porsi yang tepat, sehingga akan menarik hati dan pikiran orang kepada kebenaran Firman Allah.
43