SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176
UPAYA MENINGKATKAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI DALAM PERSPEKTIF KEEFEKTIFAN ORGANISASI (STUDI KASUS DI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR, YOGYAKARTA) Muhammad Khoiri Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Babarsari P.O.Box 6101 YKBB Yogyakarta 55281 Corresponding author,Telp. 0274)48085,489716 ; Fax: (0274)489715; email:
[email protected]
ABSTRAK UPAYA MENINGKATKAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI DALAM PERSPEKTIF KEEFEKTIFAN ORGANISASI (Studi Kasus di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Yogyakarta). Upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi terus-menerus dilakukan dengan mengembangkan penjaminan mutu pendidikan tinggi. Untuk dapat melaksanakan penjaminan mutu dengan baik diperlukan keefektifan organisasi. Oleh karena itu tulisan ini dimaksudkan merumuskan upaya meningkatkan penjaminan mutu pendidikan tinggi, khususnya di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN), Yogyakarta dalam perspektif keefektifan organisasi. Perumusan upaya ini dilakukan melalui kajian terhadap beberapa makalah/penelitian yang berkaitan dengan penjaminan mutu pada perguruan tinggi dan keefektifan organisasi. Kajian ini juga mengacu pada teori-teori tentang mutu, standar-standar mutu yang ditetapkan badan-badan pensertifikasi mutu, dan hasil audit internal STTN tahun 2010, serta risalah Rapat Tinjauan Manajemen STTN tahun 2010. Berdasarkan kajian ini didapatkan bahwa upaya meningkatkan penjaminan mutu pendidikan tinggi (STTN) dalam perspektif keefektifan organisasi dilakukan dengan cara: (1) dalam melaksanakan penjaminan mutu. STTN harus melaksanakan evaluasi, penetapan standar/mutu, kegiatan pengendalian, benchmarking secara sistematis dan periodic, (2) supaya penjaminan mutu efektif dan efisien diperlukan keefektifan organisasi, yang pengukurannya dilakukan secara integratif terhadap beberapa pendekatan keefektifan organisasi, (3) Kepemimpinan merupakan faktor sangat penting dalam mengefektifkan organisasi dan kepemimpinan yang tepat di STTN, adalah yang bersifat Leader-Manager. Kata kuci: penjaminan mutu pendidikan tinggi, keefektifan organisasi.
ABSTRACT EFFORTS TO INCREASE QUALITY ASSURANCE IN HIGHER EDUCATION IN PERSPECTIVE ORGANIZATION EFFECTIVENESS (Case Study in Polytechnic of Nuclear Technology, Yogyakarta). Recently, higher education in Indonesia must increase their quality to be able survive. This paper is intended to formulate an effort to improve quality assurance in higher education in perspective organization effectiveness. The formulation of this effort is done through a review of some research related to organization effectiveness and higer education quality assurance. This study also refers quality theory, quality standard of quality sertification board, internal audit findings of STTN, and conclusion of management reviewof STTN. Based on this study it was found that efforts to improve quality assurance in higher education be able do: (1) STTN must do evaluation, making standard of quality, controlling, and benchmarking systematically and periodically, (2) measure of organization effectiveness integrate organization effectiveness approach method, and (3) leaders of STTN have to be Leader-Manager characteristic. Keywords: higher education quality assurance, organization effectiveness.
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
132
M. Khoiri
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 1.
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan mutu perguruan tinggi terus-menerus dilakukan. Salah satu upaya untuk itu adalah mengembangkan penjaminan mutu (quality assurance) di perguruan tinggi. Dengan penjaminan mutu diharapkan tumbuh budaya mutu, yaitu: mulai dari, bagaimana menetapkan standar, melaksanakan standar, mengevaluasi pelaksanaan standard dan secara berkelanjutan berupaya meningkatkan standar (continuous quality improvement). Melihat mulai muncul persaingan mutu perguruan tinggi di Indonesia, maka jaminan mutu perguruan tinggi di masa yang akan datang merupakan conditio sine qua non bagi seluruh perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang tidak berbenah mulai sekarang akan ditinggalkan oleh stakeholders-nya (Soetopo, 2005). Untuk dapat melaksanakan penjaminan mutu dengan baik dibutuhkan kesehatan organisasi. Salah satu strategic issues di dalam Higher Education Long Term Strategy 2003-2010 (HELTS 2003-2010) adalah Point E, Quality Assurance atau Penjaminan Mutu, sebagai berikut: In healthy organization a continuous quality improvement should become its primary concern. Quality assurance should be internally driven, institutionalized within each organization’s standard procedure, and could also involve external parties. However, since quality is also a concern of all stakeholders, quality improvement should aim at producing quality outputs and outcomes as part of public accountability (Anonim, 2003). Keefektifan organisasi dapat dilihat / dipandang dari berbagai sudut tinjau. Ada yang meninjau dari segi pencapaian tujuan, sistem komunikasi yang berhasil, keberhasilan kepemimpinan yang diterapkan, proses manajemen dalam organisasi, ada yang meninjau dari produktivitas, dan ada yang meninjau dari proses adaptasi yang terjadi dalam organisasi itu. Keefektifan sendiri mengandung pengertian ketepatan sasaran dari suatu proses yang berlangsung untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedang yang dimaksud keefektifan organisasi adalah ketepatan sasaran suatu proses yang terjadi pada lembaga formal yang menyelenggarakan suatu kerjasama dengan komponen-komponen yang saling dikoordinasikan untuk mencapai tujuan (Soetopo, 2005). Dari uraian tersebut terlihat bahwa kesehatan organisasi identik dengan keefektifan orgnisasi. Oleh karena itu hanya organisasi / satuan pendidikan yang sehatlah / efektiflah yang dapat memberikan pelayanan yang baik bagi terjadinya “a continuous quality improvement”. Banyak lembaga pendidikan tinggi mulai mmenjalankan reformasi dalam rangka memperbaiki mutu, salah satu langkah yang ditempuh, mereka M. Khoiri
133
mengembangkan sistem penjaminan mutu. Walau sudah menerapkan sistem penjaminan mutu tetapi pada umumnya lembaga pendidikan tinggi masih relatif gagal mengatasi masalah akut, yaitu daya saing yang masih rendah (Gumilar, tanpa tahun). Oleh karena itu perguruan tinggi dituntut untuk selalu meningkatkan mutu perguruan tinggi sehingga secara komparasi semakin baik. Bagaimana dengan Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) BATAN Yogyakarta? STTN sebagai perguruan tinggi kedinasan yang juga menerima mahasiswa reguler, yaitu mahasiswa yang bukan tugas belajar/ikatan dinas, maka juga dituntut dari waktu ke waktu untuk mengejar standar mutu yang semakin tinggi. Walau STTN telah menerapkan sistem manajemen mutu sejak tahun 2007, tetapi keefektifannya harus terus diperhatikan untuk selalu meningkatkan mutu kompetitifnya. Oleh karena itu tulisan ini adalah upaya merumuskan bagaimana STTN meningkatkan penjaminan mutu pendidikan tinggi dalam perspektif keefektifan organisasi. 2.
METODOLOGI
Perumusan upaya meningkatkan penjaminan mutu pendidikan tinggi dalam perspektif keefektifan organisasi ini dilakukan melalui kajian terhadap beberapa makalah/penelitian yang berkaitan dengan penjaminan mutu pada perguruan tinggi dan keefektifan organisasi. Kajian ini juga mengacu pada teori-teori tentang mutu, standar-standar mutu yang ditetapkan badan-badan pensertifikasi mutu, misalnya Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), dan hasil audit internal STTN tahun 2010 serta risalah Rapat Tinjauan Manajemen STTN tahun 2010 khususnya tentang pencapaian sasaran mutu STTN pada tahun 2010. 3.
KONSEP MUTU
Konsep mutu adalah konsep yang kadang membingungkan, karena setiap orang menggambarkan mutu dalam kaitannya dengan kriteria yng berbeda pula berdasarkan peran atau pengalaman individual dalam ”the productionmarketing value chain” dan karena pengertiannya terus berkembang maka tidak terdapat pengertian dari para konsultan ahli atau pebisnis profesional yang secara universal menerima satu batasan / pengertian tentang mutu. Kata mutu memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari mutu biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika (esthetics), dan sebagainya (Gaspersz, 2008).
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
Bagaimanapun para manajer dari perusahaan yang sedang berkompetisi dalam pasar global harus memberikan perhatian serius pada definisi strategik, yang menyatakan bahwa: mutu adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Gaspersz, 2008). Dalam ISO 8402 (Quality vocabulary), mutu didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Mutu seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirments). Produk adalah hasil dari aktivitas atau proses. Ada tiga katagori produk, yaitu: (1) barang (goods), misalnya mobil, komputer, dll., (2) perangkat lunak (software), misalnya: program komputer, prosedur, dll., (3) jasa (services), misalnya: perbankan, pendidikan, dll. Apa produk dari pendidikan? Ada beberapa perbedaan pendapat tentang ini. Mahasiswa/alumni seringkali dianggap sebagai produk dari pendidikan. Tetapi menghasilkan mahasiswa dengan standar jaminan mutu tertentu adalah hal yang mustahil. Sebagaimana Linton Gray ungkapkan bahwa “manusia tidak sama, dan mereka berada dalam situasi pendidikan dengan pengalaman, emosi, dan opini yang tidak bisa disama-ratakan”. Tetapi satu hal yang perlu diingat adalah kesuksesan mahasiswa adalah kesuksesan institusi pendidikannya (Sallis, 2008). Berdasarkan pengertian dasar tentang mutu tersebut di atas, tampak bahwa mutu selalu berfokus pada pelanggan (customer focus quality). Dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Untuk dapat memenuhi mutu diperlukan manajemen mutu. ISO 8402 mendifinisikan manajemen mutu sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan mutu, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alatalat, seperti: (1) perencanaan mutu (quality planning), yaitu penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk mutu serta penerapan sistem mutu; (2) pengendalian kualitas (quality control), yaitu teknik-teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu; (3) jaminan mutu (quality assurance) yaitu semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk mutu tertentu; (4) peningkatan mutu (quality improvement), yaitu tindakan-tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
134
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur organisasi. Oleh karena itu manajemen mutu merupakan kemampuan atau kapabilitas yang melekat dalam sumber daya manusia serta merupakan proses yang dapat dikontrol (controllable process), dan bukan suatu kebetulan belaka. 4.
SITEM PENJAMINAN PERGURUAN TINGGI (SPM-PT)
MUTU
Ada 3 (tiga) kebijakan dasar dalam HELTS 2003-2010, yaitu: nation’s competitiveness autonomy, dan organizational health. Salah satu unsur organizational health (kesehatan organisasi) adalah penjaminan mutu dan pelaksanaannya adalah internal driven (Anonim, 2006) Di dalam melaksanakan SPM-PT tidak ada pola baku yang harus digunakan, demikian pula Ditjen Dikti tidak menetapkan pola baku yang harus diikuti. Model pelaksanaan SPM-PT sepenuhnya wewenang perguruan tinggi namun ketentuannya adalah wajib (PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan) bagi perguruan tinggi (Anonim, 2006). Penjaminan mutu perguruan tinggi merupakan konsep multi stakeholders, yaitu institusi pendidikan tinggi, masyarakat luas, dan Pemerintah / Ditjen Dikti. Oleh karena itu SPM-PT dlakukan atas dasar penjaminan mutu internal, penjaminan mutu eksteral, dan perijinan penyelenggaraan program (Anonim, 2006). Penjaminan mutu internal adalah penjaminan mutu yang dilakukan oleh institusi perguruan tinggi dengan cara yang ditetapkan perguruan tinggi pelaksana. Parameter dan metode mengukur hasil ditetapkan oleh perguruan tinggi sesuai visi an misinya. Dengan menjalankan penjaminan mutu internal, maka institusi pendidikan tinggi sebaiknya melakukan evaluasi internal disebut evaluasi diri secara berkala. Evaluasi diri dimaksudkan untuk mengupayakan peningkatan kualitas berkelanjutan. Penjaminan mutu eksternal adalah penjaminan mutu yang dilakukan oleh badan akreditasi seperti BAN-PT. parameter dan metode mengukur hasil ditetapkan oleh lembaga akreditasi yang melakukan. Lembaga akreditasi mewakili masyarakat sehingga sifatnya mandiri. Akreditasi dimaksudkan untuk menilai kelayakan program institusi pendidikan tinggi, juga memberikan saran untuk peningkatan mutu berkelanjutan. Perijinan penyelenggaraan program diberikan oleh Ditjen Dikti untuk memenuhi syarat penyelenggaraan program pendidikan. Tata cara dan parameter yang digunakan ditetapkan oleh Ditjen Dikti sesuai ketentuan yang ada. Perijinan selain dimaksudkan sebagai evaluasi eksternal juga untuk
M. Khoiri
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 menilai kelayakan kepatuhan penyelenggaraan program. 5.
KONSEP KEEFEKTIFAN ORGANISASI
Keefektifan organisasi dapat dilihat / dipandang dari berbagai sudut tinjau. Ada yang meninjau dari segi pencapaian tujuan, sistem komunikasi yang berhasil, keberhasilan kepemimpinan yang diterapkan, proses manajemen dalam organisasi, ada yang meninjau dari produktivitas, dan ada yang meninjau dari proses adaptasi yang terjadi dalam organisasi itu. Keefektifan sendiri mengandung pengertian ketepatan sasaran dari suatu proses yang berlangsung untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedang yang dimaksud keefektifan organisasi adalah ketepatan sasaran suatu proses yang terjadi pada lembaga formal yang menyelenggarakan suatu kerjasama dengan komponen-komponen yang saling dikoordinasikan untuk mencapai tujuan (Soetopo, 2005). Pendidikan di perguruan tinggi memiliki indikator-indikator keefektifan yang berbeda-beda. Para pakar, pendidik, dan masyarakat mengemukakan bahwa perguruan tinggi yang berbeda-beda mencapai level keberhasilan berbedabeda. Sebagai contoh, berdasarkan pada informasi yang riel atau yang diharapkan, para orang tua memasukkan putra-putrinya ke perguruan tinggi dengan beragam alasan, misalnya menghendaki standar akademik yang tinggi, prosedur disiplin yang kuat, atau yang lainnya. Pada level praktis, indikator keefektifan semacam itu yang banyak diketahui, mudah diukur, dan dipertunjukkan. Namun pada level teori, kontroversi tentang kefektifan organisasi menjadi intens ketika pertanyaan-pertanyaan khusus muncul. Kriteria yang mana dan yang bagaimana yang menentukan keefektifan perguruan tinggi? Siapa yang menentukan kriteria? Apakah keefektifan merupakan fenomena jangka pendek atau jangka panjang? Dalam kaitannya keefektifan organisasi, ada empat pendekatan yang perlu dibahas, yaitu: pendekatan pertama, “goal model of organizational effectiveness”, yaitu organisasi dikatakan efektif jika organisasi telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendekatan kedua, “system resource model of organization effectiveness”, yaitu organisasi dikatakan efektif jika organisasi itu mampu mengambil keuntungan dari situasi lingkungan dan mendayagunakan sumber-sumber yang bermanfaat. Sehingga pengertian keefektifan menitik beratkan pada kesinambungan, proses perubahan tanpa akhir karena merupakan siklus, dan kompetisi antar sumber daya yang ada.
M. Khoiri
135
Pendekatan ketiga, “proses internal” adalah mengacu pada pendekatan “sistem kesehatan”. Hal ini sejalan dengan strategi Ditjen Dikti Depdiknas dalam HELTS-nya yang sangat menekankan kesehatan organisasi. Organisasi dikatakan sebagai sistem kesehatan jika saluran informasi berjalan baik, adanya loyalitas pegawai, adanya komitmen, kepuasan kerja, dan kepercayaan. Tujuan bisa disusun berdasarkan proses internal ini. Sistem kesehatan yang berasal dari pandangan behavioral, cenderung membuat disfungsionalnya konflik dan manuver politik yang distruktif (Soetopo, 2005). Pendekatan keempat ialah “kepuasan anggota”. Organisasi bergantung pada orang dan sikap terhadap hidupnya. Akibatnya kepuasan adalah kunci bagi pengukuran keefektifan organisasi. Dalam organisasi, biasanya terdiri atas orang-orang yang memiliki interes tertentu. Tidak jarang dalam organisasi terjadi konflik interes. Kuncinya adalah bagaimana pemimpin organisasi membuat keseimbangan para anggota dalam mencapai kepuasan, walaupun dalam kadar minimal, dalam semua urusan. Hal ini sejalan dengan perkembangan organissi pendidikan dewasa ini yang bercirikan otonomi (kemandirian), transparansi, kreatifitas, akuntabilitas, dan budaya mutu. Untuk mengukur keefektifan organisasi, para ahli merekomendasikan pendekatan multidimensional, dengan kombinasi kriteria keefektifan sesuai kondisi organisasinya (Soetopo, 2005), yaitu: (1) pendekatan pencapaian cocok jika tujuannya jelas, hasil kesepakatan, ada batas waktu, dan dapat diukur; (2) pendekatan sumber daya cocok jika input mempunyai dampak yang membekas pada hasil/output; (3) pendekatan proses internal sesuai jika performansi organisasi sangat dipengaruhi oleh proses spesifik yang berlangsung dalam organisasi, misal kepemimpinan, hubungan insani, dll.; (4) pendekatan kepuasan anggota cocok jika pemimpin kuat dan dapat secara signifikan menguntungkan organisasi, sehungga dapat memenuhi kepuasan anggota. 6.
MENGUKUR KEEFEKTIFAN ORGANISASI PERGURUAN TINGGI DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
Dalam setiap penelitian yang dilakukan para ahli, semua komponen penentu keefektifan organisasi tidak selalu digunakan. Kebanyakan mereka mengambil komponen untuk mengukur kefektifan organisasi seperti yang dilakukan oleh Likert (1961) dalam Soetopo (2005), yang membagi komponen-komponen keefektifan organisasi menjadi 6 ciri, yaitu: (1) kekuatan motivasional, yaitu dorongan yang mendasari tindakan dalam mereaksi situasi, tujuan organisasi, dan orang lain dalam organisasi; (2) proses komunikasi, yaitu Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
terjadinya hubungan antar pihak dan antar bagian dalam organisasi yang ditunjukkan oleh jumlah alur, dan informasi yang digunakan; (3) proses interaksi saling pengaruh, yaitu besarnya pengaruh yang diberikan dalam proses interaksi antar individu dan kelompok, baik antara pemimpin dan bawahan maupun antar bawahan; (4) proses pembuatan keputusan, yaitu keterlibatan pemimpin dan bawahan dalam mengambil keputusan organisasi yang menyangkut level keputusan, informasi yang digunakan, penguasaan masalah, dan dampaknya; (5) perumusan tujuan dan pemberian perintah, yaitu cara yang digunakan untuk merumuskan tujuan organisasi yang menyangkut tingkat perumusan tujuan, tingkat pencapaian tujuan, dan tingkat penerimaan tujuan; dan (6) proses kontrol, yaitu pengawasan jalannya organisasi yang menyangkut level kontrol, keakuratan informasi untuk kontrol, dan para pihak yang melakukan fungsi kontrol. Keenam komponen keefektifan organisasi tersebut sampai sekarang masih digunakan, tetapi para peneliti menambahkan satu komponen, yaitu proses kepemimpinan yang digunakan (Soetopo, 2005). Proses kepemimpinan ini meliputi seberapa besar (1) pemimpin menaruh kepercayaan kepada bawahan; (2) bawahan menaruh kepercayaan kepada pemimpin; (3) pemimpin memberi dorongan kepada orang lain; (4) kesempatan bawahan untuk bebas membicarakan hal-hal penting yang menyangkut pekerjaannya dengan pemimpinnya; dan (5) pemimpin menggunakan ide dan pendapat bawahan untuk memecahkan problem pekerjaan secara konstruktif. 7.
KASUS PENJAMINAN MUTU DI STTN
STTN adalah lembaga pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh BATAN, mengemban tugas untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) prosefesional yang dapat mengantisipasi segala tantangan, hambatan, dan perubahan internal maupun eksternal di bidang nuklir. Hasil utama kegiatan STTN adalah SDM profesional / Sarjana Sains Terapan bidang iptek nuklir, yaitu lulusan Program Diploma IV Teknokimia Nuklir, Elektronika-Instrumentasi, dan Elektromekanik. Hasil lain STTN adalah penelitian terapan bidang iptek nuklir dan menyebarluaskan hasil penelitian tersebut, sedangkan dalam bidang pengabdian kepada masyarakat, STTN melakukan sosialisasi ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir kepada masyarakat, serta meningkatkan keterkaitan program STTN dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu STTN merumuskan visi, misi, dan tujuan STTN (Renstra STTN, 2010). Visi STTN adalah “Penyedia SDM iptek nuklir yang profesional”, sedangkan misinya adalah: (1) menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
136
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 masyarakat secara profesional dan berkelanjutan, (2) membangun dan menerapkan nilai-nilai moral dan etika akademis, serta (3) menerapkan dan mengembangkan sistem manajemen mutu terpadu. Adapun tujuan STTN adalah menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, siap kerja, profesional, dan mandiri yang berjiwa kewirausahaan (Renstra STTN, 2010). Oleh karena itu untuk dapat mencapai STTN seperti yang diharapkan tersebut, maka STTN menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan standar SB-77-0001-80: 2005/SNI 19-90012001. Hasil yang telah dicapai STTN dengan menerapkan sistem ini antara lain adalah: semua program studi yang ada di STTN mendapat peringkat B dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) yang berlaku lima tahun sejak 9 November 2007, dan memperoleh sertifikat penerapan Sistem Manajemen Mutu dengan standar SB-77-0001-80: 2005/SNI 19-90012001 dari BATAN yang berlaku selama tiga tahun sejak 4 Desember 2009 (Renstra STTN, 2010). Berdasarkan sasaran mutu yang ditetapkan dalam Manual Mutu STTN, maka capaian sasaran mutu STTN Tahun 2009/2010 adalah sebagai berikut (Risalah RTM, 2010): 1) Perbandingan jumlah pendaftar dengan mahasiswa yang diterima (kapasitas 75 orang), target 3:1 tercapai 7,38 : 1; 2) lulusan dapat berkarya sesuai dengan bidangnya pada tahun pertama, target 80 % tercapai 82,86 %; 3) tepat waktu studi, target 80% tercapai 88,6%; 4) IPK rata-rata mahasiswa, target 3,00 tercapai 3,18; 5) Mahasiswa umum yang lulus SIB PPR/OR, target 80% tercapai 97,2%; 6) Nilai TOEFL lulusan minimal 450, target 80% tercapai 85,96% 7) Rata-rata kehadiran dosen teori/praktikum, target 80% tercapai 77,35 %; 8) Nilai Kinerja Dosen > 2,75 (skala 1-4) target 80 %; 9) Karya Ilmiah Dosen Tetap, target 1 (satu) karya/dosen/tahun tercapai rata-rata 1,41; 10) Karya Pengabdian kepada Masyarakat, target 4 (empat) kegiatan per tahun akademik tercapai 8 kegiatan. Dengan demikian sasaran mutu yang tidak tercapai ada 2 yaitu rata-rata kehadiran dosen dan nilai kinerja dosen. Hal ini karena: (1) daftar hadir dosen tidak lengkap, (2) saat pengumpulan nilai masih banyak yang terlambat, (3) masalah-masalah yang timbul disebabkan oleh dosen kurang menyadari pentingnya mengisi dan mengelola daftar hadir dengan baik serta mengumpulkan nilai tepat waktu (Risalah RTM, 2010). Dari hasil capaian sasaran mutu tersebut maka STTN dipandang relatif berhasil mencapai mutu. M. Khoiri
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 Tetapi dari hasil audit internal tahun 2010 masih banyak temuan yang harus dibenahi. Pada hasil audit pimpinan dan tim strategis yang dibentuk oleh Ketua STTN, temuan tersebut adalah: 1) Manual Mutu sudah tidak sesuai lagi dengan Renstra STTN 2010-2014; 2) Belum ada Pedoman Pengembangan SDM; 3) Pedoman yang harus diacu oleh KPTF dipandang belum jelas. 4) Tugas dan Fungsi Pengelola PNBP belum Jelas; 5) Belum ada Pedoman Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat; 6) Ketidaksesuaian belum terdokumetasikan dengan baik; 7) Keluhan pelanggan belum direkam dengan baik; 8) Belum dilakukan monitoring penerapan budaya keselamatan radiasi dan non radiasi; 9) Belum semua unit membuat Intruksi Kerja yang relevan dengan tugas dan fungsinya; 10) Catatan pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana tidak lengkap; 11) Sistem Informasi Akademik masih belum berfungsi; 12) Komunikasi internal belum berjalan baik. Masukan-masukan dan umpan balik pelanggan: 13) Ruang Kuliah Silau 14) Jadwal Kuliah kurang efektif untuk pembelajaran, ada yang tumpang-tindih, ada juga yang pengaturan waktunya tidak nyaman untuk belajar, misalnya sehari penuh kuliah teori dan kuliah teori pada siang hari, dsb. 15) Jumlah pertemuan Praktikum Ilmu Bahan di UGM hanya 1 (satu) kali. Ketidaksesuaian 16) Masih ada mahasiswa yang tidak disiplin dalam mengumpulkan KRS 17) Mahasiswa berbuat curang dalam ujian
8.
PEMBAHASAN
Seperti telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa STTN telah melaksanakan SPM-PT. Hal ini dibuktikan bahwa STTN mengadakan audit internal, memperoleh sertifikat penerapan system manajemen mutu dengan Standar SB-77-0001-80: 2005 / SNI 19-9001-2001 dari BATAN yang berlaku selama tiga tahun sejak 4 Desember 2009, semua program studi di STTN mendapat peringkat B dari BAN-PT, dan semua program studi mendapatkan ijin operasional dari Ditjen Dikti dengan SK Dirjen Dikti No. 1037/D/T/2001 tanggal 20 Maret 2001 (Anonim, 2010). Dari uraian sebelumnya, juga dapat disimpulkan bahwa secara umum STTN berhasil mencapai sasaran mutu yang telah ditetapkan. Tetapi M. Khoiri
137
pertanyaanya adalah, apakah STTN telah mampu melaksanakan penjaminan mutu perguruan tinggi dengan “baik”? “Baik” disini berarti prosesnya baik dan selalu mampu meningkatkan diri sehingga menjamin kepuasaan pelanggan dan stakeholder. Hal ini dipertanyakan, karena : (1) sasaran mutu yang dicapai adalah sasaran yang ditetapkan sendiri oleh STTN, sehingga perlu selalu dikaji ketepatan rumusan sasaran tersebut; (2) hasil audit internal menunjukan banyak proses internal yang kurang berjalan dengan baik, khususnya proses komunikasi internal yang kurang berjalan dengan baik (3) belum dilakukan benchmarking secara sistematis dan periodik. Hal tersebut tidak perlu dirisaukan, asalkan STTN tetap berkomitmen dan konsisten menjalankan SPM-PT, karena memang untuk menjalankan SPM-PT perlu bertahap sesuai dengan kesiapan perguruan tinggi. Untuk bisa meningkatkan penjaminan mutu perguruan tinggi secara berkelanjutan, maka secara sistematik dan periodik diperlukan evalausi, penetapan standar / mutu, kegiatan pengendalian, dan benchmarking (Anonim, 2006) Menurut ISO 8402 Untuk dapat melaksanakan penjaminan mutu diperlukan tindakan-tindakan yang terencana dan sistematik yang diimplemantasikan dan didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan selalu memuaskan kebutuhan untuk mutu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa penjaminan mutu memerlukan proses-proses internal yang baik. Untuk dapat mencapai sasaran organisasi dan menjamin proses-proses yang meyakinkan dalam penjaminan mutu maka diperlukan keefektifan organisasi (Soetopo, 2005). Oleh karena itu, STTN perlu selalu memperhatikan dan meningkatkan kefektifan organisasinya. Sampai saat ini pembahasan mengenai keefektifan organisasi pada umumnya dan keefektifan perguruan tinggi pada khususnya tetap menjadi kajian yang menarik. Namun, kebanyakan pengukuran keefektifan organisasi perguruan tinggi dikaitkan dengan hasil akhir atau produktivitas perguruan tinggi. Hal ini juga dilakukan di STTN, yaitu dengan menetapkan sasaran mutu, kemudian tingkat keberhasilan diukur berdasar capaian sasaran mutu tersebut, seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Setelah dilakukan pengukuran pencapaian sasaran mutu, STTN diharapkan mengevaluasi sasaran mutu yang telah dijalankan, yang sebaiknya diawali dengan benchmarking. Hal ini yang belum dilakukan oleh STTN secara sistemtatis dan periodik. Padahal, banyak pendekatan dan model yang dapat digunakan untuk mengukur keefektifan organisasi perguruan tinggi dari proses internalnya. Proses internal tersebut diantaranya adalah pendekatan pencapaian tujuan, pendekatan sumber Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
daya sistem, pendekatan kepuasan kerja pegawai, dan pendekatan proses internal organisasi. Hal ini di STTN dievaluasi dengan audit internal. Dalam audit internal di STTN ini, pendekatan yang dipakai belum komprehensif dan hasilnya masih bersifat diskriptif, sehingga masih kesulitan menentukan status keefektifan organisasinya, kemudian meningkatkan keefektifan organisasinya dalam rangka miningkatkan penjaminan mutu pendidikan tinggi. Sesuai dalam konsep mutu yang diterangkan sebelumnya bahwa manajemen mutu merupakan kemampuan atau kapabilitas yang melekat dalam sumber daya manusia serta merupakan proses yang dapat dikontrol (controllable process), dan bukan suatu kebetulan belaka, maka pengukuran keefektifan organisasi perguruan tinggi yang menunjang penjaminan mutu lebih tepat dilaksanakan dengan pendekatan multi dimensional dan secara periodik. Selama ini perguruan tinggi dievaluasi oleh BAN PT terhadap program studi yang ada didalamnya yang mencakup 44 aspek (BAN PT, 2009) yang merupakan penyempurnaan dari BAN PT (2002) yang hanya terdiri 21 aspek. Penyempurnaan ini terutama dalam aspek yang bernuansa proses internal, yaitu tata pamong dan kepemimpinan. Sehingga BAN PT dapat dijadikan indikator keefektifan organisasi perguruan tinggi, tetapi bukan satu-satunya indikator. Oleh karena itu perlu pemahaman yang benar tentang konsep dan praktek sistem penjaminan mutu dan akreditasi. Nilai akreditasi memang dapat mencerminkan potret mutu pada saat tertentu, menurut standar yang telah ditentukan oleh badan terkait. Namun, ia sebenarnya tidak langsung terkait dengan komitmen internal lembaga pendidikan tinggi yang bersangkutan untuk menjalankan tatakelola berdasarkan sistem dan prosedur baku yang dirumuskan sendiri. Singkat kata, akreditasi merupakan instrumen birokratis untuk “kendali mutu”. Sedangkan sistem penjaminan mutu merupakan mekanisme internal organisasi yang menjadi cetak-biru seperti apa mutu prediktif dihasilkan dan dikembangkan. Istilah “mutu” pendidikan tinggi idealnya dipahami pada mata rantai akademis yang terdiri masukan, proses, hasil, dan dampak. Sering kita terjebak melihat mutu perguruan tinggi hanya secara indikatif-indikatif pada produk akademis semata seperti lulusan, hasil riset, publikasi, serta “pelayanan masyarakat”, seperti halnya yang ditetapkan pada sasaran mutu STTN. Padahal mutu produk akademis tersebut sangat ditentukan oleh proses produksi dalam suatu kompleks struktur akademis dan non akademis. Proses ini melibatkan subyek ajar, staf akademik, staf non akademik, nilai bersama, kepemimpinan, infrastruktur, kapital
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
138
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 kebudayaan, kekuatan finansial, jejaring, komunikasi, pemakai lulusan, dan sebagainya. Agar mutu produk akademis dapat diprediksi dan dapat dikembangkan menurut peneraan tertentu, proses produksinya perlu ditopang oleh sistem dan prosedur “baku” dari aspek akademik maupun non akademik. Istilah baku merujuk pada sistem dan prosedur akademik atau non akademik yang dirumuskan secara cermat dan ringkas atas dasar cara kerja yang ada (Gumilar, tanpa tahun). Hal ini menjamin terjadinya efisiensi dan efektivitas tata kelola akademis dan non akademis, sekaligus menjamin konsistensi mutu proses dan produk dari perguruan tinggi. Agar komitmen lembaga dan aktor yang terkait penjaminan mutu tersebut konsisten dalam menjalankan sistem dan prosedur yang telah dirumuskan sendiri, dapat menggunakan lembaga sertifikasi profesional untuk melakukan evaluasi. Esensi sertifikasi di sini tidak lain adalah “penegasan” komitmen dari lembaga pendidikan tinggi untuk menjalankan sistem dan prosedur yang disepakati. Sekaligus wujud pertanggungjawaban lembaga pendidikan tinggi kepada publik berkepentingan untuk memberikan layanan bermutu. Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa STTN telah memperoleh sertifikat penerapan Sistem Manajemen Mutu dengan standar SB-77-0001-80: 2005/SNI 19-9001-2001 (Renstra STTN, 2010). Tetapi untuk dapat meningkatkan penjaminan mutu STTN dengan lebih baik dan meyakinkan banyak pihak, STTN diharapkan juga berusaha mendapatkan sertifikasi dari lembaga penjaminan mutu yang lain. Memperhatikan hal-hal yang diungkapkan sebelumnya, dalam rangka penjaminan mutu pendidikan perguruan tinggi di Indonesia yang untuk kesuksesannya tidak semata-mata dilihat dari produk tetapi juga dari proses, maka setiap perguruan tinggi tidak saja harus dipimpin oleh seseorang yang berfungsi sebagai administrator, melainkan juga seorang LM (leader-manager) yang dalam bisnis murni disebut CEO (Chief Executive Officer) (Oentoro, 2004 dalam Soetopo, 2005). Kelebihan seorang LM ketimbang seorang administrator adalah dalam visi pendidikannya dikombinasikan keterampilan manajerial untuk menghantar lembaga yang dipimpinnya ke sukses akademik dan humanistis secara integral. 9.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam tulisan ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: STTN telah melaksanakan SPM-PT, tetapi untuk dapat meningkatkan penjaminan mutu secara berkelanjutan, STTN harus melaksanakan evaluasi, penetapan standar / mutu, kegiatan
M. Khoiri
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 pengendalian, benchmarking dalam SPM-PT secara sistematis dan periodik. Untuk dapat menjalankan SPM-PT secara efektif dan efisien diperlukan keefektifan organisasi, yang pengukurannya dilakukan secara integratif terhadap beberapa pendekatan keefektifan organisasi. Kepemimpinan perguruan tinggi merupakan faktor sangat penting dalam mengefektifkan organisasi perguruan tinggi dalam penjaminan mutu pendidikan. Kepemimpinan yang tepat di STTN, adalah kepemimpinan yang bersifat Leader-Manager.
dalam Bidang Manajemen Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Gaspersz, V., 2008. Total Quality Management. Cetakan Kelima, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
10. SARAN Sebelum STTN diakreditasi lagi oleh BAN PT pada tahun 2012 sebaiknya dilakukan penelitian pengukuran keefektifan organisasi perguruan tinggi dalam penjaminan mutu pendidikan di STTN. Kriteria Leader-Manager di STTN perlu dirumuskan dengan baik dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang penting dalam memilih dan meningkatkan kemampuan pemimpin-pemimpin STTN.
10. DAFTAR PUSTAKA Anonym, 2003, Higher Education Long Term Strategy 2003-2010, Directorate General of Higher Education, Ministry of National Education Republic of Indonesia. Anonim, 2006, Panduan Pelaksanaa Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) Bidang Akademik, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan nasional. Anonim, 2010, Pedoman Akademik STTN BATAN, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Yogyakarta. BAN PT, 2009. Akreditasi Program Studi Diploma, Buku I Naskah Aklademik. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Jakarta Gumilar Rusliwa Soemantri (Dekan FISIP UI Jakarta), tanpa tahun. Penjaminan Mutu Pada Pendidikan Tinggi. Renstra STTN, 2010. Keputusan Ketua STTN No. 039/STTN/IV/2010 : RENCANA STRATEGIS SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR TAHUN 2010-2014 Risalah RTM, 2010. RISALAH RAPAT TINJAUAN MANAJEMEN (RTM) Tanggal 7 Oktober 2010, STTN BATAN, Yogyakarta Sallis, E. 2008. Total Quality Management in Education. Alih Bahasa: Dr. Ahmad Ali Riyadi & Fahrurrozi, M.Ag. Cetakan VIII. Penerbit IRCiSoD. Jogyakarta. Soetopo, Prof. Dr. Hendyat, 2005, Keefektifan Organisasi Perguruan Tinggi Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar M. Khoiri
139
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN