Lampiran 1: Rumusan Kebijakan Bantuan Luar Negeri dalam Ketetapan-ketetapan MPRS/MPR
I.
Periode 1960 – 1965 1.
Ketetapan MPRS No. I/MPRS 1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Daripada Haluan Negara Pasal 1: Pasal 2:
Pasal 3:
Memperkuat Manifesto Politik Republik Indonesia serta perinciannya sebagai Garis-Garis Besar Daripada Haluan Negara; Amanat Presiden pada sidang pleno Depernas mengenai Pembangunan Semesta Berencana pada tanggal 28 Agustus 1959 yang diucapkan dan yang tertulis adalah Garis-Garis Besar Daripada Haluan Pembangunan; Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal dengan nama “Jalannya Revolusi Kita” dan pidato Presiden tanggal 30 September 1960 di muka Sidang Umum PBB yang berjudul “To Build the World A New” (Membangun Dunia Kembali) adalah pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia.
(Ditetapkan di Bandung 19 November 1960) 2.
Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961 – 1969 Pasal 7:
Bidang Keuangan Negara 1. Sumber pembiayaan bagi Pembangunan Nasional Semesta Berencana itu pertama-tama harus diusahakan atas dasar kekuatan dalam negeri sendiri dengan mengerahkan semua modal dan potensi (funds and forces) yang progresif dengan sejauh mungkin tidak menambah beban rakyat. 2. Jika modal nasional guna pembiayaan pembangunan belum mencukupi, dapat diadakan kerjasama ekonomi dan teknik dalam arti luas dengan luar negeri, dengan ketentuan bahwa hal tersebut: a. Tidak bertentangan dengan Manifesto Politik dan Amanat Presiden tentang pembangunan; b. Disusun dalam perundang-undangan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(Ditetapkan di Bandung, 3 Desember 1960, Tap ini dicabut dengan Tap MPRS No. XXXVIII/MPR/1968) 3.
Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan -
Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1961 berjudul “Resopim” (Revolusi – Sosialisme Indonesia – Pimpinan Nasional) dan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1962 berjudul “Tahun Kemenangan” adalah pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia
# 15
-
Deklarasi Ekonomi adalah pedoman pelaksanaan garis-garis besar haluan pembangunan di bidang ekonomi Ambeg Paramaarta adalah landasan kerja dalam melaksanakan konsepsi pembangunan seperti terkandung dalam Tap MPRS No. I dan II tahun 1960
(Ditetapkan di Bandung, 22 Mei 1963, Tap ini dicabut dengan Tap MPRS No. XXXVIII/MPR/1968) Deklarasi Ekonomi Butir 32: Pembiayaan untuk mensukseskan politik ekonomi jangka pendek tersebut di atas harus dapat diusahakan sebagai berikut: a. Dengan kekuatan funds and forces nasional (termasuk domestik) kita sendiri b. Bilamana tidak mencukupi maka baru dicarikan kredit luar negeri dengan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960. 4.
Ketetapan MPRS No. VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan Bab II:
Kebijaksanaan dalam Bidang Pembangunan Pasal 6: 1. Sumber pembiayaan bagi Pembangunan Nasional Semesta Berencana itu pertama-tama harus diusahakan atas dasar kekuatan dalam negeri sendiri dengan mengerahkan semua modal dan potensi (funds and forces) yang progresif dengan sejauh mungkin tidak menambah beban rakyat. 2. Pembiayaan pembangunan didasarkan atas kekuatan dan kemampuan yang kita miliki sendiri ialah usaha-usaha dari: - unit-unit ekonomi negara, - rakyat pekerja: buruh, tani,nelayan, dan angkatan bersenjata - koperasi - swasta progresif. 3. Harus diciptakan syarat-syarat cost-accounting yang manipolis yaitu berdasarkan management yang efisien dengan memberantas salah urus dan pemborosan material, uang, tenaga dan waktu. Pasal 14: 1. Sesuai dengan azas Berdiri di atas Kaki Sendiri dan untuk melindungi industri dalam negeri, maka pembelian barang-barang dari luar negeri hanya dilakukan jika tidak dapat dibuat sendiri dalam negeri 2. Penggunaan hasil ekspor dan/atau kredit ditujukan untuk memperkuat produksi dalam negeri.
(Ditetapkan di Bandung 16 April 1965, Tap ini dicabut dengan Tap MPRS No. XXXVIII/MPR/1968)
# 16
II.
Periode 1966 Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi Keuangan dan Pembangunan Bab VII: Kebijaksanaan Pembiayaan Pasal 47: Dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara harus diusahakan agar defisit dalam waktu yang singkat dapat dihapuskan sehingga dengan demikian sumber utama inflasi dapat ditiadakan Bab VIII: Hubungan Ekonomi Internasional Pasal 59: Penggunaan devisa negara yang diperoleh dari hasil ekspor ataupun hutang luar negeri harus benar-benar dilakukan secara rasional dan jujur. Pasal 60: Untuk keperluan program stabilisasi dan rehabilitasi diperlukan kredit luar negeri. Kredit-kredit ini hanya dapat dibenarkan apabila benar-benar merupakan bagian yang integral dari rencana stabilisasi dan rehabilitasi sebagai keseluruhan. Pasal 61: Besarnya kredit luar negeri yang masih dapat diterima tergantung kepada kemampuan untuk membayarnya kembali di kemudian hari tanpa menambah lagi beban rakyat yang sudah berlebih-lebih. Pasal 64: Sungguhpun kredit luar negeri dan modal asing dapat dimanfaatkan (a.l. production sharing) dalam penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan ekonomi namun harus ada teladan untuk membebaskan diri dari ketergantungan dari luar negeri. (Ditetapkan di Jakarta, 5 Juli 1966)
III.
Periode 1968 - 1998 1.
Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968 tentang Tugas Pokok Kabinet Pembangunan Pasal 1:
a. Menciptakan stabilisasi politik dan ekonomi sebagai syarat untuk berhasilnya pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun dan Pemilu b. Menyusun dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Ditetapkan di Jakarta, 27 Maret 1968) 2.
Nota Pimpinan MPRS Nota Pimpinan MPRS No.: Nota 4/PIMP/1968 perihal Penyempurnaan Nota MPRS No. Nota I/MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri Berdasarkan Pancasila. Nota ini ditujukan kepada Presiden RI Mandataris MPR dan Pimpinan DPR-GR tanggal 30 Maret 1968. Isi Nota antara lain: Butir VIII.13 Masalah Hubungan Ekonomi Internasional diadakan penambahan: “d. Bantuan-bantuan luar negeri serta kerjasama ekonomi internasional harus disinkronisasikan dengan pembangunan nasional. Kredit-kredit dan bantuan asing itu harus mempunyai peranan pembantu (supplementary).”
# 17
3.
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. B. 11.
Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang Arah Pembangunan Jangka Panjang Pembangunan Nasional memerlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengerahan dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan.
(Ditetapkan di Jakarta, 22 Maret 1973) 4.
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. B. 11.
Bab IV. D.
Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang Arah Pembangunan Jangka Panjang Pembangunan Nasional memerlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengerahan dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan Pola Umum Pelita Ketiga Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Umum 10. Untuk pelaksanaan Pelita Ketiga diperlukan pembiayaan yang memadai, yang terutama harus bersumber dri kemampuan dalam negeri sedangkan sumber-sumber luar negeri merupakan sumber pelengkap.
(Ditetapkan di Jakarta, 22 Maret 1978) 5.
Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. B. 11.
Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang Arah Pembangunan Jangka Panjang Pembangunan Nasional memerlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengerahan dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan sengan cepat sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan
# 18
Bab IV. D.
pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan Pola Umum Pelita Keempat Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Umum 16. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan maka pinjaman luar negeri dapat diterima sepanjang pinjaman-pinjaman tersebut tidak dikaitkan dengan ikatan-ikatan politik, syarat-syarat pinjaman tidak akan memberatkan dan dalam batas-batas kemampuan untuk pembayaran kembali, sedang penggunaan pinjaman tersebut haruslah untuk proyekproyek produktif yang bermanfaat bagi negara dan masyarakat.
(Ditetapkan di Jakarta, 9 Maret 1983) 6.
Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III. B. 11.
Bab IV. D.
Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang Arah Pembangunan Jangka Panjang Pembangunan Nasional memerlukan investasi dalam jumlah yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh untuk mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengerahan dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat sehingga peranan bantuan luar negeri yang merupakan pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan Pola Umum Pelita Kelima Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Umum 14. Pelaksanaan Pelita Kelima memerlukan pembiayaan yang memadai dan diutamakan sumber dalam negeri, baik sumber pemerintah maupun masyarakat, sedangkan sumber luar negeri merupakan pelengkap. 19. Pinjaman luar negeri sebagai unsur pelengkap dana pembiayaan dapat diterima sepanjang tidak ada ikatan politik, syarat-syaratnya tidak memberatkan dan dalam batas kemampuan untuk membayar kembali serta penggunannya ditujukan untuk proyek yang diberi prioritas, produktif dan bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Sesuai dengan sifat pinjaman luar negeri sebagai pelengkap maka kemampuan bangsa dan negara untuk membiayai kegiatan pembangunan perlu lebih ditingkatkan sehingga peranan pinjaman luar negeri dalam keseluruhan pembiayaan pembangunan diusahakan semakin kuat.
(Ditetapkan di Jakarta, 9 Maret 1988) 7.
Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab III.
Pembangunan Jangka Panjang Kedua Arah Pembangunan Jangka Panjang Kedua
# 19
Bab IV.
9. Dana untuk pembiayaan pembangunan terutama digali dari sumber kemampuan sendiri. Sumber dana luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam pembangunan dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing. Pembangunan Lima Tahun Keenam A. Kondisi Umum 5. Dana pembangunan yang diperoleh dari sumber dalam negeri makin meningkat. Pembangunan yang makin meningkat memerlukan biaya yang makin besar yang tidak dapat sepenuhnya dibiayai dari sumber dana dalam negeri. Oleh karena itu, juga diperlukan pembiayaan dari sumber dana luar negeri sebagai pelengkap yang peranannya telah diupayakan agar makin kecil. F. Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Keenam Umum 22. Sumber dana luar negeri berfungsi sebagai pelengkap yang diperoleh dengan syarat lunak, tidak memberatkan dan tanpa ikatan politik dan digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan yang produktif sesuai prioritas dan yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat serta peranannya secara bertahap harus dikurangi. Ekonomi 15. Keuangan i. Sumber dana dari luar negeri dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pembangunan nasional sebagai sumber pelengkap pembiayaan pembangunan dan sebagai wahana alih teknologi yang efektif. Bantuan luar negeri dan pinjaman luar negeri dimanfaatkan sepanjang tidak ada ikatan politik, tidak memberatkan perekonomian dan digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif sesuai dengan prosedur dan yang memberikan dampak sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
(Ditetapkan di Jakarta, 9 Maret 1993) 8.
Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab IV.
Pembangunan Lima Tahun Ketujuh F. Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Ketujuh Ekonomi 17. Keuangan g. Sumber dana dari luar negeri dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pembangunan nasional sebagai sumber pelengkap pembiayaan pembangunan dan sebagai wahana alih teknologi yang efektif. Bantuan luar negeri dan pinjaman luar negeri dimanfaatkan sepanjang tidak ada ikatan politik, tidak memberatkan perekonomian dan digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif sesuai dengan prosedur dan yang memberikan dampak sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
(Ditetapkan di Jakarta, 9 Maret 1998)
IV.
Periode 1998 - 1999
# 20
1.
Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara Bab IV. Kebijaksanaan Reformasi Pembangunan A. Ekonomi 2. Pelaksanaan reformasi di bidang ekonomi adalah untuk mendukung upaya penanggulangan krisis. Agenda yang harus dijalankan adalah: g. Membentuk sistem pengawasan dan pemantauan utang luar negeri baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun dunia usaha. (Ditetapkan di Jakarta, 13 November 1998)
2.
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004 Bab IV. Arah Kebijakan Ekonomi 9. Mengoptimalkan penggunaan pinjaman luar negeri pemerintah untuk kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien. Mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri harus dengan persetujuan DPR dan diatur dengan undang-undang. 23. Menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur serta penghematan pengeluaran. 26. Melakukan renegosiasi dan mempercepat restrukturisasi utang luar negeri bersama-sama dengan Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, lembaga keuangan internasional lainnya dan negara donor dengan memperhatikan kemampuan bangsa dan negara, yang pelaksanaannya dilakukan secara transparan dan dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (Ditetapkan di Jakarta, 19 Oktober 1999)
--------------------------------
# 21
Lampiran 2: Rumusan Kebijakan Bantuan Luar Negeri dalam Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana, Rencana Pembangunan Lima Tahun I, III, VI, dan Program Pembangunan Nasional
1.
Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap I 1961 –69 -
-
Lampiran A (Penyempurnaan) VI. Bidang Keuangan dan Pembiayaan 3. Mempergunakan bantuan-bantuan luar negeri yang telah ada, sedang kemungkinan memakai bantuan luar negeri yang baru berupa kredit harus memenuhi ketentuanketentuan sebagai-berikut; a. Sesuai dengan Manipol dan Amanat Pembangunan Presiden; b. Tiap-tiap kredit harus melalui peraturan perundangan, caranya dan proyeknya; c. Jumlah kredit luar negeri untuk pembangunan harus dibatasi. Lampiran C (Harapan) 2. Apabila terpaksa karena kurangnya pembiayaan devisa, dapat diusahakan bantuan luar negeri berupa pinjaman atau kredit dengan syarat-syarat yang sesuai dengan Amanat Pembangunan Presiden dan tidak melebihi 20% daripada volume pembiayaan Pola Pembangunan.
(Ditetapkan tanggal 16 April 1965) 2.
Rencana Pembangunan Lima Tahun 1969/70 – 1974/75 ● Sumber-Sumber Pembiayaan … Sumber-sumber pembiayaan anggaran pembangunan negara terdiri dari tabungan pemerintah, nilai lawan bantuan program dan bantuan proyek serta bantuan tehnis. ● Kebijaksanaan Fiskal … Pembayaran hutang-hutang luar negeri diusahakan agar dapat dikurangi melalui penundaan hutang-hutang yang berasal dari negara-negara barat maupun timur.
3.
Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga 1979/80 – 1984/85 Bab 1 Tujuan dan Sasaran-Sasaran Pokok Pembangunan … Dana-dana luar negeri ini merupakan pelengkap bagi dana-dana yang tersedia di dalam negeri bagi pembiayaan pembangunan dan terdiri dari dana-dana bantuan luar negeri serta pemasukan modal asing. Disamping itu dana-dana luar negeri tersebut dapat kita gunakan untuk mendatangkan barang-barang modal, keahlian dan teknologi yang belum kita punyai. Sebagai pelengkap maka bantuan luar negeri akan terus kita manfaatkan sepanjang memenuhi tiga syarat. Pertama, bantuan tersebut tidak boleh disertai ikatan-ikatan politik, kedua, bantuan itu harus digunakan sesua dengan rencana pembangunan kita dan ketiga, persyaratan pengembaliannya harus cukup ringan sehingga pembayarannya kembali tetap berada di dalam batas kemampuan kita. Bab 3 Keuangan Negara dan Kebijaksanaan Moneter … Dana-dana devisa/atau dana luar negeri dikerahkan dan disalurkan melalui kebijaksanaan
# 22
neraca pembayaran untuk membiayai pelbagai kegiatan pembangunan sedangkan dana-dana rupiah yang merupakan dana-dana tabungan dalam negeri dikerahkan dan disalurkan melalui kebijaksanaan fiskal dan moneter. 4.
Rencana Pembangunan Lima tahun Keenam 1994/95 – 1999/2000 Bab 5: Keuangan Negara ... Dana bantuan luar negeri akan dimanfaatkan untuk pembangunan secara maksimal dengan tetap memperhatikan batas-batas yang aman bagi kepentingan nasional dan pembangunan. Hal penting yang diamanatkan oleh GBHN adalah bahwa dana luar negeri diterima dengan tidak ada ikatan politik, bersyarat lunak, dan dalam batas kemampuan untuk membayar kembali. ... Kebijaksanaan pengelolaan pinjaman luar negeri tetap dilakukan dengan berhati-hati. Disamping memperhatikan kegunaan dana untuk proyek-proyek pembangunan serta meningkatkan efisiensi penggunaannya, juga mempertimbangkan kemampuan untuk membayar kembali pinjaman tersebut di masa yang akan datang. Untuk menghindari beban pinjaman yang memberatkan senantiasa dipertimbangkan dengan teliti jumlah pinjaman luar negeri yang dianggap wajar dengan menitikberatkan pada pinjaman yang bersyarat lunak, yaitu dengan tingkat suku bunga yang rendah serta jangka waktu pengembalian dan masa tenggang yang panjang.
5.
Program Pembangunan Nasional 2000 – 2004 3.2.3 Program Pengelolaan Utang Pemerintah Program ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan. Adapun sasarannya adalah tercapainya penggunaan pinjaman pemerintah, baik dalam negeri maupun luar negeri, untuk keperluan pembangunan secara optimal dan menurunnya beban pinjaman luar negeri. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) mengurangi secara bertahap pembiayaan luar negeri bersih, yang merupakan selisih antara pencairan pinjaman baru dan pembayaran pokok utang. Sejalan dengan peningkatan penerimaan dalam negeri, tingkat pinjaman luar negeri, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, diupayakan menurun setiap tahunnya; (2) membenahi mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri, termasuk perencanaan, proses seleksi, pemanfaatan dan pengawasannya. Pinjaman luar negeri pemerintah harus dikelola secara transparan dan selalu dikonsultasikan dengan DPR dan diatur dengan undang-undang. Dalam kaitan itu perlu disusun peraturan-peraturan perundang-undangan yang melandasi dan memayungi berbagai pinjaman luar negeri, khususnya yang terkait dengan pinjaman pemerintah, langsung ataupun melalui jaminan, baik pemerintah pusat maupun daerah; (3) memanfaatkan pinjaman secara optimal sesuai dengan prioritas pembangunan dan dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien; (4) mengkaji secara menyeluruh kemampuan setiap proyek dan mempertajam prioritas pengeluaran anggaran dengan memperkuat pengawasan yang sistemik, utamanya bagi proyekproyek yang dibiayai dari utang luar negeri; (5) meningkatkan kemampuan diplomasi dan negosiasi pinjaman luar negeri untuk memperoleh jangka waktu dan pola persyaratan (terms and conditions) yang memudahkan proses pencairan dan memperingan beban pembayaran; (6) melakukan restrukturisasi utang, termasuk permohonan pemotongan utang dan penjadwalan kembali utang luar negeri dengan para donor secara transparan dan dikonsultasikan dengan DPR. Dalam upaya restrukturisasi utang, proyek-proyek yang sudah disetujui pendanaannya namun mengalami banyak hambatan dalam persiapan pelaksanaannya ataupun kinerja pelaksanaannya sangat buruk maka proyek-proyek tersebut akan dibatalkan; ....
# 23