MULTIMEDIA PEMBELAJARAN ALAT-ALAT OPTIK UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI DAN MINAT SISWA DALAM MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X SMA
Oleh: Wiji Lestari STMIK Duta Bangsa Surakarta
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menghasilkan multimedia pembelajaran pada mata pelajaran Fisika SMA kelas X dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi dan minat siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran koxtruktivistik adalah pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai subjek. Siswa dapar mengkonstruksi pengertian sendiri untuk memahami pembelajaran yang diberukan gurunya. Multimedia pembelajaran dapat digunakan sebagai media pembelajaran konstruktivistik. Domain multimedia yang merupakan bagian dari elearning merupakan wilayah pembelajaran yang tidak dapat dijangkau pendidikan konvensional. Domain elearning tersebut adalah meliputi aspek : dimension (ukuran), reality (realitas/sesuai kenyataan), tangibility, visualitation (visualisasi), dan simulation (simulasi). Pada penelitian ini bertujuan menghasilkan multimedia alat-alat optik untuk meningkatkan prestasi dan minat siswa dalam mata pelajaran Fisika kelas X SMA. Dari pengujian pemahaman didapatkan rata-rata kelas uji lebih tinggi dari pada kelas control yang berarti ada pengaruh multimedia pembelajaran
Kata kunci : multimedia pembelaran; Fisika; konstruktivistik; prestasi;minat.
PENDAHULUAN
Dalam pembelajaran Fisika, sering kali siswa dihadapkan pada konsep-konsep yang bersifat abstrak, Dimensi yang terlalu kecil/mikro maupun terlalu besar /makro sehingga sulit dilakukan pengamatan langsung. Banyak materi fisika yang sulit atau bahkan tidak dapat diamati langsung dalam dunia nyata. Hal ini menyebabkan sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam memahaminya. Ada tiga aspek dalam pendidikan ilmu pengetahuan alam (fisika): struktur ilmu yang kompleks, sulit karena konsep-konsep bersifat abstrak, dan penyelesaian masalah perhitungan (Halff, 2005). Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara terhadap siswa dan guru fisika di SMA Kolese Loyola Semarang. Disini dapat ditemukan, selama proses belajar mengajar berlangsung, sesuai kurikulum yang berlaku dimana fisika hanya 2 jam per minggu maka pembelajaran instrumentasi optic sering terabaikan dan tidak tuntas. Siswa cenderung pasif, meskipun guru telah berupaya merangsang dengan berbagai pertanyaan dan juga adanya pemahaman yang miskonsepsi terhadap materi alat-alat optik. Sulitnya memberikan pemahaman yang benar tentang jalannya sinar pada instrumentasi optik dan prose terjadinya bayangan/image pada alatalat optik. Dalam pembelajaran sebenarnya siswa terlihat cukup tertarik saat guru bercerita tentang mata, kamera, mikroskop dan teleskop, meskipun seringkali siswa tidak dapat menangkap pemahaman yang benar tentang kinerja fisis alat-alat tersebut. Guru merasa dihadapkan pada keterbatasan sarana dan prasarana yang memadahi untuk mengambarkan secara real dan jelas tentang proses fisika pada instrumentasi optik. Adanya hambatan untuk melaksanakan praktikum pada materi ini, untuk mata sulit dilaksanakan karena organ hidup dan praktikum teleskop juga terkendala keadaan cuaca. Dari uraian diatas penulis memandang perlu dikembangkan suatu media pembelajaran yang yang dapat memvisualisasikan konsep yang bersifat abstrak, menarik, menyenangkan dan melibatkan siswa secara aktif serta dapat mengurangi miskonsepsi siswa dalam materi instrumentasi optik. Sehingga dengan adanya elearning ini siswa mendapatkan alat bantu dalam belajar mandiri dan pembeljaran fisika yang konstruktivistik dapat terlaksana. TINJAUAN PUSTAKA a.
Peranan Media dalam Proses Pembelajaran Dalam pelaksanaannya, teknik penggunaan dan pemanfaatan media turut memberikan andil
yang besar dalam menarik perhatian mahasiswa dalam PBM, karena pada dasarnya media mempunyai dua fungsi utama, yaitu media sebagai alat bantu dan media sebagai sumber belajar bagi mahasiswa (Djamarah, 2002). Hamalik (1986), mengelompokkan media ini berdasarkan jenisnya ke dalam beberapa jenis :
a) Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti taperecorder. b) Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan dalam wujud visual. c) Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, dan media ini dibagi ke dalam dua jenis b.
Elearning Menurut Koran (2002), elearning didefinisikan sebagai sembarang pengajaran dan
pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan elearning sebagai kegiatan belajar melalui perangkat elektronik yang memperoleh bahan belajar sesuai dengan kebutuhannya. Atau elearning didefinisikan sebagai berikut : e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002). Sementara itu Purbo (2003) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang elearning, yaitu : sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya. Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. c.
Fungsi dan Manfaat elearning Ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas
(classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi) (Siahaan, 2002) (dalam Hasbullah,2006). a.
Suplemen Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran lektronik atau tidak.
b. Komplemen (tambahan) Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas.
c. Substitusi (pengganti) Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapaalternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswanya.Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa. d.
Pembelajaran Fisika yang Konstruktivistik Filsafat kontrukstivisme adalah filsafat yang mempelajari hakekat pengetahuan dan
bagaimana pengetahuan itu terjadi. Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan itu adalah bentukan (kontruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya. Bila yang menekuni adalah siswa maka, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Maka pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, yang ada di luar kita , tetapi sesuatu yang harus kita bentuk sendiri dalam pikiran kita (Suparno, 2006). Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang lepas dari subyek, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman ataupun dunia sejauh dialaminya.Proses pembentukkan ini bejalan terus-menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya sesuatu pemahaman yang baru (Piaget, 1971).
e.
Motivasi Belajar Motivasi adalah gaya
dari dalam diri seseorang yang memberikan kekuatan untuk
bertindak dan mendorong untuk melakukan sesuatu. (Green dan Kelso, 2006). Motivasi berarti faktor yang menyebabkan terjadinya aktifitas-aktifitas seseorang. Motivasi disebut juga sebagai sesuatu yang melatar-belakangi seseorang bertindak. Bisa juga sebagai dorongan atau hasrat yang menyebabkan seseorang beraktifitas atau bertingkah laku dalam mencapai tujuan (Suriasumantri dalam Ibrahim, 2003). Motivasi merupakan stimulan yang mendorong siswa untuk berusaha mencapai keberhasilan atau menghindari kegagalan. Siswa yang memiliki motivasi tinggi lebih percaya diri sehingga meraka akan berusaha lebih dibanding siswa lain dalam menyelesaikan tugasnya. (Ibrahim, 2003). Motivasi belajar secara signifikan terkait dengan hasil belajar (Howard, 2006).
METODE PENELITIAN a.
Perancangan Penelitian Rancangan penelitian mengatur langkah-langkah penelitian yang akan dijalankan agar lebih
sistematik. Adapun hal-hal yang terkait dalam rancangan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Jenis penelitian ini dilakukan dengan membuat suatu kondisi tertentu yang akan diuji seberapakah pengaruhnya tarhadap variabel lain sebagai pengontrolnya. 2.
Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data-data yang diperlukan menggunakan metode observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi objek penelitian tentang seluruh aktivitas yang berhubungan dengan maksud penelitian.
3.
Metode Pengukuran Penelitian Pengukuran penelitian dilakukan dengan membandingkan data pretest dan posttest hingga diperoleh grafik perbedaan. Selanjutnya dilakukan uji T-test untuk menguji kecocokan atas perbedaan data pretest dan posttest.
b.
Subjek dan Tempat Penelitian Pada penelitian ini subjek penelitian adalah siswa kelas X D SMA Kolese Loyola tahun
pelajaran 2011/2012. Dalam pelaksanaan penelitian kelas X D sebagai kelas uji diambil 15 siswa dan sebahgai kelas control dimbil 15 siswa. Kelas uji dalam pembelajaran menggunakan multimedia pembelajaran dan kelas control tidak menggunakan.
c.
Analisis Pembelajaran Sumber-sumber yang digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran pada
siswa SMA, adalah sebagai berikut: a. Siswa kelas X SMA Kolese Loyola Semarang b. Guru Fisika SMA Kolese Loyola Semarang c. Buku-buku pelajaran Fisika SMA Kelas X d. Situs-situs internet yang membahas tentang alat-alat optic Identifikasi kebutuhan informasi dilakukan melalui observasi langsung pada proses pembelajaran, interview dengan siswa dan guru kelas, pengamatan terhadap data-data hasil pembelajaran yang memberikan kejelasan adanya kesenjangan antara kemampuan siswa dan kompetensi yang diharapkan, antara lain: a. Siswa belum memahami cara kerja alat-alat optik b. Siswa belum memahami cara kerja mata dengan benar c. Siswa belum memahami cara kerja lup dengan benar d. Siswa belum memahami cara kerja mikroskop dengan benar e. Siswa belum memahami cara kerja teleskop dengan benar
d. Multimedia Pembelajaran Alat-alat Optik Multimedia dibangun dengan dengan memperhatikan konten pembelajaran, rekayasa
perangkat lunak dan komunikasi visual. Untuk tanpilan pembuka seperti berikut :
Gambar 1. Tampilan Menu
Gambar 2. Tampilan Materi
Gambar 3. Tampilan Evaluasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Multimedia yang sudah dikembangkan kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran pada kelas X SMA Kolese Loyola Semarang tahun pelajaran 2011/2012. Materi Alat-alat Optik merupakan materi mata pelajaran Fisika kelas X SMA semester genap. Alat-alat optic diajarkan setelah siswa kelas X mendapatkan materi dasar-dasar optik. Dalam melakukan pengujian pemahaman siswa dibutuhkan dua kelas percobaan, pertama kelas kontrol adalah kelas yang tidak menggunakan multimedia pembelajaran dan kedua kelas treatment yaitu kelas yang menggunakan multimedia. Kemudian dari kedua kelas ini dilakukan pembelajaran selama dua kali pertemuan, setelah itu dilakukan uji kompetensi/pemahaman terhadap siswa kedua kelas tersebut, lalu nilai siswa dari kedua kelas ini akan dibandingkan nilai reratanya. Untuk responden kelas uji diambil sebanyak 15 siswa dari kelas X D SMA Kolese Loyola Semarang: Tabel 1. Responden Kelas Uji No
Responden
Nilai
1
D.01
76
2
D.02
87
3
D.03
89
4
D.04
80
5
D.05
78
6
D.06
68
7
D.07
94
8
D.08
92
9
D.09
87
10
D.10
73
11
D.11
77
12
D.12
74
13
D.13
72
14
D.14
84
15
D.15
88
Rata-rata
81,27
Sedangkan untuk responden kelas control adalah seperti tabel 2 berikut :
Tabel 1. Responden Kelas Kontrol
No
Responden
Nilai
1
D.16
80
2
D.17
67
3
D.18
77
4
D.19
68
5
D.20
72
6
D.21
68
7
D.22
84
8
D.23
72
9
D.24
63
10
D.25
78
11
D.26
89
12
D.27
76
13
D.28
85
14
D.29
64
15
D.30
60
Rata-rata
73,53
Dari tabel-tabel di atas dengan melihat rerata hasil pengujian untuk kelas uji dan kelas control terlihat nilai rata-rata kelas uji 81,27 dan nilai rata-rata kelas kontrol 73,53. Dengan membandingkan rata-rata kedua kelas maka terlihat bahwa pemakaian multimedia membuat nilai rata-rata siswa lebih tinggi. Penggunaan multimedia dapat meningkatkan prestasi siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan 1. Multimedia pembelajaran Alat-alat Optik dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Fisika’ 2. Multimedia pembelajaran Alat-alat Optik dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar Fisika. b.
Saran 1. Multimedia perlu ditambahai animasi terkait penggumnaan alat-alat optic. 2. Multimedia dapat ditambahi dengan database sehingga dalam menyimpan nilai-nilai siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, S. , (2006). An introduction to learning outcomes: a consideration of the nature, function and position of learning outcomes. in the creation of the European Higher Education Area. dalam Froment, E.; Kohler, J. (eds). EUA Bologna Handbook. Berlin: Raabe Verlag. Djamarah, Syaiful B dan Zain, Aswan. (2002) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
González, J.; Wagenaar, R., (2003). Tuning educational structures in Europe: final report of the socratesproject (Phase 1): glossary. Bilbao: University of Deusto. http://www.tuning.unideusto.org/tuningeu/index.php?option=com_docman&Itemid=59&ta sk=doc. Gredler, Margaret E. Bell, (1991). Belajar dan Membelajarkan. Terjemahan: Munandir (1978) , Jakarta, CV Rajawali bekerja sama dengan PAU-UT, Nunnally, Jum C., Psychometric Theory : McGraw Hill Book Company. Green, T.M. and Chandrika M. Kelso (2006). Factors That Affect Motivation Among Adult Learners. Journal of College Teaching & Learning– April 2006 Volume 3, Number 4. Halff, H. M. (2005). Adventure Games for Science Education: Generative Methods in Exploratory Environments. Paper presented at the Workshop on Educational Games as Intelligent Learning Environments, 12th International Conference on Artificial Intelligence in Education, AI ED 05. Amsterdam, The Netherlands. Diakses 19 Desember 2008, dari http://www.halffresources.com/files/Adventure%20Games%20for%20Science%20Educati on.pdf Hamalik, Oemar (1986). Media Pendidikan.Bandung : Penerbit Alumni Hasbullah, (2006) Implementasi E-Learning Dalam Pengembangan Pembelajaran di Perguruan Tinggi (Proceeding), SNPTE 2006, UNY, Yogyakarta. Howard, J.K., (2006). Motivation to Learn and Course Outcomes: The Impact of Delivery Mode, Learning Goal Orientation, and Percieved Barriers and Enablers, Personal Psychology 2006, 59, 665–702, Blackwell Publishing Inc. Kamarga, Hanny. (2002). Belajar Sejarah melalui e-learning; Alternatif Mengakses Sumber Informasi Kesejarahan. Jakarta: Inti Media. Koran, Jaya Kumar C. (2002), Aplikasi E-Learning dalam Pengajaran dan pembelajaran di Sekolah Malaysia. (8 November 2002). Piaget, J. (1971). Psychology and Epistemology. NY: The Viking Press. Poerwono, (2005). Materi Diklat Prinsip Pengembangan Media, Malang, PPPG IPS dan PMP Malang. Purbo, O. W., 2003. Filosofi Naif Dunia Cyber, Penerbit Republika Jakarta. Ibrahim N., (2003). Upaya Peningkatan Motivasi Berprestasi dalam Pembelajaran di SLTP dan SMU Terbuka, Journal Teknodik Edisi No 13/VII/Desember/2003. Diambil 15 Januari 2009, dari http://pustekkom.depdiknas.go.id/index.php?pilih=hal&id=48.
Soekartawi, (2003) Prinsip Dasar E-Learning: Teori Dan Aplikasinya Di Indonesia, Jurnal Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003. Suparno, paul.(2005). Miskonsepsi & Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Suparno, Paul (2006). Metodologi Pembelajaran Fisika. Penerbit Universitas Sanata Dharma Yoyakarta. Steuer, J. (1995). Defining Virtual Reality: Dimensions determining telepresence. In: F. Biocca & M. R. Levy (Eds.). Communication in the Age of Virtual Reality, (pp. 33-56). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Strangman, N. & Tracey Hall ( ), Virtual Reality/Computer Simulations: National Center on Accessing the General Curriculum, 2. Syah, Muhibbin. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda karya Tavanti, M. and M. Lind (2001). 2D vs 3D, Implications on Spatial Memory. Proceedings of IEEE InfoVis 2001 Symposium on Information Visualization, San Diego, 22--23 October. Utomo, Junaidi. (2001). Dampak Internet Terhadap Pendidikan : Transformasi atau Evolusi, Seminar Nasional Universitas Atma Jaya Yogyakarta..