Monthly Epidemiological Report Laporan Bulanan Epidemiologi
Juli 2009
Sub Direktorat Surveilans Epidemiologi Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra Direktorat Jenderal Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan
SAMBUTAN DIRJEN PP & PL
Saya menyambut baik penerbitan perdana Monthly Epidemiological Report tahun 2009 ini. Kehadiran buku ini sangat penting bagi petugas kesehatan dan praktisi kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia dalam rangka pelaksanaan surveilans epidemiologi, penyelidikan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB). Setiap daerah mempunyai kondisi yang berbeda-beda mulai dari jenis penyakit, kondisi geografis sampai sumber daya manusia yang ada. Sangat mungkin terjadi penyakit yang sebelumnya tidak pernah ada atau jarang ada di suatu daerah, tiba-tiba muncul dan menjadi KLB. Di sisi lain ada daerah-daerah yang sering terjadi KLB penyakit-penyakit tertentu dan menghadapi kendala dalam menanggulanginya. Hal ini tentu menjadi suatu tantangan yang harus dihadapi dengan upaya yang maksimal. Pengalaman-pengalaman dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi khususnya penyelidikan dan penanggulangan KLB serta hasil kajian-kajian merupakan informasi penting yang selayaknyalah dibagi kepada seluruh petugas kesehatan dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia untuk bersama-sama menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia. Alhamdulillah Monthly Epidemiological Report edisi perdana ini sudah dapat diselesaikan, setelah melalui proses yang cukup singkat dan masukan dari berbagai pihak. Sekali lagi saya menyambut gembira atas terbitnya edisi perdana ini, karena memang sudah ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak terutama kesehatan di seluruh Indonesia dan berharap edisi-edisi berikutnya akan terbit sesuai yang direncanakan. Saya menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Tim Penyusun dan Contibutor Monthly Epidemiological Report ini. Semoga menjadi amal bakti kepada Negara yang tidak ternilai harganya. Akhirnya saya berharap dengan kehadiran Monthly Epidemiological report ini bisa menimbulkan semangat bagi petugas kesehatan di Indonesia untuk mendapatkan informasi yang berguna di dalam buku ini, untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Semoga Allah SWT meridhai amal bakti usaha kita kepada Negara Republik Indonesia
Jakarta,
Juni 2009
Direktur Jenderal PP & PL,
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunianya sehingga Monthly Epidemiological Report edisi perdana ini dapat diselesaikan. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan beberapa penyakit masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah di Indonesia. Pelaporan cepat diperlukan untuk dapat dilakukan respons cepat pula. Dalam upaya pelaporan dan respons cepat ini sudah dibentuk Posko KLB di tingkat Ditjen PP & PL yang terbuka 24 jam untuk pelaporan KLB. Laporan adanya dugaan KLB diikuti dengan penyelidikan epidemiologi yang daiantaranya untuk memastikan KLB tersebut, mengidentifikasi faktor risiko dan mengumpulkan data atau informasi lain yang dibutuhkan untuk menunjang penanggulangan KLB dan pencegahan selanjutnya. Hasil-hasil penyelidikan dan kajian-kajian epidemiologi terhadap penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia perlu disebarluaskan kepada petugas kesehatan dan praktisi kesehatan masyarakat. Monthly Epidemiological Report ini disusun dengan harapan agar dapat dijadikan salah satu media pertukaran informasi dan umpan balik dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi dan pengendalian penyakit di Indonesia. Tim Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, untuk itu Tim mengharapkan masukan serta saran dalam rangka perbaikan ke depan. Kami tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan hingga terbitnya buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi upaya pengendalian penyakit di Indonesia. Jakarta,
Juni 2009
Direktur Sepim Kesma
Dr. H. Andi Muhadir, MPH
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .........................................................................................
i
Kata Sambutan...........................................................................................
ii
Daftar Isi .....................................................................................................
iii
Gambaran KLB di Indonesia ......................................................................
1
Laporan Penyelidikan Epidemiologi Tersangka HFMD di Tanggerang ......
6
Laporan Penyelidikan Epidemiologi Peningkatan Kasus Diare di Kabupaten Biak Numfor ............................................................................
10
Laporan Penyelidikan Kejadian Luar Biasa Campak Di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate ....................................................
15
Laporan Penyelidikan Epidemiologi Peningkatan Kasus Diare di Kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat ................. Laporan Penyelidikan Epidemiologi Peningkatan Kasus Campak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ..........................................................
25 31
Laporan Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan KLB Campak Di Desa Surajaya Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang .............................
33
Kajian Difteri di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 ......................................
47
Kajian Campak di Provinsi Papua Tahun 2009 ..........................................
52
Analisis Situasi Avian Influenza Pada Manusia di Indonesia Tahun 2005 – 2008 ..........................................................................................................
56
Gambaran Kejadian Luar Biasa di Indonesia Tahun 2009
Pendahuluan Sejalan dengan pesatnya perkembangan IPTEK serta majunya sarana transportasi akan mempengaruhi gaya hidup, kondisi lingkungan dan perkembangan berbagai pola penyakit, terutama penyakit menular yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) serta penyakit-penyakit tidak menular yang terkait dengan gaya hidup masyarakat yang tidak sehat. Berbagai penyakit yang semula tidak menjadi masalah disuatu wilayah dengan cepat akan menjadi masalah di wilayah yang lain atau sebaliknya. Melihat kondisi lingkungan baik dari aspek geografi, iklim serta kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya, maka wilayah Indonesia sangat rentan untuk terjadinya bencana berupa banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa, kekeringan serta konflik sosial/politik sampai terjadinya pengungsian penduduk, yang kesemuanya mengakibatkan perubahan pada kehidupan yang normal. Akibat dari kejadian tersebut akan menjadikan ketidakseimbangan dari berbagai sisi dan pada gilirannya akan menimbulkan gangguan kesehatan di masyarakat termasuk kemungkinan terjadinya KLB penyakit menular maupun tidak menular di wilayah kejadian bencana/konflik tersebut. Salah satu masalah kesehatan di Indonesia saat ini adalah Kejadian Luar Biasa. KLB adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa peningkatan suatu penyakit. Sampai saat ini, data epidemiologi KLB di Indonesia belum dapat memberikan gambaran mengenai kejadian-kejaidan yang berhubungan dengan KLB tersebut. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Beberapa penyelidikan epidemiologi terhadap KLB tidak dilakukan dokumentasi dengan benar, sehingga pemetaan KLB di Indonesia sebagai tindakan Kewaspadaan Dini KLB tidak berjalan seperti yang diharapkan. Pendokumentasian yang benar juga dapat digunakan sebagai data untuk perencanaan penanggulangan KLB dimasa yang akan datang. Tulisan ini memuat beberapa gambaran kejadian KLB sejak Bulan Januari sampai dengan Juni 2009 di Indonesia, data yang didapat merupakan data yang dikumpulakn dari sistem pelaporan cepat di subdit. Surveilans Epidemiologi.
Analisis dan Pembahasan A. Sumber laporan
Sumber Pelaporan KLB
Gambar disamping memperlihatkan 3% sumber pelaporan cepat yang Email 6% masuk ke Subdit. Surveilans 18% Laboratorium Epidemiologi. Dari bulan Januari Laporan PE 14% 2009 sampai dengan bulan Juni Media Elektronik 3% 2009 terdapat 128 laporan kejadian SMS Masyarakat 1% luar biasa, berdasarkan data SMS Tenaga Kesehatan 31% tersebut terlihat pelaporan melalui Telepon 24% telepon merupakan sumber W1 pelaporan paling banyak dilakukan oleh petugas dari dinas kesehatan provinsi maupun kabupaten/ kota (31%). Gambar tersebut juga menunjukan bahwa penggunaan SMS dari tenaga kesehatan memiliki jumlah yang kedua tertinggi dalam mengirim laporan cepat ke Subdit Surveilans Epidemiologi (24%), sedangkan Laporan kurang dari 24 jam (W1) adalah 24%. Sumber lain yang melaporkan KLB masing-masing adalah email (6%), Laboratorium (3%), laporan Penyelidikan Epidemiologi (14%), Media elektronik (3%) dan SMS dari masyarakat (1%). Dari data diatas terlihat penggunaan teknologi komunikasi masih merupakan pilihan yang pertama oleh Dinas Kesehatan di daerah dalam mengirimkan informasi ke Subdit. Surveilans Epidemiologi. Pemanfaatan sarana komunikasi ini juga didukung oleh ketersediaan sarana komunikasi didaerah.
B. Jenis KLB Antrax
Jenis KLB 1% 1% 1%
1%
5% 4%
Avian Influenza
1%
Campak Chikungunya Diare
11%
Difteri
8%
DSS
9%
1%
Encephalitis H1N1
5%
Hepatitis A HFMD
8%
Keracunan Makanan Malaria
2%
42% 1%
2%
Pertusis Pes Rabies Rubela
Dari 128 KLB yang dilaporkan ke Subdit. Surveilans Epidemiologi 42 % merupakan kasus H1N1 (Swine Flu) dengan 8 Kasus positif (+). 11 % kasus Avian Influenza, 9% kasus campak yang sudah konfirmasi laboratorium. Kasus lain yang dilaporkan masing masing adalah antrax, chikungunya, Difteri, DSS, Encepalitis, hepatitis A, Hand Mouth Food Disease, Keracunan makanan, malaria, pertusis, pes, rabies dan Rubela.
C. Frekwensi KLB Dari data disamping dapat dilihat bahwa kasus tertinggi adalah H1N1 (Swine Flu) 45 kasus merupakan kasus suspek dan 8 kasus adalah kasus positif (+). Disamping itu terdapat beberapa kasus dengan frekwensi yang cukup tinggi antara lain : Avian Influenza, Campak, Diare dan Keracunan makanan.
Frekwensi KLB 60
54
50 40 30 20
14
11 7
10 1
10
10 2
2
6
5 1
1
1
1
1
1
0
Saat ini dunia sudah memasuki fase 6 (Pandemi) terhadap penyakit Swine Flu, Peningkatan surveilans penyakit tersebut dilakukan di beberapa tempat-tempat berisiko seperti bandara, pelabuhan laut dan wilayah, hasil peningkatan surveilans tersebut dapat dibuktikan dengan di temukannya kasus swine flu secara cepat, sehingga intervensi dapat dilakukan dengan cepat. Disamping itu peningkatan pelaksanaan surveilans di daerah dengan dilaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu berdampak positif terhadap penemuan kasus, hal ini dapat dilihat dengan dilaporkan beberapa kasus melalui District Surveillance Officer dan Surveillance Officer di tingkat provinsi seperti Kasus Avian Influenza dan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). D. KLB Menurut Waktu Grafik disamping memperlihatkan KLB yang terjadi menurut Bulan, KLB tertinggi adalah pada bulan Juni, Bulan 40 35 Januari merupakan bulan yang paling 30 rendah angka laporan KLBnya, hal ini 22 22 20 disebabkan karena sistem pencatatan 20 15 semua laporan cepat KLB 9 dilaksanakan pada pertengahan bulan 10 4 Januari, dimana sebelumnya 0 pencatatan KLB hanya dilakukan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Missing berdasarkan laporan KLB kurang dari 24 Jam. Selanjutnya laporan KLB semakin meningkat, peningkatan terutama terjadi pada bulan April sampai Juni dimana rata-rata laporan yang diterima adalah 25 kali. Disamping itu juga terdapat 22 KLB yang tidak diketahui bulan kejadian, hal ini disebabkan karena adanya beberapa KLB terjadi sudah lama sehingga daerah tidak bias mengindentifikasi kapanawal KLB, disamping itu juga beberapa KLB yang dilaporkan lewat SMS tidak menyebutkan kapan kejadian itu mulai terjadi. 50
E. KLB Menurut Tempat Gambar dibawah ini menunjukan beberapa provinsi yang melaporkan beberapa KLB, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Bali merupakan provinsi yang paling banyak mengalami KLB.
Beberapa provinsi belum melaporkan adanaya KLB seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dll, beberapa provinsi melaporkan KLB untuk penyakit yang sama seperti Diare di Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta dan Bali melaporkan beberapa kasus dan suspek H1N1 (Swine Flu). Respon Terhadap KLB A. Respon oleh Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/ Kota Dari 128 KLB yang dilaporkan, 98 KLB dapat diindentifikasi lama hari sejak terjadinya KLB sampai diketahui, means hari diketahui (dalam hari) sejak terjadinya KLB adalah 8, 6 hari. Dengan range 0 (diketahui hari itu juga) sampai dengan 135 hari. Kejadian Luar Biasa yang dilakukan pelacakan setelah diketahui berjumlah 97 KLB, dengan means 1 hari dan range antara 0 (dilacak Hari itu juga) sampai dengan 36 hari. Beberapa hal yang menyebabkan terlambat diketahui dan direspon beberapa KLB antara lain adalah karena lokasi KLB terjadi didaerah yang sulit seperti KLB Campak di Papua. B. Respon oleh Subdit Surveilans Epidemiologi Dari 128 KLB yang dilaporkan, 122 dilakukan verifikasi, dari jumlah tersebut 119 (93 %) KLB setelah dilakukan ke Dinas Kesehatan setempat terbukti. Beberapa KLB yang tidak sesuai dengan laporan cepat adalah laporan dari masyarakat dan media. Sebaliknya laporan yang sesuai merupakan laporan dari petugas kesehatan. 111 KLB dilakukan pemantaun oleh Subdit. Surveilans Epidemiologi, dimana terdapat 4 KLB tidak dilakukan pemantauan dan 4 KLB tidak diketahui. KLB yang
tidak dilakukan adalah KLB yang sudah berakhir. Hal ini disebabkan karena laporan yang masuk ke Subdit. Surveilans Epidemiologi setelah KLB berakhir. Penyelidikan KLB yang dilakukan oleh Subdit. Surveilans Epidemiologi sebanyak 9 KLB (7%), sedangkan 119 (93%) KLB tidak dilakukan penyelidikan epidemiologi. Beberapa Kriteria penyelidikan dilakukan oleh Subdit. Surveilans Epidemiologi antara lain CFR yang tinggi, KLB yang sering terjadi di daerah tersebut dan adanya kasus baru. Ke 9 KLB itu adalah KLB campak di Kota Ternate, KLB Diare Di Biak, KLB Diare di Polawali Mandar, 4 KLB Diare di Kabupaten Lombok Timur, KLB Campak di Pemalang dan Beberapa kasus campak di RSCM. Kesimpulan Beberapa hal yang disimpulkan anatara lain adalah Teknologi Komunikasi seperti telpon dan Short Massage Service masih merupakan pilihan daerah untuk melaporkan KLB secara cepat. Adanya dukungan petugas Surveilans didaerah seperti District Surveillance Officer terbukti meningkatkan penemuan dan pelaporan cepat KLB. Masih terdapatnya beberapa kendala dalam pelaporan cepat KLB seperti lokasi KLB yang terpencil. Hal yang menjadi masalah dalam melaksanakan pendokumenatasian laporan cepat KLB ini adalah sebagian laporan yang diterima tidak lengkap dan KLB yang dikirim oleh masyarakat dan media tanpa melalui konfirmasi kepihak Dinas Kesehatan setempat.
Laporan Penyelidikan Epidemiologi Tersangka HFMD di Tanggerang 13 Maret 2009
a. Latar Belakang Berdasarkan laporan yang diterima Kasubdit. Surveilans Epidemiologi melalui SMS pada tanggal 12 Maret 2009, bahwa terdapat beberapa anak yang terkena HFMD disekolah Kiddy Montessori Puspita Loka-Sektor III.3 Block F2 No. 12 B, BSD City. Pada tanggal 13 Maret 2009, Tim PE yang terdiri dari subdit SE, Subdit Diare, Staf Dinkes Provinsi Banten, Staf Dinkes Kab. Tangerang dan staf Puskesmas Serpong melakukan investigasi kelapangan. b. Tujuan 1. Memastikan adanya kasus HFMD 2. Mengetahui sumber penularan 3. Mendapatkan gambaran epidemiologi . c. Hasil Penyelidikan 1. Kronologis Kejadian Sejak Akhir Februari 2009, terdapat 7 orang murid tidak masuk karena alasan sakit, menurut informasi dari Guru Koordinator (Ibu Henderina Corry) bahwa dari ke 7 anak tersebut diketahui 2 orang tersangka menderita HFMD, 2 orang menderita typoid, 1 orang terkena infeksi dan 1 orang menderita demam dan mulut kering. Tanggal 12 Maret 2009 tim surveilans Puskemas Serpong melakukan PE ke lokasi sekolah, menurut info dari petugas surveilans bahwa pihak sekolah tidak bersedia memberikan keterangan sehubungan dengan adanya kejadian tersebut Tanggal 13 Maret 2009 tim PE yang terdiri dari subdit SE, Subdit Diare, Staf Dinkes Provinsi Banten, Staf Dinkes Kab. Tangerang dan staf Puskesmas Serpong melakukan investigasi sekolah tersebut, didapatkan beberapa informasi, antara lain : Tanggal 12 Maret 2009 pihak sekolah mengeluarkan surat edaran ke orang tua murid bahwa sekolah akan diliburkan dari tanggal 13 s.d 15 Maret 2009 sehubungan akan dilakukan sterilisasi diruang kelas. Sterilisasi dilakukan pihak sekolah sehubungan dengan ditemukannya beberapa murid yang terkena “Hand Mouth Diseases” dengan gejala demam tinggi, Bercak merah ditangan dan sariawan kecil dimulut yang menimbulkan ketidaknyaman pada anak-anak dan dapat menular. Sterilisasi dilakukan oleh pihak sekolah setelah Guru Koordinator berkonsultasi dengan dokter anak pribadinya. Tim PE melakukan konfirmasi kepihak keluarga melalui telephone (Orang tua murid tidak bersedia dilakukan wawancara di rumah)
Dari hasil wawancara tersebut didapatkan data: Wawancara I dengan Ibu Melani Nama : Helena Angelina Umur : 5 tahun Alamat : Pihak sekolah tidak memberikan alamat Tanggal Sakit : Bulan Februari selama 5 hari (Ibu lupa tanggal anaknya sakit). Gejala : Demam, timbul sariawan di mulut pada hari ke 4, muntah, diare, vesikel di telapak tangan, vesikel di telapak kaki, vesikel di bokong dan kejang. Informasi lain : 1. Penderita tidak bepergian ke Luar Negeri 2 minggu sebelum sakit 2. Penderita tidak ada riwayat kontak dengan teman/saudara yang baru datang dari LN (2 minggu terakhir) 3. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap penderita. 4. Kondisi saat ini : tidak ada gejala/keluhan lain dan anak sudah bersekolah kembali. 5. Penderita berobat jalan di Mom and Child Clinic Gading Serpong dengan dr. Andreas Liando, Sp.A dan diagnosa HFMD (berdasarkan keterangan ibu penderita) Wawancara II dengan Ibu Cecilia (ibu dari Joy Vito) Nama : Joy Vito Umur : 4 tahun 5 bulan Alamat : Pihak sekolah tidak memberikan alamat Gejala : Penderita sakit sejak tanggal 28 Februari 2009, demam sub febris, sakit kepala, nafsu makan turun, lesi di mulut + (muncul hari ke 3), vesikel di telapak tangan, vesikel di telapak kaki dan vesikel di bokong +. Vesikel tersebut timbul pada hari ke 4. Muntah, diare dan kejang. Informasi lain : 1. Penderita merupakan teman sekelas dari Helena Angelina. 2. Penderita tidak bepergian ke Luar Negeri 2 minggu sebelum sakit 3. Penderita tidak ada riwayat kontak dengan teman/saudara yang baru datang dari LN (2 minggu terakhir) 4. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap penderita. 5. Penderita berobat jalan di RS Graha Medika dengan dr.Yani Simkoputra, SpA dan di diagnosa HFMD (berdasarkan keterangan ibu penderita). 6. Dua hari setelah penderita sakit, kakak penderita (Christoper, 13 tahun) mengalami sakit yang dengan gejala Demam, Sakit kepala, sakit menalan, nafsu makan berkurang, lesi dimulut. 7. Tanggal 2 Maret 2009 kakak penderita berobat ke RS Graha Medika dengan dr.Yani Simkoputra, SpA dan di diagnosis HFMD 8. Saat ini (13 Maret 2009) kondisi kedua penderita tersebut dalam keadaan baik dan sudah bersekolah kembali.
Wawancara dengan petugas Mom and Child Clinic. 1. Tim melakukan kunjungan ke Mom and Child Clinic untuk memastikan diagnosis 2. Tim tidak berhasil menemui dr. Andreas Liando, Sp. A (dokter yang memeriksa penderita an. HelenaI karena sedang sakit. 3. Informasi didapat dari perawat membantu dr. Andreas Liando, Sp. A (Suster Flora), bahwa : Tidak didapat catatan medik penderita bulan februari 2009 (sesuai keterangan ibu penderita) Data yang ada, antara lain : • Tanggal 30 Januari 2009, penderita didiagnosa Impetigo • Tanggal 8 Maret 2009, penderita didiagnosa Faringitis Akut Pihak clinic tidak bersedia memberikan informasi lengkap karena harus mendapat izin dari pihak keluarga penderita (pihak klinik tidak berhasil menghubungi pihak keluarga penderita) Pihak klinik menganggap bahwa HFMD merupakan kasus biasa karena sering ditemukan di klinik rawat jalan (8 kasus perhari) Selama ini tidak pernah dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Informasi Tambahan Sekolah Kiddy Montessori terdiri dari 3 kelas dengan jumlah murid 60 anak. Usia murid 1.5 – 5 tahun. Guru 12 orang. Office boy 2 orang, supir 1 orang dan Satpam 1 orang. Laporan W2 yang masuk ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dari RS. Siloam Gleneagles bahwa selama Januari s.d 10 Maret 2009 terdapat 52 kasus ( Januari 13 kasus, Februari 26 kasus, sampai 10 Maret 2009 terdapat 13 kasus) dengan HFMD. Dari 12 RS yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang hanya 1 rumah sakit yang melaporkan W2. Hal yang telah dilakukan Pihak sekolah telah meliburkan sekolah (tanggal 13 s.d 15 Maret 2009) Pihak sekolah telah melakukan sterilisasi terhadap semua ruang kelas Pihak puskesmas melakukan penyuluhan kepada guru tentang hal-hal yang harus dilakukan. d. Kesimpulan : 1. Pernyataan adanya kasus HFMD ini adalah pernyataan dari orang tua dan guru penderita. 2. Berdasarkan hasil PE dilapangan sesuai dengan keterangan yang didapat, diduga kasus merupakan tersangka HFMD (tim tidak bisa melakukan konfirmasi langsung ke dokter yang merawat penderita).
3. Diduga telah terjadi penularan di sekolah (penderita Helena dengan Joy Vito) dan dirumah (Joy Vito dengan Christoper) 4. Tidak ditemukan adanya kasus baru disekolah tersebut. 5. Karena terbatasnya informasi yang didapat, sumber penularan (kontak pertama) tidak dapat ditelusuri. 6. Berdasarkan laporan W2 RS Siloam Gleneagles dan informasi dari Dinas Kesehatan kab.Tangerang, kasus HFMD merupakan kasus yang sering dilaporkan. Sampai saat ini belum ada laporan kasus dengan komplikasi. e. Saran/ Rekomendasi : 1. Sekolah memantau absensi murid dan melaporkan jika ditemukan anak dengan gejala yang sama dengan penderita sebelumnya dan segera melaporkan ke Puskesmas Serpong 2. Puskesmas melakukan pemantauan dan penyuluhan PHBS terhadap sekolahsekolah yang ada di wilayah kerjanya terutama sekolah Montessori tersebut untuk melihat apakah ada kasus baru dan kontaknya 3. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang melakukan pemantauan terhadap adanya peningkatan kasus di Puskesmas dan Rumah Sakit lainnya. Selanjutnya membuat Edaran ke Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Swasta untuk melaporkan setiap kasus HFMD yang ditemukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 4. Dinas Kesehatan Propinsi Banten meneruskan Edaran Departemen Kesehatan tentang Kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit tangan, Kaki dan Mulut (No. HK.02 01/D /I.4/1405/08) ke seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi Banten. 5. Perlu adanya Pedoman Pengendalian HFMD/PTKM untuk petugas kesehatan.
Laporan Penyelidikan Epidemiologi Peningkatan Kasus Diare di kabupaten Biak Numfor Tanggal 13 April 2009 Situasi saat ini Sampai dengan tanggal 13 April 2009 masih ditemukan adanya kasus yang berobat di RS. Biak, total kasus adalah 473 dengan 5 kematian, berikut kurve epidemik kasus diare tersebut. Gambaran kasus A. Distribusi Kasus Berdasarkan Waktu Grafik 1. Kurve Epidemik Kasus diare di Kab. Biak Numfor, Provinsi Papua Tanggal 3 Februari 2009 s.d 12 April 2009.
Sumber : UGD RS Biak Grafik diatas menunjukan bahwa terjadi peningkatan kasus pada minggu ke 11, kurve diatas juga menunjukan bahwa penularan berasal dari satu sumber. Data lain juga menunjukan adanya peningkatan kasus di Kecamatan Samofa dan Biak Kota. Kecenderungan Kasus Diare perminggu di Puskesmas Ridge Tahun 2006 s.d Maret 2009
Sumber : W2 Puskesmas Ridge Gambar diatas menunjukan adanya peningkatan kasus yangt berkunjung ke Puskesmas Ridge, Puskemas Ridge memiliki wilayah kerja di Kecamatan Samofa, peningkatan kasus yang terjadi di Puskesmas sejalan dengan peningkatan kasus yang terjadi di RS. Biak.
Kecenderungan Kasus Diare perminggu di Puskesmas Biak Kota Tahun 2006 s.d Maret 2009
Sumber : W2 Puskesmas Biak Kotakan Gambar diatas memeperlihatkan adanya peningkatan kasus pada minggu ke 11, peningkatan kasus ini masih dalam rata-rata bila dibanding tahun sebelumnya. B. Distribusi Kasus Berdasarkan Tempat
Gambar diatas menunjukan bahwa kasus terbanyak terdapat di Kecamatan Samofa (51%) dan Biak Kota (33%).
C. Distribusi Kasus Berdasarkan Orang Gambar 1 : Distribusi Kasus Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Sebagian besar kasus terjadi pada anak umur 1-5 tahun (43%) dan anak 0-11 Bulan (29%). Kasus banyak ditemukan pada anak laki-laki 53 % Faktor Risiko. A. Sumber air a. Sumber air untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat Kabupaten Biak Numfor berasal dari PDAM (Snerbo & Paray) serta sumur galian. b. Snerbo merupakan sumber air yang digunakan oleh penduduk Biak Kota dan Samofa. c. Lokasi PDAM Snerbo berada dibawah pemukiman penduduk. d. PDAM Snerbo merupakan sumur galian yang didistribusikan ke penduduk tanpa melalui proses pengolahan (chlorinisasi). e. Pada akhir Februari 2009 terjadi gangguan penyaluran air PDAM Snerbo sehingga masyarakat beralih menggunakan sumur galian. B. Sanitasi lingkungan a. Pada umumnya dapur pengolah makanan terletak diluar rumah dan berdekatan dengan tempat MCK. b. Tempat pembuangan kotoran dibuat dengan menggali tanah tanpa disemen. c. Sejak awal 2008 sumur tidak dilakukan kaporisasi oleh Dinkes Kabupaten Biak Numfor. Analisis Data 1. Banyaknya kasus di Samofa (51 %) dan Biak Kota (33 %) kemungkinan disebabkan adanya masalah dengan ketersediaan air bersih, sumber air bersih di kedua kecamatan tersebut adalah Snerbo (PDAM), sumur gali dan air hujan. a. Snerbo merupakan sumber air PDAM yang merupakan mata air (sumur galian) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air kedua kecamatan tersebut, lokasi snerbo berada dibawah pemukiman penduduk dengan kondisi tanpa penutup yang memungkinkan air dari luar sumur tersebut bisa masuk. b. Sumur gali juga merupakan sumber air bagi masyarakat di kedua daerah tersebut, lokasi sumur pada umunya berada disekitar tempat pembuangan tinja manusia c. Air hujan kadang-kadang digunakan sebagai sumber air bersih
Masyarakat membuang kotoran (tinja) dengan mengunakan WC dimana bak penampungan tinja tersebut adalah lubang yang ditutup tanpa di semen. Kondisi tanah yang merupakan batu karang memungkinkan terkontaminasinya sumber air warga dari tempat pembuangan tinja. Pada akhir Februari terjadi masalah dengan sumber air (PDAM mati), masyarakat beralih menggunakan sumur gali, hal ini yang di curigai memicu terjadinya kasus diare. Bulan Februari juga dilakukan perbaikan pipa PDAM hal ini juga dapat dicurigai sebagai penyebab terjadinya kontaminasi air PDAM. Hasil pemeriksaan sumber air di rumah kasus PDAM dan sumur gali menunjukan Positif (+) coli, dimana sumur gali memiliki Gol Coliform dan Coliform tinja lebih tinggi (> 240 MPN/ 100 ml) dibanding PDAM (antara 9-240 MPN/ 100 ml) sedangkan standar maksimal jumlah E. Coli dalam air minum adalah 0 MPN (Kepmenkes 907 tahun 2002). Tahun 2008 Dinas Kesehatan kabupaten Biak Numfor tidak melakukan kaporisasi terhadap sumur warga (tahun sebelumnya dilakukan) karena tidak adanya anggaran untuk melakukan hal tersebut. 2. Ada 2 sumber air bagi PDAM di kabupaten Biak Numfor yaitu snerbo dan Paray. Sumber air paray adalah air sungai yang diolah dengan menggunakan teknik penyaringan dan chlorinisasi. Peningkatan kasus tidak ditemukan di daerah yang menggunakan air PDAM Paray. 3. Tingginya jumlah kasus di Rumah Sakit Biak dibandingkan Puskesmas Ridge dan Biak Kota disebabkan adanya persepsi masyarakat yang menganggap bahwa pelayanan rumah sakit jauh lebih baik. Disamping itu kemudahan transportasi dan adanya Jamkesmas turut menjadi pendukung masyarakat lebih memilih rumah sakit dibanding puskesmas Kesimpulan 1. Telah terjadi peningkatan kasus diare yang berobat ke UGD Rumah Sakit Biak pada awal Maret 2009 (minggu ke 11 dan 12) peningkatan kasus juga terjadi di Puskesmas Ridge (Kec. Samofa merupakan salah satu wilayah kerja dari Puskesmas Ridge). 2. Kasus diare hampir menyebar di seluruh kabupaten Biak Numfor dengan presentase tertinggi terjadi di Samofa (51 %) dan Biak Kota (33%). 3. Sebagian besar kasus terjadi pada anak umur 1-5 tahun (43%) dan anak 0-11 Bulan (29%). 4. Kasus diare lebih banyak terjadi pada laki-laki (53%) daripada perempuan (47%). 5. Setiap tahun ditemukan adanya kasus diare di kedua puskesmas tersebut (Biak Kota rata-rata 73 kasus perbulan dan Puskesmas Ridge rata-rata 21 kasus perbulan) dengna peningkatan kasus terjadi pada bulan 4, 7, dan 10. 6. Dugaan sumber penularan adalah sumber air (PDAM dan sumur gali) didukung dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Saran 1. Perlu dilakukan kaporisasi dan chlorinisasi terhadap sumber air warga (PDAM dan Sumur gali) di wilayah distrik Samofa dan Biak Kota.
2. 3.
4.
Perlu ditingkatkan kualitas tata laksana kasus dan manajemen logistik. Mengingat hampir setiap tahun terjadi kasus diare perlu ditingkatkan pelaksanaan promosi kesehatan khusunya yang berhubungan dengan PHBS dan sanitasi lingkungan Perlu dilakukan pemantauan terhadap unit pelayan kesehatan lain (RS Swasta, RS TNI dan klinik swasta.
Hal yang sudah dilakukan : 1. Advokasi ke Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Biak Numfor dalam rangka penanggulangan peningkatan kasus Diare. 2. Melakukan training dalam tata laksana kasus (Subdit. Diare) bagi petugas puskesmas. 3. Melakukan pelatihan SKD KLB bagi petugas puskesmas dalam rangka deteksi terhadap kejadian peningkatan kasus diare. 4. Penguatan pengamatan terus menerus (surveilans) terhadap penyakit diare di puskemas dan rumah sakit. Rencana tindak lanjut : 1. Melakukan surveilans ketat 2. Melakukan SKD-KLB di 6 (enam) distrik lainnya 3. Melakukan Promosi Kesehatan 4. Melakukan pemeriksaan sampel air (Proposal sdh diajukan oleh dinkes. Ke Pemda Biak tapi belum ada tanggapan) 5. Melakukan kaporesasi di 6 distrik (Proposal sdh diajukan oleh dinkes. Ke Pemda Biak tapi belum ada tanggapan) Rencana tindak lanjut oleh Subdit Surveilans Epidemiologi : 1. Melakukan koordinasi dengan subdit Diare (Dit. P2ML) dalam rangka surveilans ketat dan SKD-KLB di 6 (enam) distrik lainnya 2. Melakukan koordinasi dengan subdit Air (Dit. PL) dalam rangka pemeriksaan sampel air dan klorinisasi sumber air warga 3. Melakukan koordinasi dengan subdit PKSD (Dit. PL) dalam rangka kapuresasi di 6 distrik
Laporan Penyelidikan Kejadian Luar Biasa Campak Di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate, Mei 2009 A. Latar Belakang Penyakit campak adalah penyakit akut yang mudah menular dan disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan Paramyxoviridae, sebagian menyerang pada usia anak-anak. Penyakit campak ditularkan mulai hari 1-3 hari sebelum timbulnya panas dan batuk. Penularan tersebut akan menurun dengan cepat setelah timbulnya rash. Cara penularan umumnya berasal dari hidung dan tenggorokan yang keluar dari penderita pada saat bersin, batuk dan bernafas. Pada tanggal 5 Mei 2009, Puskesmas Sulamadaha Kelurahan Rua melaporkan terjadi peningkatan kasus campak sebanyak 5 orang. Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi diketahui bahwa telah terjadi KLB Campak, sehingga diperlukan upaya penanggulangan segera untuk mencegah meningkatnya jumlah penderita dan penyebaran penyakit ke wilayah lain. Kelurahan Rua yang sebelumnya merupakan wilayah kerja dari Puskesmas Gambesi. Pada tahun 2008 terjadi pemekaran wilayah di tingkat kecamatan dimana pada saat itu Kelurahan Rua menjadi wilayah kerja dari Puskesmas Sulamadaha, Kelurahan Rua memiliki luas wilayah 4,5 Km2, jarak dari Puskesmas Sulamandaha ke Kelurahan Rua kurang lebih 6 KM. Dengan transportasi darat yang cukup lancar. Kelurahan Rua memiliki jumlah penduduk 1311 orang dengan jumlah rumah tangga 247 KK, rata-rata jiwa perumah tangga 5,31 dengan kepadatan penduduk 291 Km2. B. Tujuan a. Umum Mengetahui penyebab terjadinya KLB, luas wilayah terjangkit dan mencegah penyebaran yang lebih luas. b. Tujuan Khusus : 1) Mengetahui karakteristik epidemiologi KLB menurut umur, waktu, tempat dan status imunisasi, status gizi serta risiko kematiannya. 2) Mengidentifikasi populasi dan desa risiko tinggi untuk mengevaluasi dan merumuskan strategi program imunisasi. 3) Meramalkan terjadinya KLB yang akan datang untuk segera diambil tindakan. 4) Memastikan terlaksananya penyelidikan KLB sesuai pedoman yang ditetapkan. 5) Mengidentifikasi dan merekomendasikan respon imunisasi.
C. Metodologi a. Definisi Operasional - Kasus campak adalah penderita yang mempunyai gejala utama kemerahan pada kulit (rash), dan atau diskuamasi kulit, bercak koplik’spot dan disertai salah satu atau lebih gejala panas, batuk, mata kemerahan dan kemerahan pada mukosa mulut atau riwayat kontak dengan penderita. - KLB Campak adalah Adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut di satu wilayah kerja puskesmas yang terjadi secara kluster dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi - Status imunisasi adalah anak yang mendapat imunisasi campak berdasarkan anamnesa, KMS dan dicocokkan dengan catatan imunisasi petugas puskesmas. - Status gizi 1. Balita a) Status gizi baik : bila BB/U terletak di atas garis titik pada KMS b) Status gizi sedang : bila BB/U terletak antara garis merah dan garis titik-titik c) Status gizi buruk : bila BB/U terletak di bawah garis merah pada KMS 2. Untuk anak usia sekolah dasar, tingkat keadaan gizi yang didasarkan atas pengukuran berat badan terhadap tinggi badan menurut buku UKS anak SD. b. Populasi Seluruh anak dibawah usia 15 tahun yang ada di di wilayah kerja Puskesmas Sulamadaha Kelurahan Rua. c. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara kunjungan rumah kerumah dan kunjungan ke pelayanan kesehatan, pengumpulan data dilakukan dalam rangka mencari informasi tentang kasus, informasi faktor resiko dan mereview status imunisasi campak pada popuasi di daerah KLB. d. Waktu pelaksanaan Penyelidikan epidemiologi dilakukan pada tanggal 6 Mei 2009. e. Kegiatan 1. Pengumpulan, pengolahan dan analisis data 2. Pengambilan sampel darah 3. Tatalaksana kasus D. Hasil Penyelidikan a. Gambaran umum Pada tanggal 5 Mei 2009 petugas surveilans Puskesmas Sulamadaha melaporkan terjadi peningkatan kasus campak sebanyak 5 orang di Kelurahan Rua. Berdasarkan laporan tersebut pada tanggal 6 Mei 2009 petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota Ternate bersama-sama petugas surveilans puskesmas melakukan penyedikan epidemiologi
terhadap kasus tersebut. Hasil pelacakan ditemukan tambahan kasus campak sebanyak 6 orang dan tersebar di semua RT di Kelurahan Rua. b. Sarana kesehatan Jumlah sarana pelayanan kesehatan di Puskesmas Sulamadaha sebanyak 64 buah dengan rincian : 9 polindes, 7 pustu, 14 Poskeskel dan 33 Posyandu, dari jumlah tersebut terdapat 22 (34,7%) sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan gadar (1 Puskesmas, 9 Polindes, 7 Poskeskel dan 5 Pustu. c. Ketenagaan Puskesmas Sulamadaha memiliki 59 tenaga, yang terdiri dari 6 tenaga medis, 44 perawat dan bidan, 3 tenaga farmasi, 5 tenaga gizi dan 1 orang tenaga sanitasi. Kelurahan Rua memiliki 2 orang bidan (1 orang bidan mulai bekerja Akhir April 2009), tanpa memiliki pustu, pelayanan dilakukan di rumah bidan atau dibalai desa. d. Anggaran Puskesmas Sulamadaha mendapat anggaran biaya tahun 2008 sejumlah Rp. 182.347.209 yang berasal dari sumber sebagai berikut :
Tabel 1 Anggaran Biaya Tahun 2008 Puskesmas Sulamadaha, Kecamatan Pulau Ternate
NO
SUMBER BIAYA
ALOKASI ANGGARAN KESEHATAN Rupiah %
1
APBD KOTA ( RUTIN ) OPERASIONAL
27.900.000
15,3 %
2
APBD PROVINSI
26.510.000
14,5 %
3
APBN
13.475.000
7,4 %
4
HIBAH LUAR NEGERI
1.950.000
1,1 %
a. Askes
10.871.909
6,0 %
b. Jamkesmas 2008
79.887.300
44,0 %
c. Jamkesda Maret s/d Nopember 2008
21.753.000
12,0 %
5
SUMBER LAIN:
d. Pendapatan Puskesmas JUMLAH
182.347.209
100%
Kegiatan program imunisasi tambahan (BIAS) hanya bersumber dari APBD Kota Ternate.
E. Gambaran KLB campak 1. Penetapan diagnosis campak Berdasarkan hasil penyelidikan didapatkan distribusi gejala sebagai berikut : Tabel 2 Gejala Klinis Penderita KLB Campak di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate Wilayah Kerja Puskesmas Sulamadaha Bulan April-Mei, 2009 No
Gejala
1 2 3 4 5
Prosentase (%) 100 100 100 100 100
Kasus
Panas Ruam Batuk Pilek Mata merah
11 11 11 11 11
Dari distribusi gejala diatas dapat didilihat ke 5 kasus memenuhi kriteria kasus campak. 2. Laporan mingguan (W2) dan Bulanan Puskesmas Sulamadaha tidak menunjukan adanya kasus campak di Kelurahan Rua selama 3 tahun (2006, 2007 dan 2008). 3. Penetapan KLB campak Grafik 1 Kurve Epidemik KLB Campak di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate Wilayah Kerja Puskesmas Sulamadaha Bulan April-Mei, 2009 5 4 3 2 1 0 28/04/09
29/04/09
30/04/09
01/05/09
02/05/09
03/05/09
04/05/09
05/05/09
06/05/09
Tanggal mulai rash Kasus
Dari kurve diatas dapat dilihat bahwa kasus mulai terjadi pada tanggal 28/04/2009 dan mulai meningkat kembali pada tanggal 02/05/2009.
F. Epidemiologi KLB campak 1. Distribusi menurut kelompok umur Tabel 3 Attack Rate dan Case Fatality Rate Menurut Golongan Umur di Kelurahan Rua Kecamatan Pulau Ternate Wilayah Kerja Puskesmas Sulamadaha Bulan April-Mei, 2009 Gol Umur (tahun ) <1 1-4 5-9 10-14 Total
D Populasi i sResiko t r 25 i 98 b 143 u 0 s 266
Jenis Kelamin L
P
0 1 2 0 3
1 6 1 0 8
Jumlah Kasus
Jumlah Meninggal
AR (%)
CFR (%)
1 7 3 0 11
0 0 0 0 0
4 7,14 2,09 0 4,14
0 0 0 0 0
Dari tabel diatas terlihat bahwa AR tertinggi terjadi pada anak usia antara 1 sampai dengan 4 tahun 97,14%), diikuti dengan anak dibawah 1 tahun (4%) dan anak 5 sampai dengan 9 tahun (2,09%). Gambar 1 Distribusi Kasus per Rukun Tetangga (RT) di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate Wilayah Kerja Puskesmas Sulamadaha Bulan April-Mei, 2009
2. Distribusi menurut status vaksinasi Tabel 4 Distribusi Penderita Campak Menurut Status Imunisasi Di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate Wilayah Kerja Puskesmas Sulamadaha Bulan April – Mei, 2009 Populasi
Golongan Umur
IM
Tdk IM
< 1 Th 1-4 Th 5-14 Th Total
5 143 120 268
20 0 1 21
Kasus Tdk IM IM 0 1 5 2 3 0 8 3
Attack Rate IM
Tdk IM
0 3,49 2,5 2,98
5 0 0 14,28
Dari tabel tersebut juga dapat diketahui Efikasi Vaksin Campak di , dengan perhitungan sebagai berikut : =
AR tidak diimunisasi - AR diimunisasi AR tidak diimunisasi
Efikasi Vaksin Campak
=
14,28 – 2,98 14-28
X 100
=
X
100
79 %
Sedangkan jika hitung efikasi vaksin pada golongan umur < 5 tahun dimana pada golongan umur tersebut proporsi kasus yang paling besar, didapatkan hasil: Efikasi Vaksin Campak pada usia < 5 tahun =
5 – 3,49 5
X 100
=
30,2 %
G. Hasil laboratorium Pada tanggal 11 Mei 2009 dilakukan pengambilan sampel darah pada 6 penderita campak. Kemudian laboratorium campak nasional BBLK Surabaya melaporkan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut positif virus campak. H. Imunisasi Sumber data cakupan imunisasi tahun 2005-2007 diambil dari Puskesmas Gambesi, sedangkan tahun 2008 menggunakan data Puskesmas Sulamadaha.
a. Cakupan Imunisasi Rutin dan Tambahan Tabel 5 Cakupan Imunisasi Campak Rutin dan SIA Di Puskesmas Sulamadaha & Gambesi Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate Tahun 2005-2008 Rutin
SIA
Tahun
Sasaran (bayi)
Abs
%
2005 2006 2007 2008
218 253 253 361
198 127 136 327
90,83 50,19 53,75 90,58
Abs
%
No Data
No Data
b. Cakupan Imunisasi Rutin 5 Antigen Utama Tabel 6 Cakupan Imunisasi Rutin 5 Antigen Di Puskesmas Sulamadaha & Gambesi Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate Tahun 2005 - 2008 Tahun
Jum lah Bayi
IMUNISASI BCG
DPT/HB 1
DPT/HB 3
POLIO 3
CAMPAK
Abs
%
Abs
%
Abs
%
Abs
%
Abs
%
2005
218
210
92,20
209
95,87
203
93,12
211
96,79
198
90,83
2006
253
174
68,78
193
76,42
107
42,29
107
42,29
127
50,19
2007
253
244
96,44
242
95,65
234
92,49
234
92,49
136
53,75
2008
361
339
93,91
343
95,01
341
94,46
341
94,46
327
90,58
c. Penyimpanan Vaksin Rata-rata suhu penyimpanan vaksin di tingkat Kota Ternate 20C, sedangkan rata-rata suhu penyimpanan vaksin di Puskesmas Sulamadaha 2-40 C. Selain di puskesmas, vaksin juga disimpan di Pustu terdekat. I.
Status Gizi Dari 95 Balita yang datang ke Posyandu pada tahun 2008, 61 orang (64%) dilakukan penimbangan dan didapatkan 55 orang (90%) berat badannya naik dan 1 orang dengan berat badan bawah garis merah (1,6%).
J. Kegiatan yang telah dilakukan a. Penyelidikan Epidemiologi b. Pemberian vitamin A pada kasus c. Posko pengobatan masal d. Penyuluhan
K. Pembahasan Puskesama Sulamadaha memiliki 1 orang Juru Imunisasi, yang bertugas melayani 19 Kelurahan, Kelurahan Rua memiliki 2 orang bidan desa (1 orang bidang mulai bertugas sejak April 2009), pelayanan kesehatan dilakukan di rumah bidan tersebut dan di balai desa. Untuk kegiatan imunisasi sumber dana hanya dari APBD Kota, dana ini hanya diperuntukan untuk pelaksanaan BIAS. Berdasarkan penyelidikan epidemiologi di lapangan, kasus yang paling awal ditemukan pada tanggal 28 April 2009, meningkat kembali tanggal 2 Mei 2009, kemudian menurun dan sejak tanggal 6 Mei 2009 tidak ada laporan kasus campak. Kasus pertama ditemukan pada anak an. RK, 8 Tahun, status gizi BGM (Bawah Garis Merah) dengan tahun imunisasi tahun 2007 yang tinggal di RT. 4 kelurahan Rua. Setelah dilakukan penyelidikan ditemukan 2 orang anak yang memiliki gejala yang sama dengan kasus pertama yaitu an. AY, 4 Tahun, status gizi sedang, tahun imunisasi 2004 dan an. AN. 4,4 Tahun, Status gizi sedang, tahun imunisasi 2004, kedua kasus tersebut tinggal di RT. 4. Adanya 3 anak yang terserang penyakit yang sama pada waktu bersamaan menimbulkan kecurigaan bahwa ketiga kasus tersebut tertular dari sumber yang sama, meskipun tidak ditemukan adanya kasus lain diwilayah puskesmas Sulamadaha, kemungkinan kasus tertular dari daerah lain, berdasarkan data W2 yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Ternate, didapat data pada minggu 14, 15 dan 16 terdapat penderita penyakit campak klinis di Kelurahan Kalumpang, walaupun jarak kelurahan Kalumpang dan keluarah Rua berjauhan namun akses dan sarana transportasi cukup mudah. Kasus ke 4 adalah an. AH, 2,10 Tahun, status gizi sedang, imunisasi terkahir tahun 2007, kasus ini kemungkinan tertular oleh kasu pertama an. RK dimana pada saat sakit RK dibawa oleh neneknya untuk menghadiri acara Lilian (persiapan pernikahan) di RT. 1. Kasus ke 5 adalah an. FI, 1,2 tahun, status gizi sedang, imunisai terakhir tahun 2008, bertempat tinggal di RT. 1, kasus ini kemungkinan tertular pada kasus pertama. Kasus ke 6 adalah an. SK, 1,2 tahun, status gizi BGM, tidak pernah mendapat imunisasi, kasus ke 6 ini adalah adik dari kasus pertama, pada saat orang tua kedua kasus ini bekerja, mereka dititipkan pada nenek mereka yang tinggal di RT. 3. Kasus ke 7 adalah an. NK, 1 tahun, status gizi sedang, belum dapat imunisai, tinggal di RT. 4, kasus ini kemungkinan tertular dari kasus 1, dimana mereka tinggal di RT yang sama.
Kasus ke 8 adalah an. EY, 5 tahun, status gizi sedang, imunisasi terkahir tahun 2004, tinggal di RT. 4 kasus ini kemungkinan tertular dari kasus 1, dimana mereka tinggal di RT yang sama. Kasus ke 9 adalah an. FA, 3, 4 Tahun, status gizi sedang, imunisasi terakhir tahun 2006, tinggal di RT. 4 kasus ini kemungkinan tertular dari kasus 1, dimana mereka tinggal di RT yang sama. Kasus ke 10 adalah an. WA, 10 Bulan, Status gizi sedang, tinggal di RT. 3 belum pernah mendapat imunisasi, kasus ini kemungkinan tertular dari kasus 1 dan 6. Karena kasus ini bertempat tinggal di RT dengan nenek kasus 1 dan 6. Kasus ke 11 adalah an. FW, 3 Tahun, status gizi sedang, imunisasi terakhir tahun 2007, tinggal di RT. 4, kasus ini kemungkinan tertular dari kasus di RT yang sama. Sebagian besar kasus campak menyerang anak dengan golongan umur < 5 tahun dengan proporsi 72,72%. Cakupan imunisasi rutin campak yang rendah pada tahun 2006 (50,19%) dan 2007 (53,75) mengakibatkan akumulasi jumlah komulatif bayi yang tidak terimunisasi menjadi tinggi. Nilai evikasi vaksin menunjukan kualitas vaksin yang digunakan program imunisasi di Puskesmas Sulamadaha. Angka efikasi sebesar 79% masih berada dibawah standar efikasi nasional 85%. Artinya secara nasional yang masih ditoleransi setiap 100 anak yang diimunisasi yang tidak terlindungi sebesar 15 anak, sedangkan di Kelurahan Rua wilayah kerja Puskesmas Sulamadaha jumlah anak yang tidak terlindungi lebih banyak (sekitar 21 anak dari 100 sasaran). Tetapi jika efikasi vaksin dihitung pada golongan umur < 5 tahun didapatkan hasil 30,2% yang berarti kualitas vaksin hanya dapat melindungi sekitar 30 anak dari 100 sasaran. Selain itu pula data cakupan imunisasi pada semua antigen dasar tahun 2006 menunjukan pencapaian yang rendah. Secara umum suhu penyimpanan vaksin berada antara 2-4 0 C (Batas Normal 2-8 0 C) di tingkat Kota dan Puskesmas, namun distribusi vaksin dan ketrampilan petugas dalam tatalaksana penyuntikan tidak diketahui. L. Kesimpulan 1. Telah terjadi KLB campak di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate, pada tanggal 28 Aprils.d 5 mei 2009. 2. Kasus terjadi pada golongan umur < 5 tahun (72%), Tempat tinggal kasus di RT. 4 (55%), sebanyak 72% kasus mendapat imunisasi campak dan kasus memiliki status gizi sedang dan rendah. 3. Cakupan iminusasi campak rutin yang rendah pada tahun 2006 dan 2007 mengakibatkan akumulasi bayi yang tidak di Imunisasi menjadi tinggi. hal ini juga didukung dengan data cakupan imunisai rutin antigen dasar lainnya yang juga rendah pada tahun 2006. kondisi ini yang diduga menyebabkan terjadinya KLB campak. 4. Efikasi vaksin sebesar 79% menunjukan masih terdapat anak yang tidak terlindungi oleh imunisasi campak (sekitar 21 anak dari 100 sasaran)
M. Saran 1. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin di tingkat desa > 80%. 2. Penyuluhan kepda masyarakat secara periodik tentang pencegahan penyakit campak dan perbaikan gizi keluarga. 3. Penataan dokumentasi pencatatan dan pelaporan cakupan imunisasi, manajemen vaksin dan jumlah kasus.
Laporan Penyelidikan Epidemiologi Peningkatan Kasus Diare di Kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat, Juni 2009
Latar Belakang Berdasarkan informasi yang di dapat dari laporan kejadian luar biasa (W1) Dinas Kesehatan Polewali Mandar tanggal 31 Mei 2009, bahwa telah terjadi peningkatan kasus Diare di 3 Desa di Kecamatan Luyo (Pussui, Tenggeleng dan Sambali-bali) dengan jumalah 217 kasus dan 1 kematian. Tanggal 10 Juni 2009, subdit surveilans Epidemiologi melakukan klarifikasi kembali terhadap dugaan KLB Diare di Kabupaten Polawali Mandar ke Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat dimana didapatkan informasi bahwa jumlah kasus meningkat menjadi 319 Kasus dan 6 kematian, dengan lokasi kejadian di 6 Desa yang meliputi Desa Batu Pangga, Desa Mapili Barat, Desa Bambu, Desa Luyo. Desa baru. Desa Tenggelang, Desa Pussui dan Desa Sambali-bali. Berdasarkan informasi diatas subdit Surveilans Epidemiologi dan Subdit Diare melakukan koordinasi dalam rangka penanggulangan KLB diare tersebut. Pada tanggal 15 Juni 2009 Surveilans Epidemiologi melakukan penyelidikan epidemiologi ke lokasi KLB. Tujuan : 1. Memastikan adanya KLB 2. Melihat gambaran epidemiologi kasus 3. Mencari sumber penularan kasus Hasil penyelilidikan a. Gambaran Umum Puskesmas Batu Pangga terletak di Kecamatan Luyo Kabupaten Polawali Mandar, jarak antara Ibu Kota kabupaten dengan Puskesmas Luyo ± 40 km, kondisi geografis wilayah kerja Puskesmas Luyo adalah 70 % dataran tinggi dan 30% dataran rendah. Luas wilayah Puskesmas Luyo adalah 56, 60 Ha, dengan jumlah desa sebanyak 8 desa dan 1 kelurahan. Saranan kesehatan yang dimiliki Puskesmas Batu Pangga adalah 1 gedung Puskesmas, 3 buah Pustu, 1 buah polindes, 1 buah puskesdes, 23 posyandu dan 17 buah kendaraan roda 2 dan 4. Dusun Pussui, Tengelang dan Sambali Wali terletak ± 12 km dari Puskesmas Batu Pangga, perjalanan ke ketiga dusun tersebut dapat dilalui dengan menggunakan kendaraan roda 2 dan 4, kondisi jalan adalah tanah dan di beberapa bagian jalan harus menyebarangi sungai (tidak ada jembatan). b. Kronologis − Kasus pertama diduga terjadi di Dusun Sanreko di mana pada tanggal 10 Mei 2009 terdapat 3 orang kasus, Dusun Sanreko adalah daerah yang dilalui oleh sungai Mambu. Sungai Mambu merupakan sungai yang digunakan oleh
−
−
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci, kakus dan merupakan sumber air minum bagi sebagian masyarakat desa. kasus pertama terjadi setelah adanya syukuran Khatam Alquran, dugaan penyebab dari diare tersebut adalah dari air minum yang dikonsumsi pada saat syukuran tersebut, umumnya masyarakat Dusun Tenggelang memiliki kebiasaan meminum air yang tanpa dimasak terlebih dahulu. Pada saat syukuran tersebut air yang mereka konsumsi adalah air yang berasal dari sumur yang digali di tepi sungai Mambu. Pada tanggal 11 Juni 2009 terdapat 3 orang yang menderita diare di Dusun Baru, rata-rata kasus diare perbulan selama tahun 2009 di Pustu Dusun Baru adalah 5 kasus. Dusun Baru memiliki 174 KK dengan jumlah sumur sebanyak 4 buah dan 3 buah WC. Sebagian besar kebutuhan akan air dusun tersebut dipenuhi dari Sungai Mumbu. Selanjutnya ditemukan beberapa kasus di Dusun Labasala dan Sepang. Dusun tersebut merupakan dusun yang dialir oleh sungai Mumbu
c. Temuan Epidmiologis Berdasarkan laporan dari W2 puskesmas Batu Pangga didapat data-data sebagai berikut Grafik 1. Kasus Diare Menurut Minggu Di Puskesmas Batu Pangga, 2005 - 2009
Dari grafik diatas terlihat adanya peningkatan kasus pada minggu 20-24 tahun 2009, hal ini menunjukan telah terjadi KLB Diare didaerah puskesmas Batu Pangga, KLB juga terjadi pada tahun 2008 pada minggu 42 – 52.
d. Karakteristik Kasus − Kasus menurut waktu
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kasus pada tanggal 23 Mei 2009 dan peningkatan kasus juga terjadi pada tanggal 31 Mei 2009 s.d 9 Juni 2009. −
Kasus menurut tempat
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kasus terbanyak terjadi didusun Pariangan, Salubolong, baru, batupangga, Kampung baru, Pussui barat dan sanreko.
−
Kasus menurut orang
Kasus hampir merata antara laki-laki dan perempuan, Kasus terbanyak terjadi pada golongan umur 0-4 Tahun (33%) dan pada golongan umur 20-44 Tahun (27%). e. Faktor Risiko − Cakupan Air Bersih dan Jamban keluarga Presentase cakupan air bersih dan jamban keluarga di ketiga Desa tersebut adalah sebagai berikut : Tabel : Presntase Cakupan Air Bersih dan Jamban Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Pangga Kec. Luyo Tahun 2008 Akses % Akses Desa KK No Air Air Jamban Jamban Bersih Bersih 1 Batu Pangga 553 192 414 34,66 74,84 2 Batu Pangga 518 70 328 13,51 63,22 Dalla 3 Baru 746 375 399 50,23 53,45 4 Mambu 557 214 430 38,42 77,20 5 Mapilli Barat 758 239 623 31,53 82,19 6 Pussui 609 54 341 8,87 55,96 7 Sambali Wali 441 22 202 4,88 45,80 8 Tenggelang 554 52 107 9,39 19,31 9 Luyo 359 150 253 41,78 70,33 Total 5,094 1.367 3.095 26,83 60,75
Ket.
Dari table diatas dapat dilihat bahwa cakupan akses terhadap jamban di ketiga dusun tersebut sangat rendah yaitu Pussui 8,87 %, Dusun Sambali wali 4, 88% dan dusun Tengelang 9, 39%. Cakupan air bersih juga menunjukan angka yang rendah di ketiga dusun tersebut ( pussui 55, 96%, Sambali wali 45, 80% dan Tenggelang 19,31)
− − − −
Kebiasaan masyarakat di ketiga dusun tersebut mengkonsumsi air yang belum dimasak, sebagian masyarakat hanya memasak air ketika akan membuat kopi atau the. Pada umumnya masyarakat mengambil air minum dari sumur yang digali ditepi Sungai, jarak antara sumur dengan sungai ± 1 meter, dengan kondisi yang tidak ditutup. Di beberapa dusun terdapat sumur yang dibangun oleh proyek WSLIC, sebagian masyarakat mengangap bahwa air dari sumur WSLIC tidak perlu dimasak lagi. Disamping itu, hampir semua sumur tidak ditutup. Kebiasaan masyarakat mengkadangkan ternak di bawah rumah dengan kondisi sanitasi I yang buruk.
f. Hasil laboratorium Dari 18 sampel yang diambil oleh BTKL Makasar didapat hasil sebagai berikut : N o 1 2
3
Tempat Pengambilan sampel Batu Pangga PKM Campalagian
Rumah Sakit - Kec. Mataluli - Kec. Campalagian - Kec. Tubi - Kec. Wonomulyo
Jumla h 5 8
1 1 1 1
Hasil E. Coli dan Enterobacter Shigela + enterobacter Sp E. Coli + enterobacter Sp E. Coli + Shigela E. Coli E. Coli E. Coli + enterobacter Sp E. Coli + Shigela E. Coli + Shigela
Keterangan Negati Positif f 4 1 1 1 5 1 1 1 1 1
Analisis − Dugaan sumber penularan Diare tersebut adalah dari air minum, hal ini dapat dilihat dari tempat terjadinya kasus, dimana rumah kasus berada disekitar sungai Mambu dan umumnya menggunakan air minum yang diambil di pinggir sungai. − Kronologis kasus juga dapat dilihat bahwa kasua pertama terjadi di daerah hulu sungan Mambu yang selanjutnya berlanjut kebagian hilir dari sungai tersebut. − Cakupan jamban dan akses terhadap air bersih yang rendah dan sanitasi yang jelek ikut memicu terjadinya peningkatan kasus, pada umumnya masyarakat menggunakan sungai Mambu sebagai tempat Mandi, Cuci dan Kakus. − Kebiasaan masyarakat dalam mengkomsumsi air dengan tanpa dimasak terlebih dahulu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari bidan bahwa masyaraka di ketiga dusun tersebut hanya memasak air ketikan akan membuat kopi atau the. Kesimpulan − Telah terjadi KLB diare diwilayah Puskesmas Batupangga
− − −
Kasus terjadi didaerah aliran sungai Mambu…….. Sumber penularan diduga dari air minum yang dikonsumsi masyarakat Pemicu terjadinya peningkatan kasus diare adalah prilaku masyarakat dalam mengkonsumsi air minum dimana air di konsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu
Saran − Mengingat hampir setiap tahun terjadi KLB Diare di Puskesmas Batu Pangga perlu dilakukan upaya-upaya promosi kesehatan secara rutin. − Melakukan SKD-KLB Diare di setiap pustu sehingga kasus dapat dideteksi dengan cepat sehingga dapat dilakukan penanggulangan secepatnya. − Perlunya persediaan logistic di Pustu mengingat daerah tersebut merupakan daerah yang cukup sulit di akses khususnya pada saat hujan.
Laporan Penyelidikan Epidemiologi Peningkatan Kasus Campak di RSCM Juni 2009 A. Latar Belakang Berdasarkan laporan yang diterima oleh Subdit Surveilans Epidemiologi melalui SMS dari Dr. Eka (PPDS bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSCM). Tanggal 22 Juni 09, bahwa dalam waktu 7 hari di bangsal anak ada 6 anak tersangka campak dengan komplikasi, dimana 3 diantaranya meninggal dunia. Pada tanggal 22 Juni 2009, tim PE yang terdiri dari Subdit Surveillans Epidemiologi, Subdit Imunisasi, SO prov DKI, staf Imunisasi Dinkes DKI, Koordinator Surveilans Sudin Jakarta Pusat, segera melakukan Investigasi ke Lapangan. B. Tujuan 1. Memastikan apakah benar kasus tersebut adalah kasus Campak dengan Komplikasi 2. Mendapatkan gambaran Epidemiologi 3. Menurunkan frekwensi kasus dengan cara mempercepat pemutusan rantai penularan. 4. Mencegah Komplikasi dan Kematian 5. Mencegah Penularan ke Wilayah lain 6. Mengetahui status Imunisasi penderita dan anak-anak lain di sekitar penderita C. Hasil Penyelidikan 1. An. Ardi, laki-laki, 4th 0 bln. Dirawat di ruang Isolasi Bag.Anak RSCM Alamat : JL.Berdikari II/15 RT 001/002 Kel. Kapuk Kec. Cengkareng . Jakbar. Status Vaksinasi : Imunisasi Dasar tidak Lengkap. BCG(+), DPT 2x, Hep.B 2x,Polio 3x Campak (-) , Tanggal mulai sakit :tgl 3-6-09, Status Gizi: Gizi Buruk, Gejala Klinis yang ada: Panas (+), Rash(+),Batuk (+), Conjuntivitis(-) Komplikasi: Diare(+), Otitis Media(-), Bronchopneumoniae(-),Encephalitis(-). Keadaan sampai sekarang (tgl 22 Juni 09) masih sakit, Adanya Bercak Kemerahan makulo popular di seluruh tubuh. Di RSCM sdh di beri Vit A. Masuk RS Diagnosa Gizi Buruk, Marasmus + Diare. 2. An. Risma, Perempuan, 2 th,6 bln. Dirawat di Bangsal anak RSCM Alamat : Jl. Mangga Besar 4 K Taman Sari Kec. Taman Sari RT 008/02 Jakbar. Status Vaksinasi : Imunisasi Dasar tidak Lengkap. BCG(-), DPT(-), Hep.B 1x,Polio 3x, Campak (-) , Tanggal mulai sakit :tgl 12-6-09, Status Gizi: Gizi kurang, Gejala Klinis yang ada: Panas (+), Rash(+),Batuk (+), Conjuntivitis(-). Komplikasi: Diare(-), Otitis Media(-),
Bronchopneumoniae(+),Encephalitis(-). Keadaan sampai sekarang (tgl 22 Juni 09) masih Sakit, sdh diberi vit A di RSCM. Diagnosa Askariasis + Gizi kurang +Pneumoniae+Morbili
3. An.Dani, Laki-laki, 3 th,0 bln. Dirawat di ICU RSCM Alamat : Jl. Kapuk Muara RT 010/04 Empang Lapangan Kec.Penjaringan. Jakarta Utara Komplikasi: Diare(-), Otitis Media(-),BronchoPneumoniae(+), Encephalitis (-). Vaksinasi : Imunisasi Dasar tidak Lengkap. Campak(-).Tanggal mulai sakit :tgl 14-6-09, Status Gizi: Gizi kurang, Gejala Klinis yang ada: Panas (+), Rash(+)sejak tanggal 6 -6-09,Batuk (+), Conjuntivitis (-). Komplikasi : Diare(-), Otitis Media(-),BronchoPneumoniae(+), Encephalitis (-). Anak meninggal tanggal 16-6-09. Diagnosa Morbili DD/ Leukemia Akut 4.
An. Ahmad Yulianto, laki-laki, 8 thn, Alamat : Pedongkelan Rt 11/13 Cengkareng. Jakbar. Status Vaksinasi Campak(-). Tanggal mulai sakit 17-6-09, status gizi: gizi kurang, gejala klinis: Panas (+)mulai tanggal 2-609, Rash(+)timbul mulai tanggal 6-6-09,batuk (+),conjungtivitis(-), Komplikasi Diare(-),Otitis Media(-), BronchoPneumoniae (+). Meninggal tanggal 20-6-09 Diagnosa: Gizi buruk + Bronchopneumoniae + Morbili.
5. An. Halizah Reva Dina, perempuan,2thn, Kp Pertanian Utara No 5A Klender Duren sawit. Status Imunisasi: Tidak pernah Imunisasi, Imunisasi Campak (-), status gizi : gizi kurang,Tanggal mulai sakit : 20-6-09, gejala klinis: Panas(-), Rash(+) timbul mulai tgl 17-6-09, Batuk (-),Conjungtivitis(-), Komplikasi: Diare(+), Otitis Media(-), Bronchopneumoniae (+), Encefalitis (-), Keadaan sekarang Masih Sakit. Sudah di beri Vitamin A di RSCM. 6. An.Noval Gatari, laki-laki, 1 thn 6 bln, Alamat : JL.Teluk Gong Penjagalan Kec. Penjaringan. Rt 011/Rw07. Status Imunisasi : Campak(-). Diagnosa Morbili+Encefalitis. Meninggal.(Data/ Rekam medis sedang di cari) Keterangan di dapat dari dokter Eka (PPDS bag.Ilmu Kesehatan Anak) Tindakan yang dilakukan - Sedang di lakukan PE ke wilayah masing-masing kasus - Mencari kasus campak lain di Bangsal anak di RSCM - Untuk kasus Campak yang di atas sudah dilakukan serologi tes, dan sekarang sedang menunggu hasil Lab.
Laporan Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan KLB Campak Di Desa Surajaya Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang, Juni 2009 Latar Belakang Menindaklanjuti laporan hasil Penyelidikan Epidemiologi yang telah dilakukan oleh Dinkes Provinsi Jawa Tengah, Dinkes Kabupaten Pemalang dan Puskesmas Paduraksa Kecamatan Pemalang tentang telah terjadinya KLB campak (berdasarkan hasil Laboratorium dari BBLK Jogya) di desa Surajaya, Kecamatan Pemalang periode 18 Mei s.d 10 Juni 2009 dengan total kasus 95 dengan tidak ada kematian, maka tim pusat yang terdiri dari Subdit Surveilans, Subdit Imunisasi, Posko KLB dan Balitbangkes melakukan monitoring dan evaluasi KLB campak di lokasi tersebut dalam rangka mencari penyebab/sumber terjadinya KLB, memecahkan masalah, mencari solusi sehingga diharapkan kejadian serupa tidak akan terulang kembali di lokasi yang sama. Perlu diketahui bahwa Penyakit campak adalah penyakit menular yang disebabkan virus dan umumnya menyerang anak usia > 9 bulan - 12 tahun. Penyakit ini ditandai dengan panas/demam disertai rash dengan salah satu gejala batuk, pilek, atau mata merah. Kematian dapat terjadi jika disertai komplikasi seperti diare dengan dehidrasi berat, encephalitis maupun bronchopnemoni. Anak-anak dengan defisiensi vitamin A subklinis atau klinis berisiko tinggi menderita komplikasi di atas. Penyakit ini bisa diperburuk dengan keadaan lingkungan yang jelek dan faktor status gizi yang buruk. Reservoir satu-satunya penyakit campak adalah manusia. Masa inkubasinya antara 7-18 hari dengan rata-rata 10 hari dari saat terpapar virus sampai timbul demam. Cara penularan melalui droplet, kontak langsung, sekret hidung atau tenggorokan dari orang-orang yang terinfeksi. Kondisi inilah yang menyebabkan penyebaran yang cepat sehingga perlu upaya penanggulangan segera untuk memutus rantai penularan. Imunisasi Campak Semua orang yang belum pernah terserang penyakit campak dan yang belum pernah mendapat imunisasi campak sangat rentan terhadap penyakit ini. Oleh karena itu, imunisasi campak menjadi satu-satunya perlindungan terhadap campak sampai saat ini. Imunisasi rutin campak dengan kualitas baik akan memberikan imunitas kepada 85% bayi/balita, dan dengan pemberian dosis ke 2 pada usia sekolah akan memberikan perlindungan 95% pada anak-anak. Bayi yang baru lahir biasanya mendapatkan kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya ketika dalam kandungan. Kekabalan pasif ini biasanya bertahan sampai bayi berusia 6 bulan. Daya tahan kekebalan pasif tersebut sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu ketika mengandung. Dengan demikian, secara teoritis sangat jarang seorang bayi usia < 6 bulan menderita campak. Di Indonesia, dengan pertimbangan kondisi sosial ekonomi dan higiene sanitasi lingkungan yang kurang baik, masih sering dijumpai penderita campak pada usia < 6
bulan. Oleh karena itu dianjurkan vaksinasi campak pada usia 6 - 7 bulan ketika kekebalan pasif dari ibu mulai menghilang dan diulang lagi pada usia 15 bulan. Bila anak sudah pernah menderita campak, maka vaksinasi campak sebenarnya tidak perlu diberikan lagi karena kekebalan aktif bersifat permanen, dan akan memberikan kekebalan seumur hidup. Denagn catatan telah dibuktikan secara laboratoris apakah betul-betul campak atau penyakit lain. Sehingga dalam kondisi KLB pelu dilakukan imunisasi campak di lokasi KLB dan desa sekitarnya jika cakupan UCI desa < 80% tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Sampai sa’at ini belum ada pengobatan specifik terhadap penyakit campak. Pengobatan simtomatis disertai vitamin A suplemen sesegera mungkin merupakan alternatif pengobatan yang efektif pada saat ini. Pemberian vitamin A akan meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah kebutaan akibat ulcus cornea. Pemberian vitamin A harus sesegera mungkin karena penderita campak mengalami penurunan vitamin A secara drastis. Tujuan : Umum Mengetahui besaran masalah penyebaran KLB di desa Surajaya, kec.Pemalang, Kab. Pemalang. Khusus 1. Mengetahui faktor pendukung penyebaran penyakit Campak. 2. Memutus transmisi rantai penularan 3. Mengetahui upaya yang sudah dilakukan oleh masyarakat, Puskesmas dan DKK dalam rangka menanggulangi KLB Campak. 4. Menyusun rencana tindak lanjut dan upaya pencegahan. METODOLOGI : Wawancara, pengumpulan data, pengambilan specimen HASIL : Digram 1. Timeline KLB Campak di desa Surajaya 20 juni 2009 01 / 06 / 09
20 / 05 / 08
03 / 06 / 09
02 / 06 / 09
Alam (L/7 th), dk Kemamang Rio (L/9) dk Kaliwadas
05 / 06 / 09
04 / 06 / 09
07 / 06 / 09 06 / 06 / 09
1 kasus
1 kasus
08 / 06 / 09
14 kasus
12 kasus
20 / 06 / 09
10 / 06 09
8 kasus
11 kasus
18 kasus
12 kasus
09 / 06 / 09
18 8 kasus
Tabel 1. Distribusi Penderita KLB Campak di Desa Surajaya Kec. Pemalang Kab. Pemalang Sesuai Format C1 20 Mei s/d 20 Juni 2009 (terlampir) Deskripsi Variabel ‘Waktu’ 1. Berdasarkan listing formulir C1 diketahui bahwa Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di desa Surajaya bermula pada tanggal 20 Mei 2009 pada anak bernama Alam (L/7 th) yang merupakan indeks case, warga dukuh Kemangmang Desa Surajaya yg dirawat di RSUD Pemalang dg diagnosa Morbili. 2. Tgl 9 Juni 2009 puskesmas Paduraksa melakukan pelayan puskesmas keliling di dukuh kemangmang, diperiksa 50 penderita dengan gejala klinis campak panas, mata merah, batuk, pilek disertai bercak kemerahan dimuka dan tubuh. 3. Hasil Penyelidikan Epidemiologi tanggal 10 Juni 2009 penderita bertambah 22 orang. 4. Tanggal 11 Juni, kasus tambah 22 orang, sehingga total penderita sebanyak 94 orang. 5. Tanggal 12 Juni 2009 bertambah 1 orang penderita sehingga secara keseluruhan total penderita 95 orang dan tidak ada kematian. Seluruh penderita bertempat tinggal di dukuh Kemangmang dan Kaliwadas Desa Surajaya 6. Pada tanggal 20 Juni 2009 ditemukan 19 kasus tambahan di dukuh Kemangmang, Kaliwadas dan Suren, jadi total kasus 114 kasus. Sebaran penderita per minggu terlihat pada kurva epidemiologi : Grafik 1 : Kurva Epidemiologi Penderita KLB Campak di Desa Surajaya Kec. Pemalang Kab. Pemalang
70 60 50 40
Jml Kasus 30 20 10 0 20
21
22
23
24
Minggu
Jika dilihat per tanggal, maka penderita per hari terlihat sbb:
25
26
Grafik 2 : Kurva Epidemiologi Harian Penderita KLB Campak di Desa Surajaya Kec. Pemalang Kab. Pemalang 20 Mei s/d 20 Juni 2009 KURVA EPIDEMIK BERDASARKAN DATA HASIL PELAKSANAAN IMMUNISASI MASSAL DI TEMPAT LOKASI, PUSKESMAS PADURAKSA, PERIODE MEI – JUNI 2009.
Kedua kurva di atas menunjukkan bahwa KLB terjadi pada minggu 22 s/d 24, dari tanggal 20 Mei s/d 20 Juni 2009, tanggal 5 Juni merupakan puncak terjadinya KLB campak dengan ditemukannya penderita yang mulai panas sebanyak 18 orang. Deskripsi Variabel ‘Tempat’ Seluruh penduduk desa Surajaya beragama Islam (100%) dengan mata pencaharian utama adalah buruh tani. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk desa Surajaya adalah SD/SMP/SLTA sebagian kecil yang lulus perguruan tinggi. Secara geografis Desa Surajaya merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dengan dikelilingi hutan jati. Akses penduduk desa Surajaya ke dukuh-dukuh sangat mudah dengan jalan yang beraspal dan bagus. Demikian pula akses dari Dukuh ke Puskesmas Paduraksa, Kecamatan Pemalang juga sangat mudah. Secara epidemiologis KLB Campak tersebut hanya terlokalisir di desa Surajaya, Kec. Pemalang, Kab. Pemalang. Berdasarkan dukuh tempat tinggal penderita maka sebaran KLB berada di 4 dukuh yaitu Dukuh Surajaya 79 penderita (69%), Dukuh Kemangmang 14 penderita (14%) dan Dukuh Suren 13 penderita (11%) dan Dukuh Kaliwadas 7 penderita (6 %). Dari 114 kasus tersebut 63 diantaranya (55,2%) adalah siswa SD Surajaya dan 49 anak (42,9%) belum sekolah, sisanya 2 orang(1,9%) sudah tidak bersekolah. SD Surajaya merupakan satu-satunya sekolah dasar di desa Surajaya dan semua siswa bertempat tinggal di desa Surajaya.
Deskripsi Variabel ‘Orang’ Gejala dan komplikasi Penentuan kasus didasarkan pada definisi operasional campak. Berdasarkan definisi operasional tersebut ditemukan 114 penderita campak, tanpa kematian (CFR 0%). Total kasus mengalami gejala panas disertai batuk/pilek dan rash di muka dan badan, tidak ada yang mengalami komplikasi baik berupa manifestasi diare, konjungtivitis dan bronchopenumoni (0%). Dan telah dibuktikan secara laboratoris melalui pemeriksaan serologi (serum) 5 kasus oleh BLK Yogyakarta pada tanggal 10 Juni 2009, dan hasilnya positif campak pada 5 specimen tersebut. Umur Tabel 3. Attack Rate KLB Campak Menurut Gol. Umur di desa Surajaya Kec. Pemalang Kab. Pemalang Umur 0 - 1 th 1 - 5 th 5 - 9 th 9 - 14 th JUMLAH
Jumlah kasus 7 34 37 36 114
AR (%) 6,1 29,8 32,5 31,6 100
Dari tabel 3 di atas dapat diketahui sebagian besar penderita ditemukan pada usia sekolah (5-9 th) yaitu 32,5%. Populasi terisiko pada KLB Campak di desa Surajaya adalah 2.380 orang. Status Imunisasi : AR tdk imunisasi – AR imunisasi Efikasi vaksin = ------------------------------------------- x 100% AR tdk imunisasi 100 - 0 = ------------- x 100% 100 = 100%
Grafik 1. Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas Paduraksa dibanding Cakupan Kab. Pemalang 120 100 80
Cakupan (%)
60 40 20 0 2005
2006
2007
2008
Tahun Kab
Puskesmas
Crash program
Mencermati grafik diatas nampak bahwa cakupan imunisasi campak di Kab. Pemalang dan cakupan imunisasi di Puskesmas Paduraksa pun >90%. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di lokasi KLB yang berkunjung ke pelayanan Puskesmas keliling (Pusling) tanggal 23 Juni 2009, tidak ada satupun anak > 1 tahun yang telah mendapat imunisasi campak. Menurut informasi dari bidan desa, Ka Puskesmas dan penduduk desa, mayoritas penduduk menolak anaknya diberikan imunisasi campak dengan alasan si anak menjadi demam setelah mendapat imunisasi campak. Pada tahun 2007, Kab Pemalang tidak melaksanakan crash program campak karena alasan operasional. PENELUSURAN KLB CAMPAK DITINJAU DARI SEGI LOGISTIK Penelusuran logistic terutama ditujukan terhadap ketersediaan vaksin, penyimpanan vaksin dan pelaksanaan pemberian imunisasi dilapangan (praktek di posyandu) DINAS KESEHATAN KAB. PEMALANG 1. Ketersediaan vaksin Data ketersediaan vaksin di Dinkes Kab. Pemalang hanya dapat didapatkan data tahun 2008 s/d 2009. Terlihat bahwa tidak pernah terjadi kekosongan vaksin campak selama kurun waktu 2 tahun tersebut. Hal ini terlihat dari stok vaksin di kabupaten dan pendistribusian vaksin campak ke Puskesmas Paduraksa bisa dilakukan secara rutin sesuai dengan permintaan. Secara lengkap data stok vaksin campak dan pendistribusian vaksin ke Puskesmas Paduraksa pada tahun 2008 s/d 2009 adalah :
BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES
TAHUN 2008 STOK KAB DISTRIBUSI 863 973 20 520 20 2.050 10 1.520 20 3.000 20 2.606 20 2.086 20 1.726 30 1.100 N/A 550 1.190 N/A
TAHUN 2009 STOK KAB DISTRIBUSI N/A 20 N/A 20 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Catatan : N/A = Tidak didapatkan data 3 bulan pertama di tahun 2007 tidak tersedia vaksin di Kabupaten Pemalang, demikian pula di Kabupaten di seluruh Indonesia hal ini karena adanya permasalahan kebijakan secara nasional. Namun tahun 2008 s.d 2009 tidak pernah terjadi kekosongan vaksin campak diwilayah Kabupaten Pemalang. 2. Penyimpanan vaksin Di Dinkes Kab. Pemalang tersedia 5 buah lemari es dan 2 buah freezer. Kondisi ini cukup untuk menyimpan seluruh kebutuhan vaksin serta pembuatan cool pack di Kabupaten Pemalang. Seluruh lemari es dan freezer menggunakan tenaga listrik, dan aliran listrik terjaga selama 24 jam. 3. Pemantauan suhu. Suhu lemari es dipantau 2 kali sehari pagi dan sore untuk seluruh vaksin. Data suhu vaksin hanya didapatkan untuk tahun 2009 (tahun sebelumnya tidak didapatkan catatan suhu). Dari data yang ada, suhu terjaga antara 2 s/d 8 oC. Ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku. PUSKESMAS PADURAKSA 1. Ketersediaan vaksin Dari data pendistribusian vaksin dari kabupaten seperti terlihat diatas, terlihat bahwa vaksin campak cukup tersedia di Puskesmas Paduraksa pada tahun 2008 s/d 2009. Data stok vaksin tahun sebelumnya tidak didapatkan. 2. Penyimpanan vaksin Vaksin disimpan pada lemari es, didalamnya tersedia alat pemantau suhu dan indicator paparan suhu dingin. Vaksin ditata dengan diberi spasi untuk sirkulasi udara, serta terkesan baik. VVM yang terdapat pada vaksin menunjukkan kondisi A (vaksin baik). 3. Pemantauan suhu Dalam lemari es terdapat satu buah thermometer muller sebagai pemantau suhu. Suhu dicatat 2 kali sehari pagi dan sore. Data catatan suhu (tahun 2009) berkisar antara 0 s/d 4 oC. Data catatan suhu tahun sebelumnya tidak didapatkan.
4. Dosis pemberian vaksin Dosis pemberian tidak efektif dan efisien. Karena berdasarkan catatan di Puskesmas Paduraksa tertulis jika jumlah sasaran 2 anak, maka vaksin yang digunakan 2 ampul. Semestiny.a 1 ampul (5 CC) digunakan 8-9 anak. Mengingat dosis pemberian vaksin campak adalah 0,5 CC per anak. Namun berdasarkan penjelasan dari petugas imunisasi di Puskesmas Paduraksa, dosis diberikan 0,5 CC, tetapi karena pada saat Posyandu hanya ditemukan 1 sasaran saja, maka sisanya dibuang.
PELAKSANAAN IMUNISASI DI POSYANDU SURAJAYA Puskesmas Paduraksa membawahi 9 desa yang termasuk dalam wilayah kerjanya dengan 48 Posyandu aktif. Masing-masing desa terdapat 3-8 Posyandu dengan jadwal tertentu tiap 1 bulan sekali, dipandu oleh bidan desa dengan kegiatan penimbangan dan pemberian imunisasi pada bayi dan Balita. Untuk kegiatan imunisasi, vaksin dibawa ke posyandu dengan menggunakan vaksin carrier yang didalamnya ditempatkan 4 buah cool pack.Kondisi VVM vaksin semuanya pada kondisi A (vaksin baik) dan belum kadaluarsa. Alat suntik menggunakan ADS (alat suntik sekali pakai). Semua bekas alat suntik dimasukkan kedalam safety box. Teknik pemberian imunisasi (dosis, cara pemberian ) telah sesuai dengan ketentuan. Kesan ; Pelaksanaan pemberian imunisasi telah sesuai dengan prosedur yang benar. Status Gizi Secara umum mata pencaharian penduduk adalah buruh tani dan menunjukkan rendahnya status ekonomi rata-rata. Meskipun demikian tidak ditemukan anak yang gizi buruk / gizi kurang. Tim telah melakukan cek status gizi anak-anak di desa Surajaya dengan mengukur berat badan dan tinggi badan. Hal ini tentunya mengurangi risiko anak-anak untuk terkena infeksi penyakit campak dan menyingkirkan risiko terjadi komplikasi. Sanitasi dan Lingkungan Kondisi perumahan di desa Surajaya secara umum adalah rumah semi permanen dengan bahan utama kayu/bambu beratap genteng, berlantai plester semen maupun tanah. Hampir setiap rumah yang dikunjungi mempunyai jendela / pencahayaan dan penghawaan yang cukup. Untuk kebutuhan air minum dan air bersih sehari-hari penduduk desa mempunyai sumur pribadi. Namun dalam situasi kemarau seperti saat kunjungan air sumur berwarna kemerahan karena kadar Fe yang tinggi. Pada musim kemarau penduduk mengandalkan aliran belik (mata air) dan air sungai yang dipakai secara massal untuk mandi cuci dan kakus. Kondisi tersebut akan memudahkan penduduk rentan terinfeksi penyakit menular. Dalam hal ini hubungan dengan KLB campak di lokasi ini adalah karena keterbatasan air menyebabkan pada waktu tertentu orang akan berkumpul di suatu tempat yang akan mempermudah penularan ke orang lain sehingga mempercepat penyebarannya. Akses Pelayanan Kesehatan Jalan utama di dukuh Kemangmang, Suren dan Kaliwadas berupa jalan aspal. Relief tanah desa Surajaya adalah perbukitan sehingga letak rumah penduduknya
mengikuti kontur perbukitan. Batas utara dan barat serta batas selatan dan timur berupa hutan jati yang luas. Sedangkan akses jalan menuju desa Surajaya dan Puskesmas Paduraksa berupa jalan aspal yang lebar. Dengan demikian waktu tempuh penduduk desa Surajaya ke Puskesmas Paduraksa cukup singkat + 30 menit. Kondisi ini masih dipermudah dengan adanya bidan desa yang tinggal di desa tersebut dan pelayanan puskesmas keliling sebulan sekali, sehingga akses pelayanan kesehatan bagi penduduk desa cukup mudah.
Sistem Kewaspadaan Dini di Puskesmas Paduraksa, Kecamatan Pemalang Puskesmas Pemalang sudah menerapkan Sistem Info Puskesmas (SIMPUS), sehingga pasien yang terdaftar di loket otomatis terkoneksi dengan SIMPUS. Data SiMPUS tidak hanya disajikan bentuk table namun juga grafik dan peta, sesuai variable yang diinginkan (nama, alamat, jenis penyakit, obat, dll). Laporan rutin W2 dari Puskesmas Pemalang ke Dinkes Kab. Pemalang termasuk bagus kelengkapan dan ketepatannya. Kepekaan petugas Puskesmas dalam mendeteksi KLB campak terlihat dari kronologi kejadian, yaitu adanya 2 pasien yang datang dengan gejala panas dan bercak merah serta batuk pilek ke Puskesmas, petugas Puskesmas segera merespons dan menindaklanjuti laporan dengan kunjungan lapangan. Penerapan surveilans rash sangat menonjol pada kejadian ini. Dimana semua laporan penderita dengan demam dan rash dianggap sebagai kasus campak. Dengan anggapan ini maka respon KLB menjadi cepat. Pengambilan Specimen (serum) Tabel 2. Distribusi Hasil Pemeriksaan Spesimen serum kasus klinis campak di Desa Surajaya Kec. Pemalang Kab. Pemalang dengan hasil sbb : No
1 2 3 4 5
Nama
Aprianto Sudita Rendi S Dinda R Rizki
Se x L P L P L
Umur (th) 10 10 4 9 9
Tanggal Ambil
Kirim
11/06/09 11/06/09 11/06/09 11/06/09 11/06/09
12/06/09 12/06/09 12/06/09 12/06/09 12/06/09
Periksa
Hasil Pemeriksaan IgM Campak Rubella Positif Positif Positif Positif Positif
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Tindakan yang telah dilakukan (Puskesmas Paduraksa dan Dinkes Kab. Pemalang)
Waktu 10 Juni 2009
11 Juni 2009 16 Juni 2009 17 Juni 2009
Kegiatan 1. Penyelidikan Epidemiologi 2. Pengobatan 3. Pemberian vit A 4. Pengambilan specimen serum 5. Penyuluhan kepada masyarakat Pengiriman specimen ke BLK Yogyakarka Menerima hasil konfimasi laboratorium positif campak Koordinasi pelaksanaan imunisasi selektif dengan Kepala Dusun, Kepala Desa, Kepala Puskesmas, Tim Dinkes Kab Pemalang & Provinsi
18 Juni 2009 23 Juni 2009
Pelaksanaan Cath Up Campak kelas 1-6 SD Surajaya Lanjutan pelaksanaan cath up campak dengan membuka 4 pos pelayanan yaitu 2 pos di dukuh Kemamang, 1 pos di dukuh Suren & 1 pos di dukuh Kaliwadas. Sasaran untuk usia 6 bulan s/d 14 tahun Membuka pelayan puskesmas keliling
Pembahasan : Menurut data dari formulir C1 bahwa 100% kasus dengan gejala demam dan rash disertai konjungtivitis, batuk dan pilek, dihubungkan dengan kondisi lain bahwa kejadian penyebaran penyakit berlangsung 21 hari, pada hari ketujuh semua penderita (100%) sudah mulai sembuh dengan disertai bekas kehitaman (hiperpigmentasi) seperti tanda khas campak serta didukung dengan hasil pemeriksaan laboratorium dari BBLK Jogyakarta yang menyatakan positif campak pada 5 specimen campak klinis yang diperiksa, memberikan keyakinan bahwa telah terjadi KLB campak di desa Surajaya, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang. Angka serangan mayoritas pada golongan umur 5-9 th, lokasi KLB di SD Surajaya IV, kasus- kasus yang ditemuka merupakan teman sepermainan yang berdomisili di dukuh yang berdekatan, menjadikan mereka sebagai suatu kelompok yang punya hubungan epidemiologis. Sehingga pada saat index case : Alam (L/7 th) mengalami panas dan rash dengan cepat menular ke kelompok tersebut. Dan berdasarkan kurva epidemi di atas menunjukkan cepatnya penyebaran dan sifat KLB nya common source (satu sumber). Setelah sumber penyakit mereda maka kelompok yang terpapar pun ikut mereda. Sesuai dengan teori yang ada bahwa kekebalan alami campak dari ibu (maternal antibody) kepada bayi paling lama bertahan pada bayi sampai usia 9 bulan, maka selebihnya harus diberikan imunisasi buatan untuk mendapatkan kekebalan yang permanen. Namun kenyataan di lapangan, semua kasus tidak ditemukan dengan status belum mendapat imunisasi campak, baik imunisasi rutin atau pada saat crash program mengingat cakupan crash program pun sangat rendah (6,05%). Didukung kondisi lain bahwa Kabupaten Pemalang selama ini belum melaksanakan BIAS campak, maka hal ini menunjukkan rendahnya kekebalan individu dan masyarakat terhadap penyakit campak sehingga ketika virus bersirkulasi di suatu wilayah di Kabupaten tersebut, dengan cepat menyebabkan ledakan kasus, akibat banyaknya anak yang belum terlindungi. Cakupan imunisasi rutin yang tinggi (>90%) ternyata tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Karena berdasarkan hasil penjaringan kasus dan kontak dengan mewawancarai masyarakat (ingatan responden) di lokasi KLB tidak ada satupun anak umur > 1 tahun yang telah mendapat imunisasi campak. Berdasarkan temuan ini, maka pencatatan laporan cakupan imunisasi perlu dibenahi. Permasalahan lain adalah hasil crash program campak yang hanya 6,05 % di Kabupaten Pemalang serta belum diberikannya imunisasi dosis ke 2 pada anak < 12 tahun (BIAS) merupakan faktor risiko kemungkinan terjadinya penyebaran kasus ke wilayah yang lebih luas di Kabupaten Pemalang. Sedang dari segi logistik dan rantai dingin vaksin maupun kemampuan petugasnya sebetulnya sudah sesuai standar. Banyaknya anak yang belum terlindungi/ memiliki kekebalan terhadap penyakit campak adalah merupakan penyebab utama dalam kejadian ini. Sehingga ke depan yang perlu
dibenahi adalah cakupan rutin yang tinggi merata ditunjang dengan pencatatan cakupan yang benar sesuai kondisi riil di lapangan. Upaya penanggulangan dengan pemberian imunisasi pada siswa- siswi kls I-VI di SD Surajaya merupakan tindakan yang tepat, jika semua siswa dapat terjaring dalam kegiatan ini. Namun dengan hanya 30% anak yang terjaring (dengan alasan terbentur liburan sekolah), merupakan kondisi rawan yang perlu diperhatikan dan dilakukan pemantauan ketat, karena sangat dimungkinkan akan terjadi penyebaran kasus yang lebih luas lagi, mengingat kemungkinan besar beberapa siswa-siswi sudah terpapar dan bahkan kondisi saat ini dalam masa inkubasi yang dengan mudah akan menularkan ke anak lain di sekitar tempat tinggalnya. Tindakan yang semestinya dilakukan saat ini adalah dengan menyapu bersih anak < 12 tahun dengan imunisasi campak di lokasi KLB dan desa lain yang berbatasan/punya hubungan epidemiologis untuk mengantisipasi penyebaran kasus yang lebih luas lagi.
Simpulan : 1.
KLB masih terus berlangsung sampai sekarang, dan masih memerlukan pemantauan untuk mengantisipasi dampak negative 2. Upaya penanggulangan yang terputus menyebabkan pemutusan rantai penularan tidak tuntas 3. Belum dilaksanakannya BIAS menyebabkan ledakan kasus di usia sekolah 4. SKD KLB di Puskesmas Pemalang belum berjalan baik 5. Kesulitan air di lokasi KLB, dan adanya kelompok orang yang berkumpul di suatu Tempat untuk mengambil air, memudahkan penyebaran penyakit campak 6. Perencanaan dan pelaksanaan program imunisasi yang tidak berjalan sesuai Standar, mengakibatkan terbentuknya daerah- daerah kantong yang semakin lama semakin berisiko terhadap terjadinya kasus campak 7. Pemanfaatan data untuk memantau kualitas pelaksanaan imunisasi dan identifikasi daerah risiko KLB belum optimal 8. Ditinjau dari segi logistic dan pelaksanaan imunisasi, bahwa vaksin telah tersedia secara cukup dengan kualitas yang baik. 9. Pelaksanaan pemberian imunisasi dilakukan sesuai dengan prinsip safe injection 10. Efikasi vaksin anak < 4 tahun adalah 100%
Saran & Rencana Tindak Lanjut 1. Perlu dibenahi pencatatan cakupan imunisasi 2. Semua dokumen tentang pengelolaan vaksin (penerimaan, pendistribusian, catatan suhu, pemakaian ) disimpan untuk minimal dalam jangka waktu 5 tahun 3. Dilakukan pengamatan terhadap KLB campak selama 2x masa inkubasi (+ 1 bulan) sejak kasus terakhir di desa Surajaya maupun di desa sekitarnya 4. Penyuluhan intensif kepada masyarakat desa Surajaya tentang pentingnya imunisasi, pola hidup bersih dan sehat serta rujukan segera penderita ke Puskesmas atau Rumah Sakit. 5. Dinkes Kab. Pemalang agar segera melakukan koordinasi dan konsolidasi untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan pelaksanaan surveilan campak 6. Pelatihan atau on the job training pengelolaan specimen campak bagi petugas Kabupaten dan Puskesmas 7. Dinkes Kabupaten melakukan evaluasi 3 bulanan dan merencanakan Peningkatan dan kualitas cakupan serta pelaksanaan imunisasi
KMS di lokasi KLB Catatan : Berdasarkan penjaringan kasus dan kontak di lokasi KLB, tim hanya mendapatkan 3 anak yang mempunyai KMS (Kartu Menuju Sehat), dimana 1 anak mendapat imunisasi campak pada umur 5 bulan, dan 2 anak lainnya tidak mendapat imunisasi campak padahal saat ini umur > 1 tahun
KMS bayi pada saat diimunisasi berumur 5 bulan (saat ini berumur 9 bulan
KMS tanpa status imunisasi campak
Kajian Difteri di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Difteri adalah penyakit lama yang mulai bermunculan kembali di beberapa provinsi di Indonesia. Jawa Timur termasuk salah satu daerah endemis Difteri, dimana dari tahun 2000-2009, Kejadian Luar Biasa (KLB) tidak pernah absen di provinsi tersebut. Dari tahun ke tahun kasus menyebar di beberapa Kab/Kota yang hampir sama setiap tahunnya dengan angka kematian yang cukup tinggi. 3 tahun terakhir kondisi sangat memprihatinkan, dimana tahun 2007 telah terjadi KLB di 21 Kab/Kota dengan total kasus 86, 8 kematian (CFR:9,3%), tahun 2008 di 21 Kab/Kota dengan total kasus 76, 11 kematian (CFR: 14,4), tahun 2009 (s.d Mei) telah ditemukan 50 kasus, 3 meninggal (CFR : 6%), menyerang 16 Kab/Kota. (lihat grafik dibawah ini) : GAMBARAN KLB DIPHTERI DI JATIM PER TAHUN ( TH. 2000 s/d mei 2009 ) 90
86
80
76 73
70
66
frekuensi
60 51
50
4950 44
43
40 30
28
20
21
1818
1516
10
11
9
0
15 13
1111 6
1
0
2000
2001
0
2002
4
3
2003
Kejadian
16
11
9
5 5
1
4
2004
Penderita
21
17
15
2005
Mati
6
4
2006
3
2007
2008
2009
bwk keren
Jm l Kab/Ko
Angka kematian yang tinggi tahun 2004-2006, adanya peningkatan kasus yang signifikan pada tahun 2007 dibanding tahun 2006, dan masih banyak terjadi KLB serta masih cukup tinggi angka kematian pada tahun 2007-2009, ditambah dengan kejadian yang terjadi secara berulang di wilayah (Kab/Kota) yang hampir sama setiap tahunnya merupakan masalah serius yang harus segera disikapi. (lihat grafik dibawah) KAB/KOTA YG MELAPORKAN KLB DIPHTERI DI JATIM TH 2000 – 2009 ) 2009 (mei (mei) 20
17
Jml Kab/Kota
18
15
16 14
11
12
9
10 8 6 4 2
21
20
22
-
SBY SID BLI KDR PRO PROM BDW NGJ MAG
-SBY - SID - KDR - KDRM - PRO - BKL - PAS - BDW - NGJ - BWI - SIT
9 6 -
SBY KDR SUM BDW MAL SIT
3
Tahun
0 2000
2001
2002
- KDR - BWI - LMJ
2003
-
SBY SUM SIT TAG MOJM PROM MAL MAG BDW
2004
-
BKL GRE SID BLI MOJ PRO PROM PAS MAL MALM BOJ BDW LAM PAC
2005
-
SBY SID BLI BLIM GRE MOJ MOJM JOM PRO PROM PASM PAS MAL MALM SUM BOJ BDW
2006
-
SBY SID BKL SUM GRE BLI MOJ MOJM LAM TAG PAS JEM BWI LMJ PAM SAM BAT BOJ JOM MALM
2007
-
SBY SID SUM GRE BLI BLIM BKL TUB BOJ KDR PRO MOJM MOJ TAG LMJ TRE PON PAS NGJ BWI
2008
16 - BKL - SBY - SID - BLI - MOJ - PAS -MALM - BOJ - BDW - LAM -SAM -PAM -JEM -BWI -SUM -TRE
2009
Tahun 2007 KLB menyerang di 20 Kab/Kota, tahun 2008 di 21 Kab/ Kota, dan sampai dengan bulan Mei 2009 menyerang di 16 Kab /Kota dari total 38 Kab/kota di Provinsi Jawa Timur. Selama 3 tahun berturut – turut (2007-2009) KLB menyerang di 9 Kab/Kota yang sama yaitu Surabaya, Sidoarjo, Sumenep, Blitar, Bangkalan, Bojonegoro, Mojokerto, Pasuruan serta Banyuwangi. Kecenderungan Difteri di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir (2005-2008) nampak sbb : 2005 – 2009 2009 (mei (mei)) 16 TREN BULANAN KLB DIPHTERI TH. 2005 14 FREKUENSI KLB
2009
12
2006
10 8
2008
6 2007
Dari gambar disamping nampak tahun 2005-2006 tren naik mulai bulan ke 4-5 kemudian mencapai puncak di akhir tahun. Sedang tahun 2007 s.d Mei 2009 tren naik di awal tahun.
4 2 0
2005
Jan
Peb Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags Sep Okt
Nop Des bwk keren
2009
2006
2007
2005
2008
Hal ini menggambarkan bahwa ada hubungan penularan kasus tahun sekarang dengan tahun sebelumnya.
Penyebaran kasus tahun 2009, berawal dari Bojonegoro kemudian berturut – turut menyebar ke Surabaya, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, Kota Pasuruan, sampang, Kab. Pasuruan, Kediri, Blitar, Malang, Jember, Bondowoso dan Banyuwangi. Penyebaran ini kemungkinan besar tertular dari kasus – kasus tahun 2008. Mengingat setelah dikaji dengan data yang ada beberapa KLB terjadi di lokasi yang sama dengan lokasi KLB tahun sebelumnya, dan ditinjau dari periode sakit antara beberapa kasus di tahun 2009 dengan kasus tahun 2008, batas waktu 2-6 bulan (karier Difteri dapat menularkan sampai 6 bulan). Kondisi yang cukup memprihatinkan ini perlu mendapat perhatian untuk dilakukannya tindakan penanggulangan secara serius, sebagai upaya untuk mengantisipasi penyebaran kasus ke wilayah yang lebih luas lagi. (peta dibawah ini). SEBARAN KASUS DIFTERI DAN KONTAK POSITIF DI PROPINSI JAWA TIMUR JANUARI – MEI 2009
1. BOJONEGORO: KS 2 / KT 6
2. SURABAYA: KS 10 / KT 20
6. KT PASURUAN: KS 1
15. SIDOARJO: KS 2 / KT 1
10. BLITAR: KS 3
11. MALANG: KS 1/ KT 6
5. SUMENEP: KS 5 / KT 2
7. SAMPANG: KS 2/ KT 2
8. PASURUAN: KS 1/ KT 1
9. KEDIRI: KS 1
KS = Kasus (+) KT = Kontak (+)
4. PEMEKASAN: KS 1/ KT 6
3. BANGKALAN: KS 3 / KT 4
12. JEMBER KS 1
13. BONDOWOSO KS 1 14. BANYUWANGI: KS 1/ KT 1
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, golongan umur kasus selama 5 tahun terakhir didominasi umur 5-9 tahun (grafik dibawah ini). Hal ini menunjukkan adanya permasalahan dalam cakupan imunisasi 5 tahun silam yang perlu dikaji secara mendalam.
DISTRIBUSI PENDERITA DIPHTERI MENURUT GOL UMUR DI JAWA TIMUR TAHUN 2005 – 2009 ( 7 mei ) 100%
>15 TH
10-14 TH
90% 80% 70%
5 - 9 TH
60% 50% 40% 30%
Ditinjau dari status imunisasi, mayoritas kasus tidak imunisasi. Namun berdasarkan grafik
1 - 4 TH
20% 10%
<1 TH <1 TH
0%
2005
2006
2007
2008
2009
dibawah ini dapat dilihat bahwa beberapa anak yang telah mendapat imunisasi ada yang sakit. Mencermati data tersebut, maka perlu dikaji kembali rantai dingin maupun potensi vaksinnya jika data cakupan imunisasi yang diperoleh dapat dijamin validitasnya. (grafik dibawah ). DISTRIBUSI DIPHTERI IMMKASUS TAK IM M MENURUT UMUR & IMM TAHUN 2007 DI JAWA TIMUR IMM
DISTRIBUSI KASUS DIPHTERI MENURUT KEL. UMUR & IMM TAHUN 2008 DI JAWA TIMUR
IMM
TAK IMM
TAK IMM
20
18
2009
16
18 16
14
14 12
12 10
10 8
8 6
6 4
4
2 0
2 <1 TH <1 TH
1-4 TH 1-4 TH
5-9 TH 5-9 TH
10-14 TH
10-14 TH
0 >15 TH bwk keren
>15 TH
<1 TH
1-4 TH
5-9 TH
10-14 TH
>15 TH
Ditinjau dari cakupan imunisasi di Provinsi, Jawa Timur merupakan salah satu daerah dengan cakupan imunisasi (DPT) rutin yang tinggi. Data cakupan DPT3 di Kab/Kota lokasi KLB tahun 2004-2008 sbb :
2004
2005
Tahun & (%) 2006 2007
2008
Kota Surabaya Bangkalan Bojonegoro Mojokerto Pamekasan Sumenep Kt. Pasuruan Kab. Pasuruhan Sampang Kediri Blitar Malang Jember Bondowoso Banyuwangi Trenggalek Sidoarjo
99,0 96,4 96,4 87,5 104,4 98,2 98,9 98,0 89,3 86,7 94,5 109,7 101,7 91,9 97,4 88,0 97,5
100,3 84,4 86,5 82,6 155,2 80,2 108,2 91,7 61,7 79,7 83,6 94,4 72,7 77,0 98,9 67,6 89,9
134,4 90,9 86,8 91,2 99,9 81,6 94,8 105,3 93,9 97,9 87,4 106,5 95,6 101,4 98,6 92,3 98,7
84,8 95,3 176,6 98,8 95,0 79,4 96,9 96,0 91,6 90,8 92,9 106,9 93,0 94,9 99,2 96,9 105,6
91,7 93,5 94,2 106,3 93,0 91,5 94,7 103,1 94,1 98,9 96,6 100,5 97,3 96,7 109,6 96,3 106,4
Prov. Jatim
96,7
87,6
100,0
100,0
100,0
No. Kab/Kota KLB 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Mencermati data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata cakupan yang tinggi tidak cukup memberikan perlindungan terhadap serangan Difteri di provinsi tersebut. Sehingga perlu dikaji kembali faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi ini, baik dari segi validitas data cakupan imunisasi, rantai dingin maupun potensi vaksinnya. Kemungkinan lain adalah mengingat efikasi vaksin hanya 85%, sehingga masih ada kemungkinan 15% populasi yang tidak mendapat kekebalan jika cakupan 100%. Sehingga populasi rentan akan berakumulasi setiap tahun yang akan menyebabkan ledakan kasus di tahun-tahun berikutnya. Didukung kondisi lain bahwa Jawa Timur merupakan daerah endemis difteri, maka sangat dimungkinkan corynebacterium difteri masih bersirkulasi di wilayah tersebut dan menularkan penyakit, sehingga menyebabkan terjadinya KLB berulang di provinsi tersebut. Upaya yang telah dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur yaitu investigasi kasus, pengambilan specimen kontak serta pemberian profilaksis. Tetapi upaya ini ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah di provinsi tersebut. Sehingga perlu adanya upaya penanggulangan yang cepat, tepat dan optimal untuk memutus transmisi rantai penularan. Tindakan pemberian imunisasi masal merupakan alternatif final dalam upaya penanggulangan ini. Diharapkan dengan pemberian imunisasi tersebut dapat memberikan perlindungan bagi anak-anak yang belum mendapat kekebalan
terhadap serangan Difteri sehingga tidak terjadi penyebaran kasus ke wilayah yang lebih luas lagi. Hal lain yang memperberat masalah terjadinya KLB di Jawa Timur adalah dengan telah ditemukannya hasil positif Difteri pada kontak yang tersebar di 12 Kab/Kota yaitu di Kota Surabaya, Kab. Bangkalan, Bojonegoro, Pamekasan, Sumenep, Sidoarjo, Sampang, Malang, Pasuruan dan Banyuwangi. Total ditemukan 32 kontak positif Difteri dan 68% golongan umur >15tahun (dewasa). Mencermati data diatas, dapat disimpulkan bahwa ternyata upaya pemberian profilaksis pada kontak tidak cukup efektif untuk memutus rantai penularan di provinsi tersebut. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya kemungkinan disebabkan : 1. Beberapa kontak lolos dalam pemberian profilaksis (Erythromisin) 2. Efek samping pemberian Eryhtromisin yang bisa menimbulkan mual, menyebabkan banyak orang menolak/malas mengkonsumsi obat tersebut. 3. Tidak adanya PMO (Pemantau Minum Obat). Sehingga kemungkinan kontak tidak mematuhi pemakaian profilaksis dan kuman difteri akan berkembang biak di dalam tubuh serta menimbulkan penyakit 4. Kebal terhadap erythromisin karena sering diberikan (berulang), mengingat KLB terjadi setiap tahun di lokasi yang sama. 5. Alternatif lain dengan pemberian profilaksis Erythroetil Suksinat, sulit didapat dan harga mahal. Hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa dengan ditemukannya positif Difteri pada 32 kontak yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Timur, perlu diwaspadai bahwa kemungkinan besar akan menimbulkan ledakan kasus difteri di provinsi tersebut. Yang akan meluas ke beberapa provinsi yang berbatasan bahkan bisa menyebar ke wilayah yang lebih luas di Indonesia, mengingat : 1. Penderita karier Difteri dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan 2. Penderia karier (tanpa gejala) menyebabkan lolos dalam penatalaksanaan kasus sehingga mudah menularkan ke orang lain 3. Mayoritas kontak golongan umur dewasa(> 15 tahun) maka mobilitas tinggi sehingga mudah menyebarkan ke lokasi lain 4. Letak geografis Jatim yang merupakan wilayah transit ke daerah lain, bisa menyebabkan penyebaran ke provinsi sekitarnya 5. Adanya pesta demokrasi di bulan April lalu bisa menyebabkan ledakan Difteri di Indonesia. 6. Jawa Timur merupakan wilayah endemis Difteri sehingga kuman akan tetap bersirkulasi sebelum dilakukannya upaya pemutusan rantai penularan dengan pemberian imunisasi masal 7. Belum adanya upaya imunisasi masal di Jawa Timur, menjadi faktor pencetus utama kemungkinan ledakan kasus di tahun 2009 Oleh sebab itu berdasarkan kajian diatas, perlu adanya upaya imunisasi masal di lokasi KLB dan sekitarnya. Karena jika tidak segera dilakukan, maka perlu diwaspadai bahwa dalam waktu dekat akan terjadi ledakan kasus di beberapa wilayah lagi di Jawa Timur dan kemungkinan besar akan menyebar ke provinsiprovinsi lain yang berbatasan bahkan ke wilayah yang lebih luas lagi di Indonesia.
Kajian Campak di Provinsi Papua Tahun 2009 Penyakit campak merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus, dengan definisi operasional : demam, rash, disertai salah satu tanda yaitu conjunctivitis, batuk, atau pilek. 90% anak yang tidak terdapat kekebalan akan terserang penyakit tersebut. Berdasarkan data rutin sebaran kasus klinis campak tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Kejadian Luar Biasa (KLB) nya pun masih terjadi setiap tahun dan tersebar di beberapa provinsi. Sebagai upaya untuk mengantisipasi terjadinya KLB berulang maupun untuk meminimalisasi sebaran klinis campak, maka dilakukan kampanye campak tahun 2005-2007. Pasca kampanye, sebaran kasus masih cukup tinggi di beberapa provinsi di Indonesia. Dan Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi yang cukup serius sebaran kasusnya. Bahkan tahun 2009 telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tersebar di 6 Kabupaten (Mimika, Asmat, Mappi, Yahokimo, Paniai dan Nabire) di Provinsi Papua, dengan total kasus 972 (sampai 12 Juni 2009) denagn 41 kematian. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat jika ditinjau dengan cakupan imunisasi di daerah tersebut yang masih dibawah target,maka perlu tindakan segera untuk memutus rantai penularan dan mengantisipasi penyebaran yang lebih luas lagi. Tindakan yang telah dilakukan oleh daerah setempat yaitu tatalaksana kasus dengan pemberian vitamin A, serta pemberian vaksinasi pada anak 6 s.d < 5 tahun pada daerah terbatas di Kabupaten Asmat saja. Kondisi ini tidak cukup menyelesaikan masalah di daerah tersebut, mengingat : 1. Banyaknya anak yang belum mendapat perlindungan dengan cakupan yang masih dibawah target yang ditetapkan 2. Penularan penyakit terus berlangsung ke wilayah yang lebih luas sehingga perlu adanya tindakan khusus sebagai upaya pemutusan rantai penularan 3. Mobilitas masyarakat yang cukup tinggi sehingga dapat mempermudah penyebaran ke wilayah lain yang berbatasan
Week
Feb 6
7
March 8
9
10
11
12
April 13
14
15
16
May 17
18
19
20
>5 200 cs/1+ 84 cs 183 cs 265 cs/30+ 192 cs/10 + = Location of Ob = Affected Area =High risk Area
Mencermati peta diatas nampak bahwa terdapat hubungan epidemiologis antara lokasi KLB satu dengan yang lain. Didukung adanya periode KLB yang berurutan dapat disimpulkan bahwa penularan diawali dari Kab. Mimika periode minggu ke 3 kemudian menyebar ke Kab. Asmat pada minggu ke 5, dan penyebaran kasus terus meluas ke 3 kabupaten lain berturut-turut Mappi, Yahokimo serta Paniai periode minggu ke 6-15 tahun 2009, sesuai gambar dibawah ini : KLB berawal dari Kab. Mimika, periode minggu ke 3-16, total kasus 221 dan tidak ada kematian. Mayoritas kasus golongan umur 1-4 tahun yaitu 115 kasus (52%), diikuti gol. umur < 1 tahun 51 kasus (23%), 5-9 tahun 41 kasus (18,5%), 10-14 tahun 4 kasus (1,8%), > 14 tahun 7 kasus (3,1%). Cakupan imunisasi 3 tahun terakhir yaitu 2006 : 83,3% ; 2007 : 86,6%; 2008 : 102,7%
MIMIKA District Measles cases by Week and Age Group, 2009 35
31
30
(#ofCase )
25
24 21
20
20
15
15
10
10
10
7
12
7
5
1
0 3
2
1 4
3 0
5
6
7
8
9
10
N=164 cases
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Week
80
Im Cov
2006
2007
2008
SIA '06
70
MIMIKA
83.3
86.6
102.7
-
60 50 40 30
<1y
1-4 y
5-9 y
10-14 y
15 y >
No Age
20 10
Health Center
N=183 cases
M ap ur uj ay a
Lim au sa ri
A tu ka
Ja ya T
Ti m ik a
K w am ki
0
93.4
Bu b is
14
So ra
Ka rb
W
13
i
SIA '06
111.9
is
2008
60.9
ow i
2007
62.6
aik ot
2006
ASMAT
D
is
am
Bu rb
Bin
as a Br
ba na k
Im Cov
KLB menyebar ke Kab. Asmat , periode minggu ke 6-17 dengan total kasus 265 dengan 30 kematian (CFR : 11,3%). Cakupan imunisasi 3 tahun terakhir yaitu tahun 2006 :62,6% ; 2007 : 60,9%, 2008 : 111,9%
W
ou tu
Pir a
Pa ttip i3
Total Case Death
Da ka m er
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Va ka m
(# of Case)
ASMAT District Measles cases by Village in Suator Hc, Week 5 - 16, 2009
N=262 cases
Village
Jan Week
5
Feb 6
7
March 8
9
10
11
12
April 15
16
17
MAPPI District Measles cases by Age Group in Amazu Hc, Week 6 - 17, 2009 No Age distr (19%)
Im Cov
2006
2007
2008
SIA '06
MAPPI
104.0
80.1
104.0
95.7
15 y > (6%) 10-14 y (4%)
1-4 y (67%)
Senggo Health Center: 4 cases without age of cases.
5-9 y (4%) N=48 cases, 3 deaths Feb Week
6
7
March 8
9
10
11
April
12
13
14
15
16
17
YAHOKIMO District Measles cases by Age Group in Dekai Hc, Week 14 - 17, 2009 Im Cov
2006
2007
2008
SIA '06
YAHOKIMO
52.2
11.7
25.3
105.5
KLB meluas ke Kab. Yahokimo , periode minggu ke 14-17 dengan total kasus 84, meninggal 0. Mayoritas kasus gol umur 1-4 tahun (57,1%), kemudian diikuti 5-9 tahun 14 kasus (16,6%), <1tahun 12 kasus (14,2%), 10-14 tahun 6 kasus (7,1%), > 15 tahun 4 kasus (4,7%). Cakupan imunisasi tahun 2006 : 52,2% ; 2007 : 11,7%, 2008 : 25,3%
<1y (20%)
15 y > (20%)
5-9 y (40%)
N= 15 Cases
1-4 y (20%)
PANIAI District Measles cases by Health Center, Week 15 - 17, 2009 April, 2009
(# o f C ase)
Week 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
15
16
17 167 Total Case Death
12
6 Y ata
mo
5 P an iai T
imur
3
2 K eb o
Tig i Tim u
r
KLB meluas ke Kab. Mappi , periode minggu ke 6-17 dengan 192 kasus dan 10 kematian (CFR : 5,2%). Mayoritas gol. umur 1-4 tahun yaitu 33 kasus (17,1%). Cakupan imunisasi tahun 2006 : 104,0% ; 2007 : 80,0%, 2008 : 104,0%
Im Cov
2006
2007
2008
SIA '06
PANIAI
51.4
119.6
14.7
-
KLB meluas ke Kab. Paniai , periode minggu ke 15-17 dengan total kasus 200 dengan 1 kematian. cakupan imunisasi tahun 2006 : 51,4% ; 2007 : 119,6%, 2008 : 14,7%
1 Eka di
de
K om
op a
Health Center
Dan pada akhir bulan Mei (minggu ke 21) tahun 2009 diterima informasi dari petugas imunisasi provinsi yang bersangkutan bahwa KLB campak juga ditemukan di 3 kabupaten lainnya yaitu Merauke, Bovendigul dan Jayawijaya (masing – masing 5 kasus). Berdasarkan informasi ini maka tidak ada upaya lain yang lebih tepat selain sesegera mungkin melakukan imunisasi di wilayah yang punya hubungan epidemiologis. Berdasarkan data diatas nampak bahwa cakupan imunisasi di Kab. Yahokimo (3 tahun berturut – turut) dan Paniai (tahun 2006 & 2007) sangat rendah, di Kab. Asmat juga rendah (2006 & 2007) menyebabkan banyaknya anak yang belum mendapat perlindungan sehingga jika virus campak bersirkulasi di daerah tersebut, maka
dengan mudah akan menyerang anak – anak di lokasi tersebut. Di 2 Kab. lokasi KLB yang lain yaitu Mappi dan Mimika nampak cakupan imunisasi rutin yang tinggi. Namun kondisi ini sebetulnya merupakan kondisi yang terbalik dengan temuan di lapangan. Karena berdasrakan informasi setelah melakukan wawancara dengan orang tua kasus, tidak ada satupun kasus yang telah mendapat imunisasi campak. Merujuk informasi ini, maka efikasi vaksin dapat dihitung sebagai berikut : AR tdk imunisasi – AR imunisasi Efikasi vaksin = ------------------------------------------ x 100% AR tdk imunisasi 972 - 0 = ---------- x 100 % = 100 % 972 Dari hasil perhitungan efikasi vaksin tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa permasalahan sisini adalah karena banyaknya anak yang belum terlindungi, sedangkan satu-satunya pencegahan campak adalah dengan pemberian imunisasi campak. Oleh sebab itu naka - anak yang belum terlindungi inilah merupakan masalah yang cukup serius yang harus segera ditanggulangi. Apalagi didukung dengan adanya faktor risiko lain yaitu mobilitas masyarakat yang tinggi antar wilayah kabupaten sehingga perlu diwaspadai terjadi penyebaran ke kabupaten sekitarnya yaitu Waropen, Puncak Jaya, Tolikara dan Pegunungan Bintan. Berdasarkan hasil pemeriksaan serologi dari Kab. Mimika dan Yahokimo menunjukkan IgM positif campak, hal ini cukup membuktikan bahwa tindakan yang harus dilaksanakan adalah pemberian imuinisasi campak pada lokasi KLB dan sekitarnya (Waropen, Puncak Jaya, Tolikara dan Pegunungan Bintan). Bila memungkinkan perlu dilakukan imunisasi massal total provinsi sebagai upaya penanggulangan untuk memutus transmisi virus campak tersebut. Adapun sasaran adalah sesuai golongan umur yang mendominasi KLB tersebut yaitu < 5 tahun. Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa KLB campak di Papua cukup serius dan perlu action cepat untuk memutus rantai penularan di provinsi tersebut. Upaya pemberian imunisasi masal merupakan upaya penanggulangan KLB di Provinsi tersebut yang harus segera dilakukan. Sehingga transmisi rantai penularan dapat segera diputus dan anak-anak di Papua akan segera mendapat perlindungan dari serangan campak.
Analisis Situasi Avian Influenza Pada Manusia di Indonesia Tahun 2005 – 2008
I. Pendahuluan Sejak tahun 2003 rakyat Indonesia mempunyai risiko tertular Avian Influenza H5N1 (AI) karena penyakit tersebut sudah menginfeksi unggas-unggas di beberapa daerah di Indonesia. Dan pada tahun 2005 hal tersebut terjadi, dengan ditemukannya kasus pertama Avian Influenza H5N1 pada manusia di Indonesia dan sampai saat ini virus Avian Influenza H5N1 tersebut masih terus bersirkulasi di Indonesia. Faktor risiko penyebaran penyakit ini di Indonesia beragam, baik itu pada unggas, lingkungan maupun manusianya sendiri. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mengatasi masalah Avian Influenza tersebut dari berbagai sektor terkait. Datadata yang ada pun dianalisis untuk menghasilkan suatu informasi tentang perkembangan penyakit tersebut yang pada akhirnya ditujukan agar mampu menjadi dasar pengambilan keputusan penanggulangan. Tulisan ini akan memuat gambaran epidemiologi kasus AI di Indonesia. II. Gambaran Epidemiologi a. Sebaran Kasus menurut daerah Dilihat dari sebaran kasus, maka kasus terkonsentrasi di daerah jawa bagian barat yaitu DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Salah satu faktor penyebabnya adalah bahwa populasi dan lalu lintas unggas memang tinggi di daerah tersebut, sehingga sirkulasi virus pun diperkirakan juga tinggi. Populasi dan lalu lintas unggas yang tinggi tersebut bertemu dengan populasi manusia yang tinggi juga, sehingga risiko manusia tertular juga lebih tinggi. Di daerah DKI Jakarta, peraturan untuk tidak memelihara unggas di daerah pemukiman sudah ada dan sebagian sudah dilaksanakan, namun dari temuan di lapangan masih ada unggas yang berkeliaran di sekitar pemukiman.
b. Sebaran kasus menurut bulan 2005 2006 2007
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
2008
bulan
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa setiap tahunnya terdapat trend bulanan yang tidak jauh berbeda. Kasus terbanyak terjadi di bulan januari, hal ini bisa dihubungkan dengan puncak musim hujan di Indonesia. c. Sebaran kasus menurut kelompok umur
Kasus terbanyak pada kelompok umur produktif, hal ini mungkin disebabkan karena mobilitas yang tinggi pada kelompok tersebut. Sedangkan Case Fatality rate (CFR) tinggi pada semua kelompok umur (range 69 – 100 %). d. Sebaran kasus menurut jenis kelamin Jumlah kasus pada perempuan dan laki-laki hampir sama, sehingga jenis kelamin tidak merupakan faktor risiko tertularnya AI.
e. Faktor risiko penularan Proporsi faktor risiko penularanAI tahun 2005-2008 di Indonesia
Pada tahun pergeseran penularan manusia.
2008 terjadi faktor risiko AI pada Dari hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan ditemukan bahwa pada tahun 2008 faktor risiko berupa kontak tidak langsung dengan unggas mati/sakit (kontak lingkungan) lebih besar proporsinya dibanding kontak langsung dengan unggas mati/sakit. Salah satu hal yang termasuk dalam kontak lingkungan ini adalah adanya tempat pemotongan ayam di sekitar lokasi kasus. 80
Kontak unggas sakit mati ( % ) Lingkungan tercemar ( % )
70
Belum diketahui ( % )
60 50 40 30 20 10 0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
f. Kecepatan mencari pelayanan kesehatan 50 45
Jumlah kasus
40 35
Sembuh meninggal
30 25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Datang ke fasilitas yankes pada hari ke-
Jika dilihat dari grafik di atas, sebagian besar kasus sudah datang ke fasilitas pelayanan kesehatan pada 3 hari pertama sakitnya. g. Fasilitas pelayanan kesehatan pertama yang dikunjungi Distribusi fasilitas yankes pertama yang dikunjungi kasus, 2005-2008
RS rujukan AI Tidak diketahui 3% 8% RS swasta
RS pemerintah
puskesmas 14%
15%
bidan16% Klinik swasta 38%
tidak berobat 1%
III. Diskusi Klinik swasta termasuk praktek dokter swasta merupakan fasilitas pelayanan kesehatan pertama yang paling banyak dikunjungi kasus (38 %), sedangkan puskesmas hanya 14 % yang masih lebih rendah dibanding bidan dan RS swasta. h. Kecepatan respons Waktu antara onset sampai dilaporkan sebagai suspek juga diasumsikan kurang lebih sama dengan waktu antara onset sampai didiagnosis suspek. Sebagian besar kasus (69 %) didiagnosis dan dilaporkan sebagai suspek AI setelah hari kelima sakit.
III. Diskusi 1. Kasus tersebar di 12 propinsi di Indonesia, namun konsentrasi tertinggi adalah di daerah jawa bagian barat, yaitu DKI jakarta – Banten – Jawa Barat. Hal ini juga sesuai dengan faktor risiko yang ada yaitu tingginya populasi dan mobilisasi unggas serta banyaknya tempat-tempat pemotongan yang diperkirakan dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian lebih terhadap daerah-daerah tersebut, perlu dicari solusi bagaimana mengontrol mobilisasi unggas dan tempat pemotongan tersebut. 2. Faktor risiko adanya kontak tidak langsung atau kontak dengan lingkungan yang merupakan faktor risiko tertinggi pada tahun 2008 menjadi informasi penting dalam pengendaliannya. Pergeseran faktor risiko ini menunjukkan bahwa virus sudah tersebar di lingkungan, bukan hanya di tubuh binatang yang sakit, sehingga intervensi terhadap lingkungan perlu dipertimbangkan. Dalam penyelidikan epidemiologi yang tidak menemukan sumber penularan yang jelas perlu dipertimbangkan untuk mengambil sampel lingkungan untuk membuktikan hal ini. Dan untuk melakukan hal ini diperlukan suatu petunjuk teknis yang jelas dan keterlibatan program kesehatan lingkungan. 3. Jumlah kasus yang tinggi pada bulan januari setiap tahunnya memerlukan analisis lebih lanjut untuk dihubungkan dengan cuaca terutama curah hujan. Namun data yang terbatas ini dapat dijadikan informasi bahwa kewaspadaan lebih ditingkatkan lagi pada musim hujan, dan hal ini cukup masuk akal karena pada musim hujan suhu lebih rendah dan memungkinkan virus dapat bertahan lebih lama dibandingkan jika cuaca panas. Hal ini juga terjadi pada influenza musiman. 4. Meskipun kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan pada 3 hari pertama sakitnya, namun belum didiagnosis sebagai suspek (terlambat mendiagnosis) sehingga respons pun belum dilakukan termasuk tatalaksana kasus. Hal ini
diperkirakan sebagai salah satu penyebab tingginya CFR. Keterlambatan diagnosis ini disebabkan karena tidak ada gejala yang khas pada AI dan tidak ada instrument untuk pemeriksaan cepat AI. Pada kasus-kasus klaster terutama kasus kedua dan selanjutnya, diagnosis suspek dapat ditegakkan cepat pada saat penyelidikan epidemiologi yaitu pelacakan kontak, sehingga kasus-kasus tersebut dapat ditatalaksana dengan cepat dan berhasil sembuh. 5. Fasilitas pelayanan kesehatan yang paling banyak dikunjungi oleh kasus adalah klinik swasta termasuk praktek dokter, hal ini juga didukung oleh data hasil riskesdas tahun 2008. Klinik-klinik swasta tersebut belum tercakup dalam sosialisasi dan pelatihan-pelatihan, karena selama ini sosialisasi lebih banyak ke institusi pemerintah. 6. Pandemi Influenza H1N1 baru yang sudah menyebar ke Indonesia disertai dengan sirkulasi virus Avian Influenza H5N1 di Indonesia merupakan situasi penting yang perlu mendapat perhatian. Isu re-assortment kedua virus ini merupakan langkah penting dalam pelaksanaan surveilans influenza di Indonesia dengan segala keterbatasan yang ada dan harus didukung oleh semua pihak.