MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
Prolog Arus globalisasi terus mengalir dalam kehidupan masyarakat. Beberapa agenda-agendanya diluncurkan dan ditawarkan dipenjuru wilayah. Liberalisme, sekulerisme, pluralisme adalah agenda globalisasi, paham-paham tersebut terus menggerogoti pola pikir masyarakat. Kehadiran globalisasi perlu diwaspadai, sebab dari bebarapa agendanya sangat membahayakan bagi kehidupan masyarakat, baik sosial, budaya, politik bahkan agama. Salah satu wacana yang hadir dalam kehidupan masyarakat pada saat sekarang adalah istilah multikulturalisme.
Menelisik ke belakang, semenjak pertengahan tahun 2001 Indonesia digemparkan dengan “Islam Liberal”, segera permasalahan itu menjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat yang pada saat itu masih dirundung kemalangan. Dengan semboyannya yang indah-menawan, “Islam yang membebaskan” ini, dengan bendera JIL-nya berhasil membuat perhatian banyak kalangan terhipnotis. Apakah perkembangan Islam (timbulnya Islam Liberal) yang dibaliknya tersembunyi pluralisme (paham relegius artifisial) adalah bagian dari pe r adaban Islam ?
Memahami Konsep pluralisme tidak lepas dari sejarah gerakan pembaharuan Islam. Fazlur Rahman, intelektual Islam berkebangsaan Pakistan berpandangan bahwa sejarah gerakan pembaharu Islam dua abad terakhir dibagi menjadi empat [i] , antara lain (1) Gerakan Revivalis, di akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 (yaitu gerakan wahhabiyah [ii] di Arab, Sanusiyah [iii] di Afrika Utara, dan Falaniyah di Afrika Barat). (2) Gerakan Modernis , yang diplopori di India oleh Sayyid Akhmad Khan (wafat 1898), di seluruh timur tengah oleh
1 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
Jamal al-Din al-Afghani (wafat 1897), di Mesir oleh Muhammad Abduh (wafat 1905). (3) Neo revivalisme , (yang modern namun agak reaksioner, di mana Mawdudi beserta kelompok Jama’ati Islaminya di Pakistan merupakan salah satu contohnya). (4) Neo Modernisme, Fazlur Rahman sendiri mengkatagorikan dirinya ke dalam wilayah ini dengan alasan karena Neo-Modernisme mempunya i sintesis progresif dari rasionalitas moderenis dengan ijtihad dan tradisi klasik. Sementara di Indonesia pemikiran ini berkembang pada era 1970-an yang pertama kali dicetuskan oleh Nurcholis Madjid dengan istilah “Pembaruan Pemikiran Islam”.
Pengertian dan Pemahaman Pluralisme
Kata Pluralisme berasal dari bahasa inggris, pluralism. Apabila merujuk dari wikipedia bahasa inggris, maka definisi (eng) pluralism adalah : " In the social sciences, pluralism is a framework of interaction in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation ." Atau dalam bahasa Indonesia : "Suatu kerangka interaksi y an g mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran / pembiasan .
Pluralisme adalah paham religius artifisial , yang berkembang di Indonesia , dan merupakan bentuk lain dari a similasi tetapi menyerap nama pluralism . Pluralisme
2 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
adalah sebuah paham yang menegaskan bahwa hanya ada satu fakta kemanusiaan, yakni keragaman, heterogenitas dan kemajemukan itu sendiri. Oleh karena itu, ketika disebut pluralisme maka penegasannya adalah diakuinya wacana kelompok, individu, komuniatas, sekte dan segala macam bentuk perbedaan sebagai fakta yang harus diterima dan dipelihara. D alam pluralism, keberbedaan diakui adanya, dan karenanya bukan ingin dilebur dan disatukan dalam bentuk homugenitas, kesatuan, tunggal, mono dan ika [iv] . Pluralisme yang demikian memiliki beberapa syarat: (1) Pluralisme harus menghapus segala bentuk absolutisme, truth claim dan pembenaran terhadap diri sendiri dengan menafika n orang lain. S etiap absolutisme bukanlah pluralisme karena tidak mengakui kebenaran orang lain. Setiap truth claim juga bukan pluralisme karena truth claim hanya mengku kebenaran ada pada diri, kelompok dan e ntitasnya sendiri. Demiki an pula, setiap pembenaran diri sendiri bukanlah pluralisme, karena setiap pembenaran diri sendiri melibatkan emosi, tafsir, kepentingan dan segala bentuk subjektifitas diri [v] . Nurcholis Madjid menolak dengan mengaitkan absolutisme dengan perkembangan dan pertumbuhan sebuah masyarakat ketika memahami sebuah ajaran tertentu, terutama dalam masalah agama. (2) Pluralisme mensyaratkan adanya relativisme dalam pemahaman, penafsiran, aritikulasi dan segala bentuk derivasi sebuah nalar kelompok. Sementara dalam pluralisme Indonesia seperti yang dikemukakan oleh A lwi s hihab : Pluralisme bukanlah relativisme [vi] . ini aneh bagaimana mungkin seorang pluralis tidak merelativiskan pemahaman menuju penemuan-penemuan baru yang juga pemahaman, dan ini tidak mutlak, yang mutlak adalah perbedaan itu sendiri. (3) Pluralisme
3 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
mensyaratkan adanya bentuk toleransi dalam bersikap setiap orang, kelompok, entitas dan komunitas ketika berhadapan dengan yang lain. Persoalan toleransi ini merupakan prinsip niscaya: harus dan paten dalam pluralism e [vii] . Sementara menurut Nurcholis Madjid : Toleransi adalah ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu [viii] .
Pluralisme dengan pengertian awalnya diliputi semangat religius, bukan hanya sosial kultural, pluralisme digunakan sebagai alasan pencampuran antar ajaran agama, pluralisme digunakan sebagai alasan untuk merubah ajaran suatu agama agar sesuai dengan ajaran agama lain. Jika melihat kepada ide dan konteks konotasi yang berkembang, jelas bahwa pluralisme di I ndonesia tidaklah sama dengan pluralism , melainkan bentuk sintetis asimilasi yang dikemas dalam kata lain. Dan tidaklah aneh jika kondisi ini memancing timbulnya reaksi dari berbagai pihak. Pertentangan yang terjadi semakin membingungkan karena munculnya kerancuan bahasa . Sebagaimana seorang mengucapkan pluralism - non asimilasi akan bingung jika bertemu dengan kata pluralisme asimilasi . Sudah semestinya muncul pelurusan pendapat agar tidak timbul kerancuan. Belakangan, muncul fatwa dari MUI yang melarang pluralisme . Dalam fatwa tersebut, didefinisikan bahwa pluralisme yang dilarang adalah yang "menganggap semua agama yg berbeda adalah sama". Sementara salah satu konsekuensi dari penyamaan itu adalah berubahnya aspek-aspek baku dari suatu ajaran mengikuti ajaran yang lain, yang merupakan hal yang tidak dikehendaki ajaran manapun. Bagi mereka yang mendefinisikan
4 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
pluralism - non asimilasi , hal ini di-salah-paham-i sebagai pelarangan terhadap pemahaman mereka, dan dianggap sebagai suatu kemunduran kehidupan berbangsa. Keseragaman memang bukan suatu pilihan yang baik bagi masyarakat yang terdiri atas berbagai suku, bermacam ras, agama dan sebagainya. Sementara di sisi lain bagi penganut definisi pluralisme - asimilasi , pelarangan ini berarti pukulan bagi ide yang mereka kembangkan. Ide mereka untuk mencampurkan ajaran yang berbeda menjadi tertahan perkembangannya. Dengan tingkat pendidikan yang kurang baik, sudah bukan rahasia lagi bahwa kebanyakan penduduk indonesia kurang kritis dalam menangani suatu informasi. Sebuah kata yang masih rancu pun menjadi polemik karena belum adanya kemauan untuk mengkaji lebih dalam. Emosi dan perasaan tersinggung seringkali melapisi aroma debat antar tiga pihak yaitu : penganut pluralisme – asimilasi , penganut pluralism non asimilasi, penganut anti-pluralisme (yang sebenarnya setuju dengan pluralism non-asimilasi )
Peran Amerika terhadap Misi Pluralisme
Penyebaran paham Pluralisme Agama di Indonesia memang melibatkan campur tangan Amerika dengan pendanaan yang sangat besar. Inilah proyek yang sangat mudah untuk mengeruk uang dari lembaga-lembaga International Barat, seperti The Asian Foundation dan dari pemerintah Amerika Serikat sendiri. Dalam situsnya, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta pada tanggal 4 Mei 2007, memuat halaman muka berjudul “Dukungan Terhadap Hak Asasi Manusia dan Demokrasi [ix] .
Ada baiknya kita simak laporan yang ditulis dalam website Kedubes AS di Jakarta yang berkaitan dengan Islam dan pluralisme agama berikut ini:
”Dalam usaha menjangkau masyarakat Muslim, Amerika Serikat mensponsori para pembicara dari lusinan pesantren, madrasah serta lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam, untuk bertukar pandangan tentang pluralisme, toleransi dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia. Kedutaan mengirimkan sejumlah pemimpin dari 80 pesantren ke Amerika Serikat
5 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
untuk mengikuti suatu program tiga-minggu tentang pluralisme agama, pendidikan kewarganegaraan dan pembangunan pendidikan. Di samping itu, kedutaan juga mengirim 38 siswa dan enam guru ke Amerika Serikat selama 4 minggu untuk mengikuti suatu Program Kepemimpinan Pemuda Muslim, dan melalui Program Pertukaran dan Studi Pemuda (YES), lebih dari 60 siswa Muslim mengikuti program satu-tahun di sekolah-sekolah menengah di seluruh Amerika Serikat. Wartawan dari kira-kira 10 agen media Islam berkunjung ke Amerika Serikat untuk melakukan perjalanan pelaporan. Di tingkat universitas, suatu hibah multi-tahun membantu untuk melakukan suatu program pendidikan kewarganegaraan di seluruh sistem Universitas Muhammadiyah. Bantuan lain yang terpisah membantu suatu lembaga studi Islam di Yogyakarta untuk melakukan pelatihan tentang Hak Asasi Manusia dan menyelenggarakan kursus-kursus yang meningkatkan toleransi. Bantuan juga diberikan kepada dua universitas Amerika Serikat untuk pelatihan dan pertukaran penanganan konflik, dan untuk mendirikan lima pusat mediasi di lembaga-lembaga Muslim. Dalam membantu jangkauan jangka panjang, lima American Corners dibuka di lembaga-lembaga pendidikan tinggi Muslim di seluruh Indonesia. Amerika Serikat juga mendanai The Asia Foundation untuk mendirikan suatu pusat internasional dalam memajukan hubungan regional dan internasional di antara para intelektual dan aktivis Muslim progresif dalam mengangkat suatu wacana tingkat internasional tentang penafsiran Islam progresif. Amerika Serikat juga memberikan pendanaan kepada berbagai organisasi Muslim dan pesantren untuk mengangkat persamaan jender dan anak perempuan dengan memperkuat pengertian tentang nilai-nilai tersebut di antara para pemimpin perempuan masyarakat dan membantu demokratisasi serta kesadaran jender di pesantren melalui pemberdayaan pemimpin pesantren laki-laki dan perempuan. Mengembangkan suatu lingkungan dimana orang Indonesia dapat secara bebas menggunakan hak-hak sipil dan politik mereka adalah kritis bagi tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam memelihara pluralisme dan toleransi untuk menghadapi ekstrimisme.”
Demikian petikan laporan Kedubes AS di Jakarta dalam mendukung paham-paham pluralisme agama di Indonesia. Dengan laporan itu, kita maklum, mengapa penyebaran paham Pluralisme Agama menjadi agenda penting banyak dosen IAIN. Di sam ping masalah pemahaman, bisa jadi, ini juga berkaitan dengan soal keuangan. Di mana ada proyek, di sana ada uang. Karena itulah, kampanye paham ini berlangsung mulus, dari kampus ke kampus. Kampus yang mau menerima program ini akan mendapatkan kucuran dana. Kampus yang menolak, tentu tidak akan mendapatkan apa-apa. Bahkan, akan dicap sebagai ’kolot’, ’ekstrim’, ’tidak progresif’, dan sebagainya. Di tengah kesulitan ekonomi yang melilit bangsa, kita bisa memahami, mengapa banyak kalangan akademisi IAIN (tidak semua) yang tergiur dengan proyek-proyek pluralisme agama semacam ini. Gaji dosen sangatlah kecil, sementara mereka sudah lulus doktor. Kadangkala rumah pun belum punya. Kemana lagi cari proyek? Salah satu yang mudah adalah masuk arus program penyebaran paham Pluralisme Agama. Semula bisa jadi karena terpaksa, atau sekedar ikut-ikutan. Lama-lama bisa tergantung, bahkan kecanduan. Tetapi, masalahnya bukan sekedar soal ekonomi. Masalah yang lebih mendasar adalah persoalan paham, persoalan iman. Padahal, Pluralisme Agama adalah paham racun aqidah
6 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
Islam yang sangat berbahaya. Bahkan, bagi semua agama, paham ini sudah ditentang habis-habisan. Kita bisa mengambil contoh, bagaimana Vatikan menyikapi paham ini. Vatikan bersikap tegas terhadap paham Pluralisme Agama. Prof. Jacques Dupuis SJ, dosen di Gregorian University, Roma, pernah mengajarkan paham bahwa agama-agama – termasuk Kristen – masih dalam proses menuju kebenaran final. Ia menulis buku Toward a Christian theology of Religious Pluralism . Gara-gara itu, akhirnya ia diskors oleh Paus sebagai dosen di Gregorian University. Dan pada 28 Januari 2000, Paus Yohanes Paulus II membuat pernyataan: “ The Revelation of Jesus Christ is definitive and complete .” (Ajaran Jesus Kristus adalah sudah tetap dan komplit). Paus juga menyatakan, bahwa agama-agama selain Katolik, memiliki kekurangan. Dan hanya Gereja Katolik yang merupakan jalan keselamatan yang sempurna menuju Tuhan. Tahun 2000 itu juga, Paus Yohannes Paulus II mengeluarkan dekrit ‘Dominus Jesus’ yang secara tegas menolak paham Pluralisme Agama [x] . Jika Katolik saja bersikap tegas terhadap paham Pluralisme Agama, kita merasa aneh, mengapa pemerintah AS mendukung penyebaran paham syirik modern ini di kalangan Muslim. Kita sangat menyayangkan sikap pemerintah AS seperti itu. Mengapa uang mereka tidak digunakan saja untuk memperbaiki jalan-jalan di Indonesia yang rusak? Mengapa uang itu bukan digunakan untuk mengentaskan kemiskinan? Tetapi, mengapa uang itu justru dikucurkan untuk merusak Islam dan keimanan kaum Muslim, melalui penyebaran paham Pluralisme Agama? Tentu saja itu hak pemerintah AS. Hanya saja, yang kita sesalkan adalah, mengapa ada saja kalangan akademisi IAIN dan sejenisnya [xi] yang mau-maunya dijadikan alat untuk merusak agama mereka sendiri. Kita hanya berdoa, mudah-mudahan kita tidak termasuk dari bagian mereka.
Munculnya Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah kesejajaran budaya. Masing-masing budaya manusia atau kelompok etnis harus diposisikan sejajar dan setara. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih dominan. [xii] Melihat istilah ini, multikulturalisme berarti ingin menumbuhkan sikap ragu-ragu atau skeptis sehingga yang ada hanya relatif. Kemudian juga Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, M.A dalam pengantar buku Pendidikan Multikultural mengatakan " setiap peradaban dan kebudayaan yang ada berada pada posisi yang sejajar dan sama. Tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau dianggap tinggi (superior) dari kebudayaan lain. Ungkapan seperti inilah yang harus disikapi dengan arif dan bijak.
7 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
Ungkapan di atas bisa diartikan bahwa semua kebudayaan adalah sama tak ada yang lebih tinggi. Jika hal ini yang dimaksud berarti istilah baik dan buruk adalah memiliki makna yang sama. Sebab semua dipukul rata. Tidak ada yang lebih unggul. Padahal dalam ajaran I slam suatu kebaikan adalah lebih tinggi derajatnya dari sesuatu yang lebih buruk. Sesuatu yang benar lebih mendapatkan tempat dari pada kesalahan. Islam juga sangat jelas membendakan haq dan bathil, muslim dan musyrik.
Sebetulnya istilah multikulturalisme dimunculkan dan ditawarkan untuk meminimalisir konflik antar budaya yang ada tetapi yang terjadi hanya kedamaian yang semu. Di era globalisasi adalah era keterbukaan. Tidak ada sekat pembatas antar golongan. Sehingga semua golongan akan bercampur baur dalam satu kehidupan. bahkan seorang ahli komunikasi Kanada, McLuhan mengatakan "dunia merupakan kampung besar (global Village). Dengan ada globalisasi berarti sekat-sekat yang ada harus di leburkan. Bahkan Samuel P. Huntington meramalkan dalam bukunya The Clas of Civilization akan terjadi benturan peradaban dan disinyalir akibat dari beberapa factor: politik, sosial, budaya, ekonomi, ras dan bahkan agama.
Namun, sangat disayangkan, solusi yang ditawarkan bukan meminimalkan permasalahan tetapi sebaliknya menambah permasalahan. Dengan menawarkan solusi multikulturalisme, berarti akan mengaburkan nilai-nilai yang ada. Adapaun nilai-nilai tersebut seperti norma agama, baik-buruk, haq-bathil, benar-salah dan lain sebagainya dianggap sederajat dan sama tidak ada sekat yang membedakan yang kontradiktif berbeda. Jika seperti itu maka ajaran agama akan kabur dan semakin tidak jelas. Padahal dalam islam dari nilai-nilai agamalah konstruksi perdaban terbentuk dan bukan budaya yang membentuk konstruksi agama. inilah yang membedakan antara islam dan Barat. Istilah multikulturalisme adalah lahir dari sejarah Barat. Istilah ini pernah muncul di Amerika pada tahun 1960. kala itu terdapat diskriminasi terhadap penduduk asli Amerika.
Bahaya multikulturalisme
Multikulturalisme bukanlah sekedar wacana tetapi merupakan sebuah ideologi. Ideologi yang dikembangkan adalah melalui bangunan perbedaan yang ada. Perbedaan tersebut diramu dan diracik sehingga menghasilkan sebuah teori tidak ada klaim kebenaran (truth claim) dan superior diantara golongan, sebab manusia tidak dapat meraih kebenaran yang absolut. Hal ini
8 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
senada dengan St. Nugroho, multikulturalisme harus disikapi dengan rendah hati "menerima kenyataan" bahwa seseorang tidak mampu memiliki kebenaran absolute (Multikulturalisme, Belajar Hidup bersama dalam Perbedaan, Indeks 2009). Padahal ungkapan St. Nugroho ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Menurut Islam kebenaran absolute bisa sampai kepada manusia. Manusia oleh Allah dibekali panca indera, akal serta wahyu. Dari tiga komponen inilah kebenaran absolut bisa sampai pada manusia. Bahkan juga Allah mengutus para nabi dan rasul. Sehingga sifat keragu-raguan terhadap kebenaran dapat dihilangkan. Jika umat Islam ragu-ragu dengan ajaran Islam berarti terjadi kesalahan dalam keimanannya.
Para pendukung ide atau teori ini sangat menarik untuk dicermati. Mereka para pendukung ide multikulturalisme ini mengklaim bahwa apa yang mereka tawarkan adalah sesuatu yang harus diikuti oleh semua kalangan, tetapi golongan diluar mereka tidak boleh mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar. Bahkan para pendukung ide/teori ini memberikan cap diluar golongan mereka dengan primitive, konserfatif atau fundamental. Jika para pendukung ide/teori multikulturalisme tetap mengklaim bahwa ide atau teori tersebut adalah benar dan harus diikuti oleh semua golongan. Maka, teori tersebut telah runtuh sebab bertentangan dengan teori yang sedang dibangun oleh teori itu sendiri.
Multikulturalisme juga akan menganggap bahwa semua agama adalah sama dan sederajat dengan golongan yang lainnya, kebenaran absolute tidak dapat diterima oleh manusia sebab manusia meruang dan mewaktu, padahal dalam Islam kebenaran absolute itu dapat diterima yaitu melalui kabar terpercaya atau riwayat-riwayat yang terpercaya (tsiqoh). Jika multikulturalisme ditelan mentah-mentah umat Islam berarti akan merusak bangunan Islam yang telah final, dan Islam akan didekontruksi ulang. Padahal ajaran Islam telah sempurna. Dan Islam sholihul makan wa zaman, Islam sangat sesuai dengan perkembangan zaman, sebab ajaran Islam telah lengkap dan sempurna.
Multikulturalisme beranggapan bahwa semua agama adalah sama, tidak ada yang superior atau yang berpendapat lebih baik atau lebih benar dari yang lain. Sebab manusia sifatnya relative. Bahaya ini juga akan menimpa pada pernikahan. Pendukung multikulturalisme menyatakan bahwa menikah beda agama adalah sah. Bisa kita lihat ungkapan Ulil Agshar Abdalla, "…. Islam adalah agama revolusioner. Ini dibuktikan dengan dibolehkannya kawin campur, antara laki-laki Muslim dengan perempuan ahl kitab. Revolusi ini mesti diteruskan, sehingga pernikahan beda agama tak lagi menjadi soal". Selain itu juga dalam buku Memoar Cintaku yang ditulis Ahmad Nurcholish menceritakan pengalaman perjalanan cinta sang penulis dengan seorang perempuan Khonghucu dan pada pernikahan tersebut Ulil Abshar Abdalla menjadi saksinya.
9 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
Multikulturalisme pada saat sekarang menjadi salah satu isu dalam dunia pendidikan. Bahkan mantan Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fajar (2004) pernah mengatakan pentingnya pendidikan multikulturalisme di Indonesia. Menurutnya, pendidikan multikulturalisme perlu ditumbuhkembangkan, karena potensi yang dimiliki Indonesia secara kultural, tradisi, dan lingkungan geografi serta demografis sangat luar biasa. Kemudian juga Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 13 sempat ditentang oleh sebagian golongan. Menurut mereka Undang-Undang tersebut tidak sesuai dengan nafas multikulturalisme bahkan semakin memperuncing diskriminasi. Padahal jika ditelaah dengan seksama Undang-Undang tersebut memberikan porsi yang adil. Adil dalam makna menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sudah selayaknya peserta didik menerima materi agama dari guru agamanya yang seagama pula. Agama adalah sesuatu yang sangat penting sebab agama adalah way of life bagi setiap pemeluknya. Jika ide/teori ini dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, maka yang dihasilkan adalah generasi yang bingung, ragu-ragu dan skeptis terhadap ajaran agamanya. Inilah bahayanya ide/teori multikulturalisme, dan ide ini sebenarnya adalah kepanjangan dari ide pluralisme yang pada saat sekarang banyak ditentang oleh masyarakat.
Pluralitas dan multikultur
Pluralitas dan multikultur adalah sebuah fenomena dan realitas sosial dan itu bukan menjadi kendala dalam Islam. Realitas yang plural dan multikultur adalah sudah menjadi sunnatullah. Keberanekaragaman corak budaya, bahasa, ras, etnis, suku serta agama adalah sebuah realita yang ada pada saat sekarang dan itu merupakan wujud kekuasaan Allah S wt, tetapi kenyataan realitas tersebut bukan harus membenarkan yang salah, terus diangkat pada derajat kebenaran . Allah berfirman yang artinya:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui". QS. Ar-Ruum: 22
Berdasarkan ayat tersebut keberagaman adalah sunnatullah dan untuk menjadikannya satu adalah sebuah kemustahilan. Sebab Allah menciptakan manusia yang beraneka ragam adalah supaya manusia saling mengenal dan saling menghargai. Sebagaimana firman-Nya juga, artinya:
10 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". QS. Al-Hujuraat: 13.
Kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa di dunia ini terdiri dari berbagai macam bahasa yang dimiliki oleh makhluk, kemudian manusia bukan hanya terdiri dari satu macam kulit tetapi terdiri dari berbagai corak warna kulit. Manusia juga bukan hanya terdiri dari satu jenis tetapi terdiri dari laki-laki dan perempuan. Manusia juga bukan terdiri dari satu bangsa dan suku tetapi manusia terdiri dari berbagai suku dan bangsa. Itu semua oleh Allah tunjukkan kepada manusia, bahwa Allah Mahakuasa , serta dari berbagai macam corak tersebut bukan untuk menjadi kendala manusia untuk membangun sebuah kebersamaan untuk mencari kemuliaan Allah dimuka bumi ini dan membangun peradaban yang mulia serta berakhlaqul karimah. Islam mengakui pluralitas dan multikultur adalah frealitas sosial. Dan untuk mendamaikan keberbedaan ini adalah melalui toleransi. Menghargai keberadaannya, menghormati aktifitasnya akan tetapi umat Islam harus tetap yakin bahwa Islam adalah jalan yang paling benar.
Solusi
Globalisasi merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi dan disikapi dengan bijaksana. Kenyataan ini tidak dapat ditolak, tetapi juga bukan berarti harus diterima. Menurut Hamid Fahmy Zarkasyi "Globalisasi merupakan keadaan, dimana bangsa-bangsa terkondisikan untuk menerima kultur, tradisi dan nilai-nilai yang dianggap mendunia dan menyeluruh, oleh karenanya g lob alisasi perlu dipahami dan direspon secara tepat akurat.
Salah satu cara yang bisa dilakukan dalam memfilter nilai-nilai globalisasi yang tidak sesuai corak serta gaya hidup masyarakat adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan agent of change. Melalui pendidikan masyarakat mengetahui hitam-putih, benar-salah, baik-buruk, haq-bathil dan lain sebagainya. Tetapi jika wadah ini tidak berani untuk membedakan antara haq-bathil, benar-salah, baik buruk kepada peserta didiknya, serta yang diajarkan adalah bentuk kerelativitasan, maka yang akan dihasilkan adalah "generasi abu-abu", generasi yang "banci" karena tidak berani menyatakan dengan jelas suatu kebenaran.
11 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
Pendidikan adalah sarana manusia untuk menuju suatu perubahan. Muhammad Abduh mengatakan bahwa pendidikan merupakan alat yang ampuh untuk melakukan perubahan. Menurut konferensi internasional pendidikan Islam di Universitas King Abdul Aziz tahun 1977 merumuskan bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari pengertian ta`lim, tarbiyah dan ta`dib, dari ketiga unsur ini hanyalah untuk mengabdikan diri kepada Allah dan untuk kemaslahatan umat.
Peranan pendidikan dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat vital. Tanpa pendidikan sebuah bangsa atau masyarakat tidak akan merasakan kemajuan, sebab peradaban manusia akan terlahir dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, pengabdian dan keikhlasan serta pengamalan ilmu. Banyak dari generasi yang memiliki kemampuan dalam penguasaan ilmu pengetahuan tetapi tidak didasari dengan pengabdian serta kei k hlasan akhirnya mendatangkan bencana. Jadi tingkat majunya sebuah peradaban suatu bangsa atau masyarakat dapat dilihat dari cara berfikir masyarakatnya. Baik kemajuan politik, so s ial, ekonomi, dan budaya maupun agama.
Epilog
Pluralisme yang terjadi di Indonesia adalah membawa misi zionis penghancuran Islam oleh Amerika, karena pluralisme Indonesia mengaburkan aqidah Islam (Tauhid) bukan pluralis dalam sunnatullah sebagaimana yang dibahas Dr. Muhammad Imarah [xiii] dalam bukunya Islam dan Pluralis.Kepada Allah tempat berlindung dari cengkraman musuh agama-Nya. Semuga kita mampu menyadarkan dan Allah memberi hidayah pada mereka yang terjerat dalam ambisi sesaat.
Pendidikan multikulturalisme bukanlah solusi dalam memecahkan permasalahan yang ada, tetapi timbulnya paham ini memberikan efek yang sangat bahaya terhadap peserta didik. Sebab multikulturalisme tujuannya adalah persamaan dan kesederajatan. Jika antara salah dan benar dianggap sama atau budaya baik dan budaya buruk dianggap sama, maka yang terjadi adalah kebingungan dan skeptisisme peserta didik. Keadaan seperti ini seperti masyarakat Barat,
12 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
bingung dengan tujuan mereka untuk hidup.
MR.260512
[i] Fazlur Rahman, Islam : Past Influence and Present Challenge, dalam Greg Barton, Gagasa n Islam Liberal di Indonesia, Jakarta : Kerjasam Paramadina dengan pustaka antara, Yayasan Adikarya IKAPI, hlm. 9
[ii] Gerakan yang memiliki tujuan memurnikan prilaku keagamaan umat Islam yang telah menyimpang dari tuntunan agama yang sebenarnya. Pelopornya Muhammad bin Abdul Wahhab.
[iii] Salah satu tarekat yang didirikan pada tahun 1837, dengan tujuan untuk memperbarui penghayatan dan penyebar luasan Islam. Pelopornya Sidi Muhammad bin Ali as-Sanusi.
[iv] William L. Rowe, Philosophy of Religion, Edisi 2, California: Wodsworth Publishing Company, 1992, hlm. 178
[v] John Hick, Conflicting truth claim, dalam Gery E. Kasler, philosophy of relegion : Toward a Global Perspektive, California: Wodsworth Publishing Company, 1999, hlm. 535.
[vi] Alwi Shihab, Islam Inklusif : Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Cet. 4, Bandung: Miz an 1998, hlm. 42.
[vii] Nur Khalik Ridwan,Pluralisme Borjuis : Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur,Yogyakarta : Galang Press,2002, hlm. 77
13 / 14
MULTIKULTURALISME BUAH DARI PLURALISME Ditulis oleh Misra, M.Si Minggu, 10 Juni 2012 01:02
[viii] Nurcholis Madjid, “Pluralisme dan Toleransi”, Dalam Cendikiawan dan Relegiusitas Masyarakat, Cet. 1, Jakarata : Paramadina dan tabloid Tekad, 2001, hlm. 63.
[ix] www.newyorktimes.com,17
[x] Ibid.
[xi] Diantaranya: NM, KH, MMR, LA (Unv. Paramadina Mulya Jakarta), AA dan NU (IAIN Syarifhi Hayatullah, Jakarta), T AA (IAIN Alauddin ujung Pandang), S RP (UGM), D . JA (Unv. Jayabaya, Jakarta), A A (UI), U AA (Lakpesdam NU Jakarta), S AS (PBNU), S M ,A MM dan S (Muhammadiyah), H B (Yayasan Aksara Jakarta) dll.
[xii] Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
[xiii] Baca juga buku : Muhammad Imarah, Islam dan Pluralitas : Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan , Cairo : Darur Rasyid. 1997.
14 / 14