T A A F N A N M A I T T U H H MUL A B M I L I DAR
TANIN & LIGNIN Acacia mangium Bahan Perekat Kayu Majemuk Masa Depan
15
17 21
PRODUKSI ARANG TERPADU Teknologi yang Pro Rakyat
GULMA BAHAN BAKU KOMPOS POTENSIAL Meningkatkan Kesuburan Lahan Gambut
19 FORMULASI BAHAN PENGAWET LOKAL Lebih Baik dari Produk Impor
TANIN & LIGNIN
Acacia mangium
Bahan Perekat Kayu Majemuk Masa Depan
Foto: Mardiansyah Kadir
P
Perekat adalah komponen penting dari industri kayu. Khusus industri kayu lapis, biaya perekat menduduki posisi kedua setelah bahan baku. Saat ini sebagian besar bahan baku perekat diimpor dengan nilai total impor Indonesia mencapai 200 juta USD/tahun. Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi menghasilkan perekat organik yang ramah lingkungan. Salah satu sumber bahan dasar perekat tersebut ialah tanin yang diperoleh dari kulit kayu dan lignin dari limbah industri pulp.
erekat tanin dari ekstraksi kulit Acacia mangium memiliki kinerja (daya rekat, vicositas) yang lebih bagus dari perekat sintetis yang selama ini digunakan industri, selain harganya yang lebih terjangkau. Perekat tanin juga ramah lingkungan dan dapat menekan emisi formaldehida serta telah memenuhi standar nasional termasuk standar Eropa, Amerika dan Jepang. Perhitungan finansial secara umum mengisyaratkan produksi perekat tanin tersebut cukup feasible.
15
Deskripsi Perekat berbasis tanin dan lignin relatif luas penggunaannya dan cocok untuk jenis kayu lunak yang berbobot jenis rendah dan kayu keras yang berbobot jenis tinggi. Produk kayu majemuk yang dapat dibuat dengan perekat tanin antara lain kayu lapis, papan partikel, papan serat, papan untai, venir lamina, balok dan papan lamina, papan sambung, bambu lapis maupun bambu lamina dan sejenisnya. Produk yang menggunakan perekat tanin dan lignin berkualitas eksterior sehingga sesuai untuk meubel, bahan bangunan dan konstruksi bagian dalam dinding kapal.
Tantangan Program HTI seluas 9,2 juta sampai tahun 2019 oleh Kementerian Kehutanan merupakan peluang untuk pengembangan industri perekat tanin dan lignin di Indonesia.
Tanin diperoleh dari hasil ekstraksi kayu Acacia mangium, sedangkan ligninnya diperoleh dari limbah cair proses produksi pulp. Penggunaan tanin sebagai bahan baku perekat mampu mereduksi pemakaian senyawa fenolik sampai 84% dan formalin 51%, sementara penggunaan lignin dapat mereduksi pemakaian senyawa fenolik sampai 58% dan formalin 63%. Kajian aspek finansial menunjukkan bahwa per hektar tanaman mangium dapat menghasilkan perekat tanin senilai Rp 893 juta Rp 1,34 milyar dengan IRR 27,2%, Net B/C 2,4%, ROI 27,2% dan BEP 122 ton/tahun. Sedangkan dari industri pulp per hektar tanaman mangium dapat memberikan nilai tambah Rp 2,56 milyar - Rp 3,85 milyar dari hasil perekat lignin, dengan IRR 23,8%, Net B/C 2,1%, ROI 23,5% dan BEP 78 ton/tahun.
8
Gambar: penggunaan perekat untuk laminasi kayu kelapa
Potensi Aplikasi
Inovator Nama Unit Kerja E-mail Foto/Gambar Status
: Adi Santoso : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) Foto: Mardiansyah Kadir :
[email protected] dan
[email protected] : Koleksi Pustekolah : Paten ID P0028142 tanggal 2 Mei 2011 “Perekat Tanin untuk Produk Perkayuan”
2 16
Produksi Arang Terpadu Foto: Raditya Arief
Teknologi yang Pro Rakyat Bila kita mendengar kata arang, yang terbersit ialah benda hitam kotor, yang digunakan untuk bahan bakar masyarakat. Tetapi arang sesungguhnya tidak sebatas bahan bakar alternatif . Produksi arang terpadu berpotensi meningkatkan pendapatan karena berbagai variasi produk bermanfaat yang dihasilkannya.
Gambar: Kiln arang semi kontinyu
Deskripsi
P
roduksi arang terpadu dapat membantu mengatasi limbah, memenuhi kebutuhan energi pedesaan, mensubstitusi pupuk kimia, dll. Aplikasi arang kompos di beberapa daerah terbukti telah memperbaiki tekstur dan meningkatkan kesuburan tanah, aplikasi cuka kayu telah meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan. Teknologi ini dapat mendukung pemerintah dalam program zero waste, go organic serta safety food di tingkat global yang dicanangkan baru-baru ini.
17
Teknologi produksi arang terpadu ini memanfaatkan limbah kehutanan/pertanian/perkebunan untuk menghasilkan berbagai produk arang dan turunannya yaitu: Ÿ Arang kompos untuk pupuk organik, Ÿ Arang briket untuk bahan bakar, Ÿ Arang aktif untuk penjernihan air, bahan kosmetik, norit, cat tembok yang berfungsi mengurangi polusi udara, Ÿ Nano karbon yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan Bioenergy dan Biosensor, Ÿ Cuka kayu hasil kondensasi asap pada waktu proses karbonisasi yang dapat digunakan sebagai Biofertilizer, Biopestisida dan Biomedicine.
Tantangan Besarnya potensi limbah kehutanan perlu dimanfaatkan secara optimal untuk menghasilkan berbagai produk arang bermanfaat mulai dari sumber energi konvensional sampai produk high-tech.
Potensi Aplikasi
Foto: Gustan Pari
Alat yang diperlukan untuk membuat arang dengan proses karbonisasi sangat sederhana dan dapat dibuat sendiri menggunakan bahan setempat. Alat produksi dapat berbentuk tungku dari plat seng yang didesain khusus, bisa pula berupa kubah yang terbuat dari batu bata serta drum yang dimodifikasi. Demikian juga alat untuk destilasi cuka kayu, proses pendinginannya dapat dibuat dari bambu. Proses karbonisasi dan destilasi tersebut digabungkan dalam satu proses (two in one) yang layak dikembangkan karena bahan baku dan peralatan dari komponen lokal, serta mudah diperoleh dengan harga terjangkau. Kapasitas produksi dapat disesuaikan dengan kemampuan.
Nama Unit Kerja E-mail Foto/Gambar Status
Gambar: Proses pembuatan cuka kayu
Foto: Raditya Arief
Inovator
9
: Kelompok Peneliti Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Gambar: Kiln arang dan cuka kayu (Pustekolah) :
[email protected] dan
[email protected] : Koleksi Setbadan Litbanghut dan Pustekolah : Paten ID P0028528 tanggal 13 Juni 2011 “Alat Pendingin Asap dan Proses untuk Memproduksi Cuka Kayu dari Pembuatan Arang”
18 2
Formulasi Bahan Pengawet Lokal Lebih Baik dari Produk Impor
Foto: Barly
Sekitar 80% dari kayu Indonesia memiliki keawetan rendah. Kondisi ini membawa implikasi ekonomi dan lingkungan. Oleh sebab itu, pengawetan kayu penting, selain memperpanjang waktu pemakaian, mengurangi biaya pemeliharaan dan penggantian kayu. Namun, pengawetan kayu saat ini belum membudaya, salah satu penyebabnya adalah karena menambah biaya produksi. Biaya pengawetan kayu dapat ditekan apabila tersedia bahan pengawet alternatif yang efektif dan murah.
Gambar: Pengawetan sementara
F
ormula campuran soda abu-boraks dan campuran boron-kromium terbukti efektif untuk mengatasi serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Formulasi tersebut memberikan 2 keuntungan yakni memberikan efek pengawetan sementara dan permanen, dan lebih hemat biaya karena merupakan produk lokal, sehingga dapat mensubstitusi bahan pengawet impor.
19
Deskripsi Pengawetan kayu pada dasarnya merupakan tindakan pencegahan, mengacu pada penggunaan bahan kimia tunggal atau campuran yang dimasukkan ke dalam kayu dapat mencegah kerusakan kayu. Senyawa boron termasuk asam borat dan boraks merupakan bahan kimia yang banyak dipilih karena mempunyai toksisitas rendah, selain mempunyai aktivitas insektisidal, boron juga dapat menghambat aktivitas protozoa dalam perut rayap. Sedangkan soda abu (natrium karbonat) bersifat antiseptik.
Tantangan Bagaimana membudayakan penerapan pengawetan kayu sehingga dapat meningkatkan keawetan dan umur layanan kayu, yang berujung pada penghematan sumber daya hutan.
Formulasi larutan 5% campuran soda abu-boraks (1,0:2,0) dengan retensi 7,23 kg/m3 dan 5,31 kg/m3 masing-masing terbukti efektif mencegah rayap tanah dan rayap kayu kering, serta dapat digolongkan ke dalam kelas efikasi sangat baik dengan masa proteksi 4 minggu terhadap jamur biru. Formulasi tembaga-boron-kromium pada konsentrasi 1% dengan retensi 6,23 kg/m3 dan 5,30 kg/m3 terbukti efektif mencegah serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Retensi tersebut lebih rendah dari persyaratan standar untuk pemakaian kayu bangunan di bawah atap yakni 8,0 kg/m3.
Gambar: Contoh serangan rayap bubuk pada kayu
Foto: Barly
Secara garis besar ada 2 macam pengawetan kayu, yakni 1) pengawetan sementara untuk mencegah serangan perusak kayu basah, antara lain jamur biru dan kumbang bubuk basah dan 2) pengawetan permanen untuk meningkatkan keawetan.
10
Foto: Barly
Potensi Aplikasi
Inovator Gambar: Contoh rayap tanah
Nama Unit Kerja E-mail Foto/Gambar Rencana Pengembangan
: Barly, Neo Endra Lelana, Agus Imanto, Dominicus Maryono : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) :
[email protected] dan
[email protected] : Koleksi Pustekolah : Penelitian formulasi bahan pengawet dan stabilitas dimensi kayu lainnya dan bambu
20 2
Gulma, Bahan Baku Kompos Potensial Meningkatkan Kesuburan Lahan Gambut
Foto: Reni Setyo
Gambar: Kiln arang semi
Gambar: Ratih Damayanti
Pembakaran lahan gambut biasa dipraktekkan untuk pembukaan lahan dan dipercaya dapat meningkatkan kesuburan lahan. Praktek penyiapan lahan ini harus segera ditinggalkan. Tidak hanya karena menurunkan produktifitas lahan setelah tahun ketiga, namun karena berkontribusi sangat besar terhadap pelepasan emisi karbon yang dapat menggagalkan target pemerintah untuk menurunkan tingkat emisi nasional sebesar 26% atau 14% untuk sektor kehutanan sampai tahun 2020.
Deskripsi
G
ulma dari lahan gambut tidak lagi merupakan tanaman penganggu yang tidak bermanfaat, melainkan sebagai sumber bahan baku potensial untuk pembuatan pupuk organik berupa kompos.
21
Dari 18 jenis gulma di lahan gambut yang diujicoba, diperoleh hasil bahwa kompos dengan bahan baku Calopogonium mucunoides (kalopogonium) memiliki kandungan unsur hara terbaik. Hal ini didasarkan dari hasil analisis laboratorium serta dengan memperhatikan standar SNI: 19-7030-2004 untuk kompos dari bahan baku sampah organik domestik (saat ini belum tersedia SNI tentang kompos dengan bahan baku gulma dan tumbuhan bawah lahan gambut).
Tantangan Penggunaan pupuk kompos dari gulma lahan gambut harus diupayakan untuk mengurangi emisi GRK dan pemakaian pupuk anorganik serta meningkatkan keberhasilan penanaman.
Potensi Aplikasi
Inovator Nama Unit Kerja E-mail Foto/Gambar Rencana Pengembangan
Gambar: Contoh kayu hasil pengawetan
Foto: Reni Setyo
Pada lahan gambut yang rusak/terlantar terdapat sekitar 23 jenis gulma lahan gambut yang potensial sebagai bahan baku kompos. Kompos berbahan baku jenis Calopogonium mucunoides (kalopogonium) menunjukkan kualitas terbaik dengan nilai C/N terendah serta kandungan unsur N, P, Ca dan Mg yang tinggi. Untuk mendapatkan kompos dengan kualitas unsur hara yang lebih baik, petani dapat menggunakan bahan rock phosfat, pupuk kandang, abu, serbuk gergaji dan sedikit kapur. Petani dapat memanfaatkan kompos yang telah dibuat untuk konsumsi sendiri. Hal ini akan mengurangi kebutuhan petani akan pupuk anorganik disamping memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia melimpah di lahan gambut.
11
Gambar: Mesin pencacah gulma dan tumbuhan bawah
: Reni Setyo W., Sudin Panjaitan dan Pranatasari DS. : Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Banjarbaru :
[email protected] dan
[email protected] : Koleksi BPK Banjarbaru : Penelitian kompos yang lebih baik dari kombinasi beberapa jenis gulma
22 2