[82] KH Muhammad Shiddiq Al Jawi Sunday, 10 June 2012 08:03
Ketua DPP HTI/Mudir Ma’had Hamfara Yogyakarta
Bertekad Jadi Mujtahid
Pembaca setia Media Umat tentunya sudah tidak asing lagi dengan wajah dan nama KH Shiddiq Al Jawi. Lantaran jawaban syar’i terkait masalah-masalah kekinian dan fotonya selalu hadir bersama tabloid kesayangan Anda ini. Mungkin tidak pembaca sadari, di samping itu ia adalah penulis hebat. Karena dengan cermat, ia paparkan fakta secara tepat dengan dalil terkuat dalam tulisan yang singkat, padat, akurat.
Sampai saat ini, setidaknya Kyai Shiddiq telah menulis sekitar 300 artikel keislaman, menulis 6 buku, berkontribusi sebagai penulis dalam 2 buku, menerjemahkan 12 kitab bahasa Arab, menerjemahkan 1 film dokumenter berbahasa Arab, menyunting 10 buku (sebagai editor), dan menjadi editor ahli untuk 4 video dakwah.
Semua karyanya itu, tentu memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi khasanah keislaman dan amunisi bagi para pengemban dakwah yang memperjuangkan tegaknya kembali syariah dalam bingkai khilafah.
Mengenal HT
1/7
[82] KH Muhammad Shiddiq Al Jawi Sunday, 10 June 2012 08:03
Nama asli Kyai Shiddiq adalah Sigit Purnawan Jati. Sigit, sebuah kata dalam bahasa Jawa yang berarti “tegas dan tampan”. Sejak 1990 ketika kuliah di IPB, seorang ulama di Bogor memberinya nama Muhammad Shiddiq. “Lalu saya tambahkan Al Jawi, sehingga jadilah Muhammad Shiddiq Al Jawi,” akunya.
Kyai Shiddiq lahir di Grobogan, Jawa Tengah, pada hari Sabtu Wage, 31 Mei 1969. Mulai belajar membaca Alquran umur 6 tahun (1975) di bawah bimbingan Ustadz Miftahul Munir, di sebuah surau milik Kyai Dimyati, di Kampung Jambangan Wetan, Wirosari.
Ia meneruskan mengaji Alquran dan tajwid di bawah bimbingan Kyai Irfan (alm), di Masjid Mushollin, Podosugih, Pekalongan setiap bakda subuh. Pada bakda Isya, ia belajar ilmu-ilmu keislaman (bahasa Arab, tajwid, membaca Alquran, dll) di sebuah majelis taklim yang diasuh oleh Ustadz Bunyamin, di Podosugih.
Setelah lulus SMA 1 Pekalongan pada tahun1988, ia masuk IPB tanpa test (PMDK). Pada tahun 1989, ia mulai aktif di Badan Kerohanian Islam (BKI) IPB, sebuah organisasi keislaman dan kemahasiswaan intra kampus. Ia menjadi staf Departemen Tabligh yang tugasnya mengorganisasi kajian keislaman mingguan di Masjid Al Ghifari IPB.
Awal masuk BKI ia langsung mengikuti kajian Kitab Al Fikr Al Islami karya Syeikh Muhammad Muhammad Ismail. Kyai Shiddiq tidak mengetahui bahwa Syeikh Muhammad Muhammad Ismail adalah salah satu aktivis Hizbut Tahrir. Tapi yang jelas sangat terkesan dengan
2/7
[82] KH Muhammad Shiddiq Al Jawi Sunday, 10 June 2012 08:03
pembahasan kitab pemikiran Islam yang komprehensif itu.
“Dari masalah akidah sampai sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan lain-lain, semua dibahas dan disajikan dalam satu konsep yang sangat canggih dan meyakinkan,” ungkapnya mengapresiasi kitab ‘pengantar’ untuk mengenal lebih lanjut ide-ide Hizbut Tahrir tersebut.
Kyai Shiddiq benar-benar merasa tercerahkan. Pasalnya, sejak kecil hingga kuliah di IPB tahun 1988, ia hanya mengenal Islam sebagai agama ritual dan akhlak. Awalnya ia tidak pernah percaya dengan apa yang dinamakan “negara Islam” atau khilafah.
“Karena dalam pelajaran sejarah di sekolah SD hingga SMA, saya mendapat kesan buruk tentang negara Islam lewat kisah-kisah guru sejarah saya tentang pemberontakan DI/TII/NII. Jadi, awalnya saya benci dan anti negara Islam,” ujarnya.
Lantas, dirinya pun bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya siapa Syeikh Muhammad Muhammad Ismail itu? Kelompok apa sebenarnya yang memberikan kajian kitab ini? Tak tahan memendam rasa penasaran. Akhirnya pada saat kajian kitab tersebut, ia bertanya pada Sholeh Avivi. Teman kajian yang duduk di sebelahnya itu pun menjawab dengan memberinya secarik kertas, bertuliskan Hizbut Tahrir.
Itulah awal pertama dirinya mengenal nama Hizbut Tahrir. “Subhanallah, Hizbut Tahrir berhasil mengubah saya, berhasil meyakinkan saya. Berhasil menghancurkan ide-ide sekuler yang bercokol sekian lama dalam pikiran saya,” ujarnya.
Khilafah akhirnya ia yakini seyakin-yakinnya hingga 100 persen sebagai ajaran Islam yang asli dan murni. “Saya kemudian jadi benci dan anti dengan negara sekuler, benci dengan Mustafa Kamal Ataturk, yang dulu pernah saya anggap pahlawan, tapi ternyata dia hanyalah seorang murtad dan kaki tangan kafir penjajah!” tegasnya.
Perdalam Islam
3/7
[82] KH Muhammad Shiddiq Al Jawi Sunday, 10 June 2012 08:03
Setelah mendapatkan penjelasan yang panjang lebar bahwa Hizbut Tahrir adalah partai politik Islam ideologis internasional yang berjuang melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam dalam bingkai khilafah, ia sadar bahwa hidup seharusnya hanya untuk Islam, hanya untuk dakwah. Bukan yang lain.
“Semangat saya belajar Islam jadi meledak-ledak, nyaris tak terkendali. Akhirnya saya mendalami Islam di pesantren Nurul Imdad dan Al Azhar, Bogor,” ungkapnya. Dan sejak saat itu, ia pun bertekad menjadi seorang mujtahid.
Maka, selain mengikuti kajian Kitab Al Fikr Al Islam, Kyai Shiddiq juga nyantri di Pondok Pesantren Nurul Imdad (1989-1991) di bawah bimbingan KH Ahmad Zaini Dahlan, yang merupakan salah satu murid KH Abdullah bin Nuh, ulama besar pendiri Islamic Centre Imam Ghazali , Kotaparis, Bogor.
Di bawah bimbingan Kyai Ahmad Zaini Dahlan, atau yang akrab dipanggil Ustadz Elon, ia mengaji beberapa kitab. Yaitu : Tafsir Al-Jalalain karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin Al-Mahalli (tafsir), dan beberapa kitab hadis, yaitu : Jawahirul Bukhori karya Imam Qasthalani, Mukhtarul Ahadits , dan Al-Jami' Ash-Shaghir karya Imam Suyuthi.
Ia pun resmi menjadi anggota Hizbut Tahrir sejak 1992. Sejak saat itu hingga 1998, ia
4/7
[82] KH Muhammad Shiddiq Al Jawi Sunday, 10 June 2012 08:03
menamatkan kitab Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah Juz 1 (Akidah dan tsaqafah Islam) dan Asy-S yakhshiyah Al-Islamiyah Juz 2 (Fiqih Siyasah dan Fiqih Muamalah), juga mengaji sebagian kitab Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah Juz 3 (Ushul Fiqih) dan sebagian kitab An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam (tentang Ekonomi Islam). Semua kitab tersebut karya Imam Taqiyuddin An-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir.
Di waktu yang sama, ia nyantri di Pondok Pesantren Al-Azhar, Bogor (1992-1994) di bawah bimbingan KH Abbas Aula, Lc. Ia mempelajari kitab Al-Firqatun Najiyah karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu, Tafsir Ibnu Abbas, fiqih dakwah, dan nahwu sharaf.
Kyai Shiddiq pun belajar percakapan bahasa Arab (muhadatsah) dengan Ustadz Qomaruddin Sa'dullah, dengan pegangan kitab Al Arabiyyah lin Nasyi`in . Dari KH Tubagus Hasan Basri, belajar kitab At-Tibyan fi Ulumil Qur`an karya Muhammad Ali Ash-Shabuni.
Dengan Ustadz Abdul Hanan, Lc (lulusan Universitas Islam Madinah), mempelajari kitab Taisir Mustholah Hadits karya Mahmud Thohhan dalam ilmu hadis, kitab Rawa'iul Bayan fi Tafsir Ayatil Ahkam (karya Muhammad Ali Ash-Shabuni) dalam bidang tafsir ayat ahkam, dan kitab Subulus Salam karya Imam Shan'ani dalam bidang hadis hukum.
Titip Salam
Kyai Shiddiq merupakan salah satu pelaku sejarah saat kondisi HTI di masa-masa awalnya di Bogor, pada akhir dekade 80-an dan awal 90-an. “Kami yang halaqah awal waktu itu hanya
5/7
[82] KH Muhammad Shiddiq Al Jawi Sunday, 10 June 2012 08:03
beberapa gelintir saja, sekitar 20-an orang!”
Namun dinamika dakwah terus berjalan tanpa dapat dibendung dan dihentikan. Kini HTI sudah hadir di 33 propinsi dan ada di mana-mana, dari puncak gunung sampai di laut. “Meski belum dapat dibilang spektakuler, namun perkembangan dakwah ini harus saya syukuri sebagai bentuk nikmat yang teramat besar dari Allah SWT,” ujarnya.
Ia pun sangat bersyukur kepada Allah diberi kesempatan untuk hidup dan berjuang bersama Hizbut Tahrir. Hampir seluruh kegiatan HT baik kegiatan internal maupun eksternal, baik kegiatan dalam negeri maupun luar negeri, sudah pernah diikuti. Mulai dari kegiatan halaqah, memberi halaqah, kontak tokoh, seminar, diskusi publik, masirah, hingga mengikuti konferensi internasional di luar negeri.
“Saya pernah ke Sudan tahun 2008-2009 mengikuti konferensi ekonomi internasional yang diselenggarakan Hizbut Tahrir di Khartoum. Semuanya mengesankan, karena semuanya bagi saya adalah amal-amal shalih yang agung yang insya Allah akan dapat mengantarkan saya ke surga, insya Allah,” ujarnya.
“Hampir seluruhnya?” tanya Media Umat. “Ya, karena ada kegiatan HT yang belum pernah saya ikuti,” ujarnya.
“Apakah itu?” Media Umat bertanya lagi.
Kyai Shiddiq pun menjawab, tak lain adalah sampainya HT pada tahapan ketiga dakwah dengan tegaknya Khilafah. Walau yakin Khilafah akan berdiri, tapi tetap ada kemungkinan dirinya tidak mengalaminya. Tak ada yang tahu kapan maut akan datang pada seseorang.
“Maka, ketika nanti Khilafah berdiri dan saya sudah lebih dulu dipanggil oleh Allah SWT, tolong titip salam buat Khalifah... Sampaikan salam paling hangat dari saya, seorang syabab yang sederhana namun bercita-cita tinggi, seorang hamba Allah yang faqir, yang pernah berkontribusi walau sedikit buat berdirinya Khilafah,” pungkasnya.[] joko prasetyo
6/7
[82] KH Muhammad Shiddiq Al Jawi Sunday, 10 June 2012 08:03
7/7