Vol. 5, No. 1, 2016, p-ISSN: 2252-5793
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah Untuk MembentukKeluarga Sakinah: Studi Impelementasi Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin di Kantor Urusan Agama Karawang Munir Huda1, Ulil Amri Syafri2, Didin Hafidhuddin3, Irfan Syauqi Beik3 1Kementerian 2(Coresponding
Agama Karawang Jawa Barat, Indonesia
author) Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia
[email protected] dan
[email protected] 3
Institut Pertanian Bogor Jawa Barat, Indonesia
Abstract Marriage is one of Allah's command execution. and the Sunnah of Muhammad SAW. However, very few people know about it. For the Ministry of Religious Affairs of the Republic of Indonesia through the District Office of Religious Affairs has been providing services courses bride is the provision of a stock of knowledge, understanding and skills of the domestic life / family. The bride is the basis of the convening of the course; Regulation of the Director General of Islamic Community Guidance No. DJ.II / 491 in 2009. The conclusion that the implementation of the course curriculum bride in Karawang Religious Affairs Office has not carried out systematically. This is due to the lack of a model or guide that can be used as a reference implementation. Therefore, to address this problem researchers offer a model curriculum-based lessons bride harmonious family to KUA in Karawang. Through the Model Curriculum bid is expected to be used as reference or guidance in implementing the premarital education in the Office of Religious Affairs Karawang. Keyword: sakinah family, curriculum, prewedding
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
I.
PENDAHULUAN
Pernikahan adalah kebutuhan individual dan sosial.1 Kita dapat memastikan bahwa kebanyakan manusia, pada waktunya, akan menjadi suami/isteri dan membentuk keluarga, yang merupakan batu pertama dalam bangunan sebuah masyarakat. Jika pernikahan ini, dibangun di atas pondasi yang kuat, ia akan menuai sukses. Masyarakat yang sukses pun pasti tercipta, karena masyarakat yang sukses adalah buah dari pernikahan yang sukses. Sebaliknya, pernikahan yang gagal dan berantakan pasti menimbulkan kerugian material dan mental yang besar, baik bagi individu maupun masyarakat.2 Dalam tatanan sosial sebuah masyarakat yang besar terdiri atas kumpulan masyarakat kecil disebut dengan keluarga. Dinamika sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat yang besar sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi orang perorang dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu, kualitas sebuah keluarga mempunyai peran yang sangat besar untuk melahirkan sebuah masyarakat yang berkualitas. Dan sebaliknya keluarga yang broken home membuat masyarakat menjadi sakit dan tidak integrasi. Islam sebagai agama fithrah, dalam arti tuntutannya selalu sejalan dengan fithrah manusia, menilai bahwa perkawinan adalah cara hidup yang wajar. Karena itu ketika beberapa orang sahabat Nabi saw. bermaksud melakukan beberapa kegiatan yang tidak sejalan dengan dengan fithrah manusia, Nabi S.A.W. menegur mereka antara lain dengan menyatakan bahwa beliau pun menikah.3 Sesungguhnya pernikahan bisa menjadi penolong bagi agama. Bisa pula menjadi penghancur atau menjadi benteng kokoh penahan musuh-musuh Allah. Pernikahan adalah jalan sempurna untuk memperbanyak keturunan sehingga menjadi kebanggaan pemuka para nabi, yaitu nabi Muhammad S.A.W. di hadapan seluruh nabi dan uamt lainnya.4 Islam menganjurkan pernikahan, Allah berfirman dalam al-Qur’an, (Q.S. an-Nur [24]: 32) Imam Bukhari dalam kitab shahih-nya menyusun suatu bab khusus tentang pernikahan dengan judul bab “al-Trghib fi al-Nikah” (anjuran untuk menikah).5 Dari Abdullah bin Mas’ud ra., berkata: “Rasulullah saw. bersabda kepada kami: “Wahai kaum muda, barang siapa diantara kamu telah mampu berumah tangga (ba’ah),6 maka kawinilah, karena kawin dapat menundukan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, maka hendaknya berpuasa, karena yang demikian dapat mengendalikanmu (wija’)7,”(H.R. Bukhari dan Muslim)8 Secara umum, perkawinan adalah sebuah turun temurun dari umat manusia, sebagai sebuah sarana yang dipandang baik dan benar, untuk melanjutkan proses regenerasi dan kesinambungan hidup dan kehidupan umat manusia itu sendiri.9 Perkawinan merupakan ikatan yang sangat suci dan kokoh antara sepasang anak manusia, yang diharapkan akan mampu menjalin sebuah ikatan lahir-bathin anatara suami isteri sebagai modal untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah, yaitu keluarga bahagia dan diridhai Allah SWT. Oleh karena itu, langgengnya Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
85
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
sebuah pernikahan merupakan suatu tujuan yang sangat diinginkan oleh siapapun, khususnya pasangan suami-isteri itu sendiri, tidak terkecuali agama Islam. Namun demikian, tujuan mulia dalam melestarikan dan menjaga kesinambungan hidup rumah tangga, ternyata bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya institusi perkawinan yang tidak dapat diwujudkan dengan baik, yang disebabkan oleh banyak hal dalam kehidupan, yang memungkinkan terjadinya hal tersebut. Salah satu hal yag sangat menonjol menurut Nur Taufiq Sanusi,10 yaitu disebabkan oleh banyaknya pasangan suami-isteri yang menikah, tanpa dibekali lagi terlebih dahulu dengan pengetahuan serta pemahaman yang baik tentang sesuatu yang menjadi hakhaknya, baik sebagai suami atau isteri, serta apa pula yang menjadi kewajiban mereka dalam kehidupan rumah tangga. Disamping itu minimnya pengetahuan tentang langkah-langkah yang dianjurkan oleh al-Qur’an dalam menangani konflik suami isteri yang disebabkan oleh adanya pekanggaran hak dan kewajiban suami isteri dalam rumah tangga, ikut memperparah keadaan tersebut. Menikah tidak terlalu sulit, tetapi membangun keluarga bahagia bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan mambangun, pertama harus didahului dengan adanya model yang merupakan konsep dari bangunan yang diinginkan. Gambar bangunan (maket) bisa didiskusikan dan diubah sesuai dengan konsep fikiran yang akan dituangkan dalam wujud bangunan itu. Tidak jarang dalam rumah tangga, muncul persepsi yang keliru dari apa yang mungkin dianggapnya sebagai hak padahal sebenarnya bukan, sehingga kesalahan persepsi inilah yang kemudian sering menyebabkan terjadinya konflik internal dan munculnya sikap-sikap yang tidak dibenarkan, sperti kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain, hingga berujung pada pemutusan ikatan suami suami isteri (perceraian), yang tentu saja akan menimbulkan mudlarat yang tidak sedikit, baik pada masingmasing pasangan, keluarga, dan terlebih khusus kepda anak-anaknya. Menurut Achmad Mubarok secara sosiologis psikologis, kehadiran anak dalam keluarga juga dipandang sebagai parameter kebahagiaan.11Rumah tangga juga demikian, ada konsepnya, isteri bukan sekedar perempuan pasangan tempat tidur dan ibu yang melahirkan anak, suami bukan sekedar lelaki, tetapi ada konsep aktualisasi diri yang berdimensi horizontal dan vertikal. Konsep keluarga bahagia yang Islami, biasanya disebut dengan istilah keluarga sakinah. Konsep bisa murni pemikiran manusia, bisa juga merupakan tafsir dari suatu ajaran kitab suci. Keluarga Sakinah merupakan konsep yang inspirasinya datang dari ayat al-Qur’an, sesuai dengan kedudukan al-Qur’an bagi orang yang memeluk agama Islam. Pendidikan agama Islam dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting, terutama dalam rangka mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah dan muthma’innah.12 Kehidupan keluarga yang demikian, tentu akan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kemajuan umat, karena keluarga merupakan
86
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
barometer kemajuan bangsa. Artinya, jika keluarga itu baik, maka bangsa itu juga akan menjadi baik, begitupun sebaliknya. Seharusnya, sebagaimana pemerintah menghawatirkan hancurnya sebuah rumah yang dibangun oleh selain ahlinya, mestinya setiap orang tua juga melarang anaknya yang belum memenuhi kualifikasi untuk menikah, untuk membangun sebuah rumah tangga, dan mendidik anak, serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan rumah tangga. Patut disayangkan, kurikulum pendidikan nasional negara kita justeru lebih meningkatkan pelajaran menggambar, menyanyi, olah raga, dan pelajaran penunjang lainnya, daripada pelajaran yang lebih krusial dalam menyiapkan generasi muda menuju kehidupan rumah tangga yang sukses. Pengetahuan tentang pernikahan merupakan cabang ilmu yang menarik sekaligus penting. Namun sayangnya sedikit sekali yang memahami hal ini.13 Tak heran bila sering terjadi pertengkaran dan perselisihan suami isteri akibat ketidak tahuan tentang hakekat pernikahan, yang tak hanya sebagai ilmu melainkan juga sebagai ibadah suci. Kebodohan itu menghempaskan keluarga ke dalam goncangan-goncangan dahsyat. Tak jarang hal ini berujung pada keruntuhan pondasi keluarga dan tercerai berainya anakanak. Kursus Calon Pengantin14 adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam waktu singkat kepada catin (calon pengantin) tentang kehidupan rumah tangga/keluarga. Tujuan diterbitkannya peraturan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga/keluarga dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah serta mengurangi angka perselisihan, perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga. Adapun dasar diselenggarakannya kursus pengantin yaitu; berdasarkan aturan Kementerian Agama melalui Peraturan direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam tentang Kursus Calon Pengantin Nomor DJ.II/491 Tahun 2009 tanggal 10 Desember 2009. Tingginya angka perceraian, terutama pada usia pernikahan kurang dari 4 tahun dan banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan sebab dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama dan juga Surat Edaran dari Dirjen Bimas Islam. Peraturan tersebut mengamanatkan bahwa pengetahuan tentang pekawinan haruslah diberikan sedini mungkin, sejak sebelum berlangsungnya perkawinan, yaitu melalui kursus calon pengantin (suscatin). Berdasarkan hasil data perkawinan dan perceraian apa bila dilihat dari keberlangsungan usia pernikahan kurang dari 4 tahun khususnya di kabupaten Karawang, menyebutkan bahwa tingkat pernikahan yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan tingkat perceraian dengan skala perbandingan dalam kurun waktu tiga tahun. Akan tetapi jika diperhatikan dengan angka perceraian dari tahun 2003 hingga 2013 terus mengalami peningkatan di atas 10 persen setiap tahunnya.
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
87
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
Sehingga jika di komparasikan dengan pokok pembahasan memiliki kaitan erat dengan proses pembekalan materi pra nikah untuk para calon pengantin. Dari data tersebut di atas dapat penulis simpulkan bahawa tingginya angka perceraian dari perkawianan kurang dari 4 tahun dan banyaknya kekerasan dalam rumah tangga disebabkan masih rendahnya pemahaman calon pengantin terhadap ilmu pengetahuan dibidang perkawinan dan keluarga. Di Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang, penduduknya mayoritas masih awam, karena tingkat pendidikannya mayoritas hanya rata-rata lulusan SD (Sekolah Dasar) sampai SLTA. Karena keterbaatasan ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama yang juga sebagai salah satu pedoman penting dalam membinaan rumah tangga, banyak mayarakat belum mengerti tujuan perkawinan, begitu juga dengan hak dan kewajiban suami isteri. Mengakibatkan sering terjadinya konflik dalam rumah tangga mereka. Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilebar dan Kecamatan Karawang Barat, memberikan sarana bagi calon pengantin untuk mengikuti program kursus calon pengantin. Penyelenggara yang berwenang terhadap pelaksanaan Kursus Catin adalah Badan Penasehatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP.4) atau badan dan lembaga lain yang telah mendapat Akreditasi dari Kementerian Agama. Materi kursus calon pengantin diberikan sekurang-kurangnya 24 jam pelajaran yang disampaikan oleh narasumber yang terdiri dari konsultan perkawinan dan keluarga sesuai keahlian yang dimiliki dengan metode ceramah, dialog, simulasi dan studi kasus. Materi tersebut meliputi tata-cara dan prosedur perkawinan, pengetahuan agama, peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dan keluarga, hak dan kewajiban suami istri, kesehatan reproduksi, manajemen keluarga dan psikologi perkawinan dan keluarga. Untuk kegiatan konseling ini telah dilaksanakan oleh para konselor Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4) tetapi pelaksanaannya masih perlu terus ditingkatkan dengan meningkatkan kemampuan dan profesional para konselor dan mendekatkan pelayanan konseling dengan meningkatkan peran BP-4 Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Dengan melihat realitayang ada di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cilebar dan Kecamatan Karawang Barat Kabupaten Karawang, telah mewajibkan bagi para calon pengantin untuk mengikuti program kursus calon pengantin yang dilaksanakan oleh BP4. Hal ini belum menyurutkan angka perceraian yang masih tetap bertambah, meskipun peningkatannya tidak begitu signifikan. Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilebar dan Kecamatan Karawang Barat, pelaksanaan kursus calon pengantin ini dilaksanakan kurang lebih hanya satu jam saja. Itupun bukan dalam waktu khusus dengan modul dan simulasi pelaksanaan sesuai dengan ketentuan. Bahkan pelaksanaannya hanya disisipkan sepintas pada waktu pemeriksaan berkas nikah. Dapat dipastikan hasilnya pun sangat jauh dari yang diharapkan.
88
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
Padahal yang perlu disampaikan agar dipahami oleh para calon pengantin itu adalah materi meliputi tata cara dan prosedur perkawinan, pengetahuan agama, peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dan keluarga, hak dan kewajiban suami istri, kesehatan reproduksi, upaya menjaga kesehatan ibu saat hamil, melahirkan, pentingnya program keluarga berencana (KB), problematika pernikahan dan penyelesaiannya, hukum syariah tentang perkawinan, manajemen keluarga dan psikologi perkawinan dan keluarga. Dengan waktu yang sesingkat itu tentu tujuan dari diterbitkannya peraturan tentang kursus calon pengantin ini belum dapat mencapai maksud dan tujuan yang diharapkan. Untuk itu pihak Kantor Urusan Agama perlu mengkaji kembali pelaksanaan yang sudah berjalan selama ini. Sehingga proses yang telah terlaksana selama ini bukan sekedar upaya menggugurkan kewajiban semata. Untuk melengkapi pengembangan judul penelitian ini, maka peneliti melakukan langkah awal dengan melakukan survai ke lapangan. Peneliti menggunakan beberapa cara dalam rangka pengumpulan data, yaitu dengan melakukan observasi yang merupakan pengumpulan data dengan mengganti objek penelitian. Peneliti juga melihat fenomena-fenomena yang ada kemudian mencatat fenomena-fenomena yang terjadi. Pada observasi ini, peneliti menggunakan teknik observasi, antara lain; Observasi partisipatif ( pasif ), observasi terus terang dan tersamar dan observasi tak terstruktur.15 Objek observasi ini meliputi, antara lain : (a) tempat ; ruang kursus (ruangan yang digunakan oleh BP-4), (b) pelaksana ; penghulu sbagai tutor. Kemudian peneliti juga melakukan wawancara, (proses secara umum) untuk memperoleh keterangan berkaitan tujuan penelitian.Tanya jawab dilakukan melalui tatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancari. Wawancara ini dilakukan secara mandiri, dan bagian yang lain dengan diskusi kelompok terarah. Wawancara dilakukan kepada Kepala Kantor Urusan Agama sebagai ketua Bp 4, Penghulu sebagai tutor, (materi yang diajarkan) dan peserta kursus calon pengantin. Dari hasil wawancara dengan 100 pasang mempelai yang sudah pernah melaksanakan pendidikan pra nikah (suscatin) di Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang, hasilnya, 55 % menyatakan kurang puas, 20 % menyatakan biasa-biasa saja (tidak berpengaruh), 3% menyatakan merasa puas dengan hasil yang diperoleh dari suscatin dan sisanya sebanyak 22 % menyatakan sebaiknya suscatin lebih di tingkatkan lagi dalam pengembangan materi dan pengajarannya.16 Berangkat dari persoalan-persoalan di atas, maka penulis mengangkat permasalahan ini dalam bentuk penelitian dengan judul: MODEL KURIKULUM PENDIDIKAN PRA NIKAH UNTUK MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH (Impelementasi Pembelajaran tentang Pendidikan Kursus Calon Pengantin di Kantor Urusan Agama Karawang) Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) adalah wadah lembaga yang ada di Kantor Urusan Agama Kecamatan, lembaga ini berfungsi dalam hal
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
89
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
menangani program pembinaan pelestarian perkawinan yang salah satunya menangani kursus calon pengantin. II. METODOLOGI A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan teoritis dan empiris dalam penelitian sangatlah diperlukan. Oleh karena itu sesuai dengan judul di atas, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, yaitu penelitian dengan pola gabungan untuk menganalisis data kualitas, kemudian dilanjutkan dengan analisis kuantitatif yang didasarkan teori besar sebagai landasan pelaksanaan penelitian yang kemudian diverifikasi kedalam indikator-indikator variabel hingga penentuan instrumen berupa kuesioner untuk pengumpul data dari lapangan. Seperti dikatakan Sugiyono17 bahwa penelitian kombinasi dapat dilakukan ketika peneliti ingin mendapatkan data yang lebih komperehenshif yang dicari dengan metode kualitatif dan kuantitatif dalam waktu yang sama. Pada penelitian ini, metode kualitatif digunakan sebagai metode primer, sedangkan metode kuantitatif sebagai metode sekunder yang berfungsi melengkapi metode kualitatif. Oleh karena itu, analisis data penelitian yang dilakukan menggunakan dua metode, yakni analisis deskriptif dan inferensial, guna penarikan kesimpulan penelitian atas data yang telah dikoleksi dari lapangan. Setiap metoe penelitian memiliki keunggulan dan kekurangan. Oleh karena itu metode kualitatif dan kuantitatif keberadaannya tidak perlu dipertentangkan karena keduanya justeru saling melengkapi (complement each other).18 Peneliti mengambil peran kunci, mulai pengambilan sempel sumber data, pengumpulan data, analisis data dan pengambilan kesimpulan-kesimpulan yang diperlukan. Sebagai penelitian kombinasi, maka dua langkah dilakukan, pertama melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang menurut Sugiyono diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, sebagai lawannya adalah eksperimen, dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi atau gabungan, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif, lebih menekankan makna daripada generalisasi.19 Sedangkan untuk menganalisis data kuantitatif, maka digunakan paradigma sederhana yang terdiri dari satu variabel terkait (dependent variable) yakni keberagaman peserta kursus calon pengantin dan satu variabel bebas (independent variable) yakni pendidikan kursus calon pengantin yang dilakukan di Kantor Urusan Agama oleh Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Pernikahan (BP4). Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu berusaha menjelaskan atau memberi gambaran tentang adanya pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya, yaitu dari variabel independen terhadap variabel dependen. Teknik yang digunakan adalah survai lapangan, yaitu meneliti langsung ke lokasi penelitian dengan menyebarkan angket/ kuesioner, melakukan observasi, dan wawancara dengan pihak terkait untuk menggali data yang dibutuhkan.
90
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
Penelitian survai ini menurut Mc Millan dan Schumaker20 digunakan untuk menggambarkan obyek yang diteliti berupa sikap, keyakinan, nilai, perilaku, opini kebiasaan, idea, kejadian, frekuensi dan distribusi suatu keadaan serta keterkaitan antar variabel. Dalam penelitian ini, gambaran yang akan dicari adalah; bagaimana memberikan pemahaman tentang pendidikan perkawinan terhadap calon mempelai dengan membuat model kurikulum, melalui pendidikan pra nikah yang diselenggarakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan. Model kurikulum ini kemudian dikaji dengan teori-teori sebagai penjelas permasalahan yang sebenarnya, setelah itu kemudian dicari pengaruh antar variabel independen terhadap dependen melalui pernyataan sikap dan kemampuan yang di deskripsikan dengan data berupa skor yang menyatakan adanya pengaruh pada taraf tertentu melalui uji signifikansi dengan statistika. Untuk kepentingan penggalian data, dalam penelitian ini mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pada umumnya yang merupakan unit analisis dalam penelitian survai adalah individu. Peneletian survey dapat digunakan untuk maksud, pertama; penjagaan atau eksploratif, kedua; deskriptif, ketiga; penjelasan (explanatory atau confirmatopry) yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa, keempat; evaluasi, kelima; prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang, keenam; penelitian operasional, ketujuh; pengembangan indikator-indikator sosial. Hasil survai dapat pula digunakan untuk mengadakan prediksi mengenai fenomena tertentu.21 Pentahapan pada penelitian ini, antara lain menentukan atau memilih suatupenelitian, menetapkan lokus penelitian, membuat pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan masalah penelitian, mengumpulkan data dan membuat catatan lapangan, dan menganalisis data. Proses ini diulang-ulang beberapa kali sehingga pertanyaan penelitian mendapatkan jawaban dan dapat dibuat kesimpulan penelitian. Peneliti mengumpulkan data menggunakan instrumen atau tes (seperti suatu kuesioner tentang sikap terhadap harga diri (self esteem) atau memperoleh informasi menggunakan daftarcek perilaku (behavioral cheklist). Dipihak lain pada akhir kontinum, mungkin melibatkan kunjungan ke suatu tempat penelitian dan pengamatan perilaku individu tanpa pertanyaan yang dipersiapkan sebelumnya atau melaksanakan suatu wawancara, dimana individu dipersilahkan berbicara secara terbuka tentang suatu topik secara luas tanpa menggunakan pertanyaan khusus. B. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu data primer dan data skunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah, dan disajikan oleh peneliti dari sumber utama, yang dapat berupa kata-kata yang dihasilkan dari wawancara. Dalam hal ini yang akan menjadi sumber data primer/utama adalah Kepala KUA sebagai ketua Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Penghulu (tutor), dan calon mempelai putera-puteri sebanyak 150 pasang dari yang akan melaksanakan perkawinan atau yang sudah melaksanakan perkawinan.
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
91
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
Adapun yang termasuk dalam kategori data skunder dalam penelitian ini yaitu buku-buku, silabus, dokumen-dokumen dan foto-foto ketika ke lapangan. Tentunya dalam perjalanannya tidak menutup kemungkinan ada data-data lain yang dapat dipakai jika ditemukan ketika dalam propesi penelitian. C. Prosedur Pengumpulan Data
Ada tiga cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu: 1. Melalui Observasi atau Survey Lapangan Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu observasi langsung. Dalam hal ini peneliti langsung ke Kantor Urusan Agama yang menjadi unit atau obyek penelitian. Adapun KUA yang dijadikan obyek penelitian adalah Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilebar dan KUA Kecamatan Karawang Barat Kabupaten Karawang. Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas pelaksana Badan Penasehatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP.4) dalam mengimplementasikan materi pendidikan pra nikah berbasis keluarga sakinah di KUA tersebut. Baik yang dilaksanakan di dalam kantor maupun setelah pelaksanaan nikah. 2. Melalui Wawancara Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh atau mengumpulkan data secara mendalam tentang implementasi kurikulum berbasis keluarga sakinah oleh BP4 di duaKUA yaitu; KUA Kecamatan Cilebar dan KUA Kecamatan Karawang Barat Kabupaten Karawang. Agar wawancara ini memperoleh data yang sesuai dengan yang diharapkan, maka peneliti mempersiapkan beberapa pertanyaan melalui instrumen pertanyaan penelitian. Adapun model instrumen pertanyaan penelitian tersebut dapat dilihat pada lampiran. 3. Melalui Dokumentasi Untuk memperkuat data yang telah yang telah dikumpulkan melalui observasi maupun wawancara maka diperlukan dokuimentasi. Hal ini dilakukan agar validitas data yang didapatkan menjadi akurat. Adapun dokumentasi yang dikumpulkan adalah berupa foto-foto, dokumen tentang profil KUA, data penghulu dan staf kantor, calon pengantin serta dokumen perlengkapan pelaksana Badan Penasehatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP.4), serta dokumen perlengkapan tutor/penatar seperti silabus dan dokumen yang lainnya. D. Lokasi dan Subyek Penelitian
Obyek penelitian tentang impelementasikursus calon pengantinoleh Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kabupaten Karawang, dilakukan di duaKantor Urusan Agama yaitu; KUA Kecamatan Cilebar dan KUA Kecamatan Karawang Barat Kabupaten Karawang. Subyek penelitiannya adalah peserta kursus calon pengantin yang mengikuti proses pendidikan yang diprogramkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam). Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga bulan yakni bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2013.
92
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
1. Populasi Populasi adalah subyek atau keseluruhan wilayah yang akan diteliti, seperti dikatakan Moh. Nazir (1999 : 325) bahwa populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kursus calon pengantin yang terdaftar di duaKantor Urusan Agama yaitu; KUA Kecamatan Cilebar dan KUA Kecamatan Karawang Barat, terhitung pendaftaran pencatatan nikah mulai awal bulan Oktober sampai dengan pendaftaran pencatatan nikah akhir bulan Desember 2013sebanyak 1.500 pasang calon pengantin yang dimasukan dalam obyek penelitian. Seluruh pasangan calon mempelai ini adalah peserta kursus calon pengantin yang mengikuti pendidikan pra nikah dikantor Urusan Agama Kecamatan Karawang Barat dan Kecamaatan Cilebar. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan representasi dari keseluruhan populasi. Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi yang jumlahnya didasarkan pada pendapat Suharsimi Arikunto22bahwa apa bila populasi subyeknya cukup besar maka sebagai ancer-ancer sampel diambil antara 10% sampai 25%. Karena populasi dalam penelitian ini jumlahnya 30 Kantor Urusan Agama Kecamatan yang berada di Kabupaten Karawang, maka penulis tetapkan obyek penelitiannyahanyadua Kantor Urusan Agama saja. Adapun dari dua KUA yang akan diteliti, penulis tetapkan sampel peserta kursus calon pengantin sebagai subyek penelitian, yaitu sebanyak 150 pasang calon mempelai yang mengikuti kursus calon pengantin oleh Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan. Adapun penarikan sampel dari populasi tersbut menggunakan teknik purposive sampling. E. Instrumen Penelitian
Terdapat tiga instrumen alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu instrumen untuk mengukur wawasan pemahaman tentang pendidikan perkawinan dan keluarga sakinah, instrumen untuk mengukur kesiapan mental/ akhlak serta instrumen yntuk mengukur pemahaman Islamic Worldview (pandangan hidup/pandangan alam Islam) dalam menjalankan kehidupan rumah tangga. Ketiga instrumen di atas memilki bentuk berbeda sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Untuk mengukur ketiga instrumen tersebut, digunakan instrumen model skala Likert, yaitu jenis skala yang digunakan untuk mengukur persepsi atau sikap seseorang dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan, responden diminta untuk memberikan jawaban dalam skala ukur yang telah disiapkan (Sukardi, 2003: 146). Untuk butir pertanyaan dalam instrumen ini disediakan skala ukur sebanyak lima pilihan jawaban yang bersifat frekuensi yaitu: Sangat Paham (SP), Paham (P), Biasa Saja (BS), Kurang Paham (KP), dan Tidak Paham (TP). F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam upaya pengumpulan data penelitian ini adalah dengan beberapa teknik. Pertama adalah tes yang digunakan Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
93
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
untuk mengetahui kemampuan peserta kursus calon pengantin dalam memahami materi yang ada dalam silabus. Kedua adalah melakukan wawancara dengan pihakpihak terkkait dalam menyelenggarakan pendidikan kursus calon pengantin di Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilebar dan Kecamatan Karawang Barat Kabupaten Karawang, tutor dan staf. Wawancara ini dilakukan untuk menggali data yang bersifat kualitatif sesuai dengan kebutuhan peneliitian sebagaimana tercantum di dalam pertanyaan penelitian. Ketiga adalah penyebaran angket kepada responden yang merupakan sampel peneliitian. Angket yang diberikan mencakup variabel keberagaman khususnya aktivitas pemahaman perkawinandan mentalitas akhlak yang telah diuji validitas dan reliabiliitasnya sehingga layak untuk disebarkan. Angket yang dimaksud diatas, dibuat berdasarkan indikator dan sub-indikator yang diturunkan dari teori. Sedangkan bentuk angketnya adalah sekala Likert dengan jumlah pilihan (option) lima pilihan (sekala lima). Data kualitatif yang diperoleh dari lapangan kemudian dilakukan klasifikasi, disusun dan dianalisis secara kualitatif naratif menjadi satu rangkaian yang menggambarkan fakta dan kejadian yang sesungguhnya, sedangkan data kuantitatif dilakukan penskoran yang disesuaikan dengan jenis pertanyaan atau pertanyaan yang dibuat. Untuk butir pertanyaan atau pernyataan positif skor dimulai 5 dan skor terakhir 1, sedangkan butir pertanyaan atau pernyataan negatif skor dimulai 1 dan skor terakhir 5. Setelah selesai dilakukan penyekoran pada setiap variabel penelitian, kemudian jawaban setiap responden tersebut dijumlahkan secara keseluruhan sehingga diperoleh skor total responden yang dimasukan ke dalam worksheet (lembar kerja) pada program exel dan nomor urut 1 sampai dengan 150 yang menunjukan urutan responden sebagai sampel penelitian. Pada tahap berikutnya, data penelitian ini siap untuk dilakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan media SPSS sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai guna menjawab rumusan masalah yang dibuat. G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan dikelompokan sesuai jenis dan kebutuhan penelitian. Data kualitatif dikelompokan berdasarkan jenisnya sehingga terklasifikasi secara sistematis, sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif dan infersial. Secara rinci analisis kedua jenis data penelitian di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Analisis Data Kualitatif
Dikarenakan penelitian ini bersifat kualitatif – deskriftif maka teknik analisis datanya dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sampai datanya sudah jenuh. Sehingga aktivitas penelitian ini melalui reduksi data, display data dan verivikasi data23. Adapun pisau analisisnya menggunakan Triangulasi Teknik. Karena dalam pelaksanaannya peneliti mengumpulkan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang
94
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
sama. Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Kajian penelitian ini diharapkan dapat memberikan suguhan tentang pendidikan keluarga bagi calon pengantin yang akan melaksanakan kehidupan berumah tangga melalui kursus calon pengantin yang dilaksanakan oleh BP-4 di Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilebar dan Kecamatan Karawang BaratKabupaten Karawang. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian dokumen, analisis proses, kritik, interpretasi dan membangun konsep secara konstruktif. Sugiyono menyatakan bahwa analisis data dilaksanakan secara teliti dan sistematik terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumen-dokumen lain, sehingga dapat difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih tingkat kepentingannya, dan membuat kesimpulan-kesimpulan. Dari setiap materi suscatin dilakukan kajian secara teliti, diidentifikasi berbagai karakter-karakter yang muncul dari para calon pengantin dan menyusun kategorisasi sesuai pola fenomena-fenomena yang terjadi. Langkah ini diharapkan mendapatkan gambaran mana yang sangat lazim atau umum terjadi, kesenjangan dan keselarasan dalam pengungkapan hidup berkeluarga sesuai dengan nilai-nilai Islami bagi setiap calon pengantin dalam mengarungi bahtera kehidupan. Adapun langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada gambarsebagai berikut: a. Reduksi data Data yang diperoleh dari lapangan langsung ditulis dengan rinci dan sistematis setiap selesai mengumpulkan data. Laporan-laporan itu perlu direduksi, yaitu dengan memiliih hal-hal pokokyang sesuai dengan fokus penelitian agar mudah untuk menyimpulkannya. Reduksi data dilakukan untuk mempermudah penelitidalam mencari kembali data yangdiperoleh bila diperlukan serta membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.24 b. Display data atau penyajian data Setelah data direduksi selanjutnya peneliti melakukan Display data. Data yang sudah ada disusun dengan menggunakan teks yang bersifat naratif, hal tersebut dilakukan dengan alasan supaya peneliti dapat mengusai data dan tidak terpaku pada tumpukan data, serta memudahkan peneliti untuk merencanakan tindakan selanjutnya. c. Verifikasi atau menarik data Setelah data direduksi dan didisplay selanjutnya data diverifikasi. Dengan demikian verifikasi ini merupakan penarikan kesimpulan tahap akhir dan analisis data puncak. Meskipun begitu, kesimpulan juga membutuhkan
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
95
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
verifikkasi selama penelitian sedang berlangsung. Verifikasi dimaksudkan untuk menghasilkan kesimpulan yang valid. 2. Analisis Data Kuantitatif
Untuk mendapatkan gambaran hasil penelitian pada setiap variabel maka dilakukan analisis masing-masing variabel. Analisis variabel dilakukan dengan menggunakan rata-rata hitung (rerata). Hasil statistik deskriptif berdasarkan skor rerata tiap-tiap variabel penelitian untuk mengetahui penafsiran yang paling rendah dari hasil skor rerata tiap-tiap variabel penelitian. Tujuan analisis setiap variabel ini adalah untuk dijadikan rekomendasi atau saran-saran yang perlu disampaikan sebagai hasil penelitian ini. Dalam menganalisis data yang telah dikumpulkan, maka digunakan teknik statistik deskriptif dan Statistik infersaial. Dikatakan Anas Sudjiono25 bahwa statistik deskriptif pekerjaannya mencakup cara-cara menghimpun, menyusun atau mengatur, mengolah, menyajikan dan menganalisis data agar memberikan gambaran yang teratur, ringkas dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan yaitu meliputi : 1) Membuat tabel deskripsi data pada setiap klompok data yang diperoleh dari lapangan 2) Ukuran gejala pusat meliputi perhitungan mean, median, dan modus setaiap variabel 3) Dispersi atau sebaran data meliputi rentang data yang diperoleh dan standar deviasi 4) Menentukan histogram setiap variabel penelitian dalam rangka memudahkan memahami data yang diperoleh. Deskripsi data penelitian ini ditampilkan untuk menggambarkan data kuantitatif yang diperoleh dari lapangan yang terkait dengan pelaksanaan kursus calon pengantin yang meliputi pelaksanaan perkawinan, keluarga sakinah dan mental atau akhlak baik sebelum maupun sesudah dilaksanakannya proses pendidikan. H. Alur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab tiga permasalahan yang permasalah yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bab I. Aadapun ketiga masalah yang harus dijawab yaitu:Pertama,Bagaimana Implementasi Surat Edaran Dirjen Bimas Islam tentang Kursus Calon Pengantin oleh Badan Pembinaan, Penasehatan, dan Pelestarian Perkawinan di Kantor Urusan AgamaKabupaten Karawang. Kedua,Apa Kelemahan Implementasi kursus calon pengantin oleh Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan di KUA Kecamatan Karawang Barat dan KUA Kecamatan Cilebar. Ketiga, Bagaimana Model Kurikulum Kursus Calon Pengantin untuk keluarga sakianah Atas dasar ketiga permasalahan terrsebut, maka alur penelitian yang dilaksanakan dimulai dengan cara menelusuri dan mencari data tentang pendidikan pra nikah di
96
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
Kantor Urusan Agama. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan kursus calon pengantin tersebut, peneliti mengambil data dengan cara mewawancari kepala KUA sebagai ketua BP4, penghulu (tutor), penyelenggara Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan informasi dan data akurat tentang penyelenggaraan kegiatan pendidikkan kursus calon pengantin di Kentor Urusan Agama Kabupaten Karawang. Setelah mendapatkan informasi dan data tentang penyelenggaraan pendidikan kursus calon pengantinoleh BP4 di Kantor Urusan Agama Kabupaten Karawang, selanjutnya peneliti melakukanpenelitanmendalam tentang implementasi dari penyelenggaraan pendidikan kursus calon pengantin tersebut. Agar implementasi kursus calon pengantin tersebut terjawab dengan jelas dan akurat maka peneliti memutuskan untuk memfokuskan penelitian di duaKantor Urusan Agama saja. Adapun unit KUA yang dipilih adalah KUA Kecamatan Cilebar dan Kecamatan Karawang Barat. Alasan memilih di Kantor Urusan Agama, karena saat ini penyelenggaraan kursus calon pengantin oleh BP4 yang dilaksanakan di KUA berdasarkan edaran Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/491 Tahun 2009 tanggal 10 Desember 2009 masih perlu dibuat model kurikulumnya. Pada posisi ini tentunya diperlukan pormat atau panduan khusus untuk membina kebrlangsungan kehidupan dalam rumah tangga yang sakinah. Untuk itu peneliti menelusuri implementasi di KUA tersebut melalui observasi langsung, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas kepala KUA, penghulu (tutor), penyelenggara BP4 dan peserta kursus calon pengantin dalam mengimplementasikan kegiatan pendidikan pra nikah berbasis keluarga sakinah. Selanjutnya untuk mengetahui pelaksanaaan kegiatan kursus calon pengantin lebih mendalam, peneliti melakukan wawancara denagan kepala KUA, penghulu, penyelenggara BP4 dan peserta kursus calon pengantin KUA Kecamatan Cilebar dan Kecamatan Karawang Barat tentang format atau kurikulum yang digunakan. Agar data lebih valid, peneliti pun mengumpulkan data melalui dokumentasi baik yang ada di KUA tersebut maupun dokumen di luar KUA. Selanjutnyasetelah diketahui tentang permasalahan implementasi kurikulum penidikan pra nikah berbasis keluarga sakinah oleh BP4 di KUA tersebut, peneliti mengajukan tawaran tentang kurikulum sebagai model kurikulum yang ada tentang pendidikan pra nikah berbasis keluarga sakinah. Tentunya tawaran kurikulum ini dibuat didasarkan pada kebutuhan para peserta kursus calon pengantin yang didapatkan dari beberapa permasalahanyang ada di Kantior Urusan Agama. Untuk mempertajam pembuatan model kurikulum pendidikan kursus calon pengantin tersebut, peneliti melakukan uji publik kecil (kumpulan kecil), wawancara dengan para pakar yang membidangi materi tersebut atau juga bisa dilakukan uji komentar melalui website. Hasil pembuatan pengembangan kurikulum tersebut kemudian diterapkan atau diuji cobakan kepada calon pengantin dengan mennggunakan sistem pembagian;
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
97
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
1. Calon pengantin sebanyak 90 pasang yang mengikkuti kursus calon penganten di KUA Kecamatan Karawang Barat, diajarkan materi pendidikan pra nikah dari hasil pembuatan kurikulum yang telah diuji publikan. 2. Calon pengantin sebanyak 60 pasang yang mengikuti pendidikan pra nikah di KUA Kecamatan Cilebar tidak diberikan materi atau silabus yang telah dibuat dalam penelitian ini. Dari hasil pembuatan silabi hasil uji publikkemudian diujikan kepada calon pengantin, maka dapat dilihat sejauh mana arti penting materi pendidikan kursus calon pengantin tersebut terhadap keberlangsungan kehidupan sebelum dan setelah menikah. III. HASIL DAN PEMBAHASAN KUA Kecamatan Karawang Barat dan KUA Kecamatan Cilebar dalam melaksanakan kegiatan kursus calon pengantin hanya dengan menjabarkan materi yang tertuang dalam surat edaran Dirjen Bimas Islam. Pelaksanaan pembelajaran dalam kegiatan kursus calon pengantin oleh BP4 di dua KUA tersebut, tanpa menyusun silabi atau kurikulum secara sistematis. sehingga masih belum tersusunnya materi yang baku untuk keperluan proses pembelajaran dalam kegiatan kursus calon pengantin. Adapun isi dari surat edaran Dirjen Bimas IslamNomor DJ.II/491 Tahun 2009 tentang kursus pengantin, dimasukkan ke dalam salah satu proses dan prosedur perkawinan dan wajib diikuti oleh calon pengantin yang mau menikah. Materi pelajaran yang diberikan meliputi 7 aspek, yaitu; tata cara dan prosedur perkawinan, pengetahuan agama, peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dan keluarga, kesehatan dan reproduksi, manajemen keluarga, psikologi perkawinan dan keluarga serta hak dan kewajiban suami istri. Untuk mengetahui dampak dari aplikasi kurikulum Pendidikan kursus calon pengantin berbasis keluarga sakinah di KUA Kabupaten Karawang, peneliti menyebarkan angket dan soal pertanyaan kepada 150 pasangan calon pengantin kepada dua KUA yang ada di wilayah Kabupaten Karawang. Calon pengantin yang dijadikan responden sejumlah 150 pasang tersebut, Pertama, diberikan ke KUA Kecamatan Karawang Barat sebanyak 90 pasangan calon pengantin. Kedua, disebarkan di KUA Kecamatan Cilebar sebanyak 60 pasang calon pengantin. Dari 150 angket yang disebarkan kepada calon pengantin di dua KUA yang ada di Kabupaten Karawang tersebut, materi keluarga sakinah pada bidang studi Pendidikan Agama yang diajarkan sesuai dengan materi hasil uji publik, hanya kepada 90 pasangan calon pengantin. Adapun calon pengantin yang sejumlah 60 pasangan lainya tidak diajarkan materi keluarga sakinah yang telah disistematiskan menjadi silabus sebagi panduan kursus calon pengantin. Pasangan calon pengantin yang diajarkan materi keluarga sakinah diterapkan di KUA Kecamatan Karawang Barat sejumlah 90 pasangan catin. Sedangkan 60 pasangan calon pengantin yang ada di KUA Kecamatan Cilebar tidak diberikan materi pelajaran.
98
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
Berdasarkan analisa materi pembelajaran pada kegiatan pelaksanaan kursus calon pengantin melalui penyebaran angket yang diujikan langsung kepada responden di dua KUA, yaitu; KUA Kecamatan Karawang Barat dan KUA Kecamatan Cilebar, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, Materi keluarga sakinah bidang studi pendidikan agama (perkawinan dan keluarga) yang diidentifikasikan pada proses pembelajaaran melalui pembuatan kurikulum, secara umum responden menyatakan sangat paham (SP) 33,3%, Paham (P) 50,8% dan biasa saja (BS) 10,4%. Sedangkan pembelajaran materi bidang studi pendidikan agama yang diajarkan tidak menggunakan kurikulum bidang studi pendidikan agama yang telah diujikan, responden menyatakan biasa saja (BS) 13,1% dan kurang paham (KP) 45%, tidak paham (TP) 41,9%. Kedua, materi keluarga sakinah bidang studi Pendidikan Agama apabila diidentipikasikan pada proses pembelajaran kursus calon pengantin dengan capaian prosentasi di atas, sudah sepantasnya dan seharusnya dibikin panduannya secara sistematis dengan membuat model kurikulum sebagai acuan pelaksanaan kegiatan kursus calon pengantin di KUA Kkabupaten Karawang. Ketiga, materi keluarga sakinah pada bidang studi Pendidikan Agama perkawinan dan keluarga merupakan jawaban terhadap pentingnya pendidikan pranikah dilingkungan Kementerian Agama Kabupaten Karawang. Sehingga diharapkan penguasaan penghayatan dan pengamalan para calon pengantin yang mengikuti pendidikan pranikah bisa diterapkan dalam kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah dan rahmah. Kurikulum merupakan salah satu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran dan alat evaluasi pengajaran yang sesuai dan tepat. Untuk itu dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan sistem pendidikan ditentukan oleh tujuan yang realistis, dapat diterima oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh karenaitu sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga pendidikan bidang pendidikan Islammemahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dalam menentukan atau menggagas kurikulum pendidikan calon pengantin berbasis keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama Kabupaten Karawang.Tentunya dasar pemikiran ini selain berpedoman pada aturan atau kebijakan-kebijakan yang telah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia juga didasarkan pada sumber religi. Dengan demikian model kurikulum yang akan digagas merupakan model kurikulum yang memiliki dasar pemikiran yang baik. Sesuai dengan tujuannya bahwa ditawarkannya kurikulum berbasis keluarga sakinah pada pelaksanaan kegiatan kursus calon pengantin di Kantor Urursan Agama
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
99
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
Kabupaten Karawang adalah untuk memberikan pembinaan dan pemahaman peserta calon pengantin agar memahami dan memiliki kepribadian atau akhlak/mentalitas yang baik. Karena tujuan utamanya adalah memberikan pemahaman dan pembentukan keperibadian para peserta calon pengantin, maka metode yang digunakan lebih menitik beratkan pada metode yang variatif dan mengedepankan keaktifan peserta calon pengantin. 1. Materi atau Isi Kurikulum Materi yang akan disampaikan dalam Kurikulum Pendidikan Calon Pengantin berbasis keluarga sakinah ini berdasarkan kebutuhan para calon pengantin yang masuk dalam kategori remaja. Pada masa remaja persoalan kehidupan keluarga yang sering menjadi tantangan adalah permasalahan tentang pemahaman ilmu Perkawinan dan keluarga, Akhlak atau mental calon pengantin serta Islamic Worldview. Hal ini disebabkan pada masa ini dikenal dengan masa labil, masa pancaroba. Jika tidak segera diantisipasi dan diarahkan kepada yang paling positif dengan menyuguhkan materi tersebut, maka pendidikan calon pengantin tidak akan berpengaruh besar terhadap peserta kursus calon pengantin26. Atas dasar beberapa argumentasi diatas maka tawaran materi kurikulum pendidikan calon pengantin berbasis keluarga sakinah yang sesuai dengan kebutuhan calon pengantin yaitu: Pertama, Materi tentang perkawinan dan Keluarga Sakinah. Kedua, materi Akhlak/mental. Ketiga, materi Islamic Worldview. Adapun untuk lebih jelasnyarincian materi, alokasi waktu dan target yang ingin dicapai dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Materi Pendidikan Perkawinan dan Keluarga Sakinah Pada proses pengajaran materi Pendidikan Perkawainanpada bidang studi Pendidikan Agama, alokasi waktu yang disuguhkan selama 1jam pelajaran yaitu ; 1 x 90 Menit. Dikarenakan pada materi ini penekanan pemahaman ilmu perkawinan sangat diperlukan. b. Materi Akhlak/Mentalitas dalam Keluarga Pengajaran materi Akhlak pada bidang studi Pendidikan Agama, alokasi waktu yang disuguhkan selama satu jam pelajaran. Yakni 1 x 90 menit. Hal ini dikarenakan pada materi Akhlak berisi penekakan pada karakter mempelai sebelum dan sesudah perkawinan c. Materi Islamic Worldview dalam Perkawinan Pengajaran materi Islamic Worldview pada bidang studi Pendidikan Agama, alokasi waktu yang disuguhkan selama satu jam pelajaran.Yakni1x 90 Menit. Hal ini dikarenakan pada materi Islamic Worldview berisi pemahaman tentang ke Islaman yaitu cara pandang hidup Islamipada mempelai sebelum dan sesudah perkawinan Berdasarkan impelementasi model kurikulum berbasis keluarga sakinah yang dilaksanakan melalui bidang studi masih belum afektif. Pertama, disebabkan materi
100
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
yang diajarkan melalui hasil uji publik masih belum banyak difahami oleh peserta kursus calon pengantin. Sehingga dalam penerimaan materi tersebut peserta kursus masih pasif dalam mengikuti proses pembelajarannya. Kedua, ada beberapa hambatan yaitu, terletak pada tutor (pemberi materi). Tutor berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal. 1). Kurang waktu. 2). Kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama tutor maupun dengan ketua penyelenggara kursus calon pengantin dan administrator. 3). Karena kemampuan dan pengetahuan tutor itu sendiri. Karenanya dalam menjawab perbaikan pengembangan model kurikulum ini: a. isi materi pendidikan kursus calon pengantinakan lebih mengena pada sasaran, apabila isi materi pembelajaran tersebutdilakukan observasi dan wawancara langsusng dengan peserta kursus calon mempelai. Hal ini dilakukan untuk penyesuaian dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman peserta kursus serta kebutuhan isi materi yang inginkan oleh peserta kursus. Oleh sebab itu, masuknya materi pendidikan kursus calon pengantin tidak hanya sekedar ada, akan tetapi harus dikorelasikan seutuhnya dengan pokok bahasan studi yang disesuaikan dengan kemampuan peserta kursus. b. Kedua, pengembangan model kurikulum kursus calon pengantin bukan saja didasarkan atas perubahan tuntutan dalam kehidupan rumah tangga, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan konsep-konsep dalam pemahaman keilmuannya. Oleh karena itu, pengembangan model kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahli bidang studi/disiplin ilmu perkawinan dan keluarga. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dianalisa melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif deskriftif dapat digaris bawahi bahwa impelementasi pembelajaran pelaksanaan pendidikan kursus calon pengantin disetiap Kantor Urusan Agama melalui Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan Kabupaten Karawang, khususnya di KUA Kecamatan Karawang Barat dan Kecamatan Cilebar belum memiliki panduan atau kurikulum sendiri. Oleh sebab itu untuk menjawab masalah tersebut peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Impelementasi surat edaran Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/491 Tahun 2009 tentang kursus calon pengantin oleh BP4 yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Karawang, memiliki kendala dalam memasukan materi pelajaran ke dalam bidang studi. Hal ini disebabkan belum adanya tuntunan atau panduan yang jelas dari pihak penyelenggara Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Sehingga pelaksanaan kegiatan kursus calon pengantin di dua Kantor Urusan Agama yaitu KUA Kecamatan Karawang Barat dan KUA Kecamatan Cilebar terdapat kendala pada proses pembelajarannya. 2. Proses pembelajaran materi pendidikan kursus calon pengantin muslim yang dilaksanakan di Kantor Urusan Aagama Karawang. Hal ini dikarenakan belum Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
101
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
adanya kurikulum secara khusus yang disediakan oleh Kementerian Agama Kabupaten. Oleh sebab itu untuk menjawab masalah tersebut peneliti menawarkan Model Kurikulum Pendidikan Kursus Calon Pengantin untuk keluarga sakinah. Adapun kerangka dari kurikulum tersebut yaitu: Pertama, Pendekatan kurikulum yang digunakan adalah pendekatan Humanis dan Rekontruksi Sosial. Menggunakan pendekatan humanis karena yang menjadi obyeknya adalah peserta kursus calon pengantin. Sementara para peserta kursus calon pengantin sangat membutuhkan pendekatan yang bisa “memanusiakan manusia”. Kedua, model yang digunakan adalah pembuatan model kurikulum model Taba’s Inverted. Sebab langkah-langkah yang akan dilaksanakan pada kurikulum ini lebih cenderung mengikuti langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dirumuskan oleh Taba. Ketiga, Dasar pelaksanaan kurikulum pendidikan kursus calon pengantin berbasis keluarga sakinah ini berdasarkan: 1) Dasar Yuridis. Yakni Praturan Perundangundangan.2) Dasar Religi yakni bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. 3) Dasar Filosofis. Yakni karakteristik berfikir filsafat.4) Dasar Psikologis. Yakni penekanan terhadap akhlak dan mentalitas. Keempat, Materi Kurikulum. Adapun materi yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran model kurikulum pendidikan kursus calon pengantin berbasis keluarga sakinah ini disesuaikan dengan kebutuhan peserta kursus calon pengantin. Kebutuhan peserta kursus didapatkan dari hasil uji publik melalui wawancara dengan para tokoh agama dan intelektual yang ahli dalam bidang perkawinan dan keluarga di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karawang. Kelima, Metode Pembelajaran. Metode pembelajaran yang akan dilaksanakan pada kurikulum pendidikan kursus calon pengantin berbasis keluarga sakinah ini memadukan antara metode pembelajaran islami dengan metode pembelajaran aktif. Dalam hal waktu yang dialokasikan pada setiap materi pembelajaran telah ditentukan selama 3 x 90 Menit dari tiga materi yang ditawarkan. Keenam, Evaluasi pembelajaran. Evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Tes dan Evaluasi model non Tes. Untuk mengetahui penguasaan materi (kognitif) peserta kursus digunakan evaluasi model tes. Sementara untuk mengetahui pengalaman peserta kursus tentang materi yang diajarkan, dievaluasi melalui model evaluasi non tes seperti observasi melalui pengamatan, wawancara dengan pasangan pengantin. REFERENCES [1] [2] [3]
Fuad Shalih, Liman Yurid al- Zawaj Wa Tazawwaj, [terj.], Ahmad Fadhil, Untukmu Yang Akan Menikah dan Mau Menikah,Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2011, Cet. 14, hlm. 25 Ibid., hlm. 25 M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, Kalung Permata Buat Anak-Anaku, Jakarta, Lentera Hati. 2007, hlm. 55
102
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
Model Kurikulum Pendidikan Pra Nikah untuk Membentuk Keluarga Sakinah
[4] [5]
[6]
[7]
[8]
[9] [10]
[11] [12] [13] [14]
[15] [16]
[17] [18] [19] [20] [21]
al Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gozali, Ihya ‘Ulumu al-Din, Bairut, Dar alFikr, 2002, hlm. 31 al-Imam Abi Abdullah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah al-Bukhari, telah menyusun bab khusus tentang pernikahan dengan judul bab “al-Targhib fi al-Nikah” (anjuran untuk menikah), Shahih Bukhari, Bairut, Dar al-Fikr, Maktab al-Bahuts wa alDirasat wa al-Tautsik. Yangdimaksudkan ba’ah dalam hadits ini adalah jima’ atau bersetubuh. Mampu berarti mampu nafkah, maskawin dan lainnya. Sunah nikah bagi orang yang mampu biaya nikah, Sebagian ulama mewajibkan nikah bagi orang yang menghawatirkan zina. Ulama yang lainnya berkata: “ Lima hukum bisa terjadi pada nikah (lihat Ensiklopedi Tematis al-Qur’an & Hadits, Ahmad Muhammad Yusuf) Wajib, haram, sunat, makruh dan mubah, sesuai dengan keadaan dan tuntunan kondisi seseorang. Tentang kata ba’ah ini Imam Nawawi berkata; “para ulama berbeda pendapat tentang makna ba’ah, pendapat mereka terbagi dua, yang kesemuanya merujuk kepada makna. Pendapat yang paling tepat adalah maksud dari kata ba’ah ini secara etimologis adalah jima’ (lihat syarah An-Nawawi juz. 9 hlm. 173 Kata wija’ artinya memotong testis (mengebiri), maksudnya puasa dapat menahan syahwat seperti halnya pengebiran dapat memmutus jalannya air mani. (Syarah An-Nawawi juz 9 hlm.173 al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari, Shahih Bukhari, Bairut, Dar al-Fikr, Maktab al-Bahuts wa al-Darasat wa al-Tautsik, 1994, Juz 5 hlm. 143 Nur Taufiq Sanusi, Fikih Rumah Tangga, Perspektif al-Qur’an dalam Mengelola Konplik Menjadi Harmoni, Elsas, Cet. Pertama 2010, hlm. vii Lihat Nur Taufiq Sanusi dalam kata pengahantarnya yang ditulis dalam buku, Fikih Rumah Tangga, Perspektif al-Qur’an dalam Mengelola Konplik menjadi Harmoi, Elsas, Cet. Pertama 2010 Achmad Mubarok, Psikologi Keluarga, Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa,Jakarta: Wahana Aksara Prima,2009, Cet. 7, hal. 142 Mahmud, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga, Jakarta. Akademia Permata, Cet. I, 2013, hlm. ix Mahmud Mahdi al Istambuli, Tuhfatul Arusy, [terj.], Sholihin, Kado Pernikahan, Jakarta: Qisthi Press, 2012, Cet. 1, hlm. 3 Istilah Suscatin adalah istilah yang dipake dalam pelaksanaan pendidikan pra nikah yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama, istilah ini dipake sesuai dengan surat edaran dari Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama tentang kursus calon pengantin nomor: DJ.II/491 Tahun 2009, Tanggal 10 Desember 2009 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta, Cet. 11, 2011), hlm. 285 Hasil wawancara dengan para mempelai (pasangan suami isteri) yang sudah pernah melaksanakan pendidikan pra nikah atau dalam istilah Kantor Urusan Agama disebut dengan nama kursus calon pengantin. Peneliti melakukan survai ke lapangan dengan melakukan wawancara kepada 100 pasang mempelai yang sudah melaksanakan pendidikan pra nikah tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana respon para mempelai dalam menanggapi hasil yang diperoleh dari pendidikan tersebut. Peneliti juga melakukan wawancara dengan para pelaksana atau pemateri yang telah memberikan materi suscatin kepada para mempelai yang sudah melaksanakan kursus calon pengantin. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixsed Methods). (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 48 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta, Cet. 11, 2011), hlm. 38 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, hlm. 13 Mc Millan, James H & Sally Schumacher, Research In Education. A Coceptual Introduction, New York: Longman, 2001, hlm. 304 Masri Singaribuan dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: Lp3es,1989, hlm. 4
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016
103
Munir Huda, Ulil Amri Syafri, Didin Hafidhuddin, Irfan Syauqi Beik
[22]
[23] [24] [25] [26]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hlm. 134 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, hlm. 337 Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, Bandung, Tarsito, 1988, hlm. 129 Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 45 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Bab lima, para tutor menyarankan bahwa materi yang sangat dibutuhkan oleh para calon pengantin saat ini adalah materi berkorelasi langsung dengan masalah kognitif dan mental atau akhlak para calon pengantin. Diantara maslah pemahaman perkawinan dan persiapan mental atau akhlak yang harus dibuatkan kurikulumnya adalah pendidikan agama dalam bidang perkawinan dan masalah degradasi moral.
1 Fuad Shalih, Liman Yurid al- Zawaj Wa Tazawwaj, [terj.], Ahmad Fadhil, Untukmu Yang Akan Menikah dan Mau Menikah,Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2011, Cet. 14, hlm. 25 2Ibid., hlm. 25 3 M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, Kalung Permata Buat Anak-Anaku, Jakarta, Lentera Hati. 2007, hlm. 55 4 al Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gozali, Ihya ‘Ulumu al-Din, Bairut, Dar al-Fikr, 2002, hlm. 31 5 al-Imam Abi Abdullah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah al-Bukhari, telah menyusun bab khusus tentang pernikahan dengan judul bab “al-Targhib fi al-Nikah” (anjuran untuk menikah), Shahih Bukhari, Bairut, Dar al-Fikr, Maktab al-Bahuts wa al-Dirasat wa al-Tautsik. 6 Yangdimaksudkan ba’ah dalam hadits ini adalah jima’ atau bersetubuh. Mampu berarti mampu nafkah, maskawin dan lainnya. Sunah nikah bagi orang yang mampu biaya nikah, Sebagian ulama mewajibkan nikah bagi orang yang menghawatirkan zina. Ulama yang lainnya berkata: “ Lima hukum bisa terjadi pada nikah (lihat Ensiklopedi Tematis al-Qur’an & Hadits, Ahmad Muhammad Yusuf) Wajib, haram, sunat, makruh dan mubah, sesuai dengan keadaan dan tuntunan kondisi seseorang. Tentang kata ba’ah ini Imam Nawawi berkata; “para ulama berbeda pendapat tentang makna ba’ah, pendapat mereka terbagi dua, yang kesemuanya merujuk kepada makna. Pendapat yang paling tepat adalah maksud dari kata ba’ah ini secara etimologis adalah jima’ (lihat syarah An-Nawawi juz. 9 hlm. 173 7Kata wija’ artinya memotong testis (mengebiri), maksudnya puasa dapat menahan syahwat seperti halnya pengebiran dapat memmutus jalannya air mani. (Syarah An-Nawawi juz 9 hlm.173 8al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari, Shahih Bukhari, Bairut, Dar al-Fikr, Maktab al-Bahuts wa al-Darasat wa al-Tautsik, 1994, Juz 5 hlm. 143 9Nur Taufiq Sanusi, Fikih Rumah Tangga, Perspektif al-Qur’an dalam Mengelola Konplik Menjadi Harmoni, Elsas, Cet. Pertama 2010, hlm. vii 10 Lihat Nur Taufiq Sanusi dalam kata pengahantarnya yang ditulis dalam buku, Fikih Rumah Tangga, Perspektif al-Qur’an dalam Mengelola Konplik menjadi Harmoi, Elsas, Cet. Pertama 2010 11Achmad Mubarok, Psikologi Keluarga, Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa,Jakarta: Wahana Aksara Prima,2009, Cet. 7, hal. 142 12 Mahmud, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga, Jakarta. Akademia Permata, Cet. I, 2013, hlm. ix 13 Mahmud Mahdi al Istambuli, Tuhfatul Arusy, [terj.], Sholihin, Kado Pernikahan, Jakarta: Qisthi Press, 2012, Cet. 1, hlm. 3 14Istilah Suscatin adalah istilah yang dipake dalam pelaksanaan pendidikan pra nikah yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama, istilah ini dipake sesuai dengan surat edaran dari Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama tentang kursus calon pengantin nomor: DJ.II/491 Tahun 2009, Tanggal 10 Desember 2009 15Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta, Cet. 11, 2011), hlm. 285 16Hasil wawancara dengan para mempelai (pasangan suami isteri) yang sudah pernah melaksanakan pendidikan pra nikah atau dalam istilah Kantor Urusan Agama disebut dengan nama kursus calon pengantin. Peneliti melakukan survai ke lapangan dengan melakukan wawancara kepada 100 pasang mempelai yang sudah melaksanakan pendidikan pra nikah tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana respon para mempelai dalam menanggapi hasil yang diperoleh dari pendidikan tersebut. Peneliti juga melakukan wawancara dengan para pelaksana atau pemateri yang telah memberikan materi suscatin kepada para mempelai yang sudah melaksanakan kursus calon pengantin. 17Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixsed Methods). (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 48 18Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta, Cet. 11, 2011), hlm. 38 19Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, hlm. 13 20Mc Millan, James H & Sally Schumacher, Research In Education. A Coceptual Introduction, New York: Longman, 2001, hlm. 304 21Masri Singaribuan dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: Lp3es,1989, hlm. 4 22Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hlm. 134 23Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, hlm. 337 24Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, Bandung, Tarsito, 1988, hlm. 129 25Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 4-5 26Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Bab lima, para tutor menyarankan bahwa materi yang sangat dibutuhkan oleh para calon pengantin saat ini adalah materi berkorelasi langsung dengan masalah kognitif dan mental atau akhlak para calon pengantin. Diantara maslah pemahaman perkawinan dan persiapan mental atau akhlak yang harus dibuatkan kurikulumnya adalah pendidikan agama dalam bidang perkawinan dan masalah degradasi moral.
104
Ta’dibuna, Vol. 5, No. 1, 2016